Professional Documents
Culture Documents
Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang Pada Penderita Periodontitis Kronis Dewasa
Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang Pada Penderita Periodontitis Kronis Dewasa
Perawatan Awal Penutupan Diastema Gigi Goyang Pada Penderita Periodontitis Kronis Dewasa
Trijani Suwandi
Departemen Periodonti
Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti
Correspondence: Trijani Suwandi, Departemen Periodonti, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Trisakti, email: trijanisuwandi@yahoo.com
ABSTRACT
Background: Chronic adult periodontitis (CAP) is an infectious disease resulting in inflammation within the supporting
tissues of teeth, progressive attachment loss, and bone loss. The clinical characteristics of the disease are periodontal inflammation,
bleeding on probing, pocket formation, tooth mobility, suppuration, recession, drifting and can be accompanied with by patologis
migratio. The initial treatment is started with plaque control, scaling and root planing, oclusal therapy, local antimicrobial
metronidazole gel and usage of splinting to treat the mobile teeth and closure diastema. Intra coronal splinting with Fibre
Reinforced Composite (FRC) have higher fracture strength. Purpose: By combining of chemical adhesive and esthetic characterists
of composite with strength enhancement of a plasma treated, high modulus, reinforcing ribbon, so FRC splint will resist the load-
bearing forces of occlusion and mastication and improves the healing response. Case: Male, 40 years old with CAP, tooth
mobility in 12, 11, 21 and 22 begining from 6 months before. Additionally there were diastema and tooth extrusion. Case
managemenent: Affected teeth were subjected to periodontal treatment and intracororonal splinting to overcome tooth mobility,
diastema closure and improving healing response. Conclusion: Comprehensive initial periodontal treatment won able to treat
tooth mobility and diastema in CAP.
Key words: Chronic adult periodontitis, initial treatment, mobile teeth, closure diastema
Kegoyangan gigi merupakan salah satu gejala Berdasarkan anamnesis diketahui pasien tidak
penyakit periodontal yang ditandai dengan mempunyai penyakit sistemik. Pada pemeriksaan
hilangnya perlekatan serta kerusakan tulang ekstra oral tidak terdapat kelainan. Pemeriksaan intra
vertikal.3,4 oral ditemukan kegoyangan pada gigi 11, 12, 21, dan
Kegoyangan dapat disebabkan adanya kerusakan 22, gingiva mudah berdarah saat probing, odem,
tulang yang mendukung gigi, trauma dari oklusi, dan poket gigi 12 - 22 rata-rata sebesar 5-8 mm, antara
adanya perluasan peradangan dari gingiva ke jaringan gigi 21 dan 22 tampak diastema. Hasil pengukuran
pendukung yang lebih dalam, serta proses patologik papilla bleeding index 2,4 dan interdental hygiene index
rahang. Menurut Fedi dkk 5 kegoyangan gigi 65%. Pemeriksaan radiografis menunjukkkan
diklasifikasikan menjadi tiga derajat. Derajat 1 yaitu adanya kerusakan tulang alveolar arah vertikal pada
kegoyangan sedikit lebih besar dari normal. Derajat 2 gigi 11, 12, 21, 22 (Gambar 1).
yaitu kegoyangan sekitar 1 mm, dan derajat 3 yaitu
kegoyangan > 1 mm pada segala arah dan/atau gigi
dapat ditekan ke arah apikal.
Salah satu cara untuk mengontrol dan
menstabilisasi kegoyangan gigi adalah splinting.
Splinting diindikasikan pada keadaan kegoyangan
gigi derajat 3 dengan kerusakan tulang berat. 5,6
Adapun indikasi utama penggunaan splint dalam
mengontrol kegoyangan yaitu imobilisasi
Gambar 1. Kerusakan tulang vertikal 12-22.
kegoyangan yang menyebabkan ketidaknyamanan
pasien serta menstabilkan gigi pada tingkat
kegoyangan yang makin bertambah.7 Ditambahkan Diagnosa klinis adalah periodontitis kronis tipe
oleh Strassler dan Brown3 splinting juga digunakan compound pada gigi 12-22. Prognosis baik karena
untuk mengurangi gangguan oklusal dan fungsi pasien tidak menderita penyakit sistemik, pasien
mastikasi. mempunyai motivasi yang tinggi dan sangat
Splinting dilakukan pada terapi inisial (fase kooperatif. Etiologi disebabkan karena iritasi lokal
etiotropik) dalam rencana perawatan penyakit berupa plak, predisposisi kalkulus dan adanya
periodontal. Tindakan yang dilakukan pada fase traumatik oklusi pada gigi 12 dan 42 serta 21 dan 31.
pertama adalah pemberian kontrol plak yang
meliputi motivasi, edukasi dan instruksi, skeling dan
penghalusan akar, splinting dan terapi oklusal, serta TATALAKSANA KASUS
pemberian terapi penunjang berupa antimikroba.1 Kunjungan awal dilakukan kontrol plak,
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk skeling supragingiva dan subgingiva, serta aplikasi
mnunjukkan bahwa intra koronal splint dengan fibre gel metronidasol plus asam mefenamat. Pasien tidak
reinforced composite splinting merupakan kombinasi boleh berkumur maupun meludah selama satu jam.
perlekatan kimia dan estetik yang baik sehingga Pada kunjungan satu minggu terlihat poket
dapat menahan tekanan yang besar saat oklusi dan berkurang, warna sedikit kemerahan dan tidak
mastikasi, menutup diastema serta meningkatkan mudah berdarah. Hasil pemeriksaan papilla bleeding
respon penyembuhan. index mencapai 0,4 dan interdental hygiene index
mencapai 95%. Tindakan yang dilakukan occlusal
adjustment pada gigi 12 dan 42, 21 dan 31.
KASUS Pemasangan intra koronal splint pada gigi 12-
Seorang pasien pria usia 40 tahun datang ke 22 dilakukan dengan fibre reinforced composite (FRC)
klinik spesialis bagian Periodonsia Rumah Sakit Gigi sekaligus penambalan untuk menutup diastema
dan Mulut Trisakti dengan keluhan gigi depan atas pada gigi 21 dan 22. Adapun prosedur tersebut
goyang sejak satu tahun yang lalu. Pasien merasakan meliputi : preparasi bagian palatal pada titik kontak
kegoyangan gigi tersebut makin bertambah sejak 6 dengan cara membuat alur dengan kedalaman 2x1.5
bulan terakhir, dan gigi depan atas kiri mulai mm. Pada kontak proksimal dari gigi paling distal
renggang. Gusi daerah tersebut mudah berdarah tidak dipreparasi. Gigi dibersihkan dengan pumice.
pada saat menggosok gigi. Pasien merasa tidak Panjang alur diukur dengan wire (Gambar 2). Fibre
percaya diri dengan keadaan tersebut. dipotong sesuai panjang wire, kemudian diletakkan
Suwandi : Perawatan awal penutupan diastema gigi goyang pada penderita periodontitis kronis dewasa
107
Jurnal PDGI 59 (3) Hal. 105-109 © 2010
melawan bakteri obligat anaerobik yang merupakan 4. Strassler HE. Periodontal splinting with fiber reinforced
penyebab utama periodontitis. Gel metronidasol composite resin. Compend Contin Educ Dent 2004;
25: 53-9.
dapat langsung diaplikasikan ke dalam poket
periodontal dan setelah berkontak dengan cairan 5. Fedi PF, Vernini AR, Gray JL. The Periodontics syllabus.
Lippincott : Williams and Wilkins; 2000: p. 52.
krevikular, maka metronidasol akan berubah
menjadi semisolid dan secara bertahap akan 6. Kegel W, Kelsinki H., Philip C. The Effect of splinting on
tooth mobility during initial therapy. J Clin Periodontol.
dilepaskan, sehingga didapatkan konsentrasi 1979; 6: 45-58
terbesar dalam cairan sulkus.12,13
7. Mc-Guire MK. Periodontal-restorative interrelationships.
Cara kerja metronidasol adalah setelah Dalam: Carranza FA, Newman MG, (eds). Clinical
menembus membran sel bakteri, metronidasol akan periodontology. Ed ke-8. Philadelphia: WB Saunders;
mengikat DNA dan merusak struktur heliks dari 1996. p. 739-40.
molekul. Kerusakan DNA akan mengakibatkan 8. Lie T, Bruun G, Boe OE. Effect of topical metronidazole
kematian sel dan hasil proses ini sangat cepat and tetracycline in the treatment of adult Perioidontitis.
membunuh mikroorganisme anaaerob. 8 Setelah J Periodontol 1998; 69: 819-27.
waktu paruh delapan jam konsentrasi metronidasol 9. Ganesh M, Tandon S. Versatility of ribbond in
adalah sekitar 128μg/mL yaitu sekitar 100x kadar contemporary dental practice. Trend Biometer Artif
Organs 2006; (1): 53-8.
hambat minimal dari bakteri paling anaerob
sekalipun. Setelah 24 jam konsentrasi metronidasol 10. Brunsvold MA. Non surgical periodontal therapy. Dalam
Nevins M, Mellonig JT, (eds). Periodontal therapy.
masih di atas kadar hambat minimal (KHM) 50%
Clinical approaches and evidence of success. Chicago:
untuk membunuh kuman periodontal pathogen.14,15 Quintessense Publ Co; 1998. p. 117-27.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah FRC 11. Suwandi T. Efek klinis aplikasi subgingival racikan gel
splinting merupakan suatu terobosan bahan splinting metronidazole 25% dan larutan povidon-iodine 10%
baru, modern, efektif, estetik, dan memberikan sebagai terapi penunjang skeling penghalusan akar pada
kenyamanan bagi pasien serta memudahkan dalam periodontitis kronis. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas
pembersihan, dapat digunakan sebagai kombinasi Indonesia 2003; 10(Edisi Khusus): 669-74.
splint periodontal sekaligus menutup diastema, 12. Stelzel M, Flores de-Jacoby L. Topical metronidazole
sehingga dapat menjadi alternatif sebagai pengganti application compared with sub gingival scaling (A
clinical and microbiological study on recall patients).
wire splinting baik dalam hal kekuatan maupun estetik.
J Clin Periodontol 1996; 23: 24-9.
Selain itu FRC splinting dapat meningkatkan resistensi
13. Thomas Er, Jorgen S. Local delivery of antimicrobial
jaringan terhadap kerusakan periodontal lebih lanjut agents in the periodontal pocket in systemic and topical
dan mempercepat respon penyembuhan. Keuntungan antimicrobial therapy in periodontics. Periodontology
FRC splinting adalah mudah pemeliharaan, bebas 2000, 1996; 10: 139-54.
logam, transparan, estetik dan tampak natural. FRC 14. Pedrazoli V, Kilian M, Karring T. Comparable clinical
splinting dilakukan pada tahap terapi inisial yang and microbiological effects of topical subgingival
meliputi kontrol plak, skeling dan penghalusan akar, application of a 25% metronidazole gel and scaling in
penyesuaian oklusal, serta aplikasi gel metronidasol the treatment of adult periodontitis. J Clin Periodontol
memberikan hasil yang terbaik pada pasien yang 1992; 19: 715-22.
mengalami kegoyangan gigi akibat poket 15. Drisko CH. Non-surgical peruiodontal therapy.
Periodontology 2000, 2001; 25: 77-88.
periodontal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Carranza FA. Clinical diagnosis. Dalam: Carranza FA,
Newman MG, (eds). Clinical periodontology. Ed ke-8.
Philadelphia: WB Saunders; 2006. p. 349-50.
2. Noyan U, Yilma S, Kuru B. A clinical and microbiological
evaluation of sistemic and local metronidazole delivery
in adult periodontitis patients. J Clin Periodontol 1997;
24: 158-65.
3. Strassler HE., Brown C. Periodontal splinting with a thin-
high modulus polyethylene ribbon. Compend Contin
Educ Den 2001; 22: 610-20.