You are on page 1of 7
85 DIFTERY Armen Ahmad pENDAHULUAN teri adalah infeksi akut yang terjai secar Catcend oboe tan te jen aeeeupe me tokter dari genus Corynebacteria yang terdii dar spas Connebacterum diphtheriae dan Corynebacteria noet ater. Corynebacteria berasal dari bahasa Yunanj foryne yang berarti gada dan bacterion, batang kecil. Corynebacteria adalah bakteri aerobik atau anaerob fakultatif dan pad; bersifat nonmotil.? Peyakt ini pertama kali dilaporkan pada abad ke-5 SM oleh Hippocrates. Difter sering bermanifestasi pada saluran pernapasan atas dan kulit. Infeksi biasanya tejadi pada musim semi atau musim dingin. Difteri tanpa pengobatan antibiotik dapat menular selama 2-6 minggu.+? Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), epidemi difteri tetap menjadi ancaman kesehatan di negara berkembang.? Epidemi terbesar yang terjadi sek pelaksanaan program-program vaksin secara luas i 1990-1995, adalah epidemi difteri di Federasi Rusia, ‘yang menyebar ke semua negara yang baru merdeka dan ¢terah batik. WHO melaporkan epidemi ini menyebabkan lebih dari 157.000 kasus. dengan 5000 kematian (80%) dari ‘asus yang dilaporkan di seluruh dunia selama periode 1990-1995, dengan tingkat kematian tertinggi terjadi pada sia > 40 tahun3+ Populasi yang paling rentan terhadap infeksi adalah mereka yang tidak diimunisasi, atau memiliki kadar i antitoksin yang rendah, atau orang yang terpapar Gengan individu yang sakit atau carrier. Corier adalah ‘Estorang dengan kultur postif untuk spesies diftritetapi menunjukkan tanda-tanda dan gejala. Manifestasi ergantung lokasiinfeksi, imunitas penderita dan ada/ *» genital. Basil ini kemudian menghasilkan eksotoksin, yang dilepaskan oleh endosom,sehingga menyebabkan reals inflamasi lokal, selanjutnya terjadi kerusakan jing dan nekrosis. Toksin terdiri dari dua fragmen protein pembentuk? Fragmen B berikatan dengan reseptor pat? Permukaan sel pejamu yang rentan, dan sifat proteoltkn? memotong lapisan membran lipid, sehingga membant! fragmen A masuk ke dalam sel pejamu. Selanjutty# akan terjadi peradangan dan destruksi sel epitel "2 akan diikuti nekrosis. Pada daerah nekrosis ini terben"! fibrin, yang kemudian diinfiltrasi oleh sel darah path skibatnya terbentuk patchy exudat yang pada a¥= dapat terkelupas, ore do keadaan lebih lanjut toksin Jresgacstinaga daeah nets mas ek ler sehingge terbentuk eksudstfbrosa (membran eyo tere otsjoringan nero vin slept tekost sel eritosit yang berwarna abu-abu sampal sen Membran n Suit trkelupa, kalau dipaksa akan msmbulkan perdarahan! pada umumnya infeksi C diphtheriae tumbuh «gata lokal dan menghasilkan racun yang menyebar ‘siya omogen. Karakterstik membran difter teba fasar berwarna Kelabu-biru atau putih dan teri dai fatter, epitel nekrotik, makrofag, dan fibrin, Membran pjekat pada dasat mukosa, Membran dapat menyebar Iabronkal, menyebabkan obstruksisaluran pernapasan den dispneu. Kekebalan Karena vaksinasi akan berkurang dari vyaktu ke waktu, hal ini, mengakibatkan peningkatan tisk tertular penyakit dari karrier, meskipun imunisasi ‘ebelumnya lengkap : Dengan meluasnya:cakupan fatsinasi, Kasus strain penyakit invasif nontoksikogenile mmeningkat* © Kerusakan jaringan lokalmenyebabkan toksin rrenyebar melalui alran limpa dan hematogen ke organ. kin, seperti miokardium, ginjal, dan sistem sarat. Strain rontoksikogenik cenderung menyebabkan infeksi ringan, tetapi dengan berjalannya program imunisasi dilaporkan lasusstrain nontoksikogenik difteri C dapat menyebabkan penyakitinvasif * . Infeksi C diphtheriae ditandai peradangan lokal, di saluran pernapasan bagian atas, dan berhubungan dengan toksin pada jantung dan penyakit saraf, Strain CCdlphtheriae terdiri dari : gravis, intermedius, dan mitis. Semua strain menghasilkan toksin yang identik, strain ‘gravis lebih virulen karena terbentuk toksin lebih cepat dan menguras pasokan besi fokal, sehingga produksi toksin awal lebih besar. Produksi racun dikodekan pada gen tox, yang, dilanjutkan oleh fag beta lisogenik. Ketika DNA fag terintegrasi ke materi genetik bakteri, bakteri ‘akan meningkatkan keriampuan memproduksi toksin Polipeptida, ® : Sambar 1. Mekanisme keja tlsin C aiphtherie Gen tox diatur oleh zat besi yang berikatan dengan corynebacterial represor (DtxR). Dengan adanya besi ferro, kompleks DtxR-besi menempel pada operon gen tor, selanjutnya transkrips terhambat, nolekul DteRdilepaskan dan gen tox ditranskripsi. Pengikatan besi ferro menjadi molekul DtxR membentuk kompleks yang mengikat ‘operator gen tox dan menghambat transkripi.? Toksin adalah polipeptida tunggal yang terri dari domain (A) yang aktif, domain (8) yang berikatan, dan segmen hidrofobik yang dikenal sebagai domain T, yang membantu melepaskan bagian aktif dari polipeptida ke dalam sitoplasma, Pada sitosol, domain A mengkatalsis transfer molekul adenosin difosfat-ribosa sebagai faktor elongasi (misalnya, pemanjangan faktor 2 (EF21) bertanggung jawab untuk sintesis protein, akibatnya terjadi kematian sel karena sintesis semua protein dalam sel terhambat. Pada tahun 1890, von Behring dan Kitasato menunjukkan bahwa dosistoksin sub-letal dapat menginduksi terbentuknya antibodi penetralisi terhadap racun, hal ini kemudian digunakan sebagai anti serum pasif untuk melindungi hewan terhadap kematian setelah infeksi* ada awal 1900-an, penggunaan panes dan formalin terbukti dapat membuat toksin tidak beracun. Ketika disuntikkan ke penerima, toksin dapat menginduksi antibodi, Pada tahun 1930-an, banyak negara Barat mulai menggunakan program imunisasi toksoid in. : Toksin dapat menyerang jantung, ginjal, dan saraf perifer. Pada jantung terjadi pembesaran karena miokarditis, ginjal membengkak katena perubahan Jaringan interstsial, Pada saraf petifer motor dan serat sensorik terjadi perubahan degeneratif lemak dan disintegrasi selubung meduler. Demikian juga sel-sel tanduk anterior dan kolom posterior medulla spinalis , dapat terjadi tanda-tanda perdarahan, meningitis, dan tensefalitis. Kematian terutama disebabkan obstfuks! pemapasan oleh membran atau efek toksik pada sistem jantung atau sarat* GEJALA DAN TANDA 2 ‘Onset gejala difteri umumnya memiliki masa inkubasi 2-5 hari (kisaran, 1-10 hari) * Gejala awalnya bersifat ‘imum dan tidak spesifik, sering menyerupai infeksi virus petnapasan atas. Kelainan pernapasan dimulai dengan sakit tenggorokan dan radang faring ringan. Pembentukan pseudomembran lokal atau penggabungan dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pernapasan. Pseudomembran ini ditandai dengan pembentukan lapisan abu-abu padat yang terdiri dari campuran sél-sel mati, fibrin, sel darah merah, leukosit dan organisme.*? — : 646 Pembentukan membran tebal adalah karakteristik untuk infeksi difteri pada faring posterior. Pelepasen membran akan menyebabkan perdarahan dan edema mukosa. Distribusi membran bervariasi dari daerah lokal (misalnya, tonsil atau, faring) sampai meluas ke trakeobronkial. Membran ini sangat menular, sehingga tindakan pencegahan harus dilakukan ketika memeriksa ‘atau merawat pasien yang terinfeksi. Kombinasi adenopati mukosa leher dan pembengkakan limfe menyebabkan tampilan seperti “buffalo humps” pada pasien yang terinfeksi. Penyebab kematian yang paling sering adalah obstruksi jalan napas atau sesak napas berikut aspirasi Pseudomembran ® Difteri kulit adalah penyakit yang ditandai dengan ulkus yang ditutupi membran abu-abu. Ulkus sering koinfeksi dengan Staphylococcus aureus dan streptokokus grup A. Bentuk difteri kulit sering ditemukan di daerah dengan populasi miskin dan pecandu alkohol. Lesi kulit difteri menular, dan bakteri dari lesi kulit dapat ‘menyebabkan infeksi faring sehingga menjadi reservoir untuk infeksi Pasien dengan difteri pada umumnya datang dengan keluhan-keluhan berikut : + Demam (jarang > 103° F) (50-85%) dan kadang- kadang menggigil + Malaise + Sakit tenggorokan (85-90%) + Sakit kepala + Limfadenopati saluran pernapasan dan pembentukan pseudomembran (sekitar 50%) + Suara serak, disfagia (26-40%) + Dispnea, stridor pernapasan, mengi, batuk. Difteri pernapasan cepat berlanjut menjadi gagal pernapasan karena obstruksialan napas atau aspi pseudomembran ke trakeobronkial. Pada pemeri fisik ditemukan kesulitan bernapas, takikardi dan pucat. Pada saluran pernapasan ditemukan pseudomemberan, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: 1. Mukosa ‘membran edema, hiperemis dengan epitel yang nekrosis, 2. Biasanya berbentuk berkelompok, tebal,fibrinous dan berwama abu- abu kecoklatan yang terdiri dari lekosit, eritrosit sel epitel saluran napas yang mati, dan mudah berdarah bila dilepas dari dasarnya.¥* Membran ini biasa ditemukan di palatum, faring, epiglotis, laring, trakea sampai daerah trakeobronkus. Pada pemeriksaan leher ditemukan edema tonsil, uvula, daerah submandibular, dan leher bagian depan, diikuti dengan gejala suara parau, stridor, dan bisa ditemukan pembesaran kelenjar getah bening servikalis anterior. Miokarditis bisa terjadi pada 65% dari penderita difteri, dan 10-25% diantaranya mengalami disfungsi miokard dengan manifestasi klinis berupa takikardi, suara jantung melemah, PENVAKTT TOME, irama jantung mendua (pansistlk gallop) dan. (fibrilasi atrium). Pada pemeriksaan elektrokarga™® ditemukan tanda~ tanda miokarlts berypa low ye depresi segmen ST, gelombang T terbalik dan tangy 4% bok mulai dari pemanjangan interval PR sama; AY total, Penyembuhan miokarditis sampaisemp membutuhkan waktu kurang lebih 3 bulan, . Kelainan sistem saraf bisa terjadi pada 755 penderita difteri yang bert. Saat timbuinya bem bervariasi tergantung kepada jumlah toksn diproduks, dan cepat/ambatnya pemberan anti ta® Biasanya terjagi paralsis secara bilateral, motor gg dominan dari sensorik. Daerah yang pertama kai; adalah palatum. Umumnya terjadi pada minggu icy sampai dengan ke-8 setelahterifeks,ditandsi denge gejala-gejala suara (sengau), kesulitan menelan ge ‘egurgitasicairan ke rongga hidung sewaktu menean, Pada pemeriksaan fisik ditemiukan gerakan palain berkurang, paralisis otot mata yang menimbuln Penglihatan ganda, kesukaran akomodasi dan strabisns internal.serta paralisis nervus frenikus yang dapat menimbulkan paralisis diafragma. Selanjutnya dapat terjadi paralisis ekstremitas inferior disertai keilangn refleks tendon dan peningkatan kadar protein caan cerebrospinal, sehingga secara Klinis sukar dibedala dengan sindroma Guillain Barre.*™ Organ tubuh lain yang mungkin terlibat adalah: + Mukosa membran saluran urogenital, saluran cema dan konjungtiva. Perdarahan pada konjungtiva din disolusi komnea juga bisa terjadi. + Nekrosis pada ginjal, hati dan kelenjar adrenal + Pada kasus-kasus berat yang terjai secara sporat dapat timbul artritis, osteomielitis dan abses limps yang tidak jarang menimbulkan bakteriemia dat sepsis. Pada difteri nasal anterior keluhan dan gejala tejad secara perlahan- lahan dan terselubung,dimulai engi ‘sefangan seperti gejala common cold (demam, lesu da" ‘hinorea), diikuti oleh produksi nasal discharge ¥8°3 bersifat serosanguineu, kemudian menjadi purulen dis krusta sehingga terjadi ekskoriasi pada lubang hidung 49" bibir atas. Membran bisa terbentuk pada salah s3tv 222 kedua rongga hidung. Absorpsi toksin kedalam sik darah terjadi secara perlahan lahan dalam jumish y#°9 kecil, sehingga miokarditis dan paralisisjarang teas 1 Sitter ini sangat berbahaya bagi masyarakatarens 9 fektif, sedangkan gejala-gejalanya ringan . seins kadang- kadang tidak terdiagnosis. Pada Keadaon berat ‘aie hipertoksik, sions terutama pada difteri fausial, terlihat pasien 9 elisah, pucat, mulut terbuke, tidak mau minuTv™ pembesaran kelenjar getah bening lehet Pr sengkakan jeringan lunak daera pa tupa ther sap jantan Cate stn ran ah MENUTUN, lek tendon meenan pene mur P25 CePA ERN dang ens gan ralsis mn kematian Karena sumbatan saluren seek jpn napas atau Sitesi Kult sering berkembang di seeunny tu Penyeki ulin Semen esos rapa minggu sémpai bulan, Kadan bemenekan dite pernapasan, sna ya berlangsung 1g-kadang, dapat enolost bab penyakit difteri adalah Corynebacteri epost pleomorfiktersusun berpasangan (palisade), dak bergerak, tidak membentuk spora (kapsul), aerobik ten dapat memproduksi eksotoksin. Bentuknya seperti fav (pembesoran pada salah satu ujung), diametemya {i mm dan panjangnya beberapa mm, fasilini hanya tumbuh pada medium tertentu, seperti: medium Loeffler, medium tellurite, medium fermentasi ghlosa dan agar Tindale, Pada medium Loeffie, basi ini tumbuh dengan cepat membentuk koloni-koloni kecil, ganar, berwarna hitam dan dilingkari warna abu-abu colt : Menurut bentuk, besar dan warna koloni yang tebentuk, dapat dibedakan 3 jenis basil yang dapat rmemproduksitoksin yaitu : + Gravis: koloninya besa, kasar,irreguler, berwarna abu- abu dan tidak menimbulkan hemolisiseritrosit. + Mits:koloninya kecil, halus, warna hitam, konveks dan dapat menimbulkan hemoliss ertrost. . + Intermediate: koloninya kecil,halus, mempunyai Bintik hitam ditengahnya dan dapat menimbulkan hemolisis efitrosit. - Jesis gravis dan intermediate lebih virulen dibandingkan engan jenis mitis. Karakteristik jenis gravis adalah dapat memfermentasikan tepung kanji dan glikogen sedangken ua jenis lainnya tidak. Semua jenis bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin, akan tetapi virulensinya Sebagian besar jenis yang tidak virulen adalah lermasuk grup mitis, kadang kadang ada bentuk gravis atu intermediate yang tidak virulen pada manusia, Stain igenik ini mungkin berubah menjadi nontoksigenik, Selah dilakukan subkultur yang berulang-vlang laboratorium atau karena pengaruh pemberian batteriofag, * " dati membedakan jenis virulen dan nonwirulen at diketahui dengan pemeriksaan produksi toksin, Wii dengan caae ee Etekprecipitin test, telah mulai dilakukan sejak tahun 11949, dan masih dipakai sampai sekarang, walaupun sudah dimodifikasi *+ Polymerase Chain Pig Inoculation Test ( PCR) Ropid Enzyme immunoassay (Rapid EIA), pemeriksaan ini hanya membutuhkan waktu 3 jam, lebih singkat dibandingkan dengan cara Elekprecipitin test yang membutuhkan waktu 24 jam, Pada pemeriksaan bakteriologik, basil difteri ini kadang kadang dikacaukan adanya basil difteroid yang bentuknya mirip dengan basil difteri, misalnya basil Hoffman dan Corynebacterium xerosis™** DIAGNOSIS ‘Untuk menegakkan diagnosis infeksi C. diohtheriae, adalah ‘dengan mengisolasiC. diphtheriae baik dalam media kultur atau mengidentifikasi toksinnyaDiagnosa awal cepat (Presumtive diagnosis) dapat dilakukan dengan pewarnaan Gram dimana akan ditemukan bakteri berbentuk batang, Gram positif tidak berkapsul, berkelompok dan tidak bergerak. Pewamaan immunofluorescent atau metilen biru kadang-kadang dapat digunakan untuk identifikasicepat, Diagnosa defiitif dan identifikasi basil C. diphtheriae ‘dengan kultur melalui media tellurite atau Loeffler dengan sampel yang diambil dari pseudomembran di orofaring hidung, tonsil kriptus, atau ulserasi, di rongga mulut. “S Pemeriksaan toksin bertujuan untuk menentukan ‘adanya produksi toksin oleh C. diphtheria Dikerjakan secara invitro dengan melakukan Elek plate tes dan polimerase pig inoculation kermudian mendeteksi pembentukan sebuah gars pada kerta filter yang diresapi ‘dengan antitoksin dan kemudian diletakkan di atas kultur agar dari organisme yang divji.? Pemeriksaan serum tethadap antibodi untuk toksin difterijuga dapat dilakukan dengan Shick test® ° Pemeriksaan lain dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) untukideteksi urutan DNA encoding subunit ‘A tox+ strain pemeriksaan ini cepat dan sensiti Pada pemeriksaan laboratorium lain ditemuken pada darah ‘epi leukositosis moderat,trombositopenia, dan urinalisis dapat menunjukkan proteinuria sementara?. Kadar serum troponin I berkorelasi, dengan miokarditis, kelainan EKG bila ada kelainan jantung, pemeriksaan radiologi ditemukan hiper inflasi.* . DIAGNOSIS BANDING Difteri nasal anterior: a, Korpus alaenium pada hidung; b. ‘Common cold; ¢. Sinusitis Difterifausial: a. Tonsilofaringitis ditemukan demam tinggi, nyeri menelan lebih hebat, 648 Pembesaran tonsil, membran mudah lepas dan tidak menimbulkan perdarahan; b. Mononukleasis infeksi ditemukan limfadenofati generalisata, splenomegali, ! PICA homouy, wy istirahat total ditempattidu selama 1m secara bertahap baru boleh dilakukan ti tng miokardssecara ns dan EXG menghiange be, Bila terjadi paraisis dilakukan fisiotera lat fisioterapi aki bla Keodaan sugap Ply Paras palatum dan fring dapat menimbussr sehingga dianjurkan pemberian makanan selang lambung. Bila terjadi obstruksi la mungkin dilakukan trakeostomi_ “i mei i Mi 99 seca Pengobatan khusus bertujuan: 1. Menetralisasitoksin yang dihasikan basi gp 2. Membunuh baste yang memprodis te, Anton erin sci mingkn bagi dag dltegakkan, tidak perlu menunggu has pene bakteriologis. Dosis tergantung kepada jens Attala tidak dipengaruhi oleh umur pasien,yats Die nasal aul yang tngan eben 23g, 401000 U, secara iv dalam waktu 60 menit + Die’ fusialsedang cberitan 40.000 019, secaraiv Die berat(bulineck dyephthero dberian song, 120.000 secara iv Pemberian antitoksin harus ddahuls dengan Karena antitoksin dibuat dati serum tat Uji Sensitvites posit, maka dibertan sees desenstisasi dengan interval 20 menit, dengan de sebagai berikut: + OL mllarutan 1.20, subkutan (dalam cash Necagy + 0 milarutan 1:10, subkutan + 01 mi tanpa dilarutkan, subkutan + 0.3 ml tanpa dilarutkan,intramuskular + 05 ml tanpa dilarutkan, + 0,1 mi tanpa ditarutkan, Bila tidak ada reaksi, maka sisanya diberkan sect periahan lahan, Pemberian antibiotik: + Penisilin Procain 1.200.000 unit/hari secara intramuskular, 2 kali sehari selama 14 ha ‘ + Eritromisin : 2 gram perhari secare peroral degit dosis terbagi 4 kali sehari. + Preparat lain yang bisa diberikan adalah amolsiin rifampisin dan klindamisin?**. KOMPLIKASI Timbulnya komplikasi pada pasien dipengruhi ol keadaan sebagai berikut : 1) Virulensi basil iftet: Luas membran yang terbentuk; 3) Jumlah toksin y#°9 diproduksi oleh bakteri; ,4) Waktu antara timbulny? Penyakit sampai pemberian anti toksin. ‘uF TERL Komplikasi yang mungkin timbul adalah sebagai berkut 1D _ Karena pembentukan pseudomembran atau aspiras merimbulkan kegagalan pernapasan, edema aringan, dan nekrosis. : 2. Jantung, miokardits, datas jantung dan kegagalan ‘pompa, aneurisma mikotik, endokardits. 3. Gangguan irama, blok jantung, termasuk dis atrioventrkular dan dstitmia ‘4. Pneumonia bacterial sekunder. Distungsi saraf kranial dan neuropati perifer, kelumpuhan total Neuritis optik Septikemia/syok (jarang) ‘Artis sept, osteomielitis (jarang) Metastasis infeksi ke tempat yang jauh seperti limps, mmiokardium, atau SSP (jarang) 10. Kematian PENCEGAHAN Pencegahan yang paling balk adalah dengan vaksin, sesuai dengan anjuran Inisiatif global Pertusis(dibentuk pada 2001) yaitu kelompok kerja yang mempunyé tuges menjalankan imunisasi global dan pencegahan peryakit pada bayi, remaja, dan dewasa untuk difteri, pertusis dan tetanus. Bentuk toksoid difteri ada 4 macam yaitu : DTaP, Téap, DT, dan Td .Untuk vaksinasi pada anak digunakan DTaP dan dewasa digunakan Tdep. Vaksin ini merupakan difteri dalam bentuk toksoid yang dikombinasikan dengan pertusis dan vaksin tetanus. Te? diberikan pada umur 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun* DT adalah vaksin difteri dan tetanus diberikan anak-anak remaja dan orang dewasa diberikan sebagai booster setiap 10 tahun atau etka telah terjadi paparan. D huruf kecil menunjukkan kekuatan toksoid difter (2,0-2.5 unt Lf), ciberikan pada Usiadiatas 7 tahun ' Td diberikan pada remaja berusia 1 atau 12 tahun, Pada orang yang kontak erat dengan penderita difteri terutama yang tidak pernah/ tidak sempurna mendapat imunisasi aktit, dianjurkan pemberian booster dan melengkapi pemberian vaksin. Selanjutnya diberi kemoprofilaksis berupa penisilin procain 600.000 unit intramuskuler/ hari atau Eritromicin 40 mg/kg BB/hari selama 7-10 hari Bila pengawasan tidak bisa dlakukan, diberikan antitoksin 10.000 unit intramuskular, kemudian 2 minggy setelah pengobatan. dilakukan kultur untuk ‘memastikan eradikasi C. dyphtheriae.*** 649 PROGNOSIS 19 pada: 1. Virulensi basil difteri, rembran yang terbentuk; 3. Status pengobatan, 5. Prognosis tergantun: 2, Lokasi dan luas mé kekebalan penderita: 4. Cepat lambatnya Pengobatan yang diberikan Secara umum angka kematian penderita difteri 5-10%, dimana kematian tertinggi terjadi pada penderita yang tidak mendapat imunisasi lengkep dan pasien yang mempunyai kelainan sitemik. Pada difteri dengan Keterlibatan jantung prognosis sangat yang buruk, terutama bila disertai Blok atrioventrikuler dan blok berkas ‘cabang dengan angka kematian mencepai 60-90%). Pade keadaan sepsis tingkat kematian 30-40%. Tingkat kematian yang tinggi disebabkan oleh difterijenis gravis/invasit, bullneck diptheriae. Jenis i Imempunyai angka kematian mencapai $0% . Difteri lebih cepat menyebabkan obstruksi saluran napas, bila pertolongan tidak cepat dan pengawasan tidak ketat dapat menimbulkan kematian mendadak. Keterlambatan pengobatan meningkatkan angka kematian menjadi 20 kalilipat, penyebab kematian terbanyak adalah miokarditis ‘Angka kematian yang tinggi terjadi pada umur kurang 5 tahun dan lebih 40 tahun? Di Indonesia angka kematian penderita difteri di 29 rumah sakit tahun 1969-1970 adalah 11,3%. laring REFERENST Chen RT, Broome CV, Weinstein RA. Diphtheria in the United. ‘tates, 1971-81, Am J Public Health, Dec 1985:75(12)1390-7. Dass J FP, Deepika V. Implications from predictions of HLA~ 'DRBI binding peptides in the membrane proteins of onnebcerum ptt. Bnoration 200826) at se carn wwesta paarrinseyebe ect Maint Dep et Diieerniceeerniein toe vate ae ea RO pr ey ic De Te Ci oe Oe eS eT CT, aR Cem Tale Arr oes eniaa ere ae om eee ee es series ial tot Dest ar sake de ma

You might also like