You are on page 1of 7

Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.

P,
Raka K., Swastini)
KAJIAN INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS
HIPERTENSI DI RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2007

A. A. Ngurah Putra Riana Prasetya, A. A. Raka Karsana, Dewa Ayu Swastini


Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana

ABSTRACT

A research which observing drug interaction in chronic kidney diseasse hypertension compliance
patients in RSUP Sanglah Denpasar has been carried out. This research was carried to find out the
number of drug interactions in chronic kidney diseasse hypertension compliance patients therapy.

This research was run descriptively and retrospectively. The studies were done by observing the
adverse effect that may raised from the drug interaction which was used. Furthermore, the research
also covered about the management to overcome the problem that raised from each interactions.

There are about 20 patients which has been confirmed passed the inclusions and exclusions
criteria. The observations which were held literaturely based on Lexi Comp was resulting 16 drug
interactions. There was no drug interaction with A and X risk factor found. While, drug interactions
of B and C risk factor occurred 37,5% with 6 spesific drug interactions for each. Four drug
interactions occurred in D risk factor category, it is about 25%. The studies which were held
literaturely based on Drug.com showed 26 spesific interactios with 7 minor interactions, 18
moderate interactions and 1 major interaction, which in percentage about 26,92%, 69,23% and
3,85% respectively.

Keyword : Chronic Kidney Dissease, hypertension, drug interaction

PENDAHULUAN bentuk drug Related Problem adalah masalah


Seorang farmasis memegang peranan yang yang terkait dengan interaksi obat-obat yang
sangat penting dalam peningkatan mutu digunakan dalam suatu terapi (Drug
pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada Interaction). Menurut laporan Institute of
pasien (Patient Oriented). Sebagai seorang Medicine, angka kejadian (incidence) dari
farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini interaksi obat dalam klinik cukup besar. Dari
dapat dilakukan melalui suatu proses data, diketahui bahwa 44.000 – 98.000
pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care). kematian terjadi setiap tahunnya akibat
Praktek Pharmaceutical care merupakan berbagai kesalahan dalam klinis, dan sekitar
kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk 7.000 kematian terjadi karena efek samping
mengidentifikasi, mencegah dan dari pengobatan yang dilakukan (termasuk
menyelesaikan masalah obat dan masalah yang akibat dari interaksi obat) (Almeida, et al.,
berhubungan dengan kesehatan (Anonim, 2007).
2004). Salah satu wujud kegiatan ini adalah Dari hasil survei mengenai insiden efek
dengan melakukan suatu kajian terhadap samping, diketahui bahwa insiden efek
masalah terkait obat (Drug Related Problem) samping pada penderita rawat inap yang
dari setiap terapi yang dipertimbangkan serta menerima 5 macam obat adalah 3,5%.
diberikan kepada pasien. Sedangkan untuk pasien yang mendapat 16–20
Kajian mengenai Drug Related Problem macam obat, terjadinya peningkatan insidensi
(DRP) sangatlah kompleks dan luas, salah satu

9
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
efek samping sebesar 54 % (Rahmawati, et al., meminimalkan masalah yang mungkin timbul
2006). selama terapi. Disamping itu, dengan adanya
Pada studi lainnya, diketahui terjadi kajian ini diharapkan pula dapat menjadi
insiden efek samping sekitar 7% pada pasien langkah awal dalam pelaksanaan
yang menggunakan 6 – 10 obat. Laju efek Pharmaceutical care yang berorientasi pada
samping akan meningkat hingga 40% pada pasien (Patient Oriented).
pasien yang menggunakan 16 – 20 obat METODE PENELITIAN
(Stockley, 2005). Penelitian yang dilakukan adalah
Peningkatan insiden efek samping yang penelitian deskriptif. Pengumpulan data
jauh melebihi peningkatan jumlah obat dimulai dari collecting laporan unit rekam
diperkirakan akibat terjadinya interaksi obat medis secara retrospektif untuk kasus gagal
(Ganiswarna, 1995). Kajian terkait interaksi ginjal hipertensi rawat inap periode 1 Januari –
obat ini sangat bermanfaat dalam terapi pada 31 Desember 2007. Pengumpulan meliputi
pasien gagal ginjal kronis hipertensi. Gagal nomor register pasien, data pasien, keluhan
ginjal kronis merupakan suatu kondisi masuk rumah sakit, diagnosis, komplikasi,
penurunan fungsi ginjal yang progresif, yang penggunaan obat dan regimen dosis, data
dapat menimbulkan kerusakan ginjal yang tekanan darah, serta gejala klinis pada pasien
irreversibel (Suwitra, 2006). Kondisi ini selama perawatan. Kriteria inklusi pada
diperparah dengan munculnya berbagai penelitian ini mencakup seluruh pasien dengan
komplikasi seperti gangguan cairan dan diagnosa gagal ginjal kronis hipertensi yang
keseimbangan elektrolit (retensi natrium dan menjalani rawat inap periode 1 Januari – 31
air, hipermagnesemia, hiperfosfatemia, Desember 2007 di ruang rawat inap RSUP
hiperkalemia, hiperurisemia), asidosis Sanglah. Kriteria eksklusi meliputi pasien
metabolik, hipertensi, anemia, gagal jantung, dengan komplikasi Diabetes Mellitus (DM),
mual dan muntah, pruritis, hiperlipidemia, batu ginjal, pasien yang menjalani operasi
koagulopati, dan infeksi (Sjamsiah, 2005; maupun transplantasi ginjal, dan pasien yang
Suwitra, 2006; Tim penyusun c, 2006). menjalani hemodialisis.
Salah satu komplikasi yang banyak terjadi Kajian dilakukan dengan melakukan
pada pasien gagal ginjal kronis adalah pengamatan terhadap efek samping akibat dari
hipertensi. Menurut penelitian, jumlah adanya interaksi obat yang digunakan dan
penderita gagal ginjal kronis hipertensi tercatat pemberian suatu manajemen pengatasan dari
± 4 sampai 5 ribu penderita (Alam dan tiap interaksi. Interaksi obat yang dilihat hanya
Hadibroto, 2008). Pada pasien gagal ginjal pada batasan interaksi antar obat (obat-obat).
kronis dengan komplikasi hipertensi, Interaksi ditentukan berdasarkan standar
penurunan fungsi ginjal pada pasien signifikansi yang terdapat pada situs resmi
diperparah dengan peningkatan tekanan darah www.drug.com, dan LEXI-COMP software.
yang justru akan memperberat kerja ginjal. Signifikansi interaksi ditinjau dari beberapa
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronis faktor, yaitu onset (waktu yang dibutuhkan
hipertensi ini memerlukan penatalaksanaan untuk mengantisipasi terjadinya efek
terapi yang intensif. Kompleksnya terapi yang samping); severity (keparahan yang
diperlukan memaksa banyaknya penggunaan ditimbulkan oleh interaksi tersebut); serta
berbagai kombinasi obat (polifarmasi) yang dokumentasi (jumlah dan kualitas literatur atau
cenderung akan meningkatkan resiko penelitian yang menerangkan interaksi
terjadinya interaksi obat (Stockley, 2005). tersebut).
Oleh karena itu, adanya kajian mengenai HASIL DAN PEMBAHASAN
interaksi obat pada pasien gagal ginjal kronis 1. Demografi Pasien
hipertensi diharapkan mampu membantu Dari hasil pengumpulan data rekam medis
tenaga kesehatan lainnya dalam pasien gagal ginjal kronis hipertensi diperoleh

10
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
jumlah total pasien sebesar 298 orang. Dari bahkan diabaikan oleh pasien dan baru
keseluruhan data tersebut, diperoleh 20 pasien terdeteksi setelah kondisi ginjal semakin
yang lolos dalam kriteria inklusi dan eksklusi memburuk dan manifestasi klinis yang
yang telah ditetapkan. semakin parah yaitu pada stadium akhir
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa (Sjamsiah, 2005).
pasien gagal ginjal kronis hipertensi laki-laki 2. Klasifikasi Penggunaan Obat
memiliki persentase yang lebih besar yaitu 16
pasien (80%) jika dibandingkan dengan pasien
perempuan yang hanya berjumlah 4 pasien
(20%). Laki-laki mempunyai risiko lebih
tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal.
Laki-laki juga mempunyai risiko lebih besar
terhadap morbiditas dan mortalitas
kardiovaskuler. Sedangkan di atas umur 50
tahun hipertensi lebih banyak terjadi pada
wanita (Anonim, 2008) . Hal ini disebabkan
karena pasien laki-laki cenderung memiliki
pola hidup yang kurang sehat (merokok,
konsumsi alkohol, kopi dan energy drink)
Untuk penanganan kondisi atau gejala
yang memicu stres oksidatif jauh lebih besar
hipertensi pada pasien gagal ginjal, digunakan
jika dibandingkan dengan pasien perempuan
monoterapi dan kombinasi terapi. Penggunaan
(Lullmann, et al., 2000., Reims, 2004.,
OAT (Obat Anti Hipertensi) terbesar seperti
O’Brien, 2006).
terlihat pada Gambar 1 adalah dengan
Dari hasil penelusuran data retrospektif
menggunakan golongan ACE inhibitor yaitu
yang dilakukan pada pasien gagal ginjal
Captopril (36%). Penggunaan Captopril ini
hipertensi, dapat diketahui sebaran pasien
dirasa lebih efektif karena obat ini bekerja
penderita gagal ginjal hipertensi tertinggi
dengan menghambat Sistem Renin
adalah pada usia 51 – 60 tahun (30%),
Angiotensin Aldosteron (SRAA) yang selain
kemudian usia 31 – 40 tahun (25%), pasien
dapat menurunkan tekanan darah, juga
usia 21 – 30 tahun (20%) dan 61 – 70 tahun
memperlambat perkembangan penyakit ginjal
(20%), serta dengan tingkat insidensi terendah
yang telah ada (Kasper, et al., 2005; Sjamsiah,
pada pasien usia 41 – 50 tahun (5%).
2005).
Deskripsi mengenai demografi pasien juga
Dari data juga diketahui penggunaan OAT
dilakukan untuk mengetahui stadium gagal
golongan Calcium Channel Blocker (CCB)
ginjal dan hipertensi yang diderita pasien.
yaitu Nifedipine sebesar 27%. Terapi ini juga
Diagnosis tertinggi adalah pasien CKD
dirasa cukup efektif karena pada pasien
(Chronic Kidney Dissease) stadium V dan
dengan gangguan ginjal, penggunaan CCB
Hipertensi stadium II sebesar 75%. Untuk
golongan dihidropiridin long acting sangat
diagnosis CKD stadium V HT I terdapat
menguntungkan karena memiliki efek
sebesar 20% dan CKD III HT I diperoleh nilai
renoprotektif dengan menurunkan resistensi
sebesar 5%.
vaskular ginjal dan meningkatkan aliran darah
Diagnosis terbesar pada CKD V dan HT I
ke ginjal tanpa mengubah LFG (Laju Filtrasi
terjadi karena pada umumnya gejala atau
Glomerulus) dan sedikit dieliminasi pada
manifestasi klinis penyakit gagal ginjal
ginjal (McEvoy, 2004).
hipertensi ini muncul secara tiba-tiba ataupun
Terapi lainnya adalah dengan
bertahap, bahkan ada yang tidak menimbulkan
menggunakan diuretik kuat seperti furosemide
gejala awal yang jelas. Sehingga penurunan
yang sebagian besar digunakan untuk
fungsi ginjal tersebut sering tidak dirasakan

11
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
mengatasi kondisi udema pada pasien gagal gagal ginjal disamping untuk mengontrol
ginjal (terutama jika disertai dengan adanya tekanan darah adalah untuk mengurangi
gagal jantung kongestif) disamping sebagai terjadinya resiko infark, jantung koroner,
terapi kombinasi penanganan hipertensi mengurangi kebutuhan O2 dari jantung, serta
(Kaplan, 2004). untuk menstabilkan kontraktilitas miokard
Penggunaan β-blocker sebenarnya (Munar dan Singh, 2007).
memerlukan perhatian yang khusus terutama Selain obat-obat tersebut, dalam
pada pasien gagal ginjal. Hal ini karena terapi penanganan hipertensi pada pasien gagal ginjal
hipertensi dengan ß-bloker pada penderita juga digunakan kombinasi terapi lainya dari
gagal ginjal kronik telah obat seperti Clonidine, Amlodipine, serta obat
dilaporkan menyebabkan fungsi ginjal golongan Angiotensin Reseptor Blocker
menurun, efek ini mungkin disebabkan karena (ARB) yaitu Losartan dan Valsartan
terjadi pengurangan aliran darah ginjal dan (Ganiswarna, 1995., Sjamsiah, 2005). Hal ini
laju filtrasi glomerolus akibat pengurangan dilakukan untuk tujuan mengontrol tekanan
curah jantung dan penurunan tekanan darah darah pasien yang sebagian besar fluktuatif
oleh obat (Ganiswarna, 1995). Namun akibat kondisi ginjal pasien yang telah
pertimbangan penggunaan β-blocker menurun (Sjamsiah, 2005).
kardioselektif seperti Bisoprolol pada pasien

Dari keseluruhan pengobatan yang mengikat fosfat pada saluran pencernaan


dilakukan, persentase penggunaan obat non sehingga mengurangi absorpsi fosfat
anti hipertensif terbesar adalah penggunaan (Sweetman, 2007). Terapi dengan Asam Folat
CaCO3 dan Asam Folat. Secara garis besar, digunakan dalam penanganan kondisi anemia
CaCO3 digunakan sebagai buffer dalam yang muncul pada pasien kondisi uremia,
penanganan kondisi asidosis metabolik yang defisiensi asam folat, defisiensi besi, defisiensi
terjadi pada hampir seluruh pasien gagal ginjal vitamin B12, dan akibat fibrosis sumsum
karena kesulitan dalam proses eliminasi tulang belakang (Suhardjono, et al., 2001).
buangan asam hasil dari metabolisme tubuh Dari 20 pasien hanya 2 pasien yang mencapai
(Sjamsiah, 2005). CaCO3 juga digunakan kesesuaian terapi (11 – 12 g/dl) dalam
dalam penanganan kondisi hiperfosfatemia penanganan anemia. Terapi ini dirasa kurang
pasien. Hiperfosfatemia pada pasien gagal efektif mengingat anemia yang terjadi pada
ginjal terjadi akibat pelepasan fosfat dari pasien gagal ginjal kronis merupakan akibat
dalam sel karena kondisi asidosis dan uremik berkurangnya hormon eritropoetin yang
yang sering terjadi. CaCO3 bekerja dengan dihasilkan ginjal (Anonim, 2006). Penggunaan

12
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
kalitake sebesar 8% digunakan untuk furosemide. Kondisi ini juga dapat terjadi bila
menstabilkan kadar kalium dari pasien yang LFG pasien turun menjadi 5 ml/menit
berkurang akibat berbagai faktor, misalnya (Sjamsiah, 2005).
akibat penggunaan diuretik kuat seperti
3. Kajian Interaksi Obat

Tabel 1. Tabel Interaksi Obat Berdasarkan Parameter Penilaian Drug.com

13
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
Penelusuran data yang dilakukan 2. Terdapat 26 interaksi berdasarkan
terhadap dua literatur (Tabel 1 dan Tabel 2). Drug.com dengan 7 interaksi Minor
Berdasarkan Lexi Comp, signifikansi interaksi (26,92%), 18 interaksi Moderat (69,23%)
ditinjau dari beberapa faktor seperti onset; dan 1 interaksi Major (3,85%).
severity; serta dokumentasi (lampiran). Dari 3. Terdapat 12 interaksi spesifik yang sama
ketiga parameter signifikansi tersebut berdasarkan literatur Lexi Comp dan
diberikan suatu manajemen pengatasan Drug.com.
interaksi obat serta penentuan tingkat resiko Daftar Pustaka
berdasarkan variabel dari FDA. Sedangkan
parameter yang hampir sama ditunjukkan pada Anonim. 2004. KEPUTUSAN MENTERI
data yang diperoleh berdasarkan literatur KESEHATAN REPUBLIK
Drug.com. Pustaka hanya mencatumkan INDONESIA NOMOR
parameter severity (tingkat keakutan dari 1197/MENKES/SK/X/2004 TENTANG
interaksi yang terjadi) dari tiap interaksi yang STANDAR PELAYANAN FARMASI
terjadi, meski dengan jumlah interaksi yang DI RUMAH SAKIT, (Cited 2009 Jan,
lebih banyak daripada literatur Lexi Comp. 16). Available from
Berdasarkan kajian di atas, dapat URL:http://bankdata.depkes.go.id/data
diketahui 12 interaksi spesifik yang sama %20int
berdasarkan kedua literatur drug interaction ranet/Regulasi/Kepmenkes/Kepmenkes
checker yang ditunjukkan pada diagram %201197MENKES-SK-X-2004.pdf.
interfeksi di bawah ini. Almeida, S. M., C. S. Gama., N. Akamine.
2007. Prevalence and Calssification of
drug-drug interaction in Intensive Care
Patient. Einstein. 5(4):347- 351.

Rahmawati, F., R. Handayani., V. Gosal,


2006. Kajian retrospektif interaksi obat
di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito
Yogyakarta. Majalah Farmasi
Indonesia, 17(4), 177 – 183.

Stockley, I. H., 2005. Drug Interactions,


Kesimpulan
Electronic Version. London:
Dari hasil penelitian tentang kajian Pharmaceutical Press.
interaksi obat pada pengobatan pasien gagal
Ganiswarna, S., G, 1995, Farmakologi dan
ginjal kronis hipertensi di unit rawat inap
Terapi, edisi 4, Bagian Farmakologi
rumah sakit umum pusat sanglah Denpasar,
Fakultas Kedokteran Universitas
dapat disimpulkan :
Indonesia, Jakarta.
1. Terdapat 16 interaksi berdasarkan Lexi
Comp. Tidak terdapat interaksi dengan Suwitra, K., Aru, W. S., Bambang, S., Idrus,
tingkat resiko A dan X. Sedangkan A., Marcellus, S. K., Siti, S. 2006. Ilmu
tingkat resiko B (37,5%) dan C (37,5%) Penyakit Dalam Jilid 1 edisi 4: Penyakit
dengan masing-masing 6 interaksi Gagal Ginjal Kronis Dalam, Jakarta:
spesifik dari tiap-tiap obat. Untuk Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam.
interaksi dengan tingkat resiko D Hal 570 – 573.
diketahui bahwa terdapat 4 interaksi
(25%).

14
Kajian Interaksi Obat pada Pengobatan Pasien Gagal Ginjal Kronis Hipertensi (Putra R.P,
Raka K., Swastini)
Sjamsiah, S. 2005. Farmakoterapi Gagal 10). Available fromURL:
Ginjal. Surabaya : Universitas ttp://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cyberm
Airlangga. ed/detail.aspx?x=Health+Woman&y=cy
bermed|0|0|14|795).
Tim Penyusun c. 2006, Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Lullmann, H., K. Mohr., A. Ziegler., D.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Bieger. 2000. Color Atlas of
Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Pharmacology, 2nd Edition. New York
Alat Kesehatan Departemen Kesehatan. : Thieme.

Alam, S., I. Hadibroto. 2008. Gagal Ginjal. O’Brien, C. P., 2006. Drug Addiction and
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Drug Abuse, in: Goodman and
Gilmans, The Pharmacological Basis of
Anonim. 2008. “Silent Disease” yang Siap herapeutics,11th Edition. USA :
Menyerang Tiba-tiba, (Cited 2009 Jun, McGraw Hill Companies Inc.

15

You might also like