You are on page 1of 6

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 11 No. 02 Juni l 2008 Halaman 66 - 71


Saptono Raharjo, dkk.: Analisis Faktor Kontribusi Risiko Klinis
Artikel Penelitian

ANALISIS FAKTOR KONTRIBUSI RISIKO KLINIS TERJADINYA


ADVERSE OUTCOME DI IGD RS ”X”TAHUN 2006
ANALYSIS CONTIBUTION FACTORS CLINICAL RISKS THAT INFLUENCES
ADVERSE OUTCOME IN EMERGENCY DEPARTMENT IN THE “X” HOSPITAL YEAR 2006

Saptono Raharjo, Dumilah Ayuningtyas


Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok

ABSTRACT kerja staf medis, belum lengkapnya SOP observasi pasien,


Background: The function of the emergency department is to serta peralatan medis untuk pemantauan. Faktor kontribusi yang
serve medical emergency patient as high clinical risk areas. tidak langsung adalah faktor konteks institusional. Adapun faktor
The lack identification of care delivery problems in emergency organisasi dan manajemen didapatkan belum diterapkannya
department could be disadvantages to the patient, medical manajemen risiko secara formal dan terstruktur di RS “X”.
staff, and hospital organization. Kesimpulan: Disarankan agar menerapkan manajemen risiko
Method: The objectives of the research are to find out the secara formal, meningkatkan kapabilitas tenaga medis dengan
contribution factors clinical risks which influence adverse pelatihan, melengkapi SOP yang belum tersedia, serta
outcome in emergency department. Research phase is based melengkapi peralatan medis untuk pemantauan kondisi pasien.
on report case from emergency department staff and fulfil
official criteria, interview, document study and observation to Kata Kunci : risiko klinis, adverse outcome, faktor kontribusi
arrange chronology.
Result: Research result shows that contribution factors the
directly influence problems is patient condition and the lack
skill of individual factor in cardiopulmonary resuscitations. The
PENGANTAR
other contribution factors are medical staff workload, Rumah sakit sebagai institusi pelayanan
uncompleted patient observation standard operating procedure, kesehatan mengalami fenomena meningkatnya
also the medical tools. Contribution factors indirectly influence tuntutan dugaan malpraktik. Tahun 1999 The Institute
is institutional context factor and its most influence for care
delivery problems, another factor is changing behaviour of the
of Medicine (IOM) dalam laporannya tentang kejadian
people and tendency to more critical and high demand. medical error menyimpulkan bahwa setiap tahunnya
Conclusion: Conform to research result, suggest “X” Hospital di Amerika Serikat terdapat 44.000 sampai dengan
have to applied formal and structural risk management, 98.000 kematian di rumah sakit akibat medical error.
increasing the capability of the medical staff by training,
complete all unavailable medical tolls to monitoring patient while
Hasil studi the Harvard School of Public Health tahun
observation. 1984 menyatakan bahwa berdasarkan data dari 51
rumah sakit di New York ditemukan 3,7% pasien
Keywords : clinical risks, adverse outcome, contribution rumah sakit mengalami adverse event sebagai akibat
factors
medical error dan 13,6% di antaranya meninggal
dunia.
ABSTRAK Memperkuat informasi tersebut, Herkutanto1
Latar Belakang: Instalasi Gawat Darurat (IGD) sebagai salah mengungkapkan bahwa selama tahun 1999 sampai
satu unit pelayanan rumah sakit yang berfungsi melayani pasien tahun 2004 di Indonesia tercatat ada 126 gugatan
gawat darurat medis merupakan high clinical risks areas.
tuduhan malpraktik yang menimpa beberapa rumah
Masalah asuhan klinis di IGD bila tidak dikenali dengan baik
dapat merugikan pasien, staf medis, ataupun organisasi rumah sakit di Jakarta dan sekitarnya. Sampurna2 juga
sakit. menyatakan bahwa selama lima tahun (1997 sampai
Metode: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor 2001) Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK) IDI
kontribusi risiko klinis yang mempengaruhi terjadinya adverse
Wilayah DKI Jakarta telah menerima 63 kasus, atau
outcome di IGD RS “X”. Tahapan penelitian dimulai dengan
identifikasi adverse outcome berdasarkan laporan kejadian dari berarti rata-rata menerima 12 sampai 13 kasus per
Staf IGD yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, tahunnya.
wawancara mendalam, telaah dokumen, dan observasi Data bagian Hukum RS “X” memperlihatkan
partisipatif untuk menyusun kronologi.
bahwa sejak tahun 2000 sampai 2005 ada dua kasus
Hasil: Hasil penelitian memperlihatkan bahwa faktor kontribusi
yang secara langsung mempengaruhi masalah asuhan klinis dugaan malpraktik medis yang menimpa RS ”X”
adalah kondisi pasien dan tenaga medis yang kurang memadai yang diselesaikan melalui jalur peradilan, kerugian
keterampilannya. Faktor kontribusi lainnya antara lain beban yang diakibatkan kejadian tersebut meliputi aspek

66 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

finansial, aspek legal, dan aspek reputasi. Dalam kesalahan dapat terjadi, baik oleh faktor individu
industri perumahsakitan, setiap organisasi berusaha maupun konteks organisasi.4
memberikan jasa pelayanan yang bermutu dan Pemilihan informan berdasarkan purposive dan
mencapai produktivitas dengan efisien yang tinggi. pengambilan informan berdasarkan prinsip
Untuk mencapai hal tersebut rumah sakit harus kesesuaian (appropriateness) dan kecukupan
mengimplementasikan praktik good corporate (adequacy). Untuk mendapatkan data lebih lengkap
governance atau tata kelola perusahaan yang baik. akan dilakukan snowball approach yaitu
Batasan tentang corporate governance di rumah menanyakan kepada informan siapa yang dapat
sakit meliputi tiga area yaitu non clinical area, memberikan informasi yang berkaitan dengan topik
financial management dan clinical governance. penelitian.
Seperti yang disampaikan oleh Soeroso3, bahwa dari Informan wawancara mendalam untuk
ketiga lingkup corporate governance yang khas dan mendapatkan gambaran faktor kontribusi risiko klinis
berlaku di rumah sakit adalah clinical governance. yang secara langsung diambil dari staf medis yang
Rumah sakit sebagai institusi penuh dengan terlibat dalam pelayanan asuhan klinis pada kasus
risiko mempunyai struktur risiko yang meliputi risiko yang memenuhi kriteria emergency department
perusahaan (corporate risks) dan risiko klinis (clinical patient outcome criteria dari Wolff, et al5. Informan
risks). Penyebab risiko klinis yang mengakibatkan wawancara mendalam untuk mendapatkan
adverse event antara lain adalah asuhan di bawah gambaran faktor kontribusi risiko klinis yang secara
standard, cedera pasien terkait dengan tindakan tidak langsung diambil dari para pimpinan puncak
medis, dan kegagalan sistem atau peralatan. Rumah yaitu Direktur, Wakil Direktur Pelayanan, dan Kepala
sakit merupakan institusi pelayanan yang penuh IGD, serta Pelaksana Staf Medis IGD.
risiko pada hampir seluruh unit pelayanan. Instalasi Instrumen penelitian ini terdiri dari kriteria
Gawat Darurat (IGD) merupakan salah satu unit emergency department patient outcome criteria dari
pelayanan rumah sakit yang sangat strategis dan Wolff, et al5., Framework faktor kontribusi dari
menentukan hasil asuhan klinis pada pasien yang Vincent & Taylor-Adams6. Panduan wawancara
masuk ke rumah sakit serta merupakan unit mendalam dan catatan observasi. Pengumpulan data
pelayanan dengan tingkat risiko klinis yang tinggi. terdiri dari data primer sebagai hasil wawancara
Sebagai upaya meminimalkan risiko klinis perlu mendalam dan observasi partisipasi, dan data
dilakukan analisis faktor kontribusi risiko klinis yang sekunder terdiri dari telaah dokumen.
mempengaruhi terjadinya adverse outcome dalam
suatu unit pelayanan. Sesuai pengamatan selama HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
residensi di IGD RS “X” sampai saat ini belum Dalam penelitian ini dari 144 laporan kejadian
dilakukan analisis untuk mengetahui faktor faktor didapatkan 16 kasus yang memenuhi kriteria
kontribusi risiko klinis yang mempengaruhi terjadinya emergency department adverse outcome criteria dari
adverse outcome dalam pelayanan asuhan klinis. Wolff, et al5., dan satu kasus yang menyatakan
keluhan tertulis melalui bagian humas rumah sakit
BAHAN DAN CARA PENELITIAN serta dua kasus yang menyatakan keluhannya
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui media massa cetak, sehingga jumlah kasus
bersifat analitik deskriptif untuk mendapatkan yang dilakukan penelitian sebanyak 19 kasus. Dari
gambaran tentang analisis faktor kontribusi risiko 16 kasus tersebut merupakan kasus adverse
klinis yang mempengaruhi terjadinya adverse outcome. Sesuai dengan berbagai hasil studi yang
outcome pada pelayanan asuhan klinis di IGD agar telah dilaporkan bahwa kasus near miss merupakan
dapat mengidentifikasi faktor faktor kontribusi risiko fenomena gunung es, sehingga bila diteliti lebih lanjut
klinis yang secara langsung dan tidak langsung dengan menggunakan sistem pelaporan insiden klinis
mempengaruhi terjadinya adverse outcome pada (clinical incident reporting system) yang baku maka
pelayanan asuhan klinis. kasus near miss diyakini lebih banyak dari pada
Model analisis faktor kontribusi yang dipilih kasus adverse outcome.
adalah pendekatan Reason’s organizational accident Sesuai dengan hasil Concensus Decision
model yang telah diadaptasi oleh Charles Vincent Making Group untuk identifikasi Care Delivery
dan Sally Taylor-Adams menjadi System Analysis Problems terhadap kronologi kejadian yang telah
of Clinical Incidents The London Protocol. Metode disusun maka ditetapkan Care Delivery Problems
analisis ini untuk mengetahui bagaimana suatu seperti pada Tabel 1.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008 l 67


Saptono Raharjo, dkk.: Analisis Faktor Kontribusi Risiko Klinis

Tabel 1. Care Delivery Problems Adverse Outcome pada RS. ”X” Tahun 2006

No Masalah Pelayanan Asuhan Klinis (CDP) Jumlah Persentase


1 Tindakan resusitasi jantung paru pada pasien gawat darurat
3 15,79%
medis dengan henti napas kurang memadai
2 Tindakan venaseksi untuk jalur rehidrasi intravena pada pasien
2 10,53%
dengan dehidrasi berat dan syok kurang memadai
3 Prosedur konsultasi pasien kebidanan dengan kegawatdaruratan
1 5,26%
medis disertai penurunan kesadaran belum jelas
4 Tindakan initial assesment kurang memadai 2 10,53%
5 Aspirasi pada pasien sesak napas karena diberi minum oleh
1 5,26%
keluarganya
6 Tindakan observasi intensif pasien gawat darurat medis di IGD
6 31,58%
kurang memadai
7 Sistem rujukan antar rumah sakit kurang memadai 1 5,26%
8 Penjelasan (informed) staf medis pada pasien saat pasien akan
dilakukan rujukan diagnostik maupun saat akan dipulangkan 2 10,53%
kurang memadai
9 Tindakan triase pasien IGD kurang memadai 1 5,26%
Total 19 100,00%

Sesuai pedoman framework faktor kontribusi yang tidak dapat ditangani oleh rumah sakit lain dan
dari Vincent C, Taylor-Adams 6, analisis faktor Puskesmas dirujuk ke RS “X”.
kontribusi yang secara langsung mempengaruhi Sesuai dengan pendapat Sampurna2 bahwa
suatu masalah asuhan klinis terdiri dari lima tipe suatu kejadian dikatakan bukan adverse event
faktor yaitu: adalah bila insiden klinis bukan disebabkan karena
manajemen medik tetapi karena perjalanan
1. Faktor Pasien penyakitnya, maka pada penelitian ini paling tidak
Hasil analisis faktor kontribusi pasien pada terdapat faktor kontribusi kondisi pasien sebesar
penelitian dapat dilihat pada Tabel 2. 21,13% sebagai bagian dari perjalanan penyakit
untuk terjadinya suatu adverse outcome.
Tabel 2. Hasil Analisis Berdasarkan Faktor Terdapat faktor kontribusi keluarga pasien yang
Kontribusi Pasien Pada RS. ”X” Tahun 2006
tidak mematuhi instruksi staf medis IGD yaitu 1
No Tipe Faktor Kontribusi Jumlah Persentase (1,41%), sehingga mengakibatkan kondisi pasien
I Pasien terancam nyawanya dan sangat mempengaruhi hasil
1 Kondisi pasien gawat akhir pelayanan asuhan klinis. Sesuai Buku Asuhan
darurat medis dengan
8 11,27% Keperawatan sebagai fungsi edukasi pasien atau
impending gagal napas
(life threatening) keluarga pasien selama perawatan diperlakukan
2 Kondisi pasien gawat sebagai mitra perawatan agar sejak awal
darurat medis berpotensi
mengancam nyawa 7 9,86% diperkenalkan masalah kesehatan yang diderita
(potencially life pasien dan suatu saat dapat mandiri dalam
threatening) perawatan kesehatannya.
3 Keluarga pasien tidak Pada penelitian ini, terdapat 2 (2,82%) faktor
mengikuti instruksi staf 1 1,41%
medis kontribusi terjadinya masalah pelayanan asuhan
4 Ada hambatan komunikasi klinis yaitu adanya hambatan komunikasi antara
antara staf medis dan 2 2,82% pasien atau keluarga pasien dengan Staf IGD.
keluarga pasien
Menurut Staf IGD hambatan komunikasi antara
pasien atau keluarga pasien dengan Staf IGD
diakibatkan adanya perbedaan pemahaman kondisi
Sesuai hasil penelitian ini, faktor kontribusi pasien dan pemahaman sistem rujukan medis di
kondisi pasien yang datang ke IGD sudah terancam rumah sakit, walaupun telah dijelaskan oleh Staf IGD.
nyawanya atau berpotensi terancam nyawanya
cukup besar yaitu 21,13%. Hal ini disebabkan karena 2. Faktor Prosedur Tugas
RS “X” merupakan rumah sakit rujukan, sehingga Hasil analisis faktor kontribusi prosedur tugas
banyak pasien dengan kondisi serius dan kompleks pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

68 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

Tabel 3. Hasil Analisis Berdasarkan Faktor 3. Faktor Individu


Kontribusi Tugas Pada RS. ”X” Tahun 2006 Hasil analisis faktor kontribusi individu pada
No Tipe Faktor Kontribusi Jumlah Persentase penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.
II Tugas
1 Protokol observasi Tabel 4. Hasil Analisis Berdasarkan Faktor
intensif di IGD belum 6 8,45% Kontribusi Individu Pada RS. ”X” Tahun 2006
tersedia
2 Protokol atau SOP No Tipe Faktor Kontribusi Jumlah Persentase
tindakan venaseksi 2 2,82% III Individu
belum tersedia di IGD 1 Keterampilan staf 7 9,86%
3 Prosedur Konsultasi melakukan manajemen
kasus yang memerlukan jalan napas pada saat
penanganan dua atau tindakan resusitasi
1 1,41%
lebih dokter konsulen / kurang memadai
spesialis kurang jelas 2 Keterampilan staf 2 2,82%
dan tidak spesifik melakukan tindakan
4 Prosedur registrasi venaseksi kurang
pasien IGD kurang 1 1,41% memadai
memadai 3 Keterampilan staf dalam 2 2,82%
melakukan initial
assesment pada
Terdapat 10 (14,8%) kasus yang berkaitan penderita gawat darurat
dengan Standard Prosedur Operasional (SOP), yang kurang memadai
4 Keterampilan triase staf 1 1,41%
meliputi SOP observasi pasien yang memerlukan kurang memadai
perawatan intensif dan SOP tindakan venaseksi
belum tersedia di IGD, sedangkan SOP konsultasi
pasien yang memerlukan 2 dokter konsulen dan Sesuai hasil penelitian, ada 7 kasus (9,86%)
SOP registrasi pasien IGD masih perlu dengan penanganan tindakan resusitasi yang kurang
disempurnakan karena masih ada kesulitan pada memadai, terutama penanganan manajemen jalan
implementasinya oleh Staf Medis IGD. napas pada saat tindakan resusitasi. Menurut
Menurut Instrumen Akreditasi Komisi Akreditasi manual ATLS dari American College of Surgeon
Committee on Trauma dan standar pelayanan profesi
RS dan Sarana Kesehatan lainnya,7 yang dimaksud
dokter spesialis bedah umum Indonesia,
standard operasional prosedur pelayanan medis
penanganan pasien dengan cedera kepala berat dan
adalah standard profesi berupa pedoman, skema
pengukuran Glasgow Coma Scale di bawah 7
pengambilan keputusan, prosedur kerja yang
sebaiknya dilakukan pemasangan Endotracheal
diberlakukan oleh pimpinan rumah sakit, sehingga
Tube (ETT) dalam manajemen jalan napasnya.
tiap-tiap tindakan atau asuhan klinis harus
Terdapat 2 (2,82%) kasus yang membutuhkan
mempunyai standar operasional prosedur.
tindakan venaseksi sebagai jalur intravena untuk
Standard pelayanan asuhan klinis di IGD RS
rehidrasi pasien dehidrasi berat dengan syok.
“X” ditetapkan oleh direktur berdasarkan dokumen
Ada 2 (2,82%) kasus yang sejak awal
Pedoman Pelayanan Pasien Gawat Darurat yang memerlukan initial assesment yang memadai, tetapi
dikeluarkan oleh Departemen kesehatan RI, buku pada penelitian ini didapatkan tindakan initial
manual pelatihan Penanggulangan Pasien Gawat assesment kurang memadai. Terdapat 1 (1,41%)
Darurat (PPGD), Advanced Trauma Life Support faktor keterampilan tindakan triase Staf IGD yang
(ATLS) dan Advanced Cardiac Life Support (ACLS) mempengaruhi masalah pelayanan asuhan klinis.
dan standard pelayanan medik yang diterbitkan oleh Tindakan triase merupakan tindakan untuk memilah
organisasi profesi yang disesuaikan dengan kondisi pasien berdasarkan kondisi kegawatdaruratan medis
yang ada di RS “X”. pasien, sehingga pasien yang true emergency akan
Standard operating procedure di tiap rumah sakit mendapatkan penanggulangan gawat darurat medis
dapat berbeda-beda. Hal ini disebabkan sampai saat secara memadai.
ini belum diterbitkan standar pelayanan medik oleh Sesuai data ketenagaan IGD, staf medis IGD
penentu kebijakan otoritas pemerintah. Standard telah memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pelayanan medik yang masih beragam di berbagai tugas di IGD. Semua dokter IGD telah memiliki
rumah sakit akan menyulitkan pada saat terjadinya sertifikasi ATLS.
tuntutan dugaan malpraktik karena belum
tersedianya standard pelayanan medik yang 4. Faktor Kerja Sama Tim
diterbitkan oleh penentu kebijakan otoritas Hasil analisis faktor kontribusi kerja sama tim
pemerintah sebagai pedoman untuk analisisnya. pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008 l 69


Saptono Raharjo, dkk.: Analisis Faktor Kontribusi Risiko Klinis

Tabel 5. Hasil Analisis Berdasarkan Faktor Kontribusi Sebelum memperhitungkan beban kerja perlu
Kerja Sama Tim Pada RS. ”X” Tahun 2006 ditetapkan beberapa asumsi antara lain proporsi
No Tipe Faktor Kontribusi Jumlah Persentase jumlah pasien pada tahun proyeksi menurut data
IV Kerja Sama Tim jumlah pasien IGD yang telah dilayani selama lima
1 Supervisi atasan langsung 7 9,86%
kurang memadai
tahun terakhir, juga berdasarkan kasus kasus yang
2 Instruksi tertulis tidak 6 8,45% mulai ada dan diperkirakan berkembang pada masa
lengkap mendatang.
3 Komunikasi antar dokter 1 1,41% Standard peralatan medik yang diterbitkan oleh
konsulen yang menangani
pasien yang sama kurang Departemen Kesehatan tidak spesifik untuk IGD
memadai tetapi didasarkan pada jenis spesialisasi dan
4 Komunikasi lisan antara 2 2,82% kategori minimal dan optimal. Pada dokumen pokok-
staf IGD dengan keluarga pokok pedoman arsitektur medik rumah sakit umum
pasien kurang memadai
5 Komunikasi lisan antar 1 1,41% dijelaskan bahwa konsep dasar IGD harus
staf rumah sakit kurang mempertimbangkan letaknya peralatan medik dan
memadai pengaturan alur staf medis.
7 Komunikasi antar staf IGD 1 1,41%
kurang memadai
6. Faktor Organisasi dan Manajemen
Cakupan risiko di rumah sakit terdiri dari dua
Berdasarkan hasil penelitian terdapat 7 (9,86%) hal yaitu corporate risks dan clinical risks, paparan
supervisi yang kurang memadai. Bila supervisi risiko ini berpotensi merugikan organisasi rumah
kurang memadai maka fungsi monitoring dan sakit pada berbagai aspek antara lain aspek
evaluasi suatu pelaksanaan tugas kurang efektif finansial, aspek legal, dan aspek reputasi.
sehingga suatu pelaksanaan tugas yang Pengorganisasian secara formal manajemen risiko
menyimpang dari suatu standar dapat terulang klinis belum secara formal dibentuk, tetapi secara
kembali di kemudian hari. Berdasarkan hasil informal sudah ada struktur organisasi rumah sakit
penelitian ada 6 (8,45%), instruksi tertulis tidak yang mengelola risiko klinis walaupun belum
lengkap sehingga sebagai media komunikasi tertulis terintegrasi dalam satu manajemen risiko.
antar staf medis, penulisan suatu instruksi tertulis
dengan lengkap di rekam medis akan mudah 7. Faktor Institusional
dilaksanakan atau tidak keliru dinterpretasikan oleh Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar
staf medis lainnya sebagai anggota tim pelayanan informan memberi jawaban bahwa Undang-Undang
asuhan klinis. No.9/2004 tentang praktik kedokteran merupakan
Terdapat 1 (1,41%) komunikasi yang kurang regulasi yang sangat mempengaruhi praktik
memadai antar profesi dokter spesialis dalam pelayanan asuhan klinis. Pada saat ini tengah
menangani pasien, sehingga staf medis IGD disusun rancangan undang undang perumahsakitan
kesulitan atau ketidakjelasan dokter spesialis yang yang akan mengatur penyelenggaraan rumah sakit
menjadi master atau ketua tim medis dalam secara paripurna dan terpadu karena selama ini
penanganan suatu pasien yang memerlukan dua atau penyelenggaraan rumah sakit diatur dalam beberapa
lebih dokter spesialis. peraturan yang belum mengatur secara menyeluruh.
Hak pasien terdiri dari dua hak utama yaitu the
5. Faktor Lingkungan Kerja rights to health care dan the rights to self
Hasil analisis faktor kontribusi lingkungan kerja determination. The World Medical Association pada
pada penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. tahun 1991 mengeluarkan Declaration of Lisbon on
the Rights of the Patient yaitu hak memilih dokter
Tabel 6. Hasil Analisis Berdasarkan Faktor Kontribusi
Lingkungan Kerja Pada RS. ”X” Tahun 2006 secara bebas, hak dirawat oleh dokter yang bebas
dalam membuat keputusan klinis dan etis, hak untuk
No Tipe Faktor Kontribusi Jumlah Persentase menerima atau menolak pengobatan setelah
V Lingkungan Kerja
1 Beban kerja menangani 8 11,27%
menerima informasi yang adekuat, hak untuk
pasien lebih dari satu dihormati kerahasiaan dirinya, hak untuk meninggal
pasien pada saat secara bermartabat, dan hak untuk menerima atau
bersamaan menolak dukungan spiritual atau moral.
2 Peralatan untuk observasi 5 7,04%
intensif di IGD kurang
memadai

70 l Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

KESIMPULAN DAN SARAN 2. Faktor konteks konstitusional yang meliputi


Kesimpulan aspek regulasi medikolegal, antara lain Undang-
Faktor kontribusi risiko klinis yang cukup besar Undang No.9/2004 tentang Praktik Kedokteran,
secara langsung mempengaruhi terjadinya adverse terutama yang berkaitan dengan pembatasan
outcome yaitu: tempat izin praktik, adanya sanksi pidana bagi
1. Faktor pasien meliputi kondisi pasien yang yang melanggar.
sudah serius dan mengancam nyawa, hal ini
berkaitan dengan fungsi RS “X” sebagai rumah Saran
sakit rujukan, Saran yang disampaikan bagi rumah sakit untuk
2. Faktor kerja sama tim antara lain supervisi meningkatkan upaya keselamatan pasien (patient
atasan langsung sebagai fungsi monitoring dan safety) pada tingkat rumah sakit dengan mengelola
evaluasi pelaksanaan tugas masih kurang risiko klinis secara formal, meningkatkan upaya
memadai dan komunikasi yang belum efektif. keselamatan pasien, mengembangkan sistem
3. Faktor lingkungan kerja meliputi beban kerja staf pelaporan insiden klinis dan meningkatkan kapasitas
medis saat bertugas di IGD dan peralatan medis pelayanan IGD dengan melakukan kegiatan pelatihan
untuk observasi intensif pasien kurang memadai, resusitasi, triase, tindakan venaseksi dan initial
khususnya peralatan bantuan hidup lanjut dan assesment.
pemantauan kondisi pasien sebelum dilakukan
alih rawat ke ruangan intensif. KEPUSTAKAAN
4. Faktor individu meliputi masih kurang 1. Herkutanto. Risiko Medis, Adverse Event, Error
memadainya keterampilan staf medis dan Kelalaian Medis, Pelatihan Manajemen
melakukan manajemen jalan napas pada saat Risiko Klinik, PDFI, Jakarta. 2005.
resusitasi, tindakan venaseksi, tindakan initial 2. Sampurna, B. Bioetik dan Hukum Kedokteran,
assesment, dan melakukan triase. Sebuah Pengantar, Diktat Kuliah Program
5. Faktor tugas atau prosedur kerja yang Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah
berkontribusi terjadinya adverse outcome antara Sakit, PS KARS FKM Universitas Indonesia,
lain belum tersedianya protokol atau SOP Jakarta. 2005.
tindakan venaseksi, protokol atau SOP 3. Soeroso, M. Clinical Governance, Volume 04
observasi intensif, dan SOP yang September – Desember 2003, Jurnal PERSI,
implementasinya kurang memadai yaitu SOP Jakarta. 1989.
konsultasi kasus yang memerlukan 4. Vincent C, Understanding and Responding to
penanganan dua atau lebih dokter konsulen dan Adverse Events, The New England Journal of
SOP registrasi pasien. Medicine, London. 2003.
5. Wolff, et al. Detecting and Reducing Hospital
Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung Adverse Events: Outcome of the Wimmera
masalah pelayanan asuhan klinis di IGD antara lain: Clinical Riak Management Program, eMJA, http:/
1. Faktor organisasi dan manajemen antara lain /www.mja.com.au. 2001.
manajemen RS “X” secara informal telah 6. Vincent, C., Taylor-Adams. System Analysis of
mempunyai komitmen untuk mengelola risiko Clinical Incidents the London Protocol, Clinical
di rumah sakit, ini dapat dilihat dalam dokumen Safety Research Unit, Imperial College, London.
statuta, rencana strategis dan kebijakan serta 2004.
prosedur. Pengorganisasian secara formal 7. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman
manajemen risiko klinis belum secara formal Survey Akreditasi, Instrumen 5 Pelayanan Versi
dibentuk, tetapi secara informal sudah ada 2002, Direktorat Jenderal Pelayanan Medis dan
struktur organisasi rumah sakit. Komisi Akreditasi RS dan Sarana Kesehatan
lainnya (KARS), Jakarta. 2002.

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 11, No. 2 Juni 2008 l 71

You might also like