You are on page 1of 8

127

PEMANFAATAN BIOPESTISIDA RAMAH LINGKUNGAN TERHADAP


HAMA Leptocorisa acuta TANAMAN PADI SAWAH
UTILIZATION OF ENVIRONMENTAL FRIENDLY BIOPESTICIDE AGAINST Leptocorisa
acuta OF RICE PLANT PEST

Christina L. Salaki dan Jantje Pelealu*)


*) Jurusan
Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Unsrat Manado dan Program Pascasarjana Unsrat
Manado, Jl. Kampus Unsrat, Bahu, 95115, Email : christinasalaki@ymail.com

ABSTRACT

The research was conducted in the centre production area of rice plants which on North Minahasa
District and laboratory tests conducted in Entomology and Plant Pests Laboratory on Pest and Disease
Plant course of Sam Ratulangi University, Manado. This research took one year of research period. The
results of testing the power to kill isolates of entomopathogenic fungal isolates obtained the highest is
MMTTO which had ability to kill nymphs of Leptocorisa acuta (93.3%). Followed by MMITO isolates
(86.7%) and MMSAM (80.0%). The isolates are isolates of the fungus Metarhizium anisopliae. Selection
results isolates of B. bassiana in nymphs L. acuta which best is BEMSAM isolates (86.7%) followed
BEMTTO isolates (83.3%). Then those isolates will be used for the manufacture of biopesticide.
Pathogenicity test results showed that each of entomopathogenic fungi to insects L. acuta after 7 days
of infection, average mortality ranged from 83.3 to 93.3% and was significantly different from controls.
Isolates Metarhizium sp and Beauveria sp each takes a minimum of 22.4 hours and 29.5 hours to kill
50% of test insects.
Keywords : biopesticide, important pests, rice plant

ABSTRAK

Penelitian ini dilaksanakan di sentra produksi tanaman padi yang ada di Kabupaten Minahasa Utara
dan uji laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Entomologi dan Hama Tumbuhan Jurusan Hama dan
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi, Manado. Penelitian dilaksanakan
selama 1 tahun. Hasil pengujian daya bunuh isolat-isolat jamur entomopatogen didapatkan isolate
MMTTO paling tinggi kemampuan membunuh nimfa Leptocorisa acuta (93,3%). Kemudian diikuti
dengan isolate MMITO (86,7%) dan MMSAM (80,0%). Isolat-isolat tersebut merupakan isolat dari
cendawan Metarhizium anisopliae. Hasil seleksi isolat B. bassiana pada nimfa L. acuta adalah isolat
terbaik BEMSAM (86,7%) diikuti isolat BEMTTO (83,3%). Maka isolat-isolat tersebutlah yang digunakan
untuk pembuatan Bioinsektisida. Hasil uji patogenisitas menunjukkan bahwa masing-masing cendawan
entomopatogen terhadap serangga L. acuta setelah 7 hari penginfeksian rata-rata mortalitasnya
berkisar antara 83,3 – 93,3 % dan berbeda nyata dengan kontrol. Isolat Metarhizium sp dan Beauveria
sp masing-masing membutuhkan waktu paling singkat 22,4 jam dan 29,5 jam untuk mematikan 50%
serangga uji.
Kata kunci : biopestisida, hama penting, tanaman padi
Eugenia Volume 21 No. 3 Oktober 2015
Eugenia Volume 21 No. 3 Oktober 2015 128

PENDAHULUAN padi sawah di Sulawesi Utara, termasuk hama


Leptocorisa acuta yang menyebar pada per-
Beras merupakan bahan makanan pokok tanaman padi.
bagi penduduk Indonesia, karena sebagian besar Hama ini adalah hama yang umum me-
masih mengkonsumsi sebagai sumber karbohidrat, rusak bulir, pada fase pemasakan. Cara merusak-
sehingga beras menjadi komoditi strategis. Ke- nya yaitu mengisap butiran gabah yang sedang me-
kurangan persediaan beras dapat mengganggu ke- ngisi. Bila diganggu, serangga mempetahankan diri
stabilan negara, juga dapat menimbulkan gejolak dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai cara
sosial. Aspek ekonomi persediaan beras dapat pertahanan, juga sebagai sebagai sarana menarik
mengganggu laju inflasi. Oleh karena itu diperlukan walang sangit lain dari spesies yang sama. Walang
suatu kesinambungan produksi secara terus me- sangit merusak tanaman ketika mencapai fase ber-
nerus. bunga sampai matang susu. Akibat kerusakannya,
Adanya program peningkatan produksi, beras berubah warna dan mengapur, serta gabah
menyebabkan kenaikan produksi di beberapa jadi hampa.
daerah penghasil beras utama di Indonesia, seperti Berbagai usaha telah dilakukan untuk me-
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera ningkatkan produksi tanaman padi antara lain se-
Selatan dan Sulawesi Selatan. Rata-rata kenaikan cara intensifikasi maupun ekstensifikasi. Dalam
produksi untuk tiga tahun terakhir menjadi 3,78 %, usaha meningkatkan produksi padi tentu tidak lepas
dengan produksi nasional mencapai 66,41 juta ton dari faktor-faktor pembatas yang mempengaruhi
pada tahun 2010. Di Provinsi Sulawesi Utara, pro- kualitas dan kuantitas. Kerusakan tanaman akibat
duksi padi meningkat dari tahun 2007-2012 (Tabel serangan hama tidak pernah berkurang, malahan
1). semakin meningkat. Kerugian karena hama di
Berdasarkan Tabel 1, maka produktivitas Indonesia per tahun diperkirakan 15-20 % dari pro-
tanaman padi di Sulawesi Utara rata-rata 48,2 ton duksi pertanian total. Petani Sulut sudah terbiasa
per Ha. Kemudian rata-rata produktivitas Nasional menggunakan pestisida dalam mengendalikan
(tahun 2007-2012) adalah 49.52 ton per Ha, maka hama tanaman yang umumnya tidak lagi memper-
di Sulawesi Utara tergolong masih rendah. Rendah- hatikan jenis hama pada waktu penyemprotan.
nya produksi padi di Sulawesi Utara disebabkan Akibatnya petani cenderung menambah dosis pes-
oleh (a) petani pada umumnya tidak menanam be- tisida yang dianjurkan dan interval waktu penyem-
nih padi bermutu dan bersertifikasi, (b) sistem budi- protan semakin pendek. Sebagai contoh, petani
daya tanaman belum optimal, (c) adanya serangan sayuran di Kecamatan Tompaso (sentra produksi
hama dan penyakit. Serangan hama pada tanaman hortikultura di Kabupaten Minahasa Selatan) dan
padi relatif tinggi setiap tahun. Serangan tersebut Desa Rurukan (sentra produksi sayuran di Kota
belum dapat dikendalikan secara optimal, sehingga Tomohon) dan Desa Modoinding (sentra produksi
mengakibatkan kerugian yang cukup besar baik ke- sayuran) menyemprot sampai 10 kali dalam satu
hilangan hasil, menurunnya mutu, terganggunya musim tanam. Adanya pengaruh buruk bagi ling-
kontunitas produksi, serta menurunnya pendapatan kungan dan fenomena resistensi pada serangga
petani. hama akibat penggunaan insektisida telah me-
Ketersediaan beras untuk kebutuhan umat ningkatkan perhatian para ahli terhadap penelitian
manusia tergantung pada produksi yang dihasilkan tentang pemanfaatan patogen-patogen untuk me-
oleh padi sawah tersebut. Banyak faktor yang ngendalikan hama-hama tanaman pertanian. Pato-
mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan per- gen serangga relatif bersifat spesifik dan pengaruh-
kembangan tanaman padi sawah sampai panen nya seandainya ada jauh lebih kecil dari pada yang
diantaranya hama dan penyakit tanaman. Diketahui ditimbulkan oleh bahan-bahan kimia terhadap ling-
sekitar 22 spesies hama yang menyerang tanaman kungan atau organisme bukan sasaran.
Salaki, Ch.L. dan J. Pelealu: Pemanfaatan Biopestisida Ramah Lingkungan ……….…….. 129

Tabel 1. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Padi dari Tahun 2007-2012
(Table 1. Harvest Areas, Productions, and Productivities of Rice Plant from 2007-2012)
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2007 103189.00 49495.00 47.97
2008 109951.00 520193.00 47.31
2009 114745.00 549087.00 47.85
2010 119771.00 584030.00 48.76
2011 122108.00 596223.00 48.83
2012 127729.00 619413.00 48.49
Sumber: Badan Pusat Statistik Nasional Online, 2012 (http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3 )

Penelitian mengenai isolasi strain bakteri daya bunuh dan patogenisitas terhadap serangga
dan jamur kini sedang dilaksanakan dalam upaya uji.
mendapatkan strain-strain yang dapat digunakan Serangga terserang B. bassiana dan
untuk mengendalikan larva nyamuk Anopheles, Metarhizium sp. didapatkan dari berbagai lokasi di
Culex dan Aedes. Dalam penelitian ini akan lebih Minahasa. Jamur tersebut lalu diisolasi dan di-
menitikberatkan pada pencarian isolat-isolat lokal murnikan sehingga didapatkan 12 isolat B.
yang berasal dari beberapa kawasan yang patogen bassiana dan lima isolat Metarhizium sp. Metode
terhadap hama ordo Lepidoptera, Hemiptera dan isolasi kedua jenis jamur tanah (soil borne) ini
Homoptera. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengikuti metode Santoso, et. al. (2007). Seleksi
mengetahui tingkat patogenisitas isolat entomo- isolat tersebut dilakukan dengan cara spora
patogenik pada serangga hama tanaman pangan masing-masing isolat diperbanyak pada media
(tanaman padi) dan mendapatkan isolat mikroba SDA, lalu spora dipanen dan dibuat suspensi de-
yang memiliki virulensi yang tinggi terhadap OPT ngan kerapatan spora 106. Spora dihitung kerapa-
tanaman padi untuk dijadikan sebagai kandidat tannya dengan menggunakan metode Herlinda, et.
biopestisida yang unggul. al. (2006). Spora diinokulasikan secara topikal
masing-masing isolat pada 10 ekor nimfa wereng
METODE PENELITIAN instar ketiga sebanyak 10µl per nimfa seperti
metode Herlinda, et. al. (2006). Isolat terbaik yang
Penelitian ini dilaksanakan dalam bebe-
dicirikan LT50 terendah dan mortalitas tertinggi dari
rapa tahap dengan lokasi sebagai berikut: 1) Isolasi
masing-masing B. bassiana dan Metarhizium. Satu
jamur entomopatogenik dan uji daya bunuh di-
isolat terbaik dari B. bassiana dan satu isolat ter-
laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan
baik Metarhizium.
Penyakit Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit
Tumbuhan Fakultas Pertanian UNSRAT; 2) Uji Perbanyakan Spora dan Perbanyakan Formulasi
patogenisitas untuk mendapatkan nilai LC50 dan Perbanyakan spora B. bassiana dan
LC90 dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Metarhizium masing-masing dilakukan pada media
Penyakit Tumbuhan Jurusan Hama dan Penyakit beras pecah yang dicampur dengan EKKU 20%
Tumbuhan Fakultas Pertanian UNSRAT; 3) Uji efi- dan air steril 30% per 250 g media seperti pada
kasi (demonstrasi plot) dilaksanakan pada sentra kegiatan perbanyakan spora pada media jagung.
produksi tanaman padi di Minahasa Utara. Biakan B. bassiana (diberi kode A) dan Metarhizium
Penelitian dilaksanakan selama 1 tahun. (diberi kode D) masing-masing dicampur dengan
larutan EKKU yang sebelumnya dipanaskan pada
Persiapan Isolat dan Seleksi Isolat
oven bersuhu 60⁰C selama dua jam. EKKU di-
Isolasi jamur entomopatogenik dengan
tuangkan ke dalam biakan tadi sedemikian rupa
cara menangkap serangga yang terserang jamur
banyaknya hingga didapatkan kerapatan spora
entomopatogen dan yang diisolasi dari tanah.
mencapai 109 spora/ml, lalu campuran media
Jamur tersebut dimurnikan dan dibiakkan dalam
jagung, EKKU dan jamur ini diblender, kemudian di-
media PDA untuk digunakan selanjutnya dalam uji
Eugenia Volume 21 No. 3 Oktober 2015 130

saring dengan saringan berdiameter 1 mm. Formu- sisa yang membentuk imago dicatat setiap hari
lasi cair ini lalu dimasukkan ke dalam botol gelas hingga semua nimfa menjadi imago.
bening tahan panas (diameter 5 cm, bervolume 500
ml) yang steril, lalu ditutup dengan aluminium foil Analisis Data
dan siap diaplikasikan atau disimpan. Untuk penye- Data mortalitas dan waktu kematian nimfa
butan berikutnya formulasi ini sebagai bioinsekti- wereng dianalisis menggunakan LT50 (Lethal Time)
sida formulasi C untuk yang berbahan aktif B. dengan menggunakan analisis probit dengan ban-
bassiana, sedangkan formulasi D untuk yang ber- tuan program SPSS ver. 18.
bahan aktif Metarhizium.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan Serangga Uji
Isolasi Jamur Entomopatogenik
Imago dan nimfa walang sangit dan kepin-
Hasil isolasi jamur entomopatogenik yaitu
ding tanah dikumpulkan dari pertanaman padi di
adanya pertumbuhan miselium jamur pada kutikel
berbagai sentra produksi padi, seperti di Tondano,
serangga.
Langowan dan pertanaman padi di Kabupaten
Lama-kelamaan pertumbuhan miselium ini
Minahasa. Kemudian nimfa dibawa ke laboratorium
membungkus seluruh permukaan tubuh dan mise-
dan dipelihara dalam kurungan kasa (30 cm x 30
lium-miseliumnya menembusi bagian internal tubuh
cm x 100 cm). Dalam kurungan tadi dimasukkan ta-
serangga. Pertumbuhan miselium diikuti dengan
naman padi fase vegetatif untuk pakan dan tempat
perkembangan spora atau konidia jamur yang men-
peneluran walang sangit dan kepinding tanah. Se-
jadi alat infeksi jamur terhadap serangga inang
tiap hari nimfa instar ke-3 yang terbentuk dipindah-
yang lain. Serangga yang terinfeksi berwarna putih
kan ke dalam kurungan plastik (30 cm x 50 cm x 50
(Beauveria bassiana) dan putih kehijauan
cm) yang berisi pakan baru dan segar dan dipe-
(Metarhizium anisopliae).
lihara di laboratorium. Nimfa walang sangit dan
kepinding tanah yang digunakan untuk uji bioefikasi Uji Daya Bunuh Jamur Entomopatogenik
adalah keturunan kedua (F2) atau setelahnya. Perbanyakan Serangga Uji
Imago dan nimfa serangga uji dikumpulkan
Uji Hayati Formulasi Jamur Biopestisida dari pertanaman padi di berbagai sentra produksi
terhadap Serangga Uji padi, seperti di Tondano, Langowan dan pertana-
Formulasi cair bioinsektisida diuji keefektif-
man padi di Kabupaten Minahasa. Kemudian nimfa
an pada tiga tingkat konsentrasi, yaitu 103, 103, 107
dibawa ke laboratorium dan dipelihara dalam kuru-
spora/ml dan kontrol (air steril). Uji hayati ini dilaku-
ngan kasa (30 cm x 30 cm x 100 cm). Dalam kuru-
kan dengan cara meneteskan 10 μl bionsektisida
ngan tadi dimasukkan tanaman padi fase vegetatif
tadi pada kerapatan spora berbeda 103 spora/ml
untuk pakan dan tempat peneluran walang sangit
secara topikal pada walang sangit dan kepinding
dan kepinding tanah. Setiap hari nimfa instar ke-3
tanah instar ketiga. Setiap perlakuan diaplikasikan
yang terbentuk dipindahkan ke dalam kurungan
pada 10 nimfa uji dan diulang sebanyak tiga kali.
plastik (30 cm x 50 cm x 50 cm) yang berisi pakan
Cara yang sama juga dilakukan pada bioinsektida
baru dan segar dan dipelihara di laboratorium.
lainnya dengan masing-masing konsentrasi 105 dan
Nimfa walang sangit dan kepinding tanah yang di-
107 spora/ml, dan kontrol. Nimfa walang sangit dan
gunakan untuk uji bioefikasi adalah keturunan ke-
kepinding tanah instar ketiga yang telah diaplikasi-
dua (F2) atau setelahnya.
kan formulasi bioinsektisida selanjutnya dipelihara
dalam silinder plastik (diameter 8,5 cm dan tinggi Uji Daya Bunuh
15 cm) yang ditutup kain kasa dan di dalamnya Isolat-isolat cendawan entomopatogen di-
terdapat setangkai buah padi yang matang susu. inokulasikan secara topikal dengan konsentrasi
Setiap 3 jam selama fase nimfa dicatat jumlah spora 107 pada nimfa walang sangit (Leptocoriza
nimfa yang mati, sedangkan jumlah nimfa yang ter- acuta).
Salaki, Ch.L. dan J. Pelealu: Pemanfaatan Biopestisida Ramah Lingkungan ……….…….. 131

Gambar 1. a) Leptocorisa acuta yang Terinfeksi Metarhizium anisopliae


b) Leptocorisa acuta yang Terinfeksi dan yang Sehat
(Figure 1. a) Leptocorisa acuta Which was Infected by Metarhizium anisopliae
b) Leptocorisa acuta Which Infected and the Healthy One)

Tabel 2. Uji Daya Bunuh Isolat-isolat Jamur Entomopatogen terhadap Serangga Uji Nimfa Leptocorisa acuta
(Table 2. Screening Tests of Mortality of Entomopathogenical Fungi Isolates Against Test Insects Leptocorisa
acuta nymphs)
Kode Isolat Mortalitas (%) Kode Isolat Mortalitas (%)
MMTTO 93,3 BEMTTO 83,3
MMTRA 76,7 BEMSAM 86,7
MMSAM 80,0 BEMSLO 70
MMSLO 76,7 BEMSTA 60
MMSTA 63,3 BEMITD 63,3
MMITD 60 BEMITO 56,7
MMITO 86,7 BEMUMB 43,3
MMUMP 46,7
MMUMB 56,7
MMLLY 63,3

Hasil pengujian daya bunuh isolat-isolat dalam skala laboratorium sangat efektif sebagai
jamur entomopatogen didapatkan isolat MMTTO agen pengendali hama L. acuta.
paling tinggi kemampuan membunuh nimfa Tingginya rata-rata mortalitas L. acuta se-
Leptocorisa acuta (93,3%). Kemudian diikuti de- telah penginfeksian oleh cendawan entomopatogen
ngan isolate MMITO (86,7%) dan MMSAM (80,0%). disebabkan oleh sifat fisiologis dari masing-masing
Isolat-isolat tersebut merupakan isolat dari cenda- cendawan itu sendiri yang rata-rata baik. Metabolis-
wan Metarhizium anisopliae. Hasil seleksi isolat B. me sekunder yang dihasilkan yaitu kemampuan
bassiana pada nimfa L. acuta adalah isolat terbaik menghasilkan enzim dan toksin serta tidak adanya
BEMSAM (86,7%) diikuti isolat BEMTTO (83,3%). faktor penghambat baik dari serangga inang mau-
Isolat-isolat tersebut yang digunakan untuk pem- pun pengaruh faktor lingkungan. Menurut Noveriza
buatan bioinsektisida. (2007), tingkat mortalitas setelah aplikasi cendawan
Penentuan isolat MMTTO, MMITO dan entomopatogen juga tergantung pada berbagai ka-
MMSAM dari cendawan Metarhizium dan isolat rakteristik dari potensi serangga inang dan lingku-
BEMSAM, BEMITO dari cendawan Beauveria me- ngan sekelilingnya.
rupakan isolat terbaik didasarkan atas kemampuan Pada penelitian ini, serangga inang yang
kelima isolat ini tertinggi dalam mematikan nimfa L. mati terinfeksi B. bassiana menunjukkan gejala
acuta. Hal ini mengindikasikan bahwa semua cen- tidak mau makan, pergerakan lambat, lalu mati
dawan entomopatogen yang diuji pada penelitian kaku. Setelah mati dari tubuh walang yang kaku
Eugenia Volume 21 No. 3 Oktober 2015 132

dan kering tadi muncul hifa jamur berwarna putih. hadap mortalitas nimfa Leptocorisa acuta. Untuk
Serangga inang yang mati terinfeksi Metarhizium mengetahui tingkat mortalitas nimfa L. acuta akibat
sp. menunjukkan gejala mirip dengan terinfeksi B. infeksi cendawan entomopatogen dapat dilihat
bassiana tetapi hifanya berwarna putih kehijauan, pada Tabel 3.
sedangkan hifa B. bassiana berwarna putih. Hasil uji patogenisitas menunjukkan
Selama proses inokulasi spora isolat jamur bahwa masing-masing cendawan entomopatogen
kelembaban di dalam sungkup serangga inang di terhadap serangga L. acuta setelah 7 hari peng-
atas 90 % dan suhu ruangan diatur agar berkisar infeksian rata-rata mortalitasnya berkisar antara
23-25⁰C. Hal ini dilakukan untuk mencegah ke- 83,3-93,3 % dan berbeda nyata dengan kontrol.
gagalan spora berkecambah. Bidochka, et. al. Cendawan Metarhizium (isolat MMITO,
(2000) menyatakan untuk perkecambahan spora MMTTO, dan MMSAM) dan Beauveria (isolat
jamur entomopatogen membutuhkan suhu optimum BEMSAM dan BEMTTO) merupakan cendawan
berkisar 22-27⁰C, sedangkan kelembaban optimum yang memiliki patogenisitas paling tinggi. Cenda-
di atas 90% dan pada kelembaban yang semakin wan Metarhizium pada penelitian ini diisolasi dari
tinggi jamur semakin virulens. Virulensi jamur ini serangga yang terinfeksi dan terbukti mampu me-
akan semakin menurun dengan semakin menurun- matikan L. acuta. Metarhizium (isolat MMITO,
nya kelembaban udara. Pada kelembaban udara MMTTO, dan MMSAM) tingkat patogenisitasnya
yang lebih rendah dari 86%, virulensi jamur akan sangat tinggi rata-rata diatas 83,3 % (Tabel 2).
terus menurun. Karakteristik cendawan seperti ini mengindikasikan
Jamur entomopatogen ini membutuhkan bahwa Metarhizium memiliki virulensi yang sangat
waktu untuk mematikan serangga inangnya. Hal ini tinggi dan dapat dijadikan kandidat agen hayati
disebabkan konidia jamur yang menempel pada dalam mengendalikan L. acuta di tingkat lapangan.
kutikula harus berkecambah membentuk hifa ter- Kemampuan entomopatogenesitas
lebih dahulu agar dapat menembus kutikula. Hifa Metarhizium dikarenakan cendawan ini memiliki
mengeluarkan enzim-enzim kitinase dan protease aktivitas larvisidal dan mampu memproduksi
yang dapat menghancurkan kutikula pada integu- cyclopeptida, destrtuxin A, B, C, D, E dan
men. Selanjutnya, hifa masuk ke dalam tubuh inang desmethyldestruxin B. Destruxin jenis ini telah di-
(Wahyudi, 2002). Di dalam rongga tubuh inang, pertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi
jamur menghasilkan beauvericin dan bassianolid baru (Anonymous, 2007). Efek destruxin berpenga-
yang dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh ruh pada organela sel target (mitokondria, reti-
inang (Hajek and Leger, 1994). culum, endoplasma dan membran nukleus) me-
nyebabkan paralisa sel dan kelainan fungsi lam-
Uji Patogenisitas Isolat Jamur Entomopatogen bung tengah, tubulus malphigi, hemocyt dan jari-
Hasil uji patogenisitas menunjukkan bah- ngan otot (Widiyanti dan Mulyadihardja, 2004).
wa jenis cendawan tidak berpengaruh nyata ter-

Tabel 3. Uji Patogenisitas Isolat-isolat Jamur Entomopatogen terhadap Serangga Uji Nimfa Leptocorisa acuta
(Table 3. Pathogenicity Tests of Entomopathogenical Fungi Isolates Against Test Insects Leptocorisa acuta
Nymphs)
LC50 (spora/ml) LT50 (jam)
Kode Isolat Mortalitas (%)
BB BA BB BA
MMTTO 86,7 6,3 x 104 3,3 x 104 1,02 x 105 22,4 17,4 28,8
MMITO 93,3 1,9 x 104 4,1 x 103 7,7 x 104 24,6 18,6 32,4
MMSAM 83,3 1,02 x 105 5,9 x 104 1,7 x 105 28,2 23,4 36,2
BEMSAM 86,7 2,9 x 104 2,3 x 104 9,7 x 104 29,5 23,9 36,0
BEMTTO 83,3 2,5 x 105 1,1 x 105 5,8 x 105 30,9 19,1 38,02
Kontrol 33,3
Salaki, Ch.L. dan J. Pelealu: Pemanfaatan Biopestisida Ramah Lingkungan ……….…….. 133

Cendawan Beauveria sebagai cendawan kelembaban optimum di atas 90% dan pada ke-
yang diuji patogenisitasnya pada penelitian ini di- lembaban yang semakin tinggi jamur semakin
isolasi dari serangga yang terinfeksi. Cepatnya ke- virulens. Virulensi jamur ini akan semakin menurun
matian L. acuta akibat infeksi cendawan Beauveria dengan semakin menurunnya kelembaban udara.
diduga disebabkan oleh toksin yang diproduksinya. Pada kelembaban udara yang lebih rendah dari
Beauveria memproduksi toksin yang disebut 86%, virulensi jamur akan terus menurun.
beauvericin (Kucera, 1971). Selain itu, dilaporkan
juga oleh Quesada-Vey (1998) cit Soetopo dan KESIMPULAN
Indrayani (2007) bahwa Beauveria juga mempro-
duksi senyawa metabolit skunder seperti bassia- Hasil pengujian daya bunuh isolat-isolat
nin, bassiacridin, bassianolide, beauverolides, jamur entomopatogen didapatkan isolat MMTTO
tenellin dan ceosporein. paling tinggi kemampuan membunuh nimfa
Isolat Metarhizium sp dan Beauveria sp Leptocorisa acuta (93,3%). Kemudian diikuti de-
masing-masing membutuhkan waktu paling singkat ngan isolat MMITO (86,7%) dan MMSAM (80,0%).
22,4 jam dan 29,5 jam untuk mematikan 50% Isolat-isolat tersebut merupakan isolat dari cenda-
serangga uji. Cukup lamanya waktu bagi spora wan Metarhizium anisopliae. Hasil seleksi isolat B.
jamur untuk mematikan inangnya karena spora bassiana pada nimfa L. acuta adalah isolat terbaik
yang menempel pada integumen inang harus BEMSAM (86,7%) diikuti isolat BEMTTO (83,3%).
berkecambah terlebih dahulu. Prayogo, et. al. Isolat-isolat tersebut yang digunakan untuk pem-
(2005) menyatakan hifa dari spora Metarhizium buatan bioinsektisida.
sp. masuk ke rongga dalam tubuh inang karena Hasil uji patogenisitas menunjukkan bah-
bantuan enzim dan tekanan mekanik. Akhirnya wa jenis cendawan tidak berpengaruh nyata ter-
seluruh tubuh serangga inang penuh dengan hadap mortalitas nimfa Leptocorisa acuta.
propagul dan bagian yang lunak dari tubuhnya Hasil uji patogenisitas menunjukkan bah-
akan ditembus keluar dan menampakan partumbu- wa masing-masing cendawan entomopatogen ter-
han hifa di luar tubuh serangga inang. Pertumbu- hadap serangga L. acuta setelah 7 hari penginfeksi-
han hifa eksternal akan menghasilkan konidia an rata-rata mortalitasnya berkisar antara 83,3-
yang apabila telah masak akan disebarkan ke 93,3% dan berbeda nyata dengan kontrol.
lingkungan dan menginfeksi serangga hama yang Isolat Metarhizium sp dan Beauveria sp
sehat. masing-masing membutuhkan waktu paling singkat
Serangga inang yang mati terinfeksi B. 22,4 jam dan 29,5 jam untuk mematikan 50%
bassiana menunjukkan gejala tidak mau makan, serangga uji.
pergerakan lambat, lalu mati kaku. Setelah mati
dari tubuh L. acuta yang kaku dan kering tadi DAFTAR PUSTAKA
muncul hifa jamur berwarna putih. Serangga inang
yang mati terinfeksi Metarhizium sp. menunjukkan Anonymous. 2007. Karakteristik cendawan
gejala mirip dengan terinfeksi B. bassiana tetapi Metarhizium anisopliae dan mekanisme
hifanya berwarna putih kehijauan, sedangkan hifa infeksi. http://pangerancakeb.wordpress.
B. bassiana berwarna putih. com. Artikel Metarhizium (28 Januari
Pada penelitian ini, selama proses inokula- 2009).
si spora isolat jamur kelembaban di dalam sungkup
serangga inang di atas 90% dan suhu ruangan Bidochka, M.J., A.M. Kamp and J.N.A. Decroos.
diatur agar berkisar 23-25 °C. Hal ini dilakukan 2000. Insect Pathogenic Fungi: From
untuk mencegah kegagalan spora berkecambah. Genes to Populations. Fungal Pathol.
Bidochka, et. al. (2000) menyatakan untuk perke- 42:171-193.
cambahan spora jamur entomopatogen membutuh-
kan suhu optimum berkisar 22-27 °C, sedangkan
Eugenia Volume 21 No. 3 Oktober 2015 134

Hajek, A.E. and R.J.S. Leger. 1994. Interaction Santoso, S.E., L. Soesanto dan T.A.D. Haryanto.
Between Fungal Pathogenic and Insect 2007. Penekanan Hayati Penyakit Moler
Host. Ann. Rev. Entomol. 39:293-322. pada Bawang Merah dengan Trichoderma
harzianum, Trichoderma koningii, dan
Herlinda, S., T. Hamadiyah. Adam dan R. Thalib. Pseudomonas flourescens. p60. J HPTT.
2006. Toksisitas Isolat-isolat Beauveria 7:53-61.
bassiana (Bals.) Vuill. Terhadap Nimfa
Eurydema pulchrum (Westw.) (Hemiptera: Soetopo, D. dan I. Indrayani. 2007. Status Tekno-
Pentatomidae). Agria 2:34-37. logi dan Prospek Beauveria bassiana
untuk Pengendalian Serangga Hama
Kuecera, M. 1971. Toxin of the Entomophagous Tanaman Perkebunan yang Ramah Ling-
Fungus Beauveria bassiana; Effect of kungan. Balai Penelitian Tanaman
Nitrogen Sources on Formation on the Tembakau dan Serat. Malang.
Toxic Protease In Submerged Culture.
J.Invertebr. Pathol (17): 211-215. Wahyudi, P. 2002. Uji Patogenitas Kapang
Entomopatogen Beauveria bassiana Vuill.
Noveriza, R. 2007. Kontaminasi Cendawan dan terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura).
Mikotoksin pada Tumbuhan Obat. Balai Biosfera 19:1-5.
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika.
Bogor. Widiyanti, N. L. P., Mulyadihardja. 2004. Uji Toksisi-
tas Jamur Metarhizium anisopliae terhadap
Prayogo, Y., W. Tengkono, Marwoto. 2005. Pros- Larva Nyamuk Aedes aegypti. Media
pek Cendawan Entomopatogen Libang Kesehatan XIV (3).
Metarhizium anisopliae untuk Mengendali-
kan Ulat Grayak Spodoptera litura pada
Kedelai. Jurnal Litbang Pertanian 24 (1):
19-26.

You might also like