You are on page 1of 11

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/311650384

Perkembangan Electronic Commerce (E-Commerce) di Indonesia

Article · December 2016

CITATIONS READS

3 25,671

1 author:

Prasetyo Budi Widagdo


Universitas Gadjah Mada
6 PUBLICATIONS   10 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Prasetyo Budi Widagdo on 15 December 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Perkembangan Electronic Commerce (E-Commerce) di
Indonesia

Prasetyo Budi Widagdo


prasetyo.budi.w@mail.ugm.ac.id

ABSTRACT
The aim of writing this paper is to analyse the impact of the growth of e-commerce for
businesses, consumers and society as well as the extent of regional development influence the
development of e-commerce in Indonesia.. The methods used in the writing of this paper is
literature study using literature from experts both from Indonesia and overseas country as well
as in establishing the framework of thought is supported with interviews against the
businessman of the e-commerce i.e. clothing online as well as consumers who bought goods
online. In developing a framework also supported by the data from the survey institution which
published in the credible mass media as well as data from institutions that are related to e-
commerce . In brief, the concept of e-commerce is trade transactions using electronic devices
that connected each other in a virtual space. E-commerce has significant positive impact both
for businesses, consumers or society. E-commerce expansion in Indonesia was influenced by
the quality of human resources, network infrastructure and the availability of electricity where
these three factors are interrelated in influencing the expansion of the e-commerce.
Keyword: e-commerce, business, regional development, expansion

INTISARI
Tujuan dari penulisan paper ini adalah untuk menganalisis dampak dari perkembangan
e-commerce bagi pebisnis, konsumen dan masyarakat serta Mengidentifikasi sejauh mana
tingkat perkembangan wilayah mempengaruhi perkembangan e-commerce di Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah studi literatur dengan menggunakan
literatur dari para ahli baik dari dalam maupun luar negeri serta dalam membangun kerangka
pemikiran didukung dengan wawancara terhadap pelaku e-commerce yaitu penjual pakaian
online serta konsumen yang pernah membeli barang secara online. Dalam membangun
kerangka pemikiran juga didukung data dari lembaga survei yang dimuat dalam media massa
kredibel serta data dari instansi yang terkait dengan aktivitas e-commerce. Secara singkat,
konsep dari e-commerce adalah perdagangan yang transaksinya menggunakan perantara
perangkat elektronik yang terhubung satu sama lain dalam ruang virtual. E-commerce memiliki
dampak positif yang signifikan baik bagi pebisnis, konsumen maupun masyarakat.
Perkembangan e-commerce di Indonesia dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia,
infrastruktur jaringan internet, serta ketersediaan jaringan ketenagalistrikan di mana ketiga
faktor tersebut saling berkaitan dalam mempengaruhi perkembangan e-commerce.
Kata Kunci : e-commerce, bisnis, perkembangan wilayah, Indonesia
Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dewasa ini semakin intensif didukung
dengan infrastruktur penunjang yang telah dibangun oleh pemerintah maupun pihak
swasta. Seiring dengan penetrasi teknologi ke segala bidang kehidupan, penetrasi
teknologi informasi saat ini telah mengakibatkan perkembangan perdagangan
elektronik atau e-commerce. Teknologi informasi merupakan bentuk teknologi yang
digunakan untuk menciptakan, menyimpan, mengubah, dan menggunakan informasi
dalam segala bentuknya. Melalui pemanfaatan teknologi informasi ini, perusahaan
mikro, kecil, maupun menengah dapat memasuki pasar global. Perusahaan yang
awalnya kecil seperti toko buku Amazon, portal Yahoo, dan perusahaan lelang
sederhana Ebay, ketiganya saat ini menjadi perusahaan raksasa hanya dalam waktu
singkat karena memanfaatkan teknologi informasi dalam mengembangkan usahanya
(Suyanto, 2003b).
Secara singkat, sejarah dari e-commerce bermula di awal tahun 1970an, dengan
adanya inovasi semacam electronic fund transfer (EFT). Saat itu tingkat aplikasinya
masih terbatas pada besar, lembaga keuangan, dan segelintir perusahaan kecil yang
nekat lalu muncullah electronic data interchange (EDI), yang berkembang dari
transaksi keuangan ke pemrosesan transaksi lain serta memperbesar jumlah perusahaan
yang berperan serta, mulai lembaga-lembaga keuangan hingga perusahaan manufaktur,
ritel, layanan dan sebagainya. Aplikasi-aplikasi lain kemudian menyusul, yang
memiliki jangkauan dari perdagangan saham hingga sistem reservasi perjalanan. Pada
saat itu sistem tersebut disebut sebagai aplikasi telekomunikasi yang nilai strategisnya
sudah dikenal secara umum. Dengan adanya komersialisasi internet di awal tahun
1990-an, serta pesatnya pertumbuhan yang mencapai hingga jutaan pelanggan
potensial, maka muncullah istilah electronic commerce (e-commerce), yang
aplikasinya segera berkembang pesat. Pusat Riset e-commerce di Universitas Texas
yang mempelajari perusahaan internet, sektor yang tumbuh paling cepat adalah e-
commerce, yang naik sampai 72 % dari $99,8 milyar menjadi $171,5 milyar. Pada
tahun 2002, diatas satu triliun dolar pendapatan dihasilkan dari Internet. Satu alasan
bagi pesatnya perkembangan teknologi tersebut adalah adanya perkembangan jaringan,
protokol, perangkat lunak, dan spesifikasi. Alasan lain adalah meningkatnya
persaingan dan berbagai tekanan bisnis lain (Suyanto, 2003b).
Pemanfaatan teknologi informasi dalam menjalankan bisnis perdagangan atau
sering dikenal dengan istilah e-commerce bagi perusahaan kecil dapat memberikan
fleksibilitas dalam produksi, memungkinkan pengiriman ke pelanggan secara lebih
cepat untuk produk perangkat lunak, mengirimkan dan menerima penawaran secara
cepat dan hemat, serta mendukung transaksi cepat tanpa kertas. Perkembangan
teknologi informasi terutama berupa internet menciptakan sebuah ruang virtual dan
menggantikan ruang fisik yang membentang di permukaan bumi.
Melalui ruang virtual inilah kegiatan e-commerce terjadi, meskipun dalam
beberapa bagian sistemnya tetap menggunakan ruang fisik di permukaan bumi.
Penetrasi smartphone kepada seluruh lapisan masyarakat dan sudah dilengkapi dengan
akses internet membuat perkembangan e-commerce semakin pesat.
Perkembangan e-commerce tersebut sangat menarik untuk dibahas karena seiring
dengan berjalannya waktu, industri telekomunikasi akan semakin berkembang baik
dari segi jangkauan layanan maupun kecepatan koneksi internet. Dukungan sistem
pembayaran yang semakin mudah, maka transaksi elektronik atau kegiatan e-
commerce akan semakin berkembang (Galindo et al, 2009).

Rumusan Masalah
1. Menganalisis dampak perkembangan e-commerce bagi dunia bisnis maupun
masyarakat.
2. Mengidentifikasi sejauh mana tingkat perkembangan wilayah mempengaruhi
perkembangan e-commerce di Indonesia.

Metode
Metode penulisan paper ini adalah dengan studi literatur dengan
menghubungkan satu literatur dengan literatur yang lain sebagai dasar berargumen.
Lebih jauh lagi, kerangka pemikiran yang dibangun didukung dengan wawancara
terhadap pelaku e-commerce yaitu penjual pakaian online serta konsumen yang pernah
membeli barang secara online. Dalam membangun kerangka pemikiran juga didukung
dengan data yang berasal dari lembaga survei yang dimuat dalam media massa serta
data dari instansi yang terkait dengan pembahasan dalam paper ini tentang e-commerce
yang mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah di Indonesia

Pembahasan
Electronic commerce (e-commerce) merupakan konsep yang bisa digambarkan
sebagai proses jual beli barang pada internet atau proses jual beli atau pertukaran
produk, jasa, dan informasi melalui jaringan informasi termasuk internet (Turban, Lee,
King, Chung, 2000 dalam Suyanto, 2003a). E-commerce menurut Suyanto (2003b)
memiliki dampak yang sangat banyak baik bagi pebinis, konsumen maupun
masyarakat secara umum. Dampak-dampak tersebut tentu akan mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah lebih cepat daripada perdagangan konvensional yang
mengharuskan terjadinya tatap muka antara penjual dan pembeli. Dalam paper ini akan
dibahas sejauh mana tingkat perkembangan wilayah mempengaruhi perkembangan e-
commerce.
Dampak berkembangnya e-commerce bagi organisasi yang
mengimplementasikan e-commerce bagi usahanya menurut Suyanto (2003b) antara
lain memperluas market place hingga ke pasar nasional dan international; menurunkan
biaya pembuatan, pemrosesan, pendistribusian, penyimpanan dan pencarian informasi
yang menggunakan kertas; memungkinkan pengurangan inventory dan overhead
dengan menyederhanakan supply chain dan manajemen tipe “pull”; mengurangi waktu
antara outlay modal dan penerimaan produk dan jasa; mendukung upaya-upaya
business process, reengineering; memperkecil biaya telekomunikasi.
Setiap pelayanan baik pelayanan publik maupun privat yang di dalamnya
termasuk aktivitas perdagangan memiliki rentang jarak pengaruh tertentu dimana
seorang konsumen akan mengaksesnya, serta terdapat threshold (jumlah populasi
tertentu) agar pelayanan tersebut dapat berjalan dengan normal (Christaller, 1939 dalan
Nagle, 2000). Dalam teori central place tersebut mengisyaratkan adanya jarak tertentu
serta jumlah penduduk tertentu agar pelayanan tersebut dapat berjalan dengan normal.
Jarak yang dimaksud dalam teori tersebut merupakan jarak fisik (distance decay)
karena pada masa dibuatnya teori tersebut oleh Walter Christaller masih belum ada
internet, sehingga jarak hanya mengacu pada bentangan fisik, akan tetapi dengan
adanya internet dan berkembangnya e-commerce, jarak fisik tersebut tidak berarti
karena informasi mengenai produk yang dijajakan oleh penjual dapat diakses oleh
semua orang yang terhubung dengan internet. Hal tersebut memberikan konsekuensi
pada luasnya jangkauan pasar yang dapat dicapai oleh suatu pelayanan.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pelaku e-
commerce atau yang saat ini lebih sering disebut sebagai online shopping (olshop) yang
juga merupakan mahasiswa Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM)
menyatakan bahwa pembeli produk pakaian yang dijual sebagian besar berasal dari
luar Daerah Istimewa Yogyakarta seperti Klaten, Magelang, Semarang, Sulawesi
bahkan Papua. Hal ini menggambarkan bahwa jangkauan pasar terhadap produk-
produk pakaian tersebut sangat luas dan memiliki pengaruh terhadap pendapatan yang
diperoleh. Uang yang diperoleh dari hasil penjualan pakaian secara online tersebut
kemudian dibelanjakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di indekos yang artinya
uang tersebut akan berputar di Yogyakarta. Tambahan input capital tersebut tentu
meningkatkan nilai tambah perekonomian Yogyakarta yang berarti mendorong
pertumbuhan ekonomi wilayah terutama sektor-sektor rill karena uang tersebut
dibelanjankan di warung-warung kecil di lingkungan sekitar kampus UGM.
Perluasan pasar tidak hanya mendorong perekonomian wilayah suatu kota,
bahkan apabila promosi yang dilakukan melalui media internet dapat menjangkau
pasar internasional, bahkan dapat meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional
dan meningkatkan perekonomian nasional. Menurut data Kementerian Komunikasi
dan Informasi, pada tahun 2014, nilai transaksi online di Indonesia mencapai 150
triliun rupiah termasuk transaksi internasional, sehingga hal ini juga mendorong
pertumbuhan ekonomi nasional. Contoh situs yang menjadi perantara e-commerce
dalam skala internasional yaitu eBay dan Amazon.
Implementasi e-commerce bagi pengusaha memberikan dampak berupa
penghematan biaya operasional dalam menjalankan bisnisnya. Salah satu keuntungan
dari adanya e-commerce adalah tidak membutuhkan ruang fisik yang luas untuk
memajang produknya karena langsung ditampilkan secara online, sehingga orang dari
manapun dapat melihat produk yang dijual lengkap dengan spesifikasinya. Dengan
ditampilkannya produk secara online, penjual tidak perlu membangun galeri atau
showroom di pinggir jalan raya yang memiliki aksesibilitas yang rendah, tapi cukup
membangun galeri di tempat yang agak jauh dari jalan raya karena transaksi sebagian
besar dilakukan secara online dengan pembayaran melalui jaringan Anjungan Tunai
Mandiri (ATM) yang tersedia di mana pun. Letak galeri yang berada tidak di tempat
yang strategis atau cenderung ke arah pedalaman ini akan mendorong pertumbuhan
ekonomi wilayah yang lebih merata (Rachmawati, 2014).
Pemilik usaha yang melakukan e-commerce tidak perlu membeli lahan di tepi
jalan raya yang memiliki harga lahan sangat mahal di mana konsekuensi dari tingginya
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) juga akan berbanding lurus dengan tingginya nilai pajak
yang harus dibayar setiap tahun. Penghematan biaya operasional. Ketika biaya
operasional bisa ditekan oleh penjual maka usahanya akan semakin cepat berkembang
dengan perputaran capital yang juga akan semakin tinggi, dengan tingginya perputaran
capital di suatu wilayah maka akan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Selain
itu, modal/capital yang dihemat dari iklan/marketing dapat digunakan untuk belanja
modal yang lain sehingga usahanya akan semakin berkembang (Casco, 2009)
Sebagai contoh di Kota Jakarta adalah kota dengan nilai e-commerce paling
tinggi di Indonesia. Menurut data yang dilansir oleh Rakuten yang dimuat pada portal
berita detik, pada tahun 2012, proporsi e-commerce di Jakarta mencapai 55% dan
sisanya oleh kota-kota lain di Indonesia. Hal ini berbending lurus dengan pertumbuhan
PDRB Provinsi DKI Jakarta untuk sektor perdagangan yang mencapai 6,4% pada
rentang waktu 2012—2013 (Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, 2013), meskipun tidak
semuanya berasal dari e-commerce. Apabila nilai transaksi e-commerce pada tahun
2013 mencapai 140 triliun rupiah (Kemenkominfo), maka nilai transaksi yang terjadi
di Jakarta mencapai 77 triliun rupiah.
Distribusi dalam suatu kegiatan bisnis merupakan hal yang vital karena
menghubungkan antara penjual dan pembeli. Dalam kegiatan e-commerce, penjual
dapat menghemat biaya distribusi karena ditanggung sebagian besar oleh
pembeli/konsumen. Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada
pembeli yang pernah bertransaksi melalui e-commerce yang merupakan mahasiswa
Fakultas Geografi UGM menyatakan bahwa dia tidak berkeberatan untuk menanggung
biaya pengiriman dari lokasi penjual ke alamatnya. Hal ini karena pembeli tersebut
tidak perlu pergi ke lokasi penjual yang cukup jauh dan hanya perlu menunggu pada
alamat yang telah diberikan. Meskipun biaya pengiriman yang cukup mahal, akan
tetapi sepadan dengan kelengkapan produk (di toko sekitar tempat tinggal tidak
tersedia) serta barang tiba di alamat tersebut dengan baik.
Penghematan biaya distribusi tersebut terjadi karena selain pelanggan yang
bersedia membayar biaya pengiriman, juga terjadi karena menjamurnya jasa-jasa
pengiriman barang/ekspedisi yang menyediakan jasa dengan harga yang relatif murah
sehingga harga output juga dapat bersaing. Penghematan biaya distribusi dan
meningkatnya daya saing produk ini jelas akan mempercepat perkembangan usaha
yang juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Keunggulan e-commerce
dilihat dari sisi konsumen lebih menekankan pada sisi preferensi masyarakat pengguna
e-commerce yang lebih memiliki berbelanja secara online daripada belanja secara
konvensional disebabkan karena konsumen dapat mengakses produk tersebut selama
24 jam, efisien waktu serta lebih fleksibel (Zheng, 2009) dan (Suyanto, 2003b).
Secara spasial, perkembangan e-commerce di Indonesia tidak tersebar secara
merata, setiap wilayah memiliki jumlah penjual serta komoditas yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, dilansir dari salah satu situs jual beli online yaitu olx.co.id bahwasanya
di wilayah Jabodetabek, jumlah barang yang ditawarkan oleh penjual mencapai angka
1.064.269. Hal ini sangat berbeda jauh dengan jumlah barang yang ditawarkan penjual
di Provinsi Papua yang hanya berjumlah 1.377. Jika total jumlah produk yang
ditawarkan di situs olx.co.id berjumlah 3.053.093 unit, maka wilayah Jabodetabek
memiliki proporsi sebesar 34,8% sedangkan Papua hanya memiliki proporsi sebesar
0,045%. Meskipun hanya dilansir dari satu situs jual beli online saja, namun sudah
dapat menggambarkan persebaran secara spasial kegiatan e-commerce di Indonesia.
Hal ini merupakan sebuah kesenjangan e-commerce yang disebabkan oleh beberapa
faktor di antaranya kualitas sumber daya manusia, infrastruktur jaringan, serta
ketersediaan energi ketenagalistrikan sebagai infrastruktur yang sangat dibutuhkan
oleh perangkat teknologi untuk melakukan kegiatan e-commerce.
Sumber daya manusia di Indonesia memiliki nilai yang berbeda-beda yang
dapat diukur menggunakan indeks pembangunan manusia (IPM) yang dikeluarkan oleh
Badan Pusat Statistik (BPS). Indeks pembangunan manusia adalah suatu indeks makro
yang digunakan untuk mengukur taraf pembangunan di suatu wilayah administrasi di
mana secara umum terdapat 3 indikator utama yang digunakan untuk mengukur IPM
tersebut yaitu angka harapan hidup, pendapatan per kapita, serta angka melek huruf,
akan tetapi dalam perhitungan metode baru yang saat ini digunakan BPS, angka melek
huruf diganti dengan angka harapan sekolah karena dinilai lebih representatif dalam
mengukur taraf pendidikan di suatu wilayah. Angka melek huruf sudah tidak relevan
dalam mengukur pendidikan secara utuh karena tidak dapat menggambarkan kualitas
pendidikan. Selain itu, karena angka melek huruf di sebagian besar daerah sudah tinggi,
sehingga tidak dapat membedakan tingkat pendidikan antardaerah dengan baik. Dari
ketiga parameter tersebut, parameter yang paling berpengaruh terhadap perkembangan
e-commerce adalah angka harapan sekolah karena untuk mengoperasikan komputer
atau gawai dalam rangka mengelola toko online maupun membeli barang secara online
memerlukan tingkat pengetahuan yang cukup tinggi, sehingga orang yang kurang
berpendidikan akan kesulitan dalam melakukan transaksi melalui e-commerce.
Dilansir dari Badan Pusat Statistik yang dipublikasikan melalui bps.go.id, nilai
IPM untuk DKI Jakarta pada tahun 2015 memiliki angka sebesar 78,99 di mana nilai
ini berbeda jauh dengan Provinsi Papua yang hanya sebesar 57,25. Dikarenakan BPS
belum memiliki data rinci angka harapan lama sekolah tiap provinsi, maka dapat
diasumsikan bahwa angka harapan lama sekolah yang sudah implisit di dalam IPM dan
berbanding lurus dengan IPM. Masyarakat Jabodetabek yang secara makro lebih
terdidik daripada masyarakat Papua akan dapat mengoperasikan komputer dan gawai
dengan lebih baik daripada masyarakat Papua secara umum atau secara makro. Apabila
dikomparasikan dengan data pengguna internet Indonesia yang dikeluarkan oleh
Asosiasi Penyelenggara Jaringan Internet Indonesia (APJII) yang dilansir oleh
kompas.com bahwasanya pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta di mana
86,3 juta atau 65% adalah masyarakat Pulau Jawa, sedangkan masyarakat Maluku dan
Papua berjumlah 3,3 juta yang terhubung dengan internet atau memiliki proporsi 2,5%
nasional. Selain itu, jumlah penduduk Papua yang hanya sekitar 8 juta berbeda jauh
dengan jumlah penduduk Pulau Jawa yang mencapai 160 juta, dapat diartikan bahwa
jumlah permintaan dan penawaran barang juga secara otomatis lebih banyak di Pulau
Jawa. Hal inilah yang menyebabkan jumlah penyedia barang yang dijual secara online
di Jawa khususnya Jabodetabek lebih banyak dari Provinsi Papua.
Internet merupakan hal yang mutlak dalam kegiatan e-commerce karena tanpa
adanya internet, setiap gawai dan komputer tidak akan terhubung satu sama lain
sehingga transaksi dalam e-commerce tidak akan dapat dilakukan. Konektivitas di
Papua masih sangat sulit karena threshold yang tidak memenuhi atau dengan kata lain
jumlah serta konsentrasi penduduk tidak mencukupi agar pelayanan jaringan internet
dapat berjalan dengan optimal, karena pada dasarnya setiap pelayanan memiliki jumlah
penduduk minimal agar dapat berjalan dengan normal (Christaller, 1939 dalan
Rachmawati, 2014). Sehingga untuk melayani penduduk Papua yang tersebar di
bentangan geografis yang luas memerlukan cost yang tinggi, sehingga operator
penyedia koneksi bahkan perusahaan plat merah seperti Telkomsel enggan untuk
mengembangkan jaringan internet hingga ke pelosok Papua. Sehingga, infrastruktur
jaringan internet di Papua hanya berada di kota besar itu pun dengan tarif yang lebih
malah daripada di Pulau Jawa. Contoh sederhana taris koneksi wifi.id di Jawa, Sumatra,
dan Kalimantan adalah Rp5000 setiap 6 jam, sedangkan di Maluku dan Papua mencapai
Rp5000 setiap 2 jam. Hal ini berbeda dengan wilayah Jabodetabek yang memiliki
konsentrasi penduduk yang tinggi. Konsentrasi penduduk yang padat ini menyebabkan
pelayanan lebih menjangkau banyak orang sehingga cost yang harus dikorbankan
menjadi lebih rendah dan pelayanan jaringan internet dapat lebih murah, bahkan banyak
operator penyedia jasa koneksi internet berinvestasi di wilayah Jabodetabek.
Perbedaan ketersediaan jaringan internet tersebut mempengaruhi perbedaan
perkembangan e-commerce di Jabodetabek dengan di Papua. Selain kualitas sumber
daya manusia, ada satu hal vital yang dibutuhkan oleh kegiatan e-commerce yaitu
sumber energi terutama energi ketenagalistrikan. Menurut data Dewan Energi Nasional
2013 yang dilansir oleh slideshare.net, rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2013
masih sekitar 80%, hal ini berarti masih terdapat 20% rumah tangga yang belum dialiri
listrik, bahkan di Provinsi Papua, rasio elektrifikasi baru sekitar 32%. Selain Provinsi
Papua, masih terdapat beberapa provinsi yang memiliki rasio elektrifikasi yang rendah
seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT)
Dalam kegiatan e-commerce mutlak memerlukan listrik karena berbasis pada
teknologi, sehingga wilayah-wilayah yang belum teraliri listrik otomatis tidak akan bisa
menerapkan e-commerce dan kegiatan ekonomi berjalan dengan lambat. Di Provinsi
Papua mengalami kesulitan kegiatan ekonomi karena kesulitan geografis sedangkan di
NTB dan NTT terjadi kesulitan akibat konfigurasi berupa kepulauan. Ketiadaan tenaga
listrik tersebut menyebabkan kegiatan e-commerce maupun pengiriman barang menjadi
sangat sulit, sehingga wilayah-wilayah tersebut akan memiliki perkembangan e-
commerce yang lebih lambat daripada wilayah-wilayah yang memiliki ketersediaan
energi ketenagalistrikan lebih baik. Wilayah Jabodetabek yang memiliki rasio
elektrifikasi 100% dengan konsistensi yang tinggi (tidak sering mati listrik) memiliki
perkembangan e-commerce lebih baik daripada wilayah Papua yang rasio
elektrifikasinya hanya 32%.

Kesimpulan
Perkembangan e-commerce di Indonesia semakin pesat memiliki dampak positif
baik bagi pebisnis, konsumen maupun masyarakat. Bagi pebisnis, e-commerce memiliki
dampak positif berupa pengurangan biaya operasional dan dapat memperlebar pangsa
pasar, sehingga keuntungan dapat dimaksimalkan dan lebih mudah dalam hal
pengembangan bisnis. Perkembangan e-commerce sangat dipengaruhi oleh tingkat
perkembangan wilayah di mana beberapa faktor yang sangat menentukan
perkembangan e-commerce di Indonesia diantaranya adalah sumber daya manusia yang
tercermin dari indeks pembangunan manusia (IPM), infrastruktur jaringan internet serta
infrastruktur ketenagalistrikan. Ketiga faktor tersebut berbanding lurus dengan
perkembangan e-commerce di Indonesia khususnya apabila dibandingkan antara
wilayah Jabodetabek dengan Provinsi Papua.
Pembangunan manusia merupakan aspek yang sangat penting dalam perkembangan
e-commerce karena dalam melakukan kegiatan e-commerce memerlukan teknologi yang
dalam penguasaannya memerlukan pengetahuan yang tinggi. Wilayah Jabodetabek
yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi niscaya memiliki perkembangan e-
commerce yang lebih tinggi dari wilayah Provinsi Papua yang taraf pendidikannya
masih rendah dan hanya dinikmati golongan tertentu di perkotaan. Setelah sumber daya
manusia yang memadai, infrastruktur jaringan dan ketenagalistrikan juga menentukan
perkembangan e-commerce di suatu wilayah. Keterbatasan jaringan internet serta energi
ketenagalistrikan di Papua yang disebabkan karena threshold atau jumlah penduduk
serta kepadata penduduk yang memenuhi jumlah minimal agar pelayanan dapat berjalan
dengan normal, sehingga infrastruktur jaringan internet maupun energi
ketenagalistrikan sulit dikembangkan di Papua. Di sisi lain, wilayah Jabodetabek yang
memiliki jumlah penduduk yang banyak serta terkonsentrasi membuat threshold
terpenuhi bahkan surplus sehingga dalam penyediaan pelayanan justru menguntungkan
pihak penyedia pelayanan atau penyedia infrastruktur jaringan internet serta energi
ketenagalistrikan.
DAFTAR PUSTAKA

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dan Pusat Kajian dan
Komunikasi Universitas Indonesia (Puskakom UI). 2015. “Mayoritas Netizen di
Indonesia Berusia 18-25 Tahun”. (online)
http://www.beritasatu.com/iptek/261297-mayoritas-netizen-di-indonesia-
berusia-1825-tahun.html (diakses pada 17 September 2016 pukul 14.53)
Badan Pusat Statistik DKI Jakarta. 2013. “PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000
Menurut Lapangan Usaha di DKI Jakarta ( Juta Rupiah), 2007-2013”. (online)
http://jakarta.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/18 (diakses pada 17 September
2016 pukul 13.13)
Badan Pusat Statistik. 2016.“Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi, 2010-
2015 (Metode Baru)”. (online)
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1211 (diakses pada 13
Desember 2016 pukul 21.45)
Casco. 2009. A Comprehensive Study Guide Geography. Singapore : Casco Publication
Pte. Ltd.
Dewan Energi Nasional. 2013. “Kondisi Ke-energian Nasional dan Tantangan yang
Dihadapi”. (online) http://www.slideshare.net/Syamsir06/den-syamsir-abduh-
07082014unhas (diakses pada 18 September 2016 pukul 09.00)
Galindo, Miguel Angel et al. 2009. Enterpreneurship and Business : A Regional
Prespective. Berlin : Springer Berlin Heidelberg. ISBN=978-3-540-70902-2.
Kementrian Komunikasi dan Informaatika. 2014. “Pemerintah Akan Tingkat Transaksi
E-commerce”. (online)
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4540/Pemerintah+Akan+Tingkat
+Transaksi+E-commerce/0/berita_satker (diakses pada 17 September 2016 pukul
12.33)
Nagle, Garreth. 2000. Advanced Geography. Oxford : Oxford University Press
Rachmawati, Rini. 2014. Pengembangan Perkotaan Dalam Era Teknologi Informasi
Dan Komunikasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rakuten, 2012. “Peta Pasar e-commerce Mulai Merata di Indonesia”. (online).
http://inet.detik.com/read/2012/08/30/174654/2003661/398/peta-pasar-e-
commerce-mulai-merata-di-indonesia (diakses pada 17 September 2016 pukul
13.17)
Sholekan. 2009. E-commerce dan E-business. Bandung: Telkom PDC.
Suyanto, Muhammad. 2003a. Multimedia Alat untuk Meningkatkan Kemampuan
Bersaing. Yogyakarta : Penerbit Andi
Suyanto, Muhammad. 2003b. Strategi Periklanan pada E-commerce Perusahaan Top
Dunia. Yogyakarta : Penerbit Andi
Widiyartono, Yoga. 2016. “2016, Pengguna Internet di Indonesia Capai 132 Juta”.
(online).http://tekno.kompas.com/read/2016/10/24/15064727/2016.pengguna.int
ernet.di.indonesia.capai.132.juta.(diakses pada 13 Desember 2016 pukul 21.50)
Zheng, Qin et. al.. 2009. Introduction to E-commerce. Tsinghua : Tsinghua University
Press. ISBN: 978-3-540-49644-1

View publication stats

You might also like