You are on page 1of 12

TUHAN

DALAM FILSAFAT
DIALOG
MARTIN BUBER
Oleh : Muhammad Hilal
(Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta)

Martin Buber is one of those prominent philosophers who offer alternatives


to the problem of the distanced or separated view of objects. This view has
rooted in the Eastern world, thanks to the Cartesian modern philosophy
and the increasingly development of science. The Philosophy of Dialogue is
Buber’s proposal to overcome the problem of subject-object distancedness and
separatedness. The Philosophy of Dialogue argues that reality is “relation”.
There are two kind of relations, according to Buber: I-Thou and I-It
relation. The I-Thou relation is human experience as a totality; an original,
spontaneous, unpretended and uninterested one that gives effect to the subject
and the object as such. The I-It relation, on the contrary, is a distanced and
power-pretended relation. It is the later relation that dominates philosophy and
science in nineteenth century.
Human has a central and fundamental place in Buber’s metaphysical concept
Jurnal Pusaka

of “relation” because the whole beings exist in human’s encounter toward them.
Buber’s view about human nature, therefore, is the most basic of his entire
philosophical thought. This philosophical standpoint enables Buber to begin
his formulation on philosophy of religion. Buber expresses God as The Eternal
Thou. With this expression, The Eternal Thou, Buber wants to move beyond
Januari - Juni 2014

all manifestations of human’s belief of God because it is not the understanding


about God that Buber is pointing at, but the dialogical moment between man
and God. Buber also argues that the only way to express the encounter with The
Eternal Thou is by using paradoxical language. Only this paradoxical language
can touch the most sublime side of that encounter.
Keywords: Martin Buber, Filsafat Dialog, Relasi I-Thou dan I-It, The Eternal
64

Thou, Bahasa Paradox


BIOGRAFI SINGKAT karena tuntutan kaum muda Yahudi untuk
memperkokoh akar tradisi dan mem-
Mordechai Martin Buber lahir di
pererat komunitas. Pada tahun 1913, dia
Wina pada 8 Februari 1878. Oleh karena
membantu mengorganisasi pembangunan
kedua orang tuanya bercerai pada usia 3
perguruan tinggi Yahudi di Jerman yang
tahun, dia diasuh oleh kakeknya di Lem-
dia harapkan akan memberikan pengaruh
berg, Galicia, yang pada saat itu masih
ke seluruh lingkungan Yahudi demi pem-
menjadi bagian dari Austria. Di daerah
baharuan budaya dan agama (tapi akhirn-
itu Buber cilik dibesarkan hingga umur
ya tak mendapat hasil yang menggembira-
14 tahun, lalu dia kembali ke rumah ba-
kan). Tak lama setelah itu, Martin Buber
paknya di Galicia Timur. Pada tahun 1897
berpartisipasi dalam sekelompok figur
dia mulai memasuki gedung universitas di
intelektual penting di Eropa yang melaku-
bidang filsafat dan sejarah seni di Wina.
kan pertemuan di Potsdam selama tiga
Setelah itu, dia masuk sebuah universitas
hari untuk mendiskusikan problem-prob-
di Leipsig, lalu mendapat gelar doktor
lem dan kemungkinan-kemungkian pen-
di Universitas Berlin pada 1904. Pada
yatuan internasional. Di antara peserta
1899, dia bertemu Paula Winkler, seorang
lain dari kelompok ini adalah Gustav Lan-
penganut Katolik Bavarian dan seorang
dauer, Frederik van Eeden, dan Florens
penulis, yang kemudian pindah agama
Christian Rang; namun, karena ledakan
dan menjadi istri tunggal Buber sepanjang
Perang Dunia I, usaha ini berantakan di
hayatnya.
tengah jalan.2
Di sekitar awal pernikahannya ini
Buber merasakan pentingnya ajaran-aja- Dalam pandangan Buber,
ran Hasidisme. Dia membaca kumpulan
kata mutiara Rabi Israel ben Eliezer, pen-
seharusnya manusia bisa memasuki
diri Hasidisme, dengan penuh semangat. pengalaman langsung terhadap
Perjumpaan mistik dengan Hasidisme Tuhan, sesama manusia, dan alam.
di usianya yang ke-25 ini membuatnya
menyingkir dari kesibukan lain dan me-
Pada 1916, Buber mendirikan De
musatkan 5 tahun berikutnya dalam mem-
Jude, sebuah surat kabar periodis yang dia
pelajari teks-teks Hasidisme. Persis pada
edit hingga 1924 dan pada saat dia memi-
saat dia merasakan arah yang lebih terang
mpin menjadi salah satu organ Yahudi
dalam kehidupannya, Buber keluar dari
yang paling terkenal di Jerman. Sejak 1926
isolasi ini dan siap memulai kehidupan
hingga 1930, dia bersama dengan Catholic
barunya yang lebih nyata sebagai seorang
Joseph Wittig dan Viktor von Weiźäcker
penulis, penceramah dan pendidik.1
Pusaka

menerbitkan Die Kreatur, sebuah surat


Martin Buber adalah salah satu kabar periodis mengenai problem sosial
pendiri rumah penerbit Yahudi Jerman, dan pendidikan agama. Selama periode
Jüdischer Verlag. Pada tahun 1903, Buber, ini, Buber telah mengajar filsafat agama
bersama dengan Chaim Weizmann dan Yahudi dan sejarah agama-agama di Uni-
Berthold Feiwel, mengajukan proposal un- versitas Frankfurt. Kebanyakan waktu dari
Januari - Juni 2014

tuk mendirikan Universitas Yahudi yang tahun-tahun ini juga dia habiskan untuk
65 Jurnal

kemudian mendapat perhatian luas di menyelesaikan terjemahannya yang mo-


sepanjang Eropa. Pada tahun-tahun jelang numental terhadap Bibel Yahudi ke dalam
Perang Dunia I, Buber semakin tertarik bahasa Jerman bersama koleganya, Franz
dengan problem-problem sosial, sebuah Rosenzweig. Sejak 1933 hingga 1938,
ketertarikan yang merekah sebagian kare- Buber amat terkenal karena usahanya
na dia lama bergelut dalam Zionisme dan atas nama kaum Yahudi Jerman melawan
1 Arthur A. Cohen, Martin Buber, (London: 2 Anonim, http://plato.stanford.edu/entries/
Bowes & Bowes Publishers, Ltd., 1957), hlm. 31-32. buber, download 1 Juni 2012
terhadap meningkatnya sikap anti-semitis- Dilthey melakukan pembedaan radikal
me yang dimotori oleh kaum Nazi.3 antara cara mengetahui Geisteswissen-
Tahun 1938 dia menerima posisi schaften—studi-studi mengenai manusia
sebagai professor di bidang sosiologi dan seperti filsafat, ilmu sosial, dan psikolo-
filsafat sosial di Hebrew University di Jaru-gi—dan cara yang tepat untuk mengetahui
salem, buah dari emigrasinya dari Jerman Natuurwissenschaften—ilmu-ilmu keala-
ke Palestina. Pada 1951, Buber pensiun man. Pada pihak yang pertama, seseo-
dari posisinya di Hebrew University, tapi rang tidak bisa sekadar berperan sebagai
dia tetap bergiat di wilayah pendidikan pengamat yang berjarak dengan objek tapi
orang dewasa (Friedmann, 1956: 9). Di juga harus berpartisipasi, sebab melalui
tahun-tahun ini, dia isi dengan kegiatan partisipasilah dia bisa menyibak sisi tipikal
menulis, mengajar di sejumlah tempat di dan unik dalam kehidupan manusia yang
sepanjang benua Eropa dan Amerika, dan sedang dia amati.6
mengupayakan solusi konflik Arab-Yahu- Filosof lain yang berpengaruh terh-
di di Palestina. Martin Buber meninggal adap pemikiran Buber adalah Frederick
pada 13 Juni 1936, di usianya yang ke-67.4 Nietzsche. Dalam salah satu artikeln-
ya, Buber menyebut Nietzsche sebagai
PERJUMPAAN DENGAN PEMIKIRAN
“pemandu pertama menuju budaya
SEBELUMNYA
baru,” “seorang penggugah dan pencipta
Melalui Immanuel Kant, Buber nilai-hidup dan rasa-dunia yang baru.”
belajar tentang bagaimana ‘realitas’ ses- Nietzsche mempengaruhi Buber dalam
ungguhnya berada di luar kemampuan hal dinamisme, kreativitas dan keagungan,
capaian manusia, karena realitas tidak tekanan terhadap sisi konkret dan aktual
akan menampak kecuali dalam kerangka ketimbang sisi abstrak dan ideal, manfaat
ruang dan waktu. Filsafat konflik, serta tekanannya
Martin Buber, seperti yang terhadap nilai dorongan
akan kita lihat nanti, be- Bagi Simmel, ‘percaya’ hidup dan keseluruhan
rusaha melampai filsafat (believe) kepada Allah realitas ketimbang kepada
Idealisme Transendental berarti tidak sekedar sobekan-sobekan inteletu-7
ala Kant ini, namun pada alitas yang terpisah-pisah.
saat yang sama dia tidak keyakinan rasional
terhadap eksistensi- Namun, di antara
ingin terjebak pada pan-
semuanya itu, pengaruh
dangan ‘objektif ’ yang Nya, melainkan juga terbesar terhadap Buber
naif pra-Kantian terhadap
alam semesta. Dalam pan-
suatu hubungan batin adalah dari pemikiran
dangan Buber, seharusnya terhadap-Nya, sikap seorang eksistensialis:
Jurnal Pusaka

Søren Kierkegaard. Pe-


manusia bisa memasuki pasrah terhadap rasa dan mikiran Kierkegaard
pengalaman langsung arah hidup. bahwa terdapat hubungan
terhadap Tuhan, sesama
langsung antara seorang
manusia, dan alam.5
individu dengan Tuhan menginspirasi
Melalui Wilhelm Dilthey, Buber Martin Buber. Kierkegaard menyebut
Januari - Juni 2014

memperoleh cara pandang baru untuk Tuhan dengan sebutan ‘Thou’, seorang
menyelesaikan persoalan yang tidak bisa individu yang gelisah dan tak tersembunyi
diselesaikan oleh Idealisme Transendental. sebagai seorang individu, konsep knight
3 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life of faith (ksatria iman) yang tidak bisa ber-
of Dialogue, (Chicago: The University of Chicago Press,
1956), hlm. 8. lindung pada yang universal melainkan se-
4 Maurice Friedmann, Encounter on The Narrow
Ridge: A Life of Martin Buber, (New York: Paragon House, 6 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life …
66

1991), hlm. 457. hlm. 34.


5 Maurice Friedmann, Encounter on The Narrow 7 Maurice Friedmann, Encounter on The Narrow
Ridge…. hlm. 17. Ridge…. hlm. 18-19.
lalu menghadapi risiko di dalam keunikan apapun. Namun, bila seseorang hendak
konkret dari setiap situasi baru, dan pent- melabelkan dirinya, dia lebih suka diang-
ingnya realisasi keimanan seseorang di gap sebagai seorang filosof karena dalam
dalam kehidupan sehari-hari, semua ini mengelaborasi pengalaman-pengalamann-
adalah konsep-konsep Kierkegaard yang ya, akal menempati posisi yang amat kuat
menginspirasi dan mempengaruhi Martin di sana.10
Buber.8 Dalam padangan Martin Buber, ek-
Lebih dari itu semua, tidak bisa sistensi itu tak bisa dipahami kecuali da-
dilupakan pengaruh Ludwig Feuerbach lam relasi. “All real living is meeting,” ka-
dan Georg Simmel di sini. Tidak seperti tanya. Relasi itu, dalam pandangan Buber,
Immanuel Kant yang mempostulatkan terbagi menjadi dua model, yakni relasi
keseluruhan aspek manusia sebagai per- I-Thou dan I-It. Pengertian dari dua cara
mulaan berfilsafat, manusia di sini oleh ini kerap disalahartikan bahwa I-Thou
Feuerbach dimaksudkan bukan manusia digunakan untuk berhubungan dengan
sebagai individu, melain manusia dengan sesama manusia atau Tuhan, sedangkan
manusia—sebuah relasi I-Thou dalam hubungan I-It diartikan sebagai hubungan
Martin Buber. Georg Simmel juga ber- dengan hewan atau benda-benda. Padahal
bicara soal relasi ini dan membekaskan perbedaan antara keduanya itu tidak terle-
pengaruh tertentu terhadap Martin Buber. tak pada objek relasinya, melainkan dalam
Bagi Simmel, ‘percaya’ (believe) kepada relasi itu sendiri, dalam cara berhubungan
Allah berarti tidak sekedar keyakinan ra- itu sendiri.
sional terhadap eksistensi-Nya, melainkan Dua model relasi ini sudah dia te-
juga suatu hubungan batin terhadap-Nya, gaskan sejak awal dari bukunya:
sikap pasrah terhadap rasa dan arah hid- To man the world is twofold, in accor-
up. Dan cara yang sama, ‘percaya’ (believe) dance with his twofold attitude.
kepada sesama manusia berarti memiliki The attitude of man is twofold, in ac-
suatu relasi kepercayaan (trust) terha- cordance with the twofold nature of
dap manusia secara keseluruhan, sebuah the primary words which he speaks.
hubungan yang mengatasi segala hujah The primary words are not isolated
apapun mengenai kualitas partikularnya— words, but combined words.
sebuah relasi I-Thou dalam pandangan The one primary word is the combina-
Martin Buber.9 tion I-Thou.
PEMIKIRAN FILOSOFIS The other primary word is the combi-
nation I-It; wherein, without a change
Martin Buber kadang dianggap se-
in the primary word, one of the words
bagai seorang filosof, kadang seorang mis-
Pusaka

He and She can replace itu.11


tikus, kadang seorang pujangga prosais,
dan kadang pula dianggap sebagai seorang Dari kutipan di atas, Buber kemudi-
teolog. Mengenai anggapan yang terakhir an menjelaskan bahwa dua model relasi
ini, Buber menyangkal sendiri dan menga- itu mengindikasikan dua cara seseorang
takan bahwa dirinya tidak pernah menyo- berhubungan dengan apapun yang sedang
Januari - Juni 2014

dorkan suatu doktrin apapun, melainkan atau mungkin akan dia hadapi. Hubun-
67 Jurnal

hanyalah sejumlah observasi-observasi gan I-Thou dicirikan dengan mutualitas


eksperimental mengenai relasi manusia (mutuality), keadaan langsung (directness),
dengan Tuhan. hadir (presentness), kuat (intensity) dan
Buber menjelaskan sendiri hasil pe- tak-terlukiskan (ineffability). Kata Thou
mikirannya sebagai atipikal, tak berciri 10 Robert Wood, Martin Buber’s Ontology: An
Analysis of I and Thou, (United States of America: Nor-
8 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life … thwestern University Press, 1969), hlm. 27.
hlm. 35-36. 11 Martin Buber, I And Thou, penj. Ronald Gregor
9 Ibid, hlm. 48. Smith, (Edinburgh: T. & T. Clark, 1984), hlm. 3
dalam relasi I-Thou tidak terbatas pada apapun yang saya lakukan atau yang orang
manusia, bisa jadi ia berupa pohon di de- lain itu lakukan, jika tidak berlangsung
pan bangunan ini, kucing tetangga, buku- secara dua arah (mutuality), relasi I-Thou
buku yang berjejer di rak perpustakaan, tidak bisa berlangsung.
sepatu yang kita kenakan, dan tentu saja Namun, dengan pembagian ini
juga Tuhan yang Buber sebut sebagai The Martin Buber tidak hendak menghimbau
Eternal Thou. Sedangkan relasi I-It, Martin untuk mengunggulkan yang satu dan
Buber menjelaskan bahwa relasi ini men- meninggalkan sama sekali yang lain. Dua
dominasi kebanyakan eksistensi manusia. model relasi ini, bagi Martin Buber, men-
Alam It didasarkan pada pengalaman empati posisi yang saling melengkapi dan
seseorang, namun pengalaman itu sendiri bergonta-ganti satu sama lain. Seseorang
berarti relasi dengan hanya sebagian dari tidak bisa bersikukuh mengadakan hanya
sesuatu. Relasi I-It adalah relasi mengala- relasi I-Thou di dalam semua aspek ke-
mi dan menggunakan, dan oleh kerena itu hidupannya. Dalam hidupnya akan selalu
berupa hubungan subjek-objek. Relasi ini ada relasi I-It. Hanya dengan menging-
juga bisa berlangsung dengan sesama ma- inkan terus-menerus untuk mengada-
nusia, dengan benda-benda, dan dengan kan hubungan langsung dengan alam It
Tuhan sekalipun..12 Buber mengatakan: (It-World atau realm of It) dia memaknai
I perceive something. I am sensible to dunianya, dan dengan pergantian relasi
something. I imagine something. I will inilah eksistensi manusia menjadi otentik.
something. I feel something. I think Pada saat It menjadi terlalu dominan dan
something. The life of human beings menghalangi jalan kembali menuju relasi
does not consist of all this and the like I-Thou, eksistensi manusia menjadi labil
alone. dan tidak sehat, sehingga kehidupan sosial
This and the like together establish the dan personalnya pun tidak otentik.
realm of It. Akan tetapi, Buber menambahkan,
But, the realm of Thou has a different keseluruhan I dan juga Thou tidak ter-
basis.13 dapat dalam keterpisahannya satu sama
lain. Jika keduanya terisolasi satu sama
Sebaliknya, alam Thou muncul di
lain, masing-masing tidak memiliki mak-
kala I berelasi dengan sesuatu dalam
na di dalam dirinya. Justru dalam relasi
keadaan yang paling penuh, dalam kes-
dengan dengan Thou, I mendapatkan
eluruhannya sebagai ada.
keadaannya yang paling penuh, dan juga
Contohnya, Pohon yang sedang saya sebaliknya.
hadapi ini bukanlah Thou sebelum saya
Bagaimana kita akan melacak aspek
berhadapan dengannya. Bila saya meng-
Jurnal Pusaka

ontologis dari pemikiran Martin Buber


hadapinya tanpa membandingkannya
ini? Jika dilacak secara historis, kehidupan
dengan pohon lain, tanpa memperhitung-
Martin Buber ini sezaman dengan Martin
kan apakah ia pohon Jati atau pun Pohon
Heidegger. Pemikiran kedua filosof Jer-
Kamboja, tanpa mengira-kira berapa
man ini tentu memiliki keterkaitan erat.
balok yang akan saya hasilkan darinya,
Dalam esainya berjudul What is Man?,
Januari - Juni 2014

pada saat itulah saya bisa mengadakan


Buber melancarkan sebuah kritik terhadap
relasi I-Thou dengannya. Begitu pula
pandangan Heidegger tentang manusia.
halnya dengan manusia, dia bukanlah se-
Sebaliknya, dalam serangkaian kuliah
sosok Thou bagi saya apabila saya belum
yang Heidegger sampaikan pada musim
melakukan perjumpaan, mengadakan
panas 1927, yang kemudian diterbitkan
suatu hubungan, dengannya. Tindakan
menjadi sebuah buku The Basic Problems
12 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life … of Phenomenology, Heidegger pun mengri-
68

hlm. 57.
13 Martin Buber, I And Thou…. hlm. 4. tik pemikiran I-Thou Martin Buber. Na-
mun, meskipun memiliki kaitan erat da- sebut Between (das Zwischen).
lam pemikiran, kedua filosof ini berbeda Between yang teraktualisasi dalam
dalam hal titik tolak pemikiran filsafatnya. relasi ini merupakan sentral pemikiran
Martin Buber berkebalikan dari Martin Martin Buber. Gagasan ini mengandung
Heidegger yang berusaha mencari fun- dua elemen penting. Pertama, ia mengacu
damen ontologis dari makna Being secara pada karakter trensendensi diri dari tin-
umum dan berusaha menghadirkan dan dakan sehingga seseorang bisa berhubun-
memformulasikan ontologi fundamental. gan dengan Thou. Kedua, ia mengacu pada
Dalam beberapa esainya, Buber memang keadaan tertutup mutlak, yakni keliyanan
sepintas kilas menunjukkan dan menje- sejati dari Thou.
laskan signifikansi ontologis dari perjum-
paan I-Thou dan dialog. Tapi semua itu Sama seperti Heidegger, Buber beru-
bukanlah sebuah upaya membangun se- saha kembali ke dasar metafisika. Dalam
bentuk ontologi fundamental sebagaimana proyek filsafatnya, Heidegger berusaha
yang telah dilakukan oleh Heidegger.14 kembali ke ontologi fundamental, men-
dobrak kelupaan akan Ada. Demikian
Dalam proyek filsafatnya, pula Buber, meskipun dia mengaku tidak
memiliki sistem metafisika, namun dia
Heidegger berusaha kembali mengklaim suatu metafisika. Metafisika
ke ontologi fundamental, bagi Buber adalah suatu pernyataan ten-
mendobrak kelupaan akan tang yang transeksperiensial, sesuatu yang
Ada. lebih dalam dari pengalaman manusia.
Yang transeksperiensial tidak lain adalah
Between, dan oleh karena itu ontologi bagi
Untuk menemukan basis ontologis
Buber harusnya berupa tindakan perjum-
pemikiran Martin Buber, perlu dijelaskan
paan sejati dengan liyan. Between ini, yak-
problem filosofis yang sedang mengemuka
ni pertemuan antara I yang sadar dengan
pada saat itu dan hendak diselesaikan
liyan yang manifes ini, adalah tempatnya
olah Martin Buber. Pada permulaan abad
Being dan oleh karenanya merupakan
ke-20, problem utama yang dihadapi oleh
lokus ontologi Buber.15
filsafat adalah, pertama, kebuntuan antara
subjektivisme dan objektivisme, dan ke- ANTROPOLOGI FILOSOFIS
dua, tegangan antara jiwa dan kehidupan. Metafisika Martin Buber amat me-
Menghadapi dua sentral problem dalam nekankan posisi dan peran manusia dalam
pemikiran filsafat zamannya ini, Buber total cakrawala eksistensi. Sejak awal dari
mengajukan sebuah perspektif yang dia bukunya, Martin Buber belum apa-apa
Pusaka

munculkan dari hasil permenungannya telah menyebut manusia dan menyatakan


sendiri. Dalam pandangan Buber, akar bahwa “to man the world is twofold”. Den-
problem itu terdapat dalam relasi subjek- gan pernyataan ini, Buber menekankan
-objek, di mana subjek adalah “sesuatu di pentingnya manusia dalam penyelidikan
sini” sementara objek adalah “sesuatu di metafisis dan menganggap bahwa dunia
sana” atau paling tidak mengonstitusi ke- sebagai totalitas riil tidaklah berada di
Januari - Juni 2014

duanya. Melangkah lebih jauh dan memo-


69 Jurnal

sana dalam dirinya sendiri, melainkan


tong dikotomi subjek-objek ini, Buber lan- dalam penampakannya di hadapan ma-
tas mengikat subjek dan objek ini dalam nusia. Dengan demikian, titik pijak I and
sebuah ikatan identitas-dalam-perbedaan Thou bukanlah metafisika ataupun teologi,
yang dia sebut sebagai relasi I-Thou dan melainkan antropologi filosofis, problem
mengonstitusi sebuah wilayah yang dia manusia. Oleh karena itulah, maka semua
14 Haim Gordon, The Heidegger-Buber Contro-
versy: the status of I-Thou, (United State of America: Gre- 15 Robert Wood, Martin Buber’s Ontology….
enwood Press, 2001), hlm. 116. hlm. 111-112.
karyanya mengarah pada totalitas dalam ... problem yang hendak dipecahkan
relasinya dengan manusia—sebagaima-
oleh antropologi filosofis bukanlah
na ia menampak bagi manusia.16
Dalam menyelidiki hakikat ma-
problem rasionalitas manusia itu,
nusia, Buber menjalankan dua manuver sebagai kontras dari makhluk-
sekaligus. Pertama, menggambarkan makhluk lain atau bagian-bagian non-
manusia bukan dalam kategori substan- rasional dari diri manusia, melainkan
si, sebagaimana dilakukan oleh filosof
modern pendahulunya, melainkan sebuah upaya melihat manusia
dalam kategori relasi. Kedua, dengan dalam totalitasnya.
menspesifikasi pola relasi itu. Demi me-
mahami pandangan antropologi filosofis akal manusia ini tidak bisa ditilik seperti
Martin Buber, dua pasangan postulat ini itu, melainkan harus dilihat sebagai pen-
musti dicamkan betul, mengingat hal ini- dukung aspek kemanusiaan saja. Dengan
lah yang membedakan pemikiran Buber demikian, problem yang hendak dipe-
tentang manusia dari lainnya. cahkan oleh antropologi filosofis bukanlah
problem rasionalitas manusia itu, sebagai
Dalam risalahnya, What is Man?,
kontras dari makhluk-makhluk lain atau
Martin Buber menyebutkan bahwa pada
bagian-bagian non-rasional dari diri ma-
masa itu antropologi filosofis telah men-
nusia, melainkan sebuah upaya melihat
capai masa dewasanya.17 Berusaha me-
manusia dalam totalitasnya. Inilah pen-
mahami pernyataan ini berarti kita harus
gertian negatif dan reaktif dari antropologi
melacak aspek sosio-historis antropologi
filosofis di atas.18
filosofis, dan dengan demikian akan ter-
jawab pula apa maksud antropologi filo- Sedangkan pengertian positif dari
sofis dalam pandangan Buber. Penyataan antropologi filosofis sebagaimana terdapat
tersebut mengandung aspek sosiologis dan dalam benak Buber adalah upayanya
psiko-sosial sekaligus, namun Buber me- melacak benang merah dari pemikiran
nitikberatkan penyelidikannya pada aspek Immanuel Kant. Menurut Kant, secara
filosofis. Dalam bidang filosofis, dua pen- universal filsafat adalah upaya menjawab
gertian bisa disibak, yang negatif maupun empat pertanyaan utama: (1) Apakah
positif. yang bisa saya ketahui? (2) Apakah yang
harus saya lakukan? (3) Apakah yang bisa
Alasan peningkatan studi antropo-
saya harapkan? (4) Apakah manusia itu?
logi filosofis pada masa itu merupakan
Secara berurutan, keempat pertanyaan
reaksi terhadap pola penjelasan tradisional
itu bisa dilihat dengan metafisika, etika,
yang terlalu menekankan pada karakter
Jurnal Pusaka

agama dan antropologi. Tapi, Buber sege-


rasional dari manusia. Pola tradisional ini
ra melanjutkan bahwa Kant mengajukan
menyatakan bahwa sisi rasional-speku-
pertanyaan-pertanyaan ini dengan sangat
latiflah yang membedakan manusia dari
tepat sekali, hanya saja dia tidak menjawab
hewan lain, meskipun mengakui kekua-
pertanyaan yang terakhir dengan jawaban
tan-kekuatan lain. Anggapan ini ditolak
yang memuaskan. Bahkan, demikian Mar-
oleh Buber. Bagi Buber, aspek rasional
Januari - Juni 2014

tin Buber, pertanyaan keempat ini, what


memang memiliki peran yang amat tinggi
is man?, telah banyak dielakkan, disa-
dalam kehidupan manusia, namun bukan
lahpahami, dan dijawab dengan cara yang
berarti bahwa ia adalah satu-satunya pe-
keliru dan serampangan oleh kebanyakan
nanda esensi manusia, bukan satu-satunya
pemikir sejamannya.
penentu hakikat kemanusiaan. Persoalan
18 Philip Wheelright, “Buber’s Philosophical
16 Ibid, 34. Anthropolical” dalam Paul Arthur Schlipp dan Maurice
17 Martin Buber, Between Man and Man, penj. Friedmann (eds.), The Philosophy of Martin Buber, (Uni-
70

Ronald Gregor Smith, (London: Routledge Classics, 2002), ted States of America: The Library of Living Philosophers,
hlm. 168. Inc., 1991), hlm. 72.
Jika kita lacak dari awal sejarah gian dari keseluruhan yang lebih besar.19
penyelidikan tentang manusia, ke-
Dua cara itu mewakili dua kutub
banyakan pemikir menganggap watak
pemikiran tentang manusia, yakni indi-
manusia sebagai problem yang objektif.
vidualisme dan kolektivisme. Bagi Buber,
Manusia adalah benda di antara benda-
keduanya tidak menjelaskan apa-apa
-benda alam (Aristoteles); manusia adalah
mengenai manusia karena dalam kutub
garis pembatas antara alam spiritual dan
pertama manusia direduksi dalam kesen-
alam fisik (Thomas Aquinas); manusia
diriannya yang terpisah dari entitas lain,
adalah makhluk yang melaluinya cinta
sementara dalam kutub kedua manusia
Tuhan bisa manifest (Baruch Spinoza);
semata-mata diasimilasikan dalam masya-
manusia tercipta sendiri dengan kesadaran
rakat. Menurut Martin Buber, kedua kutub
akan ‘kelemahan tak terbatas’ dalam kai-
ini mendistorsi hakikat manusia.
tannya dengan alam semesta yang sangat
besar dan tak dapat diduga (Blais Pascal); Dari berbagai tanggapan terhadap
manusia, kendati merupakan satu momen filsafat manusia sebelumnya inilah Buber
dalam dialektika sejarah, adalah prinsip lantas mengajukan sebuah cara pandang
di mana akal universal mencapai kesa- yang ditopang oleh gagasannya mengenai
daran diri dan kesempurnaannya (G. W. ‘perjumpaan’ I-Thou. The fundamental
F. Hegel); melalui reduksi terhadap gam- fact of human existence is man with man,
baran Hegelian mengenai alam semesta, demikian kata Martin Buber. Bukanlah
keseluruhan kehidupan manusia terbatas dalam keterisolasiannya dalam dirinya
pada masyarakatnya (Karl Marx); manusia sendiri, bukan pula asimilasinya dalam
adalah wujud sentral dan problematis di sebuah kelompok, melainkan dalam relas-
dalam alam semesta, dan karena sifatnya ilah manusia bisa menangkap gambaran
yang problematis itu bentuk dan capaian utuh mengenai dirinya. Kedua kutub
finalnya masih belum baku dan tak-ter- ekstrem itu tidak saja menutupi manusia
prediksi (Frederick Nietzsche); manusia dari kebenaran, bahkan, dalam pandangan
adalah makhluk yang esensialitas eksis- Buber, ia menutup manusia dari manusia
tensinya, sungguhpun dia hidup dengan lainnya.
orang lain, adalah kesepian (Martin Hei- ‘Perjumpaan’ itu bukan sekadar kei-
degger). kutsertaan manusia dalam sebuah kelom-
pok komunal saja, sebab yang mengikat
Salah satu alasan kekeliruan ini ada-
manusia satu sama lain bukanlah kese-
lah karena mereka tidak berusaha menilik
pakatan pragmatis saja, melainkan, lebih
apa yang kemudian disebut dengan wi-
dari itu, berbagi suatu porsi dari hakikat
layah interhuman. Alasan lain yang bisa
kemanusiaan itu sendiri—entah ia mau
Pusaka

disebutkan di sini adalah karena sulitnya


disebut cinta, simpati, atau saling percaya.
membuat penjelasan tentang manusia se-
Dengan demikian, ‘Perjumpaan’ itu berada
cara keseluruhan. Hal ini terbukti dengan
di luar jangkauan dua ekstrem yang dise-
kenyataan bahwa pendekatan saintifik,
butkan di atas itu, karena peristiwa ‘per-
dan juga beberapa filosof, selalu membidik
jumpaan’ adalah peristiwa yang spontan,
satu bagian saja dari manusia. Misalnya,
Januari - Juni 2014

kebetulan, dan tanpa intensitas. Namun,


71 Jurnal

psikolog dan filosof telah mendiskusikan


pada saat ‘perjumpaan’ itu berlangsung,
psikologi imajinasi dari manusia. Salah
peristiwa itu tidak lagi sebuah kebetulan,
satu cara mendiskusikan manusia yang
melainkan sebuah peristiwa keberlangsun-
telah dilakukan oleh sebagian pemerhati,
gan garis nasib.20
namun oleh Buber tetap dianggap tidak
bisa menyelesaikan problem di atas, ada- Martin Buber mengumpamakan wa-
lah mendiskusikan manusia sebagai ba- 19 Haim Gordon, The Heidegger-Buber Contro-
versy… hlm. 151-152.
20 Arthur A. Cohen, Martin Buber…. hlm. 92-94.
tak ‘perjumpaan’ yang melampaui kutub Buber menggunakan istilah the
subjektif dan kutub objektif itu dengan eternal Thou ini bukan dalam rangka
perumpamaan narrow ridge, sebuah jalan menggantikan istilah Tuhan sebagaimana
sempit di punggung bukit yang terjal. Di terdapat dalam kitab-kitab suci, melain-
kedua sisi narrow ridge itu terbentang ju- kan justru dalam rangka menklarifikasi
rang berbatu tajam, mewakili rasionalitas pengertian yang dimaksudkan oleh orang-
dan imajinasi. Memilih satu dari kedua sisi orang beriman ketika mereka menggu-
narrow ridge itu, berarti rasionalitas atau nakan kata Tuhan.
imajinasi, sama saja dengan bunuh diri. Thou ini mengacu pada Tuhan den-
Dengan perumpamaan narrow ri- gan nama atau konsep apapun Dia ditun-
dge ini, Buber ingin mengatakan bahwa juk, bahkan oleh orang yang tidak percaya
peristiwa perjumpaan tidak bisa dilihat akan adanya Tuhan sekalipun. Menurut
dalam sudut pandang objektivitas yang Buber, untuk melakukan “perjumpaan”
didukung sepenuhnya oleh akal, tidak bisa dengan The Eternal Thou, seseorang harus
pula direduksi dalam getaran perasaan menjadi dirinya yang paling penuh. Selain
pribadi yang subjektif. Lebih dari itu, ‘per- itu, “pertemuan” ini meniscayakannya
jumpaan’ haruslah melampaui keduanya, untuk mengesampingkan alam indera
yakni rasional sekaligus imajinatif. Buber seakan-akan semua itu hanyalah ilusi
mencontohkan peristiwa ‘perjumpaan’ dan melampaui pengalaman inderawi.
semacam ini dengan perjumpaan Musa Model “perjumpaan” dengan The Eternal
dengan Tuhan.21 Thou seperti yang diajukan oleh Buber ini
bukanlah sebuah laku mistik, melainkan
MARTIN BUBER DAN FILSAFAT sebuah pandangan yang sepenuhnya filo-
KETUHANAN sofis.23
Telah disebutkan di muka bahwa The eternal Thou bisa dialamatkan
Martin Buber tidak ingin disebut sebagai terhadap setiap tipe perjumpaan I-Thou
seorang teolog meskipun dia memiliki pe- karena ia adalah kekuatan yang men-
mahaman keagamaan yang mendalam dan dorong berlangsungnya perjumpaan di-
telah menelaah problem-problem agama alogis, yakni sebuah relasi yang meriung
secara rasional. Di atas juga sudah dije- dan merangkul segenap liyan. Dengan
laskan bagaimana pemikiran metafisika demikian, seseorang bisa melakukan
Martin Buber serta terapannya terhadap ‘perjumpaan’ I-Thou dengan makhluk
konsep manusia. Berikut ini adalah impli- tak-sadar seperti pohon—pohon itu ber-
kasi pandangan metafisis Buber terhadap landaskan pada Tuhan, yang sebagai the
teologi dan konsep ketuhanan. eternal Thou, merupakan latar dari segala
Jurnal Pusaka

Di atas telah disebutkan bahwa relasi I-Thou.


Martin Buber menyebut Tuhan dengan Penyajian Buber mengenai the eternal
The eternal Thou. Dalam kata-kata Buber Thou ini mencerminkan dilema tradisio-
sendiri: nal dari teisme. Jika yang ditekankan ada-
In every sphere in its own way, lah karakter personal Tuhan, sebagaimana
Januari - Juni 2014

through each process of becoming that Buber tekankan sendiri ketika dia menya-
is present to us we look out toward the takan bahwa Tuhan adalah … the Thou
fringe of the eternal Thou; in each we that by its nature cannot be It (Thou yang
are aware of a breath from the eternal wataknya tidak bisa menjadi It), muncul
Thou; in each Thou we address the kekhawatiran mereduksi Tuhan ke dalam
eternal.22 tatanan makhluk terbatas, pribadi di an-
21 Donald J. Moore, Martin Buber; Prophet of tara pribadi-pribadi. Di sisi lain, jika yang
Religious Secularism, (New York: Fordham University
72

Press, 1996), hlm. xxviii-xxx. 23 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life….
22 Martin Buber, I And Thou…. hlm. 6. hlm. 70-73.
ditekankan adalah karakter transenden demikian, rumusan paradoksal mustilah
dari Yang Absolut, sebagaimana ketika dekat sebisa mungkin dengan bahasa ki-
Buber menyebutnya sebagai the eternal tab suci. Dalam hal ini, Buber cukuplah
Thou, muncul bahaya mereduksi Tuhan ke konsisten dengan pendiriannya—bahasa
dalam status ide di mana dimensi personal paradoksal dari ‘perjumpaan’ itu adalah
dari pengalaman keagamaan kemudian ungkapan yang paling tepat dari relasi ma-
hilang. Buber sendiri menolak pandan- nusia dengan Tuhannya ketimbang bahasa
gan bahwa Tuhan itu cuma sekedar ide, koheren-rasional.
bahkan yang paling sublim sekalipun. Bagi
KESIMPULAN
Buber, solusi menjembatani dilema antara
karakter personal dan transenden Tuhan Filsafat ketuhanan Martin Buber amat
ini adalah dengan menggunakan bahasa dekat dengan Søren Kirkegaard. Namun
paradoksal, yakni dengan menyebut-Nya keduanya tidak bisa dikatakan identik se-
sebagai absolute personality, pribadi abso- bab berangkat dari titik pijak dan konteks
lut.24 keprihatinan yang sangat berbeda. Mar-
tin Buber mengawali filsafatnya melalui
Paradoks adalah asumsi operatif yang
sebuah upaya untuk menyelesaikan per-
sifatnya fundamental dalam pemikiran
soalan filosofis yang dihadapi oleh jaman
Buber. Menurutnya, terdapat korelasi an-
modern, di mana perkembangan sains
tara bahasa dan pengalaman, tapi korelasi
dan teknologi melesat dengan cepatnya.
itu berlapis ganda sehubungan dengan
Implikasi perkembangan ini memberikan
karakter ganda dari tindakan I-It dan
dampak yang sangat besar terhadap ma-
I-Thou. Bahasa koheren memang men-
nusia dan kehidupannya, tak terkecuali
cukupi untuk mengekspresikan pengala-
terhadap kehidupan keagamaan manusia
man I-It, namun pada saat yang sama ia
dan relasinya dengan Tuhan.
mendistorsi dimensi terdalam dari realitas
yang bisa terungkap dalam perjumpaan I- Bagi Buber, perkembangan sains dan
Thou. Pikiran bisa merefleksikan dimensi teknologi berpusat kepada cara pandang
ini secara akurat hanya dengan kesadaran subjek-objek terhadap realitas. Implikasin-
bahwa ia ditransendensikan ke dalam di- ya, manusia benar-benar berjarak dengan
mensi itu. Oleh karena itu, tak ada jalan segala sesuatu yang dihadapinya. Lebih
lain selain mengakui bahwa semua itu dari itu, perlakuan manusia terhadap ob-
harus direkonsiliasikan dengan bahasa jek-objek itu pun bertujuan untuk men-
paradoks. guasai dan mengeksploitasi—yang oleh
Buber sebut sebagai relasi I-It. Hal ini juga
Dengan bahasa paradoks, Buber me- berlaku dalam hubungan manusia dengan
ngungkapkan: Tuhannya. Alam pikir dan cara pandang
Pusaka

Of course God is the “Wholly Other”; saintifik ini telah merasuk ke segenap ke-
but He is also the Wholly Same, the hidupan manusia.
Wholly Present. Of course He is the Untuk itu, tawaran relasi I-Thou oleh
Mysterium Tremendum that appears Martin Buber adalah sebuah jawaban yang
and overthrows; but He is also the diharapkan bisa menyelamatkan hidup
Januari - Juni 2014

Mystery of the self-evident, nearer to


73 Jurnal

manusia yang terkungkung dalam cara


me than my I.25 pandang saintifik yang berjarak itu. Tak
‘Perjumpaan’ haruslah dijalani ke- terkecuali pula dalam hubungan manusia
timbang sekedar dipikirkan. Tuhan bisa dengan Tuhannya, manusia telah menja-
benar-benar dipahami dalam perjump- dikan-Nya berada jauh di sana, berjarak,
aannya dengan the eternal Thou. Dengan dan tak saling terhubung. Bagi Buber,
Relasi I-Thou adalah jembatan perjum-
24 Martin Buber, I And Thou…. hlm. 242.
25 Ibid, hlm. 79. paan antara manusia dan Tuhan. []
DAFTAR PUSTAKA

Buber, Martin. (1984). I And Thou (terjemahan Inggris oleh Ronald Gregor Smith).
Edinburgh: T. & T. Clark.

___________. (2002). Between Man and Man (Terjemahan Inggris oleh Ronald Gregor
Smith). London: Routledge Classics.

Cohen, Arthur A. (1957). Martin Buber. London: Bowes & Bowes Publishers, Ltd.

Friedmann, Maurice. (1956). Martin Buber The Life of Dialogue. Chicago: The University
of Chicago Press.

___________. (1991). Encounter on The Narrow Ridge: A Life of Martin Buber. New York:
Paragon House.

Gordon, Haim. (2001). The Heidegger-Buber Controversy: the status of I-Thou. United
State of America: Greenwood Press.

Diamond, Malcolm L. (1991). “Dialogue and Theology” dalam Paul Arthur Schlipp dan
Maurice Friedmann (eds.). The Philosophy of Martin Buber. United States of America:
The Library of Living Philosophers, Inc.

Moore, Donald J. (1996). Martin Buber; Prophet of Religious Secularism. New York:
Fordham University Press.

Wheelright, Philip. (1991). “Buber’s Philosophical Anthropolical” dalam Paul Arthur


Schlipp dan Maurice Friedmann (eds.). The Philosophy of Martin Buber. United
States of America: The Library of Living Philosophers, Inc.

Wood, Robert. (1969). Martin Buber’s Ontology: An Analysis of I and Thou, United States
of America: Northwestern University Press.

Zack, Naomi. (2010). The Handy Philosophy Answer Book. United States of America:
Visible Ink Press.

“Martin Buber” dalam http://plato.stanford.edu/entries/buber, diunduh pada 1 Juni 2012


Jurnal Pusaka
Januari - Juni 2014
74
PEDOMAN PENULISAN
JURNAL PUSAKA: MEDIA KAJIAN DAN PEMIKIRAN ISLAM
STAI AL-QOLAM GONDANGLEGI MALANG

1. Penulis bertanggung jawab terhadap isi naskah. Korespondensi mengenai


naskah Dialamatkan kepada penulis dengan mencantumkan institusi, alamat
institusi, dan email salah satu penulis;
2. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Arab atau Bahasa
Inggris. ditulis rapi dengan program Microsoft Word menggunakan font
Times New Roman 12, spasi 1,5 pada kertas berukuran A4, dengan margin
2,5 cm, jumlah halaman maksimal 20. Adapun naskah berbahasa Arab
menggunakan font Traditional Arabic 14.
3. Naskah yang ditulis dalam Bahasa Indonesia mencantumkan abstrak dalam
Bahasa Inggris, sedangkan naskah yang menggunakan Bahasa Arab atau
Bahasa Inggris mencamtumkan abstrak dengan Bahasa Indonesia. jumlah
kata antara 150 sampai 200. Kata kunci harus dipilih untuk menggambarkan
isi makalah dan paling sedikit 3 (tiga) kata kunci
4. Sistematika artikel meliputi: (a) judul, (b) nama penulis (tanpa gelar
akademik), nama lembaga/institusi, dan email, (c) abstrak, (d) kata kunci,
(e) pendahuluan, (f) bahasan utama, (g) simpulan dan saran, (i) daftar
rujukan/pustaka (hanya memuat sumber yang dirunjuk), dan (j) lampiran
(bila ada)
5. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan foot-note (catatan
kaki) dengan mencantumkan nama penulis, judul rujukan, kota terbit, nama
penerbit, tahun, dan halaman.
Contoh: M. Amin Abdullah, Studi Agama; Normativitas atau Historisitas?,
IV, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hal. 12
6. Penulisan daftar pustaka mencantumkan nama penulis, tahun, judul
referensi, kota terbit, dan nama penerbit.
Contoh: Sayyid Sabiq (2008). Fiqh Sunnah, Juz III, Beirut: Dar al-Fikri

Naskah dikirim berupa soft copy ke email jurnalpusaka@gmail.com dan/atau


staial-qolam@yahoo.com. Penulis menerima bukti pemuatan berupa hasil
cetak lepas sebanyak 2 (dua) eksemplar. Naskah yang tidak dimuat tidak akan
dikembalikan, kecuali atas permintaan penulis.

You might also like