You are on page 1of 15

KAJIAN AYAT-AYAT DAN HADITS TENTANG WAKTU SHALAT

A. Ayat-ayat dan Hadits tentang waktu shalat

1. Surat an-Nisa ayat:103

ً‫ني كِتَاباً َّم ْوقُوتا‬ِِ


َ ‫ت َعلَى الْ ُم ْؤمن‬
ْ َ‫الصالََة َكان‬ َّ
َّ ‫إن‬
Artinya:"Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang- orang yang beriman". (QS. An-nisa' : 103)

2 Surat Thoha ayat:130

َ ‫س َوَقْب َل غُُروهِبَا َوِم ْن آنَاء اللَّْي ِل فَ َسبِّ ْح َوأَطَْر‬


‫اف‬ ِ ‫َّم‬
‫الش‬ ‫وع‬
ِ ‫ل‬
ُُ‫ط‬ ‫ل‬ ‫ب‬ ‫ق‬
َ ‫ك‬ ‫ب‬
‫ر‬
ِّ ِ ‫وسبِّح حِب م‬
‫د‬
ْ َ ْ َ َ َْ ْ َ َ
َ َّ‫َّها ِر لَ َعل‬
‫ك‬ َ ‫الن‬
Artinya:”Dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari
dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu
di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu
merasa senang".(QS. Toha : 130)

3. Surat al-Isra ayat:78

‫س إِىَل َغ َس ِق اللَّْي ِل َوُقْرآ َن الْ َف ْج ِر إِ َّن ُقْرآ َن الْ َف ْج ِر َكا َن‬


ِ ‫َّم‬ ِ ِ َّ ‫أَقِ ِم‬
ْ ‫الصالََة ل ُدلُوك الش‬

ً‫َم ْش ُهودا‬
Artinya:"Dirikanlah salat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap
malam dan (dirikanlah pula salat) subuh. Sesungguhnya salat subuh
itu (disaksikan oleh malaikat)". (QS. Al-isra' : 78)

4 Surat Hud ayat: 114

ِ ِ ‫السـيِّئ‬ ِ ِ َّ ‫َوأَقِ ِم‬


‫ك‬
َ ‫ات َذل‬َ َّ َ ‫َّها ِر َوُزلَفاً ِّم َن اللَّْي ِل إِ َّن احْلَ َسنَات يُ ْذهنْب‬
َ ‫الصالََة طََريَفِ الن‬
‫لذاكِ ِرين‬َّ ِ‫ِذ ْكرى ل‬
َ
Arinya:"Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan
petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam.
Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-
orang yang ingat". (QS. Hud : 114)

5. Hadits Nabi yang diriwaytkan oleh Jabir bin Abdullah ra.

‫عن جلبر رضى هللا عنه قال ان النبي صلى هللا عليه وسلم جاءه جبريل عليه‬
‫السالم فقال له قم فصله فصلى الظةر حين زالت الشمس ثم جاءه العصر فقال قم‬
‫فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شيئ مثله ثم جائه المغرب فقال قم فصله‬
‫فصلى المغرب حين وجبت الشمس ثم جاءه العشاء فقال قم فصله فصلى العشاء‬
‫حين غاب الشفق ثم جاءه القجر قثال ثم فصله فصلى الفجر حين برق الفجر او قال‬
‫سطع البحر ثم جاءه بعد الغد للظهر فقال قم فصله فصلى الظهر حين صار ظل كل‬
‫شئ مثله ثم جاءه العصر قم فصله فصلى العصر حين صار ظل كل شئ مثله ثم‬
‫جاءه المغرب وقتا واحدا لم يزل عنه ثم جاءه العشاء حين ذهب نصف الليل اوقال‬
‫ثلث الليل فقال قم فصله فصلى العشاء حين جاءه حين اسفر جدا فقال قم فصله‬
‫فصلى الفجر ثم قال ماهذين الوقتين وقت‬

Artinya:"Dari Jabir bin Abdullah ra berkata telah daiang kepada Nabi SAW
Jibril a.s lalu berkata kepada-Nya bangunlah lalu bersembahyanglah,
kemudian Nabi shalat duhur ketika matahari tergelincir. Kemudian ia
datang lagi kepada-Nya di waktu ashar lalu berkata bangunlah lalu
sembahyanglah, kemudian Nabi shalat ashar ketika bayag-bayang
suatu benda sama dengan aslinya. Kemudian ia daiang lagi kepada-
Nya di waktu nagrib, lalu berkata bangunlah lalu shalatlah, lalu Nabi
shalat magrib ketika matahari terbenam. Kemudian ia datang lagi
kepada-Nya diwaktu isya lalu berkata bangunlah lalu shalatlah,
kemudian Nabi shalat isya ketika mega merah telah terbenam.
Kemudian Ia daiang lagi kepada-Nya di waktu fajar, lalu berkata
bangunlsh lalu shalatlah, lau Nabi shalat fajar dikala fajar
menyingsing atau ia berkata diwaktu fajar bersinar. Kemudian ia
datang lagi esok harinya di waktu duhur, kemudian ia berkata
kepada-Nya bangunlah lalu shalatlah, kemudian Nabi shalat duhur
dikala bayang-bayang suatu benda sama dengan aslinya. Kemudian
ia datang lagi kepada-Nya di waktu ashar dan ia berkata bangunlah
dan shalatlah, kemudian Nabi shalat ashar ketika bayang-bayang
suatu benda dua kali dari aslinya. Kemudian datang lagi kepada-Nya
diwaktu magrib dalam waktu yang sama tidak bergeser dari waktu
yang sudah. Kemudian datang lagi kepada-Nya di waktu isya dikala
telah lewat separuh malam atau sepertiga malam, kemudian Nabi
shalat isya. kemudian ia datang lagi kepada-Nya dikala telah
bercahaya benar dan ia berkata: bangunlah dan shalatlah kemudian
Nabi salat fajar. Kemudian jibril berkata: saat dua waktu itu adalah
waktu shalat". (H.R Imam Ahmad, Nasai dan Thirmidhi)
6. Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amar ra.

‫صبِ ُحو َن‬ ِ ‫فَسبحا َن اللَّ ِه ِحين تُمسو َن و‬


ْ ُ‫ين ت‬ ‫ح‬
َ َ ُْ َ َ ُْ
‫ين تُظْ ِه ُرو َن‬‫ح‬ِ ‫ض وع ِشياً و‬
ِ ‫ر‬َ ‫أْل‬‫ا‬‫و‬ ِ ‫السماو‬
‫ات‬ َّ ‫ي‬ ِ‫ولَهُ الْحم ُد ف‬
َ
َ َ ّ َ ْ َ ََ َْ َ
Artinya:
Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan
waktu kamu berada di waktu subuh. dan bagi-Nyalah segala puji di langit
dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan di waktu
kamu berada di waktu Zuhur. (QS. Ar-Rum : 17-18)

7. Hadits riwayat Muslim

‫عن عبد اهلل بن عمر رضي اهلل عنه قال ان النبي صلى اهلل عليه وسلم قال‬
‫وقت اللظهر اذا زالت الشمس وكان ظل كل رجل كطوله ما لم يحضر العصر‬
‫ووقت العصر ما لم تصفر الشمس ووقت صالة المغرب ما لم يغب الشفق‬
‫ووقت صالة العشاء الى نصف الليل االوسط ووقت صالة الصبح من طلوع‬
‫>الفجر مالم تطلع الشمس <رواه مسلم‬
Dari Abdullah bin Amar RA berkata: Rasulullah bersabda: waktu dzuhur
apabila tergelincir matahari sampai baying-bayang seseorang sama
dengan tingginya yaitu selama belum dating waktu ashar dan waktu
ashar selama matahari belum menguning, dan waktu magrib selama
syafaq belum terbenam dan waktu isya sampai pertengahan malam dan
waktu subuh mulai fajar menyingsiang sampai matahari belum terbit.(HR
Muslim)

8. Hadits riwayat An Nasaiy dari Abdullah bi Amr

َ َ‫ال َح َّدثَنَا أَبُو َد ُاوَد َح َّدثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن َقتَ َاد َة ق‬


‫ال‬ َ َ‫َخَبَرنَا َع ْم ُرو بْ ُن َعلِ ٍّي ق‬ْ‫أ‬
ُ‫ال ُش ْعبَةُ َكا َن َقتَ َادة‬ َ َ‫ِّث َع ْن َعْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ْم ٍرو ق‬
ُ ‫ي حُيَد‬ َّ ‫وب اأْل َْزِد‬
َ َ ‫ي‬
َُّ‫أ‬ ‫ا‬ ‫َب‬
‫أ‬ ‫ت‬
ُ ‫ع‬
ْ
ِ‫مَس‬

ُ‫َحيَانًا اَل َي ْرَفعُه‬ْ ‫َحيَانًا َوأ‬


ْ ‫َي ْرَفعُهُ أ‬
ِ ‫ال وقْت صاَل ِة الظُّه ِر ما مَل حَتْضر الْعصر ووقْت‬
ْ َ‫ص ِر َما مَلْ ت‬
‫ص َفَّر‬ ْ ‫صاَل ة الْ َع‬
َ ُ ََ ُ ْ َ ُْ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ‫ق‬
‫ت الْعِ َش ِاء َما ْمَل‬ُ ْ‫الش َف ِق َوَوق‬
َّ ‫ب َما مَلْ يَ ْس ُق ْط ثَ ْوُر‬ ِ ‫ت الْم ْغ ِر‬
َ ُ ْ‫س َوَوق‬ ُ ‫َّم‬
ْ ‫الش‬
‫س‬ ‫َّم‬‫الش‬ ‫ع‬ ‫ل‬
ُ ‫ط‬
ْ ‫ت‬
َ ‫مَل‬ ‫ا‬‫م‬ ‫ح‬ِ ‫ب‬ ‫الص‬
ُّ ‫ت‬ ‫ق‬
ْ ‫و‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ي‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ف‬
ْ ِ َ‫يْنت‬
‫ص‬
ُ ْ ْ ْ َ ْ ُ ََ ُ ْ َ

B. SHALAT DI KUTUB
Jika kita meneliti maksud Ayat-ayat Suci akan kita ketahui bahwa
dalam menentukan waktu Shalat dan Puasa bukanlah harus didasarkan
pada terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah kediaman
manusia, tetapi hendaklah didasarkan atas rotasi Bumi di sumbunya yang
menjadikan daerah tertentu pada suatu garis bujur dari utara ke selatan
memiliki Legal Time, Waktu Setempat atau Standard Time yang bersamaan.
Penentuan jadwal Shalat pada zaman sebelum topan Nuh buat
seperlunya sudah dibicarakan, kini marilah kita perbincangkan pula
jadwalnya yang harus berlaku kini. Pertama kali hendaklah kita ketahui
pembahagian daerah muka Bumi sehubungan dengan keadaan yang
ditimbulkan oleh adanya lenggang zigzag Bumi ke utara dan ke selatan garis
ekliptik, akibat dari berlakunya topan besar di zaman Nabi Nuh, dan kini
disebut orang dengan pergantian musim. Sehubungan dengan musim itu
dan sosial ekonomi umumnya, maka para ilmuwan telah membagi daerah
geografis Bumi ini jadi:

1. Frigid Zone yaitu daerah dingin, meluas sejauh 23½ derajat dari
masing-masing kutub Bumi di utara dan di selatan. Di daerah ini
pergantian siang malam sangat lama, maksimal 6 bulan siang, dan 6
bulan malam di kutub utara mulai dari tanggal 22 September sampai
dengan 20 Maret setiap tahun, waktu mana berlaku siang yang lama
dikutub selatan.
2. Torrid Zone yaitu daerah panas, meluas sejauh 23½ derajat ke utara
dan ke selatan garis ekuator Bumi. Di daerah ini lama waktu
pergantian siang malam hampir sama panjang. Surya tepat berada di
atas garis ekuator pada tanggal 21 Maret dan 21 September setiap
tahun.
3. Temperature Zone yaitu daerah musim di luar kedua daerah di atas
tadi, masing-masingnya seluas 43 derajat di belahan utara Bumi dan
43 derajat di belahan selatan. Daerah musim belahan utara
mengalami waktu siang lebih panjang mulai tanggal 21 Maret sampai
dengan 21 September setiap tahun, dan di belahan selatan mulai
tanggal 22 September sampai dengan 20 Maret.

Dari catatan perkembangan sejarah semenjak abad ketujuh Masehi


dapat diketahui bahwa masyarakat Islam senantiasa menentukan waktu
Shalat dan Puasa berdasarkan terbit dan terbenamnya Surya dipandang
dari daerah kediaman masing-masing. Pada pokoknya hal ini dilakukan
menurut pengertian yang mereka peroleh dari Ayat 2/187 dan atas
kepatuhan melaksanakan ibadah menurut contoh-contoh yang berlaku
tanpa penganalisaan lebih teliti pada ketentuan ALLAH yang termuat pada
Ayat Suci lainnya dalam Alquran. Padahal cara demikian dibeberapa daerah
permukaan Bumi tidak praktis bahkan tidak mungkin dipakai. Tidak praktis
dalam daerah Temperature Zone dan tidak mungkin dipakai di Frigid Zone
di mana waktu terbit dan terbenamnya Surya terlalu lama, bahwa siang dan
malamnya mencapai waktu 6 bulan bergantian.
Bagaimana pula kedua macam ibadah itu dapat dilaksanakan didaerah
kutub Bumi menurut waktu terbit dan terbenamnya Surya tampak di sana,
padahal di daerah tersebut pergantian siang malam hanya satu kali dalam
setahun. Hal inilah di antara sekian sebab yang menjadi halangan bagi
setengah penduduk Bumi untuk menerima dan mematuhi ajaran Islam yang
disampaikan kepada mereka.
Kini jelaslah bahwa cara menentukan waktu yang dipakai selama ini
telah gagal untuk seluruh permukaan Bumi, sebagai suatu pertanda atas
salah pengertian tentang ketentuan sebenarnya yang terkandung dalam
Alquran, sementara ALLAH menyatakan hukum-NYA praktis logis, tak
pernah bertantangan antara sesamanya, begitupun dengan keadaan dan
kewajiban yang berlaku disemua tempat di seluruh zaman.
Penyelesaian dalam hal ini ialah dengan memperhatikan maksud Ayat-
ayat Suci berikut ini:

َّ ‫أ ََو لَ ْم َي َرْواْ إِلَى َما َخلَ َق اللّهُ ِمن َش ْي ٍء َيَت َفيَّأُ ِظالَلُهُ َع ِن الْيَ ِمي ِن َوال‬
‫ْش َمآئِ ِل‬
ِ ‫س َّجداً لِلّ ِه وهم د‬
‫اخ ُرو َن‬ َ ْ َُ ُ
16/48. Tidakkah mereka perhatikan dari sesuatu yang ALLAH ciptakan?
Planet-planetnya (sesudah topan Nuh) melenggang dari selatan dan utara
bersujud untuk ALLAH, dan mereka patuh.

‫اس َي أَن تَ ِمي َد بِ ِه ْم َو َج َعلْنَا فِ َيها فِ َجاجاً ُسبُالً لَ َعلَّ ُه ْم‬


ِ ‫ض رو‬ ِ
َ َ ِ ‫َو َج َعلْنَا في اأْل َ ْر‬
‫َي ْهتَ ُدو َن‬
21/31. Dan KAMI jadikan di Bumi batang magnet untuk menguatkan
mereka, dan KAMI jadikan padanya (planet-planel) garis-garis orbit zigzag,
semoga mereka mendapat petunjuk.

‫َّه َار فَِإذَا ُهم ُّمظْلِ ُمو َن‬ ِ


َ ‫َوآيَةٌ لَّ ُه ْم اللَّْي ُل نَ ْسلَ ُخ م ْنهُ الن‬
36/37. Dan Ayat bagi mereka malam yang KAMI hilangkan siang
daripadanya (di kutub Bumi), ketika itu mereka kegelapan.

‫ك َت ْق ِد ُير الْ َع ِزي ِز الْ َعلِي ِم‬ِ‫والشَّمس جَت ِري لِمست َقٍّر هَّل ا َذل‬
َ َ َْ ُ ْ ُ ْ َ
36/38. Dan Surya bergerak untuk yang ditentukan baginya (ke utara
selatan).
Itulah ketentuan Yang mulia mengetahui.

‫ون الْ َق ِد ِيم‬


ِ ‫اد َكالْعرج‬
ُ ْ ُ َ ‫َوالْ َق َم َر قَ َّد ْرنَاهُ َمنَا ِز َل َحتَّى َع‬
36/39. Dan Bulan KAMI tentukan orbitnya hingga dia berulang seperti
kenaikan bermula (untuk penanggalan).

‫َّها ِر َوُكلٌّ فِي‬ ِ


َ ‫س يَنبَغي لَ َها أَن تُ ْد ِر َك الْ َق َم َر َواَل اللَّْي ُل َسابِ ُق الن‬
ُ ‫الش ْم‬َّ ‫اَل‬
‫ك يَ ْسبَ ُحو َن‬ٍ َ‫َفل‬
36/40. Surya tidak patut baginya mencapai Bulan tidak pula malam
mendahului siang. Setiapnya bergerak di angkasa.
Jika kita meneliti maksud Ayat-ayat Suci di atas akan kita ketahui
bahwa dalam menentukan waktu Shalat dan Puasa bukanlah harus
didasarkan pada terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah
kediaman manusia, tetapi hendaklah didasarkan atas rotasi Bumi di
sumbunya yang menjadikan daerah tertentu pada suatu garis bujur dari
utara ke selatan memiliki Legal Time, Waktu Setempat atau Standard Time
yang bersamaan.
Semua Ayat Suci tersebut memberikan keterangan adakalanya Surya
condong ke selatan hingga penduduk belahan utara Bumi jadi kegelapan.
begitu pula sebaliknya. Walaupun dalam keadaan demikian, kegelapan
ditimpakan atas daerah siang, tetapi bukanlah berarti melenyapkan waktu
siang, 36/40. Bukanlah malam mendahului siang walaupun cuaca mulai
gelap, sebaliknya juga bukanlah siang mendahului malam sekalipun Surya
tampak terbit lebih cepat daripada biasanya. Panjang waktu siang dan
malam senantiasa bersamaan setiap hari di sepanjang zaman, harus
didasarkan atas waktu daerah ekuator pada garis bujur tertentu.
Condongnya Surya ke arah selatan atau ke utara dari daerah ekuator
sebagai dinyatakan oleh Ayat 16/40 dan 21/31 adalah disebabkan lenggang
Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik sewaktu mengorbit keliling
Surya. Keadaan itu tidak stabil dan tidak tetap, bahkan semakin berkurang
panjang waktunya dari abad ke abad, dan akhirnya akan habis waktu mana
tidak ada lagi pergantian musim, terbit dan terbenamnya Surya akan
berlaku pada waktu bersamaan sepanjang tahun di suatu daerah tertentu.
Masa depan begini akan mengulangi tahun tanpa musim seperti pada
manusia purbakala.
Maka untuk menentukan waktu Shalat yang lima kali sehari,
begitupun untuk menentukan waktu imsak dan berbuka puasa, hendaklah
dipakai Waktu yang ditimbulkan rotasi Bumi sendiri atau Standard Time
seperti pada zaman Purbakala sebelum topan Nuh, bukan waktu yang
dirubah oleh adanya pergantian musim. Jika waktu yang ditimbulkan
pergantian musim ini dipakai akan terdapatlah perlantungan dan
ketidakadilan di antara penduduk Bumi, bahkan juga bertantangan dengan
maksud Firman ALLAH yang semestinya dijadikan sumber ketentuan
hukum.
Karena itu pakailah waktu daerah tertentu di Ekuator keliling Bumi
menurut keadaan yang berlaku pada tanggal 21 Maret atau 22 September
waktu mana Surya tepat berada 90 derajat di atas daerah itu. Itulah
Standard Time yang dipakai bagi daerah yang ada pada garis bujurnya di
belahan selatan dan utara tanpa menghiraukan apakah Surya sudah terbit
atau sudah terbenam dipandang dari daerah itu. Standard Time tidak
pernah dirusak oleh adanya pergantian musim, itulah waktu yang
sebenarnya adil untuk dipakai tanpa merugikan penduduk belahan utara
atau selatan, dan itulah sebenarnya Waktu Tengah yang dimaksud dalam
Ayat:

‫ول‬
ُ ‫الر ُس‬َّ ‫َّاس َويَ ُكو َن‬ ِ ‫ك َج َعلْنَا ُك ْم أ َُّمةً َو َسطاً لِّتَ ُكونُواْ ُش َه َداء َعلَى الن‬ َ ِ‫َوَك َذل‬
‫نت َعلَْي َها إِالَّ لَِن ْعلَ َم َمن َيتَّبِ ُع‬ َ ‫َعلَْي ُك ْم َش ِهيداً َوَما َج َعلْنَا ال ِْق ْبلَةَ الَّتِي ُك‬
‫ين َه َدى‬ ‫ذ‬ِ َّ‫ت لَ َكبِيرةً إِالَّ َعلَى ال‬ ْ ‫ن‬
َ ‫ا‬ ‫ك‬
َ ‫ن‬ ِ‫إ‬‫و‬ ِ ‫ول ِم َّمن ين َقلِب َعلَى َع ِقبي‬
‫ه‬ َ ‫الر ُس‬َّ
َ َ َ َْ ُ َ
‫يم‬ ‫ح‬ِ‫وف َّر‬
ٌ ‫ؤ‬ُ ‫ر‬ َ‫ل‬ ِ
‫َّاس‬ ‫ن‬ ‫ال‬ِ‫يع إِيمانَ ُكم إِ َّن اللّهَ ب‬ ‫ض‬ِ ‫اللّهُ وما َكا َن اللّهُ لِي‬
ٌ َ ْ َ َ ُ ََ
2/143. Demikian KAMI jadikan kamu ummat tengah agar kamu jadi
pemberi bukti atas manusia, dan Rasul itu pemberi bukti atas kamu.
Tidaklah KAMI jadikan Kiblat yang engkau ada atasnya kecuali agar KAMI
ketahui siapa yang mengikuti Rasul dari orang-orang yang berputar atas
dua tumitnya. Bahwa hal itu sangat besar kecuali atas orang-orang yang
ALLAH tunjuki. ALLAH tidak akan membiarkan imanmu, bahwa ALLAH
penyantun penyayang pada manusia.
Banyak sekali yang dapat dipahami dari istilah Ummat Tengah di atas
ini seperti mengenai politik, sosial, ekonomi, dan sebagainya, namun
diantaranya adalah mengenai Waktu untuk jadwal Shalat serta imsak dan
berbuka puasa. Ayat 2/143 tidaklah bertantangan dengan maksud Ayat
2/187 yang nanti akan kita bicarakan pada Bab berikutnya, tetapi fajar dan
malam yang tercantum pada Ayat 2/187 adalah fajar dan malam yang
dimaksudkan pada Ayat 2/143 atas dasar Waktu Tengah. Waktu ini ialah
Waktu yang berlaku pada ekuator Bumi sebagai biasanya disebut dengan
Standard Time.
Orang tidak boleh memakai waktu yang ditimbulkan pergantian musim di
daerah kediaman di sembarang tempat dari mana Surya kelihatan terbit di
timur dan terbenam di barat pada waktu-waktu yang selalu berubah
terutama sekali di daerah kutub Bumi. Pemakaian waktu demikian bukan
saja keliru tetapi juga menjuruskan alam pikiran kepada menyatakan
hukum Islam tidak praktis dan akhirnya menimbulkan penantangan
terhadap perintah ALLAH. Sebagai contoh di bawah ini dikutipkan catatan
perbedaan waktu terbit dan terbenamnya Surya dibandingkan dengan
Standard Time kota Oslo di Norway pada tahun 1973 Masehi. Standard Time
di sini ialah Waktu Tengah yaitu waktu yang berlaku pada Ekuator pada
garis bujur yang sama dari utara ke selatan permukaan Bumi.
Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada
waktutertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam
sehari. Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat
disesuaikan dengan jadwal puasa dan shalat wilayah yang terdekat
dengannya dimana masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.
wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul ahmar)
sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan antara
mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam kondisi
ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat 'isya'nya saja
dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih mengalami
hilangnya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak puasa
(mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang masih
mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa membedakan
antara dua mega itu.
Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam satu
hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya. Dalam
kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan aturan
baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu shubuh
meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat
matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. "
Dalilnya adalah apa yang telah Allah SWT firmankan di dalam Al-Quran
:

ْ‫َس َوِد ِم َن الْ َف ْج ِر مُثَّ أَمِت ُّوا‬ ِ ِ ‫ط األَبي‬


ْ ‫ض م َن اخْلَْيط األ‬
ُ َْ ُ ‫َوُكلُواْ َوا ْشَربُواْ َحىَّت َيتََبنَّي َ لَ ُك ُم اخْلَْي‬
‫اج ِد‬
ِ ‫اشروه َّن وأَنتم عاكِ ُفو َن يِف الْمس‬
ََ
ِ
َ ْ ُ َ ُ ُ َ‫الصيَ َام إِىَل الَّ ْلي ِل َوالَ ُتب‬ ِّ
Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam, janganlah
kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikap dalam mesjid (QS.
Albaqarah :187)
Dari sebab itu, pemakaian jadwal Shalat dan waktu puasa berdasarkan
terbit dan terbenamnya Surya dipandang dari daerah kediaman
sebagaimana berlaku menurut tradisi nyata sekali tidak praktis dan tidak
adil, tetapi hendaklah didasarkan atas waktu daerah ekuator pada garis
bujur yang sama di utara dan di selatan permukaan Bumi sesuai dengan
maksud Ayat 2/143 dan 2/187, begitupun menurut Ayat 36/37 dan 36/40.
Jadi, penduduk Oslo tadi jika berpuasa pada tanggal 20 Juni haruslah
memulai imsak dan Shalat Fajar pada jam 04.45 walaupun hari itu Surya
terbit di timur pada jam 02.35, dan dia harus berbuka puasa dan Shalat
Maghrib pada jam 18.01 sekalipun Surya terbenam di barat pada jam 21.27.
Begitu pula kebetulan dia puasa pada tanggal 20 Desember, bahwa dia
harus mulai imsak dan melakukan Shalat Fajar pada jam 04.45 kemudian
berbuka puasa dan Shalat Maghrib pada jam 18.01 walaupun hari itu Surya
terbit pada jam 09.01 dan terbenam pada jam 14.54. Waktu Shalat Fajar
dan Shalat Maghrib begitupun Shalat lainnya harus selalu bersamaan setiap
hari disepanjang zaman tanpa menghiraukan terbit dan terbenamnya Surya
dipandang dari daerah itu.
Mungkin keadaan demikian dirasa aneh, tetapi nyatanya logis dan
praktis dilaksanakan di segala daerah permukaan Bumi tanpa kesulitan
sepanjang zaman. Orang tak boleh dikungkung tradisi yang berlaku jika
memang bertantangan dengan ketentuan ALLAH, tetapi harus berani
merubah kebiasaan tersebut secara baik atas kewajaran yang
menguntungkan kehidupan manusia terutama lagi dengan mengikuti
ketentuan hukum ALLAH yang dinyatakan dalam Alquran. Dengan
demikian, tidaklah lagi berlaku tantangan dari sebagian penduduk belahan
utara dan selatan Bumi terhadap hukum Islam mengenai ibadah Shalat dan
Puasa yang diwajibkan pada umat manusia.
Peta berikut memperlihatkan daerah keliling Ekuator Bumi 360
derajat dibagi jadi 24 jam waktu atau Standard Time dari kutub utara
sampai ke kutub selatan sesuai dengan rotasi Bumi di sumbunya. Satu jam
waktunya terdiri dari daerah yang tercakup dalam 12 derajat daerah
Ekuator. Peta ini juga menempatkan Surya tepat berada 90 derajat di atas
Kepulauan Gilbert pada 0 derajat garis lintang atau garis Ekuator dan 180
derajat garis bujur yang dinamakan International Date Line. Semisalnya
waktu itu tercatat tanggal 19 jam 01.00 di Pulau Samoa, dan tanggal yang
sama jam 23.00 di Kepulauan Solomon siang hari, juga tanggal 19 jam
12.00 malam di London, maka beberapa saat kemudiannya berlakulah
tanggal 20 di sembarang tempat di muka Bumi.
Dengan Waktu Standar demikian dapatlah pula ditentukan Jam
Waktu setiap saat di sembarang tempat. Semisalnya di Jakarta tercatat jam
24.00 tengah malam dan di New York jam 12.00 siang, maka di daerah lain
tercatat sebagai berikut:Tegasnya, jadwal Shalat ditentukan oleh gerak
putaran Bumi dari barat ke timur yang menyebabkan Surya terbit di timur
dan terbenam di barat dengan mana daerah yang ada di suatu garis bujur
mempunyai waktu yang sama dan selatan ke utara. Bukanlah jadwal Shalat
ditentukan oleh lenggang Bumi ke utara dan ke selatan garis ekliptik hingga
menimbulkan waktu siang dan malam berlainan lamanya sepanjang tahun.
Maka orang yang kebetulan berada di kutub utara atau di kutub selatan di
mana pergantian siang malam hanya sekali dalam setahun disebabkan oleh
lenggang Bumi tadi, hendaklah memakai Waktu Standar tertentu di mana
satu hari berlaku 24 jam sebagai yang berlaku di Torrid Zone dan di
Temperature Zone. Dan dalam satu hari itu dia wajib mendirikan Shalat
yang lima kali menurut jadwalnya.
Shalat Zuhur berlaku sesudah Surya berada di titik Zenith di daerah
Ekuator garis bujur tertentu. Shalat ‘Ashar sesudah Surya mencapi titik 135
derajat di ufuk barat. Shalat Maghrib sesudah Surya selesai terbenam di
barat. Shalat Isya berlaku sesudah syafak atau sinar Surya hilang di ufuk
barat, dan Shalat Subuh berlaku sesudah fajar tampak menyingsing di ufuk
timur dipandang dari daerah Ekuator itu.

Para ulama dalam Majelis Majma' Al-Fiqh Al-Islami dan Hai`ah


Kibaril Ulama telah menetapkan fatwa antara lain :

Pertama : Wilayah yang mengalami siang selama 24 jam dalam sehari pada
waktu tertentu dan sebaliknya mengalami malam selama 24 jam dalam
sehari.

Dalam kondisi ini, masalah jadwal puasa dan juga shalat disesuaikan
dengan jadwal puasa dan shalat wilayah yang terdekat dengannya dimana
masih ada pergantian siang dan malam setiap harinya.

Kedua : wilayah yang tidak mengalami hilangnya mega merah (syafaqul


ahmar) sampai datangnya waktu shubuh. Sehingga tidak bisa dibedakan
antara mega merah saat maghrib dengan mega merah saat shubuh. Dalam
kondisi ini, maka yang dilakukan adalah menyesuaikan waktu shalat
'isya'nya saja dengan waktu di wilayah lain yang terdekat yang masih
mengalami hilangnya mega merah maghrib. Begitu juga waktu untuk imsak
puasa (mulai start puasa), disesuaikan dengan wilayah yang terdekat yang
masih mengalami hilangnya mega merah maghrib dan masih bisa
membedakan antara dua mega itu.

Ketiga : Wilayah yang masih mengalami pergantian malam dan siang dalam
satu hari, meski panjangnya siang sangat singkat sekali atau sebaliknya.
Dalam kondisi ini, maka waktu puasa dan juga shalat tetap sesuai dengan
aturan baku dalam syariat Islam. Puasa tetap dimulai sejak masuk waktu
shubuh meski baru jam 02.00 dinihari. Dan waktu berbuka tetap pada saat
matahari tenggelam meski waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. "

Dalilnya adalah apa yang telah Allah SWT firmankan di dalam Al-Quran :

‫ض ِم َن الْ َخ ْي ِط األَ ْس َوِد ِم َن‬


ُ َ‫ط األَْبي‬
ُ ‫َوُكلُواْ َوا ْش َربُواْ َحتَّى َيتََبيَّ َن لَ ُك ُم الْ َخ ْي‬
‫اج ِد‬
ِ ‫وه َّن وأَنتُم َعاكِ ُفو َن ِفي الْمس‬
ََ
ِ
ْ َ ُ ‫الصيَ َام إِلَى الَّ ْلي ِل َوالَ ُتبَاش ُر‬ ِّ ْ‫الْ َف ْج ِر ثُ َّم أَتِ ُّموا‬
Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai malam, janganlah kamu campuri mereka itu, sedang
kamu beri'tikaf dalam mesjid." (QS. Al-Baqarah :187).

Namun ada juga pendapat yang tidak setuju dengan apa yang telah
ditetapkan oleh dua lembaga fiqih dunia itu. Diantaranya apa yang
dikemukakan oleh Syeikh Dr. Mushthafa Az-Zarqo rahimahullah.
Alasannya, apabila perbedaan siang dan malam itu sangat mencolok
dimana malam hanya terjadi sekitar 30 menit atau sebaliknya, dimana siang
hanya terjadi hanya 15 menit misalnya, mungkinkah pendapat itu relevan?
Terbayangkah seseorang melakukan puasa di musim panas dari terbit fajar
hingga terbenam matahari selama 23 jam 45 menit. Atau sebaliknya di
musim dingin, dia berpuasa hanya selama 15 menit ? Karena itu pendapat
yang lain mengatakan bahwa di wilayah yang mengalami pergantian siang
malan yangekstrim seperti ini, maka pendapat lain mengatakan :
a. Mengikuti Waktu Hijaz
Jadwal puasa dan shalatnya mengikuti jadwal yang ada di hijaz
(Mekkah, Madinah dan sekitarnya). Karena wilayah ini dianggap tempat
terbit dan muncul Islam sejak pertama kali. Lalu diambil waktu siang yang
paling lama di wilayah itu untuk dijadikan patokan mereka yang ada di
kutub utara dan selatan.
b. Mengikuti waktu negara islam terdekat
Pendapat lain mengatakan bahwa jadwal puasa dan shalat orang-orang
di kutub mengikuti waktu di wilayah negara Islam yang terdekat. Dimana di
negeri ini bertahta Sultan / Khalifah muslim. Namun kedua pendapat di
atas masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Karena keduanya
adalah hasil ijtihad para ulama.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu katsir, Abi Al fida Ismail. 1986: tafsir ibnu katsir. Daar Al fikr.
Beirut.
Wahibah, Al Roholi.1991. Tafsir al munir. Daar Al fikr. Beirut.
Shihab, M Quraish. 2002. Tafsir al misbah. Lentera Hati. Jakarta.
Ali, Abi Al hasan. 1988. Tafsir al mawardi. Daar Al kitab Alamiyah.
Beirut.
Ashobuni, M Ali. 1987. Shofwah al tafasir. Daar Al fikr. Beirut.
Muhammad, Abu Bakar. 2001. Terjemahan Subulussalam. Al ikhlas.
Surabaya.
Mahmud, As'ad. 1992. Aisar attafasir. Mahfudoh. Damsik.
Amrullah, Haji Abdul Malik Abdul Karim. 1999. Tafsir al azhar. Pustaka
Nasional PTE LTD. Singapura.
http://suryaningsih.wordpress.com/
HISAB AWAL-AWAL WAKTU SHALAT

Shalat sebagai salah satu kewajiban bagi umat muslim yang paling
fundamental, maka untuk optimalisasi pelaksanakannya harus ditopang
dengan berbagai perangkat baik yang berupa syarat maupun rukun.
Oleh karena mengetahui masuknya waktu shalat merupakan salah
satu syarat sahnya shalat, maka menjadi penting dan termasuk realisasi
dari kaidah “maa laa yatimmu al-wajibu illa bihi fahua wajibun” adalah
memperhatikan dan mempelajari berbagai hal yang terkait dengannya.
Bila kita memperhatikan waktu shalat dari sumber hukumnya, baik
al-Qur’an maupun Hadits, maka waktu shalat erat kaitannya dengan
peredaran matahari dan fenomena alam lainnya, namun akan menjadi
terhambat pelaksanaan ibadah shalat bila kondisi cuaca baru tidak normal
ataupun memang berdomisili di daerah yang siklus siang dan malamnya
tidak harian. Bila realitanya demikian, maka dibutuhkan sarana lainnya
yang dapat berfungsi seperti fenomena alam dan peredaran matahari yang
normal seperti jam.
Ada tiga istilah penting untuk melakukan perhitungan awal waktu
shalat, yaitu tinggi matahari, sudut waktu matahari dan ikhtiyath.

1. Tinggi Matahari
Tinggi Matahari adalah jarak busur sepanjang lingkaran vertical yang
dihitung dari ufuk sampai matahari yang sering disebut dengan Irtifa’ al-
Syams.
2. Sudut Waktu Matahari
Sudut Waktu Matahari adalah busur sepanjang lingkaran harian
Matahari yang dihitung dari titik kulminasi atas sampai Matahari berada
yang sering disebut Fadhlu al-Dair.
3. Ikhtiyat
Ikhtiyat adalah suatu langkah pengaman dalam perhitungan awal waktu
shalat dengan cara menambah atau mengurang 1 s/d 2 menit waktu
dari hasil perhitungan.yang sebenarnya.

Data yang diperlukan dalam melakukan perhitungan awal waktu


shalat adalah :
1. Lintang tempat (p/φ)
Lintang tempat adalah jarak antara katulistiwa atau equator sampai garis
lintang diukur sepanjang garis meridian. Dalam bahasa arab disebur
‘Urdlul Balad.
Tempat-tempat (Kota) yang berada di utara equator disebut Lintang Utara
(LU) bertanda positif (+) dan yang berada di sebelah selatan equator
disebut Lintang Selatan (LS) dan bertanda negative (-)
2. Bujur Tempat (λ)
Bujur tempat adalah jarak antara garis bujur yang melewati kota
Greenwich (London-Inggris) sampai garis bujur yang melewati suatu
tempat (kota) diukur sepanjang equator. Dalam Bahasa Arab disebut
Thulul Balad.
3. Deklinasi Matahari (d/δo)
Deklinasi Matahari atau Mailus Syams adalah jarak sepanjang lingkaran
deklinasi dihitung dari equator sampai matahari.
4. Equation of Time (e)
Equation of Time atau Perata Waktu adalah selisih waktu antara waktu
Matahari hakiki dengan waktu Matahari rata-rata (pertengahan). Dalam
Bahasa Arab disebut Ta’dilul Waqti
5. Meridian Pass (Mer Pass)
Meridian Pass adalah waktu pada saat Matahari tepat di titik kulminasi
atas atau teepat di meridian langit menurut waktu pertengahan, yang
menurut waktu haqiqi saat itu menunjukkan tepat jam 12 siang.

You might also like