You are on page 1of 12

Jurnal Anestesiologi Indonesia

PENELITIAN
Efek Dexmedetomidine 0,2 ug/kgbb Intravena terhadap Insiden Delirium
saat Pulih Sadar dari Anestesi Umum pada Pasien Pediatrik

The Effect of Dexmedetomidine 0,2 ug/kgBB Intravenous to Incidence


of Awakening Delirium from General Anesthesia in Pediatric Patients

Cahya Hendrawan*, Syafri Kamsul Arif*


*Bagian Anestesiologi, Perawatan Intensif dan Manajemen Nyeri Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

ABSTRACT
Background : Dexmedetomidine gives sedation effect, analgesic and anxiolitik after
intravenous administration. Isoflurane and Sevoflurane associated with delirium effect
when awakening from general anesthesia. This research using placebo as control, we
evaluate delirium effect from single dose dexmedetomidine when awakening from
general anesthesia with Isoflurane as inhalation agent in pediatric patients whom
undergo elective operation.
Method: This is a double blind research. There are 46 children (age 3-10 years old)
selected randomly had dexmedetomidin 0,2 ug/kg weight or placebo before the surgery
ended. One hour after surgery, we evaluate delirium score. We noted ekstubation time,
awakening, and side effect from dexmedetomidin. We also asessed post operative pain
using objective pain scale (OPS).
Result: The delirium effect when awakening from general anesthesia in the group
given dexmedetomidine are better than the placebo group (P<0,05). Post operative
pain are similar in both groups. Ekstubation time and awakening time in
Dexmedetomidin group are longer than placebo group, but not qualified statistically.
No side effect (hypotension and bradicardia) in both groups.
Conclusion: We conclude that dexmedetomidine 0,2 ug/kgBB intravenous proven to
minimize delirium incidens when awakening from general anesthesia with isoflurane
with childen undergo elective surgery.
Keyword: dexmedetomidine, delirium, isofluran, anesthesia

ABSTRAK
Latar Belakang: Dexmedetomidine memberikan efek sedasi, analgesia, dan anxiolitik
setelah pemberian intravena. Isofluran dan sevofluran dihubungkan dengan angka
kejadian delirium saat pulih sadar dari anestesi umum pada pasien pediatrik. Pada
penelitian dengan menggunakan placebo sebagai kontrol, kami mengevaluasi efek dari
dosis tunggal dexmedetomidine pada delirium saat pulih sadar dari anestesi umum

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 71


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pada pasien pediatrik yang menjalani pembedahan elektif menggunakan anestesi


umum dengan isofluran.
Metode: Pada penelitian acak tersamar ganda ini , 46 anak (usia 3-10 tahun) dipilih
secara acak mendapatkan dexmedetomidin 0,2ug/kgBB atau placebo pada akhir
pembedahan. Semua pasien mendapatkan obat anestesi yang standar. Setelah
pembedahan, nilai delirium saat pulih sadar dari anestesi umum diukur sampai 1 jam
pascabedah. Waktu ekstubasi, waktu pulih sadar, dan efek samping dari
dexmedetomidine dicatat. Setelah pembedahan nyeri pasien diukur dengan
menggunakan objective pain scale (OPS) .
Hasil: Nilai delirium saat pulih sadar dari anestesi umum pada kelompok
dexmedetomidine lebih baik daripada kelompok placebo (P<0,05). Nilai nyeri sama
pada kedua kelompok (P>0,05). Waktu ekstubasi dan waktu pulih sadar lebih panjang
pada kelompok dexmedetomidin tetapi tidak bermakna secara statistik (P>0,05). Tidak
ada efek samping (hipotensi dan bradikardi) pada kedua kelompok.
Kesimpulan: Kami menyimpulkan bahwa Dexmedetomidine 0,2ug/kgBB intravena
dapat mengurangi insiden delirium saat pulih sadar dari anestesi umum dengan
isofluran pada anak yang menjalani pembedahan elektif.
Kata kunci: dexmedetomidine, delirium, isofluran, anesthesia

PENDAHULUAN menjalani prosedur pembedahan dengan


Kejadian delirium saat pulih sadar pada anestesi umum dengan gas inhalasi
anak merupakan suatu fenomena bersifat isofluran.
akut yang dapat berhenti sendiri (5-15
menit) namun dapat bertambah parah METODE
apabila tidak ditangani dengan segera Jenis penelitian ini merupakan penelitian
dan dapat mengakibatkan trauma yang acak tersamar ganda. Pada penelitian ini
berarti pada anak.1,2 melibatkan 46 pasien anak. Kriteria
Dexmedetomidine merupakan alpha2 inklusi meliputi: pasien status fisik ASA
reseptor agonis telah banyak dikaitkan I-II, usia 3-10 tahun, akan menjalani
dapat menurunkan emergence delirium pembedahan elektif dengan tehnik
dengan pemberian dosis tunggal anestesi umum, setuju ikut serta dalam
intravena.3 penelitian, belum pernah menjalani
Penelitian ini dilakukan untuk proses pembedahan sebelumnya, dan ada
membuktikan hipotesis bahwa persetujuan dari dokter primer yang
pemberian dexmedetomidine 0,2 ug/ merawatnya. Kriteria ekslusi meliputi
kgBB intravena dosis tunggal sebelum riwayat alergi terhadap obat yang
ekstubasi dapat menurunkan insiden digunakan, menderita retardasi mental,
delirium saat pulih sadar dari anestesi menderita gangguan pertumbuhan,
umum pada pasien pediatrik yang menderita penyakit neurologis dan atau

72 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

psikiatrik, adanya gangguan hati dan sampai 1 jam.


ginjal. Skor delirium pada saat pulih sadar
Ruang lingkup keilmuan: Anestesiologi dinilai dengan menggunakan skor yang
dan Terapi Intensif Rumah Sakit diperkenalkan oleh Watcha dkk. Dan
Wahidin Sudirohusodo Makassar. skor nyeri obyektif diukur berdasarkan
Ruang lingkup waktu pada bulan Hanallah dkk untuk menilai nyeri. 4
Januari sampai Februari 2013. Populasi Anak dengan skor 3 atau 4 dinyatakan
terjangkau semua pasien yang berumur mempunyai episode delirium pada saat
antara 3-10 tahun di Rumah Sakit pulih sadar dari anestesi umum. Untuk
Wahidin Sudirohusodo Makassar. skor nyeri obyektif, setiap skor dari
Pasien dibawa ke kamar operasi dan masing-masing item kemudian
diinduksi dengan sevofluran, jalur dijumlahkan untuk memperoleh nilai
intravena dipasang, pasien diberikan total dari OPS (Objectif pain score).
premedikasi dengan Sulfat atropin (SA) Skor OPS < 6 memberi kesan tidak
0,1% sebanyak 0,01 mg/kgBB adanya nyeri dan tidak memerlukan
intravena, fentanyl 1 μg/kgBB kemudian pemberian tambahan analgetik,
jalan napas diamankan dengan intubasi sementara skor ≥6 mengindikasikan
endotrakeal dengan atrakurium 0,5 mg/ pasien dalam keadaan nyeri dan sangat
kgBB intravena sebagai pelumpuh otot. penting untuk memberikan analgetik
Pemeliharaan anestesi dengan isofluran tambahan. Efek samping berupa
1-1,5 vol% dan fentanyl 0,5 ug/kgBB/30 hipotensi dan bradikardi serta waktu
menit, dan diberikan paracetamol 10 ekstubasi dan buka mata dicatat.
mg/kgBB intravena. Pada saat operasi Data yang diperoleh diolah dan hasilnya
selesai, kelompok perlakuan diberikan ditampilkan dalam bentuk narasi, tabel
dexmedetomidine 0,2 ug/kgBB atau grafik. Analisis statistik
intravena dosis tunggal yang dilarutkan menggunakan program SPSS 17 for
dengan NaCl 0,9% menjadi 5 cc dan windows. Data diuji dengan uji T dan uji
diberikan dalam waktu 5 menit dan Mann Whitney. Tingkat kepercayaan
kelompok kontrol diberikan Nacl 0,9 % 95% dan dianggap bermakna bila p <
(placebo) intravena dengan volume yang 0,05.
sama dan diberikan dalam waktu 5
menit, pasien diekstubasi dan ditransfer HASIL
ke Post Anesthesia Care Unit (PACU). Semua pasien digolongkan dengan status
Di PACU dilakukan pencatatan denyut gizi : 1. Status gizi buruk dengan IMT
jantung, Mean arterial presure (MAP), (indeks masa tubuh) < 70%, 2. Status
SpO2, dan skor delirium saat pasien gizi kurang dengan IMT 70%-90%, 3.
pulih sadar post operasi (PO). Status gizi cukup dengan IMT 90%-
Pencatatan secara serial yaitu: P5 (PO + 110%, 4. Overweight dengan IMT 110%
5 menit), P10 (P0+10 menit), P15 (PO + -120%, dan 5. Obesitas dengan IMT
15 menit) kemudian tiap 15 menit >120%. Sementara untuk jenis

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 73


Jurnal Anestesiologi Indonesia

pembedahan digolongkan menjadi: 1. skor ini terdapat 5 kategori yaitu tekanan


Operasi THT, 2. Operasi mata, 3. darah, menangis, pergerakan, agitasi, dan
Operasi orthopedi, 4. Operasi Urologi, verbal akan nyeri. Dimana masing-
dan 5. Operasi bedah umum masing kategori mempunyai 3 skala
Semua pasien yang memenuhi kriteria penilaian mulai dari 0 sampai 2. Masing
inklusi dilakukan prosedur pembedahan masing kategori dinilai dan dijumlahkan
dengan general anestesi dengan gas untuk mendapatkan skor akhir dan dapat
anestesi isofluran. Tidak ada perbedaan diinterpretasi. Interpretasi dari skor ini
yang bermakna antara kedua kelompok terdiri dar 2 parameter yaitu kurang dari
penelitian dilihat dari jenis karakteristik 6 yang berarti pasien dinilai tidak nyeri
sampel (Tabel. 3). Didapatkan waktu dan lebih atau sama dengan 6 dikatakan
ekstubasi dan buka mata lebih lama nyeri dan dibutuhkan suatu analgetik
pada kelompok Dexmedetomidine tambahan. Pada penelitian ini semua
(Tabel. 4) namun tidak bermakna secara sampel baik pada kelompok
statistik (p >0,05). Kestabilan Dexmedetomidine maupun pada
hemodinamik pada kedua kelompok kelompok Saline mempunyai skor nyeri
perlakuan tetap terjaga dan tanda vital obyektif < 6 dan tidak bermakna secara
tetap terpelihara antara 20% dari tanda statistik.5,6,7
vital basal baik saat pemberian obat
maupun selama observasi di PACU. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini didapatkan pasien Penelitian ini memperlihatkan bahwa
yang mengalami episode delirium 1 pemberian Dexmedetomidine 0,2 ug/
orang pada Kelompok kgBB intravena dosis tunggal sebelum
Dexmedetomidine (D) (4,3%) dan 11 ekstubasi mampu menurunkan insiden
orang pada Kelompok Salin (S) (47%) dari delirium saat pulih sadar dari
dan hanya 1 orang yang mendapatkan anestesi umum pada pasien pediatrik
resque midazolam pada Kelompok S Delirium saat pulih sadar didefinisikan
karena skor delirium 4. Dan didapatkan sebagai suatu keadaan dimana terjadi
perbedaan yang bermakna (P<0,05) disosiasi dari kesadaran dimana anak
pada skor pulih sadar dari anestesi menjadi tidak bisa ditenangkan, cengeng,
umum (ED score) pada setiap waktu tidak kooperatif, menangis.2,8
observasi. Nilai skor OPS sama pada Banyak faktor yang diduga dapat
kedua kelompok (p>0,05). mempengaruhi timbulnya delirium saat
Untuk menilai nyeri pascabedah pada pulih sadar dari anestesi umum pada
sampel kelompok penelitian, peneliti pasien pediatrik antara lain kehadiran
menggunakan skor yang diciptakan oleh orang tua pada saat pemulihan. Weldon
Hannalah dkk yang banyak digunakan dkk memperlihatkan bahwa insiden
pada berbagai macam penelitian delirium pada saat pulih sadar dari
termasuk juga pada penelitian yang anestesi umum menurun dengan
berhubungan dengan delirium. Pada kehadiran orang tua di PACU. Pada

74 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

penelitian ini kami tidak menghadirkan intravena intraoperasi yang diharapkan


orang tua pasien di PACU untuk dapat menurunkan risiko faktor nyeri.
menyeragamkan perlakuan pada kedua Selain paracetamol opioid intravena 0,5-
kelompok penelitian.5,9 1 ug/kgBB tiap 30 menit intravena juga
Jenis operasi juga merupakan faktor diberikan untuk menghindari nyeri
yang diduga dapat menjadi faktor risiko intraoperatif. Dari penelitian ini faktor
munculnya delirium saat pulih sadar dari nyeri dapat ditekan dimana skor nyeri
anestesi umum pada pasien pediatrik. obyektif pada semua sampel penelitian <
Voepel lewis dkk (2003) melakukan 6 dan tidak bermakna secara statistik.4
suatu penelitian prospektif yang Pemeliharaan anestesi dengan agen
memperlihatkan bahwa operasi inhalasi isofluran dinyatakan mempunyai
otolaryngologic merupakan faktor risiko pengaruh yang sama dalam
independen terhadap kejadian delirium menimbulkan delirium pada saat pulih
saat pulih sadar dari anestesi umum. sadar dari anestesi umum pada pasien
Pada penelitian ini, peneliti tidak dapat pediatrik dengan gas inhalasi sevofluran.
membuat sampel penelitian mempunyai Dimana isofluran dapat meningkatkan
jenis operasi yang sama karena kadar norepinefrin dalam tubuh yang
kurangnya kasus operasi merupakan salah satu pemicu terjadinya
otolaryngologic pada pasien pediatrik di delirium.11
rumah sakit peneliti. Namun dari data Banyak instrumen atau alat bantu yang
penelitian sebaran jenis operasi pada digunakan untuk menilai delirium saat
kedua kelompok penelitian dapat pulih sadar dari anestesi umum pada
dikatakan sama dan tidak bermakna pasien pediatrik antara lain Pediatric
secara statistik. 10 anesthesia emergence delirium scale
Nyeri juga dikatakan sebagai faktor (PAEDS), skor menurut Watcha dkk,
risiko munculnya delirium saat pulih dan skor menurut Cravero dkk. Samira
sadar dari anestesi umum. Beberapa dkk (2010) yang meneliti tentang
penelitian telah dilakukan untuk perbandingan skala delirium pada saat
mempelajari efek kausal dari nyeri dan pulih sadar dari anestesi umum dengan
delirium saat pulih sadar dan untuk menggunakan 3 skala yang berbeda yaitu
menurunkan insiden dari delirium saat skala PAEDS, skala menurut Watcha,
pulih sadar dari anestesi umum dengan dan skala menurut Cravero, mereka
jalan menangani nyeri dengan berbagai menyimpulkan bahwa ketiga skala yang
modalitas yang berbeda seperti digunakan masing-masing mempunyai
pemberian NSAID dan paracetamol korelasi yang saling berhubungan dan
seperti yang dilakukan oleh Gueller dkk. mempunyai keterbatasan masing-masing
Pada penelitian ini Gueller dkk dalam menilai delirium saat pulih sadar
memberikan analgetik paracetamol. dari anestesi umum. Namun skala
Pada penelitian ini peneliti juga menurut Watcha dkk merupakan skala
memberikan paracetamol 10 mg/kgBB yang paling sederhana yang dapat

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 75


Jurnal Anestesiologi Indonesia

digunakan dalam praktik klinis dan Dexmedetomidine juga mempunyai efek


mempunyai sensitivitas dan spesivitas sentral berupa aktivasi pusat vasomotor
yang lebih tinggi dibandingkan dengan medula yang akan menurunkan
skala yang lain. Oleh karena inilah katekolamin sehingga akan dapat
peneliti memilih skala menurut Watcha mencegah peningkatan katekolamin
karena dianggap paling sederhana dan akibat gas anestesi inhalasi pembedahan,
mudah diterapkan di rumah sakit kami. dan proses ekstubasi. Dexmedetomidine
12
mempunyai efek defosforilasi ion chanel
Dexmedetomidine, seperti halnya α 2- yang menurunkan aktivitas neuronal
adrenoreseptor agonis yang lain yang akan menyebabkan sedasi dan
mempunyai efek sedasi, anxiolitik, dan anxiolitik, juga dapat menstimulasi
analgetik. Efek sedasi didapatkan oleh α parasimpatis dan inhibisi simpatis di
2-adrenoreseptor agonis tidak batang otak sehingga menyebabkan
bergantung secara primer terhadap sedasi dan anxiolitik. Efek dari
aktivasi dari γ-aminobutyric acid Dexmedetomidine inilah yang
(GABA) reseptor, seperti yang merupakan salah satu penyebab waktu
dihasilkan oleh sedatif lainnya seperti ekstubasi dan waktu pulih sadar dari
benzodiazepines dan propofol. Tempat anestesi umum pada Kelompok
aksi primer dari α 2-adrenoreseptor Perlakuan menjadi lebih lama namun
agonis ini adalah pada locus cereleous tidak bermakna secara statistik yaitu
bukan pada corteks cerebral. Hal inilah waktu ekstubasi (p 0,559) dan waktu
yang menjadi alasan kenapa obat pulih sadar (p 0,062). Hal ini sesuai
golongan ini menghasilkan jenis sedasi dengan penelitian yang dilakukan oleh
yang berbeda dibandingkan Gueller dan kawan kawan (2005).
benzodiazepines dan propofol.13 Namun berbeda dengan yang ditemukan
Dari hasil penelitian terhadap 2 oleh Ibacache ME (2004) dimana dia
kelompok sampel penelitian ditemukan melakukan penelitian dengan
adanya perbedaan yang signifikan antara menggunakan Dexmedetomidine 0,3 ug/
Kelompok Perlakuan dan Kelompok kgBB dosis tunggal sesaat setelah
Plasebo (P<0,05). Hal ini membuktikan induksi dan tidak mendapatkan adanya
bahwa Dexmedetomidine dosis 0,2 ug/ pemanjangan waktu ekstubasi maupun
kgBB dapat menurunkan insiden dari pulih sadar. Hal ini kemungkinan
delirium saat pulih sadar dari anestesi diisebabkan karena adanya perbedaan
umum pada pasien pediatrik, hal ini waktu penyuntikan dexmedetomidine,
disebabkan karena Dexmedetomidine dimana peneliti menyuntikkan
mempunyai beberapa efek yaitu efek Dexmedetomidine sebelum ekstubasi,
terhadap aktivasi α2 adrenergik di sementara Ibacache menyuntikkan
dorsal horn dan spinal cord yang dapat Dexmedetomidine sesaat setelah induksi
menghambat pelepasan substansi P dan anestesi. 4,8,14
akan mengurangi nyeri.

76 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 1. Skor emergence delirium menurut Watcha dkk

Skor Deskripsi
0 Anak tidur
1 Anak tenang
2 Anak menangis tapi masih dapat

3 Anak menangis dan susah ditenangkan


4 Agitasi dan atau delirium

Tabel 2. Skor nyeri obyektif berdasarkan Hanallah dkk

Observasi Kriteria Poin


Tekanan darah 10% dari nilai basal 0
>20% dari nilai basal 1
>30% dari nilai basal 2
Menangis Tidak menangis 0
Menangis, namun berhenti dengan bujukan 1
Menangis, dan tidak berhenti dengan bujukan
2
Pergerakan Tidak ada 0
Gelisah 1
Tak terkendali 2
Agitasi Tidur atau tenang 0
Agitasi ringan 1
Histeria 2
Verbal akan nyeri Tidur atau tanpa keluhan nyeri 0
Mengeluh ada nyeri namun tidak bisa 1
menunjukkan
Mengeluh ada nyeri dan bisa menunjukkan
2

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 77


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 3. Karakteristik Sampel

Kelompok D Kelompok S
Parameter P
(n = 23) (n = 23)

Umur (tahun)1 7,17 ± 2,146 7,17 ± 2,289 1,000

Jenis kelamin (L/P)2 15 / 8 18 / 5 0,526

ASA PS (I/II)2 2 / 21 3 / 20 0,386

Status gizi (1/2/3/4/5)2 0 / 2 / 20 / 1 / 0 0 / 2 /20 / 1 / 0 1,000

Durasi operasi (menit)1 85,65 ± 21,122 80,96 ± 21,438 0,458

Jenis operasi (1/2/3/4/5)2 2/4/6/7/4 2/3/6/8/4 0,451

1
Uji t – independent, 2uji mann – whitney U
Keterangan: Kelompok D = Kelompok Dexmedetomidine, Kelompok S = Kelompok Saline

Gambar 1. Hubungan antara waktu pengamatan dengan jumlah pasien dengan tingkat delirium
masing-masing pada kelompok Dexmedetomidine, pada grafik ini dapat dilihat pada setiap waktu
observasi sebagian besar sampel memiliki skala 0 sampai 1, hanya 1 orang yang memiliki skala 3.

78 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Gambar 2. Hubungan antara waktu pengamatan dengan jumlah pasien dengan tingkat delirium
masing-masing pada kelompok kontrol, pada grafik ini dapat dilihat sebagian pasien pada awal
waktu observasi (sampai P 15) memiliki ED score ≥ 3 .

Tabel 4. Penilaian nyeri objektif pascabedah

Kelompok D Kelompok S
Variabel p
<6 ≥6 <6 ≥6

OPS0 23 0 23 0 1,000

OPS5 23 0 23 0 1,000

OPS10 23 0 23 0 1,000

OPS15 23 0 23 0 1,000

OPS30 23 0 23 0 1,000

OPS45 23 0 23 0 1,000

OPS60 23 0 23 0 1,000

*Uji mann-whitney; p>0,05 dinyatakan tidak bermakna pada setiap waktu observasi

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 79


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Tabel 5. Waktu ekstubasi dan pulih sadar

Gambar 3. Grafik waktu ekstubasi dan pulih sadar dari anestesi umum antara kelompok
Dexmedetomidine (D) dan kelompok Saline (S) yang tidak bermakna secara statistik

80 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

SIMPULAN agitation after sevofluran


Insiden kejadian delirium pada saat anesthesia in children. Anesth
pulih sadar dari anestesi umum pada Analg 2004;98(1):60-63.
6. Malviya S. Assessment of pain in
pasien pediatrik lebih rendah pada children. Presennted at SPA annual
kelompok Dexmedetomidine 0,2 ug/ meeting. 2006: 3-6
kgBB intravena dosis tunggal sebelum 7. McClain BC. Newer modalities for
ekstubasi dibandingkan dengan pain managements. Presented at
kelompok normal saline 0,9%, waktu SPA Annual Meeting. 2006: 1-6.
8. Mountain BW, Smithson L,
ekstubasi dan waktu pulih sadar dari Cramolini M, Wyatt TH, Newman
anestesi umum pada pasien pediatrik M. Dexmedetomidine as a
pada kelompok Dexmedetomidine 0,2 pediatric anesthetic premedication
ug/kgBB lebih lama secara klinis namun to reduce anxiety and to deter
tidak bermakna secara statistik, dan emergence delirium. AANA J
2011;79(3):219-23.
tidak ditemukan adanya efek samping 9. Weldon BC, Watcha MF, White
berupa hipotensi dan bradikardi dengan PF. Oral midazolam in children:
pemberian Dexmedetomidine 0,2 ug/ effect of time and adjunctive
kgBB intravena dosis tunggal. theraphy. Anesth Analg 1992;75(5)
51-55.
10. Mountain BW, Smithson L,
DAFTAR PUSTAKA Cramolini M, Wyatt TH, Newman
1. Lewis TV, Malviya S. A M. Dexmedetomidine as a
prospective cohort study of pediatric anesthetic premedication
emergence agitation in the to reduce anxiety and to deter
pediatric postanesthesia care unit. emergence delirium. AANA J
Anesth Analg 2003;96:1625-30. 2011;79(3):219-23.
2. Mason LJ. Emergece delirium. In: 11. Meyer RR, Munster P, Werner C,
Pitfalls of pediatric anesthesia, Barmbrink AM. Isofluran is
New York: Loma Linda associated with a similar incidence
University Publisher;2010.p.150- of agitation/delirium as sevofluran
5. in young children: a randomised
3. Guler G, Akin A, Tosun Z, Ors S, controlled study. Pediatr Anesth
Esmaoglu A, Boyaci A. Single- 2007;17(1):56-60
dose dexmedetomidine reduces 12. Samira A, Bajwa FR, Fanzcha DC,
agitation and provides smooth Allan M. A Comparison of
extubation after pediatric emergence delirium scales
adenotonsillectomy. Pediatric following general anesthesia in
Anesthesia 2005;15:762-6 children. Pediatr Anaesth J
4. Syukry M, Cain JG. 2010;20(8):704-11
Dexmedetomidine prevents and 13. Tobias JD. Dexmedetomidine:
treats agitation, delirium, and Applications in pediatric critical
withdrawl. Int J Trauma 2007;17 care and pediatric anesthesiology.
(1):24-6. Pediatr Crit Care Med 2007;8:115-
5. Ibacache ME, Munoz HR, 131
Brandez V, Morales AR. Single 14. Aarts A, Hagen VV, Russchen H.
dose dexmedetomidine reduce Does pharmacologic treatment

Volume V, Nomor 2, Tahun 2013 81


Jurnal Anestesiologi Indonesia

prevent children from emergence


agitation after sevofluran
anesthesia? a systematic review.
Eras J Med 2012;2(2):24-8.

82 Volume V, Nomor 2, Tahun 2013

You might also like