You are on page 1of 18

PENGHAYATAN TERHADAP KONSEP KETUHANAN PADA

MASYARAKAT HINDU DI LOMBOK

Oleh:
Jro Ayu Ningrat 1
ayuningrat405@gmail.com

Abstract
This paper is the result of research that aims to study the appreciation of the
concept of divinity in Hindu societies in Lombok. This research was designed in a
qualitative descriptive study to reveal the dimension of appreciation of the concept of
divinity in Hinduism in Lombok. Based on the results of this study it was found that the
implementation of religion in the midst of the life of the Hindu community in Lombok
has similarities with the implementation of Hindu religion in Bali. The similarity is
caused by several factors. First, Hindu societies in Lombok are migrants, most of whom
migrated to Lombok after the Karangasem Kingdom arranged for social, cultural and
religious life around the 16th century when there was an expansion of power to Lombok.
Second, the reference sources used as guidelines for implementing religion by the
Balinese in Lombok are almost the same as the reference sources used by their ancestors
in Bali. Third, there is a policy from the royal government to implement a system in the
form of a pasuara that is related to the implementation of Hinduism in Balinese
communities in Lombok. Fourth, other factors that support, especially those related to
the cultural adaptation of Balinese people with their new settlements in Lombok.
The implementation of Hinduism in Lombok which uses the identity of the
mention of the divine aspect with local dimensions is not released by the existence of
divine concepts in the belief system of the Hindu community in Bali. With regard to that
the existence of a divine identity that is not found in reference to the Vedic scriptures is
a local wisdom that is used to appreciate the aspect of divinity so that the relationship
between local Hindus and supernatural powers is closer. This is also based on the
teachings conveyed by the Siwatattwa teaching that teach the dimension of divinity by
giving a term that is very familiar with the life of the people of the archipelago. There is
no belief in the aspect of divinity called local identity in relation to this matte r in the
scriptures. Vedas are not a mistake, but a truth that grows within Hindus on the basis of
their respective beliefs. In line with that, it should not be a matter of difference in the
mention of the name of God because of the nature of God that the versatile Brahman has
many names according to the way Hindus live it. The most important thing in this context
is that the implementation of Hinduism as implemented by the Balinese people in Lombok
has essentially carried out the teachings of the Vedic scr iptures that have been internally
integrated with local culture.
Keywords: appreciation, divine aspects, symbols, Hinduism

Abstrak

1
Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar
Tulisan ini merupakan hasil penelitian yang bertujuan untuk melakukan kajian terhadap
penghayatan terhadap konsep ketuhanan pada masyarakat Hindu di Lombok. Penelitian ini
dirancang dalam penelitian deskriptif kualitatif untuk mengungkap dimensi penghayatan konsep
ketuhanan dalam kehiaupan beragama Hindu di Lombok. Berdasarkan hasil penelitian ini
ditemukan bahwa pelaksanaan agama di tengah kehidupan masyarakat Hindu di Lombok memiliki
kemiripan dengan tata pelaksanaan agama Hindu yang ada di Bali. Kemiripan tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor. Pertama, masyarakat Hindu di Lombok adalah para pendatang yang
sebagian besar melakukan migrasi ke Lombok setelah Kerajaan Karangasem melakukan penataan
terhadap kehidupan sosial, budaya, dan agama sekitar abad ke-16 pada saat adanya perluasan
kekuasaan ke wilayah Lombok. Kedua, sumber-sumber rujukan yang digunakan sebagai pedoman
pelaksanaan agama oleh orang-orang Bali yang ada di Lombok hampir sama dengan sumber
rujukan yang digunakan oleh para leluhur mereka yang ada di Bali. Ketiga, adanya kebijakan dari
pemerintah kerajaan untuk menerapkan sistem dalam bentuk pasuara yang berkaitan dengan tata
pelaksanaan agama Hindu pada masyarakat Bali di Lombok. Keempat, faktor-faktor lain yang
mendukung terutama yang berhubungan dengan adanya adaptasi kultural masyarakat Bali dengan
tempat permukiman barunya di Lombok.
Pelaksanaan agama Hindu di Lombok yang menggunakan identitas penyebutan aspek
ketuhanan yang berdimensi lokal tidak dilepaskan dengan adanya konsep-konsep ketuhanan dalam
sistem keyakinan masyarakat Hindu di Bali. Berkenaan dengan itu adanya identitas ketuhanan
yang tidak ditemukan referensinya dalam kitab suci Weda merupakan kearifan lokal yang
digunakan untuk menghayati aspek ketuhanan sehingga lebih mendekatkan hubungan antara umat
Hindu lokal dengan kekuatan Adikodrati yang dipujanya. Hal ini juga didasarkan atas adanya
ajaran yang disampaikan oleh kitab-kitab Siwatattwa yang mengajarkan dimensi ketuhanan
dengan memberikan sebutan yang sangat akrab dengan kehidupan masyarakat Nusantara. Adanya
keyakinan terhadap aspek ketuhanan yang disebut dengan identitas lokal dalam kaitannya dengan
hal ini tidak ditemukan referensinya dalam kitab suci Weda bukan merupakan kesalahan, namun
merupakan suatu kebenaran yang tumbuh dalam diri umat Hindu atas dasar keyakinan mereka
masing-masing. Selaras dengan itu, kiranya tidak perlu dipermasalahkan tentang perbedaan dalam
penyebutan nama Tuhan karena sifat Tuhan yang saguna brahman memiliki banyak nama sesuai
dengan cara umat Hindu menghayatinya. Hal yang sangat penting dalam konteks ini adalah
pelaksanaan agama Hindu seperti yang telah dilaksanakan oleh masyarakat Bali di Lombok
esensinya telah melaksanakan ajaran kitab suci Weda yang telah dihayati terintegrasi dengan
budaya lokal.
Kata kunci: penghayatan, aspek ketuhanan, simbol, agama Hindu

I. Latar Belakang budaya, dan kehidupan beragama yang


Perkembangan agama Hindu di memiliki kemiripan dengan yang
Lombok sebagai implementasi dari dilaksanakan oleh masyarakat Hindu
ajaran Sivasiddhanta. Ditinjau dari segi yang ada di Bali. Berkaitan dengan itu,
historis agama Hindu di Lombok tidak dalam pelaksanaan agama Hindu yang
terlepas dari kedatangan orang-orang diimplementasikan oleh masyarakat Bali
Bali ke Lombok sekitar abad XVI yakni sebagai penduduk pendatang pada masa
ketika Raja Karangasem beserta para itu memiliki tata pelaksanaan yang
pengikutnya datang dan menetap di pulau memiliki kemiripan dengan pelaksanaan
ini. Kedatangan orang-orang Bali agama Hindu di Bali.
tersebut membangun sistem sosial,
Berkaitan dengan itu tata pelaksanaan Hindu sebagai pedoman di dalam
agama yang diterapkan oleh orang-orang Bali melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan.
yang ada di Lombok memiliki pola yang Berkaitan dengan itu, berdasarkan sifatnya
sinergis dengan yang dilaksanakan oleh para pelaksanaan agama Hindu dalam kehidupan
leluhur mereka yang ada di Bali. Pelaksanaan sehari-hari lebih menekankan kepada aspek
agama didasarkan atas kerangka dasar acara keagamaan. Kendati pelaksanaan
keagamaan yang lebih dikenal dengan nama agama yang lebih menekankan kepada
Tri Kerangka Dasar agama Hindu yang pelaksanaan aspek acara keagamaan, namun
terdiri dari tattwa, susila, dan acara. Aspek aspek tattwa dan susila keagamaan juga
tattwa berkaitan dengan landasan filosofi terlibat di dalamnya. Satu hal yang sangat
agama Hindu yang menjadi inti dari penting dilakukan adalah memahami makna
pelaksanaan agama Hindu. Aspek tattwa ini dari tindakan keberagamaan yang dilakukan
menekankan kepada pemahaman terhadap sehingga pelaksanaan agama bukan hanya
nilai-nilai filosofi yang terkandung di dalam dilakukan secara formal tetapi dapat
sumber-sumber ajaran agama Hindu yang memberikan manfaat bagi kehidupan umat
dijadikan pedoman di dalam pelaksanaan Hindu yang melaksanakannya.
agama. Berangkat dari fenomena di atas,
Aspek susila merupakan kaidah- masyarakat Hindu di dalam melakukan
kaidah normatif yang harus dipatuhi oleh aktivitas keagamaan menggunakan simbol-
umat Hindu di dalam mengamalkan ajaran simbol sebagai media untuk menghayati
agamanya dalam kehidupan sehari-hari. aspek-aspek pelaksanaan agama Hindu.
Aspek susila ini merupakan etika yang harus Simbol-simbol yang digunakan juga
dipegang oleh umat Hindu di dalam menyangkut simbol-simbol yang
melaksanakan ajaran agamanya. Berkaitan berhubungan dengan aspek ketuhanan.
dengan pelaksanaan etika dalam pelaksanaan Simbol-simbol ini, khususnya yang berkaitan
ajaran agama Hindu juga tidak bisa dengan pemberian nama terhadap aspek
dilepaskan dari aspek tattwa keagamaan yang ketuhanan sesuai dengan fungsi yang melekat
menyangkut nilai-nilai yang terkandung di pada aspek ketuhanan yang dihayatinya.
dalam berprilaku dalam mengamalkan ajaran Berkaitan dengan itu, dalam kehidupan
agama Hindu dalam kehidupan sehari-hari. masyarakat Hindu di Lombok menggunakan
Aspek acara merupakan pelaksanaan sejumlah nama untuk merujuk pada kekuatan
agama Hindu yang berkaitan dengan tata cara aspek ketuhanan yang diyakini memberikan
untuk menghayati ajaran agama Hindu yang pengaruh terhadap kehidupan mereka sehari-
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. hari. Penyebutan aspek ketuhanan tersebut
Acara agama Hindu merupakan pelaksanaan menggunakan nama-nama lokal, yaitu nama-
agama sesuai dengan keyakinan yang dianut nama yang diberikan oleh para pendahulu
oleh umat yang diwujudkan dalam berbagai mereka sesuai dengan fungsi dari aspek
tindakan sesuai dengan kemampuan umat ketuhanan yang diyakini dapat diberikan
Hindu untuk melaksanakan ajaran agamanya. pengaruh pada kehidupan mereka.
Aspek acara agama Hindu juga tidak bisa Berangkat dari fenomena di atas
dilepaskan dari aspek tattwa keagamaan dan dalam penelitian ini dilakukan kajian
susila keagamaan. terhadap identitas aspek ketuhanan yang
Berdasarkan deskripsi di atas, dalam bersifat lokal yang digunakan sebagai
pelaksanaan agama Hindu yang diterapkan kekuatan Adikodrati yang memberikan
oleh masyarakat Hindu di Lombok pengaruh terhadap kehidupan umat Hindu.
menggunakan Tri Kerangka Dasar agama Sejumlah identitas ketuhanan yang dikenal
oleh masyarakat Hindu di Lombok jika sebelumnya atau semua kejadian yang telah
dirujuk dalam kitab suci Weda tidak terjadi sebagaimana adanya sampai pada
ditemukan. Hal bukan berarti penghayatan batas waktu pengumpulan data berlangsung.
terhadap aspek ketuhanan tersebut tidak
beralasan. Munculnya fenomena itu Lokasi Penelitian
kerapkali mendapatkan sejumlah wacana Lokasi yang dipilih dalam penelitian
yang pada intinya mengemukakan bahwa ini di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok
umat Hindu harus melaksanakan ajaran Barat. Berdasarkan pertimbangan waktu dan
agama yang merujuk pada sumber aslinya, biaya, penelitian ini memilih beberapa lokasi
yaitu kitab suci Weda. Munculnya wacana yang ada di kota Mataram dan Kabupaten
seperti itu memberikan inspirasi kepada Lombok Barat. Dalam penentuan lokasi
peneliti untuk melakukan kajian terhadap penelitian dilakukan dengan pertimbangan
konsep-konsep ketuhanan dalam kehidupan tempat yang memiliki umat Hindu yang
masyarakat Hindu di Lombok. Hasil kajian relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
ini diharapkan dapat memberikan wilayah lainnya. Disamping itu juga
pemahaman kepada umat Hindu terkait diperhatikan heterogenitas penganut
simbol-simbol yang digunakan untuk beberapa kelompok spiritualitas yang
memberikan identitas terhadap aspek berkembang di wilayah itu. Perlakuan ini
ketuhanan sehingga tidak menimbulkan dilatarbelakangi oleh munculnya beberapa
perbedaan pemahaman dan justru dapat kelompok spiritualitas yang seakan
mewujudkan kehidupan yang rukun di memberikan pandangan konsep-konsep
kalangan pemeluk agama Hindu. ajaran agama termasuk juga dalam konsepsi
tentang ketuhanan yang sesuai dengan kitab
suci Veda.
II. METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian Sumber Data
Penelitian ini merupakan penelitian Data yang diperoleh dalam penelitian
deskriptif kualitatif dengan melakukan ini melalui dua sumber yakni sumber data
analisis studi kasus. Studi kasus dalam dokumen dan sumber data yang diperoleh di
penelitian ini difokuskan pada aspek lapangan. Adapun yang menjadi sumber-
keyakinan terhadap konsep ketuhanan yang sumber data dokumenter yang relevan
digunakan sebagai penghayatan ajaran dengan penelitian. Sedangkan sumber-
agama dalam kehidupan sehari-hari oleh sumber lapangan dalam penelitian ini berupa
umat Hindu di Lombok. Berdasarkan umat yang memeluk agama Hindu yang
sifatnya yang mlakukan kajian terhadap ditentukan dengan menggunakan teknik
kasus, maka hasil penelitian ini tidak bisa purposif. Pada prinsipnya pengumpulan data
digeneralisasikan terhadap pelaksanaan lewat sumber-sumber lapangan ini akan
agama yang terjadi di tempat lain di luar dapat diamati bagaimana suatu konsep
lokasi penelitian. teraplikasi dalam pola prilaku kehidupan
Penelitian ini menggunakan model beragama.
pendekatan ex post facto. Model ini menurut
Nazir (1999:69) merupakan model penelitian Tahap-Tahap Penelitian
dengan cara mengumpulkan data dimana Tahapan-tahapan penelitian ini
semua kejadian telah selesai berlangsung. meliputi tahap orientasi, pengumpulan data,
Berkaitan dengan itu, sehingga data yang dan tahap penelitian lapangan. Tahap
dikumpulkan dalam penelitian ini berasal Orientasi dilakukan dengan menentukan
dari peristiwa yang telah berlangsung
orientasi terhadap kedalaman kajian yang difokuskan pada kitab-kitab yang bernuansa
akan dilakukan. Pengumpulan Data Siwatattwa. Wawancara dilakukan untuk
dilakukan dengan mengumpulkan sumber- mengorek keterangan yang diperlukan dalam
sumber dokumenter yang bertalian dengan penelitian dilakukan dengan wawancara
kerangka konsep ketuhanan yang tersurat dan mendalam dalam artian pola pertanyaan yang
tersirat dalam pustaka-pustaka yang telah telah dibuat secara garis besarnya diberikan
diacu dalam penelitian ini. Pelaksanaan kepada para informan. Dalam pada ini
penelitian dikelompokkan ke dalam informan diberikan kebebasan penuh untuk
beberapa tahapan yaitu : tahapan pertama mengungkapkan tanggapannya sehingga
yaitu tahap pengumpulan data yang diharapkan akan diperoleh keterangan yang
meliputi pengumpulan literatur atau data mendalam namun dalam batas-batas yang
yang membahas konsep-konsep telah ditentukan menurut tujuan penelitian.
ketuhanan menurut ajaran agama Hindu. Menurut Faisal ( dalam Suyasa, 2002:57)
Pada kelompok pengumpulan data bahwa teknik wawancara diharapkan dapat
dilakukan : Pencatatan Dokumen yaitu mengungkap tidak saja apa yang diketahui
mencatat konsep-konsep ketuhanan yang dan dialami oleh informan namun lebih dari
terkandung di dalam subyek penelitian. itu dapat mengetahui apa yang tersembunyi
Kemudian dilakukan pengamatan yaitu di dalam dirinya. Selain itu melalui teknik
memperoleh data dengan pengamatan wawancara bisa pula diungkapkan berbagai
langsung tanpa menggunakan instrumen. informasi yang bersifat lintas waktu yang
Pengamatan dalam penelitian ini berkaitan dengan masa lampau, kini dan
dikenakan terhadap perilaku kehidupan masa yang akan datang.
beragama pada masyarakat Bali di
Lombok secara umum. Berikutnya Teknik Analisis data
dilakukan wawancara yaitu dilakukan Setelah data diperoleh dan terkumpul
dengan menanyakan sederetan melalui metode pengumpulan data maka data
pertanyaan yang sudah terstruktur, sebelumnya direduksi. Tujuannya adalah
kemudian satu persatu diperdalam untuk supaya data yang diperoleh di lapangan yang
mengorek keterangan lebih lanjut. Kedua sangat lengkap dan banyak dirangkum,
tahapan identifikasi pengambilan data dipilih-pilih yang pokok, difokuskan kepada
pendukung dan penunjang penelitian. hal-hal yang penting dan dan memiliki
relevansi dengan masalah penelitian.
Teknik Pengumpulan Data Diharapkan dengan reduksi data diperoleh
Data yang diperlukan guna pencandraan yang lebih tajam dari hasil
menunjang penelitian ini dikumpulkan pengamatan demikian juga melalui hasil
dengan beberapa teknik antara lain, seperti wawancara. Content Analysis (Analisis
pencatatan dokumen dan wawancara. Isi). Data textular yang diperoleh dalam
Pencatatan Dokumen digunakan untuk penelitian ini dianalisis dengan metode
memperoleh data berupa kerangka content analysis. Metode content
konseptual ketuhanan yang tersurat maupun analysis merupakan analisis isi
yang tersirat di dalam sumber-sumber (Suryabrata, 1998 : 85). Menurut
dokumenter. Dalam teknik ini dipentingkan Moloeng content analysis merupakan
berupa data dalam bentuk pencandraan kajian isi (Soejono, dkk. 1999 : 8).
tentang konsep-konsep ketuhana baik dalam Bertalian dengan penelitian ini, metode
pustaka catur veda samhita maupun dalam content analisis dikenakan terhadap
kitab-kitab tattwa yang dalam penelitian ini analisa kerangka konseptual Ketuhanan
dalam ajaran kitab suci Veda dan ajaran sebanyak mungkin penelitian yang memiliki
Siwatattwa. Analisis Koherensi Intern relevansi dengan penelitian ini.
bertujuan untuk melihat keselarasan-
keselarasan antara kerangka konseptual III. PEMBAHASAN
Ketuhanan yang ada dalam ajaran kitab 3.1 Sumber Pelaksanaan Beragama
suci Veda dengan kerangka konseptual Hindu di Lombok
Ketuhanan dalam ajaran Siwatattwa, Pelaksanaan agama Hindu di Lombok
serta dikaitkan dengan konsepsi sampai saat ini didominasi oleh penduduk
Ketuhanan dalam masyarakat Hindu di etnis Bali. Meskipun ada penduduk lain
Bali dan Lombok secara persepsional. seperti suku Jawa, suku Sasak, dan suku-suku
Analisis Pendekatan fenomenologis yang lainnya, tetapi jumlahnya relatif lebih
dilakukan dengan mencari hubungan rendah dibandingkan dengan pemeluk agama
antara pemahaman penghayatan Hindu suku Bali. Hal tersebut berkaitan erat
ketuhanan terhadap gejala yang ada di dengan aspek kesejarahan, yaitu datangnya
balik fakta berkaitan dengan orang-orang Bali ke Lombok pada fase awal
berkembangnya isu di berdirinya Kerajaan Karangasem di Lombok.
masyarakatkhususnya pada masyarakat Mereka yang datang ke Lombok dengan
Bali dan Lombok. Dalam penelitian ini tujuan utama untuk membangun peradaban
dicari katagori implisit yang tidak yang dirintis oleh Raja Karangasem dengan
teranifestasi di permukaan, dalam mendirikan beberapa kerajaan.
fenomena ini dikaji sesuatu yang laten di Berkenaan dengan hal tersebut di atas
balik kenampakan secara realitas. orang-orang Bali yang memeluk agama
Analisis deskriptif bertujuan untuk Hindu di Lombok menggunakan tata cara
membuat pencandraan secara sistematis, beragama sesuai dengan tata cara beragama
faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta Hindu yang dilaksanakan di tempat asalnya
dengan sifat-sifat populasi atau daerah di Bali. Dalam tata pelaksanaan agama yang
tertentu (Suryabrata,2003 :76). Dalam diterapkan oleh orang-orang Bali yang
penelitian ini akan difokuskan ke arah memeluk agama Hindu di Lombok
deskriptif secara induktif. Hal ini menggunakan sumber-sumber pedoman
bertujuan untuk mendapatkan unit-unit yang tidak berbeda dengan sumber-sumber
yang lebih spesifik untuk memperoleh pedoman pelaksanaan agama Hindu di Bali.
katagori yang lebih luas. Sumber-sumber pedoman tersebut dapat
Teknik Pemeriksaan Keabsahan data dikategorikan menjadi dua, seperti yang
Mengingat penelitian ini merupakan diutarakan oleh Wirawan (1999:4) berupa
penelitian kualitatif, maka dalam sumber pelaksanaan agama kitab suci Weda
pemeriksaan keabsahan data dalam dan kitab-kitab Siwa Tattwa. Sumber kitab
penelitian ini dilakukan pemeriksaan derajat suci Weda berupa ajaran yang disampaikan
kepercayaan (credibility). Tujuannya untuk dalam kitab suci Weda yang memuat pokok-
melakukan penelaah data secara akurat agar pokok pedoman sumber pelaksanaan agama
tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai. Hindu, baik Weda Sruti maupun Wda Smerti.
Adapun teknik untuk menemukan Sumber pedoman beragama berupa kitab-
kredibilitas adalah dengan memperpanjang kitab Siwa Tattwa merupakan sumber
masa pengamatan, mendiskusikan dengan pelaksanaan agama Hindu yang di dalamnya
orang yang memang mengetahui hal ini, menguraikan tentang aspek-aspek
menggunakan bahan referensi dan membaca pelaksanaan agama Hindu yang berdimensi
lokal, yaitu disusun oleh orang-orang suci
pada masa Kerajaan Jawa Kuno dan juga sepenuhnya memiliki kesamaan secara persis
pada masa kerajaan di Bali. dengan tata pelaksanaan agama Hindu di
Dalam pelaksanaan agama Hindu di Bali. Hal ini disebabkan oleh adanya
Lombok menggunakan kitab-kitab yang adaptasi, yaitu penyesuaian-penyesuaian
bersumber pada Siwa Tattwa sebagai terhadap beberapa aspek dalam pelaksanaan
pedoman beragama Hindu dalam kehidupan agama Hindu. Hal tersebut disebabkan
sehari-hari. Hal ini tercermin dari karena adanya sumber-sumber lain yang
penggunaan sumber ajaran Siwa Tattwa digunakan sebagai pedoman beragama oleh
sebagai rujukan di dalam melaksanakan masyarakat Hindu di Lombok sehingga
agama Hindu, baik dalam skala yang kecil, mengkondisikan pelaksanaan agama tersebut
skala sedang, maupun skala yang besar. Hal mengakomodasi kearifan-kearifan lokal yang
ini juga menjadi landasan dalam pelaksanaan ada di Lombok. Raja Karangasem ketika
agama Hindu di Lombok tidak sama persis membangun peradaban untuk menata
dengan pelaksanaan agama Hindu di tempat kehidupan masyarakat di Lombok pada masa
asalnya, yaitu di India. Pelaksanaan agama kerajaan juga banyak mengeluarkan pasuara.
Hindu ini telah mengalami adaptasi dengan Pasuara ini dalam kaitannya dengan
tradisi-tradisi lokal yang dapat bersinergi pelaksanaan agama merupakan aturan-aturan
dengan ajaran agama Hindu. yang sifatnya mengikat di dalam
Berdasarkan fenomena di atas, tata mewujudkan tatanan kehidupan beragama
pelaksanaan agama Hindu yang dilaksanakan Hindu yang dikondisikan dengan keadaan di
oleh umat Hindu di Lombok menunjukkan Lombok. Adanya pasuara ini menjadikan
adanya kemiripan dengan tata pelaksanaan ciri pelaksanaan agama Hindu di Lombok
agama Hindu yang ada di Bali. Adanya tidak sama persis dengan pelaksanaan agama
kemiripan tersebut sangat beralasan karena Hindu yang ada di Bali, sehingga model
ditinjau dari sumber pedoman pelaksanaan adaptasi kultural dalam kehidupan beragama
agama yang digunakan sebagai rujukan Hindu di Lombok sudah diterapkan sejak
memiliki kesamaan. Kesamaan tersebut masa kesejarahan.
terutama dalam aspek ajaran yang
menggunakan sumber-sumber kitab Siwa
Tattwa sebagai pedoman dalam pelaksanaan 3.2 Perpaduan Ajaran Agama Hindu dan
agama Hindu. Meskipun menggunakan Kepercayaan Lokal
sumber-sumber pedoman berupa kitab-kitab Pelaksanaan agama yang
Siwa Tattwa, tetapi tidak berarti dipraktekkan oleh masyarakat Hindu di
mengalienasi kitab suci Weda sebagai lombok berkaitan erat dengan sumber
sumber pedoman beragama Hindu. Hal ini pedoman ajaran berupa kitab-kitab yang
didasari oleh adanya kesamaan esensi yang disucikan, baik kitab suci Veda maupun
terkandung dalam kitab-kitab Siwa Tattwa kitab-kitab Siwatattwa. Berkaitan dengan itu,
dengan kitab suci Weda. Penggunaan sumber kitab suci Veda sebagai sumber utama dalam
rujukan berupa kitab-kitab Siwa Tattwa pelaksanaan agama mengalami perpaduan
tersebut dilandasi oleh pertimbangan bahwa dengan sistem kepercayaan masyarakat
aspek-aspek ajaran yang disampaikan dalam nusantara menghasilkan keterpaduan yang
kitab-kitab Siwa Tattwa sudah dikondisikan sangat spesifik. Perkembangan agama Hindu
dengan kehidupan masyarakat di Lombok. di Lombok yang dibawa oleh masyarakat
Dalam tata pelaksanaan beragama Bali pada masa Kerajaan Karangasem
Hindu yang diimplementasikan oleh orang- mewujudkan pelaksanaan agama yang
orang Bali yang hidup di Lombok juga tidak diperkaya dengan sistem kepercayaan lokal.
Hal tersebut menciptakan penghayatan
terhadap konsep ketuhanan yang spesifik. Berdasarkan model skematis di atas
Ada sejumlah identitas ketuhanan yang ajaran kitab suci Veda ketika memasuki
muncul dalam keyakinan umat Hindu. wilayah nusantara pada masa prasejarah
Sejumlah simbol-simbol ketuhanan telah memiliki kultur. Pendukung kultur
yang muncul berkaitan dengan simbol- tersebut telah memiliki sistem
simbol ketuhanan yang berstana pada alam kepercayaan berupa kepercayaan
yang diyakini memberikan pengaruh Animisme dan Dinamisme. Karena
terhadap kehidupan mereka. Hal ini seperti sifatnya sangat adaptif, konsep ajaran
adanya keyakinan terhadap Ida Bhatara kitab suci Veda dengan kultur yang telah
Gunung Agung yang berstana di Gunung ada mengalai akulturasi sehingga
Agung Bali, Ida Bhatara Sakti Bukit yang memunculkan perpaduan yang sangat
berstana di Bali, dan Ida Bhatara Gunung bagus. Setelah memasuki zaman sejarah
Rinjani yang berstana di Gunung Rinjani. terutama berkembangnya kerajaan-
Simbol-simbol ketuhanan tersebut dibuatkan kerajaan Hindu di Jawa, kitab suci Veda
pelinggih yaitu bangunan suci untuk memuja
beserta susastranya yang berasal dari
kehadiran beliau. Pelinggih untuk memuja negeri Bharatawarsa dialihbahasakan ke
simbol-simbol ketuhanan tersebut dalam bahasa Jawa Kuno.
ditempatkan di pura umum sehingga umat
Hindu dapat melakukan pemujaan kehadapan Kemudian bermunculan karya-
beliau. Berikut ini digambarkan alur karya sastra para Kawi-Wiku baik yang
keterpaduan antara ajaran yang diajarkan sifatnya gubahan dari Bahasa Sansekerta
dalam kitab suci Veda dengan sistem maupun hasil karya sastra yang dijiwai
keyakinan yang dimiliki oleh masyarakat oleh Veda dan susastranya. Selanjutnya
nusantara, khususnya pada masyarakat hindu memunculkan konsep ajaran yang
di Lombok. memiliki aliran Siwaisme dalam bentuk
Tattwa-tattwa Siwaistis maupun lontar-
lontar Candi Sastra. Dari konsep inilah
Konsep Sistem
muncul pemahaman keagamaan yang
Ketuhanan kepercayaan pada bernuansa lokal. Muncul konsep
dam Kitab Suci Kultur
Veda Prasejarah
Bhatara-Bhatari atau Dewa-Dewi pada
Indonesia konsep Veda. Dan pemberian nama
kehomatan disesuaikan dengan kondisi di
Penyebutan
masing-masing wilayah.
Zaman Sejarah di
Nama-Nama Indonesia fase
Tuhan dalam Mengenal Tulisan
Secara lebih khusus, untuk di
Veda, baik Sruti wilayah Bali sebutan-sebutan lokal
maupun Smrti
terhadap Adikodrati beragam serta
dibuatkan suatu tempat yang digunakan
untuk memuja (menstanakan) serta
melakukan aktivitas-aktivitas ritual.
Akulturasi Budaya Demikian juga dicarikan hari-hari
(Konsep Veda De ngan
Kearifan Lo kal)
tertentu sebagai hari suci, hari perayaan
(ngodalin). Dari konsep ini muncul
kemudian pembagian tempat-tempat
Kensep Ke tuhanan dalam
Aspek Teologi Lo kal
pemujaan berdasarkan katagori tertentu,
(Konsep Bhatara- seperti tempat pemujaan yang sifatnya
Bhatari,De wa-De wi,dll)
umum (pura jagat/pura kahyangan jagat), kehadapan Ida Bhatara Gunung Rinjani yang
fungsional (berdasarkan kesamaan berstana di Gunung Rinjani. Keyakinan ini
frofesi), berdasarkan geneaologis juga dilandasi oleh adanya tuntunan yang
(keturunan) dan yang lainnya sebagai diberikan oleh beliau untuk menata
model struktur sosial keagamaan. Dan kehidupan masyarakat di Lombok. Simbol-
sebutan-sebutan yang diberikan sebagai simbol ketuhanan tersebut dibuatkan
penghormatan kepada yang Super pelinggih yaitu bangunan suci untuk memuja
natural beragam pula, namun hakikatnya kehadiran beliau. Pelinggih untuk memuja
masih mereflekikan ajaran Veda. Seperti simbol-simbol ketuhanan tersebut
ada penyebutan Bhatara / Dewa Sang ditempatkan di pura umum sehingga umat
Hyang Rambut Sedhana, Bhatara/ Dewi Hindu dapat melakukan pemujaan kehadapan
Ulun Danu, Bhatara / Dewa Segara, beliau.
Bhatara/ Dewi Melanting, Bhatari/ Dewi
Sri, serta banyak lagi sebutan yang lain
yang merupakan kearifan- kearifan lokal. 3.3. Pura sebagai Tempat Untuk Memuja
Aspek Ketuhanan
Perkembangan ajaran agama Hindu Dalam pelaksanaan agama Hindu di
ketika memasuki Pulau Lombok juga Lombok menggunakan pura sebagai tempat
mengalami adaptasi dengan wilayah ini. untuk memuja aspek ketuhanan yang
Penyebutan aspek-aspek ketuhanan lebih diyakini oleh pemeluk agama Hindu di
spesifik lagi. Latar belakang kedatangan Lombok. Pura sebagai tempat yang disucikan
orang-orang Bali ke Lombok, khususnya ada beberapa kategori, seperti pura keluarga,
pada masa Kerajaan Karangasem pura umum, pura klan, pura penataran, dan
mendirikan pusat pemerintahan di pura-pura lainnya. Berikut ini diuraikan
Lombok menghadirkan konsep-konsep secara singkat pura tersebut sesuai dengan
ketuhanan yang memiliki identitas yang hasil pengumpulan data di lapangan.
berkaitan dengan penguasa gunung. Hal
tersebut seperti adanya keyakinan
Pura Keluarga
terhadap penguasa yang diyakini bersana Pura keluarga merupakan tempat
di gunung-gunung yang memberikan untuk melakukan pemujaan di lingkungan
tuntunan hidup. keluarga Hindu. Dalam kehidupan beragama
Berdasarkan fenomena di atas Hindu di Lombok pura keluarga ini didirikan
berkembang keyakinan terhadap Ida oleh suatu keluarga besar yang digunakan
Bhatara Gunung Agung yang berstana di sebagai tempat untuk melaksanakan kegiatan
Gunung Agung Bali. Beliau diyakini pemujaan kehadapan para leluhur mereka.
memberikan tuntunan sehingga orang-orang Dalam kaitannya dengan ruang lingkupnya
Bali yang datang ke Lombok dapat berhasil pura keluarga ini secara umum yang
menjalani kehidupan mereka sesuai dengan melakukan pemujaan di tempat tersebut
tujuan. Selanjutnya berkembang keyakinan adalah mereka yang berada dalam suatu
terhadap Ida Bhatara Sakti Bukit yang keluarga besar.
berstana di Bali. Keyakinan ini erat kaitannya Selain pura keluarga masyarakat
dengan keberhasilan pasukan Kerajaan Hindu di Lombok juga memiliki tempat
Karangasem memenangkan pertempuran pemujaan yang berada di masing-masing
dengan sejumlah kerajaan di Lombok pada keluarga yang disebut dengan
masa kesejarahan. Setelah berhasil merajan/sanggah. Merajan ini merupakan
memenangkan pertempuran dan bermukim di tempat suci di lingkungan keluarga yang
Lombok makan berkembang kepercayaan umumnya berada pada keluarga Tri Wangsa.
Sementara itu, penyebutan sanggah juga Pura Klan merupakan tempat
merupakan tempat suci untuk melakukan pemujaan umat Hindu yang berada dalam
pemujaan di lingkungan keluarga yang satu klan tertentu. Pura ini seperti, Pura Pasek
umumnya dimiliki oleh mereka yang berada yang digunakan sebagai tempat pemujaan
di luar golongan Tri Wangsa. Tempat oleh masyarakat Hindu dari Klan Pasek.
pemujaan merajan/sanggah umumnya juga Selain itu ada juga Klan Pande yang
merupakan tempat untuk memuja para digunakan sebagai tempat pemujaan oleh
leluhur mereka. umat Hindu dari klan Pande.
Pura Klan merupakan pura yang
Pura Umum/Pura Jagat secara umum dibangun oleh klan tertentu
Pura umum atau pura jagat secara dalam rangka untuk mewujudkan bhakti
umum digunakan untuk tempat pemujaan kepada leluhur mereka. Masing-masing klan
oleh umat Hindu yang berasal dari berbagai memiliki keyakinan bahwa mereka harus
golongan. Mereka yang melakukan pemujaan melakukan kesatuan sosial dan sekaligus
di Pura Jagat/Pura Umum tidak dibatasi oleh melakukan pemujaan kepada leluhur mereka.
golongan atau wangsa tertentu, tetapi siapa Berkaitan dengan itu, ruang lingkup Pura
saja yang ingin melakukan pemujaan boleh Klan lebih luas dari Pura Keluarga karena
datang ke tempat tersebut dengan membawa mereka yang melakukan pemujaan di tempat
perlengkapan persembahyangan. itu berada dalam satu kelompok soroh.
Di Lombok Pura Jagat relatif banyak
jumlahnya, seperti Pura Mayura, Pura Pura Penataran
Pancaka, Pura Suranadi, Pura Lingsar, dan Pura Penataran adalah tempat untuk
beberapa pura lainnya. Sementara itu, ada melakukan pemujaan oleh asyarakat Hindu
juga pura yang dulunya dibangun untuk yang berasal dari suatu karang. Karang
melakukan pemujaan oleh golongan tertentu, dalam hal ini merupakan kelompok umat
tetepai belakangan menjadi tempat untuk Hindu yang menempati wilayah tertentu.
melakukan pemujaan dari berbagai golongan Ditinjau dari segi sejarahnya kelompok
umat Hindu, pura ini seperti Pura Meru yang masyarakat Hindu yang tinggal di suatu
ada di Cakranegara, Mataram. Di pura karang berkaitan dengan tempat asal mereka
tersebut ada sanggar-sanggar sebagai tempat di Bali. Hal ini seperti yang ada, yakni
untuk melakukan pemujaan dengan jumlah Karang Jasi adalah mereka yang bertempat
33. Sanggar-sanggar ini berdasarkan atas tinggal di sana dulunya berasal dari Jasi, Bali.
kelompok-kelompok masyarakat Hindu yang Hal yang sama juga mereka yang tinggal di
berjumlah 33 banjar. Pada mulanya pura ini Karang Sibetan dulunya mereka berasal dari
digunakan sebagai tempat pemujaan keluarga Sibetan, Bali.
Anak Agung, yaitu keluarga dari Raja Adanya tempat pemujaan berupa Pura
Karangasem. Sanggar-sanggar yang ada Penataran oleh kelompok umat Hindu di
sebanyak 33 itu sebagai tempat pemujaan Lombok didasarkan atas kesamaan tempat
kelompok banjar sebagai pengikut Anak tinggal. Pura-pura yang berstatus Pura
Agung pada masa kesejarahan. Belakangan Penataran dalam kehidupan beragama Hindu
ini Pura Meru digunakan sebagai tempat di Lombok boleh dikatakan dilestarikan oleh
pemujaan oleh hampir semua golongan umat mereka yang berasal dari beberapa keluarga
Hindu sehingga boleh dikatakan sebagai Pura yang memiliki asal-usul yang sama di tempat
Umum/Pura Jagat. asalnya di Bali.
Berdasarkan adanya
Pura Klan pengelompokkan pura-pura di atas sebagai
wujud penghayatan terhadap aspek kekuatan Dengan tuntunan agama seperti itu
Adikodrati yang diyakini dan dipuja sesuai maka konsekuensinya bagi para seniman
dengan keyakinan mereka. Berkembangnya dalam umat Hindu adalah pada setiap
identitas aspek ketuhanan berbasis teologi ciptaannya senantiasa mengutamakan
lokal juga dipuja di tempat suci yang keindahan karena keindahan akan dapat
disebutkan di atas. Berkaitan dengan itu, mendatangkan rasa puas dan damai.
aspek-aspek ketuhanan dalam wujud teologi Karena itu setiap bentuk-bentuk seni
lokal dipuja dan disthana-kan dalam suatu yang diekspresikan selalu ditata secara
pelinggih yang telah dipersiapkan. estetis dari berbagai seginya.
Berdasarkan hal itu cara untuk menghayati Dalam hubungannya dengan nilai
aspek ketuhanan yang berbasis teologi lokal religiusitas dimana persembahan
pada masyarakat Hindu di Lombok adalah keindahan kepada Tuhan dalam agama
menghadirkan wujud Beliau yang Adikodrati Hindu diyakini akan mendatangkan
yang paling dekat dengan kehidupan mereka. kebahagiaan lahir dan bhatin.
Berdasarkan pola pikir seperti itu maka
3.4 Refleksi Aspek Ketuhanan setiap gerak, baik dalam bidang upacara
dalam Kehidupan Umat Hindu maupun dalam bidang-bidang pembinaan
Pada masyarakat Hindu di di mental beragama, bentuk-bentuk estetik
Lombok, nilai memegang peranan yang memang menjadi perhatian yang cukup
sangat penting karena dalam menghayati besar.
Tuhan lebih banyak diekspresikan Nilai estetis yang terkandung
melalui bentuk seni. Dengan demikian dalam daya kreasi insan Hindu dalam
seni tari, seni ukir, seni bangunan, seni kaitannya dengan pemujaan terhadap
suara, seni sastra serta bentuk-bentuk Tuhan memiliki tingkat hirarki yang
seni yang lainnya diabdikan untuk lebih tinggi. Dan menurut Scheler nilai
mendukung pelaksanaan hidup yang lebih tinggi ini merupakan nilai
beragama. Mengingat seni merupakan yang religius (Frondizi, 2001 : 134).
suatu persembahan, maka yang Dengan suatu alasan bahwa nilai estetis
dipersembahkan kepada Tuhan adalah dalam kondisi ini tentunya dilandasi oleh
segala sesuatu yang menarik, dengan keikhlasan yang mendalam. Dalam
demikian akan dapat memuaskan rohani budaya masyarakat Hindu di Bali
para pemujanya. keikhlasan semacam ini yang dilakukan
Sebagaimana menurut tanpa mengarahkan sesuatu diyakini
Koentorowijoyo bahwasannya motif- sebagai yadnya. Sehingga nilai yang
motif estetik dalam keagamaan diperoleh dapat dikatakan nilai yang
menunjukkan perbedaan yang tajam terlepas dari motif-motif kepentingan
antara agama yang menghendaki duniawi.
kekayaan imajinatif dengan agama yang Dalam jalinan budaya, agama dan
menghendaki kemurnian intelektual dan
seni menyebabkan pertumbuhan nilai-
penyederhanaan. Agama Hindu di Bali nilai estetis yang kian subur, yang
yang menghendaki kekayan imajinatif, memiliki relevansi dengan ritual
sentuhan estetis dalam religiusitas keagamaan. Jelas sekali tampak dalam
tampak pada upacara korban, pengakuan penyajian kreasi-kreasi seni yang hampir
dan doa (Serama Sara, 1991 : 21).
seluruhnya bernafaskan keagamaan yang
sepenuhnya dipergunakan untuk Masyarakat Hindu di Lombok dalam
melengkapi ritual-ritual keagamaan. menerapkan ajaran agamanya menggunakan
simbol-simbol sebagai wujud penghayatan
Dalam kehidupan masyarakat Bali
terhadap aspek ketuhanan. Konsep-konsep
terdapat sistem organisasi yang hidup
ketuhanan diberikan identitas sesuai dengan
dan berkembang sebagai kesatuan sosial
yang diajarkan dalam kitab suci Weda dan
yang dibentuk dengan tujuan dan jenis
sumber-sumber kitab Siwa Tattwa dan juga
kegiatan tertentu yang dinamakan sekaa-
ditambah dengan penyebutan simbol-simbol
sekaa. Menurut Clifford Geertz sekaa-
ketuhanan yang bersifat lokal. Dalam
sekaa yang terbentuk pada masyarakat
memberikan identitas terhadap aspek
Bali tersebut tidak pernah sejajar tetapi
ketuhanan, khususnya yang berkaitan dengan
selalu melintang batas-batas kesatuan
identitas lokal dihayati sebagai aspek
sosial yang lain seolah-olah
ketuhanan yang bersifat imanen, yaitu Beliau
mempersatukan orang-orang dari
yang nirguna brahman diberikan sifat-sifat
berbagai golongan, semata-mata atas
untuk lebih memudahkan dalam menghayati
dasar pertalian, persahabatan yang punya
keberadaan Beliau yang abstrak. Pola
persamaan kebutuhan (Pitana, dkk, 1994
penghayatan terhadap aspek ketuhanan
: 113).
dengan memberikan identitas yang
Dinamika kelembagaan yang bernuansa lokal juga dibuatkan tempat suci
berbentuk sekaa ini digunakan sebagai untuk men sthana-kan Beliau.
wadah organisasi kesenian yang ada pada Tempat suci yang digunakan untuk
kelompok-kelompok masyarakat Bali. men-sthana-kan simbol-simbol ketuhanan
Dengan demikian terbentuklah sekaa- tersebut dikenal dengan nama pelinggih.
sekaa seperti sekaa gong, sekaa Pelinggih ini ditinjau dari segi bentuknya
angklung, sekaa topeng, sekaa pesantian, berupa bangunan suci yang dibuat dari
sekaa kidung, dan sekaa-sekaa yang bahan-bahan batu badas maupun dari kayu.
lainnya. Yang digunakan dalam Bangunan suci tersebut ditempatkan di pura
kaitannya dengan penghayatan atau tempat pemujaan di lingkungan keluarga
Ketuhanan pada masyarakat Hindu di dan diberikan ritual sesuai dengan tradisi
Bali yang memiliki motivasi yang telah dilaksanakan secara turun-
mempersembahkan hasil kreasi berupa temurun. Pada saat dilaksanakan kegiatan
keindahan seni sebagai yadnya yang upacara keagamaan, seperti pujawali
dipersembahkan kepada Tuhan dalam dilakukan pemujaan yang disertai dengan
mengiringi ritus-ritus keagamaan. sarana-sarana upacara sebagai simbol-simbol
Menurut Astika aspek kehidupan untuk menghayati keberadaan Beliau yang
berkesenian semacam ini menunjukkan di-sthana-kan di tempat suci tersebut.
kelompok kesenian yang bernilai magis Pemberian identitas atau nama-nama
dan banyak dihubungkan dengan taksu yang umum digunakan oleh umat Hindu di
atau kreativitas budaya yang murni dan Lombok, seperti Ida Bhatara Gunung Agung,
memberikan kekuatan spiritual pada Ida Bhatara Bukit Sakti, Ida Bhatara Gunung
kelompok untuk mewujudkan Rinjani, dan sebutan-sebutan lainnya yang
keseniannya (Pitana, dkk, 1994 : 121) menggunakan penyebutan lokal masyarakat
Bali di Lombok. Adanya penyebutan
3.5 Implementasi Aspek Ketuhanan dalam terhadap aspek ketuhanan, seperti Ida
Kehidupan Beragama Hindu di Lombok Bhatara Gunung Agung sebagai perwujudan
kekuatan Adikodrati yang ber-sthana di
Gunung Agung yang diyakini memberikan juga ditujukan untuk memohonkan tuntunan
tuntunan pada orang-orang Bali di Lombok supaya Beliau memberikan kerahayuan dan
untuk bisa hidup sesuai dengan harapan sekaligus tuntunan supaya bisa mewujudkan
mereka. Ditinjau dari penamaannya, Ida harapan-harapan sesuai dengan yang dicita-
Bhatara Gunung Agung berkaitan dengan citakan.
adanya Gunung Agung di Bali yang diyakini Demikian juga halnya dengan adanya
memiliki kekuatan Adikodrati yang dapat keyakinan terhadap Ida Bhatara Gunung
dimohonkan untuk mengatasi kesulitan- Rinjani yang memberikan tuntunan kepada
kesulitan yang dihadapi oleh orang-orang umat Hindu dlaam menjalankan kehidupan
Bali yang ada di Lombok sejak masa sehari-hari dengan dibuatkan pelinggih untuk
kesejarahan. Keyakinan tersebut memuja Beliau. Pelinggih tempat untuk
diimplementasikan dengan menghadirkan memuja Ida Bhatara Gunung Rinjani juga
Beliau pada tempat suci yang didirikan dalam ada di dalam lingkungan pura yang dalam
bentuk pelinggih Ida Bhatara Gunung kenyataannya ada beberapa pura besar yang
Agung. Dalam kenyataannya beberapa pura ada di Lombok terdapat pelinggih tersebut.
di Lombok memiliki pelinggih Ida Bhatara Ditinjau dari aspek kesejarahan kedatangan
Gunung Agung untuk memuja kekuatan Suci orang-orang Bali di Lombok, khususnya
Ida Bhatara Gunung Agung dengan harapan berkaitan dengan perluasan kekuasaan
Beliau dapat menyaksikan dan sekaligus Kerajaan Karangasem juga diyakini atas
memberikan tuntunan kepada umatnya. tuntunan yang diberikan oleh Ida Bhatara
Selaras dengan hal tersebut di atas, Gunung Rinjani. Keyakinan tersebut
adanya keyakinan terhadap Ida Bhatara Sakti diimplementasikan dengan melakukan
di Pura Bukit di Karangasem, Bali pemujaan kehadapan Beliau melalui
mengimplementasikan pembuatan pelinggih pelinggih yang telah dibuatkan dibeberapa
untuk men-sthana-kan Beliau sehingga dapat pura umum yang ada di Lombok.
dihayati oleh orang-orang Bali yang ada di Adanya keyakinan terhadap tiga
Lombok. Adanya keyakinan terhadap kekuatan Adikodrati di atas dalam praktik
kekuatan Adikodrati yang diberikan identitas kehidupan beragama Hindu di Lombok
Ida Bhatara Bukit Sakti ditinjau dari latar ketiga simbol tersebut ditempatkan
belakang kesejarahannya berkaitan dengan berdekatan. Dalam kegiatan-kegiatan
adanya perluasan kekuasaan Kerajaan keagamaan berupa pujawali pada pura-pura
karangasem ke Lombok. Pada masa besar yang memiliki ketiga pelinggih di atas
kesejarahan disebutkan bahwa keberhasilan dilakukan ritual-ritual sesuai dengan tradisi
Kerajaan Karangasem melakukan perluasan yang diwariskan oleh para leluhur mereka.
wilayah kekuasaan ke Lombok sangat erat Tradisi-tradisi ritual yang dilaksanakan
kaitannya dengan adanya tuntunan yang berkaitan dengan penghayatan terhadap
diberikan oleh Ida Bhatara Bukit Sakti. konsep-konsep ketuhanan yang beridentitas
Keyakinan tersebut diimplementasikan lokal tersebut dilandasi oleh keyakinan
dengan melakukan pemujaan kehadapan bahwa Beliau akan hadir menyaksikan dan
Beliau dalam bentuk pelinggih di beberapa sekaligus memberikan tuntunan kepada
pura yang ada di Lombok. Pemujaan yang umatnya dalam rangka mewujudkan
ditujukan kehadapan Beliau sebagai ucapan kehidupan yang lebih baik. Tata cara di
terima kasih atas segala tuntunan yang dalam menyajikan kegiatan-kegiatan ritual
diberikan oleh Beliau sehingga orang-orang tersebut sangat disesuaikan dengan tradisi
Bali yang ada di Lombok dapat hidup dalam dari masing-masing pura yang memiliki
kondisi yang dikehendaki. Pemujaan tersebut pelinggih yang disebutkan di atas.
Pola penghayatan terhadap aspek di Bali merujuk pada Serama Sara, 1991
ketuhanan yang berdimensi lokal tersebut : 21) bahwa bagi masyarakat Hindu di
merupakan suatu wujud keyakinan umat Bali, nilai-nilai ajaran agama Hindu
Hindu yang ada di Lombok yang dianggap sebagai bagian dari hidupnya
dipraktikkan sejak masa kesejarahan. yang memegang peranan penting dalam
Ditinjau dari aspek penamaannya identitas kehidupannya. Agama Hindu telah
aspek ketuhanan tersebut memang tidak dianggap pembentuk pribadinya, cara
ditemukan dalam kitab suci Weda. berpikirnya dan cara hidupnya. Dengan
Tumbuhnya keyakinan terhadap kekuatan demikian maka terbentuklah nilai-nilai
Adikodrati yang berdimensi lokal di atas, yang menjadi ukuran untuk bertindak
tidak terlepas dari dimensi kesejarahan, yang disebut nilai budaya
khususnya yang berkaitan dengan Memang tiada dapat dipungkiri
kedatangan orang-orang Bali di Lombok bahwa ajaran Ketuhanan dalam agama
dalam membangun dan menata kehidupan Hindu di Bali menjadi sumber
sosial keagamaan. Kendati keyakinan kebudayaan, sehingga konsekuensinya
tersebut berdimensi lokal, namun dalam nilai-nilai religius dengan ajatan agama
praktik kehidupan sehari-hari cara Hindu di pakai sebagai pedoman
menghayati Beliau dengan dasar keyakinan bertindak. Menurut Ralph Linton
yang kuat. Hal tersebut diindikasikan oleh kebudayan merupakan kerangka
adanya pelaksanaan upacara-upacara bertindak bagi masyarakat. Teori Linton
keagamaan yang dilaksanakan pada saat dalam masyarakat Hindu memiliki
pujawali yang dilandasi oleh ketulusan yang relevansi dalam hal digunakannya nilai-
dapat menampilkan kemeriahan. Indikator ini nilai religius sebagai sumber nilai-nilai
sebagai petunjuk bahwa keyakinan umat kebudayaan yang mana dijadikan sebuah
Hindu di Lombok terhadap kekuatan- kerangka bertindak yang dilembagakan
kekuatan Adikodrati yang berdimensi lokal melalui bentuk-bentuk seni seperti seni
memiliki landasan yang kuat sehingga sastra, seni pertunjukan dan sebagainya.
hampir setiap pelaksanaan upacara Dengan menuangkan nilai-nilai
keagamaan, berupa pujawali dapat religius ke dalam seni telah
dilaksanakan dengan baik dan meriah. menyebabkan seni tersebut berfungsi
sebagai bagian upacara (ritual) dan
3.6 Konsekuensi Penghayatan sebagai penyebab ajaran agama karena
Ketuhanan Terhadap Perilaku lewat media seni budaya nilai-nilai
Sosiokultural religius akan dikemas lewat sentuhan-
Dalam perkembangannya agama sentuhan estetis sehingga mudah
Hindu selalu mengadopsi budaya dimana diterima oleh masyarakat Hindu lewat
agama Hindu tersebut tumbuh dan kepuasan rohani. Penghayatan
berkembang. Inilah yang melandasi Ketuhanan pada masyarakat Bali pada
beragaman tata pelaksanaan kehidupan umumnya dimana Tuhan dipuja sebagai
beragama antara satu tempat dengan wujud yang berpribadi (personal God).
tempat yang lainnya. Berkaitan dengan Dalam aktivitas tertentu Tuhan menjadi
itu, dalam masyarakat Hindu di Bali Istadewata bagi para pemujanya. Beliau
ajaran agama yang dilaksanakan oleh dipuja sesuai dengan kepentingan serta
orang-orang Bali sejak masa kesejarahan keinginannya.
mengalami perpaduan dengan budaya Karena Tuhan yang diwujudkan
lokal. Dalam pelaksanaan agama Hindu dalam Istadewata, maka muncul banyak
manifestasi-Nya yang berkonsekuensi ajaran agama yang diimplementasikan
pada banyaknya memiliki tempat-tempat dalam kehidupan sehari-hari mengalami
pemujaan. Disamping itu juga banyak perpaduan dengan sistem budaya yang
ada pengastawa, sarana pemujaan, hari diterapkan oleh masyarakat penganutnya
suci keagamaan dan lain dalam kehidupan sehari-hari.
sebagainya.Dalam kehidupan beragama
yang baik dan dikatakan berhasil jika IV. Penutup
ajaran agama itu telah membudaya dalam Berdasarkan hasil kajian di atas dapat
kehidupan sosial kemasyarakatannya. Ini disimpulkan bahwa pelaksanaan agama di
berarti pola kehidupannya terealisasi tengah kehidupan masyarakat Hindu di
dalam setiap aktivitas kehidupannya Lombok memiliki kemiripan dengan tata
digunakan sebagai media pelaksanaan pelaksanaan agama Hindu yang ada di Bali.
perilaku keagamaan. Kemiripan tersebut disebabkan oleh
Dalam realisasi kehidupan beberapa faktor. Pertama, masyarakat Hindu
beragama Hindu di Bali sosial budaya di Lombok adalah para pendatang yang
menjadi media pelaksanaannya. Dengan sebagian besar melakukan migrasi ke
demikian segala bentuk seni yang Lombok setelah Kerajaan Karangasem
meliputi seni tari, seni ukir, seni melakukan penataan terhadap kehidupan
bangunan, seni suara, seni sastra, adat sosial, budaya, dan agama sekitar abad ke-16
istiadat, dan sebagainya diabdikan untuk pada saat adanya perluasan kekuasaan ke
mendukung pelaksanaan hidup wilayah Lombok. Kedua, sumber-sumber
beragama. Dengan demikian, esensi rujukan yang digunakan sebagai pedoman
ajaran Veda tidak hanya diwacanakan pelaksanaan agama oleh orang-orang Bali
namun direalisasikan dalam tindakan dan yang ada di Lombok hampir sama dengan
sikap perilaku. Dengan tiada disadari sumber rujukan yang digunakan oleh para
orang yang tidak tahu tentang Veda telah leluhur mereka yang ada di Bali. Ketiga,
merealisasikan ajarannya dalam adanya kebijakan dari pemerintah kerajaan
kehidupannya (Sura,2001:5). untuk menerapkan sistem dalam bentuk
Selaras dengan hal tersebut di atas, pasuara yang berkaitan dengan tata
dalam pelaksanaan agama Hindu di pelaksanaan agama Hindu pada masyarakat
Lombok memiliki kemiripan dengan Bali di Lombok. Keempat, faktor-faktor lain
pelaksanaan agama Hindu di Bali, yang mendukung terutama yang
khususnya yang berkaitan dengan berhubungan dengan adanya adaptasi
penghayatan aagama Hindu dalam aspek kultural masyarakat Bali dengan tempat
sosial budaya. Pemeluk agama Hindu di permukiman barunya di Lombok.
Lombok sebagian besar merupakan Dalam sistem keyakinan masyarakat
orang-orang Bali yang datang pada masa Hindu di Lombok yang menggunakan
kesejarahan berkaitan dengan identitas penyebutan aspek ketuhanan yang
kedatangan Raja Karangasem dalam berdimensi lokal tidak dilepaskan dengan
melakukan perluasan wilayah kekuasaan. adanya konsep-konsep ketuhanan dalam
Fenomena tersebut mengimplikasikan sistem keyakinan masyarakat Hindu di Bali.
bahwa pelaksanaan agama memiliki Berkenaan dengan itu adanya identitas
kaitan yang erat dengan aspek sosial, ketuhanan yang tidak ditemukan referensinya
yakni melaksanakan agama yang dalam kitab suci Weda merupakan kearifan
melibatkan peran serta banyak umat. lokal yang digunakan untuk menghayati
Demikian juga dalam aspek budaya, aspek ketuhanan sehingga lebih
mendekatkan hubungan antara umat Hindu dalam diri umat Hindu atas dasar keyakinan
lokal dengan kekuatan Adikodrati yang mereka masing-masing. Selaras dengan itu,
dipujanya. Hal ini juga didasarkan atas kiranya tidak perlu dipermasalahkan tentang
adanya ajaran yang disampaikan oleh kitab- perbedaan dalam penyebutan nama Tuhan
kitab Siwatattwa yang mengajarkan dimensi karena sifat Tuhan yang saguna brahman
ketuhanan dengan memberikan sebutan yang memiliki banyak nama sesuai dengan cara
sangat akrab dengan kehidupan masyarakat umat Hindu menghayatinya. Hal yang sangat
Nusantara. Adanya keyakinan terhadap aspek penting dalam konteks ini adalah
ketuhanan yang disebut dengan identitas pelaksanaan agama Hindu seperti yang telah
lokal dalam kaitannya dengan hal ini tidak dilaksanakan oleh masyarakat Bali di
ditemukan referensinya dalam kitab suci Lombok esensinya telah melaksanakan
Weda bukan merupakan kesalahan, namun ajaran kitab suci Weda yang telah dihayati
merupakan suatu kebenaran yang tumbuh terintegrasi dengan budaya lokal.

DAFAR PUSTAKA Pudja, G, 1977, Theologi Hindu, Jakarta,


Arikunto Suharsimi, 1998, Prosedur Mayasari.
Penelitian Suatu Pendekatan ________, 1985, Suatu Pengantar dalam
Praktek, Jakarta : Rineka Cipta Ilmu Veda, Jakarta: Dharma
Arthur A. Valons, 1991, Mahanirwana Sarati
tantra, Terjemahan Nila.K., ------------, 1990, Wedaparikrama, Jakarta :
Denpasar : Upada Sastra. Dharma Sarati
Abinash Candra Bosh, 1990, Panggilan ________, 1995, Sama Weda, Jakarta :
Weda, terjemahan I Wayan Hanuman Sakti.
Sadia, Jakarta : dharma Sarati Pudja dan Sudharta, Tjok, Rai, 1973,
Cudamani, 1998, Bagaimana Umat Hindu Manawa Dharmasastra, Jakarta,
Menghayati Ida sang Hyang Lembaga Penerjemah Kitab
Widhi, Surabaya : Paramita. Suci.
Griffith Ralph T.H., 1986, The Hymns Of Pritchard E.E. Eva, 1984, Agama-Agama
The Rg. Veda, Delhi : Motilal Primitif, Yogyakarta.
Banarsidass Rai Mirsa I G. N., Sura,.I G.,Dunia I
Goundriaan T. and Hooykaas C, 1971, Stuti W.Sindhu I.B.,Dalem
and Stava, Amsterdam-London I.G.K.,Sukayasa I.W. 1994,
: North-Holland Publishing Wrhaspati Tattwa, Denpasar:
Company. UPD. Kadokbud Bali
Hamidi,2004, Metode Penelitian Kualitatif, -------------------, 1994, Ganapati Tattwa,
Malang:Univ.Muhammadiyah Denpasar : UPD. Kadokbud
Koentjaraningrat, 1992, Beberapa Pokok Bali
Antropologi Sosial, Jakarta: -------------------, 1994, Tatwa Jnana,
Dian Rakyat Denpasar : UPD. Kadokbud
Dhavamony, Maria Sussai. 1995, Bali
Phenomenologi Agama, --------------------,1994, Buana Kosa,
Yogyakarta: Kanisius Denpasar :Upada sastra
Nazir Mohamad, 1999, Metode Penelitian, Rai Arnita I.G.A., Sura I G., Dunia I W.,
Jakarta: Ghalia Indonesia Sindhu I.B., Dalem I G.K.
Ngurah I Gusti Made, 1999, Buku Sukayasa I W., 1995, Bhuana
Pendidikan Agama Hindu Sangksepa, Denpasar :
Untuk Perguruan Tinggi, Kadokbud Bali
Surabaya: Paramita
----------------------, 1995, Sang Hyang
Mahajnana, Denpasar :
Kadokbud Bali
----------------------, 1995, Siwa tattwa
Purana, Denpasar : Kadokbud
Bali
Santri, Raka, 2000, Tuhan Dan Berhala,
Denpasar, Yayasan Dharma
Naradha.
Soejono, 1999, Metode penelitian Suatu
Pemikiran Dan Penerapan,
Jakarta: Rineka Cipta
Sudarto, 1997, Metodologi Penelitian
Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Sura I Gede, 1994, Agama Hindu, Sebuah
pengantar, Denpasar: Kayumas
Agung
-------------,1991, Pengantar Veda Dan
Upanisad, Denpasar, Sari Sri
Sedana
-------------, 2001, “Ajaran Ketuhanan
Dalam Agama Hindu Di Bali”,
Denpasar: Makalah yang tidak
dipublikasikan
Suryabrata, Sumadi,200, Metodologi
Penelitian, Jakarta : Raja
Grafindo persada
Sastra, Gede Sara, 1994, Konsepsi
Monotheisme Dalam Agama
Hindu, Denpasar : Upada Sastra
Sivananda, Sri Svami, 1993, Intisari Ajaran
Hindu, Surabaya, Paramita
Tim Penyusun Buku-Buku Agama Hindu,
2000, Panca Yadnya,Denpasar:
Pemprop Bali
--------------------------,2000, Siwatattwa,
Denpasar Pemprop Bali
Titib I Made, 1995, Ketuhanan Dalam Weda,
Denpasar: Pustaka Manikgeni
---------------------------, 1998, Veda, Sabda
Suci, Pedoman Praktis
Kehidupan, Surabaya: Paramita
Wirawan, I W.A. 1999. “Studi Komparatif
Kerangka Konsep Ketuhanan
dalam Kitab Suci Veda dan
Kitab Siwatattwa sebagai
Sumber Pedoman Beragama
Hindu di Bali”. Denpasar:
Skripsi STAHN

You might also like