You are on page 1of 12

DDC: 335.

MEMBANGUN DEMOKRASI EKONOMI:


STUDI POTENSI KOPERASI MULTI-STAKEHOLDERS
DALAM TATA KELOLA AGRARIA INDONESIA
Dodi Faedlulloh
Universitas 17 Agustus 1945, Jakarta
Email: dodifaedlulloh@gmail.com

Diterima: 25-4-2016 Direvisi: 9-5-2016 Disetujui: 10-6-2016

ABSTRACT
As a country that once called as an agrarian country where most of its people were farmers, the situation of
agrarian in Indonesia shows the opposite. Land is the source of human life that was dominated by a handful of
parties which cater to reach the coffers profit. The hope of people’s welfare is still a problem that has not been
completed. Social inequalities are becoming even rampant. The implication of social inequalities resulted in
agrarian conflicts in many regions of Indonesia. Resistance of the people in agrarian conflicts is getting bigger.
This shows people’s awareness of their rights. Agrarian governance in Indonesia has been stripped away the
spirit of economic democracy initiated by the founding fathers. Therefore, the governance paradigm in agrarian
must return to the spirit of economic democracy. The method used in this paper is the study of literature and the
phenomenological approach to observe the realities that are relevant to the assessment of the potential economic
democracy in the governance of agrarian studies in Indonesia. All people have the right to have equal access
and not to be oppressed in the use of agrarian resources. One form of the concrete actualization of economic
democracy is by developing the cooperation as an alternative solution of agrarian governance in Indonesia. With
multi-stakeholder cooperation, agrarian reform can re-discover the substantive meaning, in which there is no
longer monopoly of the land and the people’s welfare becomes possible.

Keywords: agrarian, economic democracy, agrarian conflict, cooperation

ABSTRAK
Sebagai negara yang pernah memiliki predikat negara agraris karena sebagian besar rakyatnya adalah petani,
situasi agraria di Indonesia kini justru menunjukkan hal sebaliknya. Tanah yang merupakan sumber kehidupan
manusia justru dikuasai oleh segelintir pihak yang diperuntukkan bagi meraih keuntungan. Harapan tentang rakyat
yang sejahtera masih menjadi pekerjaan rumah yang belum usai. Ketimpangan sosial semakin hari justru merajalela.
Implikasinya, konflik agraria terjadi di banyak daerah di Indonesia. Perlawanan rakyat dan para petani dalam konflik
agraria semakin besar. Hal ini menunjukkan kesadaran rakyat atas hak-haknya. Tata kelola agraria di Indonesia
sudah jauh menanggalkan semangat demokrasi ekonomi yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa. Oleh karena
itu, paradigma dalam tata kelola agraria harus kembali pada semangat demokrasi ekonomi. Metode kajian yang
digunakan dalam tulisan ini adalah studi kepustakaan dan menggunakan pendekatan fenomenologis, yakni dengan
melakukan pengamatan pada realitas yang relevan dengan kajian tentang potensi demokrasi ekonomi dalam studi
tata kelola agraria di Indonesia. Seluruh rakyat berhak memiliki akses yang setara dan tidak saling melakukan
eksploitasi dalam memanfaatkan sumber daya agraria. Salah satu bentuk aktualisasi konkret demokrasi ekonomi
tersebut adalah dengan mengembangkan koperasi sebagai alternatif solusi tata kelola agraria di Indonesia. Dengan
koperasi multi-stakeholders, reforma agraria bisa kembali menemukan maknanya yang substantif, yaitu tidak ada
lagi monopoli atas tanah dan kesejahteraan rakyat menjadi mungkin.

Kata Kunci: agraria, demokrasi ekonomi, konflik agraria, koperasi

65
PENDAHULUAN Pada bagian awal, tulisan ini akan mengulas
Indonesia dahulu dikenal sebagai negara agraris tentang problem dari kasus agraria di Indonesia,
karena sebagian besar mata pencarian rakyat- terutama dalam permasalahan ketimpangan kepe-
nya bergelut di bidang pertanian. Saat awal milikan lahan. Selanjutnya, pembahasan dibagi
kemerdekaan, sekitar 65% penduduk Indonesia ke dalam dua bagian. Pertama, akan diuraikan
adalah petani, dan sumbangan sektor ini bagi tentang konsep demokrasi ekonomi. Demokrasi
produk domestik bruto (PDB) sebesar 50% ekonomi penting sebagai penyeimbang de-
(Dahuri, 2016). Namun, pada saat ini, julukan mokrasi politik, yang sejak reformasi hadir pada
tersebut patut dipertanyakan. Gambaran terbaru 1998 sampai saat ini belum memberikan dampak
hasil data litbang Kompas, 28 Januari 2016, signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.
misalnya, menyatakan bahwa 56% aset berupa Kedua, menjelaskan tentang upaya realisasi
properti, tanah, dan perkebunan dikuasai oleh demokrasi ekonomi dengan konsep koperasi
0,2% penduduk Indonesia. Data ini ditambah multi-stakeholders sebagai alternatif tata kelola
data sensus pertanian 2013, yang menginforma- agraria. Penjelasan ini dilengkapi dengan model
sikan tingginya jumlah petani kecil. Sebanyak dari koperasi multi-stakeholders tersebut. Bagian
26,14 juta petani hanya berlahan rata-rata 0,89 terakhir adalah simpulan berupa refleksi dan
ha, sedangkan 14,25 juta lainnya memiliki la- penegasan alternatif tawaran solusi yang dapat
han rata-rata kurang dari 0,5 ha. Adapun indeks mengatasi permasalahan agraria yang terjadi di
koefisien Gini Indonesia, dari data yang dirilis Indonesia. Adapun metode kajian yang digunakan
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Maret 2015, dalam tulisan ini adalah studi kepustakaan, yakni
menyatakan sudah mencapai angka 0,41. Berke- menelusuri ragam referensi dari pustaka-pustaka
naan dengan ketimpangan kepemilikan lahan yang ada dan berkaitan dengan permasalahan
ini, secara historis, terdapat preposisi penting yang sedang dikaji untuk memperkaya kerangka
bahwa ada hubungan linier antara struktur pen- teoretik, serta mengumpulkan data-data primer
guasaan lahan dan pendapatan rumah tangga di dan sekunder melalui bahan-bahan tulisan
pedesaan. Kepemilikan lahan memegang faktor dalam berbagai bentuk, yang diharapkan dapat
utama dalam ketidaksetaraan struktur pendapatan memudahkan penulis dalam melakukan studi ini.
(Supriyati, Saptana, & Supriyatna, 2003). Selanjutnya, tulisan ini menggunakan pendekatan
fenomenologis, yakni dengan mengamati realitas
Pemerintah tidak bisa berdiam diri dalam
yang relevan dengan kajian tentang potensi de-
menghadapi permasalahan agraria yang semakin
mokrasi ekonomi dalam studi tata kelola agraria
hari semakin meningkat. Berarti selama ini masih
di Indonesia.
ada permasalahan yang melekat dalam kebijakan
dan praktik tata kelola agraria di Indonesia.
Pertanyaan besar selanjutnya, lantas apa yang MENCARI AKAR MASALAH
bisa dilakukan pemerintah? Salah satu langkah Walaupun sudah lebih dari 70 tahun negeri ini
yang bisa diambil adalah kembali menjangkarkan merdeka, ternyata cita-cita para pendiri bangsa
kebijakan dan praktik tata kelola agraria kepada tentang harapan mencapai kesejahteraan rakyat
aras demokrasi ekonomi yang selama ini jauh di- masih belum terwujud. Mohammad Hatta pernah
tinggalkan oleh pemerintah. Padahal, demokrasi memiliki harapan besar bahwa pertanian selayak-
ekonomi sesuai dengan semangat konstitusi yang nya ditempatkan sebagai basis perekonomian
menekankan pada visi keadilan sosial, bukan nasional (Nugroho, 2010). Begitu pula Soekarno
mengandalkan pertumbuhan ekonomi semata. menempatkan reforma agraria sebagai dasar
Tulisan ini tentu tidak bermaksud merayakan fundamental dalam pembangunan Indonesia
romantisme “warisan” para pendiri bangsa, tetapi yang berproses menuju masyarakat sosialistik
justru menjadi ikhtiar melakukan otokritik terha- berdasarkan pada Pancasila. Hal tersebut dike-
dap demokrasi yang pernah lahir, diperjuangkan, mukakan oleh pendiri bangsa untuk menggapai
dan berkembang di Indonesia selama ini. keadilan sosial dengan cara memperkuat dan
memperluas kepemilikan tanah yang dimiliki

66 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


langsung oleh para penggarap, bukan dimiliki petani turun. Dari tiga bulan terakhir (Oktober,
oleh segelintir pihak. Akan tetapi, situasi kekinian November, dan Desember) pada 2015, karena
justru berbeda. Pertanian diserbu oleh serangan
Tabel 1. Upah Riil Harian Petani
kapital, hak-hak agraria rakyat diinjak oleh
proyek-proyek industri dan percepatan ekonomi. Tahun
2014 2015
Bulan
Banyak rakyat, yang terusir dari tanah-tanahnya,
Oktober 38.955 37.918
akhirnya harus rela dipaksa beradaptasi menjadi
November 38.466 37.822
buruh sesuai dengan kebutuhan dan kehendak
Desember 37.839 37. 486
pasar. Rachman (2015) menggambarkan, ekspansi
Sumber: Data BPS (2015)
sistem-sistem produksi kapitalis akan memaksa
perubahan kehidupan rakyat. Keadaan kampung, tergerus nilai inflasi, upah para petani di Indo-
ladang, sawah, hutan, sungai, dan pantai mereka nesia menurun dibandingkan pada 2014.
telah, sedang, dan akan terus diubah oleh industri Bila ditilik, potensi pertanian dan sumber
pengerukan (batu bara, timah, nikel, pasir besi, daya alam yang dimiliki tanah Indonesia sebenar-
bauksit, emas, semen, marmer, dan sebagainya), nya sangat besar dan bisa menjadi sumber ke-
industri pulp and paper, industri perkebunan hidupan dan penghidupan rakyat. Namun, sampai
kelapa sawit, industri perumahan dan turisme, saat ini kemiskinan seolah-olah tidak bisa terlepas
industri manufaktur, dan sebagainya. dari keseharian hidup rakyat Indonesia. Apabila
Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Suse- mempelajari benar soal mengapa menjadi miskin,
nas) yang dirilis BPS (2015) menginformasikan terlebih pada konteks permasalahan agraria di In-
angka kemiskinan di Indonesia masih tinggi, donesia, kemiskinan di Indonesia tak lain adalah
yakni sampai September 2015 ada 28,51 juta jiwa pemiskinan yang tercipta karena faktor struktural.
(11,13%) yang terkategorikan sebagai penduduk Sumber kehidupan rakyat direbut oleh negara dan
miskin. Angka ini justru bertambah dari tahun kekuatan kapitalisme yang sudah hegemonik di
sebelumnya, yakni pada bulan yang sama 2014 negeri ini. Hal ini merupakan paradoks. Beberapa
angka kemiskinan rakyat Indonesia berjumlah temuan penelitian mengungkapkan negara meru-
27,73 juta penduduk (10,96%). Kemiskinan pakan salah satu faktor penting penyebab konflik
memang merupakan permasalahan yang sangat agraria, sementara solusi konflik itu sendiri sangat
kompleks, dan persoalan agraria merupakan salah bergantung pula pada negara (Bachriad, 2001;
satu bagian dari kompleksitas tersebut. Data BPS Lucas, 1997; Ruwiastuti, 1997; Fauzi, 1999).
(2015) menginformasikan bahwa upah buruh riil Maka tak mengherankan jika fenomena yang se-

Sumber: Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS (2015)


Gambar 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin 2009–2015

Dodi Faedlulloh | Membangun Demokrasi Ekonomi: ... | 67


benarnya ironi, tetapi telah menjadi pemandangan 9 kasus (4%), serta pertanian dan pesisir-kelautan
biasa terjadi di tanah air ini, yaitu konflik agraria. 4 kasus (2%). Berdasarkan pada laporan data
Konflik agraria, dari segi dimensi struktural- konflik agraria KPA di 35 provinsi, enam besar
vertikal, bukanlah perkara kelangkaan sumber provinsi “penyumbang” konflik agraria pada
daya tanah saja, melainkan perebutan sumber 2015 adalah; (1) Riau sebanyak 36 konflik
daya agraria berupa ekspansi besar-besaran oleh (14,4%); (2) Jawa Timur 34 konflik (13,6%); (3)
pemodal untuk menguasai sumber daya agraria Sumatera Selatan 23 konflik (9,2%); (4) Sulawesi
yang sebelumnya dikuasai rakyat. Konflik juga Tenggara 16 konflik (6,4%); (5) Jawa Barat dan
kerap terjadi dalam konteks pemaksaan terhadap Sumatera Utara 15 konflik (sama-sama 6,0%);
komoditas tertentu yang dimaksudkan untuk serta (6) Lampung 12 konflik (4,8%). Di luar data
mendorong kebutuhan pasar, bukan disandarkan kuantitatif mengenai konflik agraria ini, ada hal
pada kebutuhan riil rakyat setempat. Posisi pe- yang terus berulang dalam setiap peristiwa kon-
tani pun semakin melemah ketika mereka tidak flik, yaitu perlawanan para petani. Di antaranya
memiliki kekuatan aliansi sehingga selalu kalah adalah perlawanan sehari-hari yang bersifat terse-
dan dikalahkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal mbunyi (Scott, 2000). Walaupun tidak dilakukan
(Zunariyah, 2012). terorganisasi dengan aksi massa, perlawanan
tersembunyi terjadi secara konsisten. Strategi
Pada 2015, merujuk ke data yang dilansir
oleh Serikat Petani Indonesia (SPI), jumlah kon- ini dipilih karena dinilai lebih aman dibanding
flik agraria yang terjadi di Indonesia mencapai dengan gerakan aksi massa yang membutuhkan
231 kasus dengan total luas lahan konflik seluas instrumen organisasi yang mudah terlihat oleh
770.342 ha. Data ini meningkat signifikan men- pihak penguasa. Maka, aksi-aksi yang muncul
jadi 60% dibandingkan tahun sebelumnya, yang dengan cara ini lebih berkarakter resistensi indi-
mencapai 143 kasus. Setidaknya sudah ada 3 vidual dengan cara melakukan sabotase, menipu,
petani yang menjadi korban tewas, 194 petani mengumpat, dan sebagainya.
menjadi korban kekerasan, 65 petani dikriminali- Namun, gerakan perlawanan kontemporer
sasi, dan lebih dari 2.700 keluarga petani tergusur yang lebih terorganisasi pun tidak sedikit jum-
dari lahan pertanian (Ikhwan, 2015). Peningkatan lahnya. Kita bisa melihat bagaimana aksi heroik
angka konflik terus terjadi, di antaranya, karena perlawanan rakyat dalam konflik agraria di Kulon
pembangunan infrastruktur, perluasan lahan, Progo, Urut Sewu, Rembang, dan daerah-daerah
dan operasi perkebunan skala besar di Indone- lainnya yang berani tampil secara terbuka melaku-
sia semakin meluas (KPA, 2015), yang tidak kan perlawanan. Hal yang perlu digarisbawahi,
menghormati HAM serta menghormati hak-hak walaupun melakukan upaya perlawanan, sering
masyarakat setempat (termasuk kelompok ma- kali para petani menjadi pihak yang dikalahkan
syarakat adat) atas tanah dan sumber daya alam. oleh kekuatan besar kolaborasi antara negara dan
Yang tidak kalah penting, pendekatan represif kapital. Para petani seperti tidak punya kedaulatan
oleh aparat keamanan atau pihak pengamanan atas tanah-tanah mereka sendiri. Lembaga hukum
perusahaan di lapangan juga sering memperparah formal pun bertransformasi menjadi state aparatus
keadaan konflik. yang selalu siap mendukung para penguasa karena
Senada dengan yang dikemukakan SPI, terkooptasi dengan kepentingan pemilik kapital.
catatan data Konsorsium Pembaruan Agraria Data yang telah dijelaskan di muka
(KPA) pun menunjukkan kemiripan informasi. menggambarkan bagaimana ketimpangan dan
Sepanjang 2015, terjadi konflik agraria yang tidak berdaulatnya rakyat kepada akses sumber
sebanyak 252 kasus dengan luas lahan konflik kehidupan atas tanah. Inilah permasalahan men-
400.430 ha dan melibatkan 108.714 keluarga. dasar yang perlu dijawab dengan segera. Sama
Sumber konflik yang dicatat KPA menyatakan sekali tidak ada demokrasi atas aktivitas ekonomi
sektor perkebunan menempati urutan pertama yang berhubungan dengan agraria. Padahal, UU
dengan 127 konflik (50%), pembangunan in- PA Nomor 5 Tahun 1960 menghendaki tidak ter-
frastruktur 70 kasus (28%), kehutanan 24 kasus ciptanya monopoli usaha-usaha lapangan agraria,
(9,60%), pertambangan 14 kasus (5,2%), lain-lain

68 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


tapi sekarang terjadi sebaliknya. Tanah hanya pasar juga tidak lebih hanya kembali memperkuat
dikuasai segelintir pihak, yang parahnya malah posisi kapitalisme di dalam struktur ekonomi
didukung penuh secara formal melalui ragam Indonesia. Oleh karena itu, saat ini kiranya perlu
regulasi oleh negara. Apa yang menjadi amanah kembali menciptakan momentum untuk meng-
Pasal 33 UUD 1945 jauh panggang dari api. hadirkan kembali semangat demokrasi ekonomi
Tidak ada istilah “dari rakyat, oleh rakyat, untuk tersebut dalam tata kelola agraria di Indonesia.
rakyat” dalam tata kelola agraria di Indonesia, Untuk menghadirkan demokrasi ekonomi
yang ada hanya dari rakyat, oleh kapitalis, dan dalam tata kelola agraria, perlu kebijakan yang
untuk kapitalis itu sendiri. mendukungnya. Bicara mengenai kebijakan tidak
Konflik agraria dan ketimpangan sosial yang bisa lepas dari peran ilmu administrasi publik.
terjadi disebabkan oleh faktor kebijakan dan Dalam pergulatan wacana administrasi publik
paradigma dalam tata kelola agraria kita yang kontemporer sebenarnya banyak mengalami
sangat dipengaruhi oleh kapitalisme. Mengenai pergeseran ke paradigma yang lebih progresif dan
hal ini jelas ada yang jauh ditinggalkan dalam berpihak kepada kaum yang lemah. Administrasi
paradigma tata kelola agraria di Indonesia, yaitu publik tidak lagi tersekat dalam cara pandang
demokrasi ekonomi. Berbicara soal konsepsi “selalu negara”. Terlebih, setelah Denhardt dan
demokrasi ekonomi maka tidak bisa lepas dari Denhardt (2007) menerbitkan karya monumen-
pemikiran Moh. Hatta. Bagi sang founding fa- talnya, New Public Service (NPS), yang menjadi
ther, untuk membangun perekonomian nasional, salah satu grand theory dalam perkembangan
diperlukan doktrin demokrasi ekonomi karena administrasi publik. Studi NPS menekankan soal
tujuan dari ekonomi bangsa adalah kemakmuran kesejahteraan, keadilan sosial, dan partisipasi ma-
rakyat, bukan kemakmuran individu seperti yang syarakat. NPS berakar dari model komunitas dan
tecermin dalam realitas saat ini. Bagi Moh. Hatta masyarakat sipil yang akomodatif terhadap peran
(1985), kemakmuran ditujukan bagi semua orang, masyarakat dalam membangun tata pemerintahan
produksi dikerjakan bersama-sama di bawah yang demokratis. Dengan kata lain, partisipasi
pimpinan anggota-anggota masyarakat. masyarakat adalah kunci.
Begitu pula dalam konteks agraria di In- Kemudian, jauh sebelum Duet Denhart
donesia, hendaknya sumber daya yang dimiliki membicarakan tentang NPS, Frederickson (1988)
Indonesia diarahkan untuk tujuan kemakmuran sudah mulai membicarakan tema penting tentang
dan kesejahteraan bersama. Oleh sebab itu, tanah keadilan sosial. Membahas keadilan sosial tidak
perlu diberi akses langsung kepada rakyat atau bisa dilepaskan dari demokrasi. Kedua konsep
para petani sebagai anggota masyarakat. Sen ini saling berkelindan. Seperti yang dijelaskan
(2000) pernah menekankan bahwa tanpa de- Reinhold Niebuhr (Frederickson, 1988) bahwa
mokrasi ekonomi akan berdampak pada muncul- kemampuan manusia untuk berbuat adil mem-
nya ketidakadilan. Sebagai adagium demokrasi, buat demokrasi mungkin, tetapi kecenderungan
demokrasi politik dan demokrasi ekonomi adalah manusia untuk berbuat tidak adil membuat
dua hal penting yang harus berjalan secara linier. demokrasi perlu. Pada titik inilah penulis men-
Demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi coba mengelaborasi argumen tentang pentingnya
hanya akan melahirkan apa yang disebut plu- demokrasi ekonomi dalam perspektif NPS, yang
tokrasi dan/atau oligarki, kekuasaan di tangan membuka peluang publik untuk melaksanakan
orang-orang kaya, segelintir orang yang berpa- “pelayanan publiknya” sendiri.
tron dengan sekelompok elite partai politik (Idris, Dengan semangat kemandirian publik yang
2012). Seperti yang terjadi sekarang, Indonesia mengilhami NPS, pembacaan penulis terhadap
mulai merayakan demokrasi politik setelah rezim gagasan Denhardt dan Denhardt (2007) menun-
Orde Baru lengser, tetapi demokrasi politik yang jukkan bahwa mereka begitu memerhatikan
minus demokrasi ekonomi belum bisa mengatasi prinsip seperti keadilan, partisipasi publik, dan
permasalahan kemiskinan yang ada. Orientasi pe- deliberasi. Dengan prinsip keadilan, seseorang
rubahan pascareformasi yang menjurus ke sistem dapat merasakan saat dirinya tereksploitasi atau

Dodi Faedlulloh | Membangun Demokrasi Ekonomi: ... | 69


tidak. Kemudian, partisipasi publik merupakan pada maksimalisasi motif profit dalam pembuatan
proses pelibatan rakyat, dari proses perencanaan keputusan ekonomi (Luviene, Stietely, & Hoyt,
sampai implementasi sebuah kebijakan. Dengan 2010).
deliberasi, masyarakat memperoleh pijakan Demokrasi ekonomi kembali menjadi hangat
umum bagi terbangunnya solidaritas dan komit- dibahas oleh para pakar sosial mulai 1970-an.
men bersama. Dalam cara pandang NPS ini, kelak Tetapi, secara nilai, demokrasi ekonomi sudah
sumber daya seperti pertanian, perkebunan, hutan, melekat dalam praktik gerakan koperasi modern
dan pertambangan ada kemungkinan dikelola pada abad ke-18 di Inggris, yang ditandai de-
langsung oleh masyarakat untuk kesejahteraan
ngan lahirnya Koperasi Rochdale. Di Indonesia
masyarakat.
sendiri, Moh. Hatta sering menyinggung tentang
pentingnya demokrasi ekonomi bagi kehidupan
PEMBAHASAN berbangsa di Indonesia. Ekonomi bagi Hatta tidak
1. MENAKAR DEMOKRASI bisa dilepaskan dari aspek sosial. Prof. Sritua
Arief (Swasono, 2002) menyebutkan, esensi pe-
EKONOMI
mikiran Bung Hatta terdiri atas dua aspek pokok,
Dalam catatan sejarah, Indonesia selalu diwarnai yaitu transformasi ekonomi dan transformasi so-
dengan permasalahan agraria. Sejak masa feodal, sial (economic and social transformation). Kedua
kolonial, hingga era setelah kemerdekaan bahkan aspek ini termaktub dalam pemikiran Bung Hatta,
sampai sekarang, konflik atau sengketa agraria yang tak bisa dipisahkan satu sama lain sehingga
selalu hadir. Ketika konflik terjadi, rakyat selalu keduanya membentuk suatu kesatuan yang utuh.
tampil melakukan resistensi dan melawan menun-
Namun, yang terjadi kini adalah sebaliknya:
tut keadilan. Ketegangan sosial tersebut mencip-
ekonomi tumbuh berdiri sendiri menanggalkan
takan gesekan antara pihak yang dieksploitasi
sendi-sendi sosialnya. Tidak ada lagi per-
dan yang mengeksploitasi. Selain perlawanan,
hal yang lahir dari ketegangan gesekan tersebut timbangan terkait dengan ekologi dan sosial.
adalah mimpi kedaulatan dan kemandirian eko- Perkebunan kelapa sawit yang telah merajalela
nomi yang hendak diaktualisasi. Cita-cita pendiri demi permintaan pasar adalah contoh ironi yang
bangsa tentang reforma agraria adalah satu tanda bisa dipelajari. Pertumbuhan sektor kelapa sawit
yang penting untuk mewujudkan mimpi itu. memang secara langsung berdampak pada per-
Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tumbuhan ekonomi yang sekarang dimanfaatkan
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria oleh pemerintah guna mengundang investor untuk
adalah momentum penting pasca-kemerdekaan datang ke Indonesia. Namun, sayangnya karena
karena memutus hubungan dengan hukum agraria kacamata yang digunakan hanyalah soal ekonomi
kolonial. Salah satu poin dari undang-undang dan angka, kehadiran perkebunan kelapa sawit
ini adalah menghindari praktik monopoli. Se- secara besar-besaran mengancam eksistensi hutan
cara tidak langsung, regulasi ini menghendaki di Indonesia.
demokrasi ekonomi dalam pengelolaan agraria Hal ini terjadi karena sering kali pengem-
di Indonesia. bangan lahan perkebunan kelapa sawit dibangun
Dalam demokrasi ekonomi, rakyat diberi di lahan hutan konversi. Kasus ini menunjukkan
kesempatan untuk menciptakan kekayaan dengan bagaimana ketika sumber daya tanah telah dikua-
mendapatkan akses yang adil dan setara terhadap sai secara eksklusif oleh perusahaan-perusahaan
sumber daya ekonomi. Makna sederhana dari besar. Demi meraih keuntungan yang besar,
demokrasi ekonomi adalah pengaturan sosial mereka tidak peduli terhadap keberlanjutan
ekonomi yang dikendalikan secara demokratis. keharmonisan alam. Dampak sosial terusirnya
Institusi ekonomi dalam bentuk bisnis, keuangan, rakyat dari tanah-tanah mereka demi berdirinya
penelitian, dan pengembangan, sampai sektor lahan sawit yang bisa menguntungkan sama
pendidikan. Demokrasi ekonomi sama sekali sekali bukan menjadi perkara bagi perusahaan.
tidak menolak pasar, tetapi tidak menekankan Tentunya hal semacam ini bisa diminimalisasi,

70 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


bahkan dilawan, bila perekonomian dimiliki dan in the context of community concerns” (Denhardt
dikelola secara demokratis oleh anggota-anggota & Denhardt, 2007).
masyarakat yang memiliki kepentingan terhadap Di dalam kelompok masyarakat sipil,
akses sumber daya ekonomi (lahan) tersebut. individu melakukan dialog deliberatif tentang
Banyak model demokrasi ekonomi modern berbagai masalah mereka. Dengan titik pijak
yang dijalankan oleh negara-negara di dunia, ini, paradigma NPS memandang citizens atau
dari model demokrasi konservatif, demokrasi rakyat perlu terlibat aktif dalam tata kelola
liberal, sampai demokrasi sosial. Namun, se- pemerintahan, termasuk dalam urusan aktivitas
bagai ciri khas yang melekat di dalam negara sosial-ekonomi, dan pemerintah (government)
demokrasi Indonesia sebagaimana disebutkan tidak lagi dalam posisi sebagai penguasa yang
oleh Moh. Hatta, demokrasi kita berdasarkan hanya “memerintahkan”, tetapi justru harus
pada kedaulatan rakyat (Suroto, 2011). Dalam memberdayakan rakyat, menciptakan kondisi
konteks ini, rakyatlah yang berkuasa, sementara agar rakyat mampu menunjukkan kapasitasnya
pemerintah harus tunduk mengikuti hati nurani sebagai subjek pembangunan. Menurut Denhardt
rakyat di dalam melaksanakan tugas-tugas peng- dan Denhardt (2007), pemerintah mempunyai
urusan negara. Perbedaan fundamental yang kewajiban menjamin hak-hak individu warganya
kemudian ditegaskan kembali oleh Hatta adalah melalui berbagai prosedur yang ada. Mereka
dasar demokrasi kita bukanlah pada semangat mengatakan, “The role of government is to make
individualisme, melainkan pada semangat ke- sure that the interplay of individual self-interest
bersamaan dalam artian kolektivitas. operates freely and fairly” (Denhardt & Denhardt,
Sebuah sistem perekonomian yang de- 2007). Dalam hal ini, rakyat kemudian melibat-
mokratis memiliki beberapa syarat, antara lain kan diri dalam penentuan-penentuan kebijakan
demokrasi politik harus berjalan, persamaan hak pemerintah. Semangat itu, meminjam istilah
politik, hak untuk beraspirasi, berkedudukan yang Mansbridge (1994), disebut sebagai public spirit.
sama di dalam hukum, dan seterusnya (Suroto, Hal ini perlu menjadi tekanan tersendiri karena
2011). Dalam konteks ini, bangunan sistem poli- saat ini realitas menunjukkan bahwa pemerintah
tik pun harus selaras dengan sistem demokrasi bertindak selayaknya penguasa terhadap kepe-
ekonominya. Berarti, proses ekonomi yang milikan tanah. Kalau tidak dikuasai oleh negara
berjalan dibangun dalam kerangka emansipasi yang direpresentasikan oleh rezim yang korup,
rakyat, bukan pengejawantahan sentralisme se- tanah justru dikomersialkan kepada para pemi-
perti yang terjadi pada masa Orde Baru. Dengan lik kapital. Konsekuensinya adalah eksploitasi.
kata lain, rakyatlah yang bicara sebagai subjek Padahal, baik negara maupun individu tidaklah
pembangunan. berhak mengeksploitasi rakyat.

Dalam paradigma NPS, demokrasi ekonomi


2. MENGGAGAS DEMOKRASI
akhirnya menemui relevansinya. Salah satu akar
gagasan Denhardt dan Denhardt (2007) adalah
EKONOMI
model of community and civil society. Komu- Sebenarnya masalah agraria dan pengelolaan
nitas dan masyarakat sipil dapat terbentuk dari sumber daya alam Indonesia pernah dirumuskan
berbagai macam hubungan sosial. Hubungan itu secara sederhana oleh elite pemerintahan nasional
bisa berasal dari kelompok sukarela, kelompok melalui Ketetapan MPR RI No. IX/MPRRI/2001
ibadah, asosiasi kewargaan, kelompok tetangga, tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
klub sukarela, kelompok sosial, klub hobi, olah- Sumber Daya Alam, yakni i) Ketimpangan
raga, dan sebagainya. Hubungan-hubungan itu penguasaan tanah dan sumber daya alam di tangan
tanpa mereka sadari telah memediasi individu segelintir perusahaan, ii) konflik-konflik agraria
dengan masyarakat. Sampai titiknya, intensitas dan pengelolaan sumber daya alam yang meletus
komunitas-komunitas itu berubah menjadi kelom- di sana-sini dan tidak ada penyelesaiannya; serta
pok masyarakat sipil. Pada titik ini, “in which iii) kerusakan ekologis yang parah dan membuat
people need to work out their personal interest layanan alam tidak lagi dapat dinikmati rakyat

Dodi Faedlulloh | Membangun Demokrasi Ekonomi: ... | 71


worker-members can share consumer-members are
shore in ownership and Multi- co-ownrs where they
government of their jobs stakeholder purchase goods and services

Co-op

producer-members can community members


co operatively market benefit from strong
their goods co-ops and good jobs

Sumber: (BCCA, 2016)


Gambar 2. Relasi Koperasi Multi-Stakeholders

(Rachman, 2015). Namun, seperti yang diketahui Agenda mewujudkan cita-cita demokrasi
saat ini, perumusan ini belum terlaksana secara ekonomi memang tidak mudah, tetapi bukan
optimal karena belum ada tindak lanjut yang berarti tidak ada peluang sama sekali. Hal ini
serius dari pemerintah. Padahal, seperti yang mengingat demokrasi ekonomi adalah imajinasi
dijelaskan sebelumnya, para pendiri bangsa sudah yang perlu diperjuangkan untuk tata kelola Indo-
menancapkan jangkar berupa demokrasi ekonomi nesia yang lebih baik. Perjuangan itu harus terus-
dalam sistem perekonomian Indonesia. menerus diupayakan, dibangun secara bertahap
Prinsip demokrasi ekonomi adalah keterlibatan dan konsisten tanpa henti. Demokrasi ekonomi
aktif dan emansipasi masyarakat dalam melak- bukan untuk dijadikan materi politisasi saat
sanakan aktivitas ekonomi yang berlandaskan kampanye atau jargon-jargon para elite karena
pada kesetaraan dan keadilan pada akses sumber demokrasi ekonomi adalah praktik keseharian
daya ekonomi. Hak yang setara bukan berarti ke- tentang kesetaraan yang langsung menjadi basis
bebasan sebagaimana yang dibangun oleh sistem pada struktur relasi kehidupan masyarakat. Hal
pasar (kapitalisme). Hal ini terjadi karena kebebasan ini bukan tanpa alasan karena, bagaimanapun, ke-
yang diagungkan oleh gagasan liberalisme seperti bebasan bersuara kelak menjadi tidak bermakna
itu berdampak pada kompetisi yang saling menga- ketika pada waktu yang bersamaan orang-orang
lahkan untuk memiliki lebih banyak kepemilikan yang sedang menggunakan hak demokrasi politik
sumber daya ekonomi secara eksklusif. Itulah perutnya kosong kelaparan. Oleh karena itu,
yang kini terjadi di Indonesia. Hanya mereka yang mencari titik keseimbangan antara demokrasi
memiliki kapital besar yang mampu menguasai dan politik dan demokrasi ekonomi menjadi agenda
mendominasi kekayaan Indonesia. Minoritas yang yang mendesak untuk dilaksanakan. Kebijakan-
memiliki kapital besar mempunyai privilege (hak kebijakan yang pro terhadap demokrasi ekonomi
istimewa) dalam dominasi perekonomian diban- perlu digagas kembali. Pada kesempatan ini,
dingkan orang-orang yang hanya mengandalkan penulis berupaya melakukan elaborasi dan tin-
gaji seperti para buruh. Padahal, sumber nilai dan jauan kritis atas pentingnya gagasan demokrasi
kekayaan yang diciptakan untuk pembangunan ekonomi dan potensinya untuk memperkuat
Indonesia tidak lepas dari hasil keringat para buruh. demokrasi di Indonesia.
Akan tetapi, para buruh justru tidak mendapatkan Salah satu sarana untuk mencapai demokrasi
dampak serta manfaat pertumbuhan ekonomi ekonomi adalah melalui kepemilikan koperasi
tersebut. Secara jumlah, dari segi kekayaan, 10% dengan semua anggota masyarakat yang ber-
orang terkaya di Indonesia menguasai sekitar 77% partisipasi. Dalam hal ini, memperluas struktur
kekayaan di negeri ini. Lebih kontras lagi, 1% orang kepemilikan dapat membangun kembali penataan
terkaya tersebut menguasai 50,3% kekayaan bangsa kepentingan yang membantu mendamaikan kon-
ini. Sisa kekayaan yang 50% lagi diperebutkan oleh flik antara kapitalis dan petani yang terkena dam-
99% penduduk atau 247,5 juta jiwa (Gianie, 2015). pak proletarisasi. Kepemilikan bersama tersebut

72 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


bisa menjadi ikhtiar dalam membantu menggali Ihwal penting dari gagasan membangun
akar kekayaan komunitas (rakyat) dan menjaga koperasi multi-stakeholders adalah ikhtiar untuk
sumber daya dari kebocoran karena kepentingan- memutus rantai sirkulasi kapitalisme yang, dalam
kepentingan segelintir pihak. Hal ini perlu konteks agraria, menurut Rachman (2015),
dipahami sebagai upaya menjawab permasalahan mendorong pemutusan hubungan tanah dengan
agraria karena dampak komodifikasi kapitalisme bentuk pemaksaan penghentian akses rakyat atas
dan kepemilikan eksklusif individu-individu atas tanah dan kekayaan alam tertentu, lalu tanah
tanah. Terlebih, dengan corak jaringan kapita- dan sumber daya alam tersebut masuk modal
lisme kontemporer yang semakin canggih dengan perusahaan-perusahaan kapitalistik. Akhirnya
jaringan global, mau tidak mau, agar hubungan banyak petani yang menjadi korban, termasuk
antara rakyat dan tanah airnya tidak terputus, koperasi yang malah masuk arus lingkaran
mengusung koperasi sebagai alternatif tatanan sirkulasi kapitalisme. Hal ini terjadi karena,
agraria di Indonesia perlu segera dilaksanakan. dalam industri pangan, petani hanya diperas
Demokrasi ekonomi dalam konteks agraria untuk menghasilkan “bahan mentah”, sedangkan
salah satunya bisa diejawantahkan dalam bentuk proses selanjutnya adalah lahan khusus bagi
koperasi multi-stakeholders. Istilah ini berlaku perusahaan-perusahaan besar yang beraksi. Kita
untuk koperasi yang anggotanya mewakili lebih sebagai konsumen hanya mengetahui barang siap
dari satu kelompok kepemilikan, seperti pekerja, konsumsi tersebut dalam bentuk nominal harga
konsumen, dan produsen. Secara praktik, model yang tersaji di etalase-etalase swalayan. Rantai
“hybrid” ini telah aktif dan banyak dipraktikkan panjang “produksi-distribusi-konsumsi” ini tidak
dalam gerakan koperasi di beberapa belahan menempatkan rakyat yang berhak mengelola ta-
dunia. Model ini merupakan perkembangan dari nah dan para petani pada tempat yang selayaknya.
praktik dan pengetahuan koperasi yang perlu Dengan kata lain, tidak ada emansipasi dalam
diuji coba sebagai perjuangan dalam menemu- corak produksi industri.
kan alternatif tentang “dunia yang lain” selain Dalam kasus ini, koperasi multi-stakeholders
kapitalisme. Implikasi dari model koperasi ini menjadi peluang yang perlu diperbesar kemung-
tentu dengan lebih dari satu kelompok kepemi- kinannya untuk membangun ekonomi yang lebih
likan diperlukan komitmen yang lebih tinggi, emansipatif. Koperasi model ini dikelola oleh
koordinasi dan manajemen yang lebih ekstra. perwakilan dari beberapa kelompok stakeholder,
Namun, penekanan penting dari koperasi ini dari para petani yang menjadi produsen, pekerja,
adalah memberikan kemungkinan kepada kita distributor, para sukarelawan, community sup-
untuk membangun usaha yang memperhitungkan porters, sampai konsumen dengan berbasiskan
kebutuhan riil anggota (rakyat) yang berbeda- solidaritas. Model ini membuka ruang partisipasi
beda latar belakang. Dengan beragam kelompok dialog bagi para anggota untuk membicarakan
anggota, menjadi daya dukung koperasi untuk agenda-agenda bersama, tema-tema seperti
mampu berani menggunakan pendekatan yang pemilihan pengurus dan badan pengawas yang
berbeda, beragam, serta sesuai dengan ide-ide dan representatif, pengangkatan manajemen, serta
aspirasi para anggota. sharing hasil usaha yang adil di antara kelompok

Farmers Aggregation/Processing Distribution Retailers/Consumers

Sumber: Hansen dan Pleasant (2015)


Gambar 3. Rantai Industri Pangan

Dodi Faedlulloh | Membangun Demokrasi Ekonomi: ... | 73


Processing
Aggregation Distributors
Packing, washing, storage
Regional
farmers
and
producers

Consumers
Retailers,
restaurant,
institution

Sumber: Hansen dan Pleasant (2015)


Gambar 4. Rantai Pangan dengan Koperasi Multi-Stakeholders

berbeda yang juga mewakili kebutuhan yang mendapatkan akses yang setara dan tidak saling
berbeda pula. Rantai-rantai yang sebelumnya ter- mengeksploitasi dalam memanfaatkan sumber
pisah satu sama lain, yang sering membuat para daya agraria. Dalam konteks ini, pemerintah wajib
konsumen tidak pernah mengenal para petaninya, mengambil peran untuk menciptakan kebijakan
dalam gagasan koperasi multi-stakeholders ini agraria sesuai dengan tujuan saat negeri ini dulu
bisa dijembatani (Faedlulloh, 2015). berdiri, yakni kesejahteraan rakyat. Salah satu
Dengan landasan multi-stakeholders, secara ikhtiar untuk menjawab permasalahan yang terus
implisit kerangka dari model koperasi ini mencu- menyelimuti kasus agraria di Indonesia adalah
kupi untuk dimaknai sebagai kepentingan publik. kembali membangun demokrasi ekonomi. De-
Denhardt dan Denhardt (2007) menegaskan ngan demokrasi ekonomi, agenda reforma agraria
bahwa kepentingan publik merupakan hasil dia- bisa kembali menemukan maknanya yang lebih
substantif.
log dan proses berbagi nilai kepentingan individu.
Proses berbagi dan dialog ini bertujuan mema- Realisasi dari demokrasi ekonomi dalam
hami keinginan publik. Sementara bagi pemer- ranah agraria bisa diimplementasikan melalui
intah, kepentingan publik tiada lain merupakan koperasi multi-stakeholders. Koperasi multi-
standar etis bagi penyelenggaraan pemerintahan. stakeholders memberi peluang untuk membangun
Hal ini menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa ekonomi yang lebih emansipatif. Dari perspektif
menolak gagasan koperasi multi-stakeholders rakyat sendiri, gagasan koperasi multi-stake-
sebagai wujud dari demokrasi ekonomi dalam holders bisa dijadikan perjuangan baru untuk
tata kelola agraria di Indonesia. Jadi, tidak ada melakukan transformasi dari solidaritas sosial
alasan bagi pemerintah untuk terus berdiam diri menjadi solidaritas ekonomi. Dalam konteks ini,
di hadapan konflik-konflik agraria yang terjadi pemerintah bisa mengambil peran turun tangan
di tanah air. dalam menciptakan kondisi dan iklim yang kon-
dusif bagi masyarakat untuk bisa bekerja sama
dalam wadah koperasi.
PENUTUP
Kerja sama antarkoperasi merupakan prinsip
Dari eksplanasi di muka, bisa ditarik beberapa koperasi yang tidak bisa ditinggalkan dalam
benang merah. Sejatinya, semua rakyat berhak praktik berkoperasi yang berlandaskan pada jati

74 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016


diri. Maka, gagasan setiap berdirinya koperasi Lucas, A. (1997). Land disputes, the bureaucracy, and
multi-stakeholders ini pun tiada lain ditujukan local resistance in Indonesia. Dalam Schiller,
untuk menyinergikan kekuatan ekonomi antara J dan Barbara Martin Schiller (ed.), Imaging
Indonesia: Cultural politics and political
koperasi-koperasi baik lokal, lintas regional, culture. Ohio: Centre For International Studies.
nasional, bahkan internasional. Luviene, N., Stietely, A., & Hoyt, L. (2010).
Sustainable economic democracy: Worker
cooperatives for the 21st Century. Cambrdige:
PUSTAKA ACUAN MitColab Community Innovator Lab.
Bachriadi, D. (2001). Situasi perkebunan di Indonesia Mansbridge, J. (Ed.). (1994). Public spirit in political
kontemporer dalam prinsip-prinsip reforma systems. Dalam Aaron, Henry J., Mann, T., &
agraria: Jalan penghidupan dan kemakmuran Taylor, T. (Eds.), Values and public policy, pp.
Rakyat. Yogyakarta: Lepera Pustaka Utama. 146-72. Washington, DC: Brooking Institution.
Dahuri, R. (2016). Transformasi Struktur Ekonomi. Nugroho, T. (2010). Mubyarto dan ilmu ekonomi yang
Diakses 1 Juni 2016 dari http://www.koran-sindo. membumi. Dalam Endriatmo Soetarto (Ed.),
com/news.php?r=1&n=2&date=2016-02-16 . Pemikiran agraria bulaksumur: Telaah awal
Denhardt, R. B., & Denhardt, J. V. (2007). New atas pemikiran Sartono Kartodirdjo, Masri
Public Service (Expanded Edition). London: Singarimbun, dan Mubyarto. Yogyakarta:
ME Sharpe. STPN Press-Sajogyo Institute.
Faedlulloh, D. (2015). Koperasi sebagai alternatif Rachman, N. F. (2015). Memahami reorganisasi ruang
tata kelola agraria. Diakses 5 Maret 2016 dari melalui perspektif politik agraria. Jurnal Bhumi
http://indoprogress.com/2015/06/koperasi- 1(1).
sebagai-alternatif-tata-kelola-agraria/. Ruwiastuti. (1997). Penghancuran hak masyarakat atas
Fauzi, N. (2000). Otonomi daerah dan sengketa tanah: tanah: Sistem penguasaan tanah masyarakat adat
Pergeseran politik di bawah problem agraria. dan hukum agraria. Bandung: KPA.
Yogyakarta: Pustaka Utama. Sen, A. (2000). Demokrasi bisa memberantas kemiski-
Frederickson, G. (Ed.). (1974). A symposium on nan. Bandung: Penerbit Mizan.
social equity and public administration. Public Scott, J. C. (2000). Senjatanya orang-orang yang kalah
Administration Review 34 (1). (penerjemah Sayogyo et al.). Jakarta: Yayasan
Frederickson, G. (1988). Administrasi negara baru. Obor Indonesia.
Jakarta: LP3ES. Supriyati, Saptana, & Supriyatna. (2003). Hubungan
Gianie. (2015, 16 Desember). Sumber dan solusi penguasaan lahan dan pendapatan rumah
ketimpangan sosial. Kompas. tangga di pedesaan (Kasus di Provinsi Jawa
Hatta, M. (1985). Membangun ekonomi Indonesia. Tengah, Sumatera Barat, dan Kalimantan
Barat). SOCA (Socio-Economic of Agriculture
Jakarta: Inti Idayu Press.
and Agribusiness) 3(2), 2 Juli 2003.
Hansen, M., & Pleasant, L. (2015, 18 Februari). Local
Suroto, (2011). Mewujudkan koperasi yang ideal
food with a big twist: Oregon super-cooperative
menuju demokrasi ekonomi kerakyatan. Diak-
takes aim at the corporate food system. Yes!
ses 5 Maret 2016 dari http://www.suroto.
Magazine. Diakses 23 Mei 2016 dari http://
net/2011/05/mewujudkan-koperasi-yang-ideal-
www.yesmagazine.org/new-economy/local-
menuju.html.
food-with-big-twist-our-table-sherwood.
Swasono, S. (2002). Bung Hatta bapak kedaulatan
Idris, A. (2012). Penguatan ekonomi kerakyatan rakyat. Jakarta: Yayasan Hatta Jakarta.
berdasarkan demokrasi ekonomi. Makalah
Zunariyah, S. (2012). Dilema ekspansi perkebunan
disampaikan dalam Diskusi Ilmiah MPR RI
kelapa sawit di Indonesia: Sebuah tinjauan
dan Universitas Almuslim, 2012.
sosiologi kritis. Diakses 6 Maret 2016 dari
Ikhwan, M. (2015). Catatan akhir tahun perta- https://eprints.uns.ac.id/13213/.
nian Indonesia 2015: Kedaulatan pangan dan
reforma agraria telah dibajak oleh kekuatan Internet
pasar. Diakses 6 Maret 2016 dari http://www.
spi.or.id/catatan-akhir-tahun-pertanian-indo- BCCA. (2016). Multi-stakeholder co-ops: What is a
nesia-2015-kedaulatan-pangan-dan-reforma- multi-stakeholder co-op? Diakses pada 6 Maret
agraria-telah-dibajak-oleh-kekuatan-pasar/ . 2016, dari http://bcca.coop/: http://bcca.coop/
KPA. (2015). Catatan akhir tahun 2015 konsorsium momentum/info-centre/multi-stakeholder-co-ops.
pembaruan agraria, “Reforma Agraria dan BPS. (2015, November 17). Upah nominal dan riil
penyelesaian konflik agraria disandera buruh tani di Indonesia (Rupiah), 2014-2015
birokrasi.” Jakarta: KPA. (2012=100). Diakses pada 5 Maret 2016,
dari www.bps.go.id: http://www.bps.go.id/
linkTabelStatis/view/id/1465

Dodi Faedlulloh | Membangun Demokrasi Ekonomi: ... | 75


Pemerintah Provinsi Jawa Timur. (2015, Desember
29). Catatan akhir tahun SPI, tahun 2015
konflik agraria meningkat. Diakses pada 5
Maret 2016, dari http://jatimprov.go.id/: http://
jatimprov.go.id/read/berita-pengumuman/
catatan-akhir-tahun-spi-tahun-2015-konflik-
agraria-meningkat.

76 | Masyarakat Indonesia, Vol. 42 (1), Juni 2016

You might also like