You are on page 1of 8

PENGARUH MIRROR THERAPY TERHADAP KEKUATAN OTOT EKSTREMITAS

ATAS PADA PASIEN STROKE ISKEMIK


DI RSUD MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG

Dede Nur Aziz Muslim, Agus Setiawan, Rohman Azzam.


Program Studi Magister Keperawatan Medikal Bedah Fakultas ilmu keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta

Abstract

Once the stroke patient passes through the acute stage and is in stable condition, the
collaborative care that includes the rehabilitation process to reduce the condition of disability
and achieve optimal patient function is necessary. The aim of research was to determine the
effect of mirror therapy on upper extremity muscle strength in patients with ischemic stroke in
Majalaya hospitals of Bandung regency in 2017. These quasi experiment researched 34
respondents. The average grade extremity muscle strength up before the mirror therapy in the
treatment groups in the amount of 0.94 and 0.71 in the control group. The average value over
the extremity muscle strength after mirror therapy in the treatment groups in the amount of 2.65
and 0.88 in the control group. Wilcoxon test results obtained in the treatment group no
mirroreffect after therapy with p <0.05 (0.000 <0.05). As for the control group showed that
there is no influence due to the value P> 0.05 (0.083> 0.05). The conclusions showed that the
factor of occurrence of ischemic stroke is not just a factor of age or educational factors alone
but many faktorlain that cause ischemic stroke. There is influence to increase muscle strength
after mirror therapy done. Advice for health care, mirror intervention therapy can be used as
nursing care in stroke patients improve muscle strength.

Keywords : Ischemic stroke, Muscle Strength, Mirror Therapy


PENDAHULUAN

Serangan stroke menjadi salah satu faktor Rumah Sakit Alihsan Baleendah sebanyak
penyebab kematian dan apabila kematian 146 orang dan RSUD Cicalengka sebanyak
tidak terjadi langsung biasanya akibat 117 orang, didapatkan pada semua rumah
stroke terjadi kelumpuhan. Stroke sakit belum pernah ada penelitian mengenai
umumnya ditandai dengan cacat pada salah mirror therapy.
satu sisi tubuh, jika dampaknya tidak terlalu
parah hanya menyebabkan anggota tubuh Hasil data dari Poli Syaraf RSUD Majalaya
tersebut menjadi tidak bertenaga atau dalam Kabupaten Bandung pada Januari 2017
bahasa medis disebut hemiparese. (Lingga, didapatkan kejadian stroke sebanyak 27
2013). orang dan hasil wawancara didapatkan
bahwa selama ini belum pernah ada
Penatalaksanaan stroke bisa dilakukan penelitian mengenai mirror therapy dan
dengan cara non farmakologi, farmakologi untuk peningkatan kekuatan otot belum ada
dan rehabilitasi. Secara rehabilitasi tindakan yang dilakukan oleh rumah sakit
dilakukan dengan terapi berbicara, terapi secara langsung, pihak rumah sakit hanya
fisik, terapi acupressure dan mirror therapy memberikan saran untuk terus melatih
(Goldszmidt et.al., 2011; Misbach, 2011; tangan yang sakit. Hasil wawancara
Levine; 2011) terhadap 10 orang pasien stroke, semuanya
mengatakan bahwa belum pernah dilakukan
Terapi cermin (mirror therapy) memiliki mirror therapy dan tidak mengetahui
pengaruh terhadap peningkatan kekuatan mengenai mirror therapy.
otot. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Lidwina dkk. (2014) Tujuan penelitian yaitu Diketahuinya
mengenai mirror therapy untuk rehabilitasi pengaruh mirror therapy terhadap kekuatan
stroke didapatkan bahwa terapi cermin otot ekstremitas atas pada pasien stroke
merupakan terapi yang sederhana, murah iskemik di RSUD Majalaya Kabupaten
dan efektif dalam memperbaiki fungsi Bandung tahun 2017.
motorik (baik ekstermitas atas maupun
bawah) dan aktivitas kehidupan sehari-hari. METODE

Data yang dirilis oleh Yayasan Stroke Penelitian menggunakan metode quasi
Indonesia menyatakan bahwa sekitar 2,5 % experiment design dengan pendekatan
penderita stroke meninggal dunia, dan pretest-posttest with control group design.
sisanya cacat ringan maupun berat. Secara Rancangan Quasi Experimental minimal
umum, dapat dikatakan angka kejadian memenuhi satu dari tiga syarat rancangan
stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. true experiment yaitu sampel diambil secara
Kejadian stroke iskemik sekitar 80% dari acak, ada kelompok kontrol dan ada
seluruh total kasus stroke, sedangkan intervensi. Rancangan pretest-posttest
kejadian stroke hemoragik hanya sekitar control group design dilakukan dengan
20% dari seluruh total kasus stroke. Jumlah menilai sebelum dan setelah perlakuan pada
yang disebabkan oleh stroke menduduki kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.
urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan
urutan kelima pada usia 15-59 tahun Populasi pada penelitian ini adalah pasien
(Yayasan Stroke Indonesia, 2012). stroke iskemik dengan hemiparese dan
Sampel yang diambil dalam penelitian ini
Studi pendahuluan yang dilakukan di adalah pasien poli Saraf RSUD Majalaya
beberapa Rumah Sakit di Kabupaten Kabupaten Bandung yang memenuhi
Bandung selama tahun 2016, RSUD kriteria inklusi. Metode pengambilan
Majalaya kejadian stroke sebanyak 249 sampel yang digunakan dalam penelitian
orang, RSUD Soreang sebanyak 162 orang, ini yaitu Non Probability sampling,
merupakan teknik consecutive sampling
yaitu suatu metode pemilihan sampel telah disediakan oleh peneliti dan lembar
dengan menetapkan semua subyek yang observasi yang dibuat oleh peneliti.
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel Pengumpulan data
yang diperlukan terpenuhi.
Pengumpulan data menggunakan 2
Berdasarkan desain penelitian yang dipilih instrumen yaitu yang pertama mengenai
maka besar sampel yang didapat dengan demografi untuk mengetahui karakteristik
menggunakan uji beda dua rata-rata maka responden diantaranya usia dan pendidikan,
dapat ditentukan bahwa untuk kelompok lama sakit dan jenis stroke. Kedua, berupa
control 17 sampel dan untuk kelompok lembar observasi untuk menilai kekuatan
perlakuan 17 responden. Selanjutnya otot ekstremitas atas dengan skala Lovett
Penentuan responden yang dijadikan (0-5).
sampel untuk eksperimen dan kontrol yaitu
pasien yang pertama kali datang ke Poli dan Analisa Data
bertemu dengan peneliti yang memenuhi
kriteria inklusi 17 orang pertama dijadikan Analisa data yang digunakan yaitu analisis
kelompok eksperimen dan 17 berikutnya univariat dan bivariat. Analisis univariat
dijadikan kelompok kontrol. adalah untuk menjelaskan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti dan
Penelitian dilakukan di RSUD Majalaya Analisis bivariat merupakan analisa data
kabupaten Bandung, karena di rumah sakit terhadap dua variabel penelitian yang
ini kejadian strokenya paling tinggi di diduga berhubungan menggunakan uji
wilayah Kabupaten Bandung dan belum wilcoxon karena data tidak berdistribusi
pernah ada yang melakukan penelitian normal.
mengenai mirror therapy pada stroke.

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian berupa mirror box
untuk pelaksanaan mirror therapy yang

1. Analisis univariat

Tabel 1
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Variabel Kelompok N % Mean SD Minimal Maksimal

Umur Perlakuan 17 50 60,24 3,649 53 66

Kontrol 17 50 57,06 4,616 50 65

Total 34 100

Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rata- responden termuda pada kelompok


rata umur responden untuk kelompok perlakuan berumur 53 tahun dan pada
perlakuan yaitu sebesar 60,24 tahun kelompok kontrol 50 tahun, dan umur tertua
sedangkan untuk rata-rata umur responden pada kelompok perlakuan berumur 66 tahun
untuk kelompok kontrol yaitu sebesar 57,06 dan kelompok 65 tahun.
tahun. Diketahui pula bahwa umur
Tabel 2
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Kontrol Perlakuan
Total
Variabel (n=17) (n=17)
N % N % N %
Pendidikan
SD 4 11,7 4 11,7 8 23,4
SMP 5 14,7 4 11,7 9 26,4
SMA 8 23,6 9 26,6 17 50,2
Total 17 50 17 50 34 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa


pendidikan responden baik kontrol maupun
perlakuan sebagian besar berpendidikan
SMA.

2. Analisis biariat

Tabel 5.6
Perbandingan Nilai Kekuatan Otot Ekstremitas Atas pada
Kelompok Perlakuan Sebelum dan Sesudah Intervensi

Kelompok Perlakuan N Mean p-value


Kekuatan Otot Sebelum 17 0,94
0,0001
kekuatan Otot Sesudah 17 2,65

Dari tabel di atas didapatkan nilai p


< 0,05 (0,0001 <0,05) maka Ho ditolak,
artinya terdapat pengaruh sebelum dan
setelah dilakukan intervensi pada kelompok
perlakuan.

Tabel 5.7
Perbandingan Nilai Kekuatan Otot Ekstremitas Atas pada
Kelompok Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi

Kelompok Kontrol N Mean p-value


Kekuatan Otot Sebelum 17 0,71
0,083
kekuatan Otot Sesudah 17 0,88

Dari tabel di atas didapatkan nilai p


> 0,05 (0,083 > 0,05) maka Ho gagal
ditolak, artinya tidak terdapat pengaruh
sebelum dan setelah dilakukan intervensi
pada kelompok kontrol.
Tabel 5.8
Perbandingan Nilai selisih Kekuatan Otot Ekstremitas Atas pada
Kelompok Perlakuan dan Kontrol Sebelum dan Sesudah Intervensi

Kelompok
n Mean p-value
Perlakuan + Kontrol
Selisih pre-post Kontrol 17 0,17
0,0001
Selish pre-post Perlakuan 17 1,71

Dari tabel di atas didapatkan nilai p Hasil uji normalitas didapatkan hasil uji
< 0,05 (0,0001 <0,05), maka Ha diterima, normalitas untuk kelompok perlakuan
artinya terdapat pengaruh sebelum dan sebelum dan setelah perlakuan dikatakan
setelah dilakukan intervensi pada kelompok berdistribusi tidak normal dikarenakan p-
perlakuan dan kontrol. value < 0,05, dan juga untuk kelompok
kontrol sebelum dan setelah perlakuan
Pembahasan dikatakan berdistribusi tidak normal
dikarenakan p-value < 0,05 sehingga uji
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata- pengaruh menggunakan uji Wilcoxon.
rata umur responden untuk kelompok Hasil uji Wilcoxon menunjukkan bahwa
perlakuan yaitu sebesar 60,24 tahun pada kelompok perlakuan terdapat
sedangkan untuk rata-rata umur responden pengaruh setelah dilakukan mirror therapy
untuk kelompok kontrol yaitu sebesar 57,06 dengan p < 0,05 (0,001 < 0,05). Sedangkan
tahun. Diketahui pula bahwa umur untuk kelompok kontrol didapatkan hasil
responden termuda pada kelompok bahwa tidak ada pengaruh dikarenakan nilai
perlakuan berumur 53 tahun dan pada p > 0,05 (0,083 > 0,05). Ada pengaruh
kelompok kontrol 50 tahun, dan umur tertua sebelum dan setelah dilakukan mirror
pada kelompok perlakuan berumur 66 tahun therapy pada kelompok perlakuan dan
dan kelompok 65 tahun. Hasil ini kontrol dengan p < 0,05 (0,001 < 0,05).
menunjukkan bahwa kejadian stroke
iskemik lebih banyak terjadi pada usia Stroke iskemik merupakan stroke yang
diatas 50 tahun. disebabkan oleh suatu gangguan peredaran
darah otak berupa obstruksi atau sumbatan
Kekuatan otot sebelum diberikan perlakuan yang menyebabkan hipoksia pada otak dan
paling tinggi pada kelompok perlakuan tidak terjadi perdarahan. Stroke ini ditandai
yaitu sebesar 0,94 dibandingkan dengan dengan kelemahan atau hemiparesis.
kelompok kontrol yaitu 0,71. namun dilihat
dari nilai minimal maupun maksimal Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kekuatan otot ekstremitas atas pada kejadian stroke iskemik yang diteliti
kelompok kontrol sama dengan kelompok semuanya mengalami kelemahan atau
perlakuan. hemiparesis pada ekstremitas dengan
rentang kekuatan otot ekstremitas atas 0-2
Rata-rata nilai kekuatan otot ektremitas atas dengan rata-rata kekuatan otot pada
setelah dilakukan mirror therapy pada kelompok perlakuan 0,94 dan kelompok
kelompok perlakuan yaitu sebesar 4. Rata- kontrol 0,71.
2,65 dan pada kelompok kontrol 0,88
dengan minimal kekuatan otot pada Hasil penelitian tersebut sesuai dengan
kelompok perlakuan yaitu 1 dan kelompok penelitian yang dilakukan oleh Yanti (2013)
kontrol yaitu 0 dan nilai maksimal pada mengenai perbandingan peningkatan
kelompok perlakuan yaitu 4 dan kelompok kekuatan otot pasien hemiparese melalui
kontrol yaitu 2 latihan range of motion unilateral dan
bilateral didapatkan hasil kekuatan otot
sebelum dilakukan intervensi yaitu rata-rata
1,93 dengan rentang kekuatan otot 0-2. SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Rata-rata nilai kekuatan otot meningkat


kekuatan otot setelah dilakukan perlakuan setelah dilakukan mirror terapy. Hal ini
paling tinggi pada kelompok perlakuan dapat di lihat dari kekuatan otot ektremitas
yaitu sebesar 2,65 dibandingkan dengan atas setelah dilakukan mirror therapy pada
kelompok kontrol yaitu 0,88. kelompok perlakuan yaitu sebesar 2,65 dan
pada kelompok kontrol 0,88.
Hasil penelitian di atas sejalandengan Pada kelompok perlakuan terdapat
penelitian yang dilakukan oleh Hwanhee pengaruh setelah dilakukan mirror therapy
Kim (2015) dengan judul Investigation of dengan p < 0,05 (0,0001 < 0,05).
the effect of mirror therapy on the upper Sedangkan untuk kelompok kontrol
extremity functions of stroke patient using didapatkan hasil bahwa tidak ada pengaruh
the manual function test didapatkan hasil dikarenakan nilai p > 0,05 (0,083 > 0,05).
bahwa setelah dilakukan intervensi
sebanyak 20 kali dan dilakukan 30 menit Saran bagi pelayanan keperawatan supaya
setiap kali intervensi didapatkan hasil ada Mirror therapy dapat dijadikan intervensi
pengaruh peningkatan kekuatan otot asuhan keperawatan dalam meningkatkan
sebelum dan setelah dilakukan mirror kekuatan otot pasien stroke, membuat
therapy. pelatihan mengenai mirror therapy bagi
perawat di ruang perawatan dan poli
KETERBATASAN PENELITIAN neurologi, membuat SOP (Standar
Operasional Prosedur) untuk pasien yang
Penelitian ini merupakan penelitian quasi mengalami stroke iskemik hemiparese
ekperimental. Pada metode peneliti ini tidak maka harus dilakukan mirror therapy selain
dilakukan pemilihan pasangan serasi diberikan obat. Bagi pendidikan
(matching) sehingga rata-rata sebelum keperawatan agar Membuat materi tentang
dilakukan mirror therapy pada kelompok mirror therapy yang bisa digunakan untuk
kontrol dan perlakuan tidak sama. alternatif pengobatan kelemahan kekuatan
Kemudian peneliti tidak mengendalikan apa otot ekstremitas atas, melakuan
yang dilakukan responden di luar penyebarluasan informasi dan pengetahuan
kunjungan terstruktur sehingga ada tentang mirror therapy melalui seminar-
kemungkinan responden melakukan lagi seminar dan workshop keperawatan. Bagi
mirror therapy di luar jadwal yang akan peneliti selanjutnya diharapkan bisa
menyebabkan perbedaan intensitas latihan mengkaji peningkatan kekuatan otot dengan
mirror therapy pada masing-masing mirror therapy yang sebelumnya dilakukan
responden. Kondisi stroke tergantung pada matching (keserasian seperti kekuatan otot
area otak yang mengalami kerusakan, maka yang sama, ruang dan sarana yang sama,
diperlukan adanya data penunjang (hasil CT dukungan keluarga dan penyakit penyerta
Scan atau MRI) yang memperlihatkan area yang sama), di samping itu peneliti harus
otak yang mengalami gangguan. Peneliti memiliki data hasil CT-Scan atau MRI
tidak melakukan tinjauan terhadap hal untuk mengetahui area otak yang
tersebut, sehingga untuk peneliti mengalami gangguan dapat di ketahui
selanjutnya bisa melakukan pengkajian dengan jelas sehingga arah penelitian
dengan mempertimbangkan area otak yang semakin jelas.
mengalami gangguan.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, M. (2011). Pengaruh akupresur Carey LM. (2012). Task-specific training:


terhadap kekuatan otot dan rentang evidence for and translation to
gerak ekstremitas atas pada pasien clinical practice. Occupational Therapy
stroke pasca rawat inap di RSUP International;16(3-4):175-89.
Fatmawati Jakarta. Tesis Fakultas Diwanto. (2013). Panduan praktis
Ilmu Keperawatan Medikal Bedah diagnosis dan tata laksana penyakit
Universitas Indonesia Depok saraf. Jakarta: EGC.
Agostoni. (2012). Recurrent angina after Doenges. (2013). Rencana asuhan
coronary revascularization: a keperawatan : pedoman untuk
clinical challenge. European Heart perencanaan dan
Journal. 28: 1057-1065. pendokumentasian perawatan
Alligood & Tomey . (2010). Nursing pasien. Jakarta : EGC
theorist and their work. 6th Edition, Fagan & Hess. (2012), Stroke dalam dipiro,
ST. Louis: Mosby Elsevier, Inc J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C.,
American Heart Association. (2016). Heart Matzke, G., Wells, B.C., & Posey,
disease & stroke statistics – L.M., 2008, Pharmacotherapy: A
2016Update. Dallar, Texas: Pathophysiologic Approach,
American Heart Association seventh Edition, Appleton and
Ariesen. (2012). Risk factors for Lange New York.
intracerebral hemorrhage in the Gage., et al., (2012). Benzodiazepine use
general population: a systematic and risk of dementia: prospective
review. Stroke; a journal of cerebral population based study. BMJ; 345
circulation, 34(8), pp.2060–5. Gofir. (2014). Manajemen stroke.
Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian, Yogyakarta: Pustaka Cendekia
suatu pendekatan praktik, Jakarta: Press
Rineka Cipta Goldstein. (2011). Primary prevention of
Bastian. (2011). Rehabilitasi stroke. RS. ischemic stroke. Stroke Journal, 37:
Mitra Keluarga, Depok. [Online]. 1583-1633.
Diakses dari: Goldszmidt. (2013). Stroke essentials,
http://www.mitrakeluarga.com/dep second edition. Jones and Bartlett
ok/rehabilitasi-stroke/# (5 April Publishers, LLC 40 Tall Pine
2013). Drive, Sudbury, MA 0177
Brainin, M., Heiss, W., (2013). Textbook of Hankey. (2013). Your question answered
stroke medicine. Cambridge stroke, Harcourt Publisher Limited,
University Press, Cambridge Perth, Australia.
Cahyati. (2011). Perbandingan latihan Hudak Gallo. (2010). Keperawatan kritis
ROM unilateral dan latihan ROM pedekatan holistik, Edisi VI.
bilateral terhadap kekeuatan otot Jakarta: EGC.
pasien hemiparese akibat stroke Hwanhee. (2015). Investigation of the
iskemik di RSUD kota tasikmalaya effects of mirror therapy on the
dan RSUD kab. ciamis. Thesis upper extremity functions of stroke
tidak dipublikasikan. Jakarta : patients using the manual function
FKUI. test. Journal Departement of
Cahyati,(2013). Perbandingan Peningkatan Physical Theraphy, Kangwon
Kekuatan Otot Pasien Hemiparese National University, Republic of
melalui Latihan Range of Motion Korea.
Unilateral dan Bilateral. Jurnal Kemenkes. (2013). Angka kejadian stroke.
Keperawatan Indonesia Volume 16 Jakarta: Kemenkes RI
No. 1
Lannywati, G. (2016). Faktor Resiko Snehal. (2015). Effectiveness of Mirror
Dominan Penderita Stroke di Therapy to Improve Hand
Indonesia. Jurnal Penelitian Functions in Acute and Subacute
Kesehatan Volume 44 No. 1. Stroke Patients. Journal
Levine. (2011). Stronger after stroke: Department of Physiotherapy, Pad
panduan lengkap dan efektif terapi Dr. Vithalrao Vikhe Patil
pemulihan stroke. Alih bahasa: Physiotherapy, Ahmednagar,
Rika Iffiati Farihah. Jakarta: Etera Maharashtra, India
Lewis. (2013). Medical surgical nursing; Sugiyono. (2016). Metode penelitian
assesment and management of kualitatif dan kualitatif. Bandung:
clinical problems, Mosby, Alfabeta
Philadelphia Sweetman, S.C., (2013), Martindale the
Lingga. (2013). All about stroke hidup complete drug reference, Thirty
sebelum dan pasca stroke, Jakarta: Sixth Edition, Pharmaceutical
PT. Elex Media Kompitindo Press, New York
Lumbantobing. (2014). Stroke. Jakarta: Sylvia, A. P., and Lorraine M. W., (2015).
Balai Penerbit FKUI Patofisiologi: konsep klinis proses-
Misbach. (2011). Stroke: aspek diagnostik, proses penyakit, volume 2. Jakarta:
patofisiologi, manajemen. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Badan Penerbit FKUI Valente. (2015). Restless legs syndrome :
Mulyatsih. (2011). Stroke, petunjuk praktis diagnosis, epidemiology,
bagi pengasuh dan keluarga klien classification and consequences.
pasca stroke. Jakarta : FKUI. 1994 Neurol Sci 28:S36-S46.
Noviada, R. (2014). Faktor yang Waghavkar. (2015). Effectiveness of mirror
berhubungan dengan Pengetahuan therapy to improve hand functions
tentang Stroke pada Pekerja in acute and subacute stroke
Institusi Pendidikan Tinggi. Jurnal patients. Department of
Berkala Epidemiologi Volume 2 Physiotherapy, Pad Dr. Vithalrao
No. 1. Vikhe Patil Physiotherapy,
Nursalam. (2013). Pendekatan praktis Ahmednagar, Maharashtra, India
metodologi riset keperawatan. Wasisto. (2014). Peningkatan mutu
Jakarta: Info Medika pelayanan rumah sakit. Jakarta:
Potter, P.A, Perry, A.G. (2013). Buku ajar Cermin Dunia Kedokteran
fundamental keperawatan : konsep, WHO. (2015). Global burden of stroke.
proses, dan praktik. Edisi world health organization; 2007.
4.Volume 2. Alih Bahasa : Renata Available from: URL: HIPERLINK
Komalasari, dkk. Jakarta: EGC http://www.who.int/
Rothwell, P.M., (2012). Systematic review cardiovascular_disease/
of methods and result of studies of en/cvd_atlas_15_burden_stroke.p
the genetic epidemiology of df,diunduh pada Senin, 25 July
ischemic stroke. Journal Stroke 35: 2011 jam 9.11PM
212-227 Wiwit. (2010). Stroke & penanganannya.
Sastroasmoro. (2013). Dasar-dasar Jogjakarta : Katahati
metodologi penelitian klinis edisi 3. Yayasan Stroke Indonesia, (2012). Data
Jakarta: Sagung Seto kejadian stroke di indonesia.
Sengkey, L. (2014). Mirror therapy in Jakarta: Yayasan Stroke Indonesia
stroke rehabilitation. Jurnal Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Fakultas Kedokteran Universitas
Sam Ratulangi Manado

You might also like