You are on page 1of 18

Jurnal Litbang:

Media Informasi Penelitian, Pengembangan dan IPTEK


http://ejurnal-litbang.patikab.go.id
Vol. 16 No. 2 Desember 2020 Hal 77-94

Gambaran Penyebab Balita Stunting di Desa Lokus Stunting Kabupaten Pati

Description of the Causes of Toddler Stunting in the Village of Stunting Locus,


Pati Regency

Aeda Ernawati1)a)*
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Pati
Jl. Raya Pati-Kudus Km. 3,5, Margorejo, Pati. 59163. Jawa Tengah
*Email: aeda.ernawati76@gmail.com

Naskah Masuk: 10 September 2020 Naskah Revisi: 10 November 2020 Naskah Diterima: 15 November 2020

ABSTRACT
Stunting is still one of the health problems faced by Pati Regency. There are 12 Stunting Locus Villages in Pati Regency.
The research objective was to describe the causes of stunting in the stunting locus village, Pati Regency. The research was
conducted with a quantitative descriptive approach. The research was conducted in March-August 2020. The population
was all stunting toddlers in 12 Locus Stunting Villages. The sample was all stunting toddlers in 10 stunting locus villages
totaling 69 toddlers. This study was used secondary data from the Puskesmas. Data were analyzed descriptively. The
results showed that the causes of stunting in the locus of stunting villages in Pati Regency were: 1) inadequate intake; 2)
inadequate parenting; 3) low parental height; 4) not getting exclusive breastfeeding; 5) not getting early initiation of
breastfeeding; 6) low quality of environmental sanitation; 7) Low Birth Weight (LBW); and 8) anemia during pregnancy.
Stunting was not caused by a single factor, but a combination of several causes. Therefore, all components of community
should cooperate in order to reduce stunting cases.
Keywords: causes of stunting, nutritional intake, parenting style

ABSTRAK
Stunting masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang dihadapi Kabupaten Pati. Ada 12 Desa lokus Stunting di
Kabupaten Pati. Tujuan penelitian untuk menggambarkan penyebab stunting di desa lokus stunting Kabupaten Pati.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilaksanakan bulan Maret-Agustus 2020.
Populasi penelitian adalah semua balita stunting di 12 Desa Lokus Stunting. Sampel penelitian adalah semua balita
stunting di 10 desa lokus stunting berjumlah 69 balita. Data yang digunakan yaitu data sekunder dari Puskesmas.
Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitan menunjukkan bahwa penyebab stunting di desa lokus stunting di
Kabupaten Pati adalah adalah: 1) kurangnya asupan makanan; 2) pola asuh yang kurang memadai; 3) keturunan
pendek; 4) tidak mendapatkan ASI eksklusif; 5) tidak mendapatkan IMD; 6) sanitasi lingkungan yang kurang; 7)
BBLR; 8) ibu saat hamil mengalami anemia. Penyebab stunting umumnya tidak berdiri sendiri, tetapi kombinasi dari
beberapa penyebab stunting. Diperlukan kerja sama semua komponen masyarakat dalam upaya penurunan stunting
Kata kunci: penyebab stunting, asupan gizi, pola asuh

PENDAHULUAN perkembangan dapat diartikan bertambah


sempurnanya fungsi alat tubuh seperti kemam-
Usia balita merupakan saat yang sangat
puan gerakan, bicara, pendengaran, komu-
penting dalam proses pertumbuhan dan
nikasi, emosi, intelegensia, dan perkembangan
perkembangan seorang anak (Putri, 2012). Per-
moral. Tumbuh kembang balita berkaitan erat
tumbuhan adalah bertambahnya ukuran sel-sel
dengan status gizi. Apabila status gizi balita
seluruh bagian tubuh yang dapat diukur secara
baik, maka pertumbuhan dan perkembangan-
kuantitatif seperti pertambahan tinggi badan,
nya juga baik. Begitu juga sebaliknya. Apabila
berat badan, dan lingkar kepala. Adapun
balita memiliki status gizi yang buruk, maka

Email: aeda.ernawati@gmail.com 77
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

terjadi gangguan pada pertumbuhan dan Kondisi tersebut menyebabkan upah yang
perkembangannya (Herlina, 2018). diterima anak stunting pada saat dewasa lebih
Kelompok balita merupakan salah satu rendah bila dibandingkan upah orang dewasa
kelompok yang rentan mengalami masalah gizi. yang pada masa balitanya tidak mengalami
Diantara masalah gizi yang banyak dialami stunting (Oktarina & Sudiarti, 2013).
balita adalah stunting (Amin & Julia, 2014). Penelitian oleh Renyoet, Martianto, &
Stunting merupakan salah satu masalah gizi Sukandar (2016) mengenai potensi kerugian
karena rendahnya konsumsi gizi dalam waktu ekonomi akibat stunting pada balita Indonesia
yang relatif lama. Stunting ditentukan dengan tahun 2013 menunjukkan perkiraan potensi
melakukan pengukuran tinggi badan atau pan- kerugian ekonomi secara nasional sekitar
jang badan anak kemudian dicocokkan dengan Rp3.057 miliar-Rp13.758 miliar atau 0,04-
standar berdasarkan umur dan jenis kelamin 0,16% dari total PDB Indonesia tahun 2013.
(Sutarto, Mayasari, & Indriyani, 2018). Stunting Provinsi Jawa Tengah memiliki rentang potensi
yang terjadi pada usia dua sampai tiga tahun nilai kerugian ekonomi tertinggi yaitu sebesar
jika tidak ditangani dengan baik dapat terus Rp435 miliar-Rp1.957 miliar. Berdasarkan data
berlanjut sampai anak usia remaja (Amin & BPS Tahun 2014, potensi kerugian ekonomi
Julia, 2014). karena stunting pada balita di Indonesia men-
Kusumawati, Rahardjo, & Permata (2015) capai Rp1,7 juta/orang/tahun atau Rp71 juta/
menyatakan stunting merupakan indikator orang selama 49 tahun (usia produktif 15-64
yang sensitif untuk menilai keadaan sosial tahun).
ekonomi yang buruk. Dampak stunting sangat Menurut Sulistyaningsih, Panunggal, &
luas, tidak hanya pada individu tetapi juga pada Murbawani (2018) secara umum penyebab
lingkup negara karena memengaruhi ekonomi stunting pada anak dapat dibedakan menjadi
dan pembangunan negara. Hal tersebut terjadi dua yaitu penyebab langsung dan penyebab
karena kualitas anak yang mengalami stunting tidak langsung. Penyebab langsung terjadinya
berbeda dengan anak yang sehat. Anak yang stunting adalah tingkat konsumsi zat gizi,
mengalami stunting sistem imunitas tubuhnya faktor keturunan dan penyakit infeksi yang di-
akan menurun. Kondisi tersebut memudahkan derita anak. Zat gizi yang diperlukan tubuh
anak stunting menderita penyakit infeksi. Anak terdiri atas zat gizi makro dan zat gizi mikro.
yang mengalami stunting pada usia balita Banyak penelitian menyebutkan bahwa
cenderung mengalami penyakit degeneratif defisiensi zat gizi makro yaitu protein maupun
ketika dewasa dibandingkan anak yang tidak zat gizi mikro yaitu Fe, Zn, ca, vitamin D, A dan
menderita stunting. Penyakit degeneratif terse- C dapat menyebabkan stunting (Kusumawati
but antara lain tekanan darah tinggi, diabetes dkk., 2015). Faktor lain yang berkorelasi
mellitus, serta jantung koroner (Oktarina & dengan stunting adalah hormon. Hormon tiroid
Sudiarti, 2013). Kondisi stunting juga ber- adalah salah satu horman yang berperan dalam
pengaruh terhadap intelegensi anak. Tingkat proses pertumbuhan anak (Kartini, Suhartono,
kognitif anak stunting lebih rendah dari anak Subagio, Budiyono, & Emman, 2016). Stunting
yang tidak mengalami stunting. Selisih rata-rata juga berhubungan dengan faktor keturunan.
IQ anak stunting dengan anak yang tidak stunt- Orang tua yang pendek dapat menurunkan ke-
ing sebesar 11 poin. Tinggi badan anak stunting turunan yang pendek (Amin & Julia, 2014).
lebih rendah dari standar. Rendahnya tingkat Penyebab tidak langsung stunting antara
kognitif dan pertumbuhan yang tidak optimal lain pengetahuan ibu tentang gizi, pola asuh
pada anak stunting merupakan faktor yang me- orang tua, tingkat pendapatan orang tua, dan
mengaruhi rendahnya produktivitas saat usia pemanfaatan pelayanan kesehatan (Nikmah &
dewasa (Setiawan, Machmud, & Masrul, 2018). Nadhiroh, 2015). Pendapatan yang rendah

78
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

merupakan salah satu dimensi kemiskinan. Stunting merupakan kondisi kesehatan


Faktor kemiskinan berhubungan dengan seseorang berdasarkan hasil penilaian status
keterbatasan akses pangan maupun sanitasi gizi yang dilakukan dengan cara tertentu.
lingkungan memadai, dan jangkauan keluarga Penilaian status gizi umumnya menggunakan
terhadap pelayanan kesehatan dasar yang ren- pengukuran antropometri. Penilaian status gizi
dah (Apriluana & Fikawati, 2018). dengan antropometri menggunakan acuan yang
Hingga saat ini, stunting masih menjadi jelas sehingga hasilnya akan tepat dan akurat.
masalah kesehatan di negara berkembang se- Setiap orang dapat melakukan pengukuran an-
perti Indonesia. Penurunan angka stunting dari tropometri dengan latihan sederhana. Terdapat
tahun ke tahun belum signifikan (Budiastutik & beberapa ukuran antropometri yang sering
Rahfiludin, 2019). Angka stunting di Indonesia dipakai dalam penilaian status gizi antara lain
berdasarkan Riskesdas tahun 2007 sebesar panjang badan atau tinggi badan, berat badan,
36,8%, tahun 2013 sebesar 37,2% dan tahun lingkar lengan atas, pengukuran lingkar perut,
2018 sebesar 30,8%. Angka stunting tahun dan indeks masa tubuh (Supariasa dkk., 2014).
2018 terbagi dalam kategori pendek sebanyak Ukuran antropometri yang dipakai untuk
11,5% dan kategori sangat pendek sebanyak menentukan stunting adalah panjang badan
19,3%. Angka Stunting di Jawa Tengah lebih atau tinggi badan yang disesuaikan dengan usia
tinggi dari Indonesia yaitu sebesar 31,3%, anak. Pemerintah mengeluarkan Peraturan
terbagi dalam kategori pendek sebanyak 11,2% Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020
dan kategori sangat pendek sebanyak 20,1%. mengenai Standar Antropometri Anak sebagai
Angka stunting di Kabupaten Pati masih tinggi. pedoman pengukuran status gizi anak, terma-
Data terbaru hasil validasi menunjukkan kasus suk stunting. Penilaian stunting dilakukan
stunting di Kabupaten Pati tahun 2019 dengan pengukuran panjang atau tinggi badan
sebanyak 3.134 penderita. Terdapat 12 desa di berdasarkan umur dibandingkan dengan
Kabupaten Pati yang menjadi lokus pe- Standar Antropometri Anak. Pengelompokan
nanganan stunting karena angka stunting ber- status gizi berdasarkan Indeks Antropometri
dasarkan penimbangan serentak tahun 2018, disesuaikan dengan kategori yang dikeluarkan
termasuk tinggi yaitu antara 17,62% sampai WHO Child Growth Standards untuk anak usia
40,52%. Tujuan penelitian untuk menggam- 0-5 tahun. Pengelompokan status gizi anak
barkan penyebab balita stunting di desa lokus umur 0-5 tahun berdasarkan indeks panjang
stunting Kabupaten Pati. badan atau tinggi badan menurut umur di-
tampilkan dalam Tabel 1.
TINJAUAN PUSTAKA
Dampak Stunting
Pengertian Stunting
Stunting memberikan dampak yang besar
Stunting adalah keadaan balita yang bagi kehidupan. Stunting sangat merugikan
menunjukkan tinggi atau panjang badan ber- bagi individu, keluarga, masyarakat, dan nega-
dasarkan umur lebih rendah dari standar yang ra. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
seharusnya (Kemenkes, 2018). Tinggi badan (2018) menyebutkan bahwa dampak stunting
anak akan meningkat seiring pertambahan secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2
umurnya. Penambahan tinggi badan tidak se- yaitu dampak yang terjadi dalam jangka waktu
cepat pertambahan berat badan, sehingga relatif cepat dan dampak yang dapat dilihat
penambahan tinggi badan tidak dapat dilihat dalam jangka waktu yang relatif lama.
dalam waktu yang pendek (Supariasa, Bakri, & Dampak stunting yang dapat segera ter-
Fajar, 2014). lihat antara lain: 1) meningkatnya angka

79
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

Tabel 1.
Klasifikasi status Gizi Berdasarkan Indeks PB/U atau TB/U Anak Umur 0-60 Bulan
Indeks Status Gizi Ambang Batas
Sangat Pendek (severely stunted) <-3 SD
Panjang Badan atau Tinggi
Badan menurut Umur Pendek (stunted) -3 SD sampai < -2 SD
(PB/U) atau (TB/U) Normal -2 SD sampai +3 SD
Anak usia 0-60 bulan
Tinggi >+3 SD
Keterangan: SD = Standar Deviasi
Sumber: Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri

Gambar 1.
Kerangka Konsep Malnutrisi
Sumber: Kemenkes (2018)

kesakitan dan kematian; 2) perkembangan rentan terserang penyakit infeksi (Bella dkk.,
anak yang tidak optimal pada aspek kognitif, 2020). Kondisi ini mengakibatkan mening-
motorik, dan verbal; serta 3) meningkatnya katnya biaya kesehatan yang akhirnya menam-
pengeluaran untuk biaya kesehatan. Adapun bah beban ekonomi masyarakat dan mening-
dampak stunting dalam jangka waktu lama an- katnya angka kemiskinan (Yadika dkk., 2019).
tara lain: 1) ukuran tubuh yang tidak optimal Stunting merugikan negara karena berpotensi
pada saat dewasa; 2) meningkatnya risiko pe- menurunkan nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) sekitar 2-3% per tahun (Kemenkes,
nyakit degeneratif seperti obesitas, hipertensi,
2018).
jantung dan lain-lain; 3) menurunnya kondisi
kesehatan reproduksi; 4) rendahnya kapasitas Faktor – Faktor Penyebab Stunting
belajar saat sekolah; dan 5) produktivitas dan Stunting pada balita termasuk masalah
kapasitas kerja yang rendah. gizi kronis yang disebabkan oleh banyak faktor.
Anak stunting cenderung mempunyai Keterkaitan antar faktor penyebab stunting
daya tahan tubuh yang rendah sehingga lebih disajikan pada gambar 1.

80
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

Berdasarkan Gambar 1, dapat disebutkan mengalami KEK berisiko melahirkan bayi BBLR
bahwa penyebab masalah gizi, diantaranya 7 kali lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak
stunting terdiri atas akar masalah, faktor mengalami KEK (Haryanti, Pangestuti, & Karti-
penyebab tidak langsung serta penyebab lang- ni, 2019). Hasil penelitian Rahayu, Yulidasari,
sung (Kemenkes, 2018). Akar masalah terdiri Putri, & Rahman (2015) menunjukkan bahwa
atas akses pelayanan, keuangan dan SDM yang BBLR merupakan faktor risiko yang paling
tidak memadai dan faktor sosial, budaya, dominan terjadinya stunting pada anak.
ekonomi, politik. Pelayanan pemerintah kepada Faktor penyebab langsung terdiri atas
masyarakat terkait pelayanan pendidikan, asupan makan yang kurang dan adanya penya-
kesehatan, sosial dan ekonomi yang tidak me- kit infeksi pada balita. Kurangnya asupan zat
madai memunculkan masalah yang menjadi gizi pada bayi dan balita dapat disebabkan bayi
penyebab tidak langsung terjadinya stunting. tidak mendapatkan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Penelitian Choirunisa (2014) menyebutkan saat baru lahir, dan bayi tidak mendapat ASI
adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi secara eksklusif sampai usia 6 bulan. Adapun
alokasi dana kesehatan, semakin rendah preva- kesakitan pada bayi yang dapat menyebabkan
lensi gizi buruknya. Aridiyah, Rohmawati, & stunting antara lain Bayi Berat Lahir Rendah
Ririanty (2012) menyebutkan bahwa saat ini (BBLR), asma, diare, infeksi saluran pernapasan
masih ada nilai budaya yang melekat dalam ke- atas (ISPA), dan adanya kelainan tubuh
hidupan masyarakat perdesaan. Diantara nilai (Kemenkes, 2018).
tersebut ada nilai budaya yang berhubungan
dengan terjadinya stunting pada balita. Nilai METODE PENELITIAN
budaya ini berkaitan dengan kebiasaan pan- Penelitian ini menggunakan metode ana-
tangan makan pada ibu hamil dan pola makan lisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.
yang salah pada balita (Cahyani, Yunitasari, & Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Agustus
Indarwati, 2019). 2020. Populasi penelitian adalah semua balita
Faktor penyebab tidak langsung ter- stunting di 12 desa lokus stunting di Kabupaten
jadinya stunting meliputi kerawanan pangan Pati pada tahun 2019. Sampel penelitian adalah
rumah tangga, pola asuh tidak memadai dan balita stunting yang pada bulan Februari 2020
pelayanan kesehatan lingkungan rumah tangga. bertempat tinggal di 10 desa lokus stunting di
Rendahnya pendapatan dapat menyebabkan Kabupaten Pati sebanyak 69 balita.
rendahnya kemampuan memenuhi kebutuhan Penelitian dilaksanakan di 10 desa lokus
keluarga termasuk pangan dan sarana sanitasi stunting di Kabupaten Pati yang tersebar di 9
lingkungan. Faktor pelayanan kesehatan yang kecamatan. Berdasarkan letak geografi, 7 desa
kurang memadai dapat memengaruhi kondisi lokus stunting berada di dataran rendah yaitu
kesehatan ibu saat hamil. Kondisi ibu hamil Desa Bogotanjung, Desa Mulyoharjo, Desa
yang perlu diperhatikan meliputi status gizi, Plangitan, Desa Langenharjo, Desa Bungasrejo,
kadar haemoglobin darah (Hb) dan tingkat Desa Kedalon, dan Desa Mantingan. Selain itu
asupan gizi. Kondisi ibu hamil yang kurang ada 2 desa berada di lereng muria yaitu Desa
sehat berhubungan dengan kondisi kesehatan Klakahkasihan dan Desa Sumur. Adapun satu
janin yang dikandungnya. desa berada di pengunungan kapur yaitu Desa
Status gizi ibu hamil dipantau dengan Karangrejo (BPS Kab. Pati, 2016).
pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA). Apabi- Variabel penelitian yang dianalisis dalam
la ukuran LiLA ibu hamil kurang dari 23,5 cm penelitian ini adalah usia, jenis kelamin dan
berarti ibu hamil berisiko mengalami Keku- penyebab stunting. Jenis data yang digunakan
rangan Energi Kronis (KEK). Ibu hamil yang berupa data sekunder dari 10 Puskesmas yaitu

81
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

Puskesmas Batangan, Puskesmas Gabus 1, sebanyak 21 anak atau 30,4%. Desa terbanyak
Puskesmas Pati 1, Puskesmas Pati 2, Puskesmas kedua adalah Desa Karangrejo di Kecamatan
Gembong, Puskesmas Margorejo, Puskesmas Pucakwangi dengan jumlah balita stunting
Jakenan, Puskesmas Jaken, Puskesmas sebanyak 11 anak atau 15,9%. Sementara itu,
Pucakwangi, dan Puskesmas Cluwak. Data Desa Kedalon, Kecamatan Batangan dan Desa
penyebab stunting didapatkan dari hasil identi- Sumur, Kecamatan Cluwak masing-masing ter-
fikasi penyebab balita stunting di desa lokus dapat 8 balita stunting atau 11,6%. Desa lokus
stunting oleh petugas gizi Puskesmas. Data dio- stunting dengan jumlah kasus stunting paling
lah secara deskriptif meliputi usia, jenis ke- sedikit adalah Desa Bogotanjung Kecamatan
lamin dan penyebab stunting. Gabus dan Desa Mulyoharjo Kecamatan Pati
masing-masing 1 anak atau 1,4%. Rincian
HASIL DAN PEMBAHASAN jumlah balita stunting berdasarkan desa lokus
stunting di Kabupaten Pati secara lengkap
Distribusi Balita Stunting Berdasarkan Desa
disajikan pada Tabel 2.
Lokus Stunting
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
Secara topografi, wilayah Kabupaten Pati Riskesdas tahun 2013 yang menyimpulkan bah-
berada pada ketinggian antara 0-1.000 m di wa balita stunting sebagian besar bertempat
atas permukaan air laut rata-rata dan terbagi tinggal di perdesaan (42,1%) daripada di
menjadi tiga relief daratan yaitu lereng Gunung perkotaan (32,5%). Hasil penelitian lain oleh
Muria, dataran rendah, dan pegunungan kapur Danila, Pawa, Choiruni, & Wijayanti (2018) di
(BPS Kab. Pati, 2016). Hasil penelitian ini Kabupaten Manggarai Provinsi Nusa Tenggara
menunjukkan jumlah balita stunting menurut Timur juga menunjukkan hal yang sama bahwa
data Bulan Februari 2020 adalah 69 anak yang jumlah penderita stunting lebih banyak yang
tersebar 10 desa lokus stunting Kabupaten Pati. tinggal di daerah perdesaan.
Jumlah balita stunting di lereng gunung sama Lusita, Suyatno, & Rahfiludin, (2017)
dengan jumlah balita stunting di dataran ren- menyatakan beberapa faktor yang menjadi
dah. Semua balita stunting berasal dari wilayah penyebab tingginya angka stunting di
perdesaan. Balita stunting terbanyak berada di perdesaan adalah rendahnya pendidikan ibu,
Desa Klakahkasihan, Kecamatan Gembong kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dan

Tabel 2.
Distribusi Balita Stunting Berdasarkan Desa Lokus Stunting
Jumlah Balita Stunting
No Desa Kecamatan Topografi
Jumlah Persentase (%)

1 Bogotanjung Gabus Dataran rendah 1 1,4


2 Mulyoharjo Pati Dataran rendah 1 1,4
3 Plangitan Pati Dataran rendah 2 2,9
4 Klakahkasihan Gembong Lereng gunung 21 30,4
5 Langenharjo Margorejo Dataran rendah 5 7,2
6 Bungasrejo Jakenan Dataran rendah 6 8,7
7 Kedalon Batangan Dataran rendah 8 11,6
8 Mantingan Jaken Dataran rendah 6 8,7
9 Karangrejo Pucakwangi Pegunungan Kapur 11 15,9
10 Sumur Cluwak Lereng gunung 8 11,6
Jumlah 69 100
Sumber: Data diolah, 2020

82
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

lamanya waktu sakit ISPA pada balita stunting.


Lama pendidikan ibu di perdesaan lebih rendah
dari lama pendidikan ibu di perkotaan. Lebih
dari separo ibu di desa pendidikannya hanya
SD dan SMP, sedangkan pendidikan ibu di
perkotaan lebih dari 80% pendidikannya SMA
dan perguruan tinggi. Kondisi terjadi karena
sarana pendidikan lebih banyak tersedia di kota
sehingga masyarakat di perdesaan relatif sulit
menjangkaunya. Akibatnya pengetahuan ibu
balita tentang gizi di desa lebih rendah
dibandingkan dengan pengetahuan ibu balita di
kota. Gambar 2.
Distribusi Balita Stunting Menurut Jenis Kelamin
Selain tingkat pendidikan yang rendah,
Rendahnya pengetahuan ibu balita tentang gizi kesmas Kenjeran Kota Surabaya yang menun-
di perdesaan juga disebabkan oleh sulitnya jukkan stunting lebih banyak terjadi pada balita
akses informasi di perdesaan. Akses informasi laki-laki (53,8%) daripada balita perempuan
di kota lebih lengkap dari pada di perdesaan, (46,2%). Kondisi ini sama dengan hasil Ris-
baik media massa maupun elektronik. Kesem- kesdas tahun 2013 bahwa stunting lebih ba-
patan kerja bagi ibu balita di perkotaan juga nyak pada jenis kelamin laki-laki (38,1%) dari
lebih luas dari pada di perdesaan. Ibu yang pada perempuan (36,2%).
bekerja berkesempatan melakukan interaksi Menurut Almatsier (2015), komposisi
dengan teman-teman kerjanya. Interaksi ini jaringan tubuh pada laki-laki dan perempuan
dapat meningkatkan pengetahuan ibu balita berbeda. Laki-laki memiliki lebih banyak otot
tentang gizi (Lusita dkk., 2017). daripada lemak, sementara perempuan lebih
Balita di perdesaan lebih banyak yang banyak lemaknya daripada ototnya. Otot lebih
mengalami stunting bisa juga disebabkan balita aktif daripada lemak sehingga otot memerlukan
di perdesaan menderita ISPA dalam waktu yang energi lebih banyak daripada lemak. Kondisi
lebih lama dari pada balita di perkotaan. Hal ini
tersebut menyebabkan perbedaan kebutuhan
dapat terjadi karena sarana pelayanan
kebutuhan energi laki-laki dan perempuan.
kesehatan di perkotaan seperti puskesmas,
Kebutuhan energi laki-laki relatif lebih tinggi
dokter praktik, dan rumah sakit lebih mudah
daripada perempuan. Kebutuhan energi harus
dijangkau oleh masyarakat. Orang tua dari
dipenuhi supaya tidak menyebabkan masalah
balita yang tinggal di perkotaan biasanya sege-
gizi khususnya stunting.
ra memeriksakan balitanya yang sakit sehingga
sakitnya lebih cepat sembuh (Lusita dkk., Kebiasaan bermain anak laki-laki berbeda
2017). dengan anak perempuan. Anak laki-laki pada
umumnya lebih menyukai permainan dengan
Distribusi Stunting Berdasarkan Jenis Ke- banyak gerakan seperti lari, melompat dan
lamin menendang. Mereka lebih banyak bermain di
Hasil pengolahan data menunjukkan ada luar rumah seperti main sepeda, mobil-
69 balita stunting yang terdiri dari 40 laki-laki mobilan, dan berlarian. Sementara itu, anak
(58%) dan 29 perempuan (42%) yang tersebar perempuan lebih menyukai permainan yang
di 10 desa lokus stunting sesuai Gambar 2. Hasil tenang dan santai. Mereka cenderung bermain
penelitian ini sama dengan hasil penelitian seperti boneka, membaca, bermain bekel, dan
Ernawati & Arini (2020) di Wilayah Kerja Pus- permainan bongkar pasang. Permainan anak

83
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

laki-laki lebih banyak membutuhkan tenaga kit infeksi seperti diare dan ISPA. Keadaan ter-
dari pada permainan anak perempuan (Khobir, sebut dapat memengaruhi pertumbuhan anak.
2009). Perbedaan kebiasaan bermain pada Hasil penelitian Desyanti & Nindya (2017)
anak laki-laki dan perempuan menentukan menunjukkan anak yang sering diare mening-
besarnya kebutuhan gizi anak. Kebutuhan ener- katkan risiko terjadinya stunting sebesar 3,619
gi anak laki-laki lebih banyak dari pada anak kali lebih besar dibandingkan balita usia 2-5
perempuan. Kondisi ini memungkinkan asupan tahun yang tidak pernah diare.
gizi anak laki-laki rentan tidak bisa terpenuhi. Penelitian lain yang dilakukan Himawati
Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi maka akan & Fitria (2020) membuktikan pengaruh riwayat
dapat menimbulkan masalah gizi termasuk ISPA dengan kejadian stunting. Anak yang
stunting. pernah menderita ISPA berisiko mengalami
stunting 3 kali lebih tinggi dibandingkan
Distribusi Stunting Berdasarkan Usia
dengan anak yang tidak pernah menderita ISPA.
Distribusi balita stunting berdasarkan Penelitan lain yang dilakukan oleh Dewi & Adhi
usia menunjukkan ada 69 balita terdiri dari 11 (2016) menunjukkan hasil yang relevan yaitu
balita usia 0-24 bulan (16%) dan 58 balita usia riwayat ISPA atau diare kronis pada anak balita
25-59 bulan (84%) sesuai Gambar 3. Balita usia memberikan risiko terjadinya stunting sebesar
25-59 bulan merupakan salah satu kelompok 6,61 kali dibandingkan anak balita yang tidak
masyarakat yang mudah menderita masalah pernah mengalami ISPA dan diare kronis. In-
gizi. Saat yang sama, mereka sedang pada masa feksi berisiko menyebabkan stunting setelah
pertumbuhan yang cepat (Azriful, Bujawati, melalui beberapa proses. Pada awalnya infeksi
Habibi, Aeni, & Yusdarif, 2010). akan menurunkan nafsu makan dan menganggu
Semakin besar usia anak, interaksi dengan penyerapan zat gizi sehingga asupan zat gizi
lingkungan semakin luas. Anak usia 3-5 tahun tidak terpenuhi. Kondisi ini selanjutnya akan
sudah dapat bermain sendiri tanpa ditemani memengaruhi status gizi dan akhirnya meng-
orang tuanya. Kontrol orang tua terhadap hambat pertumbuhan anak.
kebersihan menjadi berkurang. Kondisi ini
Penyebab Stunting
dapat meningkatkan risiko anak terkena penya-
Stunting yang terjadi pada balita di desa
lokus stunting Kabupaten Pati disebabkan oleh
banyak faktor. Penyebab stunting dalam
penelitian ini dibatasi pada penyebab langsung
dan penyebab tdak langsung. Hasil penelitian
menunjukkan penyebab stunting di desa lokus
stunting secara berurutan dari yang terbanyak
sampai yang paling sedikit adalah: 1) balita ku-
rang asupan makanan; 2) balita mendapat pola
asuh yang kurang memadai; 3) keturunan
(orang tua pendek); 4) balita tidak mendapat
ASI eksklusif; 5) balita tidak mendapatkan IMD;
6) sanitasi lingkungan yang kurang; 7) BBLR;
dan 8) ibu saat hamil mengalami anemia gizi.
Gambar 3. Rincian penyebab balita stunting di desa lokus
Distribusi Balita Stunting Berdasarkan Usia stunting disajikan pada Tabel 3.

84
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

Tabel 3.
Rincian Penyebab Balita Stunting
No Jenis Penyebab Jumlah Persentase (%)
1 Balita kurang asupan gizi 49 71,01
2 Pola asuh yang kurang memadai 26 37,68
3 Keturunan pendek 10 14,49
4 Balita tidak mendapatkan ASI eksklusif 10 14,49
5 Balita tidak mendapatkan IMD 4 5,80
6 Sanitasi kurang 4 5,80
7 BBLR 3 4,35
8 Ibu saat hamil mengalami anemia 2 2,90
Sumber: Data diolah, 2020

Tabel 3 menunjukkan penyebab stunting Protein berfungsi sebagai zat pembangun yaitu
bukan faktor tunggal, tapi kombinasi beberapa mengganti sel-sel yang rusak. Apabila balita
faktor. Faktor kurangnya asupan makanan. kurang mendapat asupan zat gizi, maka balita
menjadi faktor penyebab terjadinya stunting tersebut berisiko mengalami stunting (Azmi &
yang paling dominan (71,01%) di desa lokus Mundiastuti, 2018). Hasil penelitian Aridiyah
stunting di Kabupaten Pati. Berdasarkan data dkk. (2012) menunjukkan adanya hubungan
penelitian, balita stunting terbanyak bertempat tingkat kecukupan protein, zat besi dan seng
tinggal di Desa Klakahkasihan yaitu sebanyak berhubungan dengan kejadian stunting.
30,4%. Desa Klakahkasihan merupakan desa Pemerintah telah menginisiasi program pem-
tertinggal di Kabupaten Pati. Masyarakat dan berian MPASI pada balita stunting berupa
wilayah desa tertinggal biasanya relatif kurang biskuit untuk meningkatkan konsumsi zat gizi
berkembang dan hasil pembangunannya belum tetapi penerimaan balita stunting terhadap
bisa menyejahterakan masyarakat. Kondisi ini biskuit rendah. Hal tersebut selaras dengan
memungkinkan masyarakat memiliki daya beli penelitian Ernawati (2019) di Puskesmas
yang rendah termasuk daya beli untuk pangan Jakenan Kabupaten Pati yang menyebutkan
dan kesehatan (Suroso, 2020). bahwa balita cenderung bosan mengkonsumsi
Hal ini sejalan dengan penelitian Azmy & Pemberian Makanan Tambahan (PMT) yang
Mundiastuti (2018) yang menunjukkan bahwa diberikan petugas. Temuan penelitian ini juga
sebagian besar balita stunting memiliki tingkat mendukung hasil penelitian yang dilakukan
konsumsi zat gizi dalam kategori rendah. Jenis oleh Putri & Mahmudiono (2020) di Wilayah
zat gizi yang diteliti pada penelitian tersebut Kerja Puskesmas Simomulyo Kota Surabaya
meliputi zat gizi makro seperti energi, lemak, yang menemukan bahwa 73,7% balita tidak
protein, karbohidrat. Sementarea zat gizi mikro mengonsumsi habis PMT yang diberikan.
yaitu seng dan zat besi. Asupan makanan dapat Alasan tidak menghabiskan jatah biskuit yang
memengaruhi tumbuh kembang balita. Jenis zat diberikan karena menimbulkan rasa “eneg” dan
gizi yang dibutuhkan balita banyak ragamnya. balita bosan mengonsumsi PMT yang diberikan.
Oleh karenanya, makanan yang dikonsumsi Oleh sebab itu perlu dilakukan upaya lain untuk
balita hendaknya mengandung semua zat gizi meningkatkan asupan gizi balita termasuk vita-
karena fungsi yang berbeda. Karbohidrat ber- min dan mineral.
fungsi sebagai sumber tenaga. Lemak berfungsi Salah satu upaya yang dapat dilakukan
sebagai sumber tenaga dan pelarut vitamin. untuk meningkatkan asupan gizi adalah

85
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

meningkatkan pemanfaatan pekarangan. Kabupaten Pati tahun 2018 sebesar 7,18 (BPS
Masyarakat yang tinggal di perdesaan pada Kabupaten Pati, 2019). Kondisi tersebut dapat
umumnya memiliki pekarangan. Pekarangan diartikan rata-rata tingkat pendidikan
dapat dimanfaatkan dalam rangka pemenuhan penduduk Kabupaten Pati berusia 25 tahun ke
ketahanan pangan rumah tangga. Pekarangan atas telah menempuh pendidikan selama 7,18
dapat menjadi sumber pangan keluarga untuk tahun atau sampai kelas 1 Sekolah Menengah
memenuhi zat gizi vitamin dan mineral. Selain Pertama (SMP) lebih sedikit atau drop out kelas
itu, pemanfaatan pekarangan dapat menambah 2 SMP. Penelitian oleh Budiastutik & Rahfiludin
pendapatan keluarga (Kastanja, Patty, & Dilago, (2019) menyebutkan bahwa rendahnya tingkat
2019). pengetahuan orang tua tentang gizi sebanding
Penyebab balita stunting di desa lokus dengan rendahnya tingkat pendidikan orang
stunting yang kedua adalah pola asuh yang ku- tua. Hal ini sesuai dengan penelitian Saparudin
rang memadai (37,68%). Bentuk pola asuh & Rokhanawati (2017) bahwa sepertiga ibu
yang menyebabkan terjadinya stunting di desa yang hanya tamat SD memiliki pengetahuan gizi
lokus stunting adalah pola pemberian makanan yang rendah sedangkan ibu yang tamat Sekolah
yang terlalu dini, utamanya pemberian MPASI Menengah Atas (SMA) dan perguruan tinggi
sebelum bayi berusia 6 bulan, pemilihan MP cenderung memiliki pengetahuan gizi dalam
ASI yang kurang tepat, dan pemberian makanan kategori tinggi.
tanpa memperhatikan kandungan zat gizi (yang Pola asuh ibu diartikan sebagai perilaku
penting anaknya tidak rewel). Hasil penelitian ibu dalam mengasuh anaknya. Notoatmodjo
ini sesuai dengan penelitian Widyaningsih, (2010) menyebutkan bahwa perilaku
Kusnandar, & Anantanyu (2018) di Kecamatan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan
Bayat Kabupaten Klaten. Penelitian tersebut sikap. Sikap yang baik terhadap suatu masalah
menyatakan pola asuh balita yang cenderung diawali oleh pengetahuan yang baik. Selanjut-
kurang memadai dapat meningkatkan peluang nya sikap yang baik terhadap sesuatu akan
terjadinya stunting. Anak balita yang membentuk perilaku yang baik pula. Seseorang
mendapatkan pola asuh kurang memadai mendapatkan pengetahuan dan informasi yang
berisiko menderita stunting 8 kali lebih besar berasal dari pendidikan formal maupun media
dibandingkan dengan anak balita yang informasi seperti radio, TV, internet, koran,
mendapatkan pola asuh memadai. Bentuk pola majalah, maupun media sosial.
asuh yang kurang memadai terkait praktik Tingkat pendidikan mempengaruhi ke-
pemberian makan antara lain ibu dengan balita mampuan dalam mengolah informasi. Tingkat
stunting biasanya menunda pemberian makan pendidikan yang tinggi memudahkan seseorang
pada balitanya. Selain itu, ibu tersebut kurang dalam memahami informasi. Sebaliknya,
memperhatikan kebutuhan zat gizi yang diper- seseorang dengan tingkat pendidikan rendah
lukan anaknya. Sebagai akibatnya, kualitas dan lebih sulit menerima informasi. Informasi
kuantitas asupan makan balita tidak terpenuhi mengenai gizi yang didapatkan ibu balita dapat
dan akhirnya balita rentan mengalami stunting. menjadi pedoman dalam mengasuh balitanya
Stunting yang terjadi pada saat usia balita akan sehari-hari (Ni’mah & Muniroh, 2015).
menyebabkan terganggunya perkembangan Penelitian oleh Kusumawati dkk. (2015)
otak sehingga otak tidak dapat berkembang menunjukkan adanya hubungan pengetahuan
sempurna. Kondisi ini bersifat irreversible atau ibu dengan kejadian stunting pada balita. Ibu
tidak dapat diperbaiki kembali. dengan pengetahuan gizi yang kurang berisiko
Pola asuh yang kurang memadai dapat menyebabkan anaknya menderita stunting 3,27
dipengaruhi banyak faktor, diantaranya tingkat kali lebih besar dari pada ibu dengan penge-
pendidikan. Angka rata-rata lama sekolah di tahuan gizi yang baik.

86
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

Pola asuh orang tua juga tercermin pada prak- Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tik perawatan kesehatan, dan pemberian penyebab stunting di desa lokus yang keempat
makan pada anak. Pemberian asupan gizi yang adalah balita tidak mendapatkan ASI eksklusif
baik dapat dinilai melalui keragaman pangan (14,49%). Kondisi tersebut sama dengan
yang dikonsumsi. Kenekaragaman pangan yang penelitian oleh Lestari & Dwihestie (2020) yang
dikonsumsi balita menunjukkan kecukupan gizi menyimpulkan adanya hubungan yang berarti
yang dikonsumsi (Widyaningsih dkk., 2018). antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadi-
Anak-anak dengan praktik kebersihan dan an stunting. Semakin banyak balita yang
kesehatan serta pola pemberian makan yang mendapatkan ASI eksklusif maka angka stunt-
kurang memadai lebih berisiko menderita ing pada balita akan semakin menurun.
stunting (Yanti, Betriana, & Kartika, 2020). Periode 1000 hari pertama kehidupan
Penyebab balita stunting di desa lokus sangat berperan bagi pertumbuhan dan
stunting yang ketiga adalah faktor keturunan perkembangan anak. Masa tersebut dihitung
(14,49%). Orang tua dengan postur pendek mulai anak berada dalam kandungan (janin)
menjadi salah satu faktor penyebab stunting sampai anak berusia 2 Tahun. Pemenuhan gizi
pada balita di desa lokus stunting Kabupaten pada tahap ini sangat penting. Oleh karena itu,
Pati. Temuan tersebut sesuai dengan penelitian ibu saat hamil harus diberi gizi yang cukup dan
Amin & Julia (2014) yang menunjukkan bahwa bayi usia 0-6 bulan diberi ASI eksklusif. Bayi
ibu dengan postur tubuh pendek memperbesar memerlukan asupan zat gizi seimbang untuk
kemungkinan anak yang dilahirkannya tumbuh proses pertumbuhan dan perkembangan
menjadi stunting. Hal ini dapat diartikan tinggi tubuhnya. Satu-satunya jenis makanan yang
badan ibu memengaruhi tinggi badan anak. terbaik untuk bayi adalah Air Susu Ibu (ASI).
Penelitian lain yang mendukung bahwa tinggi ASI merupakan satu-satunya makanan yang
badan orang tua menjadi penyebab terjadinya sesuai dengan keadaan saluran pencernaaan
stunting dilakukan juga oleh Aridiyah dkk. bayi di awal kehidupan. Oleh karena itu, selama
(2012) yang menyebutkan jika salah satu orang 6 bulan pertama kehidupan, bayi cukup diberi
tua memiliki gen yang membawa sifat pendek ASI saja atau disebut ASI eksklusif (Ernawati,
maka anaknya dapat tumbuh pendek juga. Teta- 2014).
pi ada penelitian lain yang dilakukan di Keca- Pemberian ASI secara eksklusif adalah
matan Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara pemberian ASI pada bayi tanpa disertai penam-
oleh Aring, Kapantow, & Punuh, (2018) menun- bahan cairan lain sedikitpun. Pemberian ASI
jukkan hasil yang berbeda. Penelitian tersebut secara eksklusif dianjurkan diberikan sampai
menyimpulkan tidak ada keterkaitan antara bayi berusia 6 bulan, dengan pertimbangan
tinggi badan orang tua dengan terjadinya stunt- adalah: a) ASI mengandung zat gizi yang sesuai
ing pada anak usia 2-5 tahun. dan cukup untuk pertumbuhan dan perkem-
Tinggi badan orang tua dipengaruhi bangan bayi sampai umur 6 bulan. Apabila bayi
berbagai faktor, antara lain faktor asupan zat pada usia kurang dari 6 bulan mendapatkan
gizi, stimulasi, dan lingkungan (Aring dkk., 2018). makanan lain dengan kadar karbohidrat tinggi
Tinggi badan orang tua yang pendek karena seperti nasi lumat atau pisang maka bayi dapat
faktor genetik kemungkinan dapat diturunkan lebih mudah menderita obesitas; b) ASI
kepada anak yang dilahirkan. Sementara itu, mengandung beberapa enzim yang membantu
tinggi badan orang tua yang pendek dikare- proses pencernaan makanan. Kondisi tersebut
nakan faktor nongenetik seperti kekurangan sangat membantu bayi dalam mencerna ma-
nutrisi yang berlangsung lama cenderung tidak kanan karena bayi di bawah usia enam bulan
akan menyebabkan stunting pada balita. belum mempunyai enzim pencernaan yang

87
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

sempurna; c) ginjal bayi pada awal kehidupan yang meningkatkan kekebalan tubuh terhadap
belum dapat bekerja secara sempurna sehingga penyakit (Kaban, 2017).
membutuhkan makanan yang mudah dicerna Penyebab balita stunting di desa lokus
yaitu ASI. Pemberian makanan tambahan pada stunting keenam adalah masih adanya keluarga
bayi kurang dari 6 bulan dapat memperberat balita stunting dengan sanitasi lingkungan yang
fungsi ginjal karena pada umumnya makanan kurang baik (5,58%). Sanitasi lingkungan yang
tambahan mengandung banyak mineral; d) ada baik merupakan salah satu unsur penting yang
kemungkinan makanan tambahan bayi yang menunjang kesehatan manusia. Derajat
mengandung zat tambahan berbahaya seperti kesehatan masyarakat banyak dipengaruhi oleh
zat pewarna dan zat pengawet; e) adanya kondisi sanitasi lingkungan. Sanitasi lingkungan
kemungkinan alergi pada bayi usia kurang dari tidak memenuhi syarat menyebabkan
6 bulan jika mendapat makanan tambahan penurunan kualitas kehidupan masyarakat dan
(Ernawati, 2014). dapat menimbulkan masalah kesehatan. Hasil
Bayi usia 0-6 bulan sebaiknya hanya penelitian Aisah, Ngaisah, & Rahmuniyati
diberi ASI eksklusif. Ketika usia bayi lebih dari (2019) menemukan bahwa sanitasi lingkungan
6 bulan dapat diberikan tambahan makanan merupakan faktor protektif terjadinya stunting.
pendamping ASI (MP ASI). Bayi yang terpenuhi Artinya sanitasi lingkungan yang baik dapat
gizinya akan tumbuh optimal. Jika kebutuhan mencegah terjadinya stunting. Sanitasi yang
bayi tidak terpenuhi, bayi rentan mengalami baik tercermin pada tersedianya sarana sanitasi
kurang gizi. Risiko kekurangan zat gizi lebih yang memadai. Sarana sanitasi yang sangat
tinggi pada anak yang tidak mendapatkan ASI penting adalah sumber air bersih, jamban, dan
eksklusif. Kondisi tersebut dapat menyebabkan sarana pembuangan air limbah.
pertumbuhan badan terganggu yaitu stunting. Penyebab balita stunting di desa lokus
Stunting pada anak usia kurang dari 2 tahun stunting yang ketujuh adalah BBLR (4,35%).
kalau tidak ditangani dapat berlanjut sampai BBLR diukur menurut berat badan saat lahir.
masa prapubertas yaitu usia 7-9 tahun Jika berat badan saat lahir kurang dari 2500
(Febriani, Perdana, & Humairoh, 2018). gram, maka bayi dikategorikan BBLR
Penyebab balita stunting di desa lokus (Ernawati, 2015). Berat lahir rendah menjadi
stunting yang kelima adalah balita tidak salah satu faktor risiko terjadinya stunting.
mendapatkan Inisiasi Menyusu Dini atau IMD Anak yang lahir dengan berat badan lahir ku-
(5,58%). IMD harusnya diberikan pada bayi rang dari 2500 gr memiliki risiko menderita
minimal 1 jam setelah bayi dilahirkan. IMD stunting lebih tinggi dibandingkan anak yang
merupakan hak setiap bayi yang baru lahir dengan berat badan normal (Zahriany,
dilahirkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah 2017). Stunting dapat terjadi pada bayi yang
Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pemberian Air lahir dengan BBLR kemungkinan karena telah
Susu Ibu Eksklusif. Apabila IMD tidak diberikan mengalami perlambatan pertumbuhan sejak
pada bayi baru lahir, maka dapat menimbulkan dalam kandunganyang berlanjut setelah bayi
masalah gizi yaitu stunting. Penelitian Febriani dilahirkan. Pertumbuhan dan perkembangan
dkk. (2018) menunjukkan bahwa pemberian bayi BBLR lebih lambat dari bayi yang lahir
IMD pada bayi baru lahir mengurangi risiko normal. Selain itu, bayi BBLR biasanya tidak
terjadinya stunting pada balita. Bayi yang tidak dapat mencapai tingkat pertumbuhan sesuai
diberi IMD, kemungkinan mengalami stunting standar yang seharusnya. Saluran pencernaan
3,308 kali daripada bayi yang mendapatkan bayi BBLR belum dapat berfungsi dengan baik
IMD. Hal ini terjadi karena manfaat dari IMD sehingga penyerapan zat gizi belum optimal.
antara lain mempercepat pengeluaran ko- Akibatnya, tubuh kekurangan zat gizi. Jika
lostrum. Kolostrum berfungsi sebagai antibodi tubuh kekurangan gizi, maka daya tahan tubuh

88
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

terhadap penyakit menurun dan anak mudah hamil berisiko mengalami stunting 4 kali lebih
terkena penyakit infeksi. Kondisi tersebut tinggi dibandingkan dengan anak yang lahir
membuat anak semakin membutuhkan asupan dari ibu yang tidak mengalami anemia saat
gizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh hamil.
melawan penyakit. Selain itu, anak juga masih
membutuhkan asupan gizi untuk pertumbuhan. KESIMPULAN DAN SARAN
Jika kebutuhan gizi tidak terpenuhi, maka bayi Kesimpulan
BBLR akan mengalami stunting (Nasution,
Penyebab stunting umumnya tidak
Nurdiati, & Huriyati, 2014).
berdiri sendiri, namun merupakan kombinasi
Berat lahir merupakan hasil pertumbuhan
dari beberapa faktor. Penyebab stunting di desa
dan perkembangan janin ketika berada dalam
lokus stunting Kabupaten Pati adalah: 1) ku-
kandungan. Berat lahir bayi dipengaruhi
rangnya asupan makanan; 2) pola asuh yang
kecukupan gizi ibu saat hamil. Oleh karena itu,
kurang memadai; 3) keturunan pendek; 4)
kecukupan asupan gizi bagi ibu hamil
balita tidak mendapatkan ASI eksklusif; 5)
sebaiknya diperhatikan untuk mencegah BBLR
balita tidak mendapatkan IMD; 6) sanitiasi ling-
(Yanti dkk., 2020). Jika balita BBLR kebutuhan
kungan yang kurang; 7) BBLR; dan 8) Anemia
gizinya tercukupi serta mendapat lingkungan
saat kehamilan. Adapun penyebab yang paling
yang mendukung untuk pertumbuhan dan
dominan adalah kurangnya asupan makanan
perkembangan, maka pertumbuhannya akan
dan pola asuh yang kurang memadai sebagai
semakin baik dan tidak mengalami masalah gizi
pertimbangan untuk prioritas intervensi.
seperti stunting (Hanum, 2019).
Penyebab balita stunting di desa lokus Saran
stunting yang kedelapan adalah anemia pada Perlu dilakukan upaya untuk meningkat-
kehamilan (2,90%). Anemia pada kehamilan kan asupan makanan balita dan pola asuh yang
biasanya disebabkan kebutuhan zat besi dalam memadai melalui program peningkatan lama
makanan yang dikonsumsi tidak terpenuhi. pendidikan masyarakat yang disertai program
Selain itu, anemia juga disebabkan penyerapan pemanfaatan pekarangan. Upaya pencegahan
zat besi yang kurang optimal karena penyakit stunting. seharus dilakukan secara komprehen-
kronis seperti TBC, kecacingan, dan malaria. sif dan menyeluruh. Selain itu, diperlukan kerja
Penentuan anemia pada ibu hamil ditentukan sama seluruh komponen masyarakat,
berdasarkan pemeriksaan kadar haemoglobin pemerintah, dan pengusaha dalam upaya
dalam darah. Apabila ibu hamil memiliki kadar penurunan stunting.
haemoglobin dalam darah <11gr% maka ibu
mengalami anemia. Keluhan yang sering diala- DAFTAR PUSTAKA
mi ibu hamil yang mengalami anemia antara
Aisah, Ngaisah, & Rahmuniyati. (2019). Person-
lain lemas, letih, lesu, dan berkunang-kunang.
al Hygiene dan sanitasi lingkungan
Anemia kehamilan berpotensi menyebabkan Berhubungan dengan Kejadian Stunting di
panjang badan bayi yang akan dilahirkan dalam Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan.
kategori pendek atau stunting. Hal ini terjadi Prosiding Seminar Nasional Meningkat-
karena asupan gizi janin tidak tercukupi. Hasil kan Kemampuan Literasi Digital dalam
penelitian ini sama dengan penelitian Publikasi Ilmiah Di Era Revolusi Industri
Widyaningrum & Romadhoni (2018) pada 4.0. Yogyakarta: Universitas Respati Yog-
yakarta.
balita di Desa Ketandan Kabupaten Madiun.
penelitian tersebut menyatakan anemia saat Almatsier, S. (2015). Prinsip Dasar Ilmu Gizi Edi-
kehamilan hubungan dengan kejadian stunting. si ke-9, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Anak yang lahir dari ibu dengan anemia saat Utama.

89
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

Amin N. A. & Julia, M. (2014). Faktor Sosio- Bella F. D., Fajar, N. A., & Misnaniarti. (2020).
demografi dan Tinggi Badan Orang Tua Hubungan antara Pola Asuh Keluarga
Serta Hubungannya dengan Kejadian dengan Kejadian Balita Stunting pada
Stunting pada Balita Usia 6-23 Bulan. Keluarga Miskin di Palembang. Jurnal Epi-
Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia, 2(3), demiologi Kesehatan Komunitas, 5(1), 15-
170-177. http://dx.doi.org/10.219 27/ 22. doi: 10.14710/jekk.v0i0.5359.
ijnd. 2014.2(3).170-177.
Budiastutik, I., & Rahfiludin, M. Z. (2019).
Apriluana, G. & Fikawati, S. (2018). Analisis Faktor Risiko Stunting pada anak di
Faktor-Faktor Risiko Terhadap Kejadian Negara Berkembang. Amerta Nutrition, 3
Stunting pada Balita (0-59 Bulan) di (3), 122-129. doi:10.2473/
Negara Berkembang dan Asia Tenggara. amnt.v3i3.2019.122-129.
Media Litbangkes. 28(4): 247–256
https://doi.org/10.22435/ Cahyani, V. U., Yunitasari, E., & Indarwati, R.
mpk.v28i4.472. (2019). Dukungan Sosial sebagai Faktor
Utama Pemberian Intervensi Gizi Spesifik
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. pada Anak Usia 6-24 Bulan dengan Ke-
(2012). Faktor-faktor yang Memengaruhi
jadian Stunting berbasis Transcultural
Kejadian Stunting pada Anak Balita di
Nursing. Ediomaternal Nursing Journal, 5
Wilayah Perdesaan dan Perkotaan. e-
(1), 77-88. doi: 10.20473/
Jurnal Pustaka Kesehatan, 3(1), 163-170.
pmnj.v5i1.12410.
https://jurnal.unej.ac.id/ index. php/
JPK/article/view/2520/2029. Choirunisa, S & Adisasmita, A. C. (2014). Penda-
patan Daerah, Pembiayaan Kesehatan,
Aring, E. S, Kapantow, N. H., & Punuh. M.I.
(2018). Hubungan Antara Tinggi Badan dan Gizi Buruk pada Balita: Studi Korelasi
Orang Tua dengan Kejadian Stunting pa- Tingkat Kabupaten/Kota. Kesmas: Jurnal
da Anak Usia 24- 59 Bulan di Kecamatan Kesehatan Masyarakat Nasional, 9(1), 64-
Tombatu Kabupaten Minahasa Tenggara. 70. doi: 10.21109/kes mas.v9i1.458.
Jurnal KESMAS, 7(4), 21-31. https:// Danila, Pawa, I. D., Choiruni, A., & Wijayanti, A.
ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ (2018). Geospatial Analysis pada Preva-
kesmas.article/view/23151/22846. lensi Stunting di Kabupaten Manggarai.
Azmy, U. & Mundiastuti, L. (2018). Konsumsi Berita Kedokteran Masyarakat, 34(11).
Zat Gizi pada Balita Stunting dan Non- https:// jurnal.ugm.ac.id/bkm/article/
Stunting di Kabupaten Bangkalan. Amerta view/40618.
Nutrition, 2(3), 292-298. 10.20473/ Desyanti, C & Nindya, T. S. (2017). Hubungan
amnt. v2i3.2018.292-298. Riwayat Penyakit Diare dan Praktik Hi-
Azriful, Bujawati, E., Habibi, Aeni, S., & Yusdarif. giene dengan Kejadian Stuntingpada
(2010). Determinan Kejadian Stunting Balita Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja
pada Balita Usia 24-59 Bulan di Rangas, Puskesmas Simolawang, Surabaya. Amer-
Kecamatan Banggae Kabupaten Ke- ta Nutrition, 1(3), 243-251. Doi: 10.2
lurahan Majene. Al-Sihah: Public Health 473/amnt.v1i3.2017.243-251.
Science Journal, 10(2), 192-203. https://
Dewi, .A. K. D., & Adhi, K. T. (2016). Pengaruh
doi.org/10.24252/as. v10i2.6874.
Konsumsi Protein dan Seng Serta Riwayat
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. (2016). Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian
Pati dalam Angka 2015. Pati: BPS Kabu- Stunting pada Anak Balita Umur 24-59
paten Pati Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pati. (2019). Penida III. Archive of Community Health. 3
Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten (1), 36-46, https://ojs.unud.ac.id/index.
Pati 2018. Pati: BPS Kabupaten Pati php/ ach/article/view/21077.

90
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

Ernawati, A. (2014). Peranan Sarana Pelayanan Himawati, E. H., & Fitria, L. (2020). Hubungan
Kesehatan dalam Pemberian ASI Eks- Infeksi Saluran Pernapasan Atas dengan
klusif: Studi pada Pegawai Negeri Sipil di Kejadian Stunting pada Anak Usia di
Kecamatan Pati. Jurnal Litbang: Media Bawah 5 Tahun di Sampang. Jurnal
Informasi Penelitian, Pengembangan, dan Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1),
IPTEK, X(2), 133-142. Doi: https://doi. 1-5. Doi : 10.26714/jkmi.15.1.2020.1-5.
Org/10. 33658/jl.v10i2.85.
Kaban, N. B. (2017). Inisiasi Menyusui Dini.
Ernawati, A. (2015). Gambaran Kejadian Berat
Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 15(2), 35
Lahir Rendah di Kabupaten Pati. Jurnal
Litbang: Media Informasi Penelitian, -46. https://doi.org/10.24114/jkss.
Pengembangan, dan IPTEK, V(1), 46-55. v15i2. 8773.
https://doi.org/10.33658/jl.v11i1.60. Kartini, A., Suhartono, Subagio, H. W., Budiyono,
Ernawati, A. (2019). Analisis Implementasi Pro- & Emman, I. M. (2016). Kejadian stunting
gram Penanggulangan Gizi Buruk Pada dan Kematangan Usia Tulang pada Anak
Anak Balita Di Puskesmas Jakenan Kabu- Usia Sekolah Dasar di Daerah Pertanian
paten Pati. Jurnal Litbang: Media Informa- Kabupaten Brebes. Jurnal Kesehatan
si Penelitian, Pengembangan, dan IPTEK, Masyarakat, 11(2), 96-103. https://
XV (1), 39-50. Doi: https://doi.org/10.33 journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ ke-
658 /jl.v15i1.131. mas/article/view/4271/4684.
Ernawati, D & Arini, D. (2020). Profil Balita
Kastanja, A. Y., Patty, Z, & Dilago, Z. (2019).
Stunting di Wilayah Kerja Puskesmas
Kenjeran Kota Surabaya. Jurnal Pemanfaatan Pekarangan untuk Men-
Kesehatan Mesencephalon, 6(1), 1-10. dukung Ketahanan Pangan Masyarakat
http://dx.doi.Org/10.36053/ Desa Kali Upa. Jurnal Pengabdian
mesencephalon.v6i1.184. Masyarakat: Darma Bakti Teuku Umar, 1
Febriani, C. A., Perdana, A. A., & Humairoh. (1), 173-181. Doi: 10.35308/ bak-
(2018). Faktor Kejadian Stunting Balita tiku.v1i1.1468.
Berusia 6-23 Bulan di Provinsi Lampung. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jurnal Dunia Kesmas, 7(3), 127-134. (2018). Pusat Data dan Informasi. Situasi
https://doi. Org/10.33024/jdk.v7i3.507. Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Ja-
Hanum, N. H., (2019). Hubungan Tinggi Badan karta: Kementerian Kesehatan RI.
Ibu dan Riwayat Pemberian MP-ASI
Khobir, A. 2009. Upaya Mendidik Anak Melalui
dengan Kejadian Stunting pada Balita
Permainan Edukatif . FORUM TARBIYAH,
Usia 24-59 Bulan. Amerta Nutrition, 3(2),
78-84. Doi: 10.2473/amnt.v3i2.2019.78- 7(2), 196-208. http://e-
84. journal.iainpekalo ngan.ac.id/index.php/
forumtarbiyah/article/view/262.
Haryanti, S. Y., Pangestuti, D. R., & Kartini, A.
(2019). Anemia dan Kek pada Ibu Hamil Kusumawati, E., Rahardjo, S., & Permata, S.H.
Sebagai Faktor Risikokejadian Bayi Berat (2015). Model Pengendalian Faktor Risi-
Lahir Rendah (BBLR) (Studi di Wilayah ko Stunting pada Anak Usia di Bawah Ti-
Kerja Puskesmas Juwana Kabupaten ga Tahun. Jurnal Kesehatan Masyarakat
Pati). Jurnal Kesehatan Masyarakat (e- Nasional, 9(3), 49-256. http://dx.doi.org/
Journal), 7(1), 322-329. http://ejournal3. 10.21109/kesmas.v9i3.572.
Undip.ac.id/index.php/jkm.
Laporan Riset Kesehatan Dasar (2018). Jakarta:
Herlina, S. (2018). Tumbuh kembang bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif di Wilayah Kemenkes RI. Diunduh tanggal 10 Juli
Kerja Puskesmas Sampang Baru Kota 2020 dari https://archive.org/details/
Pekan Baru. Jurnal Kebidanan, 7(2), 166- LaporanRiskesdas2018Nasional-
176. Doi: 10.26714/jk.7.2.2018.166-176. Promkes.net/page/n583/mode/2up.

91
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

Lestari, E. F. & Dwihestie, L. K. (2020). ASI Eks- Putri, A. R. T., & Mahmudiono, T. (2020). Efek-
klusif Berhubungan dengan Kejadian tivitas Pemberian Makanan Tambahan
Stunting pada Balita. Jurnal Ilmiah Per- (PMT) Pemulihan pada Status Gizi Balita
mas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal, 10(2), di Wilayah Kerja Puskesmas Simomulyo,
129-136. http://www.journal.Sti kesken- Surabaya. Amerta Nutrition, 4(1), 58-64.
dal.ac.id/index.php/PSKM/article/ Doi:10.2473/amnt.v4i1.2020. 58-64.
download/731/427/.
Putri, V. D. (2012). Praktik Pengasuhan Anak
Lusita, A. P., Suyatno, & Rahfiludin, M. Z., pada Keluarga Petani Peserta Bina
(2017). Perbedaan Karakteristik Balita Keluarga Balita (BKB) Melati 3 di Desa
Stunting di Perdesaan dan Perkotaan Ta- Nguken Kecamatan Padangan Kabupaten
hun 2017 (Studi pada Anak Usia 24-59 Bojonegoro. Journal of Early Childhood
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Gabus Education Papers, 1(1), 1-9. Doi:
II dan Wilayah Kerja Puskesmas Pati II
10.15294 /ijeces.v1i2.9211.
Kabupaten Pati). JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT, 5(4), 600-612. http:// Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Rahman,
ejournal3.undip.ac.id/index.php/ jkm. F. (2015). Riwayat Berat Badan Lahir
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia
Nasution, D., Nurdiati, D. S., & Huriyati, E.
(2014). Berat badan lahir rendah (BBLR) Bawah Dua Tahun. Kesmas: Jurnal
dengan kejadian stunting pada anak usia Kesehatan Masyarakat Nasional, 10(2), 67
6-24 bulan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, -73. Doi: http://dx.doi.org/10.21109/
11(1), 31-37. https://doi.org/10.22146/ kesmas.v10i2.882.
ijcn. 18881. Renyoet, B. S., Martianto, D., & Sukandar, D.
Ni’mah, C. & Muniroh, L. (2015). Hubungan (2016). Petensi Kerugian Ekonomi Kare-
Tingkat Pendidikan, Tingkat Pengetahuan na Stunting pada Balita di Indonesia Ta-
Dan Pola Asuh Ibu Dengan Wasting Dan hun 2013. Jurnal Gizi dan Pangan, 11(3),
Stunting Pada Balita Keluarga Miskin. Me- 247-254. https://doi.org/10.25182/
dia Gizi Indonesia, 10 (1): 84–90 http:// jgp.2016. 11.3.%25p.
dx.doi.org/10.20473/mgi.v10i1.84-90. Saparudin, N. A. A. & Rokhanawati, D. 2017.
Ni’mah, K., & Nadhiroh, S. R. (2015). Faktor Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Ten-
yang Berhubungan dengan Kejadian tang Gizi dengan Status Gizi pada Balita di
Stunting pada Balita. Media Gizi Indone- Puskesmas Tegalrejo Kota Yogyakarta.
sia, 10(1), 13-19. http:// (Skripsi). Yogyakarta: Universitas Aisyi-
dx.doi.org/10.20473/mgi.v 10i1.13-19. yah. http://lib.unisayogya .ac.id
Notoatmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan; Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul. (2018).
Teori dan Aplikasi (Edis Revisi). Jakarta: Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
PT Rineka Cipta. Kejadian Stunting pada Anak Usia 24-59
Oktarina, Z., & Sudiarti, T. (2013). Faktor Risiko Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Anda-
Stunting pada Balita (24-59 bulan) di Su- las Kecamatan Padang Timur Kota Pa-
matera. Jurnal Gizi dan Pangan, 8(3), 175 dang Tahun 2018 Jurnal Kesehatan Anda-
-180. https://doi.org/10.25182/jgp. las, 7(2), 275-284. https://doi.org/
2013.8.3.177-180. 10.25077/jka.v7i2.813.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No- Sulistyaningsih, D. A., Panunggal B, & Murba-
mor 2 tahun 2020 tentang Standar Antro- wani, E, A. (2018). Status Iodium Urine
pometri Anak. dan Asupan Iodium pada anak stunting
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No- usia 12-24 Bulan. Media Gizi Mikro Indo-
mor 33 tahun 2012 tentang Pemberian nesia, 9(2), 73-82. https://doi. Or-
Air Susu Ibu Eksklusif. g/10.22435/mgmi.v9i2.108.

92
Jurnal Litbang Vol. 16 No. 2 Bulan Desember 2020 Hal 77-94

Supariasa, I. D. N., Bakri, B., & Fajar, I. (2014). Yanti, N. D., Betriana, F., & Kartika, I. R. (2020).
Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Faktor Penyebab Stunting pada Anak:
Kedokteran EGC. Jakarta. Tinjauan Literatur, REAL in Nursing Jour-
Suroso. (2020). Kebijakan Pembangunan Desa nal, 3(1), 1-10. http://dx.doi.org/10.
Tertinggal Berbasis Indeks Desa Mem- 32883/rnj.v3i1. 447.g227.
bangun (IDM) dan Potensi Lokal. Jurnal Zahriany, A. I., (2017). Pengaruh BBLR Ter-
Litbang: Media Informasi Penelitian, hadap Kejadian Stunting pada Anak Usia
Pengembangan dan IPTEK, 16(1), 43-58. 12-60 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Doi: https://doi.org/10.33658/jl.v16i1.1 Tanjung Langkat Tahun 2017. Jurnal
67. Riset Hesti Medan, 2(2), 129-141. https://
Sutarto, Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). doi.org/10.34008/jurhesti.v2i2.79.
Stunting, Faktor Resiko dan Pencega-
hannya. Jurnal Agromedicine, 5(1), 540- BIODATA PENULIS
545. https://juke.kedokteran. Unila.ac.id/
Aeda Ernawati, lahir 22 November 1976 di Ka-
index.php/agro/article/view/1999/pdf.
bupaten Purworejo Jawa Tengah. Magister Gizi
Widyaningrum, D. A., & Romadhoni, D. A.
Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang.
(2018). Riwayat Anemia Kehamilan
Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Bekerja sebagai peneliti di Badan Perencanaan
Desa Ketandan Dagangan Madiun. Medica Pembangunan Daerah Kabupaten Pati.
Majapahit, 10(2), 86-99. http://ejournal.
Stikesmajapahit.ac.id/index.php/MM/
article/view/291/271.
Widyaningsih, Kusnandar, & Anantanyu, S.
(2018). Keragaman Pangan, Pola Asuh
Makan dan Kejadian Stunting pada Balita
Usia 24-59 Bulan. Jurnal Gizi Indonesia
(The Indonesian Journal of Nutrition, 7(1),
22-29). https://doi.org/10.14710/
jgi.7.1.2 229.
Yadika, A. D. N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H.
(2019). Pengaruh Stunting terhadap
Perkembangan Kognitif dan Prestasi.
Belajar Majority. 8(2), 273-282. https://
juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/
majority/article/view/2483.

93
Gambaran Penyebab Balita Stunting Ernawati

94

You might also like