Professional Documents
Culture Documents
Bir Ribhil Labib-Fkik
Bir Ribhil Labib-Fkik
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
NIM : 108102000064
iii
iv
HALAMAN PENGESAHAN
v
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
viii
6. Ayahanda tercinta, AL Baidlowi dan Ibunda tercinta, Mun Afifah terima
kasih atas doa yang selalu tercurah untukku, kasih sayang, semangat dan
dukungannya yang menguatkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Adikku tersayang Lautry Luthfiya Sari Labib, yang dengan canda tawanya
mampu mengusir kepenatan penulis dalam menyusun skripsi ini.
8. Teman–teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2008, terimakasih atas sebuah
persahabatan, kekeluargaan dan persaudaraan kita selama ini.
9. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu.
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 22 Januari 2013
Yang menyatakan,
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ........................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penetapan Panjang Gelombang Serapan Maksimum .............. 38
Lampiran 2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .................... 39
Lampiran 3. Kromatogram Hasil Analisa .................................................... 40
Lampiran 4. Uji Kesesuaian Sistem ............................................................. 45
Lampiran 5. Uji Liniearitas dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Lansprazol
dalam sampel darah. ................................................................ 46
Lampiran 6. Uji Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ................................... 47
Lampiran 7. Uji Selektivitas ........................................................................ 48
Lampiran 8. Uji Akurasi .............................................................................. 49
Lampiran 9. Uji Presisi ................................................................................ 50
Lampiran 10. Perhitungan konsentrasi Lansoprazol dalam darah ................. 51
Lampiran 11. Cara perhitungan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ............. 52
Lampiran 12. Cara perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, %
diff, dan Uji Perolehan Kembali .............................................. 53
Lampiran 13. Sertifikat analisa Lansoprazol BPFI ......................................... 54
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
1.3. Hipotesis
Metode ekstraksi dan komposisi fase gerak untuk penetapan kadar
Lansoprazol dalam darah in vitro secara kromatografi cair kinerja tinggi
memiliki nilai validitas yang sesuai dengan persyaratan untuk suatu metode
bioanalisis.
2.1. Lansoprazol
Struktur Lansoprazol:
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
cincin piridin dan tidak adanya metil dan gugus metoksi pada cincin piridin
dan benzimidazol. Obat ini secara kimia dan farmakologi tidak terkait dengan
antagonis reseptor H2, antimuskarinik, atau analog prostaglandin (McEvoy,
2008).
Lansoprazol mengikat hidrogen/kalium adenosin triphosphatase (H+K+ -
ATPase) pada sel parietal lambung, inaktivasi dari sistem enzim (juga dikenal
sebagai pompa proton, hidrogen, atau asam) menghambat langkah terakhir
dalam sekresi asam klorida oleh sel-sel ini. Oleh karena itu, agen antisekresi
lambung seperti lansoprazole dan omeprazole sering disebut sebagai inhibitor
asam atau penghambat pompa proton. Lansoprazole merupakan basa lemah,
tidak secara langsung menghambat sistem enzim, tetapi sebaliknya, ia
berkonsentrasi pada kondisi asam dari sekretori kanalikuli sel parietal,
dimana obat ini mengalami penataan ulang untuk metabolit aktif sulfenamida;
metabolit aktif kemudian bereaksi dengan kelompok sulfhidril dari H+K+
-ATPase menonaktifkan pertukaran pompa proton. Karena metabolit
sulfenamida membentuk ikatan kovalen permanen pada H+K+ -ATPase,
sekresi asam dihambat sampai tambahan enzim disintesis, menghasilkan
durasi tindakan berkepanjangan (McEvoy, 2008).
Lansoprazole dengan cepat diserap setelah dosis oral, dengan konsentrasi
puncak plasma dicapai setelah sekitar 1,5 sampai 2 jam. Bioavailabilitas
dilaporkan menjadi 80% atau lebih bahkan dengan dosis pertama, meskipun
obat tersebut harus diberikan dalam bentuk salut enterik karena lansoprazole
tidak stabil pada pH asam. Makanan memperlambat penyerapan dan
mengurangi bioavailabilitas lansoprazole dengan sekitar 50%. Lansoprazol
adalah secara ekstensif dimetabolisme di hati, terutama oleh CYP2C19,
isoenzim sitokrom P450 untuk membentuk 5-hidroksi-lansoprazole dan oleh
CYP3A4 untuk membentuk lansoprazole sulfon. Metabolit diekskresikan
terutama di feses melalui empedu, hanya sekitar 15 sampai 30% dari dosis
diekskresikan dalam urin. Waktu paruh eliminasi dalam plasma adalah sekitar
1 sampai 2 jam tetapi durasi kerjanya lebih lama. Lansoprazole sekitar 97%
terikat pada protein plasma. Klirens menurun pada pasien usia lanjut, dan
dalam kerusakan hati (Sweetman, 2009; APhA, 2008).
2.2. Darah
Darah terdiri atas plasma darah dan sel-sel darah. Sebagian besar darah
terdiri atas sel darah merah atau eritrosit, sedangkan jumlah sel darah putih
atau leukosit relatif sedikit, yaitu 2 permil dari jumlah eritrosit. Disamping
eritrosit dan leukosit masih ada partikel lain yang disebut trombosit.
Trombosit ini mempunyai fungsi penting pada penggumpalan darah.
Apabila darah yang telah diberi antikoagulan diputar dengan pemusing
(sentrifuga), maka sel-sel darah akan mengendap, sedangkan plasma darah
akan berada diatasnya. Bobot jenis darah bervariasi antara 1,054-1,060,
sedangkan bobot jenis plasma darah ialah kira-kira 1,024-1,028. Viskositas
(derajat kekentalan) darah kira-kira 4,5 kali viskositas air (Pudjiadi, 1994).
Volume total plasma pada orang dewasa normal sekitar 2,5 - 3 liter atau
mencapai 55 - 58% volume darah. Plasma mengandung suatu senyawa
pembeku dan akan membeku bila terpapar oleh udara. Namun untuk
mencegah pembekuan plasma dapat ditambahkan suatu antikoagulan seperti
sitrat atau heparin (Sherwood, 1996).
a. Pengendapan protein
Pada metode ini, digunakan asam/ pelarut organik yang bercampur dengan
air untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein. Asam seperti
trikloroasetat dan asam perklorat sangat efisien untuk mengendapkan protein
pada konsentrasi 5-20%. Pelarut organik seperti metanol, asetonitril, aseton,
dan etanol memiliki efisiensi yang relatif lebih rendah untuk mengendapkan
protein. Akan tetapi, pelarut-pelarut tersebut banyak digunakan untuk
bioanalisis karena sesuai dengan fase gerak pada KCKT dan dapat
mengekstraksi senyawa berdasarkan prinsip kepolaran. Pelarut organik akan
menurunkan solubilitas protein sehingga protein akan mengendap (Evans,
2004; Kelly, 1990).
b. Ekstraksi cair- cair
Ekstraksi cair - cair berguna untuk memisahkan analit dari pengotor
dengan menyekat sampel diantara 2 fase larutan tak tercampurkan. Fase
pertama umumnya berupa fase aqueous, sedangkan fase kedua berupa fase
organik. Analit yang akan diekstraksi harus larut diantara satu fase larutan
tersebut. Prinsip ekstraksi cair – cair ini adalah senyawa yang bersifat lebih
hidrofilik akan larut ke fase aqueous dan senyawa yang bersifat lebih
hidrofobik akan cenderung mudah ditemukan di fase organik. Analit yang
terekstraksi ke dalam fase organik akan dengan mudah diperoleh kembali
melalui penguapan, sedangkan analit yang terekstraksi ke dalam fase aqueous
dapat langsung disuntikkan ke dalam kolom KCKT fase balik. Larutan
aqueous yang dapat digunakan adalah air, larutan yang bersifat asam/basa,
garam, dan lainnya. Pelarut organik yang dapat digunakan adalah heksan, etil
asetat, toluen, dan lainnya. Kelemahan dari metode yaitu tidak dapat
diaplikasikan ke semua analit, contohnya analit yang bersifat sangat polar
sulit menggunakan metode ini (Evan, 2004; Kelly, 1990).
c. Ekstraksi fase padat
Pada ekstraksi fase padat ini digunakan kolom berukuran kecil (cartridge)
dengan adsorben yang mirip dengan yang digunakan pada saat analisis dan
biasanya disesuaikan dengan sifat analit yang diperiksa. Ekstraksi fase padat
adalah suatu teknik yang dapat mengatasi beberapa masalah yang ditemui
pada ekstraksi cair-cair. Prinsip umum dari ekstraksi ini yaitu adsorpsi obat
dari larutan ke dalam adsorben atau fase diam (Harahap, Y., 2010).
d. Ekstrasi cair- padat
Ekstraksi cair padat merupakan teknik yang sering digunakan untuk
perlakuan sampel pada KCKT. Apabila ekstraksi cair - cair merupakan proses
pemisahan satu tahap, maka ekstraksi cair - padat merupakan prosedur
pemisahan mirip kromatografi dan memiliki beberapa keuntungan
dibandingkan ekstraksi cair - cair. Keuntungan tersebut antara lain dihasilkan
ekstraksi analit yang lebih sempurna, pemisahan analit yang lebih efisien dari
pengotor, pengurangan penggunaan pelarut organik, pengumpulan fraksi
analit total yang lebih mudah, penghilangan partikulat, dan pengoperasian
yang lebih mudah. Empat tahapan pada proses ekstraksi cair – padat yaitu
pengkondisian alat, pemasukan sampel, pengaliran larutan pencuci untuk
menghilangkan pengotor, dan proses perolehan kembali analit (Evans, 2004;
Kelly, 1990).
Konsentrasi obat dalam plasma umumnya rendah pada dosis terapi, oleh
karena itu diperlukan persiapan sampel khusus untuk analisis obat dalam
plasma. Dalam plasma, obat terikat pada permukaan protein sehingga harus
dibebaskan terlebih dahulu, lansoprazol dalam plasma berikatan dengan
protein plasma sebesar ± 97% (Sweetman, 2009), sehingga diperlukan
perlakuan tertentu untuk membebaskannya sebelum dianalisis.
Beberapa metode analisis Lansoprazol dalam plasma yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti terdahulu yaitu:
a. Penetuan kadar Lansoprazol dalam plasma darah dan tablet dengan
menggunakan RP-HPLC.
Kondisi : Pemisahan kromatografi dicapai secara isokratis pada kolom C18
[Inertsil C18, 5 µ, 150 mm x 4,6 mm] memanfaatkan fase gerak asetonitril /
dapar fosfat (70:30, v / v, pH 7,0) dengan kecepatan aliran 0,8 ml / menit
dengan deteksi UV pada 260 nm. Waktu retensi Lansoprazole adalah 2,53
min. Metode ini akurat (99,15-101,85%), tepat konsentrasi (0,13-1,56%
dan antar-hari variasi 0,30-1,60% intra-hari variasi) dan linier dalam
jangkauan 0,1-30 μg/ml (R2 = 0,999) dan telah berhasil digunakan dalam
terbalik (fase diam kurang polar daripada fase gerak), kemampuan elusi
menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut (Gandjar & Rohman, 2007).
2.4.4. Pompa pada KCKT
Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang
mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni: pompa harus
inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah
gelas, baja tahan karat, Teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan
sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 5000 psi dan mampu
mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 3 ml/menit. Untuk tujuan
preparatif, pompa yang digunakan harus mampu mengalirkan fase gerak
dengan kecepatan 20 ml/menit (Gandjar & Rohman, 2007).
2.4.5. Penyuntikan Sampel pada KCKT
Sampel-sampel cair dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase
gerak yang mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat
penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon yang
dilengkapi dengan keluk sampel (sample loop) internal atau eksternal.
Pada saat pengisian sampel sampel digelontor melewati keluk sampel dan
kelebihannya dikeluarkan ke pembuang. Pada saat penyuntikan, katup diputar
sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan menggelontor
sampel ke kolom. Presisi penyuntikan dengan keluk sampel ini dapat
mencapai nilai RSD 0,1%. Penyuntik ini mudah digunakan untuk otomatisasi
dan sering digunakan untuk autosampler pada KCKT (Gandjar & Rohman,
2007).
2.4.6. Kolom pada KCKT
Ada 2 jenis kolom pada KCKT yaitu kolom konvensional dan kolom
mikrobor. Kolom mikrobor mempunyai 3 keuntungan yang utama
dibandingkan dengan kolom konvensional, yakni:
a. Konsumsi fase gerak kolom mikrobor hanya 80% atau lebih kecil
dibanding dengan kolom konvensional karena pada kolom mikrobor
kecepatan alir fase gerak lebih lambat (10-100 µl/menit).
b. Adanya aliran fase gerak yang lebih lambat membuat kolom mikrobor
lebih ideal jika digabung dengan spektrometer massa.
menentukan LOD yakni: metode non instrumental visual dan dengan metode
perhitungan. Metode non instrumental visual digunakan pada teknik
kromatografi lapis tipis dan pada metode titrimetri. LOD juga dapat dihitung
berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan kemiringan (slope, S)
kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan rumus, LOD = 3
(SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada standar
deviasi blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar
deviasi intersep y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).
2.5.4. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)
Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam
sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ
juga diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga
dilaporkan). Kadang-kadang rasio signal to noise 10:1 digunakan untuk
menentukan LOQ. Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10:1
merupakan aturan umum, meskipun demikian perlu diingat bahwa LOQ
merupakan suatu kompromi antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi
yang dipersyaratkan. Jadi, jika konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga
menurun. Jika presisi tinggi dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ yang
lebih tinggi harus dilaporkan.
ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian
sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode
pilihan lain untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non instrumental visual
dan (2) metode perhitungan. Sekali lagi, metode perhitungan didasarkan pada
standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva baku sesuai rumus: LOQ =
10 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar
deviasi blanko pada standar deviasi residual garis regresi linier atau dengan
standar deviasi intersep-y pada garis regresi (Gandjar & Rohman, 2007).
2.5.5. Liniearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil-
hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada
kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa
Penetapan metode
ekstraksi
Limit deteksi dan
Liniearitas Akurasi limit kuantitasi
Presisi Perolehan
Selektivitas
kembali
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
LOQ =
LOD =
dimana (Sy/x) adalah simpangan baku residual, b adalah slope dari persamaan
regresi.
5.4.6.3.Uji Selektivitas
Sebanyak 10 μL supernatan sampel darah yang telah dideproteinase dan
mengandung Lansoprazol pada konsentrasi 5 μg/mL disuntikkan ke dalam
instrumen KCKT dengan kondisi fase gerak dan kecepatan alir terpilih,
diulang sebanyak 6 kali. Kemudian dihitung nilai % RSD (Relative Standard
Deviation) dengan nilai ≤ 15% dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%.
5.4.6.4.Uji Akurasi
Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 μg/mL, 4
μg/mL, dan 5 μg/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan
sebanyak 10 μL disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan
kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Kemudian dihitung
persentase akurasi (% diff) dan perolehan kembali (% recovery) dari masing-
masing konsentrasi larutan tersebut. Nilai rata-rata % diff disyaratkan ± 15%.
Sedangkan nilai perolehan kembali dihitung dengan cara membandingkan
konsentrasi Lansoprazol dalam darah yang diperoleh dari hasil ekstraksi
dengan konsentrasi Lansoprazol yang sebenarnya dikalikan dengan 100%.
Perolehan kembali disyaratkan pada ± 15% dalam sampel biologis.
5.4.6.5.Uji Presisi
Dibuat larutan Lansoprazol dalam darah dengan konsentrasi 3 μg/mL, 4
μg/mL, dan 5 μg/mL. Setelah itu dipreparasi sesuai prosedur. Supernatan
sebanyak 10 μL disuntikkan ke alat KCKT dengan kondisi fase gerak dan
kecepatan alir terpilih, diulangi sebanyak tiga kali. Dilakukan pengukuran
intra-hari dan inter-hari (selama 2 hari berturut-turut), kemudian dihitung
persentase simpangan baku relatif atau % RSD (Relative Standard Deviation)
dari masing-masing konsentrasi dengan nilai ≤ 15%.
9.1. Hasil
9.1.1. Penentuan Metode Analisis Lansoprazol
9.1.1.1.Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer ultraviolet-visibel, diperoleh serapan
maksimum Lansoprazol pada panjang gelombang 283 nm. Spektrum serapan
Lansoprazol dapat dilihat pada lampiran 1 gambar 6.1.
9.1.1.2.Penetapan Komposisi Fase Gerak
Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah in vitro dilakukan pada kondisi
optimum dengan kromatografi cair kinerja tinggi menggunakan kolom
Acclaim® (C18) dengan kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283
nm, dan volume penyuntikan 10 μL Komposisi fase gerak semula terdiri dari
metanol:dapar fosfat pH 7 (70:30). Pada komposisi ini, waktu retensi
Lansoprazol yaitu 2,95 menit. Kemudian dilakukan modifikasi fase gerak
yaitu komposisi kedua metanol-dapar fosfat pH 7 (65:35) dan komposisi
ketiga metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40). Pada komposisi metanol-dapar
fosfat pH 7 (65:35) waktu retensi Lansoprazol yaitu 3,67 menit. Sedangkan
pada komposisi metanol-dapar fosfat pH 7 (60:40) waktu retensi Lansoprazol
yaitu 5,04 menit. Laju alir yang digunakan adalah 0,8 ml/menit. Namun hasil
optimasi ini memberikan data kromatogram dengan puncak yang lebar dan
pada komposisi 60:40 dihasilkan double peak.
Kemudian dilakukan modifikasi lagi dengan penambahan TEA
(Trietilamin) dengan komposisi metanol:dapar fosfat (65:35) dengan
penambahan TEA hingga pH 7,4. Dengan komposisi fase gerak ini,
didapatkan waktu retensi sekitar 3,77 menit. Metode ini dipilih karena
menghasilkan plat teoritis yang lebih banyak daripada komposisi fase gerak
yang lain, HETP (Height Equivalent Theoritical Plate) yang lebih kecil,
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
Tabel 4.1. Hasil penetapan komposisi fase gerak pada konsentrasi 10 µg/mL,
kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm, dan volume
penyuntikan 10 μL.
Fase Luas
TR Faktor
Gerak Puncak N HETP Asimetri
(menit) Kapasitas
(v/v) (µAU)
65:35 3,773 3592,9 1130 0,0133 1,22 0,86
(+TEA) 3,767 3576,1 1084 0,0138 1,22 0,85
70:30 2,950 7162,2 351 0,0427 0,73 1,62
65:35 3,890 7691,9 303 0,0495 1,24 1,66
60:40 4,997 8172,3 251 0,598 1,92 1,71
Keterangan:
TR = Time Retention (waktu retensi)
N = Plat Teoritis
HETP = Height Equivalent Theoritical Plate
Tabel 4.2. Hasil uji rata-rata kesesuaian sistem sampel Lansoprazol pada
konsentrasi 10 μg/mL dengan komposisi fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)
dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada kecepatan alir 0,8 mL/menit,
panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan 10 μL.
1500
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi (μg/mL)
Parameter Nilai
Simpangan Baku Residual (S y/x) 98,17
Limit Deteksi (LOD) 0,619 μg/mL
Limit Kuantitasi (LOQ) 2,05 μg/mL
9.1.2.3.Uji Selektivitas
Uji selektivitas dilakukan terhadap sampel konsentrasi 5 μg/mL dilakukan
sebanyak 6 kali untuk mengetahui spesifitas metode tersebut. Syarat untuk uji
selektivitas adalah %RSD (Relative Standard Deviation) dengan nilai ≤ 15%
dan akurasinya (% diff) dengan nilai ± 15%. Data hasil uji rata-rata terdapat
pada tabel 4.5 dan Data hasil percobaan tercantum pada lampiran 7 dalam
tabel 6.4.
9.1.2.4.Uji Akurasi
Uji akurasi dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 3 μg/mL, 4
μg/mL dan 5 μg/mL dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing-masing
konsentrasi. Syarat hasil uji akurasi adalah % diff dengan nilai ≤ 15%.
Kemudian dihitung pula nilai perolehan kembali (% recovery), nilai ini
disyaratkan pada ≤ 15% dalam sediaan biologis. Hasil uji rata-rata dapat
dilihat pada tabel 4.6 dan data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada
lampiran 8 dalam tabel 6.6.
Rata-rata Rata-rata
C SD RSD % diff
Luas Puncak Perolehan
(μg/mL) (%) rata-rata
(µAU) Kembali (%)
3 714,3 104,09 8,57 1,2 4,09
4 1231,5 105,16 2,89 0,24 5,16
5 1636,27 101,09 18,1 1,11 1,09
9.1.2.5.Uji Presisi
Uji dilakukan pada 3 konsentrasi sampel, yaitu pada 3 μg/mL, 4 μg/mL
dan 5 μg/mL diulangi sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi,
dilakukan pada pengujian intra-hari (dalam 1 hari) dan inter-hari selama 2
hari berturut-turut. Syarat hasil uji presisi adalah simpangan baku relatif atau
%RSD (Relative Standard Deviation) dari masing-masing konsentrasi dengan
nilai ≤ 15%. Hasil uji rata-rata presisi dapat dilihat pada tabel 4.7 dan 4.8
serta data hasil percobaan selengkapnya tercantum pada lampiran 9 dalam
tabel 6.7.
9.2. Pembahasan
Pada penelitian ini telah dilakukan validasi metode analisis Lansoprazol
dalam darah in vitro secara KCKT. Penetapan kadar Lansoprazol dalam darah
in vitro dilakukan sebagai pengujian terhadap sediaan farmasi dari segi
farmakokinetiknya, bagaimana ketersediaan hayati obat dalam tubuh
sehingga keefektivitasannya terbukti. Optimasi dan validasi juga perlu
dilakukan guna mendapatkan metode yang terbaik untuk analisa kadar
Lansoprazol dalam darah. Metode analisis dengan menggunakan alat KCKT
ini dipilih karena memiliki banyak kelebihan yaitu waktu analisisnya cepat,
cara kerjanya sederhana dan sensitif.
Sebelum memasuki tahap analisis, perlu dilakukan penentuan panjang
gelombang analisis optimum dengan menggunakan spektrofotometer
ultraviolet–visibel dan didapatkan hasil bahwa Lansoprazol memiliki serapan
maksimum pada 283 nm. Pemilihan panjang gelombang analisis ini berguna
untuk meningkatkan selektivitas dan sensitifitas analisis dari sampel yang
digunakan.
Tahap selanjutnya adalah penentuan komposisi fase gerak dan laju alir.
Pada pemilihan fase gerak, dilakukan dengan menggunakan kolom Acclaim®.
Optimasi fase gerak semula terdiri dari metanol:dapar fosfat pH 7 dengan
(Relative Standard Deviation) ≤ 15%. Pada uji presisi ini, hasil tersebut telah
memenuhi syarat untuk uji presisi pada sediaan biologis. Uji dilakukan pada
intra-hari dan inter-hari untuk memastikan bahwa setelah sediaan disimpan
masih stabil dan tidak mengganggu hasil analisa.
Hasil dari parameter-parameter validasi metode analisis yang telah
dilakukan secara keseluruhan telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
untuk pengujian pada sediaan biologis. Hal ini menunjukan bahwa metode
analisis Lansoprazol dalam darah in vitro valid dan dapat digunakan untuk
penetapan kadarnya secara in vivo.
5.1 Kesimpulan
5.1.1. Optimasi metode analisis Lansoprazol diperoleh hasil bahwa Lansoprazol
dapat dianalisis dengan menggunakan kolom Acclaim® Polar Advantage
C18, dengan kondisi optimum fase gerak metanol:dapar fosfat (65:35)
dengan penambahan trietilamin hingga pH 7,4, kecepatan alir 0,8
mL/menit, panjang gelombang 283 nm. Pada proses optimasi ekstraksi
Lansoprazol dalam darah, hasil ekstraksi terbaik untuk metode analisis
pada KCKT adalah dengan pencampuran plasma dengan metanol pada
perbandingan 1:4, waktu vorteks 60 detik dan proses sentrifugasi pada
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
5.1.2. Hasil validasi metode menunjukkan bahwa metode analisis yang
digunakan sudah memenuhi persyaratan yang berlaku untuk akurasi,
presisi, linearitas, dan selektifitas.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk dapat menggunakan
larutan pengendap protein yang lain, seperti asam trikloroasetat, asam
perklorat, maupun kombinasi asam-asam tersebut dengan pelarut organik
sehingga diharapkan hasil ekstraksi protein dari plasma menjadi lebih
sempurna. Bila memungkinkan dapat pula digunakan cara ekstraksi protein
dalam plasma yang lain seperti ekstraksi cair-cair maupun ekstraksi cair-
padat.
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
DAFTAR PUSTAKA
Gerald K. McEvoy (Ed.), Jane Miller (Ed.), dan Kathy Litvak (Ed.). 2004. AHFS
Drug Information 2004. American Society of Health-System Pharmacists.
Johnson, E.L. dan R.Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Terj. Kosasih
Padmawinata. Bandung: Penerbit ITB Press.
Kelly, M.T. 1992. Drug Analysis in Biological Fluids. Dalam: Chemical Analysis
in Complex Matrices. New York: Ellis Horwood.
McEvoy, Gerald K. (ed.). 2008. AHFS Drug Information 2008. Bethesda, MD:
American Society of Health-System Pharmacists.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th edition.
London: The Pharmaceutical Press, 1739-1740.
Sherwood, Lauralee. 1996. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem edisi kedua.
Terj. Brahm U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 346-363
United Nation Office on Drug and Crime. 2009. Guidance for the Validation of
Analytical Methodology and Calibration of Equipment used for Testing of Illicit
Drugs in Seized Materials and Biological Specimens. Vienna: United Nations
Publication.
Uno, T., et al.. 2005. Determination of Lansoprazole and Two of its Metabolites
by Liquid-Liquid Extraction and Auto-mated Column Switching High-
Performance Liquid Chromatography: Application to Measuring CYP2C19
Activity. Journal of Chromatography B, Vol. 816, No. 1-2, February 2005, pp.
309-314.
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar 6.2. Alat Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Dionex Ultimate® 3000
Gambar 6.4. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat
pH 7 (70:30)
Lanjutan
Gambar 6.5. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat
pH 7 (65:35)
Gambar 6.6. Kromatogram Lansoprazol dengan fase gerak metanol : dapar fosfat
pH 7 (60:40)
Lanjutan
Lanjutan
Gambar 6.8. Kromatogram sampel darah kosong (blanko) dengan komposisi fase
gerak metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada
kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm dan volume penyuntikan
10 μL.
Lanjutan
Tabel 6.1. Uji kesesuaian sistem Lansoprazol dengan fase gerak metanol:dapar
fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga pH 7,4 pada konsentrasi 10
µg/mL, kecepatan alir 0,8 mL/menit, panjang gelombang 283 nm, dan volume
penyuntikan 10 μL.
2000
Luas Area (µAU)
1500
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Konsentrasi (μg/mL)
Keterangan :
- Persamaan garis : y = 477,35x - 776,42
- Koefisien korelasi : 0,99
- Kondisi Analisis :
Fase gerak : metanol:dapar fosfat (65:35) dengan penambahan TEA hingga
pH 7,4
Kolom : Acclaim® (C18; 15 cm x 4,6 mm)
Volume injeksi : 10 μL
Kecepatan alir : 0,8 mL/menit
Detektor : Diode Array Detector
Panjang Gelombang : 283 nm
Tabel 6.3. Data hasil uji batas deteksi dan batas kuantitasi
∑
S (y/x) = √ =√ = 98,17
Luas % diff
Konsentrasi Simpangan RSD
Puncak % diff rata-
(μg/mL) Baku (SD) (%)
(µAU) rata
1636,4 1,09
1654,3 1,84
1618,1 -0,09
5 13,26 0,813 0,793
1630,2 0,83
1626,4 0,67
1620,1 0,41
Rata-rata
Uji
Luas Uji %diff
Konsentrasi Perolehan Simpangan
Puncak Perolehan % diff RSD (%) rata-
(μg/mL) Kembali Baku (SD)
(µAU) Kembali rata
(%)
(%)
723,2 104,72 4,72
3 706,1 103,52 104,09 3,52 8,57 1,2 4,09
723,7 104,06 4,06
1233,9 105,28 5,28
4 1232,4 105,21 105,16 5,21 2,89 0,24 5,16
1228,3 104,99 4,99
1636,4 101,09 1,09
5 1654,3 101,84 101,09 1,84 18,1 1,11 1,09
1618,1 100,32 0,32
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 201 = 50 mL x 100 ppm
ppm
V1 = 5000/201
= 24,875 Ml
Dari larutan induk 100 ppm, kemudian diambil beberapa mL dan dicukupkan
dengan darah hingga batas ukur pada labu ukur 5 mL sehingga menjadi darah
yang mengandung 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm, dan 6 ppm Lansoprazol.
∑
S(y/x) = √ ; dimana Y1 = a +bx
LOD =
LOQ =
Lampiran 12. Cara perhitungan Simpangan Baku, Koefisien Variasi, % diff, dan
Uji Perolehan Kembali
∑ ̅
SD = √
Contoh perhitungan:
SD = √
SD = 2,898
%RSD = ̅
Contoh perhitungan :
%RSD =
%RSD = 0,235%