Professional Documents
Culture Documents
Dialog Martin Buber18
Dialog Martin Buber18
DALAM FILSAFAT
DIALOG
MARTIN BUBER
Oleh : Muhammad Hilal
(Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta)
of “relation” because the whole beings exist in human’s encounter toward them.
Buber’s view about human nature, therefore, is the most basic of his entire
philosophical thought. This philosophical standpoint enables Buber to begin
his formulation on philosophy of religion. Buber expresses God as The Eternal
Thou. With this expression, The Eternal Thou, Buber wants to move beyond
Januari - Juni 2014
tuk mendirikan Universitas Yahudi yang tahun-tahun ini juga dia habiskan untuk
65 Jurnal
memperoleh cara pandang baru untuk Tuhan dengan sebutan ‘Thou’, seorang
menyelesaikan persoalan yang tidak bisa individu yang gelisah dan tak tersembunyi
diselesaikan oleh Idealisme Transendental. sebagai seorang individu, konsep knight
3 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life of faith (ksatria iman) yang tidak bisa ber-
of Dialogue, (Chicago: The University of Chicago Press,
1956), hlm. 8. lindung pada yang universal melainkan se-
4 Maurice Friedmann, Encounter on The Narrow
Ridge: A Life of Martin Buber, (New York: Paragon House, 6 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life …
66
dorkan suatu doktrin apapun, melainkan atau mungkin akan dia hadapi. Hubun-
67 Jurnal
hlm. 57.
13 Martin Buber, I And Thou…. hlm. 4. tik pemikiran I-Thou Martin Buber. Na-
mun, meskipun memiliki kaitan erat da- sebut Between (das Zwischen).
lam pemikiran, kedua filosof ini berbeda Between yang teraktualisasi dalam
dalam hal titik tolak pemikiran filsafatnya. relasi ini merupakan sentral pemikiran
Martin Buber berkebalikan dari Martin Martin Buber. Gagasan ini mengandung
Heidegger yang berusaha mencari fun- dua elemen penting. Pertama, ia mengacu
damen ontologis dari makna Being secara pada karakter trensendensi diri dari tin-
umum dan berusaha menghadirkan dan dakan sehingga seseorang bisa berhubun-
memformulasikan ontologi fundamental. gan dengan Thou. Kedua, ia mengacu pada
Dalam beberapa esainya, Buber memang keadaan tertutup mutlak, yakni keliyanan
sepintas kilas menunjukkan dan menje- sejati dari Thou.
laskan signifikansi ontologis dari perjum-
paan I-Thou dan dialog. Tapi semua itu Sama seperti Heidegger, Buber beru-
bukanlah sebuah upaya membangun se- saha kembali ke dasar metafisika. Dalam
bentuk ontologi fundamental sebagaimana proyek filsafatnya, Heidegger berusaha
yang telah dilakukan oleh Heidegger.14 kembali ke ontologi fundamental, men-
dobrak kelupaan akan Ada. Demikian
Dalam proyek filsafatnya, pula Buber, meskipun dia mengaku tidak
memiliki sistem metafisika, namun dia
Heidegger berusaha kembali mengklaim suatu metafisika. Metafisika
ke ontologi fundamental, bagi Buber adalah suatu pernyataan ten-
mendobrak kelupaan akan tang yang transeksperiensial, sesuatu yang
Ada. lebih dalam dari pengalaman manusia.
Yang transeksperiensial tidak lain adalah
Between, dan oleh karena itu ontologi bagi
Untuk menemukan basis ontologis
Buber harusnya berupa tindakan perjum-
pemikiran Martin Buber, perlu dijelaskan
paan sejati dengan liyan. Between ini, yak-
problem filosofis yang sedang mengemuka
ni pertemuan antara I yang sadar dengan
pada saat itu dan hendak diselesaikan
liyan yang manifes ini, adalah tempatnya
olah Martin Buber. Pada permulaan abad
Being dan oleh karenanya merupakan
ke-20, problem utama yang dihadapi oleh
lokus ontologi Buber.15
filsafat adalah, pertama, kebuntuan antara
subjektivisme dan objektivisme, dan ke- ANTROPOLOGI FILOSOFIS
dua, tegangan antara jiwa dan kehidupan. Metafisika Martin Buber amat me-
Menghadapi dua sentral problem dalam nekankan posisi dan peran manusia dalam
pemikiran filsafat zamannya ini, Buber total cakrawala eksistensi. Sejak awal dari
mengajukan sebuah perspektif yang dia bukunya, Martin Buber belum apa-apa
Pusaka
Ronald Gregor Smith, (London: Routledge Classics, 2002), ted States of America: The Library of Living Philosophers,
hlm. 168. Inc., 1991), hlm. 72.
Jika kita lacak dari awal sejarah gian dari keseluruhan yang lebih besar.19
penyelidikan tentang manusia, ke-
Dua cara itu mewakili dua kutub
banyakan pemikir menganggap watak
pemikiran tentang manusia, yakni indi-
manusia sebagai problem yang objektif.
vidualisme dan kolektivisme. Bagi Buber,
Manusia adalah benda di antara benda-
keduanya tidak menjelaskan apa-apa
-benda alam (Aristoteles); manusia adalah
mengenai manusia karena dalam kutub
garis pembatas antara alam spiritual dan
pertama manusia direduksi dalam kesen-
alam fisik (Thomas Aquinas); manusia
diriannya yang terpisah dari entitas lain,
adalah makhluk yang melaluinya cinta
sementara dalam kutub kedua manusia
Tuhan bisa manifest (Baruch Spinoza);
semata-mata diasimilasikan dalam masya-
manusia tercipta sendiri dengan kesadaran
rakat. Menurut Martin Buber, kedua kutub
akan ‘kelemahan tak terbatas’ dalam kai-
ini mendistorsi hakikat manusia.
tannya dengan alam semesta yang sangat
besar dan tak dapat diduga (Blais Pascal); Dari berbagai tanggapan terhadap
manusia, kendati merupakan satu momen filsafat manusia sebelumnya inilah Buber
dalam dialektika sejarah, adalah prinsip lantas mengajukan sebuah cara pandang
di mana akal universal mencapai kesa- yang ditopang oleh gagasannya mengenai
daran diri dan kesempurnaannya (G. W. ‘perjumpaan’ I-Thou. The fundamental
F. Hegel); melalui reduksi terhadap gam- fact of human existence is man with man,
baran Hegelian mengenai alam semesta, demikian kata Martin Buber. Bukanlah
keseluruhan kehidupan manusia terbatas dalam keterisolasiannya dalam dirinya
pada masyarakatnya (Karl Marx); manusia sendiri, bukan pula asimilasinya dalam
adalah wujud sentral dan problematis di sebuah kelompok, melainkan dalam relas-
dalam alam semesta, dan karena sifatnya ilah manusia bisa menangkap gambaran
yang problematis itu bentuk dan capaian utuh mengenai dirinya. Kedua kutub
finalnya masih belum baku dan tak-ter- ekstrem itu tidak saja menutupi manusia
prediksi (Frederick Nietzsche); manusia dari kebenaran, bahkan, dalam pandangan
adalah makhluk yang esensialitas eksis- Buber, ia menutup manusia dari manusia
tensinya, sungguhpun dia hidup dengan lainnya.
orang lain, adalah kesepian (Martin Hei- ‘Perjumpaan’ itu bukan sekadar kei-
degger). kutsertaan manusia dalam sebuah kelom-
pok komunal saja, sebab yang mengikat
Salah satu alasan kekeliruan ini ada-
manusia satu sama lain bukanlah kese-
lah karena mereka tidak berusaha menilik
pakatan pragmatis saja, melainkan, lebih
apa yang kemudian disebut dengan wi-
dari itu, berbagi suatu porsi dari hakikat
layah interhuman. Alasan lain yang bisa
kemanusiaan itu sendiri—entah ia mau
Pusaka
through each process of becoming that Buber tekankan sendiri ketika dia menya-
is present to us we look out toward the takan bahwa Tuhan adalah … the Thou
fringe of the eternal Thou; in each we that by its nature cannot be It (Thou yang
are aware of a breath from the eternal wataknya tidak bisa menjadi It), muncul
Thou; in each Thou we address the kekhawatiran mereduksi Tuhan ke dalam
eternal.22 tatanan makhluk terbatas, pribadi di an-
21 Donald J. Moore, Martin Buber; Prophet of tara pribadi-pribadi. Di sisi lain, jika yang
Religious Secularism, (New York: Fordham University
72
Press, 1996), hlm. xxviii-xxx. 23 Maurice Friedmann, Martin Buber The Life….
22 Martin Buber, I And Thou…. hlm. 6. hlm. 70-73.
ditekankan adalah karakter transenden demikian, rumusan paradoksal mustilah
dari Yang Absolut, sebagaimana ketika dekat sebisa mungkin dengan bahasa ki-
Buber menyebutnya sebagai the eternal tab suci. Dalam hal ini, Buber cukuplah
Thou, muncul bahaya mereduksi Tuhan ke konsisten dengan pendiriannya—bahasa
dalam status ide di mana dimensi personal paradoksal dari ‘perjumpaan’ itu adalah
dari pengalaman keagamaan kemudian ungkapan yang paling tepat dari relasi ma-
hilang. Buber sendiri menolak pandan- nusia dengan Tuhannya ketimbang bahasa
gan bahwa Tuhan itu cuma sekedar ide, koheren-rasional.
bahkan yang paling sublim sekalipun. Bagi
KESIMPULAN
Buber, solusi menjembatani dilema antara
karakter personal dan transenden Tuhan Filsafat ketuhanan Martin Buber amat
ini adalah dengan menggunakan bahasa dekat dengan Søren Kirkegaard. Namun
paradoksal, yakni dengan menyebut-Nya keduanya tidak bisa dikatakan identik se-
sebagai absolute personality, pribadi abso- bab berangkat dari titik pijak dan konteks
lut.24 keprihatinan yang sangat berbeda. Mar-
tin Buber mengawali filsafatnya melalui
Paradoks adalah asumsi operatif yang
sebuah upaya untuk menyelesaikan per-
sifatnya fundamental dalam pemikiran
soalan filosofis yang dihadapi oleh jaman
Buber. Menurutnya, terdapat korelasi an-
modern, di mana perkembangan sains
tara bahasa dan pengalaman, tapi korelasi
dan teknologi melesat dengan cepatnya.
itu berlapis ganda sehubungan dengan
Implikasi perkembangan ini memberikan
karakter ganda dari tindakan I-It dan
dampak yang sangat besar terhadap ma-
I-Thou. Bahasa koheren memang men-
nusia dan kehidupannya, tak terkecuali
cukupi untuk mengekspresikan pengala-
terhadap kehidupan keagamaan manusia
man I-It, namun pada saat yang sama ia
dan relasinya dengan Tuhan.
mendistorsi dimensi terdalam dari realitas
yang bisa terungkap dalam perjumpaan I- Bagi Buber, perkembangan sains dan
Thou. Pikiran bisa merefleksikan dimensi teknologi berpusat kepada cara pandang
ini secara akurat hanya dengan kesadaran subjek-objek terhadap realitas. Implikasin-
bahwa ia ditransendensikan ke dalam di- ya, manusia benar-benar berjarak dengan
mensi itu. Oleh karena itu, tak ada jalan segala sesuatu yang dihadapinya. Lebih
lain selain mengakui bahwa semua itu dari itu, perlakuan manusia terhadap ob-
harus direkonsiliasikan dengan bahasa jek-objek itu pun bertujuan untuk men-
paradoks. guasai dan mengeksploitasi—yang oleh
Buber sebut sebagai relasi I-It. Hal ini juga
Dengan bahasa paradoks, Buber me- berlaku dalam hubungan manusia dengan
ngungkapkan: Tuhannya. Alam pikir dan cara pandang
Pusaka
Of course God is the “Wholly Other”; saintifik ini telah merasuk ke segenap ke-
but He is also the Wholly Same, the hidupan manusia.
Wholly Present. Of course He is the Untuk itu, tawaran relasi I-Thou oleh
Mysterium Tremendum that appears Martin Buber adalah sebuah jawaban yang
and overthrows; but He is also the diharapkan bisa menyelamatkan hidup
Januari - Juni 2014
Buber, Martin. (1984). I And Thou (terjemahan Inggris oleh Ronald Gregor Smith).
Edinburgh: T. & T. Clark.
___________. (2002). Between Man and Man (Terjemahan Inggris oleh Ronald Gregor
Smith). London: Routledge Classics.
Cohen, Arthur A. (1957). Martin Buber. London: Bowes & Bowes Publishers, Ltd.
Friedmann, Maurice. (1956). Martin Buber The Life of Dialogue. Chicago: The University
of Chicago Press.
___________. (1991). Encounter on The Narrow Ridge: A Life of Martin Buber. New York:
Paragon House.
Gordon, Haim. (2001). The Heidegger-Buber Controversy: the status of I-Thou. United
State of America: Greenwood Press.
Diamond, Malcolm L. (1991). “Dialogue and Theology” dalam Paul Arthur Schlipp dan
Maurice Friedmann (eds.). The Philosophy of Martin Buber. United States of America:
The Library of Living Philosophers, Inc.
Moore, Donald J. (1996). Martin Buber; Prophet of Religious Secularism. New York:
Fordham University Press.
Wood, Robert. (1969). Martin Buber’s Ontology: An Analysis of I and Thou, United States
of America: Northwestern University Press.
Zack, Naomi. (2010). The Handy Philosophy Answer Book. United States of America:
Visible Ink Press.