You are on page 1of 21

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR

BIDANG KESEHATAN LINGKUNGAN BAGI PENYINTAS BENCANA


STUDI DI PROVINSI RIAU DAN JAWA TENGAH

Fullfillment of Basic Needs in Environmental Health for Disaster Survivors


Study in Riau and Central Java Province

Anih Sri Suryani


Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI
Jl. Gatot Subroto Senayan Jakarta

Naskah diterima: 10 Maret 2017


Naskah dikoreksi: 21 Mei 2017
Naskah diterbitkan: Juni 2017

Abstract: Various disasters that often happen in Indonesia have caused various disadvantages and catastrophes
for the victims and the disaster survivors. This paper aims to examine the fulfillment of basic environmental
health needs for disaster survivors in Riau and Central Java Provinces. Questionnaires and interviews were
distributed to various stakeholders in both provinces. The disaster that often struck Riau Province is the smoke
haze caused by land and forest fires. While Central Java Province has a high index of disaster vulnerability,
with high frequency occurrence of flood, landslide, drought and abrasion/tides on the beach among others.
The results showed that respondents thought that the needs of the disaster survivors have been met. Similarly,
basic compliance indicators such as clothing, food, clean water and sanitation, health full met or at least partly
met care, psychosocial services, and shelter have also been fully met or at least partly met. Likewise various
government programs and community participation have been undertaken to ensure that disaster survivors have
received satisfactory assistante in terms of environmental health.
Keywords: environmental health, disaster survivors, disaster management.

Abstrak: Berbagai kejadian bencana yang kerap terjadi di Indonesia telah menimbulkan berbagai kerugian dan
malapetaka bagi para korban dan penyintas bencana. Tulisan ini bertujuan untuk menelaah pemenuhan kebutuhan
dasar bidang kesehatan lingkungan bagi para penyintas bencana di Provinsi Riau dan Jawa Tengah. Penyebaran
kuesioner dan wawancara dilakukan kepada berbagai stakeholder di kedua provinsi tersebut. Bencana yang kerap
melanda Provinsi Riau adalah kabut asap yang disebabkan kebakaran lahan dan hutan. Sedangkan Provinsi Jawa
Tengah mempunyai indeks kerawanan bencana yang tinggi dan bencana dengan frekuensi kejadian yang tinggi
seperti: banjir, longsor, kekeringan, dan abrasi/gelombang pasang di pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden beranggapan pemenuhan kebutuhan bagi para penyintas bencana telah dilakukan dengan baik. Begitu
juga indikator pemenuhan dasar seperti sandang, pangan, kebutuhan air bersih, dan sanitasi, pelayan kesehatan,
pelayanan psikososial dan penampungan serta tempat hunian telah dipenuhi dengan baik atau minimal cukup
baik. Berbagai program pemerintah dan partisipasi masyarakat juga telah dilakukan untuk memastikan bahwa
para penyintas bencana telah mendapatkan pemenuhan kebutuhan di bidang kesehatan lingkungan dengan baik.
Kata kunci: kesehatan lingkungan, penyintas bencana, manajemen bencana.

Pendahuluan
Berlokasi di Cincin Api Pasifik (sebuah area termasuk sekian banyak lahan dan fasilitas
dengan banyak aktivitas tektonik), Indonesia infrastruktur yang telah dibangun.
harus beradaptasi dengan berbagai resiko bencana Perubahan paradigma yang terkandung di
yang kerap terjadi seperti letusan gunung berapi, dalam semangat UU No. 24 Tahun 2007 ialah
gempa bumi, banjir, dan tsunami. Selama 15 tahun penanganan bencana secara sistematis sesuai
terakhir, Indonesia menjadi headline di media- dengan standar penanganan bencana internasional
media dunia karena bencana alam yang mengerikan yang mengikuti siklus disaster management.
dan menyebabkan korban jiwa dan harta benda. Perlu diperhatikan bahwa kegiatan penanganan
Berbagai bencana tersebut telah menimbulkan bencana harus dilaksanakan ketika bencana itu
kematian ratusan ribu manusia dan hewan. Selain sendiri belum terjadi. Para pemangku kepentingan
itu, bencana juga menghancurkan wilayah daratan, harus menyesuaikan diri dengan perspektif sistem

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 43


penanggulangan bencana bahwa bencana adalah Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan
bagian dari program pembangunan atau pelayanan total lahan yang terbakar di Sumatra dan Kalimantan
publik yang harus dilaksanakan secara rutin, meliputi mencapai 1,7 juta hektar dengan titik api sekitar
semua aspek yang menyangkut pengurangan risiko 1.800.
bencana, bukan hanya pada saat terjadi darurat Kabut asap tersebut selain mengganggu secara
bencana. Dengan demikian, pengelolaan bencana kesehatan, juga menganggu aktivitas perdagangan
harus diarahkan kepada semua kegiatan yang dan ekonomi masyarakat. Dampak ekonomi akibat
terdapat dalam siklus penanggulangan bencana, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia diperkirakan
mulai ketika tidak ada bencana, kesiapsiagaan mencapai lebih dari Rp200 trilliun, dihitung secara
atau mitigasi, tanggap-darurat, rehabilitasi dan kasar dilihat dari kerugian ekonomi, tanaman yang
rekonstruksi, hingga pendidikan kepada masyarakat terbakar, air yang tercemar, emisi, korban jiwa, dan
mengenai pentingnya upaya pencegahan dan penerbangan.3
penyelamatan ketika terjadi bencana. Sementara itu, Urban Planning and Disaster
Menurut UU No. 24 Tahun 2007 tentang Management Bappenas, mengungkapkan sepanjang
Penanggulangan Bencana, Indonesia memiliki 10 tahun terakhir kerugian diderita Indonesia akibat
12 jenis ancaman bencana yang berisiko tinggi, bencana alam mencapai Rp162 triliun. Jumlah
yakni: (1) gempa bumi, (2) tsunami, (3) letusan tersebut sedikit lebih kecil jika dibandingkan dengan
gunung berapi, (4) gerakan tanah (tanah longsor), data yang dimiliki United National Development
(5) banjir, (6) banjir bandang, (7) kekeringan, (8) Project (UNDP) sebesar Rp400 triliun.4
cuaca ekstrim, (9) gelombang ekstrim dan abrasi, Bencana alam merupakan situasi yang gawat
(10) kebakaran hutan dan lahan, (11) epidemi dan dan mengakibatkan penderitaan bagi manusia.
wabah penyakit, dan (12) gagal teknologi. Manusia dianggap tidak berdaya pada bencana alam,
Pada Juni 2016 lalu, bencana banjir dan longsor bahkan sejak awal peradabannya. Ketidakberdayaan
melanda 16 daerah Provinsi Jawa Tengah. Ribuan manusia akibat kurang baiknya manajemen
rumah hancur disapu banjir atau tertimbun longsor darurat menyebabkan kerugian dalam berbagai
akibat hujan lebat yang turun sejak pagi hingga bidang seperti bidang keuangan, struktural, dan
malam hari di Purworejo, Banjarnegara, Kendal, korban jiwa. Kerugian yang dihasilkan tergantung
Sragen, Purbalingga, Banyumas, Sukoharjo, pada kemampuan manusia untuk mencegah dan
Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Klaten, menghindari bencana serta daya tahannya. Menurut
Magelang, Wonogiri, Cilacap, Karanganyar, dan Bankoff (2003) “bencana muncul bila bertemu
Solo. Akibat bencana tersebut tercatat setidaknya dengan ketidakberdayaan”. Dengan demikian
47 orang tewas dan 15 orang dinyatakan hilang. aktivitas alam yang berbahaya dapat berubah
Sementara ribuan orang harus dievakuasi karena menjadi bencana alam apabila manusia tidak
kondisi tempat tinggalnya yang sudah tidak layak memiliki daya tahan yang kuat. Risiko kematian,
huni lagi.1 risiko cedera, risiko penularan penyakit, kehilangan
Di samping bencana geologis, bencana lain tempat tinggal, kekurangan bahan makanan, dan
yang akhir-akhir ini melanda berbagai wilayah minimnya layanan kesehatan dasar saat bencana
di Indonesia secara rutin adalah bencana kabut cukup tinggi.
asap. Kabut asap yang terjadi disebabkan oleh Bencana demi bencana yang terjadi di Indonesia
kebakaran hutan. Tercatat setidaknya 6 provinsi tentu membutuhkan penanganan yang baik, agar
dengan bencana kabut asap yang parah, yakni Riau, masyarakat yang tertimpa bencana mampu bangkit
Jambi dan Sumatera Selatan di Pulau Sumatra dan kembali. Terlepas dari perdebatan mengenai
Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, bencana alam yang juga merupakan dampak dari
dan Kalimantan Timur di Pulau Kalimantan. Pada buruknya hubungan manusia dengan alam, ada
14 September 2015, keadaan darurat ditetapkan poin penting yang sangat mengkhawatirkan dalam
di Provinsi Riau karena tingkat pencemaran udara rangkaian bencana ini, yaitu sektor penanggulangan
dari asap yang melebihi batas berbahaya. Ribuan bencana. Dalam penanggulangan bencana di
warga terpaksa keluar dari ibukota Pekanbaru,
3
Dampak Kabut Asap Diperkirakan Capai Rp 200
terutama anak-anak dan ibu hamil.2 Badan Nasional Trilliun, http://www.bbc.com/indonesia/berita_

1
Korban Longsor Jawa Tengah, 47 Tewas dan 15 indonesia/2015/10/151026_indonesia_kabutasap, diakses
hilang, http://www.bbc.com/indonesia/berita_ 9 Juni 2016.
indonesia/2016/06/160620_indonesia_longsor_ 4
Bappenas: Kerugian Bencana di Indonesia Capai
purworejo, diakses 17 Januari 2017. Rp 162 Triliun, http://bisniskeuangan. kompas.com/

2
Polusi Asap Asia Tenggara 2015, https://id.wikipedia. read/2014/10/09/193100726/Bappenas.Kerugian.
org/wiki/Polusi_asap_Asia_Tenggara_2015, diakses 9 Bencana.di.Indonesia.Capai.Rp.162.Triliun, diakses 9
Juni 2016. Juni 2016.

44 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


berbagai pelosok Nusantara beberapa tahun terakhir, dalam kondisi membusuk. Keadaan tersebut
pemerintah tampak kewalahan. Alasan klasik membuat sebagian penyumbang kecewa dan lebih
seperti minimnya peralatan dan sarana pemenuhan memilih menyalurkan barang secara langsung ke
kebutuhan korban bencana selalu muncul. Misalnya, lokasi terdekat. Kondisi demikian menyebabkan
dalam kasus banjir pemerintah selalu beralasan pengguliran bantuan menjadi timpang dan tidak
kekurangan perahu karet, minimnya pasokan merata.6 
kebutuhan pengungsi, ketiadaan genset cadangan, Persediaan pangan yang tidak mencukupi
dan berbagai kendala lain. berdampak pada penurunan derajat kesehatan dalam
Seperti sebuah siklus, kerusakan alam dan jangka panjang dan memengaruhi secara langsung
lingkungan menimbulkan terjadinya bencana, tingkat pemenuhan kebutuhan gizi korban bencana.
namun kemudian bencana itu sendiri membuat Demikian juga dengan tempat pengungsian. Tempat
kondisi alam dan lingkungan menjadi semakin tinggal sementara para korban bencana (shelter)
parah kerusakannya. Seperti halnya bencana longsor sering kali tidak memenuhi syarat kesehatan
yang salah satu penyebabnya adalah kerusakan sehingga secara langsung maupun tidak langsung
lingkungan karena ketiadaan tanaman penahan dapat menurunkan daya tahan tubuh dan bila tidak
longsor di hulu. segera ditanggulangi akan menimbulkan masalah
Pascabencana, kondisi bentangan alam dapat di bidang kesehatan. Sementara itu, pemberian
berubah, berbagai infrastruktur termasuk sarana pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering
prasarana lingkungan mengalami kerusakan. menemui banyak kendala akibat rusaknya fasilitas
Demikian juga pada bencana kabut asap yang kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat
disebabkan oleh kebakaran lahan dan hutan. Saat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan
dan setelah bencana terjadi, sekian banyak hutan dan dana operasional. Kondisi ini tentunya dapat
dan lahan musnah menjadi arang dan udara bersih menimbulkan dampak lebih buruk bila tidak
menjadi hal yang langka di kawasan tersebut. segera ditangani (Pusat Penanggulangan Masalah
Dengan kondisi sedemikian, banyak hal yang Kesehatan Sekretariat Jenderal Departemen
menjadi korban. Para penyintas bencana merupakan Kesehatan, 2001 dalam Fatoni 2015).
korban yang utama. Kerugian baik berupa materi, Bencana menimbulkan berbagai potensi
nonmateri, korban harta benda bahkan nyawa permasalahan kesehatan bagi masyarakat
mereka rasakan langsung. Penyintas bencana (dalam terdampak. Dampak ini akan dirasakan lebih parah
bahasa Inggris diistilahkah survivor) merupakan oleh kelompok penduduk rentan. Sebagaimana
korban yang selamat dan dapat bertahan hidup. disebutkan dalam Pasal 55 ayat (2) UU No. 24 Tahun
Penyintas ini memiliki perspektif yang lebih aktif, 2007 tentang Penanggulangan Bencana, kelompok
berdaya dan lebih positif daripada istilah ‘korban’ rentan meliputi: 1). Bayi, balita, dan anak-anak; 2).
(victim) yang seolah-olah menderita, tersakiti, dsb.5 Ibu yang sedang mengandung atau menyusui; 3).
Pada beberapa kasus kebencanaan, penderitaan Penyandang cacat; dan 4) Orang lanjut usia. Selain
korban makin bertambah karena kebutuhan dasar keempat kelompok penduduk tersebut, dalam
mereka seperti sandang, pangan, dan papan tidak Peraturan Kepala BNPB No. 7 Tahun 2008 tentang
terpenuhi. Misalnya pada bencana longsor di Pedoman Tata Cara Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Kabupaten Dairi Sumatera Utara, walaupun bantuan ditambahkan ‘orang sakit’ sebagai bagian dari
berupa makanan dan layak pakai telah disiapkan baik kelompok rentan dalam kondisi bencana.7 Anak-
oleh pemerintah maupun dari warga lainnya, namun anak dan perempuan adalah kelompok paling rentan
tidak dapat sampai ke korban. Penyebab utamanya mengalami trauma pascabencana. Selain kejadian
adalah akses jalan yang terganggu, sehingga barang- bencana itu sendiri, kondisi posko pengungsian yang
barang bantuan tersebut tidak dapat didistribusikan minim fasilitas dan tidak ada hiburan cenderung
kepada para korban dan penyintas bencana. membuat anak berada dalam keadaan depresi
Demikian juga saat terjadi bencana tanah dan stres. Anak-anak membutuhkan kekuatan
longsor di Sumatera Barat. Bantuan untuk korban mental yang lebih ketimbang orang dewasa dalam
tanah longsor di Kecamatan Salak dan Kerajaan menghadapi bencana.8
di Sumatera Barat, seperti roti, buah-buahan,
6
Derita Korban Bencana Alam belum Usai, http://news.
dan sayur-sayuran terus mengalir. Tetapi, karena liputan6.com/read/4736/derita-korban-bencana-alam-
jalanan rusak, banyak makanan yang diterima belum-usai, diakes 5 Mei 2017.

7
Ibid.
Psikologi Bencana, Pelayanan Penyintas – Disaster
5

8
Perempuan dan Anak-anak Kelompok Rentas Saat
Psychology, http://www.academia.edu/254528/Psikologi_ Bencana, http://m.covesia.com/berita/ 18937/perempuan-
Bencana_-_Pelayanan_ Penyintas_-_Disaster_Psychology, dan-anak-anak-kelompok-rentan-saat-bencana.html,
diakses 17 Mei 2017. diakes 5 Mei 2017.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 45


Upaya perlindungan sudah seyogyanya kebutuhan dasar masyarakat khususnya bidang
diprioritaskan pada kelompok rentan tersebut, kesehatan lingkungan di lokasi penelitian.
mulai dari penyelamatan, evakuasi, pengamanan Maksud penelitian ini adalah untuk mengkaji
sampai dengan pelayanan kesehatan dan dan menganalisis bagaimana pemenuhan kebutuhan
psikososial. Namun, meskipun sebagai kelompok dasar bidang kesehatan lingkungan bagi para
rentan, anak-anak biasanya paling terabaikan dalam korban bencana dilakukan di Provinsi Riau dan
penanganan bencana di Indonesia. Hal ini terjadi Jawa Tengah serta bagaimana kebijakan pemerintah
karena faktanya, penanganan bencana lebih banyak dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar tersebut.
untuk menyelamatkan harta benda, tetapi kurang Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui dan
mempedulikan kejiwaan anak-anak dan kelompok menjelaskan sejauh mana kebutuhan dasar bidang
rentan lainnya. kesehatan lingkungan dapat dipenuhi khususnya
Melihat berbagai kondisi di atas, maka oleh pemerintah yang berwenang melakukan
pemenuhan kebutuhan dasar berupa sandang, penanggulangan bencana.
pangan, dan papan menjadi prioritas pertama yang Pada tataran akademis, hasil penelitian ini
perlu dilakukan dalam menolong korban bencana. diharapkan dapat menambah khazanah ilmu
Tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa kebijakan publik khususnya pada pengembangan
kesehatan mereka terjamin dan mereka berada konsep penanggulangan bencana yang di dalamnya
dalam lingkungan yang layak dan memenuhi standar membahas tentang perumusan dan implementasi
kebersihan dan higenistas. Pada beberapa kasus, kebijakan sosial dan lingkungan. Sementara itu
pemenuhan lingkungan dan sanitasi yang baik pada tataran praktik, hasil penelitian ini diharapkan
bagi para korban bencana di daerah pengungsian dapat menjadi masukan berarti bagi para anggota
atau penampungan sementara kerap diabaikan. DPR dan pemerintah khususnya Badan Nasional
Akibatnya, bencana alam tersebut juga menimbulkan Penanggulangan Bencana dalam merumuskan
krisis kesehatan masyarakat dan penurunan kualitas dan mengimplementasikan kebijakan yang
lingkungan, antara lain: lumpuhnya pelayanan terkait dengan pemenuhan kebutuhan kesehatan
kesehatan, masalah gizi, masalah air bersih, masalah lingkungan dan upaya penanggulangan bencana
sanitasi lingkungan, penyakit menular, gangguan yang dilakukan secara efektif.
kejiwaan, dan gangguan pelayanan reproduksi. Penelitian ini menggabungkan dua desain
Menurut Fatoni (2015) salah satu permasalahan penelitian (mixed method), kuantitatif dan
kesehatan akibat bencana adalah meningkatnya diperdalam secara kualitatif. Penelitian kuantitatif
potensi kejadian penyakit menular maupun penyakit dilakukan dengan metode pengumpulan data
tidak menular. Bahkan, tidak jarang kejadian luar dengan kuesioner, sedangkan untuk memaknai
biasa (KLB) untuk beberapa penyakit menular hasil pengolahan data dari kuesioner dilakukan
tertentu, seperti KLB diare dan disentri serta Infeksi pengumpulan data dengan wawancara kepada
saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jenis penyakit stakeholder terkait.
disebabkan oleh lingkungan dan sanitasi yang Responden pada penelitian ini adalah
memburuk akibat bencana seperti banjir, letusan pegawai BPBD Provinsi Riau dan Provinsi Jawa
gunung berapi maupun kebakaran hutan dan lahan. Tengah. BPBD merupakan leading sector dalam
Dalam upaya penanggulangan bencana, penanggulangan bencana di daerah. Dengan
penggulangan krisis kesehatan masih menghadapi demikian diharapkan responden mengetahui secara
berbagai macam kendala, antara lain: sistem mendalam sejauh mana kebutuhan dasar bagi
informasi dan mekanisme koordinasi yang belum korban bencana telah dipenuhi.
berjalan baik, mobilisasi bantuan ke lokasi bencana Angket atau kuesioner merupakan salah satu
masih terhambat, dan sistem pembiayaan yang teknik pengumpulan data utama dalam pendekatan
belum mendukung. Kendala-kendala tersebut kuantitatif yang berfungsi sebagai bahan dalam
menyebabkan pertolongan kepada korban bencana melakukan analisis data. Analisis data dilakukan
tidak optimal. Sehingga krisis kesehatan akibat untuk melihat persepsi responden terkait pemenuhan
bencana tidak dapat ditanggulangi sedini mungkin kebutuhan dasar sesuai UU tentang Penanggulangan
(Suryani, 2012). Bencana, yakni: air bersih dan sanitasi, pangan,
Berdasarkan uraian tersebut, permasalahan sandang, pelayanan kesehatan, pelayanan
dalam penelitian ini adalah bagaimana pemenuhan psikososial, dan penampungan. Rekapitulasi
kebutuhan dasar bidang kesehatan lingkungan bagi jawaban mayoritas dari responden dianggap dapat
para korban bencana? Adapun rumusan masalahnya menggambarkan sejauh mana kebutuhan dasar
akan membahas tentang kebijakan apa yang akan tersebut telah dipenuhi pada masing-masing lokasi
ditempuh oleh pemerintah dalam upaya memenuhi penelitian.

46 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Dari hasil analisis tersebut, dilakukan penelitian penderitaan bagi manusia. Manusia dianggap tidak
tahap kedua, yaitu berusaha memberikan makna yang berdaya pada bencana alam, bahkan sejak awal
mendalam terhadap data statistik yang diperoleh peradabannya. Ketidakberdayaan manusia akibat
dari kuesioner. Pada tahap ini data diambil melalui kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan
instrumen wawancara terhadap informan yang kerugian dalam berbagai bidang seperti bidang
mengetahui secara persis kebijakan, program dan keuangan, struktural, dan korban jiwa. Risiko
pelaksanaan penanggulangan bencana khususnya kematian, risiko cedera, risiko penularan penyakit,
dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar bidang kehilangan tempat tinggal, kekurangan bahan
kesehatan lingkungan pada lokasi bencana terkait. makanan, dan minimnya layanan kesehatan dasar
Tulisan ini merupakan hasil dari Penelitian merupakan berbagai kerugian yang kerap terjadi
Kelompok dengan Judul “Pengaruh Dana Siap Pakai saat bencana. Kerugian yang dihasilkan tergantung
Terhadap Penanggulangan Bencana (Studi BPBD pada kemampuan manusia untuk mencegah dan
Provinsi Riau dan BPBD Provinsi Jawa Tengah)”. menghindari bencana serta daya tahannya. Oleh
Lokasi penelitian dipilih berdasarkan tingginya karena itu, peran manajemen bencana menjadi
intensitas daerah yang mengalami bencana, yakni penting dalam rangka meminimalisir kerugian yang
Provinsi Jawa Tengah dan Riau. Penelitian di dimungkinkan terjadi.
Riau dilakukan pada tanggal 11-17 Agustus 2016, Dalam perspektif manajemen bencana, dampak
sedangkan di Jawa Tengah dilakukan pada tanggal negatif dan kerugian akibat bencana dapat direduksi
29 Agustus- 4 September 2016. dengan melakukan pengurangan total risiko (total
risk reduction). Pengurangan risiko total dilakukan
Manajemen Bencana dengan menerapkan prinsip kehati-hatian pada
Bencana adalah suatu kejadian atau serangkaian setiap manajemen bencana.9 Manajemen bencana
kejadian yang menimbulkan jumlah korban dan/ adalah upaya sistematis dan komprehensif untuk
atau kerusakan, kerugian harta benda, infrastruktur, menanggulangi semua kejadian bencana secara
pelayanan-pelayanan penting atau sarana kehidupan cepat, tepat dan akurat untuk menekan korban dan
pada satu skala yang berada di luar kapasitas normal kerugian yang ditimbulkannya (Ramli, 2009 dalam
(Coburn, A, W, dkk., 1994). Haryanto, 2012).
UNISDR mendefinisikan bencana sebagai Manajemen bencana merupakan kegiatan yang
suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan
masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang bencana berupa siklus yang diterapkan secara utuh
meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana.
ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui Pada saat yang sama terdapat empat kegiatan
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk yang dilakukan, yaitu: mitigasi dan kesiapsiagaan
mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka (sebelum), respons (saat), dan pemulihan (setelah).
sendiri. Sedangkan menurut Kamadhis (2007), Penanggulangan bencana alam atau mitigasi
bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi
peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan dampak bencana terhadap manusia dan harta
oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan benda. Mitigasi bencana bertujuan agar orang dan
kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun komunitas yang akan terkena dampak bencana alam
korban manusia. dapat sekecil-kecilnya. Perbedaan tingkat dan jenis
Dalam UU No. 24 Tahun 2007 definisi bencana dengan tingkat kerusakan yang berbeda-
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa beda mempunyai program mitigasi yang berbeda-
yang mengancam dan menggangu kehidupan dan beda pula sesuai dengan sifat masing-masing
penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh bencana alam tersebut (Tun Lin Moe & Pairote
faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor Pathranarakul, 2006).
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban Setiap tahapan bencana tersebut dapat
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta digambarkan dalam suatu siklus seperti pada
benda, dan dampak psikologis. Karena penyebab Gambar 1. Setiap tahap penanggulangan tersebut
bencana tidak hanya berasal dari alam, tetapi juga tidak dapat dibatasi secara tegas, dalam pengertian
nonalam dan manusia maka dalam Undang-Undang bahwa upaya prabencana harus terlebih dahulu
tersebut juga terdefinisi mengenai bencana alam, diselesaikan sebelum melangkah pada tahap
bencana nonalam, dan bencana manusia. tanggap darurat dan dilanjutkan ke tahap berikutnya
Menurut Bankoff (2003) bencana muncul bila

9
Prawiroharjo, Ermawan.”Jurnal Manajemen Bencana,”
bertemu dengan ketidakberdayaan. Bencana alam http://www.academia.edu/7395570/Jurnal_Manajemen_
merupakan situasi yang gawat dan mengakibatkan Bencana, diakses 1 Februari 2017.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 47


Gambar 1. Siklus Penanggulangan Bencana
Sumber: Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana,
Kementerian Kesehatan 2011.

yakni pemulihan. Siklus ini harus dipahami bahwa Sebagai implementasi kebijakan terkait dengan
setiap waktu, semua tahapan dapat dilaksanakan penanganan pengungsi maka telah ditetapkan
secara bersama-sama pada satu tahapan tertentu beberapa Peraturan Kepala BNPB (Perka BNPB),
dengan porsi yang berbeda (Kemenkes, 2011). antara lain:
Pada wilayah-wilayah yang memiliki tingkat –– Perka BNPB 6/2008 tentang Pedoman
bahaya tinggi (hazard), maka masyarakat yang Penggunaan Dana Siap Pakai.
tinggal di daerah tersebut memiliki kerentanan/ –– Perka BNPB 7/2008 tentang Pedoman
kerawanan (vulnerability). Namun bencana alam Tata Cara Pemberian Bantuan Pemenuhan
tersebut tidak akan memberi dampak yang luas jika Kebutuhan Dasar.
masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap –– Perka BNPB 8/2008 tentang Pedoman
bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan Pemberian dan Besaran Bantuan Santunan
bencana merupakan valuasi kemampuan sistem Duka Cita.
dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, –– Perka BNPB 9/2008 tentang Prosedur Tetap
mencegah, dan menangani tantangan-tantangan serius Tim Reaksi Cepat BNPB.
dari bencana alam. Sistem ini memperkuat daerah –– Perka BNPB 14/2010 tentang Pedoman
rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang Pembentukan Pos Komando Tanggap Darurat
besar (G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst (eds.), 2003). Bencana.
Dalam hal penanggulangan bencana, pemerintah –– Perka BNPB 17/2010 tentang Pedoman Umum
pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab Penyelenggaraan RR Pasca Bencana.
untuk menjamin pemenuhan hak masyarakat dan –– Perka BNPB 6.A/2011 tentang Pedoman
pengungsi yang terkena bencana secara adil dan sesuai Penggunaan Dana Siap Pakai Pada Status
dengan standar pelayanan minimum. Di Indonesia Keadaan Darurat Bencana.
lembaga pemerintah yang secara khusus melakukan –– Perka BNPB 8/2011 tentang Standardisasi
upaya penanggulangan bencana adalah BNPB dan Data Kebencanaan.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Dalam kebijakan dan struktur kelembagaan
Fungsi BNPB dan BPBD adalah merumuskan dan
di Indonesia ada pemisahan yang jelas antara
menetapkan kebijakan penanggulangan bencana
tanggap darurat dan pemulihan (rehabilitasi
dan penanganan pengungsi dengan bertindak secara
dan rekonstruksi). Direktorat yang bertanggung
cepat dan tepat serta efektif dan efisien. Penanganan
jawab dalam penanganan pengungsi (Direktorat
masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana
Penanganan Pengungsi) berada di bawah
dilakukan dengan kegiatan meliputi pendataan,
Kedeputian Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB.
penempatan pada lokasi yang aman, dan pemenuhan
Kondisi saat ini proses rehabilitasi dan rekonstruksi
kebutuhan dasar.10
pascabencana secara resmi dapat dilakukan setelah
10
Kebijakan Penanganan Pengungsi Bencana. https://www.
proses tanggap darurat selesai.11
bnpb.go.id/home/detail/1695/Kebijakan-penanganan-
pengungsi-bencana, diakses 7 Mei 2017.
11
Ibid.

48 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Pemenuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan Air di tempat pengungsian harus layak
Kondisi bencana alam kerap menimbulkan diminum dan cukup volumenya untuk keperluan
permasalahan lingkungan seperti lingkungan dasar seperti minum, memasak, menjaga kebersihan
yang tidak higenis, persediaan air yang terbatas, pribadi, dan rumah tangga. Air bersih tersebut juga
dan jamban yang tidak layak. Kondisi tersebut tidak menyebabkan timbulnya risiko besar terhadap
menyebabkan korban bencana lebih rentan untuk kesehatan akibat penyakit maupun pencemaran
mengalami berbagai penyakit bahkan kematian. kimiawi atau radiologis dalam penggunaan jangka
Dengan demikian, sanitasi merupakan salah satu pendek. Dari segi sanitasi, masyarakat korban
kebutuhan vital pada tahap awal terjadinya bencana bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup
(The Sphere Project, 2011; Tekeli-Yesil, 2006). dengan jarak yang tidak jauh dari pemukiman
Hal itu terjadi pada berbagai bencana alam mereka, supaya bisa diakses secara mudah dan
yang melanda berbagai belahan dunia, termasuk cepat. Masyarakat juga harus memiliki lingkungan
Indonesia. Seperti bencana gempa dan tsunami di yang cukup bebas dari pencemaran akibat limbah
Indonesia pada akhir 2006 lalu diikuti beberapa padat, termasuk limbah medis.12
permasalahan terkait kesehatan lingkungan dan Pada saat penanganan pascabencana beberapa
sanitasi. Menurut Widayatun (2013) permasalahan hal yang perlu mendapatkan perhatian dan
tersebut tidak secara mudah dan cepat diselesaikan membutuhkan penanganan lebih lanjut adalah:13
karena keterbatasan sarana dan prasarana, distribusi 1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban
dan akses yang tidak merata, privasi dari para bencana (meninggal, sakit, cacat) dan ciri–ciri
korban bencana (khususnya perempuan) dan juga demografinya.
kurangnya kesadaran dan perilaku masyarakat 2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik
terkait sanitasi pada kondisi darurat bencana. pemerintah dan swasta.
Sedangkan berdasarkan UU No. 24 Tahun 3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
2007 tentang Penanggulangan Bencana pemenuhan 4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan
kebutuhan dasar bidang kesehatan lingkungan dalam tugas.
penanggulangan bencana yang harus dipenuhi antara 5. Kelompok–kelompok masyarakat yang berisiko
lain: tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas, dan
1. Kebutuhan air bersih dan sanitasi. manula).
2. Pangan. 6. Kemampuan dan sumberdaya setempat.
3. Sandang.
Upaya-upaya tersebut ditujukan untuk
4. Pelayanan Kesehatan.
menyelamatkan korban semaksimal mungkin guna
5. Pelayanan psikososial.
menekan angka morbilitas dan mortalitas. Hal
6. Penampungan dan tempat hunian.
tersebut dipengaruhi oleh jumlah korban, keadaan
Standar minimal kebutuhan bidang kesehatan korban, geografi, lokasi, fasilitas yang tersedia di
lingkungan saat bencana telah diatur dalam Keputusan lokasi, dan sumberdaya yang ada. Faktor lain yang
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1357/ juga mempengaruhi penanganan bencana adalah
Menkes/SK/XII/2001 tentang Standar Minimal organisasi di lapangan, komunikasi, dokumen, dan
Penanggulangan Masalah Kesehatan Akibat Bencana tata kerja.14
dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 12/MENKES/SK/I/2002 tentang Pedoman Gambaran Kebencanaan di Provinsi Riau
Koordinasi Penanggulangan Bencana Di Lapangan. Bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi
Kebijakan dalam bidang sanitasi saat penanganan di Riau adalah bencana asap akibat kebakaran hutan.
pengungsi adalah mengurangi risiko terjadinya Jenis bencana lain yang juga kerap terjadi adalah
penularan penyakit melalui media lingkungan akibat banjir dan tanah longsor. Kebakaran ini diduga oleh
terbatasnya sarana kesehatan lingkungan yang kegiatan land clearing oleh perusahaan-perusahaan
ada di tempat pengungsian, melalui pengawasan yang tidak bertanggung jawab dan didukung oleh
dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan dan cuaca ekstrim di daerah Riau. Kondisi iklim dan
kecukupan air bersih. Dalam situasi bencana mungkin lahan di Provinsi Riau yang didominasi lahan
saja air untuk keperluan minumpun tidak cukup, dan gambut (51 persen) telah menjadikan hutan di Riau
dalam hal ini pengadaan air yang layak dikonsumsi 12
Standar minimal pelayanan air bersih dan sanitasi pada
menjadi paling mendesak. Namun biasanya problem- daerah bencana. http://www.bapelkescikarang.or.id/
problem kesehatan yang berkaitan dengan air muncul single.php?idartikel=AR105, diakses 10 Mei 2017.
akibat kurangnya persediaan dan kondisi air yang 13
Sanitasi Darurat Daerah Bencana, http://www.indonesian-
sudah tercemar sampai tingkat tertentu. publichealth.com/sanitasi-bencana/, diakses 10 Mei 2017.
14
Ibid.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 49


mudah terbakar. Bahkan jika api sudah padam hari Daerah (SKPD) berdasarkan Peraturan Daerah
ini, ada kemungkinan esok lusa bisa muncul kembali Provinsi Riau Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun
di tempat yang sama atau di tempat tak jauh dari 2013 tentang Badan Penanggulangan Bencana
titik api semula. Api di lahan gambut memang bisa Alam. Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2014 tentang
merembet sangat cepat. Kondisi inilah yang memicu Organisasi Inspektorat, Badan Perencanaan
mudahnya kebakaran hutan berulang di Riau. Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah
Secara umum, terdapat 7 penyebab dan akar Provinsi Riau juga berperan membantu kepala daerah
masalah mengapa kebakaran terus terjadi di Riau. untuk penyelenggaraan penanggulangan bencana,
Tujuh penyebab tersebut adalah (1) cuaca yang yang dipimpin oleh seorang kepala Badan yang
ekstrim; (2) lahan gambut yg mudah terbakar; secara ex-officio dijabat sekretaris daerah. Badan
(3) cara pembukaan lahan untuk bercocok tanam ini mempunyai tugas pokok menyelenggarakan
dengan cara membakar; (4) tindakan membakar perumusan kebijakan, pelaksanaan, koordinasi,
secara meluas bermotifkan finansial; (5) tidak fasilitasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
optimalnya pencegahan oleh aparat di tingkat pada unsur pengarah, kepala pelaksana, sekretariat,
bawah; (6) kurang cepat dan efektifnya pamadaman bidang pencegahan dan kesiapsiagaan, bidang
api; dan (7) penegakan hukum tidak bisa menyentuh kedaruratan dan bidang rehabilitasi dan rekonstruksi
master-mind pembakaran. Pada tahun 2015, serta menyelenggarakan kewenangan yang
diprediksi hutan Riau hanya tinggal 6 persen atau dilimpahkan pemerintah kepada gubernur sesuai
seluas 860.000 hektar. dengan peraturan perundang-undangan (wawancara
Kebakaran ini juga sangat berdampak bagi dengan pejabat di kalangan BPBD Provinsi Riau,
masyarakat Riau terutama akibat asap yang 12 Agustus 2016).
menyebar pada wilayah Riau bahkan merambat
pada daerah hingga ke Sumatera Barat, Jambi, Gambaran Kebencanaan di Provinsi Jawa Tengah
dan Sumatera Utara. Adanya asap tersebut Provinsi Jawa Tengah yang terbagi dalam 35
berakibat sistemik seperti ditutupnya bandara yang kabupaten dan kota serta berpenduduk lebih kurang
berakibat pada hilangnya akses udara ke daerah 32.000.000 jiwa, merupakan daerah rawan bencana
Riau yang pastinya nanti akan berakibat pada arus di Indonesia. Sesuai dengan kondisi geografis,
perekonomian daerah tersebut. Selain itu, beberapa geologis, hidrologis, dan demografis, maka pada
sekolah terpaksa diliburkan sehingga kegiatan wilayah ini memungkinkan terjadi bencana baik
belajar mengajar dihentikan. Lebih parah lagi, yang disebabkan oleh faktor alam, non-alam,
semakin hari semakin banyak masyarakat Riau yang ataupun faktor manusia. Faktor yang disebabkan
terserang penyakit. Informasi yang berhasil didata oleh alam seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir,
tercatat lebih 53.553 kasus penyakit akibat asap di kekeringan, angin topan, tsunami, dan gunung
Riau. Lebih 4 ribu jiwa mengidap penyakit mata meletus paling sering terjadi dan menyebabkan
dan kulit akibat asap tebal. Selain itu ada korban kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
yang terserang penyakit ISPA seperti sesak napas, dampak psikologis, dan korban jiwa.
asma, paru-paru, bahkan juga penyakit jantung. Berdasarkan Data Indeks Rawan Bencana
Korban di kalangan bayi yang baru lahir masih (IRBI) yang dikeluarkan oleh BNPB Tahun 2011,
dalam pendataan. Data terbaru terdapat 1 korban Provinsi Jawa Tengah menempati rangking pertama
jiwa tewas akibat terlalu banyak menghirup asap.15 tingkat nasional sebagai daerah rawan bencana
Kebakaran hutan juga telah mengakibatkan dengan skor indeks rawan sebesar 203.
berkuranganya luas hutan (deforestasi) di Provinsi Tingginya tingkat kepadatan penduduk di
Riau. Sepanjang tahun 2015 lalu, luas hutan yang Jawa Tengah berbanding lurus dengan tingkat
terbakar mencapai 1,64 juta hektar. Angka ini kejadian bencana di Provinsi Jawa Tengah yang
sebenarnya jauh berkurang dibandingkan dengan menunjukkan peningkatan frekuensi kejadian setiap
2013 yakni 2,05 juta hektar. Dalam jangka waktu tahunnya. Data frekuensi kejadian bencana tersebut
dua tahun (2013-2015) perkiraan luas hutan yang dapat dilihat pada Grafik 1.
mengalami deforestasi di Riau mencapai 373.373 Secara kuantitatif, berdasarkan data dari Pusat
hektar.  Data dan Informasi BPBD Provinsi Jawa Tengah
Untuk menangani masalah bencana di Tahun 2012 disebutkan bahwa di Jawa Tengah
Riau, pemerintah telah membentuk Badan sampai dengan akhir Desember 2012 tercatat jumlah
Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Riau kejadian dan taksiran kerugian akibat bencana
(BPBD) yang merupakan Satuan Kerja Perangkat seperti ditunjukan pada Tabel 1.
“Dampak Kebakaran Riau,” http://lem.fkt.ugm. ac.id/
15

2014/03/dampak-kebakaran-riau/, diakses 1 Februari 2017.

50 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Grafik 1. Frekuensi Kejadian Bencana di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2000 s.d. Tahun 2011
Sumber: Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Jawa Tengah 2012-2016.

Tabel 1. Jumlah Kejadian dan Taksiran Kerugian


Akibat Bencana di Jawa Tengah Tahun 2012
No Jenis Kejadian Jumlah Kejadian Taksiran Kerugian (Rp)
1. Angin Topan 380 50.372.807.000
2. Banjir 190 28.197.575.000
3. Gelombang pasang/Abrasi 7 100.000.000
4. Kebakaran 412 33.230.213.000
5. Tanah Longsor 318 23.761.124.000
Jumlah 1307 135.661.719.000
Sumber: Pusat Data dan Informasi BPBD Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.

Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang bencana ini adalah 5 (skor tertinggi) x 6 (jumlah
Kesehatan Lingkungan di Provinsi Riau item pertanyaan) x 48 (jumlah responden) = 1440.
Kuesioner diberikan kepada 48 orang pegawai Dengan demikian rekapitulasi sebaran jawaban
BPBD Provinsi Riau. Pemilihan responden ini responden menunjukkan bahwa skor yang diperoleh
didasarkan pada anggapan bahwa pegawai BPBD adalah 940 atau 65,28 persen dari kriteria yang
adalah subjek penelitian yang memahami kondisi ditetapkan. Apabila diinterpretasikan, nilai 65,28
penanggulangan bencana di lapangan. Pengalaman persen tersebut terletak pada daerah baik. Artinya
dan pengetahuannya terkait berbagai program responden berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan
dan kegiatan yang telah dilakukan pemerintah dasar korban bencana telah dilakukan dengan baik.
diharapkan dapat memberi gambaran yang utuh Berdasarkan Tabel 4 dan Grafik 2 terlihat
terkait pemenuhan kebutuhan dasar bidang bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa
kesehatan lingkungan ini. pemenuhan kebutuhan dasar bagi para penyintas
Dari 6 item pertanyaan pada dimensi pemenuhan bencana cukup baik. Untuk semua dimensi, tidak
kebutuhan dasar, jawaban dari 48 responden atas ada satupun responden yang menjawab bahwa
kuesioner terhadap masing-masing tanggapan pemenuhan kebutuhan dasar sangat tidak baik.
responden mengenai pemenuhan kebutuhan dasar Untuk dimensi pemenuhan kebutuhan air
dapat dilihat dalam tabel 2 dan tabel 3. bersih dan sanitasi, pangan, pelayanan kesehatan,
Tabel 2 dan 3 menunjukkan adanya variasi pelayanan psikososial, penampungan, dan tempat
dalam setiap jawaban responden. Urutan paling hunian, mayoritas responden menjawab cukup baik.
banyak menjawab bahwa kebutuhan dasar bagi para Sedangkan untuk pemenuhan sandang, mayoritas
penyintas bencana telah dipenuhi dengan cukup responden menjawab sudah dipenuhi dengan baik.
baik, urutan kedua baik, dan urutan ketiga tidak Para penyintas bencana tentu memerlukan air
baik. Secara ideal, skor tertinggi yang diharapkan bersih dalam jumlah yang mencukupi dan akses
dari jawaban responden terhadap pertanyaan terhadap sanitasi layak. Mengacu pada jawaban
tentang dimensi penentuan status keadaan darurat responden, dalam hal berbagai bencana yang

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 51


Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden untuk
Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Skor *)
Pemenuhan Kebutuhan
1 2 3 4 5
Air bersih dan sanitasi 0 3 23 17 5
Pangan 0 3 25 19 1
Sandang 0 5 21 22 0
Pelayanan kesehatan 0 11 28 8 1
Pelayanan psikososial 0 13 27 6 2
Penampungan dan tempat hunian 0 5 21 18 4
Jumlah 0 40 145 90 13
Keterangan: *)
1. Sangat tidak baik
2. Tidak baik
3. Cukup baik
4. Baik
5. Sangat baik

Tabel 3. Distribusi Frekuensi dan Skor Jawaban


Responden untuk Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Responden
Skor Ranking
F FxS %
Sangat baik 13 65 6.91 4
Baik 90 360 38.30 2
Cukup baik 145 435 46.28 1
Tidak baik 40 80 8.51 3
Sangat tidak baik 0 0 0.00 5
Jumlah 288 940 100  

melanda Provinsi Riau, nampaknya pemenuhan Dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pihak
terhadap air bersih tidak menjadi kendala. Hal ini BPBD telah memberikan bantuan dalam bentuk
dimungkinkan terjadi karena bencana yang kerap makanan kering seperti mie instan, sarden, beras,
terjadi di daerah ini adalah kabut asap, sehingga dan nasi bungkus. Kesulitan yang kerap muncul
pasokan air bersih dan sarana prasarana sanitasi adalah sulitnya mendata jumlah korban yang
yang ada sebelumnya tidak begitu terganggu. terkena bencana dan membutuhkan bantuan.
Tabel 4. Rekapitulasi Jawaban Responden di Provinsi Riau
Penampungan
Air Bersih dan Pelayanan Pelayanan
Pangan Sandang dan Tempat
Kriteria Sanitasi Kesehatan Psikososial
Hunian
F % F % F % F % F % F %

Sangat Baik 5 10.42 1 2.08 3 6.25 1 2.08 2 4.17 4 8.33

Baik 17 35.42 19 39.58 23 47.92 8 16.67 6 12.5 18 37.5


Cukup Baik 23 47.92 25 52.08 22 45.83 28 58.33 27 56.25 21 43.75

Tidak Baik 3 6.25 3 6.25 0 0 11 22.92 13 27.08 5 10.42

Sangat Tidak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Baik

52 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Grafik 2. Persentasi Jawaban Responden di Provinsi Riau
Karena terkadang informasi yang diterima dari berdasarkan wawancara dengan pegawai BPBD,
tokoh masyarakat atau pimpinan daerah setempat pada saat kejadian bencana, jarang didapatkan
tidak valid. Bahkan ada pihak-pihak tertentu adanya pengaduan korban yang mengalami
yang memanfaatkan keadaan dengan mengambil traumatik pascabencana di daerah ini. Hal ini bisa
keuntungan dari bantuan pangan yang diberikan. jadi disebabkan karena simptom traumatik ini tidak
Terkadang bantuan menumpuk di satu wilayah, terlihat dengan jelas sehingga sulit dideteksi. Selain
sedangkan wilayah lain mengalami kekurangan, itu, bencana asap yang umum dan rutin terjadi di
karena data yang berikan tidak sesuai dengan Provinsi Riau tidak menimbulkan dampak secara
keadaan yang sebenarnya (wawancara dengan fisik dan psikis yang mudah terlihat. Sehingga
pejabat di kalangan BPBD Provinsi Riau, 13 tidak sampai menimbulkan dampak traumatik atau
Agustus 2016). psikososial yang berkelanjutan terhadap korban.
Bantuan dalam bentuk sandang banyak Dalam kasus bencana asap akibat kebakaran
diberikan untuk korban bencana banjir dan tanah utan dan lahan gambut di Provinsi Riau, bencana
longsor. Bantuan tersebut umumnya berupa selimut asap terbesar adalah yang terjadi pada tahun
dan pakaian. Untuk bencana asap dan kebakaran 2015. Hal ini disebabkan karena kebakaran di
hutan yang kerap melanda Riau, bantuan dalam Provinsi Sumatera Selatan dan Jambi bersamaan
bentuk sandang tidak begitu diperlukan. Oleh karena dan asapnya terbawa angin yang berhembus ke
itu responden beranggapan bahwa para penyintas utara melalui Provinsi Riau. Bencana asap saat itu
bencana telah terpenuhi kebutuhan sandangnya sangat besar dan berdampak luas bahkan sampai
dengan baik. ke negara-negara tetangga seperti Malaysia dan
Dampak bencana asap yang terbesar bagi para Singapura. Asap tebal telah menimbulkan gangguan
penyintas bencana adalah infeksi saluran pernapasan. kesehatan bagi sebagian masyarakat Riau. Untuk
Untuk itu pemerintah telah memerintahkan menanggulangi hal tersebut berbagai upaya telah
kepada seluruh puskesmas di Provinsi Riau dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun
untuk menyediakan layanan yang memadai bagi daerah dalam penyelamatan dan evakuasi korban
masyarakat yang terkena dampak bencana asap. bencana.
Penyuluhan-penyuluhan kepada warga akan bahaya Untuk evakuasi korban asap, Pemerintah Daerah
asap dan cara melindungi diri dari bencana asap Riau telah menyediakan rumah singgah oksigen
juga telah dilakukan. Untuk meminimalisir dampak di beberapa tempat, terutama di Kota Pekanbaru.
bencana asap bagi kesehatan, masyarakat dianjurkan Bantuan berupa rumah singgah ini dianggap cukup
untuk lebih banyak berada dalam ruangan tertutup memadai dan membantu para korban bencana asap.
dan selalu menggunakan masker. Pemerintah melalui Bantuan yang paling dibutuhkan masyarakat korban
pihak-pihak terkait juga membagikan masker. bencana asap selain rumah singgah oksigen adalah
Berdasarkan pengolahan data kuesioner, air purifier dan masker. Terkait dengan korban
mayoritas responden berpendapat bahwa pemenuhan bencana banjir dan tanah longsor, BPBD telah
pelayanan psikosial sudah cukup baik. Namun menyediakan tempat penampungan bagi pengungsi.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 53


Selain itu, BPBD juga memberi bantuan dana berpendapatan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar
untuk memperbaiki rumah-rumah yang mengalami bagi para penyintas bencana sangat tidak baik.
kerusakan akibat bencana. Bantuan yang diterima Secara ideal, skor tertinggi yang diharapkan
korban mencapai Rp20 juta per rumah (wawancara dari jawaban responden terhadap pertanyaan
dengan pejabat di kalangan BPBD Provinsi Riau, tentang dimensi Penentuan status keadaan darurat
13 Agustus 2016). bencana ini adalah 5 (skor tertinggi) x 6 (jumlah
item pertanyaan) x 41 (jumlah responden) = 1230.
Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar di Dengan demikian rekapitulasi sebaran jawaban
Provinsi Jawa Tengah responden menunjukkan bahwa skor yang diperoleh
Dari 6 item pertanyaan pada dimensi pemenuhan adalah 874 atau 71,06% dari kriteria yang ditetapkan.
kebutuhan dasar, jawaban dari 41 responden atas Apabila diinterpretasikan, nilai 71,06% tersebut
kuesioner yang diberikan adalah sebagai berikut. terletak pada daerah baik. Artinya responden
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden
untuk Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Skor *)
Pemenuhan Kebutuhan
1 2 3 4 5
Air bersih dan sanitasi 0 3 16 22 0
Pangan 0 0 13 26 2
Sandang 0 0 17 23 1
Pelayanan kesehatan 0 0 14 23 4
Pelayanan psikososial 0 0 27 14 0
Penampungan dan tempat hunian 0 2 21 17 1
Jumlah 0 5 108 125 8
Keterangan: *)
1. Sangat tidak baik
2. Tidak baik
3. Cukup baik
4. Baik
5. Sangat baik

Tabel 6. Distribusi Frekuensi dan Skor Jawaban Responden


untuk Dimensi Pemenuhan Kebutuhan Dasar
Responden
Skor Ranking
F FxS %
Sangat baik 8 40 4.58 3
Baik 125 500 57.21 1
Cukup baik 108 324 37.07 2
Tidak baik 5 10 1.14 4
Sangat tidak baik 0 0 0.00 5
Jumlah 288 940 100  

Tabel tersebut menunjukkan adanya variasi berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan dasar
dalam setiap jawaban responden. Mayoritas korban bencana telah dilakukan dengan baik.
responden menjawab bahwa pemenuhan kebutuhan Berdasarkan tabel dan grafik tersebut, terlihat
dasar bagi para penyintas bencana di Provinsi bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa
Jawa Tengah telah dilakukan dengan baik. Urutan pemenuhan kebutuhan dasar telah dilakukan dengan
keduanya baik dan urutan ketiganya sangat baik. baik atau cukup baik. Mayoritas responden berpendapat
Sama halnya dengan di Provinsi Riau, di Provinsi bahwa penyediaan air bersih dan sanitasi, pangan,
Jawa Tengah pun tidak ada responden yang sandang, dan pelayanan kesehatan telah dipenuhi

54 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Tabel 7. Rekapitulasi Jawaban Responden di Provinsi Jawa Tengah
Penampungan
Air Bersih dan Pelayanan Pelayanan
Pangan Sandang dan Tempat
Kriteria Sanitasi Kesehatan Psikososial
Hunian
F % F % F % F % F % F %

Sangat Baik 0 0 2 4.88 1 2.44 4 9.76 0 0 1 2.44

Baik 22 53.66 26 63.41 23 56.1 23 56.1 14 34.15 17 41.46


Cukup Baik 16 39.02 13 31.71 17 41.46 14 34.15 27 65.85 21 51.22

Tidak Baik 3 7.32 0 0 0 0 0 0 0 0 2 4.88

Sangat Tidak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Baik

Grafik 3. Persentasi Jawaban Responden di Provinsi Jawa Tengah

dengan baik. Sedangkan pelayanan psikososial serta Dalam upaya penyediaan air bersih dan sanitasi,
penyediaan penampungan dan tempat hunian telah gubernur telah menginstruksikan kepada pemangku
dipenuhi dengan cukup baik. Tidak ada responden kepentingan terkait untuk menjadi penanggung
yang berpendapat bahwa pemenuhan masing-masing jawab. Dalam hal penyediaan air bersih, pihak-
dimensi tersebut sangat tidak baik. Demikian juga pihak yang berperan aktif membantu adalah
jawaban tidak baik hanya dijawab oleh sebagian kecil Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Tengah,
responden. Namun yang menarik dari hasil pengolahan Dinas Pengelola Sumber Daya Air Provinsi Jawa
data tersebut adalah walaupun mayoritas responden Tengah, dan Ketua Kwartil Daerah XI Provinsi
berpendapat pemenuhan kebutuhan dasar bidang Jawa Tengah. Sedangkan penanggung jawab utama
kesehatan lingkungan tersebut sudah baik atau cukup dalam penyediaan sanitasi adalah Dinas Cipta Karya
baik, namun ada beberapa dimensi yang dianggap dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah. Dalam
responden belum sangat baik. Misalnya untuk dimensi rangka meningkatkan pelayanan sanitasi bagi para
air bersih dan sanitasi serta pelayanan psikososial, tidak penyintas bencana, nampaknya dinas kesehatan
responden yang berpendapat bahwa kebutuhan tersebut perlu lebih banyak lagi dilibatkan. Peran dari
telah dipenuhi dengan sangat baik. Hal ini menjadi dinas kesehatan misalnya melakukan sosialisasi,
tantangan tersendiri bagi pihak yang bertanggung jawab edukasi, dan pemahaman kepada masyarakat di
dalam hal pengelolaan bencana, agar pelayanan kedua lokasi penampungan tentang pola hidup sehat dan
dimensi tersebut dapat memenuhi kebutuhan para bersih serta pola konsumsi makanan bergizi dan
penyintas bencana dengan lebih baik lagi. menyehatkan.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 55


Dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pihak melakukan kaji cepat terhadap korban, fungsi
BPBD berkoordinasi dengan instansi dan pihak- pelayanan kesehatan, potensi masalah kesehatan,
pihak terkait telah memberikan bantuan dalam kebutuhan obat-obatan, dan pelayanan kesehatan.
bentuk makanan kering seperti mie instan, sarden, Selanjutnya tenaga medis akan memberikan
beras, dan nasi bungkus. Bantuan kebutuhan pangan bantuan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
ini, selain dari BNPB, BPBD dan pemda, juga dari korban bencana sesuai dengan standar yang berlaku.
masyarakat dan dunia usaha. Terkadang bantuan Dinas kesehatan juga bertanggung jawab untuk
yang diberikan berlebih, hanya penyalurannya yang mendirikan posko kesehatan, menyediakan fasilitas
sering bermasalah karena kondisi lokasi bencana kesehatan dan tenaga medis serta menunjuk rumah
yang sulit dijangkau. Kesulitan lain yang kerap sakit rujukan.
muncul adalah sulitnya mendata jumlah korban Pengelola kebencanaan di Provinsi Jawa Tengah
yang terkena bencana dan membutuhkan bantuan menyadari bahwa penyembuhan trauma (healing
(wawancara dengan pejabat BPBD Provinsi Jawa traumatic) sangat penting untuk mengembalikan
Tengah, 30 Agustus 2016). kondisi psikologis para penyintas bencana sebelum
Secara khusus yang bertanggungjawab dalam dilakukan relokasi. Ketua Kwartil Daerah XI
penyediaan kebutuhan pangan ini adalah dinas Jawa Tengah dan para pekerja sosial bertanggung
sosial, dengan mendirikan dapur umum; dinas jawab dalam menangani penyembuhan trauma ini.
ketahanan pangan provinsi, dengan memberikan Dalam upaya penyembuhan trauma, petugas sosial
dukungan secara cepat terhadap kebutuhan dasar memberikan bantuan dalam bentuk dukungan moral
pengungsi (beras); Panglima Kodam IV, dengan dan healing traumatic terhadap Post Traumatic
mendirikan dapur umum; dan Ketua Palang Merah Stress Disorde (PTDS).
Indonesia Jawa Tengah, juga mendirikan dapur Upaya untuk identifikasi PTSD dilakukan
umum. beberapa saat setelah kejadian bencana. Dalam
Selain itu, penyediaan kebutuhan pangan penanganan korban, tim penanggulangan bencana
sebaiknya juga melibatkan dinas yang terkait kerap kali belum dibekali dengan pengetahuan
dengan upaya preventif pencegahan penyakit dan mengenai PTSD. Lembaga pemerintah nonkesehatan
keluhan kesehatan misalnya dinas kesehatan. dinas maupun lembaga nonpemerintah justru lebih banyak
kesehatan perlu mengawal proses penyedian pangan dilibatkan dalam upaya identifikasi, penanganan,
tersebut agar proses pembuatannya dilakukan secara pencegahan, dan penanggulangan kejadian PTSD
higienis. Penyuluhan, sosialisasi, dan informasi di daerah bencana. Dengan demikian, BPBD Jawa
terkait kandungan gizi, kualitas makanan, dan Tengah beranggapan bahwa upaya pencegahan
tingkat kebersihannya perlu dilakukan oleh instansi penanggulangan kejadian PTSD telah dilakukan
terkait kepada para petugas di dapur umum. Dengan dengan cukup memadai.
demikian para penyintas bencana bisa mendapatkan Dalam hal menyediakan tempat hunian baru
makanan yang bersih, higenis, berkualitas, dan bagi korban bencana, Dinas Cipta Karya dan
kandungan gizinya baik. Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah bertanggung
Bantuan sandang yang diberikan umumnya jawab dalam memberikan hunian sementara dan
dalam bentuk selimut dan pakaian. Seperti merencanakan relokasi korban. Dalam kasus
halnya dengan bantuan pangan, bantuan sandang bencana-bencana tertentu seperti tanah longsor,
juga sering tidak tepat sasaran, di satu wilayah gempa, dan sebagian bencana banjir, korban perlu
bantuannya menumpuk, sedangkan di wilayah lain direlokasi dan diberikan tempat tinggal di lokasi
mengalami kekurangan. Pengawasan dalam hal yang baru. Pihak yang bertanggung jawab dalam
ini sangat dibutuhkan. Dari sisi kuantitas, bantuan merelokasi korban bencana adalah kementerian
sandang yang diberikan selama ini telah cukup dan pemda. Pemda bertanggung jawab dalam
memadai. Selain pemerintah, bantuan partisipasi hal menyediakan lahan. Selanjutnya BPBD
masyarakat dan dunia usaha juga cukup besar bertanggungjawab membangunkan perumahan dan
(wawancara dengan pejabat BPBD Provinsi Jawa hunian baru bagi para penyintas bencana dengan
Tengah, 30 Agustus 2016). besaran anggaran sesuai dengan ketentuan. Adapun
Adapun bantuan kesehatan yang diberikan sumber dana yang selama ini digunakan untuk
kepada para penyintas bencana adalah berupa obat- membangun hunian baru tidak hanya berasal dari
obatan, sarana dan prasarana kesehatan, serta tenaga BNPB dan APBD akan tetapi juga berasal dari
medis. Penanggung jawab dalam penanganan dana masyarakat dan dunia usaha. Tidak sedikit
bantuan kesehatan adalah Dinas Kesehatan Provinsi rumah-rumah untuk korban bencana yang dibangun
Jawa Tengah. Dinas kesehatan provinsi juga bekerja menggunakan dana masyarakat atau dunia usaha.
sama dengan Tim Reaksi Cepat (TRC) dengan Bantuan perumahan yang selama ini diberikan oleh

56 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


BPBD adalah sebesar Rp15 juta untuk rumah yang menetapkan status siaga darurat. Tahun 2016 lalu,
hancur dan Rp10 untuk rumah yang mengalami status siaga ini diberlakukan sejak Senin, 7 Maret
kerusakan berat (wawancara dengan pejabat BPBD 2016 dan berlangsung hingga 3 bulan. Penetapan
Provinsi Jawa Tengah, 30 Agustus 2016). status tersebut dilakukan untuk memaksimalkan
penanganan karhutla yang terjadi di sejumlah
Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi kabupaten dan kota di Riau. Penetapan itu juga akan
Riau mendorong percepatan penanggulangan karhutla di
Bencana baik karena faktor alam, faktor non- Riau. Berdasarkan data di BPBD Riau, sudah ada
alam, maupun faktor manusia (UU No. 24 Tahun ratusan hektare lahan terbakar di sejumlah hutan
2007 tentang Penanggulangan Bencana, Bab 1 Pasal dan lahan di Riau.
1), selalu mendatangkan kerugian, penderitaan, dan Saat ini untuk menangani kebakaran hutan
kesengsaraan bagi umat manusia. Akhir-akhir ini di Riau BPBD dan seluruh jajaran satuan tugas
semakin dirasakan meningkatnya intensitas kejadian penanganan karhutla menargetkan pembuatan
bencana di Indonesia yang menimbulkan korban sekitar 3.000 ribu sekat kanal atau blocking canal
jiwa serta kerugian di bidang sarana prasarana dan untuk menghambat laju api di lahan gambut.
ekonomi. Bencana yang umumnya terjadi dalam Targetnya setiap daerah rawan ada 300 kanal.
waktu singkat seringkali menghancurkan hasil Untuk itu masyarakat beserta seluruh jajarannya
pembangunan yang telah dirintis dan diperjuangkan satgas karhutla bahu membahu membangun kanal.
dalam waktu yang lama. Sebagian besar kanal, bersumber dari pendanaan
Fenomena cuaca El Nino, yang menyebabkan masyarakat, sementara sisanya dari anggaran
hampir seluruh wilayah kepulauan Indonesia perusahaan (wawancara dengan pejabat di kalangan
menjadi kering, bukanlah satu-satunya penyebab BPBD Provinsi Riau, 13 Agustus 2016).
kebakaran hutan di Provinsi Riau. Berdasarkan Adapun tujuan pembangunan sekat kanal
laporan sebuah lembaga riset, faktor manusia bertujuan membasahkan lahan gambut. Sekat itu
merupakan penyebab kebakaran hutan di sejumlah menahan laju air gambut mengalir ke laut atau aliran
provinsi. Lebih dari 90 persen kebakaran hutan sungai di sekitarnya. Sekat kanal ini juga menjadi
disebabkan karena unsur kesengajaan.16 Beberapa sumber air bagi pemadam kebakaran hutan untuk
kasus terkait pembakaran hutan telah diputus memadamkan lahan gambut yang terbakar nanti.
pengadilan. Kementerian Lingkungan Hidup dan Penanggulangan kebakaran hutan dan lahan
Kehutanan (KLHK) menang gugatan perdata dilakukan secara intensif. BNPB menambah 2 lagi
terhadap PT National Sago Prima (NSP) atas kasus helikopter water bombing untuk menanggulangi
kebakaran hutan seluas 3.000 hektar di Riau pada kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau. Total
2014. Pada September 2016 lalu Majelis Hakim ada 5 helikopter water bombing BNPB, terdiri dari
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menghukum helikopter MI-171 dua unit, MI-8, Sikorsky S61,
perusahaan membayar ganti rugi dan pemulihan dan Bolcow 105. Selain itu juga ada 2 pesawat
lingkungan sebesar Rp1,07 triliun.17 Air Tractor water bombing dan 1 pesawat CASA
Meskipun cuaca panas dan kering memperparah TNI AU hujan buatan. Satgas udara terus berupaya
dan memperluas titik api di sejumlah provinsi seperti menyiram titik api kebakaran hutan dan lahan dari
Riau dan menyebabkan kabut asap pekat, pemantik udara dan menyemai awan-awan potensial menjadi
apinya adalah manusia. Tujuannya adalah untuk hujan.
membuka lahan perkebunan. Hal ini dilakukan Satgas darat dari TNI, Polri, BPBD, Manggala
karena pembakaran hutan merupakan cara yang Agni, Damkar, Basarnas, Masyarakat Peduli Api,
paling murah untuk mengubah lahan hutan menjadi dan relawan juga terus beroperasi memadamkan
kebun kelapa sawit, sekaligus mendongkrak harga api di darat. Untuk memperkuat satgas darat TNI
lahan. mendatangkan bantuan 2 SSK (Satuan Setingkat
Pada saat titik-titik api mulai bermunculan Kompi) sekitar 200-300 personil dari Kodam I
kembali di Riau, maka kebakaran hutan dan Bukit Barisan. Mereka akan diperbantukan untuk
lahan (karhutla) di Provinsi Riau akan semakin memadamkan api dan menjaga wilayah-wilayah
meluas. Pemerintah Provinsi Riau kemudian yang rawan dibakar.
16
Kebakaran Hutan Indonesia, http://www.rappler.com/ Pada peristiwa kebakaran hutan di Provinsi
indonesia/104764-kebakaran-hutan-indonesia-cifor, Riau dan sekitaranya awal tahun 2017, Pemerintah
diakses 16 Agustus 2016. Provinsi Riau telah menetapkan Status Siaga Darurat
17
Kasus Kebakaran Hutan, Majelis Hakim Hukum
Penanggulangan Bencana Asap akibat kebakaran
PT NSP Bayar Rp1 Triliun, http://www.mongabay.
co.id/2016/08/12/kasus-kebakaran-hutan-majelis-hakim- hutan dan lahan melalui Keputusan Gubernur Riau
hukum-pt-nsp-bayar-rp1-triliun/, diakses 17 Mei 2017.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 57


nomor Kpts.112/I/2017 tanggal 24 Januari 2017. prinsip akuntabilitas dan transparansi. Sehubungan
Status siaga tersebut berlangsung selama 97 hari dengan hal tersebut maka dipandang penting untuk
dimulai pada tanggal 24 Januari sampai dengan disusun suatu pedoman penggunaan dan pemberian
30 April 2017. Peningkatan status siaga darurat bantuan Dana Siap Pakai yang dikelola Badan
di provinsi rawan karhutla ini bertujuan untuk Nasional Penanggulangan Bencana.
mendorong sumber dana, sumber daya manusia, Pada dasarnya, dana penanggulangan bencana
dan sarana prasarana instansi terkait untuk dapat menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah
digunakan dalam masa kesiapsiagaan menghadapi dan pemerintah daerah yang mana pemerintah dan
bahaya karhutla. Dengan status siaga darurat pemerintah daerah juga mendorong partisipasi
menjadi dasar untuk dibentuk satgas penanganan masyarakat di dalamnya sebagaimana disebut dalam
karhutla yang didalamnya terdiri dari lintas instansi Pasal 60 angka (1) dan (2) UUNo. 24 Tahun 2007.
terkait. Satgas terutama diperkuat oleh satgas Dana penanggulangan bencana itu bersumber dari
penanggulangan udara dan satgas penanggulangan APBN dan APBD. Pada saat tanggap darurat, BNPB
darat.18 menggunakan dana siap pakai yang disediakan
Kementerian Lingkungan Hidup dan oleh Pemerintah dalam anggaran BNPB. Tanggap
Kehutanan telah menempatkan 1 (satu) helicopter darurat itu sendiri adalah serangkaian kegiatan yang
Bell 412 di Pekanbaru, Riau sejak tanggal 18 januari dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
2017, sebagai sarana patrol udara pencegahan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan,
dan pemadaman udara yang dipergunakan oleh yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi
Satgas. Selain itu Kementerian Lingkungan Hidup korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
dan Kehutanan tengah mempersiapkan Patroli pelindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan,
Terpadu Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan serta pemulihan prasarana dan sarana (lihat Pasal 1
dengan target 700 desa rawan kebakaran di 7 angka 10 UU No. 24 Tahun 2007).
provinsi dengan melibatkan Brigade Dalkarhutla Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan- meskipun dana penanggulangan bencana menjadi
Manggala Agni, TNI, POLRI, dan Masyarakat tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
Peduli Api (MPA) sebagai langkah pencegahan dan pemerintah daerah, namun pemerintah daerah
deteksi dini di tingkat tapak. perlu mendorong partisipasi masyarakat dalam
Penanganan bencana, terutama pada tahap penyediaan dana yang bersumber dari masyarakat.
tanggap darurat harus serba cepat sehingga Hal ini sesuai dengan PP No. 22 Tahun 2008 tentang
selain menuntut pengambilan keputusan yang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana.
cepat juga membutuhkan fasilitas pendukung Berdasarkan PP tersebut, dana yang bersumber dari
yang memadai, agar dapat mengurangi serta masyarakat yang diterima oleh pemerintah daerah
meminimalkan penderitaan korban bencana. Di dicatat dalam APBD.
pihak lain, pencairan dana penanggulangan bencana Salah satu alokasi dana penanggulangan
konvensional memerlukan jangka waktu tertentu bencana adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar
dalam proses pencairan dananya, yang tidak sesuai para penyintas bencana. Sebagaimana dikemukakan
untuk diterapkan dalam keadaan darurat bencana. sebelumnya, kebutuhan dasar ini antara lain
Terkait dengan hal tersebut, komitmen penyediaan sanitasi dan air bersih, sandang,
pemerintah dalam Penanggulangan Bencana pangan, layanan kesehatan, layanan psikososial,
adalah mengalokasikan dana siap pakai yang dapat serta penampungan dan tempat hunian. Keenam
digunakan pada tahap tanggap darurat (UU No. kebutuhan dasar tersebut terkait dengan pemenuhan
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana kesehatan lingkungan (kesehatan yang baik dan
Jo Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2008 lingkungan yang berkualitas) bagi para penyintas
tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan bencana pada khusunya dan masyarakat luas pada
Penanggulangan Bencana). Dana Siap Pakai umumnya.
hendaknya digunakan secara efektif dan efisien. Dalam hal bencana kebakaran hutan,
Untuk menghindari kesalahan dan penyimpangan kebutuhan dasar yang menjadi prioritas adalah
pelaksanaannya, penggunaan Dana Siap Pakai harus layanan kesehatan. Salah satu dampak yang terjadi
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan sesuai akibat adanya kebakaran hutan adalah adanya asap
kabut (asbut). Asbut akibat kebakaran hutan di Riau
18
Upaya Antisipasi dan Penanggulangan Kebakaran Hutan telah meresahkan dan mendatangkan penyakit bagi
dan Lahan, http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/
warga. Sejumlah rumah sakit terutama Puskesmas
berita-ppi/2823-perubahan-iklim-upaya-antisipasi-dan-
penanggulangan-kebakaran-hutan-dan-lahan, diakses 17 yang ada di Pekanbaru dibanjiri pasien ISPA,
Mei 2017. terutama anak-anak dan orangtua yang daya tahan

58 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


fisiknya sangat lemah dan harus menghirup udara dalam KAK, karena kedua jenis bencana tersebut
yang sudah tidak sehat akibat asap kebakaran hutan secara nyata juga telah terjadi pada wilayah Jawa
(Suryani, 2012). Tengah yaitu tsunami di wilayah Cilacap dan
Berbagai dampak kesehatan akibat terpapar Kebumen. Sedangkan ancaman gunung meletus
asbut yang terkait dengan kebakaran hutan di yaitu Gunung Merapi terjadi di wilayah Kabupaten
8 provinsi di Indonesia (Kalimantan Tengah, Magelang, Klaten, dan Boyolali.
Kalimantan Timur, Jambi, Riau, Kalimantan Untuk mengatisipasi berbagai bencana tersebut,
Selatan, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan kesiapsiagaan bencana terus dilakukan di Jawa
Sumatera Barat) pada bulan September sampai Tengah. Selain menggunakan penerapan Early
dengan November 1997 seperti yang ditunjukkan Warning System (EWS) yang dapat mendeteksi
pada Tabel 8. bencana sejak dini di wilayah paling rawan
Tabel 8. Berbagai Dampak Kesehatan
Akibat Asbut dari Kebakaran Hutan19
Dampak Kesehatan Jumlah Kasus
Kematian 527
Asma 298.125
Bronkhitis 58.095
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) 1.446.120
Kendala untuk melakukan kegiatan harian 4.758.600
Peningkatan perawatan pasien rawat jalan 36.462
Peningkatan Pasien rawat inap 15.822
Kehilangan hari kerja 2.446.352
Sumber: Kementrian Negera Lingkungan Hidup dan UNDP, 1998.

Mengingat sedemikian pentingnya dampak bencana, komunikasi dengan masyarakat juga terus
kesehatan bagi para penyintas bencana kebakaran ditingkatkan. Sehingga, informasi kejadian bencana
hutan dan lahan, maka alokasi anggaran yang dapat segera diterima untuk selanjutnya dilakukan
mencukupi untuk penyediaan layanan kesehatan penanganan. Salah satu upayanya, dengan
dalam rangka mengobati dan mencegah masyarakat menyebarkan nomor posko BPBD provinsi maupun
yang terkena dampak menjadi sangat penting. kabupaten/kota melalui media massa, jejaring
Apabila kualitas udara sudah melebihi baku sosial, kantor pemerintahan, dan sebagainya.
mutu yang ditetapkan, maka evakuasi warga ke Berdasarkan paparan dari BPBD Jawa Tengah,
lokasi yang lebih aman sangat diperlukan. Seperti penanggulangan berbagai bencana alam yang kerap
halnya pada kabut asap di Riau, beberapa tempat melanda Provinsi Jawa Tengah, seperti kekeringan,
dijadikan rumah singgah. Di tempat tersebut kebakaran, banjir dan bencana lainya, dilakukan
disediakan valbed, tabung oksigen dan keperluan dengan melaksanakan beberapa kegiatan seperti:
lainnya sehingga masyarakat yang membutuhkan –– Distribusi air bersih untuk daerah rawan
perawatan bisa tinggal di sana. Di rumah singgah kekeringan;
juga penting untuk disediakan air purifier untuk –– Penyelenggaran posko siaga bencana serta tim
menjernihkan udara serta blower untuk mendorong pelaksana pemadam kebakaran;
udara kotor keluar dan memutar udara bersih. Oleh –– Perahu karet, dan tim distribusi air bersih guna
karena itu, untuk sarana dan prasarana kesehatan di penanganan bencana kekeringan, banjir tanah
lokasi penampungan sangat diperlukan. longsor puting beliung, gempa bumi;
–– Distribusi logistik maupun bahan bangunan
Kebijakan Penanggulangan Bencana di Provinsi rumah untuk penanganan bencana;
Jawa Tengah –– Monitoring, pemantauan langsung di lokasi
Jenis bencana alam yang sering terjadi di kejadian bencana dan pelaporan kabupaten/
Provinsi Jawa Tengah adalah banjir, kekeringan, kota di Provinsi Jawa Tengah.
tanah longsor, kebakaran, angin ribut, abrasi dan
rob, gempa bumi, tsunami, serta gunung meletus. 19
Kebakaran Hutan dan Lahan,” http://pdf.wri.org/
Dua jenis bencana yang terakhir disebut pada daftar indoforest_chap4_id.pdf, diakses 1 Februari 2017.
di atas adalah tambahan yang belum tercantum

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 59


Untuk mengantisipasi potensi dan tingginya longsor sudah dikenali. Adapun upaya penanaman
kejadian bencana di Jawa Tengah, Pemerintah pohon sebagai pengikat tanah kurang mendapat
Provinsi Jawa Tengah juga telah menerbitkan tanggapan masyarakat karena dalam jangka pendek
beberapa peraturan di bidang penanggulangan dapat merugikan secara ekonomi, dikarenakan
bencana, antara lain: tanaman pencegah longsor tersebut menaungi
1. Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Jawa Tengah tanaman pertanian yang menghasilkan pendapatan
Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi dan bagi masyarakat. Begitu juga menghindari hunian
Tata Kerja Lembaga Lain Daerah Provinsi di tempat yang miring, sulit dilakukan warga
Jawa Tengah; karena alasan kepemilikan lahan dan dekat dengan
2. Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang tempat kerja. Kurangnya partisipasi masyarakat
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di pada tahapan prabencana menyebabkan berbagai
Daerah Jawa Tengah; berbagai bencana tetap banyak terjadi.
3. Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Tengah Partisipasi masyarakat saat terjadi bencana
Nomor 101 Tahun 2008 tentang Penjabaran dinilai cukup baik dan antusiasmenya tinggi. Bentuk
Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Sekretariat partisipasi masyarakat berupa keterlibatan mereka
Badan Penanggulangan Bencana Daerah dalam pemberian informasi ke satlak, evakuasi
(BPBD) Provinsi Jawa Tengah; maupun bantuan pendanaan. Tetapi mengingat adanya
4. Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor kepanikan para penyintas bencana menyebabkan
120/42/2010 tentang Penetapan Unsur kesulitan koordinasi dan pendistribusian bantuan.
Pengarah Penanggulangan Bencana Daerah Pendataan sebelum terjadi bencana memegang
Provinsi Jawa Tengah Periode 2010-2015. peranan penting sehingga upaya perhitungan,
penyaluran bantuan, dan pertolongan kepada korban
Permasalahan umum yang sering terjadi
lebih cepat dilakukan. Seperti halnya penanganan
dalam penanggulangan bencana di Provinsi
bencana lain, peranan kebijakan daerah mampu
Jawa Tengah adalah tindakan antisipasi saat itu
memberikan kepastian tugas satlak. Kebijakan daerah
belum sepenuhnya direncanakan. Tindakan masih
telah dituangkan dengan jelas, termasuk tugas dari
dalam bentuk spontanitas pada saat kejadian
masing-masing instansi terkait. Namun dinilai masih
berlangsung, sehingga korban pun cukup banyak
terkendala dalam implementasinya. Terutama dalam
dan mengakibatkan trauma. Banyak yang tidak
hal koordinasi ketika tidak terjadi bencana. Koordinasi
tertangani secara sempurna. Di samping itu juga
akan lebih cepat terjalin ketika ada kesamaan masalah
informasi-informasi dini akan terjadi bencana alam
di antara anggota satlak dan masyarakat. Namun
masih sangat kurang terutama di tingkat masyarakat
kebijakan yang ada kurang mengakomodir kegiatan
atau penduduk pada daerah rawan bencana alam.
prabencana dan pascabencana, serta kurang aspiratif
Berbagai permasalahan tersebut dapat terjadi
dalam masalah pendanaan.
karena penanganan prabencana dan pascabencana
Mengingat jenis bencana yang sangat beragam
kurang dilakukan. Kesulitannya terletak pada
yang kerap menimpa Provinsi Jawa Barat, maka
tugas kelembagaan satuan pelaksana (satlak) yang
prioritas dimensi pemenuhan dasarnya juga tentu
hanya menempel (pelengkap) bukan sebagai fokus
berbeda. Pada kejadian bencana kekeringan,
lembaga yang khusus menangani bencana. Anggota
pemenuhan air bersih menjadi sangat prioritas. Pada
satlak tersebar di beberapa instansi pemerintah,
tahun 2012, laporan terdampak bencana kekeringan/
swasta, dan masyarakat. Akibatnya ketika ada
kekurangan air bersih di Provinsi Jawa Tengah,
upaya antisipasi bencana, satlak kurang berfungsi
sebanyak 17 kabupaten (649.207 KK, 975 desa
karena adanya tugas lain di instansi masing-masing
di 164 kecamatan). Oleh karena itu, dalam upaya
lebih diutamakan dibandingkan tugas sebagai
penanganan darurat bencana kekeringan (cuaca
anggota Satlak. Instansi memiliki tugas ganda yang
ekstrim kering) tahun 2012 lalu, pemerintah telah
masing-masing merupakan kewajiban yang tidak
mengalokasikan dana sebesar Rp8.971.399.000.
bisa ditinggalkan.
BNPB melalui BPBD Provinsi Jawa Tengah
Upaya percepatan penanganan bencana dapat
telah menyalurkan dana siap pakai dalam rangka
dilakukan dengan adanya partisipasi publik dan
penanganan darurat bencana kekeringan kekurangan
keterlibatan pemerintah lintas sektor. Misalnya,
air bersih, yang penggunaannya untuk dropping air,
pada prabencana masyarakat kurang berperan
pengadaan peralatan penunjang penyediaan air bersih,
dalam pencegahan terjadinya longsor. Misalnya
dan eksploitasi sumber air seperti pembuatan sumur
masyarakat kurang berperan dalam menutup
bor dan pipanisasi (BPBD Jawa Tengah).
retakan agar tidak semakin melebar maupun
Sementara dana yang disiapkan untuk siaga
sebagian tidak segera mengungsi ketika tanda-tanda
darurat bencana angin, banjir dan tanah longsor (cuaca

60 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


ekstrim basah) tahun 2012-2013 adalah sebesar masyarakat sedemikian luas. Tidak hanya dari aspek
Rp9.005.000.000. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan, namun juga berdampak pada sosial-
bagi sebagian besar para penyintas bencana longsor ekonomi masyarakat. Misalnya apabila terjadi
adalah penampungan dan tempat tinggal. Mengingat bencana maka para penyintas bencana kehilangan
rumah atau daerah yang mereka tinggali selama ini tempat tinggal, terganggu pekerjaannya bahkan
sudah tidak memungkinkan lagi untuk dihuni. Pada seringkali korban harta dan jiwa terjadi.
tahun 2014 lalu, pemerintah melalui Kementerian Berdasaran pengolahan data kuesioner,
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pemenuhan kebutuhan dasar bidang kesehatan
segera melakukan perbaikan jalan dan menyediakan lingkungan bagi para penyintas bencana di Provinsi
sarana dan prasarana di kawasan relokasi pemukiman Riau telah dilakukan dengan baik (skor sebesar
korban bencana longsor di Banjarnegara, Provinsi 65,28%). Pemenuhan kebutuhan air bersih dan
Jawa Tengah. Kemudian akan segera dibangun sanitasi, pangan, pelayanan kesehatan, pelayanan
sebanyak 147 Rumah Instan Sederhana Sehat psikososial, serta pemenuhan penampungan dan
(Risha) bagi para korban. Risha merupakan produk tempat hunian telah dipenuhi dengan cukup baik.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Demikian juga sandang telah dipenuhi dengan baik.
PUPR. Selain itu juga akan disediakan akses sanitasi Pemenuhan kebutuhan dasar yang menjadi prioritas
layak dan fasilitas air minum. Untuk meningkatkan di provinsi adalah layanan kesehatan, kemudian
akses masyarakat sekaligus memudahkan upaya rumah/tempat singgah sebagai penampungan bagi
pertolongan, pemerintah juga memperbaiki jalan- para korban asap kabut yang dikarenakan kebakaran
jalan yang tertutup dan rusak akibat tergerus hutan dan lahan.
longsor.20 Sedangkan pemenuhan kebutuhan dasar Sedangkan hasil rekapitulasi jawaban di
lainnya seperti sandang, pangan dan layanan Provinsi Jawa Tengah, sebaran jawaban responden
kesehatan juga sangat diperlukan khususnya bagi menunjukkan bahwa skor yang diperoleh 71,06
para penyintas bencana yang kehilangan rumahnya persen dari kriteria yang ditetapkan. Nilai tersebut
dan harus tinggal di tempat penampungan sementara terletak pada daerah baik. Artinya responden
yang disiapkan pemerintah. berpendapat bahwa pemenuhan kebutuhan dasar
Namun demikian, permasalahan pendanaan bidang kesehatan lingkungan bagi para penyintas
masih dihadapi dalam penanggulangan bencana bencana telah dilakukan dengan baik. Pemenuhan
di Jateng. Bantuan dana sarana prasarana dari kebutuhan air bersih dan sanitasi, pangan, sandang,
masyarakat diharapkan dapat mengatasi minimnya pelayanan kesehatan telah dipenuhi dengan
alat berat yang dimiliki Pemerintah Provinsi Jawa baik, sedangkan pelayanan psikososial serta
Tengah. penampungan dan tempat hunian telah dipenuhi
dengan cukup baik. Berbagai kebutuhan dasar
Penutup yang menjadi prioritas untuk disediakan di provinsi
Simpulan ini bergantung pada tipe bencananya. Air bersih
Jenis bencana yang kerap terjadi di Provinsi sangat diperlukan pada saat bencana kekeringan,
Riau adalah kebakaran hutan. Kondisi iklim dan tempat hunian dan penampungan diperlukan bagi
lahan di provinsi ini yang didominasi lahan gambut para korban banjir dan tanah longsor, sementara
menyebabkan potensi kebakaran lahan dan hutan penyediaan pangan dan sandang juga menjadi
yang kemudian diikuti dengan sebaran kabut asap prioritas, terutama bagi para penyintas bencana
menjadi kian besar. Dengan demikian dampak yang tinggal di pengungsian.
negatif dari segi kesehatan yang disebabkan oleh Berbagai kebijakan dan program telah dilakukan
kualitas udara yang buruk akan dirasakan langsung Pemerintah Provinsi Riau bekerja sama dengan
oleh para penyintas bencana. berbagai instansi terkait misalnya TNI, Polri, dan
Sedangkan untuk Provinsi Jawa Tengah, ragam juga berbagai organisasi dan komunitas masyarakat
jenis bencana alam kerap terjadi di wilayah ini, dalam mengantisipasi bencana kebakaran lahan dan
sehingga menempati peringkat pertama nasional hutan. Status siaga darurat ditetapkan pemerintah
sebagai provinsi paling rawan bencana. Bencana untuk memaksimalkan penanganan karhutla. Upaya-
banjir, tanah longsor, gelombang pasang/abrasi, dan upaya teknis lainnya dilakukan untuk memadamkan
gempa bumi merupakan bencana dengan frekuensi titik api dan menghambat penyebaran api ke lokasi
kejadian tertinggi. Mengacu pada berbagai kejadian lainnya.
bencana tersebut, maka dampak negatif bagi Sementara itu komitmen Pemerintah Jawa
Tengah dalam upaya penanggulangan bencana dan
20
“Pemerintah Siapkan RISHA untuk Relokasi Korban
Longsor Banjarnegara,” http://www.pu. go.id/main/ pemenuhan kebutuhan dasar bagi para penyintas
view/9908. diakses 4 Maret 2017. bencana dilakukan mulai dari gubernur, BPBD

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 61


provinsi, dinas terkait, hingga ke masyarakat. DAFTAR PUSTAKA
Kesiapsiagaan menghadapi bencana dilakukan
dengan penerapan Early Warning System (EWS)
yang dapat mendeteksi bencana sejak dini di Jurnal
wilayah paling rawan bencana. Posko-posko dibuat Kamadhis. 2007. Eka-Cita Bersatu dalam Dharma.
untuk memenuhi kebutuhan dasar para penyintas Buletin Kamadhis UGM Nomor. XXVII/
bencana. Selain itu sosialiasi dan pemberian September/2007, Yogyakarta.
informasi kerap diberikan kepada masyarakat agar Moe, Tun Lin, Pathranarakul P. 2006. An Integrated
masyarakat dapat turut berperan serta secara aktif Approach to Natural Disaster Management. Disaster
dalam upaya penanggulangan bencana. Dari segi Prevention and Management Journal . Vol. 15 No.
regulasi beberapa peraturan telah ditetapkan dalam 3. 2006. hal. 396-413.
upaya penanggulangan bencana, baik itu dalam Suryani, Anih Sri. 2012. Penanganan Asap Kabut Akibat
bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Gubernur dan Kebakaran Hutan Di Wilayah Perbatasan Indonesia.
juga Keputusan Gubernur. Aspirasi Vol. 3 No. 1, Juni 2012.
Saran Widayatun dan Zainal Fatoni. 2013. Permasalahan
Penanggulangan bencana hendaknya bukan Kesehatan Dalam Kondisi Bencana: Peran Petugas
hanya dimaksudkan untuk rehabilitasi fisik tetapi Kesehatan dan Partisipasi Masyarakat. Jurnal
juga membangkitkan kegiatan usaha, penyediaan Kependudukan Indonesia. Vol. 8 No.1 Tahun 2013
sarana umum, serta kegiatan ekonomi produktif (ISSN 1907-2902).
lainnya. Sesuai dengan standar SPHERE dalam
Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Buku
Respons Bencana, kegiatan-kegiatan tanggap- Barnard, I. Chester. 1992. Organisasi dan Manajemen
Struktur, Perilaku dan Proses. Jakarta: Gramedia.
darurat maupun rehabilitasi dan rekonstruksi harus
diupayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan Cambel, JP. 1989. Riset Dalam Efektivitas Organisasi,
minimum masyarakat dan memastikan bahwa terjemahan Sahat Simamora. Jakarta: Erlangga.
masyarakat korban bencana selanjutnya dapat Carter, W. Nick. 1991. A Disaster Manager’s Handbook.
berfungsi kembali secara fisik, sosial dan ekonomi Manila: Asian Development Bank.
yang produktif secara berkelanjutan. Dengan
Dunn, William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan
demikian damage and loss assessment harus Publik. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
dilakukan dengan mengutamakan keberlanjutan
kegiatan usaha (livelihood) bukan sekadar Fakhriyani. 2011. Implementasi Kebijakan Mitigasi
rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan fisik. Bencana Gempa dan Tsunami Pemerintah Kota
Padang, Skripsi. Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu
Manajemen bencana kesehatan sebaiknya
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Andalas.
ditempatkan pada jajaran tinggi kementerian
kesehatan. Program ini menjadi tanggung jawab G. Bankoff, G. Frerks, D. Hilhorst. 2003. Mapping
di tingkat nasional atau pusat, di tingkat provinsi Vulnerability: Disasters, Development and People.
atau regional, departemen epidemiologi maupun (eds.) (21 November 2003) ISBN ISBN 1-85383-
instansi yang berwenang dalam bidang kesehatan 964-7.
lingkungan. Keberadaan rumah sakit maupun pusat Glover, David, Timothy Jessup. 2002. Mahalnya Harga
pelayanan kesehatan lainnya beserta fasilitasnya, Sebuah Bencana. Bandung: Penerbit ITB.
institusi jaminan sosial yang mapan, organisasi yang Haryanto, Agus Joko. 2012. Manajemen Bencana dalam
bergerak dalam bidang bantuan kemanusiaan dan Menghadapi Ancaman Bencana Industri di PT
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan Lautan Otsuka Chemical Cilegon. Thesis. Fakultas
pilar-pilar yang harus tersedia dengan baik dan Kesehatan Masyarakat. Magister Keselamatan dan
mencukupi dalam mendukung upaya pemenuhan Kesehatan Kerja. Universitas Indonesia.
kebutuhan dasar para penyintas dan korban bencana. Hidayat, Bambang. 2002. Bencana Mengancam
Indonesia. Jakarta: Kompas
Pan American Health Organization. tt. Natural Disaster:
Protecting The Public’s Health. Jakarta: EGC.
Setiono, Kusdwiratri, Johan S. Masjur, Anna
Alisyahbana. 2010. Manusia, Kesehatan dan
Lingkungan. Bandung: PT Alumni.

62 | Aspirasi Vol. 8 No. 1, Juni 2017


Soemirat, Juli. 2011. Kesehatan Lingkungan. Pemerintah Siapkan RISHA untuk Relokasi Korban
Yogyakarata: Gadjah Mada University Press. Longsor Banjarnegara. http://www.pu.go.id/main/
view/9908. diakses 4 Maret 2017.
Suryani. Anih Sri. 2012. Upaya Penanggulangan
Bencana Alam: Suatu Tinjauan Terhadap Kegiatan Perempuan dan Anak-anak Kelompok Rentas Saat
Kepalangmerahan dalam Perspektif Peningkatan Bencana, http://m.covesia.com/berita/18937/
Kualitas Kesehatan Lingkungan, dalam Buku perempuan-dan-anak-anak-kelompok-rentan-saat-
Masalah Kepalangmerahan Suatu Tinjauan dari bencana.html, diakes 5 Mei 2017.
Aspek Hukum dan Sosial. A. Muchaddam Fahham
Polusi Asap Asia Tenggara 2015, https://id.wikipedia.
(Penyunting). Jakarta: P3DI Setjen DPR RI dan
org/wiki/Polusi_asap_Asia_Tenggara_2015,
Azza Grafika.
diakses 9 Juni 2016.
UNISDR. 2009. UNISDR Terminology on Disaster Risk
Posisi Indonesia dan Kerentanan Terhadap Bencana,
Reduction, United Nations: Jeneva p. 9.
Buletin Penataan Ruang, www.nitropdf.com
diakses tanggal 11 Oktober 2016.
Internet
Bappenas: Kerugian Bencana di Indonesia Capai Rp Psikologi Bencana, Pelayanan Penyintas –Disaster
162 Triliun, http://bisniskeuangan. kompas.com/ Psychology, http://www.academia.edu/254528/
read/2014/10/09/193100726/Bappenas.Kerugian. Psikologi_Bencana_-_Pelayanan_ Penyintas_-_
Bencana.di.Indonesia.Capai.Rp.162.Triliun, Disaster_Psychology, diakses 17 Mei 2017.
diakses 9 Juni 2016. Sanitasi Darurat Daerah Bencana, http://www.
Dampak Kabut Asap Diperkirakan Capai Rp 200 indonesian-publichealth.com/sanitasi-bencana/,
Trilliun, http://www.bbc.com/indonesia/ berita_ diakses 10 Mei 2017.
indonesia/2015/10/151026_indonesia_kabutasap, Standar minimal pelayanan air bersih dan sanitasi pada
diakses 9 Juni 2016. daerah bencana, http://www.bapelkescikarang.
Dampak Kebakaran Riau, http://lem.fkt.ugm. or.id/single.php?idartikel=AR105, diakses 10 Mei
ac.id/2014/03/dampak-kebakaran-riau/, diakses 1 2017.
Februari 2017. Upaya Antisipasi dan Penanggulangan Kebakaran Hutan
Derita Korban Bencana Alam belum Usai, http://news. dan Lahan, http://ditjenppi.menlhk.go.id/index.php/
liputan6.com/read/4736/derita-korban-bencana- berita-ppi/2823-perubahan-iklim-upaya-antisipasi-
alam-belum-usai, diakes 5 Mei 2017. dan-penanggulangan-kebakaran-hutan-dan-lahan,
diakses 17 Mei 2017.
Inilah Tujuh Penyebab Kebakaran Hutan dan Lahan di
Riau Menurut SBY, http://www.driau.com/2014/03/ Natawidjaja, Danny Hilman. tt. Geoteknologi, LIPI.
inilah-tujuh-penyebab-kebakaran-hutan.html, Tectonic Setting Indonesia dan Pemodelan Sumber
diakses 2 Februari 2017. Gempa dan Tsunami, http://www.politikindonesia.
com/index.php?k=pendapat&i=34958-
Kasus Kebakaran Hutan, Majelis Hakim Hukum PT Tectonic%20Setting%20Indonesia%20dan%20
NSP Bayar Rp1 Triliun, http://www.mongabay. Pemodelan%20Sumber%20Gempa%20dan%20
co.id/2016/08/12/kasus-kebakaran-hutan-majelis- Tsunami%20(2) diakses 11 Oktober 2012.
hakim-hukum-pt-nsp-bayar-rp1-triliun/, diakses 17
Mei 2017. Prawiroharjo, Ermawan. Jurnal Manajemen Bencana.
http://www.academia.edu/7395570/Jurnal_
Kebakaran Hutan dan Lahan, http://pdf.wri.org/ Manajemen_Bencana, diakses 1 Februari 2017.
indoforest_chap4_id.pdf, diakses 1 Februari 2017.
Kebakaran Hutan Indonesia. http://www.rappler.com/ Dokumen dan Perundang-undangan
indonesia/104764-kebakaran-hutan-indonesia- Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
cifor, diakses 16 Agustus 2016. Penanggulangan Bencana.
Kebijakan Penanganan Pengungsi Bencana. https:// Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan
www.bnpb.go.id/home/detail/1695/Kebijakan- Akibat Bencana. Kementerian Kesehatan 2011.
penanganan-pengungsi-bencana, diakses 7 Mei
Rencana Nasional Penanggulangan Bencana 2015-2019.
2017.
BNPB. 2014.
Korban Longsor Jawa Tengah, 47 Tewas dan 15
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Provinsi Jawa
hilang, http://www.bbc.com/indonesia/berita_
Tengah 2012-2016.
indonesia/2016/06/160620_indonesia_longsor_
purworejo, diakses 17 Januari 2017.

Anih Sri Suryani, Pemenuhan Kebutuhan Dasar Bidang Kesehatan Lingkungan | 63

You might also like