You are on page 1of 53
TATA CARA PERENCANAAN PERSIMPANGAN SEBIDANG JALAN PERKOTAAN NO. 01/T/BNKT/1992 DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA PRAKATA Dalam rangka mengembangkan jaringan jalan perkotaan yang efisien dengan kualitas yang baik, perlu diterbitkan buku-buku standar mengenai perencanaan, pelaksanaan, pengoperasian dan pemeliharaan. Untuk maksud tersebut Direktorat Pembinaan Jalan Kota, Direktorat Jenderal Bina Marga, selaku pembina pengembangan jalan-jalan di kawasan perkotaan berusaha menyusun standar- standar yang diperlukan sesuai dengan prioritas dan kemampuan yang ada. Sesuai dengan ketentuan-ketentuan Dewan Standarisasi Indonesia yang diberikan oleh Panitia Tetap Standarisasi Departemen Pekerjaan Umum, standar-standar bidang konstruksi di kelompokan kedalam standar mengenai Tata cara Pelaksanaan, Spesifikasi dan Metode Pengujian. Buku standar “Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang jalan Perkotaan" ini, merupakan salah satu konsep dasar yang dihasilkan oleh Direktorat Pembinaan Jalan Kota yang masih memerlukan persetujuan Menteri Pekerjaan Umum untuk menjadi Standar Konsep Nasional Indonesia (SKSNI) dan persetujuan Dewan Standarisasi Nasional Indonesia untuk menjadi Standar Nasional Indonesia (SNI). Namun demikian sambil menunggu persetujuan tersebut, kiranya standar ini dapat diterapkan di dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan penataan persimpangan sebidang jalan perkotaan. Dan kami harapkan dari penerapan dilapangan, dapat kami peroleh masukan-masukan kembali berupa saran dan tanggapan guna penyempurnaan selanjutnya. Jakarta, Januari 1993 DIREKTUR PEMBINAAN JALAN KOTA eee ee SUNARYO SUMADJI DAFTAR ISI Halaman BABI PENDAHULUAN 11 Umum 1 1.2. Maksud dan Tujuan 1 13° Ruang Lingkup 1 1.4 Pengertian 1 BABII PRINSIP-PRINSIP DESAIN PERSIMPANGAN SEBIDANG 2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Desain Persimpangan 5 2.2. Pertimbangan Dalam Mendesain Persimpangan Sebidang 5 2.2.2 Daerah Konflik Kendaraan 6 2.2.3 Prioritas Pergerakan 6 2.2.4 Pengendalian Kecepatan 7 2.2.5 Alat Pengendali Lalu-lintas 7 2.2.6 Kapasitas 7 2.2.7. Ruang 7 2.2.8 Kanalisasi 7 2.3 Dasar-dasar Mendesain Persimpangan Sebidang 8 2.3.1, Struktur Geometri 8 2.3.2 Pengendalian Lalu-lintas 9 BABII © PROSEDUR DESAIN PERSIMPANGAN 3.1 Tahap Data Dasar Desain 3.1.1 Data Lalu-lintas 10 3.1.2. Kondisi Lapangan 12 3.2. Tahap Desain Awal 12 3.2.1 Pemilihan Alternatif 12 3.2.2 Perbandingan Biaya 12 3.3. Tahap Desain Akhir 13 BABIV BAB V BAB VI KAPASITAS PERSIMPANGAN 4.1 42 43 44 Umum Volume Rencana Kapasitas Jalan Kapasitas Persimpangan SPESIFIKASI DESAIN GEOMERIK on 5.2 5.3 54 Jarak Pandang Alinemen Kaki Persimpangan Potongan Melintang Persimpangan Sebidang 5.4.1 Lebar Lajur Menerus Lurus 5.4.2 Lebar Lajur Tambahan 5.4.3. Lajur Belok 5.4.4 Kanalisasi FASILITAS DAN PERLENGKAPAN PERSIMPANGAN 6.1 6.2 63 6.4 Penyeberangan Pejalan Kaki 6.1.1 Perencanaan Penyeberangan Pejalan Kaki 6.1.2 Penempatan Penyeberangan Pejalan Kaki ‘Lampu Penerangan Pemberhentian Bus Parkir Kendaraan ii 14 14 14 15 2 22 22 23 23 24 25, 33 43 43 43 46 46 46 I, PENDAHULUAN 1.1. Umum Sebagian besar hambatan kelancaran lalu-lintas pada jaringan jalan Perkotaan disebabkan oleh tingkat pelayanan persimpangan yang kurang memadai. Pembangunan setiap persimpangan menjadi sebidang guna mengurangi hambatan lalu-lintas sangat tidak tepat baik ditinjau dari segi ekonomis, ketersediaan Jahan, dampak lingkungan dan lainnya. Dalam merencanakan persimpangan sebidang, faktor yang perlu dipertimbangkan adalah keadaan fisik, lahan, biaya konstruksi, dan lingkungan, ‘Tingkat keselamatan dan efisiensi pemanfaatan persimpangan sangat bergantung pada keadaan geometris persimpangan dan cara pengendalian lalu-lintas, misalnya : sudut persimpangan, gradient, penggunaan lahan sekitar persimpangan, pengaturan dengan lampu lalu-lintas, pengaturan arah, lokasi halte bis, pengaturan parkir dan sebagainya, Dengan memperbaiki geometris persimpangan dan pengendalian lalu-lintas yang benar diharapkan dapat mencegah terjadinya kecelakaan dan menjamin kelancaran arus laiu-lintas. 1.2. Maksud dan Tujuan Buku Tata cara ini dimaksudkan untuk digunakan sebagai acuan dan pegangan bagi perencana dalam merencanakan persimpangan sebidang di jalan perkotaan, sehingga diharapkan dapat diperoleh keseragaman pola dasar perencanaan yang baik, ekonomis dan efisien. 1.3, Ruang Lingkup Tata Cara ini hanya membahas cara perencanaan persimpangan baru tanpa lampu lalu-lintas (unsignalized intersection) yang terdiri dari prinsip-prinsip desain persimpangan, prosedur desain, dan geometri persimpangan. 1.4, Pengertian (1) Persimpangan, yaitu pertemuan 2 jalan atau lebih yang bersilangan. 2) Jarak Pandang Henti (Stop Sight Distance), yaitu jarak yang diperlukan pengemudi untuk berhenti setelah menyadari adanya suatu gangguan, halangan atau peringatan di depannya. (3) Jarak Pandang Pendekat (Approach Sight Distance), yaitu jarak pandang henti pada suatu persimpangan. (4) Jarak Pandang Masuk (Entering Sight Distance), yaitu jarak pandang yang diperlukan pengendara pada jalan minor (minor road) untuk memotong/masuk ke jalan major, tanpa mengganggu arus di jalan major. (5) Jarak Pandang Aman Persimpangan (Safe Intersection Sight Distance), yaitu jarak pandang yang diperlukan pengendara pada jalan major untuk mengamati kendaraan ‘pada jalan minor sehingga dapat mengurangi kecepatannya, atau berhenti bila diperlukan. (6) Kanalisasi, yaitu sistem pengendalian lalu-lintas dengan menggunakan pulau atau marka jalan. (7) Persimpangan Dengan Kanalisasi, yaitu persimpangan yang menggunakan sistem kanalisasi. (8) Kecepatan Rencana, yaitu kecepatan yang digunakan untuk merencanakan geometri persimpangan (9) Volume Rencana, yaitu jumlah kendaraan yang direncanakan melewati syatu jalan atau persimpangan. (10) Kendaraan Reneana, yaitu kendaraan yang dipakai untuk menetapkan desain. (11) Tipe Gerakan Bertemu Lalu-lintas. Terdapat 4 tipe Gerakan bertemu Kendaraan, yaitu Berpencar, Bergabung, Bersilangan dan Weaving. ( (12) Berpencar (Diverging), yaitu penyebaran arus kendaraan dari satu alur lalu-lintas ke beberapa arah. (13) Bergabung (Merging), yaitu menyatunya arus kendaraan dari beberapa alur lalu-lintas ke satu arah. (14) Berpotongan (Crossing), yaitu berpotongnya dua buah alur lalu-lintas secara tegak lurus. (15) Weaving, yaitu bersilangnya dua alur lalu-lintas yang tidak tegak lurus dan mempunyai Jarak tertentu untuk saling bersilangan. = Berpencar (Diverging) Bergabung (Merging) a TN Berpotongan (Crossing) Weaving Gambar 1.1. ipe Konflik Kendaraan (16) Jarak Pandang, yaitu jarak satu kendaraan dengan kendaraan lainnya dimana kendaraan yang satu dapat melihat kendaraan lainnya. (17) Persimpangan T Bergeser (Staggered T Junction), yaitu persimpangan dimana satu kakinya bergeser atau persimpangan tegak lurus dimana salah satu kakinya bergeser (tidak menerus bersilangan). (b). Persimpangan Bergeser Kiri (©). Persimpangan Bergeser Dengan Median Gambar 1.2. Contoh Persimpangan Bergeser (18) Lajur Menerus, yaitu lajur yang disediakan untuk pergerakan kendaraan jalan me- menerus. (19) Lajur Belok, yaitu lajur yang disediakan untuk kendaraan membelok ke kanan atau ke kiri. (20)Sudut Terpotong (Corner Cut-Off), yaitu ujung kaki persimpangan yang dibulatkan dengan jari-jari tertentu agar pengemudi bebas melihat kendaraan yang berada di kaki lainnya. Persimpangan Sebidang. Persimpangan Sebidang mempunyai 3 buah tipe, yaitu : * Persimpangan Tanpa Kanalisasi dan Tidak Ada Pelebaran (Unchannelised and unflared), yaitu persimpangan dimana kaki-kakinya tidak ada pelebaran dan tidak ada sistem kanal. Arus lalu-lintas dapat dikendalikan dengan lampu lalu-lintas, atau rambu lalu-lintas. * Persimpangan Tanpa Kanalisasi Dengan Pelebaran (Unchannelised and flared), yaitu persimpangan dimana kaki-kakinya ada pelebaran agar kendaraan dapat membelok tanpa mempengaruhi pergerakan lalu-lintas menerus, walaupun belum diterapkan sistem kanal. * Persimpangan Dengan Kanalisasi (Channelised), yaitu persimpangan dimana kendaraan yang akan membelok dipisahkan oleh marka, pulau, bangunan pengaman yang dipakai sebagai kanalisasi. (22)Tingkat Pelayanan yaitu ukuran penilaian kualitas pelayanan persimpangan. Per- bandingan antara volume dan kapasitas dapat digunakan. (23) Kaki Persimpangan Pada dasarnya jumlah kaki persimpangan pada suatu persimpangan sebidang tidak boleh lebih dari 4 kaki. Jalan yang baru sebaiknya tidak-dirancang untuk dihubungkan dengan suatu persimpangan yang telah ada, walaupun persimpangan —_tersebut _berupa persimpangan jalan-jalan loka. Hambatan oleh adanya titik konflik akan naik secara drastis dengan bertambahnya jumlah kaki pada persimpangan (Tabel 1.1) dan menjadikan persimpangan berbahaya, sehingga memerlukan suatu tingkat konsetrasi yang tinggi bagi pengendara. Konflik arus lalu-lintas akan menjadi tinggi dan hambatan menjadi besar, sehingga kapasitas persimpangan akan berkurang secara drastis. Ql) Tabel 1.1. Jumlah Titik Hambatan, Kumpul dan Sebar Dari Jenis-jenis Persimpangan. - Jenis | Titik | Titik [Titik | Total” [Persimpangan | Silarig | Kumpul | Sebar | TiGk _ 3 kaki 3 3 3 9 4 kaki 16 8 s[ 32 5 kaki [49 15 Is|___79 6 kaki [a 24 24] 172 II. PRINSIP-PRINSIP DESAIN PERSIMPANGAN SEBIDANG 2.1 Faktor Yang Mempengaruhi Desain Persimpangan Sebidang Faktor-faktor yang mempengaruhi desain Persimpangan Sebidang, yaitu: 1) Lalu-tintas Pada persimpangan harus dipertimbangkan mengenai volume lalu-lintas, kecepatan kendaraan, banyaknya kendaraan yang membelok, banyaknya pejalan kaki dan tipe pengendalian lalu- lintas yang akan diambil. 2) Topografi dan Lingkungan Lokasi dan desain persimpangan dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain, yaitu alinemen jalan, jalan masuk dan lain-lainnya. 3) Ekonomi Estimasi biaya konstruksi persimpangan akan mempengaruhi perencanaan dan desain, Selain itu perlu pula dipertimbangkan keuntungan terhadap lalu-lintas, seperti keamanan, kelambatan (delay) dan Biaya Operasi Kendaraan 4) Manusia Dalam mendesain persimpangan perlu diperhatikan mengenai kebiasaan pengendara atau pemakai jalan. 2.2. Pertimbangan Dalam Mendesain Persimpangan Sebidang Desain suatu persimpangan yang aman harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu : * pengurangan jumlah konflik kendaraan. * meminimatkan daerah konflik kendaraan. * pemisahan titik konflik kendaraan. * memberikan suatu pergerakan kendaraan yang terbaik. * pengendalian terhadap kecepatan. 2.2.1 Titik Konflik Kendaraan Jumlah konflik Kendaraan dapat dikurangi dengan memberlakukan beberapa larangan, dan mengurangi beberapa kaki simpang. Titik konflik kendaraan dapat dipisahkan dengan sistem kanalisasi atau dengan menggeser satu kaki persimpangan. 5 2.2.2 Daerah Konflik Kendaraan Suatu konflik yang besar dapat terjadi dikarenakan persilangan yang tajam. Pemberian kanalisasi dan realinemen akan dapat mengurangi daerah konflik kendaraan, 2.2.3 Prioritas Pergerakan Kendaraan yang berada di jalan major diberi prioritas berlalu tanpa terputus. Persimpangan jalan sebaiknya direncanakan dengan sudut siku minimum 75° agar supaya alur lalu-lintas dapat liwat tanpa berkumpul atau menyusup (weaving). Dalam hal yang khusus : * Apabila mengubah suatu alinemen, jalan minor harus di-realinemen terlebih dulu. Jalan Major | 7/Jalan < / iinor Jalan Major Gambar 2.1. Pengutamaan Jalan Major * Jalan minor yang melayani lalu-lintas lokal dengan pengendalian Stop direalinemen untuk memotong jalan utama. Jalan Yasor V4 OE ( =F Samaaaaaaaamneamiannaa Jalan Minor (a) Sebelum Perbaikan (b) Sesudah Perbaikan Gambar 2.2. Perbaikan Hubungan Jalan Utama Pada Persimpangan Y. 6 2.2.4 Pengendalian Kecepatan Kecepatan kendaraan pada persimpangan tergantung pada : * alinemen. * lingkungan * volume dan komposisi lalu-lintas. *>besar dan tipe alat pengendalian guna mengurangi jamlah titik konfli kinan bergerak dan kecepatan relatif bergerak. jumtah kemung- ee 5 Alat Pengendali Lalu-lintas Desain persimpangan perlu mempertimbangkan mengenai alat pengendali lalu-lintas. Desain persimpangan yang dikendalikan oleh lampu lalu-lintas berbeda dengan persimpangan dengan kanalisasi atau marka/rambu. 2.2.6 Kapasitas Dalam mendesain persimpangan harus diperhatikan kapasitas yang memadai agar persimpangan tersebut tidak mudah jenuh. 2.2.7 Ruang Efisiensi pengoperasian jalan utama di perkotaan dalam hal kapasitas, kelambatan, dan ke- amanan sangat bergantung kepada jumlah, tipe, ruang persimpangan dan bukaan median. 2.2.8 Kanalisasi Layout persimpangan tergantung kepada pola dan volume lalu-lintas, topografi, pergerakan pejalan kaki, pengaturan parkir, rencana pengembangan jalan dan layout jalan yang ada. Kanalisasi dipakai guna keperluan : * pengurangan daerah kontlik. * lalu-lintas berkumpul pada persimpangan yang tajam. * pengendali kecepatan lalu-lintas yang masuk ke persimpangan. * larangan belok. * keamanan pejalan kaki. * persiapan penempatan rambu atau lampu lalu-lintas. 2.3. Dasar-dasar Mendesain Persimpangan Sebidang 2.3.1 Struktur Geometri D Lebar Lajur Di persimpangan umumnya bila lebar jalur pada kaki persimpangan terlalu besar, maka dua kendaraan akan cenderung antri berdampingan. Guna menghindari kejadian seperti di atas, maka dalam mendesain diusahakan agar lebar lajur dekat persimpangan lebih kecil dari pada lebar lajur biasanya, supaya kecepatan lalu-lintas dekat persimpangan dapat diperlambat dan kendaraan tetap pada lajurnya masing-masing. 2) Lajur Belok Kiri dan Kanan Pada jalan yang tidak lebar, kadang-kadang sulit untuk menyediakan lajur belok kanan atau kiri. Namun, pada kenyataannya kapasitas persimpangan banyak dipengaruhi oleh kendaraan yang membelok. Oleh karena itu lajur belok kanan dan belok kiri tetap perlu disediakan walaupun volume lalu-lintas belok kanan atau kiri sangat kecil 3) Jumiah Lajur Jumlah lajur pada kaki memasuki persimpangan sebaiknya tidak melebihi jumlah tajur pada kaki keluar dari persimpangan. Penyediaan dua lajur belok kanan pada satu kaki simpang tidak diperkenankan apabila kaki simpang lainnya hanya mempunyai satu lajur setiap arahnya. 4) Kanalisa Kanalisasi dipakai pada persimpangan sebidang dengan tujuan utama sebagai berikut : * untuk memisahkan atau mengarahkan arus lalu-lintas yang berlawanan. * untuk menjamin sudut-sudut berpencar atau bergabung yang tepat. * untuk mengendalikan kecepatan. * guna menjamin keamanan kendaraan yang menunggu atau ruang antrian. * untuk melindungi pejatan kaki. * mengurangi daerah penyeberangan agar tidak terlalu besar. Selain itu Kanalisasi juga digunakan untuk maksud-maksud lain seperti : ™ dengan memberikan Rambu dan Marka, Pulau atau Kanal dipakai sebagai pengarah arus yang akan membelok. ™ sebagai tempat pemasangan lampu lalu-lintas, rambu-rambu dan lampu penerangan jalan. ™ pada Pulau disediakan ruang untuk lansekap seperti tanaman, rumput, sepanjang tidak meng- halangi penglihatan Kanalisasi sangat efektif dalam mengatasi hambatan-hambatan (conflict) arus lalu-lintas apabila didesain dengan baik. Desain yang kurang tepat tidak saja memperbesar biaya konstruksi tetapi juga menurunkan kapasitas serta tingkat pelayanan persimpangan. Beberapa ketentuan Kanalisasi yaitu : * kanal harus mempunyai lebar yang cukup. * pulau seharusnya mempunyai ukuran dan bentuk yang sesuai dengan keperluannya, a. Luas minimum pulau adalah 5 m2, namun disarankan mempunyai luas 10 m2 atau lebih. . Pulau sebaiknya cukup panjang untuk mengarahkan lalu-lintas. Kedua ujung pulau sebaiknya diperpanjang 3-4 m dengan memakai marka jalan. * lalu-lintas menyebar dan mengumpul sebaiknya tidak diarahkan pada satu titik. * pulau harus jelas dan mudah terlihat oleh kendaraan yang datang 2.3.2 Pengendalian Lalu-lintas Sebaiknya pengendalian Stop tidak diterapkan bila lalu-lintas menerus mempunyai kecepatan rencana 60 km/jam atau lebih karena dapat mengakibatkan kecelakaan. Pengendalian Stop dapat diterapkan pada persimpangan dimana jumlah lalu-lintas memotong tidak melebihi 1.000 kendaraan/jam. Demi keamanannya, apabila volume rencana kurang dari yang disebut di atas pengendali Stop dapat diterapkan pada jalan utama, Pengendalian lalu-lintas untuk suatu persimpangan sebidang diterapkan sesuai dengan rencana geometri jalan. Untuk persimpangan dengan pengendalian Stop, keadaan jalan (alinemen, Jebar jalan, sudut persimpangan dan seterusnya) didesain dengan maksud agar pengendara dapat melihat tanda pengendali tersebut. III. PROSEDUR DESAIN PERSIMPANGAN Prosedur desain persimpangan dibagi atas 3 tahap yaitu Tahap Data Dasar Desain, Tahap Desain Awal, dan Tahap Desain Akhir. 3.1. Tahap Data Dasar Desain 3.1.1 Data Lalu-lintas dH Volume Rencana Data yang penting dalam merencanakan persimpangan adalah menentukan volume rencana lalu-lintas tiap jamnya, Dalam memperkirakan Volume Rencana untuk suatu persimpangan sebidang dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. ‘Untuk memperoleh Volume Rencana dilakukan langkah-langkah sebagai berikut : * Penghitungan lalu-lintas pada jam-jam puncak (pagi, siang dan sore hari) pada hari-hari kerja. Volume lalu-lintas pada hari minggu atau hari-hari libur biasanya akan lebih kecil dari pada hari-hari kerja, Pada jalan-jalan di daerah obyek wisata, tingginya volume lalu- lintas justru terjadi pada hari minggu atau hari libur. * Menetapkan rute untuk masing-masing jam puncak. * Meramalkan volume kendaraan yang akan melalui setiap kaki persimpangan. 2) Kendaraan Rencana Dalam merencanakan persimpangan digunakan 3 tipe kendaraan rencana, yaitu : (1) Kombinasi semi-trailer (2) Bus atau truck (3) Mobil penumpang. Kendaraan kombinasi semi-trailer sering dihitung secara terpisah Karena akan mempengaruhi dalam mendesain, Kombinasi antara kendaraan rencana denga gerakan membelok dalam tahap rancangan dan desain akan menentukan lebar jalur, jari-jari lengkung dan kanal pada persimpangan. Gerakan membelok pada persimpangan akan mempunyai dampak yang besar pada kapasitas dan tingkat pelayanannya. Dalam merencanakan lajur membelok lebih baik berdasarkan atas kendaraan rencana Kombinasi semi trailer. Jari-jari lengkung yang terlalu besar, bukan hanya membuat tidak ekonomis tetapi juga kendaraan yang akan membelok ke Kiri akan cenderung bergerak cepat, sehingga akan membahayakan pejalan kaki yang menyeberang. 10 w I 31 rendaraan xeci![T [315 (Mobil Penumpangy Qm/Cp dimana Qm-= total arus minor) * tentukan volume kendaraan per-kaki persimpangan = Qmy/n * tentukan rata-rata kelambatan (Wy) dari Gambar 4.2 atau 4.3 * jumlah jalur yang diperlukan =n = volume kendaraan/Cp * Tata-rata volume per jalur = Qm = Volume kendaraan/n (©). Penentuan Jumlah Jalur Yang Diperlukan * tentukan Qin seperti (b) * tentukan pelayanan pada jalan minor(Q,) yaitu jumlah maksimum kendaraan yang dapat ditampung dengan mempertimbangkan seluruh kondisi (Qs = C = Cp/0,8) hitung ratio kedatangan : p = Qm/Qs = Qm/C tentukan bahwa panjang antrian tidak melebihi (biasanya diambil 95%) dari Gambar 4.4, tentukan jumlah kendaraan yang mengant ambil panjang antrian 8 m untuk masing-masing ruang antrian panjang ruang antrian = jumlah kendaraan x 8 m Tabel IV. 2 Gap Kritis dan Headway Pada Persimpangan | Gerak Bersilang | 2 jalur 2 arah 4 jalur 2 arah 2 jalur | arah 3 jalur | arah 4 jalur_Larah Gerak Weaving Belok Kanan Kondisi Baik Belok Kanan Kondisi Sulit Bersilang_Arus 2 Jalur Bersilang Arus 3 Jalur bt B[eofo|ro|ro]s furl furor 15 Es = = je 2d 8 g 2 co é ae nes z= —_ 3 ne? & 200 ae me q eA aes S aes = 3 nee 190 Q = aARUS JALAN MAJOK (kend/jam) Gambar 4.1. Kapasitas Praktis Persimpangan Tanpa Lalu-lintas at yy oH 1 ZI, i] i CY ay AAT! z zg & & 5 a Qr= UME JALAN MAJOR (kend/jam) Gambar 4.2, Delay Rata-rata Ke Arus Kendaraan Minor Untuk ta = 5 detik, tf = 3 detik 7 W, = DELAY RATA-RATA (detik) 7 a Saari as 4 Qp = VOLUME JALAN MAJOR (kend/jam) Gambar 4.3. Delay Rata-rata Ke Arus Kendaraan Minor Untuk ta = 4 detik, tf = 2 detik 18 JARAK ANTRIAN YANG DIBUTUHKAN (m) [| —___|— 4 {4 [he t U T ! Ratio Pemakaian p Gambar 4.4. Kebutuhan Panjang Lajur Antrian V. SPESIFIKASI DESAIN GEOMETRIK 5.1. Jarak Pandang Pada desain persimpangan yang baik guna mengurangi konflik kendaraan harus diberi prioritas jalan pada salah satu ruas jalannya. Pemberian prioritas jalan dilakukan dengan penyediaan Jampu pengatur lalu-lintas, Tanda Stop, atau Tanda Prioritas (Give Way Sign). Jarak Pandang sangat bergantung sekali pada alinemen jalan, Terdapat 3 tipe jarak Pandang yaitu : 1) Jarak Pandang Pendekat (JPP) Jarak Pandang Pendekat disediakan pada masing-masing kaki dan lajur belok persimpangan. Jarak Pandang Pendekat dihitung dari tinggi mata pengendara ke permukaan jalan (1,5 m) Tabel V.1 dan Tabel V.2. menggambarkan Jarak Pandang Pendekat sesuai dengan kecepatan kendaraan. Tabel V.1. Jarak Pandang Pendekat Tarak Pandan Pen 30 40 60 55, 70 70 80 95. 20 2) Jarak Pandang Masuk (JPM). Pada persimpangan dengan prioritas perlu ditentukan Jarak Pandang Masuk, Jarak Pandang Masuk diperlukan untuk pengendara di jalan Minor membelok ke kanan atau ke Kiri masuk ke Jalan major. Jarak ini didasarkan kepada Mobil Penumpang dan dengan asumsi kendaraan pada jalan major tidak mengurangi kecepatanannya. (Tabel V.3.) Ao Aenower Som once js Tinggi Mata ‘Tinggi Matas 6 ae Pengendara Pengendara Potongan Lonaitudinal Gambar 5.1. Jarak Pandang Pada Persimpangan 3) Jarak Pandang Aman Persimpangan. Jarak Pandang Aman Persimpangan disediakan untuk kendaraan di Jalan Major cukup untuk menyeberang ke kaki persimpangan yang lainnya. (Tabel V.3) 2 Tabel V.3. Jarak Pandang Pada Persimpangan =) = ot be ow 100) 60 125 80 160 105) 220 130) 305 165, 5.2. Alinemen Jarak pandang yang didapat pada artikel 5.1 diterapkan guna penyediaan alinemen persimpangan. Secara umum dapat dikatakan bahwa alinemen horizontal untuk jalan menerus harus tetap bila meliwati persimpangan. Lengkung yang tajam atau perubahan alinemen di dalam persimpangan sebaiknya dihindari. Di daerah yang berbukit, persimpangan lebih baik diletakkan pada daerah cekung dari pada cembung dimana jarak pandang terbatas. Pada situasi ini pengendaraan dapat meliwati persimpangan dengan aman, jari-jari lengkung minimum dan alinemen vertikal pada suatu_persimpangan sebaiknya sama dengan bagian ruas jalan (Tabel V.4). Alinemen vertikal sebaiknya 2,5%, sejauh mana kondisi tepi jalan tersebut masih aman dan lancar bagi lalu-lintas. Disarankan jarak minimum bagian yang datar sama dengan hasil perkalian banyaknya kendaraan yang berhenti dikalikan dengan Headway dalam satu cycle time. Jari-jari minimum sebaiknya tidak Kurang dari nilai yang terdapat pada Tabel V.4. Pengaturan alinemen vertikal pada kaki persimpangan akan membuat pandangan menjadi lebih baik, menghindari berkurangnya kapasitas persimpangan, efisiensi dalam memberhentikan dan mulai menjalankan kendaraan, dan meningkatkan keamanan. 5.3. Kaki persimpangan Jumlah kaki pada suatu persimpangan sebidang disarankan agar tidak melebihi 4 kaki. Jalan baru sebaiknya tidak dirancang untuk dihubungkan dengan suatu persimpangan yang telah ada, walaupun persimpangan tersebut berupa persimpangan jalan-jalan lokal (Gambar 5.2). 2 Tabel V.4. Jari-jari Minimum dan Panjang Bagian Datar Pada Persimpangan (a) Pada Jalan Major di Persimpangan Berprioritas Tipe 1 Klas 11 Tipe It Klas UT 15 5.4. Potongan Melintang Persimpangan Sebidang 5.4.1 Lebar Lajur Menerus Lurus Lebar lajur dalam ditentukan dari pusat marka jalan ke pusat marka jalan lainnya dan lebar lajur luar ditentukan dari pusat marka jalan ke ujung kereb. (Gambar 5.3). Apabila terdapat lajur belok atau lajur perubahan kecepatan pada persimpangan-persimpangan di daerah perkotaan, maka lebar lajur_menerus lurus dapat dikurangi sebanyak 25 cm dari lebar standar. Jumlah jalur pada kaki keluar persimpangan harus sama dengan jumlah jalur menerus lurus pada kaki masuk persimpangan, dan merupakan perpanjangan kaki lajur menerus lurus bagian 23 pendekat persimpangan. 5.4.2 Lebar Lajur Tambahan Lajur tambahan pada daerah kaki persimpangan diperlukan untuk menyediakan lajur belok sebagaimana terlihat pada Gambar 5.4. Lebar lajur tambahan seperti yang tercantum pada Tabel V.5. Namun apabila lebar lajur tambahan dibatasi dan persentase kendaraan berat cukup kecil, maka lebar lajur tambahan dapat dikurangi menjadi 2.5 m ““Rencana Jalan Gambar 5.2. Perencanaan Jalan Baru Yang Dihubungkan Dengan Suatu Persimpangan Yang Sudah Ada _~tebar Lajur | errno | — Gambar 5.3. Desain Lebar Lajur Menerus Lurus Tabel V.5. Standar Potongan Melintang Persimpangan. 2.75 (2.50) 5.4.3 Lajur Belok Lebar Lajur Belok ditentukan dengan mempertimbangkan jari-jari belokan dan kendaraan rencana yang dipakai. Lebar Lajur Belok tergantung pada kondisi, yaitu : * satu jalur dimana terdapat bahu jalan sepanjang Lajur Belok Kiri (1) * satu jalur dimana di kedua sisi lajur terdapat kereb dan jari-jari kelokan tidak lebih dari 100 m (W2) * dua jalur dimana terdapat kereb atau tidak terdapat kereb (W3) 1) Lajur Belok Kiri Lajur Belok Kiri disediakan pada kondisi sebagai berikut : * Sudut menyilang kaki persimpangan > 60° dan lalu-lintas yang belok kiri cukup besar. * Kecepatan lalu-lintas yang belok ke kiri, sangat tinggi. * Banyak terdapat pejalan kaki pada jalur belok kiri, Dengan tersedianya Lajur Belok Kiri, maka dapat dicegah berkurangnya kapasitas persimpangan dan tidak teraturnya arus lalu-lintas. Penyediaan Lajur Belok Kiri tergantung pada volume lalu-lintas yang belok ke kiri, dan volume kendaraan besar (truck). Penyediaan taper melebar akan membantu kendaraan, khususnya kendaraan besar untuk membelok. Biasanya taper dengan pelebaran ini tidak perlu dipakai bila kecepatan kendaraan yang membelok kurang dari 60 km/jam. Jari-jari kelokan diambil antara 6 - 10 m. namun di daerah perkotaan bila jari-jari lebih besar dari 10 m selain akan meningkatkan kecepatan kendaraan membelok juga mempunyai kesulitan dalam menempatkan tanda lalu-lintas. Sebaiknya memasang kereb ditepi perkerasan akan membantu pergerakan kendaraan. Pemberian lajur tambahan untuk belokan yang mempunyai volume yang besar sangat baik 25 dilakukan. Gambar 5.4 memberikan gambaran desain belok kiri di daerah perkotaan. Panjang Lajur Belok Kiri harus cukup menjamin antrian kendaraan yang akan lurus tidak mengganggu kendaraan yang akan belok.Pada persimpangan dengan Kanal, Pulau Kanal dapat dipakai sebagai tempat berlindung bagi pejalan kaki ataupun tempat untuk meletakkan alat lampu lalu- lintas, tanda-tanda lalu-lintas dan sebagainya. Pada_persipangan bersudut lancip, kanal belok kiri akan memudahkan kendaraan untuk belok ke Kiri. (Gambar 5.5) Tabel V.6. Lebar Lajur Belok Persimpangan Pada Jalan Arteri dan Kolektor Gambar 5.4. Desain Sederhana Belok Kiri di Perkotaan 26 Tepi Lajur sienerus Re Panjang Tidak Kura: Rata-rata ‘dari 4 detik waktu Gerakan Im/det tempuh pada Minimum (jari-j; aR Panjang Jalur Belok_tergan tung pada perlambatan atau] panjang jalur antrian yang diperlukan. Makstmum Taper 30®————; Gambar 5.5. Desain Belok Kiri Dengan Kanalisasi dan Pulau 2) Lajur Belok Kanan Lajur Belok Kanan sebaiknya disediakan pada setiap persimpangan, terkecuali untuk hal-hal berikut : * adanya larangan belok kanan. * jalan-jalan dengan standar rencananya tipe II Klas II dan Klas IV dan dianggap mempunyai kapasitas yang memadai. * jalan dengan dua jalur dimana kecepatan rencana kurang dari40 km/ jam, volume rencana per jam kurang dari 200 kendaraan/jam, dan perbandingan kendaraan yang belok ke kanan 20%. Lajur Belok Kanan sangat efektif untuk mencegah kecelakaan lalu-lintas belok ke kanan dan menghindari penurunan kapasitas persimpangan akibat kendaraan membelok ke kanan. Oleh karena itu dianjurkan agar Lajur Belok Kanan harus disediakan berdasarkan peraturan- peraturan di atas dalam hal pembangunan jalan baru ataupun perbaikan jalan. Pengendalian Ialu-lintas oleh alinemen dan marka jalan diperlukan agar lalu-lintas menerus tidak akan masuk langsung ke dalam jalur belok kanan, tetapi lalu-lintas belok kanan harus pindah jalur dahulu masuk ke dalam Lajur Belok Kanan (Gambar 5.6). 27 a) Panjang Lajur Belok ke Kanan Panjang Lajur Belok Kanan (L) terdiri dari panjang per-lajur perlambatan (Id) dan panjang lajur antrian (1s), dimana : L=lWd+ls Panjang Lajur Perlambatan (1d) tidak hanya cukup untuk perlambatan (Id1) namun juga cukup untuk taper (1d2), Panjang Idi diberikan dalam Tabel V.7, dan panjang taper (1d2) dihitung berdasarkan persamaan berikut : Aw a =V— 6 1d2_ = panjang taper (m) V_ = kecepatan rencana (km/jam) AW = lebar jalur tambahan (m) ranjeog taper "7 Panjang Lajur Antrian Untuk Panjang Kend.ém (min, 30m) Gambar 5.6. Desain Lajur Belok Kanan Gambar 5.7. Panjang Lajur Belok Kanan. 28 Panjang Lajur Antrian (1s) untuk kendaraan belok ke kanan dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut : Ils =15NS — dimana: Is = panjang lajur tunggu NN = jumlah rata-rata kendaraan belok kanan dalam satu siklus waktu (kendaraan) S = Jarak rata-rata dengan kendaraan di depan (m). S didapat dengan asumsi sebesar 6 m untuk mobil penumpang dan 12 m untuk kendaraan berat. Apabila perbandingan kendaraan berat tidak dapat diketahui secara pasti, S diambil sebesar 7 m. Apabila persimpangan tidak mempunyai lampu lalu-lintas, Is dihitung dengan rumus $ x panjang kendaraan belok kanan yang tertampung. Pada jalan perkotaan kadang- kkadang sulit untuk mendapatkan panjang Lajur Belok Kanan sebagai disebut di atas tadi. Jika Lajur Belok Kanan perlu dikurangi, maka yang dikurangi adalah panjangnya Lajur Perlambatan. TabelV.7. Panjang Minimum Lajur Perlambatan (1d1) b) Jalur Belok Kanan Dengan Lajur Perpindahan Panjang transisi sebaiknya lebih besar daripada nilai dari persamaan (A) atau minimum (B) pada Tabel V.8, | ) Lr fo ; Gambar 5.8 Panjang Transisi Bila Ada Lajur Perpindahan 29 ©) Penempatan Lajur Belok ke Kanan * Jalan Tanpa Median atau Dengan SeparatorYang Sempit Lajur Belok Kanan dapat ditempatkan dengan mengurangi lebar separator. Lebar separator yang memisahkan lajur berlawanan minimum lebih besar 0.5 m, dan diberi tanda marka jalan, Bahu jalan biasanya dipergunakan untuk lajur pejalan kaki atau lajur sepeda bila tidak disediakan jalur secara khusus. Dalam hal ini bahu jalan sama atau lebih lebar tergantung pada volume lalu-lintas yang ada. (Gambar 5.9(a)). Kebanyakan pejalan kaki mengumpul di dekat persim- pangan dimana banyak terdapat rambu-rambu atau lampu, Oleh karena itu lebar trotoar jangan terlalu kecil. Tabel V.8. Panjang Transisi (va wy3 Kecepatan Rencana (Km/jam) Off set (m) a, Lajur Belok Kanan —b,_Lajur Belok Kanan Dengan Pada Jalan Tanpa Perpindahan Lajur di Kaki Trotoar. Persimpangan Gambar 5.9. Penempatan Lajur Belok Kanan 30 * — Lajur dan Kanal Belok Kanan Gambar 5.10 adalah contoh penempatan Lajur Belok Kanan dengan pemberian marka jalan. Gambar 5.10. Contoh Pemberian Marka Jalan Pada Lajur Belok Kanan * — Lajur Belok Kanan dan Lajur Parkir Pada persimpangan-persimpangan besar, harus ditetapkan larangan untuk parkir, Untuk jalan yang memiliki lajur parkir, lajur tersebut dimanfaatkan untuk Lajur Belok Kanan atau Belok Kiri (Gambar 5.11), dengan panjang lajur sebagai berikut : Lt = V/3. AW SI Gambar 5.11. Pembuangan Lajur Parkir * Apabila Dua Persimpangan Berdekatan Panjang Lajur Antrian (Isl, dan 1s2) dihitung dari jarak antara garis henti (L) sesuai dengan perbandingan volume lalu-lintas kendaraan belok kanan (Gambar 5.12). 31 Gambar 5.12, Lajur Belok Kanan Bila Dua Persimpangan Berdekatan. * — Lajur Belok Kanan di Bawah Jalan Layang Pada persimpangan ini seringkali kendaraan belok kanan terhenti di dalam persimpangan karena terlalu jauhnya lintasan kendaraan (Gambar 5.13 (a)), sehingga dapat mengurangi kapasitas persimpangan tersebut. Untuk mengatasi hal ini bentuk persimpangan sebaiknya dibuat seperti Gambar 5.13 (b). * Jalur Belok Kanan Ganda Dalam merencanakan Lajur Belok Kanan dengan 2 jalur atau lebih dimana lalu-lintas belok kanan cukup tinggi, maka panjang Lajur Antrian untuk’setiap jalur dikurangi menurut jumlah lajur belok kanan (a). a. Belok Ke Kanan Dengan Jarak Jauh di Tengah Persimpangan. 32 b. Belok Ke Kanan Berjarak Dekat di Tengah Persimpangan. Gambar 5.13. Lajur Belok Kanan Pada Persimpangan Sebidang di Bawah Jalan Layang. 5.4.4 Kanalisasi 1) Perencanaan Pulau Pulau ditempatkan agar dapat memperjelas lajur lalu-lintas sehingga mudah diikuti kendaraan, ‘menjaga kontinuitas dan menghidari kebingungan bagi pengendara. Perencanaan Pulau sebaiknya dilakukan pada : * anus lalu-lintas Berpencar dengan sudut kecil. * arus lalu-lintas yang Bergabung pada sudut mendekati 90° Jari-jari lengkung pada Pulau yang membagi lalu-lintas yang membelok harus lebih besar dari nilai_ minimum, agar kecepatan rencana sesuai dengan yang direncanakan, 2) Desain Ujung Pulau Marka pendekat atau garis putus sebaiknya didesain untuk jarak yang disesuaikan dengan kecepatan rencana, Panjang marka pendekat, L (m) ditentukan dari jari-jari lengkung Ujung Pulau dan kecepatan rencana, seperti tercantum di bawah ini : EE} — a | Ja. [Pemissh SP = vB [b. [PertukaranLajur_ |] = 2V) RB Pada kaki perpindahan yang kecil, rumus (a) dapat digunakan. Letak Pulau didesain agar pengendara dapat mengetahui dengan jelas serta mudah mengikuti petunjuk arah. Oleh sebab itu, dihindari penempatan Ujung Pulau di puncak lengkung vertikal atau pada bagian permulaan lengkung horisontal. Bila hal ini sulit dihindari, ujung Pulau sebaiknya diper- panjang ke depan agar terlihat oleh pengendara. Gambar 5.14, Marka Pendekat Untuk Pulau. * Dimensi Pulau Dimensi minimum Pulau ditunjukkan Pada Tabel V.9. Pulau sebaiknya cukup besar untuk menarik perhatian pengendara. Pulau yang terlalu kecil tidak saja akan menyulitkan pe- ngendara tetapi juga memperbesar kemungkinan terjadinya kecelakaan sewaktu hujan di ‘malam hari. Tabel V.9. Dimensi Minimum Pulau . (Wp + 1.0) m Rb 0.5m Luas 5.0 m2 We (+ 1.0)m 5.0 m Lom D = lebar perlengkapan jalan Wp = lebar jalur penyeberangan pejalan kaki. 34 a, Berpencar b. Dengan Jalur Penyeberangan Pejalan Jaki 24 ¢. Terdapat Perleng- d. Pemisah Tanpa Taper kapan jalan * Konstruksi Pulau Konstruksi Pulau dibuat meninggi dan dibatasi oleh kereb, terutama apabila lampu penerangan, rambu lalu-lintas ditempatkan pada pulau, atau jika pulau tersebut juga berfungsi sebagai tempat perhentian sementara (transisi) bagi pejalan kaki. Apabila pulau tidak dapat dipasang kereb Karena lahan yang terbatas pada persimpangan, maka penggunaan marka atau cara-cara Jain dapat dibuat sebagai pengganti kerb. Permukaan pulau dapat ditutupi dengan ubin, atau tanah atau tanaman yang tidak menghalangi penglihatan. * — Bentuk Pulau ‘Ujung pulau biasanya dibuat bulat. Disarankan jari-jari lengkung Ujung Pulau (Ri) antara 0.5 - 1.0 m. Ujung Pulau (01, 02) dan sisi samping (S) berbeda tergantung pada kecepatan kendaraan, dan dimensi pulav. Tabel V.10 dan V.11 menggambarkan ukuran standar untuk be- berapa kondisi yang berbeda. Transisi dari Ujung Pulau dihitung terhadap —keseluruhan panjang pulau baik untuk lajur utama maupun bagian kanal. Jika suatu pulau sangat luas, transisi dibuat 1/10-1/20 pada bagian sisi lajur menerus dan 1/5 - 1/10. pada bagian sisi kanal. Sisi belakang (S3) bagian kanal sudah termasuk ruang bebas (50 cm) dari kanal. Tabel V.10. Sisi Samping dan Ujung Pulau (m) To sists or 35 Tabel V.11 Jari-jari Ujung Pulau (m) 3) Lampu Lampu penerangan perlu ditempatkan di pulau Karena persimpangan berkanal_ dengan penglihatan yang kurang baik akan menyulitkan pengendara. 4) Jarijari Lengkung Kanal Kecepatan rencana pada persimpangan sebaiknya sama kecepatan rencana pada lajur lurus. Untuk kanal belok kiri, dimana Daerah Milik Jalan cukup lebar, maka jari-jari lengkung dipilih sesuai dengan kecepatan rencananya. Sebaliknya, bila ada keterbatasan Damija, maka jari-jari lengkung untuk belok ke kiri ditentukan menurut panjang potongan sudut. Untuk kanal belok kanan pada persimpangan mendekati 90 °, mengingat kendaraan mula-mula ber- henti kemudian berjalan lagi dengan kecepatan sangat rendah, sebaiknya jari-jari lengkung diambil 15 -30 m. 5) Lebar Kanal Lebar kanal berdasarkan jari-jari lengkung kanal dan jenis kendaraan rencana tercantum pada Tabel V.12. Jika kanal dipisahkan dengan Pulau Pemisah, sebaiknya disediakan daerah bebas samping yang diperkeras sama dengan konstruksi jalan yang ada lebar 0,5 m. Ruang bebas samping ini tercakup di dalam bahu jalan, parit atau sisi samping kanal. 6) Cara Merencanakan Kanal Gambar 5.15 memperlihatkan prosédur perencanaan kanal dengan lengkung lingkaran dengan urutan sebagai berikut: (1) Tentukan lingkaran luar (Ro) (2) Tentukan (W) dari Ro dan Tabel V.12. (3) Dari (2), tentukan lingkaran dalam (Rj). (4) Gambarkan titik tengah lingkanran Ro, Ri (5) Gambarkan DQ, D'Q sejajar dengan AP, A'P dan menyinggung Ri. (6) Tentukan lingkaran transisi Rr = n * Rj, dimanan = 3 atau 4. (7) Hitunglah f = s/(n - 1) Gambarkan MN dan M’N bagian dari f dan sejajar DQ dan D'Q. Titik potong lingkaran Rj dan MN, M'N yaitu B dan B'. 36 (8) Tentukan titik A dan A'; AE = A'E = (n- 1) BE (9) Masing-masing A, B dan A',B' menyinggung titik-titik dari lingkaran transisi. Titik tersebut dihitung berdasarkan rumus: EP = (Rj+ S) cot (6/2) AE = VS(Ry - RDS - S? FB = AE {1/(n-1)} EF = S+f=S + Si(n-l) = nS/(n-1) Tabel V.12. Lebar Kanal Menurut Jari-jari dan Kendaraan Rencana. ingkaran Luar 14 15 8.0 5.5 15, 16 75 5.0 16 17 7.0 5.0 17 19 6.5 5.0 19 21 6.0 4.5 21 25 55 45 25 30 5.0 4.0 30 40 45 4.0 40 60 40 3.5 60, : 35 3.5 * Tipe I, Tipe I Klas 1 * Kanal Belok Kiri Kanal Belok Kiri dibuat dengan maksud agar kendaraan berat seperti truck atau bus dapat lewat tanpa meliwati lajur di sebelahnya atau jika persimpangan sangat tanjam. Jika kanal diren- canakan untuk kendaraan semi-trailer, dengan jari-jari lengkung yang pendek, lebar kanal harus bertambah besar. Dalam hal ini, kendaraan kecil dapat lewat berdampingan dengan 2 atau 3 kendaraan lainnya, Agar arus lalu-lintas di dalam kanal yang lebar bisa teratur, biasanya dibuat tanda zebra selebar satu kendaraan biasa normal (Gambar 5.16). 37 7) Potongan Sudut * — Kendaraan Rencana dan Gerakan Membelok Gerakan kendaraan yang akan membelok biasanya akan mempengaruhi lajur menerus sehingga akan mempengaruhi kelancaran lalu-lintas di persimpangan, Tabel V.13_ memperlihatkan hubungan antara tipe dan klas jalan, kendaraan rencana, dan gerakan membelok. % Gambar 5.16. Kanal Dengan Lebar Yang Besar. 38 Pada Tabel V.13 setiap angka yang mengikuti huruf S dan T menunjukkan metode dengan uurutan sebagai berikut : (1) Penggunsan lebar keseluruhan dari jalan (roadway) (2) Penggunaan sisi kiri dari jalan 3) Penggunaan Lajur Belok Kanan, Lajur Prioritas Kanan (untuk belok kanan) atau Lajur Prioritas Kiri (untuk belok kiri), dan satu lajur samping, akan tetapi tidak menggunakan lajur berlawanan arah. (4) Penggunaan hanya Lajur Belok atau Lajur Prioritas Kanan (untuk belok kanan) atau hanya Lajur Prioritas Kiri (untuk belok kiri). Tanda * menunjukan bahwa apabila kendaraan rencana berbeda untuk jalan major dan jalan minor, dan kendaraan rencana untuk jalan minor dapat digunakan tanpa merubah gerak mem- belok. Sebagai contoh, Gambar 5.17 (a) memperlihatkan gerakan membelok kaki masuk simpang disebut Sq dan bagian gerakan membelok kaki keluar simpang disebut $3. Dengan cara yang sama, (b) menunjukkan bahwa bagian kaki masuk simpang adalah T3 dan bagian kaki keluar adalah T, dan (c) menunjukkan bahwa kedua bagian masuk dan bagian keluar adalah juga T1. Pada daerah-daerah industri dengan jumlah kombinasi semi-trailer yang besar, hal tersebut dapat dipakai sebagai pengganti ukuran kendaraan rencana, walaupun tipe jalan adalah tipe I Klas 1. Sebaliknya ukuran kendaraan rencana dapat digunakan sebagai pengganti kombinasi semi-trailer di daerah pemukiman penduduk. * Perhitungan Panjang Potongan Sudut (1) Kendaraan rencana dan gerakan membelok ke kiri ditentukan dari Tabel V.13. (2) Desain kanal berikut dengan menggunakan cara dalam Gambar 5.17. @) Sesudah menentukan lengkung dalam kanal (ABB'A'), garis di depan kereb (arc aa’) digambarkan sedemikian rupa agar didapat paling kecil lebar ruang bebas 50 em. (Gambar 5.18). (4) Sebagaimana dalam Gambar 5.19, pilih titik A dari ujung garis depan trotoar yang paling lebar. (5) Gambar garis AB disudut kanan dengan garis Ivar trotoar. Titik O" adalah titik silang dari garis luar kedua trotoar. (©) Titik B’ ditentukan sedemikian rupa agar O'B' mempunyai panjang yang sama dengan OB. Garis B'B menunjukkan panjang potongan sudut dan lokasi yang diinginkan. (7) Ambilah @ = ZAOA' = ZBOB', Wy, dan W sebagai lebar trotoar (W1 > W), dan R adalah jari-jari lengkung depan kereb (jari- jari sudut) (PA = PA' = R), Maka, OA = R/tan(@/2) Sebaliknya, OA = O'B' + W2/sin 8 + Wy/tan 0 Maka, OB'= R/tan (8/2) - Wy/tan 8 Apabila OB’ = O'B’ panjang potongan sudut BB’ menjadi : 2 O'B sin (0/2) maka panjang potongan sudut (BB') = 2 sin (0/2 [R/tan(0/2)-W j/tan 8-W/sin 8) 39 Tabel V.13. Gerakan Belok Pada Sudut Pesimpangan Dengan Pengendalian Henti Mendekat Ke Luar Jalan Major Ke Luar Jalan Minor S = Kombinasi semi trailer T = Truck tunggal. —w\ = @ Se—Ss «e net Gambar 5.17. Gerakan Belok Pada Sudut Persimpangan Garis Sudut Kereb Gambar 5.18. Lebar Yang Diterapkan Oleh Kendaraan dan Potongan Sudut. 40 Garis Sudut Kereb panija [TOPO (i;,|ranaman Gambar 5.19. Kerb Sudut dan Potongan Sudut. Panjang potongan sudut persimpangan untuk setiap persimpangan ditentukan dengan mem- pertimbangkan ruang untuk pejalan kaki, sepeda, ruang pandangan, ruang untuk lansekap. Walaupun begitu, jika banyak terdapat persimpangan jalan major dan jalan minor seperti di daerah perkotaan, menghitung panjang potongan sudut untuk setiap persimpangan seperti di atas tidak selalu praktis. Tabel V.14 memberikan standar nilai untuk persimpangan jalan Tipe Il sebagai referensi. Syarat perhitungan adalah sebagai berikut : (i) Jika kaki keluar dari persimpangan terdiri dari jalan dua lajur dua arah, maka panjang potongan sudut dihitung dengan mengurangi sisi keluar gerakan membelok dengan satu rank. (2) Karena mobil-mobi! berukuran besar jarang menggunakan jalan Klas TI atau Klas IV dari tipe II di daerah pemukiman, maka panjang potongan sudut diperhitungkan untuk kendaraan yang mempunyai panjang 10 m, lebar 2.5 m, tinggi 1.5 m dan jari- jari Jengkung minimum 9 m. (3) Lajur Prioritas Kiri sebaiknya dipasang pada pendekat, kecuali pada jalan klas IV. Semua lajur diperkenankan digunakan pada pendekatan jalan berklas IV. Tabel V.14 Ukuran Panjang Potongan Sudut Klas I Klas IIT Kias IV Tabel V.14 menggambarkan standar umum. Pada suatu keadaan khusus yang memerlukan pertimbangan diperkenankan menggunakan pertimbangan pribadi sepanjang tidak menyimpang dari prosedur di atas. Bahkan jika potongan sudut tidak diperlukan dipandang dari gerakan Kendaraan, maka harus mengambil panjang maksimum potongan sudut sepanjang masih mempertahankan pandangan terhadap pejalan kaki dan pengendara sepeda. 42 VI. FASILITAS DAN PERLENGKAPAN PERSIMPANGAN 6.1, Penyeberangan Pejalan Kaki 6.1.1 Perencanaan Penyeberangan Pejalan Kaki Hal-hal prinsip dalam perencanaan penyeberangan pejalan kaki adalah sebagai berikut : perencanaan harus sesuai dengan kebutuhan akan penyeberangan. enyeberangan ditempatkan tegak lurus sumbu jalan. penyeberangan sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan pusat persimpangan. lokasi penyeberangan sebaiknya jelas terlihat oleh pengendara. panjang penyeberangan sebaiknya tidak lebih dari 15 m pada persimpangan jalan utama disarankan lebar penyeberangan 4 m. Untuk kasus di mana persimpangan jalan yang lebih kecil disarankan lebar minimum yaitu 2 m. Lebar penyeberangan dapat diperlebar atau diperkecil dengan kelipatan 1 m sesuai dengan keperluannya, 6.1.2 Penempatan Penyeberangan Pejalan Kaki 1) Melihat bahwa Penyeberangan Pejalan Kaki mempunyai hubungan dengan Trotoar maka Penyeberangan dapat berupa perpanjangan dari trotoar. 2) Ujung Trotoar didesain melengkung (bagian d Gambar 6.1) guna meningkatkan kualitas kebebasan pandang. 3) Bila terdapat pemisah tengah (median), posisi ujung pemisah (b dan c pada Gambar 6.1) berdasarkan pada pethitungan dari kanal belok kanan dan tidak mengganggu gerakan belok kanan. Dalam hal ini, penyeberangan pejalan kaki ditempatkan pada jarak 1 atau 2 m dari uujung (nose). Bila kondisi seperti yang terdapat pada Gambar 6.1, maka a = 4-5 m,¢ = 1-2m,e = +2, dan b ditentukan berdasarkan bentuk dari kanal belok kanan. 4) Pada persimpangan dengan bentuk Y seperti Gambar 6.2, sebaiknya Penyeberangan Pejalan Kaki ditempatkan dengan kanalisasi (Gambar b). Pada kaki persimpangan dimana kendaraan berkecepatan tinggi, sebaiknya jangan ditempatkan penyeberangan pejalan kaki. 5) Perencanaan penyeberangan pada persimpangan bentuk T seperti yang terlihat pada Gambar 6.3. Apabila lalu-lintas pejalan kaki yang menyeberang dibatasi, maka A atau B pada Gambar 6.3. dapat diabaikan. 6) Pada persimpangan di bawah jalan layang, penglihatan pengemudi sering terhalang oleh tiang (kolom) jembatan sehingga sulit bagi mereka untuk mengetahui adanya pejalan kaki yang akan menyeberang. Penyeberangan pejalan kaki berbentuk crank baik diterapkan karena pengemudi dapat mudah mengetahui adanya penyeberangan jalan. 43 Gambar 6.1. Lokasi Penyeberangan (@) Tanpa Kanal Gambar 6.2. Penyeberangan Pejalan Kaki Pada Persimpangan Bentuk Y Gambar 6.3. Penyeberangan Pejalan Kaki Pada Persimpangan Bentuk T Pedestrian refuge area Gambar 6.4. Tempat Pemberhentian Sementara Pejalan Kaki Dengan Penyeberangan Pejalan Kaki Yang Panjang (contoh penyeberangan jalan di bawah jalan layang). 45 6.2. Lampu Penerangan Di setiap persimpangan pandangan pengendara harus jelas walaupun di malam hari. Guna keperluan tersebut perlu ditempatkan Lampu Penerangan. Bila dalam persimpangan tidak terdapat Lampu Penerangan maka Pulau harus dilengkapi dengan Chevron atau Reflektor. Penempatan Lalu Penerangan di Pulau harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : * Pulau berada di daerah dimana kecepatan kendaraan kurang dari 60 km/jam. * Luas Pulau lebih besar dari 30 m2 * Tiang Listrik jangan terbuat dari bahan yang terlampau kuat dan diletakkan minimum 4,5 mdari_ tepi tepi pulau. 6.3. Pemberhentian Bus Lokasi penempatan Pemberhentian Bus dekat persimpangan harus mempertimbangkan hal- hal di bawah ini: * Tidak boleh ditempatkan pada daerah yang rawan kecelakaan dan disarankan jauh dari kaki persimpangan. * Gangguan terhadap Jarak Pandang dan Penyeberangan Pejalan kaki yang timbul dengan adanya Pemberhentian Bus diminimkan. 6.4. Parkir Kendaraan Parkir kendaraan dekat persimpangan akan mengganggu arus lalu-lintas yang akan membelok. Oleh karena itu pemakaian lahan untuk parkir kendaraan dihindari pada jarak minimum yaitu : * Parkir paralel 6 m dari kaki masuk dan keluar persimpangan. * Parkir bersudut 12 m dari kaki masuk dan 9 m dari kaki keluar persimpangan. 46 LAMPIRAN DAFTAR BUKU STANDAR DIREKTORAT PEMBINAAN JALAN KOTA JUDUL BUKU Peta Klasifikasi Fungsi Jalan Seluruh Indonesia (Tentative) Produk Sandar Untuk Jalan Perkotaan Standar Specification For Geometric Design Of Urban Roads Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan Desember 1986 Februari 1987 Januari 1988 Januari, 1988 Manual Pemeliharaan Jalan | 03/MN/B/1983 Panduan Survai dan Perhitungan Waktu Perjalanan | Lalu-lintas } 001/T/BNKT/1990 Panduan Survai Wawancara Rumah Petunjuk Perambuan Sementara Selama Pelaksanaan | Pekerjaan Petunjuk Tertib Pemanfaatan Jalan Petunjuk Pelaksanaan Pemasangan Utilitas Petunjuk Pelaksanaan Pelapisan Ulang Jalan Pada Daerah Kereb Perkerasan dan Sambungan Petunjuk Perencanaan Trotoar Petunjuk Desain Drainase Permukaan Jalan Petunjuk Pelaksanaan Perkerasan Kaku (Beton Semen) 002/T/BNKT/1990 003/T/BNKT/1990 004/T/BNKT/1990 005/T/BNKT/1990 006/T/BNKT/1990 007/T/BNKT/1990 008/T/BNKT/1990 009/T/BNKT/1990 Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan 010/T/BNKT/1990 Standar Spesifikasi Kereb 011/8/BNKT/1990 Petunjuk Perencanaan Marka jalan Petunjuk Lokasi dan Standar Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan Tata Cara Perencanaan Pemisah Tata Cara Perencaanaan Peberhentian Bus Tata Cara Pelaksanaan Survai Inventarisasi Jalan dan Jembatan kota Tata Cara Pelaksanaan Survai Perhitungan Lalu-lintas Cara Manual Tata Cara Penyusunan Program Pemel iharaan Jalan Kota Tata Cara Pemasangan Rambu dan Marka Jalan Perkotaan Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sederhana Jalan Perkotaan Standar Perencanaan Geonetrik Untuk Jalan Perkotaan Tata Cara Survai Pendahuluan Jembatan di Daerah Perkotaan Tata Cara Survai Kondisi Jalan Kota Tata Cara Penomoran Ruas dan Simpul Jalan Kota Tata Cara Menyusun RPL dan RKL AMDAL Jalan Perkotaan Tata Cara Perencanaan Lansekap Jalan 012/8/BNKT/1990 013/S/BNKT/1990 014/T/BNKT/1990 015/T/BNKT/1990 016/T/BNKT/1990 017/T/BNKT/1990 018/T/BNKT/1990 001/T/BNKT/1991 002/T/BNKT/1991 jis. { (003/T/BNKT/1992 (004/T/BNKT/1991 005/T/BNKT/1991 (006/T/BNKT/1991 007/T/BNKT/1991 008/T/BNKT/1991 YUOUL BUKU Spesifikasi Tanaman Lansekap Jalan Tata Cara Pemeliharaan Perkerasan Kaku (Rigit Pavement) Spesifikasi Penguatan Tebing Spesifiksasi Lampu Penerangan Jalan Perkotaan Standar Specification For Geometric Design of Urban Roads Petunjuk Praktis Penataan Penghijauan Jalan dan Lingkungan Tata Cara Pemasangan Blok Beton Terkunci untuk Permukaan Jalan Tata Cara Pelaksanaan Teluk Bis Tata Cara Pemasangan UItilitas di Jalan Tata Cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan Spesifikasi Kurb Beton untuk Jalan Spesifikasi Trotoar Spesifikasi Bukan Pemisah Jalur Spesifikasi Bangunan Pengaman Tepi Jalan Tata Cara Perencanaan Persimpangan Sebidang Jalan Perkotaan Spesifikasi Perencanaan Lansekap Jalan pada Persimpangan Tata Cara Penanaman Tanaman Lansekap Jalan Perkotaan Standar Produk untuk Jalan Perkotaan Volume IT Tata Cara Pelapisan Ulang dengan Campuran Aspal Emulsi NO. REGISTRASI 009/T/BNKT/1991 010/T/BNKT/1991 011/T/BNKT/1991 012/T/BNKT/1991 Maret 1992 001 /8NKT/1992 SNIO3-2403-1991 (SK_SNI T-04 1990-F ) SK SNI_T-40 1991-03 SKSNIT-18 0 } 1991-03 t SK SNI T-22- | 1991-03 4 SNI~03-2442-1991} SK SNI S-02- | 1990-F ) SNI-03-2442-1991 | SK SNIS-03- | 1990-F ) ' SNI-03-2442-1991 | SK SNI S-O4- 1990-F) SNI-03-2442-1991 SK SNI S-07- 1990-F) 001 /T/BNKT/1992 002/T/BNKT/1982 003/T/BNKT/1992 004/T/BNKT/1992 } 005/T/BNKT/1992 | —~+

You might also like