You are on page 1of 25
Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 75/M-IND/PER/7/2010 TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 10 Mengingat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, perlu menetapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices), bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu dikeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik indonesia Nomor 5063); Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821); Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); Menetapkan: 2 Perturan Mart Resear 6. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentang Kewenangan Pengaturan, Pembinaan dan Pengembangan Industri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Ketentuan Label dan Iklan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3867); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 9. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara; 10. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi Tugas dan Fungsi Eselon | Kementerian Negara; 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode Tahun 2009-2014; 12. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 01/M-IND/PER/3/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian; 13. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 52/M-IND/PER/4/2010 tentang tentang Kedudukan dan Tugas Pejabat Kementerian Perindustrian Dalam Masa Peralihan Struktur Organisasi; MEMUTUSKAN: PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN TENTANG PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) Pasal 1 Memberlakukan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices) yang selanjutnya disebut CPPOB sebagaimana tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini sebagai pedoman umum dalam memproduksi pangan olahan. Pasal 2 Pedoman CPPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan acuan bagi industri pengolahan pangan, pembina industri pengolahan pangan dan pengawas mutu dan keamanan pangan olahan. 3 Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 Pasal 3 (1) Pedoman CPPOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dapat diberlakukan secara wajib terhadap produk pangan olahan yang dianggap kritis yang membutuhkan pengelolaan secara sangat hati-hati. (2) Direktur Jenderal pembina industri pangan olahan menetapkan petunjuk teknis CPPOB terhadap produk pangan olahan yang diberlakukan secara wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 4 Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ‘Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2010 MENTERI PERINDUSTRIAN RI ttd MOHAMAD S. HIDAYAT Diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2010 MENTERI HUKUM DAN HAK ASAS! MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 358 Salinan sesuai dengan aslinya Sekretariat Jenderal Kementerian Perindustrian eq Hukum dan Organisasi OY LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI NOMOR __ :75/M-IND/PER/7/2010 TANGGAL : 19 Juli 2010 PEDOMAN CARA PRODUKSI PANGAN OLAHAN YANG BAIK (GOOD MANUFACTURING PRACTICES) 4. PENDAHULUAN Dalam rangka mengantisipasi persaingan perdagangan global yang semakin ketat, perlu peningkatan daya saing produk industri, termasuk produk industri pengolahan pangan. Peningkatan daya saing tersebut antara lain akan dicapai apabila industri pengolahan pangan mampu memproduksi pangan olahan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Menteri Perindustrian menetapkan Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan Yang Baik (CPPOB) sebagai acuan umum bagi: a. industri pengolahan pangan dalam merencanakan, membangun dan mengoperasikan perusahaannya dalam memproduksi dan menyediakan produk yang aman dan layak dikonsumsi manusia; b. Pembina industri pengolahan pangan dalam pengaturan dan pengembangan industri pengolahan pangan; dan . Pengawas mutu dan keamanan pangan olahan dalam melakukan audit Penerapan CPPOB diperlukan untuk: a. mencegah tercemamya pangan olahan dari cemaran biologi, kimia/fisik yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia; b. membunuh atau mencegah berkembang biak jasad renik patogen serta mengurangi jumlah jasad renik lain yang tidak dikehendaki; dan ©. mengendalikan produksi melalui pemilinan bahan baku, penggunaan bahan penolong, penggunaan bahan pangan lainnya, penggunaan bahan tambahan pangan (BTP), pengolahan, pengemasan, dan penyimpanan/ pengangkutan. Pedoman CPPOB terdiri atas 3 (tiga) tingkatan, yaitu “harus” (shall), “seharusnya” (should), dan “dapat” (can), yang diberlakukan terhadap semua lingkup yang terkait dengan proses produksi, pengemasan, penyimpanan dan atau pengangkutan pangan olahan dengan rincian sebagai berikut: a. persyaratan “harus”; b. persyaratan “seharusnya’”; atau ©. persyaratan “dapat”. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PERI7/2010 2, MAKSUD Pedoman CPPOB ini dimaksudkan sebagai acuan umum bagi industri pengolahan pangan dalam menghasilkan produk yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi. 3. TUJUAN Penerapan CPPOB ini ditujukan untuk: a. menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan ‘sesuai dengan tuntutan konsumen; b. mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk yang dihasilkan; . meningkatkan daya saing industri pengolahan pangan; dan d. meningkatkan produktifitas dan efisiensi industri pengolahan pangan. 4, RUANG LINGKUP Ruang lingkup Pedoman CPPOB ini meliputi persyaratan yang diterapkan dalam industri pengolahan pangan, yaitu: 1) Lokasi; 2) Bangunan; 3) Fasilitas Sanitasi, 4) Mesin dan Peralatan; 5) Bahan; 6) Pengawasan Proses; 7) Produk Akhir, 8) Laboratorium; 9) Karyawan; 10) Pengemas; 11) Label dan Keterangan Produk; 12) Penyimpanan; 13) Pemeliharaan dan Program Sanitasi; 14) Pengangkutan; 15) Dokumentasi dan Pencatatan; 16) Pelatihan; 17) Penarikan Produk; dan 18) Pelaksanaan Pedoman. 5. PENGERTIAN Dalam pedoman ini yang dimaksud dengan: 1) Pedoman adalah acuan bersifat umum yang dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 2) Cara produksi adalah suatu cara, metode atau teknik meningkatkan nilai tambah suatu barang dengan menggunakan faktor produksi yang ada. 3) Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan 4) Bahan pangan olahan adalah bahan baku hasil pertanian (nabati, hewani) yang digunakan oleh industri pengolahan pangan untuk menghasilkan roduk akhir. 5) Industri pengolahan pangan adalah perusahaan yang memproduksi makanan atau minuman hasil pengolahan dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. 6) Pabrik/tempat produksi adalah bangunan dan fasilitas yang digunakan untuk produksi makanan atau minuman, termasuk pengolahan, pengemasan, pelabelan dan penyimpanan. 7) Pembina industri pengolahan pangan adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan terhadap industri pengolahan pangan. 8) Pengawas mutu dan keamanan pangan olahan adalah personil yang ditugaskan untuk melakukan pengawasan di perusahaan dalam menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan olahan. 9) Mutu produk adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan olahan dan kandungan gizi terhadap makanan dan minuman. 10) Keamanan pangan olahan adalah kondisi dan upaya yang diperiukan untuk mencegah pangan olahan dari kemungkinan cemaran_biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. 11) Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit. 12) Kegiatan sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk mematikan jasad renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya, agar tidak membahayakan kesehatan manusia, 18) Air minum adalah air yang melalui proses produksi atau tanpa proses produksi yang mutunya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum serta ‘sesuai peraturan perundangan. 14) Air bersin adalah air yang digunakan untuk keperluan sehar-hari yang mutunya memenuhi syarat kesehatan sesuai peraturan perundang-undangan. 16) Fasilitas ganti pakaian adalah ruangan yang digunakan untuk mengganti pakaian dari luar dengan pakaian kerja. 16) Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan. 17) Higiene pangan olahan adalah tindakan yang diperlukan pada seluruh rantaiproduksi untuk menjamin keamanan, kebersihan dan kelayakan pangan olahan yang dihasilkan 18) Desinfeksi adalah tindakan/usaha yang dilakukan dengan cara fisik atau kimia untuk mengurangi jumlah jasad renik yang terdapat dalam makanan atau minuman atau benda (peralatan, meja, lantai dan lain-lain) yang digunakan dalam produksi sampai batas yang tidak membahayakan, tanpa mempengaruhi mutu produk dan keamanan konsumen. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 4 19) Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi/membungkus. yang bersentuhan langsung dengan produk 20) Limbah adalah sisa suatu usaha/kegiatan. 21) Bahan baku adalah bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses produksi yang merupakan bagian terbesar dari produk. 22) Bahan tambahan adalah bahan yang ditambahkan dalam jumlah kecil selama proses dengan tujuan membantu proses produksi atau membentuk karakteristik tertentu pada produk. 23) Bahan penolong adalah bahan yang digunakan untuk membantu proses produksi dalam menghasitkan produk. 24) Bahan tambahan pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk produk, baik yang mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi 25) Label pangan olahan adalah setiap keterangan mengenai pangan olahan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk {ain yang disertakan pada pangan olahan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada atau merupakan bagian kemasan pangan olahan. 26) Bahaya adalah bahan biologi, kimia atau fisika atau kondisi pangan olahan yang berpotensi mengancam kesehatan konsumen. 27) Hama adalah binatang atau hewan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mengkontaminasi dan menyebabkan kerusakan makanan atau minuman, termasuk burung, hewan pengerat tikus), serangga 28) Kontaminasi adalah terdapatnya benda-benda asing (bahan biologi, kimia atau fisik) yang tidak dikehendaki dari suatu produk atau benda dan peralatan yang digunakan dalam produksi. 29) Kontaminasi silang adalah kontaminasi dari satu bahan pangan olahan/ pangan olahan ke bahan pangan olahan/ pangan olahan lainnya melalui kontak langsung atau melalui pekerja pengolahan, kontak permukaan atau melalui air dan udara 30) Persyaratan "harus’ adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung, 31) Persyaratan "seharusnya’ adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi yang berpengaruh terhadap keamanan produk. 32) Persyaratan "dapat" adalah persyaratan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi yang kurang berpengaruh terhadap keamanan produk. 6. LOKASI a. Umum. Untuk menetapkan letak pabrik/tempat produksi, periu mempertimbangkan lokasi dan keadaan lingkungan yang bebas dari sumber pencemaran dalam upaya melindungi pangan olahan yang diproduksi. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 b. Pertimbangan lokasi pabrik/tempat produksi 1) Pabriktempat produksi harus jauh dari daerah lingkungan yang tercemar atau daerah tempat kegiatan industri/usaha yang menimbulkan pencemaran terhadap pangan olahan; 2) Jalan menuju pabrik/tempat produksi seharusnya tidak menimbulkan debu atau genangan air, dengan disemen, dipasang batu atau paving block dan dibuat saluran air yang mudah dibersihkan; 3) Lingkungan pabrik/tempat produksi_ harus bersih dan tidak ada sampah teronggok; 4) Pabrik/tempat produksi seharusnya tidak berada di daerah yang mudah tergenang air atau daerah banjir, 5) Pabriktempat produksi seharusnya bebas dari semak-semak atau daerah sarang hama; 6) Pabrik/tempat produksi seharusnya jauh dari tempat pembuangan sampah umum, limbah atau permukiman penduduk kumuh, tempat rongsokan dan tempat-tempat lain yang dapat menjadi sumber cemaran; dan 7) Lingkungan di Ivar bangunan pabrik/tempat produksi yang terbuka seharusnya tidak digunakan untuk kegiatan produksi. 7. BANGUNAN a. Umum. Bangunan dan ruangan dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene sesuai dengan jenis pangan olahan yang diproduksi serta sesuai urutan proses produksi, sehingga mudah dibersinkan, mudah dilakukan kegiatan sanitasi, mudah dipelihara dan tidak terjadi kontaminasi silang diantara produk b. Desain dan tata letak. Bagian dalam ruangan dan tata letak pabrik/tempat produksi seharusnya dirancang sehingga memenuhi persyaratan higiene pangan olahan yang mengutamakan persyaratan mutu dan keamanan pangan olahan, dengan cara: baik, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi makanan atau minuman dari kontaminasi silang selama proses. ¢. Struktur ruangan. Struktur ruangan harus terbuat dari bahan yang tahan lama, mudah dipelihara dan dibersinkan atau didesinfeksi. Struktur ruangan_pabrik/ tempat produksi pengolahan pangan meliputi: lantai, dinding, atap, pintu, jendela, ventilasi dan permukaan tempat kerja serta penggunaan bahan gelas, dengan persyaratan sebagai berikut 4) Lantai, Konstruksi lantai didesain sedemikian rupa sehingga memenuhi praktek higiene pangan olahan yang baik yaitu tahan lama, memudahkan pembuangan air, air tidak tergenang dan mudah dibersihkan serta mudah didesinfeksi. Persyaratan lantai ruangan sebagai berikut: 2) 3) Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 a) Lantai ruangan produksi seharusnya kedap air, tahan terhadap garam, basa, asam/bahan kimia lainnya, permukaan rata tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan; b) Lantai ruangan produksi yang juga digunakan untuk proses Pencucian, seharusnya mempunyai kemiringan yang cukup sehingga memudahkan pengaliran air dan mempunyai saluran air atau lubang pembuangan sehingga tidak menimbulkan genangan air dan tidak berbau; ) Lantai dengan dinding seharusnya tidak membentuk sudut mati atau sudut siku-siku yang dapat menahan air atau kotoran tetapi membentuk sudut melengkung dan kedap air; dan d) Lantai ruangan untuk kamar mandi, tempat cuci tangan dan sarana toilet seharusnya mempunyai kemiringan yang cukup kearah saluran pembuangan sehingga tidak —menimbulkan genangan air dan tidak berbau. Dinding Konstruksi dinding atau pemisah ruangan didesain sehingga tahan lama dan memenuhi syarat higiene pangan olahan yang baik yaitu mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta melindungi pangan olahan dari kontaminasi selama proses dengan persyaratan sebagai berikut: a) Dinding ruang produksi seharusnya terbuat dari bahan yang tidak beracun; b) Permukaan dinding ruang produksi bagian dalam seharusnya terbuat dari bahan yang halus, rata, berwarna terang, tahan lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan; ©) Dinding ruang produksi seharusnya setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air, tahan terhadap garam, basa, asam atau bahan kimia lain; d) Pertemuan dinding dengan dinding pada ruang _produksi seharusnya tidak membentuk sudut mati atau siku-siku yang dapat menahan air dan kotoran, tetapi membentuk sudut melengkung sehingga mudah dibersihkan; dan e) Permukaan dinding kamar mandi, tempat cuci tangan dan toilet, seharusnya setinggi minimal 2 m dari lantai dan tidak menyerap air serta dapat dibuat dari keramik berwarna putin atau wama terang lainnya, Atap dan langit-langit Konstruksi atap dan langit-angit didesain sehingga memenuhi syarat higiene pangan olahan yang baik yaitu dapat melindungi ruangan dan tidak mengakibatkan pencemaran pada produk dengan persyaratan sebagai berikut: a) Atap seharusnya terbuat dari bahan yang tahan lama, tahan terhadap air dan tidak bocor; b) Langit-angit seharusnya terbuat dari bahan yang tidak mudah terkelupas atau terkikis, mudah dibersinkan dan tidak mudah retak; 4) 5) Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-INDIPER/7/2010 ¢) Langit-langit seharusnya tidak berlubang dan tidak retak untuk mencegah keluar masuknya binatang termasuk tikus dan serangga serta mencegah kebocoran; d) Langit-angit dari lantai seharusnya setinggi minimal 3m untuk memberikan aliran udara yang cukup dan mengurangi panas yang diakibatkan oleh proses produksi; €) Permukaan langit-langit seharusnya rata, berwama terang dan mudah dibersihkan; f) Permukaan langit-langit di ruang produksi yang menggunakan atau menimbulkan uap air seharusnya terbuat dari bahan yang tidak menyerap air dan dilapisi cat tahan panas; dan 9) Penerangan pada permukaan kerja dalam ruangan produksi seharusnya terang sesuai dengan keperluan dan persyaratan kesehatan serta mudah dibersihkan. Pintu Persyaratan pintu ruangan sebagai berikut: a) Seharusnya dibuat dari bahan tahan lama, kuat dan tidak mudah pecah; b) Permukaan pintu ruangan seharusnya rata, halus, berwama terang dan mudah dibersinkan; ©) Pintu ruangan termasuk pintu kasa dan tira udara harus mudah ditutup dengan baik; dan ) Pintu ruangan produksi seharusnya membuka keluar agar tidak masuk debu atau kotoran dari luar. Jendela dan ventilasi Persyaratan jendela ruangan sebagai berikut: a) Dapat dibuat dari bahan tahan lama, tidak mudah pecah atau rusak; b) Permukaan jendela harus rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan; ©) Jendela dari lantai seharusnya setinggi_ minimal 1_m untuk memudahkan membuka dan menutup, dengan letak jendela tidak boleh terialu rendah karena dapat menyebabkan masuknya debu; d) Jumiah dan ukuran jendela seharusnya sesuai dengan besamnya bangunan; e) Desain jendela seharusnya dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya penumpukan debu; dan f) Jendela seharusnya dilengkapi dengan kasa pencegah serangga yang dapat dilepas sehingga mudah dibersihkan. Persyaratan Ventilasi sebagai berikut: a) Seharusnya menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu dan panas yang timbul selama pengolahan yang dapat membahayakan kesehatan karyawan; Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 b) Dapat mengontrol suhu agar tidak terlalu panas; ©) Dapat mengontrol bau yang mungkin timbui; 4d) Dapat mengatur suhu yang dipertukan atau diinginkan; ) Haus tidak mencemari pangan olahan yang diproduksi melalui aliran udara yang masuk; dan ) Lubang ventilasi seharusnya —dilengkapi dengan kasa_untuk mencegah masuknya serangga serta mengurangi masuknya kotoran ke dalam ruangan, mudah dilepas dan dibersihkan. 6) Permukaan tempat kerja a) Permukaan tempat kerja yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan harus berada dalam kondisi baik, tahan lama, mudah dipelihara, dibersinkan dan disanitasi, dan b) Permukaan tempat kerja seharusnya dibuat dari bahan yang tidak menyerap air, permukaannya halus dan tidak bereaksi dengan bahan pangan olahan, detergen dan desinfektan. 7) Penggunaan bahan gelas (glass) Perusahaan seharusnya mempunyai kebijakan penggunaan bahan gelas yang bertyjuan mencegah kontaminasi bahaya fisik terhadap produk jika terjadi pecahan gelas. 8. Fasilitas Sanitasi a. Umum Fasilitas sanitasi pada bangunan pabrik/tempat produksi dibuat berdasarkan erencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan higiene. b. Sarana penyediaan air 4) Sarana penyediaan air (air sumur atau air PAM) seharusnya dilengkapi dengan tempat penampungan air dan pipa-pipa untuk mengalirkan air, 2) Sumber air minum atau air bersih untuk proses produksi harus cukup dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 3) Air yang digunakan untuk proses produksi dan mengalami_kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya memenuhi syarat kualitas air bersih; 4) Air yang tidak digunakan untuk proses produksi dan tidak mengalami kontak langsung dengan bahan pangan olahan seharusnya mempunyai sistem yang terpisah dengan air untuk konsumsi atau air minum; dan 5) ‘Sistem pemipaan seharusnya dibedakan antara air minum atau air yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan dengan air yang tidak kontak langsung dengan bahan pangan olahan, misainya dengan tanda atau wama berbeda. Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 ¢. Sarana pembuangan air dan limbah 1) Pembuangan air dan limbah seharusnya terdiri dari sarana pembuangan limbah cair, semi padat/padat, 2) ‘Sistem pembuangan air dan limbah seharusnya didesain dan dikonstruksi sehingga dapat mencegah resiko pencemaran pangan olahan, air minum dan air bersih; 3) Limbah harus segera dibuang ke tempat khusus untuk mencegah agar tidak menjadi tempat berkumpuinya hama binatang pengerat, serangga atau binatang lainnya agar tidak mencemari bahan pangan olahan maupun sumber air; dan 4) Wadah untuk limbah bahan berbahaya, seharusnya terbuat dari bahan yang kuat, diberi tanda dan tertutup rapat untuk menghindari terjadinya ‘tumpah yang dapat mencemari produk. d, Sarana pembersihan/pencucian 1) Pembersihan/pencucian seharusnya dilengkapi dengan sarana yang cukup untuk pembersihar/pencucian: bahan pangan, peralatan, perlengkapan dan bangunan (lantai, dinding dan lain-lain) 2) Sarana pembersihan seharusnya dilengkapi dengan sumber air bersih dan apabila memungkinkan dapat dilengkapi dengan suplai air panas dan dingin. Air panas berguna untuk melarutkan sisa-sisa lemak dan untuk tujuan cisinfeksi peralatan. e. Sarana toilet Persyaratan sarana toilet dan toilet sebagai berikut: 1) Sarana toilet seharusnya didesain dan dikonstruksi_ dengan memperhatikan persyaratan higiene, sumber air yang mengalir dan saluran pembuangan; 2) Letak toilet seharusnya tidak terbuka langsung ke ruang pengolahan dan selalu tertutup ; 3) Toilet seharusnya diberi tanda peringatan bahwa setiap karyawan harus mencuci tangan dengan sabun atau deterjen sesudah menggunakan toilet; 4) Toilet harus selalu terjaga dalam keadaan yang bersih; 5) Area toilet seharusnya cukup mendapatkan penerangan dan ventilasi 6) Jumlah toilet seharusnya sebagai berikut: a) Untuk karyawan pria Tre) una “Tura Jarslah | _Jamiah | — Jura | Karyawan__| Kamar Mandi | Jamban | Peturasan | Westafel 7 sid 25 i 4 2 2 2] 26 sid 0 2 23 3 3 | “54 aid 100 3 3 5 5 4 | Setiap penambahan 40-100 karyawan, ditambah satu kamar mandi, satu jamban dan satu peturasan Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 75/M-IND/PER/7/2010 10 b) Untuk karyawan wanita na Tamia mia Tumiah Juma Karyawan Kamar Mandi | Jamban | Westafel 7 sid20 i 1 2 2 21 sid. 40 2 2 3 3 418670 3 3 5 4 71 sid 100 4 4 8 5 TOT sid 140 5 5 7 6 141 sid 180 6 6 6 7 | Seliap penambahan 40-100 karyawan, dlambah satu Kamar mandi satu jamban. f. Sarana higiene karyawan 1) Industri pengolahan pangan seharusnya mempunyai sarana hygiene karyawan untuk menjamin kebersinan karyawan guna mencegah kontaminasi terhadap bahan pangan olahan yaitu fasilitas untuk cuci tangan, fasilitas ganti pakaian dan fasilitas pembilas sepatu kerja; 2) Fasiltas untuk cuci tangan seharusnya: ) Diletakkan di depan pintu masuk ruangan pengolahan, dilengkapi kran air mengalir dan sabun atau detergen. b)_ Dilengkapi dengan alat pengering tangan (handuk, kertas serap atau bila mungkin dengan alat pengering aliran udara panas). ©) Dilengkapi dengan tempat sampah yang tertutup. 4) Tersedia dalam jumlah yang cukup sesuai jumiah karyawan; 3) Fasilitas ganti pakaian untuk mengganti pakaian dari luar dengan pakaian kera seharusnya dilengkapi tempat menyimpanimenggantung pakaian kerja dan pakaian luar yang terpisah; dan 4) Fasilitas pembilas sepatu kerja seharusnya ditempatkan di depan pintu masuk tempat produksi. 9, Mesin/Peralatan a. Umum Mesin/peralatan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan didesain, dikonstruksi dan diletakkan sehingga menjamin mutu dan keamanan produk yang dinasilkan. b. Mesiniperalatan yang dipergunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) Sesuai dengan jenis produksi; 2) Permukaan yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan: halus, tidak berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air dan tidak berkarat; 3) Tidak menimbulkan pencemaran terhadap produk oleh jasad renik, bahan logam yang terlepas dari mesin/peralatan, minyak pelumas, bahan bakar dan bahan-bahan lain yang menimbulkan bahaya; Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI 44 Namer: 7SIM-INDIPERIT/2010 4) Mudah dilakukan pembersihan, didesinfeksi_ dan pemeliharaan untuk mencegah pencemaran terhadap bahan pangan olahan; dan 5) Terbuat dari bahan yang tahan lama, tidak beracun, mudah dipindahkan atau dibongkar pasang, sehingga_memudahkan —pemeliharaan, pembersihan, desinfeksi, pemantauan dan pengendalian hama ¢. Tata letak mesin/peralatan Mesir/peralatan seharusnya ditempatkan dalam ruangan yang tepat dan benar sehingga 1) Diletakkan sesuai dengan urutan proses sehingga memudahkan praktek higiene yang baik dan mencegah terjadinya kontaminasi slang; 2) Memudahkan perawatan, pembersihan dan pencucian; dan 3) Berfungsi sesuai dengan tujuan kegunaan dalam proses produksi. d, Pengawasan dan pemantauan mesin/peralatan 1) Mesin/peralatan harus selalu diawasi, diperiksa dan dipantau untuk menjamin bahwa proses produksi pangan olahan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; 2) Mesin/peralatan yang digunakan dalam proses produksi (memasak, memanaskan, membekukan, mendinginkan atau menyimpan pangan olahan) harus mudah diawasi dan dipantau; dan 3) Mesin/peralatan dapat dilengkapi dengan alat pengatur dan pengendali kelembaban, aliran udara dan perlengkapan lainnya yang mempengaruhi keamanan pangan olahan. . Bahan perlengkapan dan alat ukur 1) Bahan perlengkapan mesin/peralatan terbuat dari kayu seharusnya dipastikan cara pembersihannya yang dapat menjamin sanitasi; dan 2) Alat ukur yang terdapat pada mesin/peralatan seharusnya dipastikan keakuratannya 40. Bahan a. Umum Bahan yang dimaksud dalam pedoman ini adalah bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong termasuk air dan bahan tambahan pangan (8TP) b. Persyaratan bahan (bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan BTP) sebagai berikut: 1) Bahan yang digunakan seharusnya dituangkan dalam bentuk formula dasar yang menyebutkan jenis dan persyaratan mutu bahan; 2) Bahan yang digunakan harus tidak rusak, busuk atau mengandung bahan-bahan berbahaya; 3) Bahan yang digunakan harus tidak merugikan atau membahayakan kesehatan dan memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan; dan Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI a Nomor: 78IM-IND/PERIT/2010 4) Penggunaan BTP yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan seharusnya memiliki izin dari otoritas kompeten c. Persyaratan air sebagai berikut. 4) Air yang merupakan bagian dari pangan olahan seharusnya memenuhi persyaratan air minum atau air bersih sesuai peraturan perundang- undangan; 2) Air yang digunakan untuk menouci/kontak langsung dengan bahan pangan olahan, seharusnya memenuhi persyaratan air bersih sesuai eraturan perundang-undangan; 3) Air, es dan uap panas (steam) harus dijaga jangan sampai tercemar oleh bahan-bahan dari luar; 4) Uap panas (steam) yang kontak langsung dengan bahan pangan olahan atau mesin/peralatan harus tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi keamanan pangan olahan; dan 5) Air yang digunakan berkali-kali (resirkulasi) seharusnya_dilakukan penanganan dan pemeliharaan agar tetap aman terhadap pangan yang diolah. 11. Pengawasan Proses a. Umum Untuk mengurangi terjadinya produk yang tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan, perlu tindakan pencegahan melalui pengawasan yang ketat tethadap kemungkinan timbul bahaya pada setiap tahap proses. Perusahaan diharapkan menerapkan sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang merupakan tindakan pencegahan yang efektif terhadap kemungkinan timbul bahaya selama tahap-tahap proses produksi, b. Pengawasan Proses 1) Umum Pengawasan proses dimaksudkan untuk menghasilkan pangan olahan yang aman dan layak untuk dikonsumsi dengan’ a) memformulasikan persyaratan-persyaratan yang berhubungan dengan bahan baku, komposisi, proses pengolahan dan distribusi; dan b) mendesain, mengimplementasi, memantau dan mengkaji lang sistem pengawasan yang efektif. 2) Untuk setiap jenis produk seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai: a) Jenis dan jumlah seluruh bahan yang digunakan; b) Tahap-tahap proses produksi secara terinci; ¢) Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses produksi; Lampiran Peraturan Menteri Perindustian RI tg NOMOE: TBMINDIPERIZ2010 4) Jumiah produk yang diperoleh untuk satu kali proses produksi; dan ) Lain-lain informasi yang diperlukan. 3) Untuk setiap satuan pengolahan (satu kali proses) seharusnya dilengkapi petunjuk yang menyebutkan mengenai a) Nama produk; b) Tanggal pembuatan dan kode produksi; ©) Jenis dan jumiah seluruh bahan yang digunakan dalam satu kali proses pengolahan; 4d) Jumlah produksi yang diolah; dan ) Lain-lain informasi yang diperlukan. 4) Pengawasan waktu dan suhu proses Waktu dan suhu dalam proses produksi (pemanasan, pendinginan, pembekuan, pengeringan dan penyimpanan produk) harus mendapat pengawasan dengan baik untuk menjamin keamanan produk pangan olahan. Pengawasan bahan 1) Bahan yang digunakan dalam proses produksi seharusnya memenuhi persyaratan mutu; 2) Bahan yang akan digunakan seharusnya diperiksa terlebih dahulu secara organoleptik dan fisik (adanya pecahan gelas, kerikil dan lain- lain) dan juga diuji secara kimia dan mikrobiologi di laboratorium; dan 3) Perusahaan seharusnya memelihara catatan mengenai bahan yang digunakan. Pengawasan terhadap kontaminasi Untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari luar dan kontaminasi silang, diperiukan tindakan-tindakan sebagai berikut 1) Proses produksi harus diatur sehingga dapat mencegah masuknya bahan kimia berbahaya dan bahan asing ke dalam pangan yang diolah, misalnya bahan pembersih, pecahan kaca, potongan logam, kerikil dan lain-ain, 2) Bahan-bahan beracun harus disimpan jauh dari tempat penyimpanan pangan dan diber label secara jelas; 3) Bahan baku harus disimpan terpisah dari bahan yang telah diolah atau produk akbir, 4) Tempat produksi harus selalu mendapat pengawasan dengan baik; 5) Karyawan seharusnya menggunakan alat-alat pelindung seperti baju kerja, topi dan sepatu karet serta selalu mencuci tangan sebelum masuk tempat produksi; 6) Permukaan meja kerja, peralatan dan lantai tempat produksi harus selalu bersih dan bila perlu didesinfeksi setelah digunakan untuk mengolah/ ‘menangani bahan baku, terutama daging, unggas dan hasil perikanan; dan Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI 4, Nomer: 751M-INDIPER/T/2010 7) Kontaminasi bahan gelas (glass): a) Seharusnya menghindari penggunaan bahan gelas, porselen di tempat produksi, area pengemasan dan area penyimpanan; b) Lampu di tempat pengolahan, pengemasan dan penyimpanan harus dilindungi dengan bahan yang tidak mudah pecah; ¢) Di tempat produksi, pengemasan dan penyimpanan, seharusnya menggunakan wadab/alat tara pangan dan tidak menggunakan bahan gelas; 4d) Jika menggunakan wadah/alat dari bahan gelas di area produksi, semua wadahvalat dari bahan gelas harus diperiksa secara cermat sebelum digunakan dan bila ada yang pecahiretak harus disingkirkan; dan ) Bagian produksi harus mencatat kejadian gelas pecah di unit pengolahan yang mencakup waktu, tanggal, tempat, produk terkontaminasi dan tindakan koreksi yang diambil e. Pengawasan proses khusus 1) Proses produksi khusus atau tahap lainnya yang dapat menimbulkan bahaya pada pangan olahan harus mendapat pengawasan. Proses produksi atau tahap tersebut misalnya: proses iradiasi, penutupan hermetis pada pengalengan, dan pengemasan vakum; dan 2) Khusus untuk proses iradiasi pangan olahan harus memenuhi persyaratan yang dikeluarkan oleh instansi kompeten. 12, Produk Akhir a. Umum Dipertukan penetapan spesifikasi produk akhir yang bertujuan: 1) Memproduksi pangan olahan dengan mutu seragam yang memenuhi ‘standar atau persyaratan yang ditetapkan; dan 2) Meningkatkan kepercayaan konsumen akan produk yang dihasilkan. b. Persyaratan produk akhir. Produk akhir yang dihasilkan memenuhi ketentuan sebagai berikut 1) Produk akhir harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh otoritas kompeten dan tidak boleh merugikan atau membahayakan kesehatan konsumen; 2) Produk akhir yang standar mutunya belum ditetapkan, persyaratannya dapat ditentukan sendiri oleh perusahaan yang bersangkutan dan persyaratan tersebut mampu telusur terhadap standar yang berlaku; dan 3) Mutu dan keamanan produk akhir sebelum diedarkan_ seharusnya diperiksa dan dipantau secara periodik (organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi). Lampiran Peraturan Menteri Perindustrian RI jg N2Mmer: TSIMINDIPERIT/2010 13, Laboratorium a. Umum ‘Adanya laboratorium dalam perusahaan memudahkan industri pengolahan Pangan mengetahui secara cepat mutu bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan BTP yang masuk ke dalam pabrik / tempat produksi serta mutu produk yang dihasilkan. b. Kepemilikan laboratorium 1) Perusahaan yang memproduksi pangan olahan seharusnya_memilki laboratorium sendiri untuk melakukan pengendalian mutu dan keamanan bahan baku, bahan setengah jadi dan produk akhir, dan 2) Perusahaan yang tidak memiliki laboratorium dapat menggunakan laboratorium pemerintah atau swasta yang dapat dipercaya. ¢. Cara berlaboratorium yang baik Laboratorium perusahaan seharusnya menerapkan Cara Berlaboratorium yang Baik (Good Laboratory Practices) dan alat ukur yang digunakan

You might also like