You are on page 1of 7

MAJALAH SAINSTEKES 4 (2) : 007-013 (2017)

Perbedaan Analisis Sefalometri Skeletal Sebelum dan Sesudah Perawatan


Alat Myofunctional pada Pasien Maloklusi Dentoskeletal Kelas II Divisi I
dalam Masa Pertumbuhan dengan Metode Steiner

The Differences of Skeletal Chepalometric Analysis Before and After


Myofunctional Appliance in Growing Patients with Dentoskeletal
Malocclusion Class II Division I with Steiner Method
Nugroho Ahmad Riyadi
Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
E-mail: nugroho.ahmad@yarsi.ac.id

KEYWORD chepalometrics analysis, myofunctional appliances, dentoskeletal class II division


1 malocclusion, Steiner method

ABSTRACT The aim of orthodontics treatment is normalization of teeth position in three


planes, using various orthodontics appliance to reach the chepalometric
standar and normal occlusion. Orthodontic treatment for dentoskeletal class II
division 1 malocclusion in growing patients using myofunctional appliance
may correct anteroposterior planes of mandibula. This study was a descriptive
retrospective analytic study to look at the success of Orthodontic treatment for
dentoskeletal class II division 1 in growing patients with myofunctional
appliance using chepalometrics analysis Steiner value. The sample used in
this study is chepalogram radiographic from patient with dentoskeletal class II
division 1 malocclusion in growing patients before and after using
myofunctional appliance in PPDGS orthodontics Clinic of Padjadjaran
University. Statistic analysis were performed with pair t-test and Wilcoxon.
Based on this study, it is concluded that orthodontic treatment with
myofunctional appliance such as activator and twin block in growing
patient with dentoskeletal class II division 1 malocclusion shows significant
changes and compatibility with the normal criteria.

PENDAHULUAN lunak dari maksilofasial setelah perawatan


(Ursi, dkk., 1990, Tong, dkk., 2012).
Tujuan utama perawatan ortodonti Definisi maloklusi dentoskeletal
adalah normalisasi posisi gigi dalam tiga kelas II divisi 1 menurut The British
bidang yaitu mesiodistal, fasiolingual dan Standard Institute adalah pola hubungan
oklusogingival dengan menggunakan molar kelas II yang umumnya disebabkan
berbagai macam alat ortodonti untuk karena retrognati mandibula disertai
mendekati standar sefalometri dan oklusi hubungan bidang insisal gigi insisif
normal, sehingga tercapai suatu oklusi rahang bawah yang terletak lebih
fungsional yang stabil serta tercipta posterior dari dataran singulum insisif
hubungan antar gigi yang baik dan harmonis rahang atas, sehingga menyebabkan
terhadap jaringan keras dan overjet besar dan insisif sentral rahang
atas protrusif. Menurut Mitchell (2007)
perawatan pada maloklusi dentoskeletal
008 NUGROHO AHMAD RIYADI

kelas II divisi 1 dapat dibagi menjadi Steiner terbagi atas tiga pemeriksaan
tiga bagian, yaitu modifikasi yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak
pertumbuhan, perawatan kamuflase (Jacobson, 1995). Pemeriksaan skeletal
ortodonti dan pembedahan. Perawatan Steiner mengukur hubungan antara
modifikasi pertumbuhan dapat rahang atas dan rahang bawah serta
dilakukan pada pasien dalam usia hubungannya terhadap basis kranium
pertumbuhan dengan menggunakan alat (Jacobson, 1995). Analisis skeletal
myofunctional, alat ekstra oral headgear Steiner dapat digunakan untuk
dan kombinasi keduanya (Mitchell, menentukan posisi anteroposterior
2007). maksila dan mandibula terhadap kranium
Alat myofunctional digunakan untuk (sudut SNA, SNB dan ANB) serta posisi
mendorong pertumbuhan mandibula tepi bawah mandibula terhadap kranium
terutama pada kasus dengan defisiensi (sudut SN dan Go-Gn) (Jacobson, 1995).
mandibula. Perawatan selanjutnya setelah Selama ini belum pernah
penggunaan alat myofunctional adalah dilakukan evaluasi penggunaan alat
dengan penggunaan alat cekat ortodonti myofunctional di klinik PPDGS Ortodonti
untuk menyempurnakan kesejajaran FKG Universitas Padjadjaran melalui
lengkung gigi atas dan bawah (Mitchell, pendekatan foto sefalometri. Berdasarkan
2007). Perawatan ortodonti maloklusi kelas uraian di atas, penulis tertarik untuk
II skeletal divisi 1 pada pasien usia melakukan penelitian mengenai nilai
pertumbuhan dapat menggunakan berbagai analisis sefalometri skeletal sebelum dan
macam alat myonfunctional (Usumez, sesudah perawatan dengan alat
2004). Termasuk alat myofuntional antara myofunctional pada pasien maloklusi
lain Frankel, Bionator, Herbst, Aktivator dentoskeletal kelas II divisi 1 dalam masa
dan Twin Block (McNamara & Brudon, pertumbuhan dengan metode Steiner.
1994; Proffit, 2013). Herbst merupakan
contoh alat myofunctional cekat, memiliki
tingkat keberhasilan perawatan yang sama METODOLOGI
dengan aktivator, namun memerlukan biaya
pembuatan yang lebih mahal dan alat mudah Penelitian deskriptif analitis retrospektif
lepas atau rusak (Mitchell, 2007). Aktivator dilakukan pada pasien usia pertumbuhan
dan twin block memperlihatkan keberhasilan dengan maloklusi dentoskeletal kelas II
perawatan yang baik, terutama dalam divisi 1 yang telah selesai dirawat dengan
mendorong pertumbuhan mandibula alat myofuntional di klinik PPDGS
(Antonarakis dan Kiliaridis 2007). Universitas Padjadjaran mulai tahun 1995-
Sefalometri dapat digunakan untuk 2014. Sampel penelitian diambil dengan
melihat hubungan skeletal pasien dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
berbagai tipe maloklusi (Kuramae, dkk., 1) Maloklusi dentoskeletal kelas II divisi
2004). Terdapat beberapa analisis 1 dengan maksila normal dan
sefalometri yang dikenal secara luas, mandibula retrognati
diantaranya Downs, Steiner, Ricketts dan 2) Pasien memulai perawatan berusia
Tweed (Battarai dan Shrestha, 2011). antara 9 – 12 tahun, dipastikan lewat
Analisis Steiner adalah gabungan dari radiografi handwrist.
beberapa analisis sefalometri antara lain 3) Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Downs, Riedel, Thompson, Wylie, 4) Pasien memiliki rekam medik, status
Ricketts dan Holdaway. Analisis Steiner pasien dan foto sefalometri sebelum
dikembangkan sebagai penilaian dan sesudah perawatan alat
sefalometri minimum untuk menentukan myofunctional yaitu aktivator dan twin
diagnosis perawatan dan menilai hasil block dalam kondisi yang baik.
perawatan (Steiner, 1959). Analisis
PERBEDAAN ANALISIS SEFALOMETRI SKELETAL SEBELUM DAN SESUDAH 009
PERAWATAN ALAT MYOFUNCTIONAL PADA PASIEN MALOKLUSI DENTOSKELETAL
KELAS II DIVISI I DALAM MASA PERTUMBUHAN DENGAN METODE STEINER

Penapakan diukur berdasarkan analisis teknik purposif sampling, didapatkan


skeletal metode Steiner. Setelah didapat sampel sebanyak 7 subjek penelitian yang
penilaiannya, bandingkan hasil yang sesuai dengan kriteria inklusi.
didapatkan antara nilai analisis sebelum Hasil penelitian memperlihatkan
dan setelah perawatan alat aktivator dan adanya perbedaan signifikan dari nilai
twin block dengan menggunakan analisis sefalometri skeletal sebelum dan setelah
statistik.Hasil pengukuran sampel bersifat penggunaan alat myofunctional pada
data yang berpasangan, maka analisis yang hampir seluruh variabel kecuali satu
digunakan adalah t-test berpasangan dan variabel (GoGn-Sn) yang menunjukkan
Wilcoxon dengan p-value <0.05. perbedaan, namun tidak signifikan secara
statistik. Semua variabel penelitian
setelah penggunaan alat myofuntional
ISI memperlihatkan hasil yang baik yaitu
masuk dalam kriteria normal.
Penelitian dilakukan dengan Pengukuran statistik pada analisis
membandingkan perbedaan sefalogram skeletal Steiner sebelum dan setelah
sebelum dan setelah penggunaan alat penggunaan alat myofuntional dapat
myofunctional yaitu aktivator dan twin dilihat pada Tabel 1.
block dengan menggunakan metode
analisis skeletal Steiners. Menggunakan

Tabel 1. Hasil Metode Steiner Sebelum dan Sesudah Penggunaan Alat Aktivator dan
Twin Block
==========================================================
SBL SSD
Nilai-
Var 𝑥𝑥 𝑥𝑥 NN Nilai-p 2
Min Max Min Max p1
SNA(°) 82.71 78 91 82.71 78 91 82 - 0.663*
SNB (°) 74.14 70.5 81 75.57 72.5 82 80 0.001* 0.013*
ANB (°) 8.57 6.5 11 7.14 4 10 2 0.001 0.001*
GoGn-Sn (°) 27 36 31.71 26 40 32 0.629 0.877*
32.71

Keterangan : Var : Variabel Max : Maksimal


SBL : Sebelum Perawatan NN : Nilai Normal
SSD : Sesudah Perawatan Nilai-p1 : Nilai-p sebelum dan setelah alat myofunctional
𝑥𝑥 : Nilai Rata-rata Nilai-p2 : Nilai-p setelah dan nilai normal
Min : Minimal * : Signifikan

nilai-p=0.663 sehingga dapat diartikan


bahwa SNA sesudah memenuhi kriteria
normal dari SNA.
Nilai SNB sebelum dan SNB
Dari tabel diatas dapat diketahui sesudah pada tabel 1 menunjukkan
dari uji t bahwa tidak ada perbedaan antara perbedaan yang signifikan berdasarkan
nilai SNA sebelum dan SNA sesudah. hasil uji t dengan nilai-p=0.001. Rata-rata
Rata-rata SNA sesudah bila dibandingkan SNB sesudah bila dibandingkan dengan
dengan Nilai rata-rata normal memiliki Nilai rata-rata normal memiliki nilai-
010 NUGROHO AHMAD RIYADI

p=0.013 sehingga dapat diartikan bahwa bila dibandingkan dengan nilai rata-rata
SNB sesudah memenuhi kriteria normal normal memiliki nilai-p=0.877 sehingga
dari SNB. dapat diartikan bahwa GoGn-Sn sesudah
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan memenuhi kriteria normal dari GoGn-Sn.
nilai ANB sebelum dan ANB sesudah Menurut Antonarakis dan Kiliaridis
memiliki perbedaan yang signifikan (2007), aktivator dan twin block
berdasarkan hasil uji t dengan nilai- memperlihatkan keberhasilan perawatan
p=0.001. Rata-rata ANB sesudah bila yang baik, terutama dalam mendorong
dibandingkan dengan Nilai rata-rata pertumbuhan mandibula. Pada penelitian
normal memiliki nilai-p=0.001 sehingga ini dilakukan analisis sefalometri pada
dapat diartikan bahwa ANB sesudah pasien yang menggunakan aktivator dan
memenuhi kriteria normal dari ANB. twin block, yang diperlihatkan pada Tabel
Nilai GoGn-Sn Sebelum dan GoGn- 2. Berdasarkan tabel 2 memperlihatkan
Sn sesudah berdasarkan tabel 1 tidak tidak ada perbedaan yang signifikan antara
memiliki perbedaan yang signifikan hasil perawatan yang dilakukan dengan
walaupun mengalami kenaikan skor, hal ini mempergunakan aktivator maupun twin
berdasarkan hasil uji-t dengan nilai- block.
p=0.629. Rata-rata nilai GoGn-Sn sesudah

Tabel 2. Hasil Analisis Perbedaan Perawatan Alat Aktivator dan Twin Block
====================================
Nilai-
Var 𝑥𝑥 Min Max NN
p3

SNA(°) 0 78 91 82 -
SNB (°) 1.5 1 2.5 80 0.076
ANB (°) -8.6 -2.5 2.5 2 0.558
GoGn-Sn (°) -1.00 -8 6 32 0.006
Keterangan : Var : Variabel NN : Nilai Normal
𝑥𝑥 : Nilai Rata-rata Nilai-p3 : Nilai-p peru
Min : Minimal * : Signifikan
Max : Maksimal
PERBEDAAN ANALISIS SEFALOMETRI SKELETAL SEBELUM DAN SESUDAH 011
PERAWATAN ALAT MYOFUNCTIONAL PADA PASIEN MALOKLUSI DENTOSKELETAL
KELAS II DIVISI I DALAM MASA PERTUMBUHAN DENGAN METODE STEINER

Variabel sefalometri dapat digunakan mendekati normal dibandingkan sebelum


untuk menentukan perubahan morfologis perawatan , menurut Soemantri (1999)
skeletal pada bidang sagital selama nilai normal ANB sebesar 2° dengan
perawatan dengan menggunakan alat variasi 0°- 4°.
myofunctional ( Patel, dkk, 2002). Peningkatan nilai GoGn-Sn pada
Penelitian Siara-olds, dkk (2010) penelitian ini menunjukkan bertambahnya
menggunakan variabel SNA, SNB, ANB dimensi vertikal wajah bawah, namun
dan GoGn-Sn sebagai parameter, yang tidak bermakna secara statistik (tabel 1).
menunjukkan hasil yang signifikan. Pada Menurut Siara-Olds dkk (2010),
penelitian ini nilai SNA tidak berubah, hal peningkatan dimensi vertikal disebabkan
ini sesuai dengan penelitian Patel dkk ada peninggian gigitan yang terdapat pada
(2002) yang menunjukkan bahwa desain alat myofunctional. Menurut
perubahan sudut SNA tidak signifikan. Soemantri (1999) nilai normal GoGn-Sn
Sedangkan pada penelitian Covell dkk adalah 32° dengan variasi 20°-40°. Nilai
(1999) menunjukkan perubahan pada rata-rata GoGn-Sn sesudah perawatan
sudut SNA. Kontradiksi ini mungkin dengan aktivator dan twin block pada
disebabkan antara lain karena perbedaan penelitian ini menunjukkan hasil yang
metodologi pengukuran sefalometri, normal.
karakteristik sampel (rata-rata umur serta Hasil penelitian Patel dkk (2002)
periode gigi campuran dan permanen), menunjukkan bahwa perubahan sudut SNA
sumber nilai normal yang digunakan dan tidak signifikan, sesuai dengan hasil
perbedaan durasi perawatan. Menurut penelitian ini yang tidak menunjukkan
Soemantri (1999), nilai normal untuk perubahan posisi titik A. Menurut Patel dkk
SNA adalah 82°, dengan variasi antara (2002) perubahan titik B disebabkan oleh
78°-86°. Rata-rata nilai SNA Penelitian pergerakan mandibula ke arah depan.
ini memenuhi nilai normal menurut Alat myofunctional (aktivator dan
Steiner (tabel 1). twin block) dapat memperbaiki hubungan
Penelitian ini memperlihatkan sagital antara rahang atas dan rahang
peningkatan nilai SNB yang signifikan bawah, karena adanya perubahan pada
(tabel 1), maka sesuai dengan penelitian mandibula. Perubahan skeletal pada
Siara-Olds dkk (2010) yang memiliki mandibula ini disebabkan oleh stimulasi
rata-rata nilai SNB yang meningkat 0.9° pertumbuhan pada kondilus mandibula
per tahun. Menurut Patel dkk (2002) dan perubahan fossa glenoidalis. Alat
perubahan nilai SNB disebabkan oleh myofunctional juga berguna untuk
pergerakan ke arah depan dari titik B dan menahan pertumbuhan maksila
pogonion. Nilai normal untuk SNB 80° (Antonarakis dan Kiliaridis, 2007).
dengan variasi 76°-84° (Soemantri, Kesuksesan perawatan dengan
1999). Nilai SNB pada penelitian ini alat myofunctional sangat dipengaruhi
menunjukkan hasil yang mendekati nilai sikap kooperatif pasien, sehingga
normal menurut Steiner (tabel 1). menunjukkan hasil perawatan yang
Nilai ANB menurut penelitian ini bervariasi. Faktor lain yang berpengaruh
menunjukkan penurunan yang bermakna terhadap hasil perawatan alat
(tabel 1). Penurunan nilai ANB juga myofunctional antara lain usia pasien,
diperlihatkan pada penelitian Siara-Olds tingkat maturasi pasien, pola
dkk (2010) yaitu sebesar -0.6° per tahun. pertumbuhan, etiologi dan tingkat
Hal ini disebabkan karena adanya keparahan maloklusi awal, waktu
pergerakan ke arah depan dari mandibula dilakukannya perawatan, karakteristik
(Patel,dkk., 2002). Nilai ANB sesudah jaringan lunak dan besar gaya yang
perawatan aktivator dan twin block pada diberikan alat (Antonarakis dan
penelitian ini memiliki nilai yang Kiliaridis, 2007). Menurut Patel, dkk
012 NUGROHO AHMAD RIYADI

(2002) perbedaan respon sensoris dan Extraoral Traction on Class II


neuromuskular tiap individu juga dapat Malocclusion. Angle Orthod;
mempengaruhi hasil perawatan dengan 77(5):907-914
alat myofunctional, akibat dari aktivitas Baccetti, T., dkk. 2000. Treatment Timing
refleks otot maseter terhadap alat. for Twin Block Therapy. Am J Orthod
Menurut Siara-Olds, dkk. (2010), Dentofacial Orthop;118(2):159-170
terdapat beberapa faktor yang Bhattarai, P. & Shrestha, RM. 2011.
mempengaruhi kestabilan hasil Tweed Analysis of Nepalese People.
perawatan dengan alat myofunctional, Nepal Med Coll J;13:103-106
yaitu arah rotasi pertumbuhan Cistullli, PA., Gotsopoulos, H., Sullivan,
mandibula, obstruksi saluran nafas, CE. 2001. Relationship Between
manipulasi yang baik dalam pembuatan Craniofacial Abnormalities and Sleep-
alat, durasi dilakukannya perawatan dan Disordered Breathing in Marfan’s
periode retensi yang cukup. Syndrome. Chest Journal;120(5):1455-
1460
Covell, DA., dkk. 1999. A Chephalometric
PENUTUP Study of Class II Division 1
Malocclusions Treated with Jasper
Berdasarkan hasil analisis dan Jumper Appliance. Angle
pembahasan yang telah dilakukan, dapat Orthod;69(4):311-320
diambil kesimpulan sebagai berikut : Dentistry and Medicine. 2011. Functional
1) Perawatan dengan menggunakan alat Appliances Orthodontic Lecture Note.
myofunctional yaitu aktivator dan (Diunduh 23 April 2014)
twin block pada pasien maloklusi http://dentistryandmedicine.blogspot.com
dentoskeletal kelas II divisi 1 / 2011/09/functional-appliances-
menunjukkan perubahan signifikan orthodontic.html
pada pengukuran sudut SNB dan Fishman, LS. 1982. Maturational Patterns
ANB and Prediction During Adolescence.
2) Perawatan dengan menggunakan alat Angle Orthod;87:178-193
myofunctional yaitu aktivator dan twin Hashim, HA. & Al-Balkhi, K. 2002. Soft
block pada pasien maloklusi Tissue Relation and Tweed Triangle in
dentoskeletal kelas II divisi 1 a Saudi Sample. Pakistan Oral & Dent
menunjukkan kesesuaian dengan J;22:127-132
kriteria normal pada pengukuran SNA, Jacobson, A. 1995. Radiographic
SNB dan GoGn-SN. Chepalometry : from Basic to Video
Imaging. Quintessence Pub. Co Inc :65-
86
DAFTAR PUSTAKA Kuramae, M., dkk. 2004. Analysis of
Tweed’s Facial Triangle in Black
Alam, MK. 2012. A to Z Orthodontics : Brazilian Youngsters with Normal
Functional Orthodontic Appliance. Occlusion. Braz J Oral Sci;3:401-403
Universiti Sains Malaysia. Kelantan, McNamara, JA. & Brudon, WL. 1994.
Malaysia. (Diunduh 23 April 2014) Orthodontic and Orthopedic Treatment
https://dralamusm.files.wordpress.com/2 in the Mixed Dentition. Ann Arbor :
011/12/a-to-z-orthodontics-vol-11- Needham Press :95-116
functional-orthodontic-appliances.pdf Mitchell, L. 2007. An Introduction to
Andrews, LF. 1972. The Six Keys to orthodontics. New York : Oxford
Normal Occlusion. Am J Orthod University Press Inc
63:296-302. Moyers, RE. 1988. Handbook of
Antonarakis, GS. & Kiliaridis, S. 2007. Orthodontics. 4th ed. New York:
Short-term Anteroposterior Treatment Oxford University Press Inc : 187-188
Effects of Functional Appliances and
PERBEDAAN ANALISIS SEFALOMETRI SKELETAL SEBELUM DAN SESUDAH 013
PERAWATAN ALAT MYOFUNCTIONAL PADA PASIEN MALOKLUSI DENTOSKELETAL
KELAS II DIVISI I DALAM MASA PERTUMBUHAN DENGAN METODE STEINER

Nanda, R. & Kapila, S. 2010. Current Soemantri, ESS. 1999. Sefalometri.


Therapy in Orthodontics. St. Louis: Universitas Padjadjaran. Bandung.
Mosby Inc: 88 Steiner, CC. 1959. Chepalometrics
Patel, HP., Moseley, HC., Noar, JH. in Clinical Practice. Angle Orthod ;
2002. Cephalometric Determinants of 29(1):8–29
Successful Functional Appliance Tong, H., dkk. 2012. A New Method to
Therapy. Angle Orthod;72:410–417 Measure Mesiodistal Angulation and
Proffit, WR., dkk. 2013. Contemporary Faciolingual Inclination of Each
Orthodontics. 5th ed. St. Louis:
Whole Tooth with Volumetric Cone-
Mosby Inc
Rakosi, T., dkk., 1993. Color Atlas of beam Computed Tomography
Dental Medicine: Orthodontic Images. Am J Orthod Dentofacial
Diagnosis. Stuttgart; George Thieme Orthop;142:133-43
Verlag KG: 179-206 Tweed, CH. 1966. Clinical Orthodontics,
Richmond, S., Klufas, M. & Sywanyk, The C.V. Mosby Co., St. Louis.
M. 1998. Assessing Incisor Ursi, WJS., dkk. Assessment of
Inclination: A Non-evasive Mesiodistal Axial Inclination
Technique. Eur J Orthod;20:721-726 Through Panoramic Radiography. J
Sachan, K., dkk. 2011. A Correlative Clin Orthod;24:166-173
Study of Dental Age and Skeletal Usumez, R., dkk. 2004. The Effects of
Maturation. Indian Journal of Dental Early Preorthodontic Trainer
Research;22(6):882 Treatment on Class II Division 1
Siara-Olds, NJ., Pangrazio-Kulbersh, V., Patients. Angle Orthod ;74:605–609
Berger, J., Bayirli, B. 2010. Williams, S. & Andersen, CE. 1995.
Long- Term Dentoskeletal Changes Incisor Stability in Patients with
with the Bionator, Herbst, Twin Anterior Rotational Mandibular
Block, and MARA Functional Growth. Angle Orthod;65:431-442
Appliances. Angle Orthod;80:18–29

You might also like