Professional Documents
Culture Documents
Didit, Ira, Khalimatus, Nur, Zulfani - Usaha Itik (115-124)
Didit, Ira, Khalimatus, Nur, Zulfani - Usaha Itik (115-124)
ABSTRACT
The study was conducted in Gedang Hamlet RT 02 RW 05 Modopuro Village, Mojosari District,
Mojokerto Regency. The purpose of this study is to describe the problems that occur in laying duck
business based on the identification of strengths, weaknesses, opportunities and threats of laying
duck business. From the observations obtained identification of internal factors consisting of
strengths and weaknesses, namely (a) breeding techniques taught from generation to generation and
based on experience; (b) the egg quality is quite good; (c) cheap labor; (d) availability of livestock
germs; (e) the group of laying ducks; (f) increasingly expensi ve feed prices; (g) lack of support of
adequate facilities and infrastructure; (h) does not have a business license; and (i) limited capital
for farmers' production. While external factors consisting of opportunities and threats are (a)
increasing demand for duck eggs; (b) an ever-expanding market; (c) the development of cultivation
technology; (d) alternative food sources compared to those produced by laying ducks; (e) supporting
livestock business environment conditions; (f) availability of feed ingredien ts at the store and
fluctuations in feed prices; (g) uncertain weather; (h) competition between farmers or products from
other competing regions; and (i) ducks outbreak.
Keywords: identification, strengths, weaknesses, opportunities, threats
ABSTRAK
Penelitian dilakukan di Dusun Gedang RT 02 RW 05 Desa Modopuro Kecamatan Mojosari
Kabupaten Mojokerto. Tujuan Penelitian ini adalah mendeskripsikan permasalahan yang terjadi di
usaha ternak itik petelur berdasarkan identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman usaha
ternak itik petelur. Dari hasil pengamatan diperoleh identifikasi dari faktor internal yang terdiri dari
kekuatan dan kelemahan yaitu (a) teknik beternak yang diajarkan secara turun temurun dan
berdasarkan pengalaman; (b) kualitas telor yang cukup baik; (c) tenaga kerja yang murah; (d)
ketersediaan bibit ternak; (e) adanya kelompok ternak itik petelur; (f) harga pakan yang semakin
mahal; (g) kurangnya dukungan sarana dan prasarana yang memadai; (h) belum memiliki perijinan
usaha; dan (i) keterbatasan modal produksi para peternak. Sedangkan dari faktor eksternal yang
terdiri dari peluang dan ancaman adalah (a) permintaan telur itik yang semakin meningkat; (b) pasar
yang selalu berkembang; (c) adanya perkembangan teknologi budidaya; (d) ada nya sumber makanan
alternatif dibandingkan yang dihasilkan itik petelur; (e) kondisi lingkungan usaha ternak yang
mendukung; (f) ketersediaan bahan pakan di toko dan fluktuasi harga pakan; (g) cuaca yang tidak
menentu; (h) adanya persaingan antar peternak atau adanya produk dari daerah lain yang menjadi
pesaing; dan (i) serangan wabah penyakit itik..
Kata Kunci: identifikasi, kekuatan, kelemahan, peluang, ancaman
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usaha Itik Petelur (Didit Darmawan) 115
I. PENDAHULUAN
Saat ini dunia bisnis di Indonesia berkembang pesat. Beragam industri telah tumbuh dengan jenis
usaha-usaha yang menghasilkan bervariasi produk. Salah satunya adalah bisnis di bidang pertanian.
Bisnis pertanian sangat cocok dikembangkan di wilayah pedesaan. Ada banyak orang yang beralih
membuka usaha pertanian mengingat bisnis pertanian memiliki prospektif yang baik. Usaha pertanian
menjadi bisnis yang menjanjikan dan berpotensi menguntungkan di masa sekarang dan masa
mendatang karena permintaan yang tidak pernah berhenti dari masyarakat terhadap produk-produk
pertanian seiring bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Produk pertanian yang termasuk dalam
kebutuhan primer manusia.
Bisnis sektor pertanian Indonesia cukup beraneka ragam dan menjanjikan. Sektor pertanian yang
dimaksud tersebut bukan hanya pertanian dalam artian sempit akan tetapi merambah ke pertanian dalam
artian luas. Sektor pertanian dalam artian luas terdiri dari bisnis pertanian rakyat, perkebunan,
kehutanan, peternakan dan perikanan.
Peternakan sebagai salah satu subsektor di sektor pertanian merupakan bagian integral dari keberhasilan
sektor pertanian di Indonesia. Pembangunan subsektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan
sektor pertanian, dimana sektor peternakan memiliki nilai strategi untuk memenuhi kebutuhan pakan yang
meningkat karena pertumbuhan penduduk Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan sektor peternakan
diarahkan untuk meningkatkan pendapatan petani peternak, mendorong diversifikasi pangan dan perbaikan
kualitas gizi masyarakat serta pengembangan ekspor. Bisnis peternakan adalah bisnis usaha memelihara
binatang peliharaan yang dapat diambil manfaatnya sehingga mampu memberikan suatu keuntungan (Jha,
2017). Tujuan bisnis peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen
pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal. Usaha bisnis peternakan dapat
digolongkan menjadi tiga, yaitu peternakan hewan besar, peternakan hewan kecil, dan peternakan unggas.
Sektor peternakan merupakan salah satu sub sektor yang menjadi motor penggerak pembangunan
khususnya di wilayah pedesaan. Sisi ekspor sub sektor peternakan juga cukup menjanjikan untuk menopang
perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi
(Pusdatin) Kementerian Pertanian, dari sisi nilai ekspor terjadi peningkatan sebesar 194% atau 161,17 juta
dolar AS pada Januari-September 2017 menjadi 474,19 juta dolar AS pada 2018.
Ternak Unggas merupakan kelompok hewan yang bersayap. Beberapa jenis hewan unggas seperti, ayam,
itik, bebek, angsa serta burung puyuh banyak diternakan oleh penduduk. Usaha peternakan unggas bukan
hanya sebagai usaha sampingan namun dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan utama keluarga.
Peternakan hewan besar merupakan peternakan yang membudidayakan hewan-hewan bertubuh besar,
seperti sapi, kuda, dan kerbau. Ternak hewan-hewan bertubuh besar diambil manfaatnya dalam bentuk
susu, daging, kulit, dan tenaganya sebagai alat transportasi. Selain itu, kotorannya dapat digunakan sebagai
pupuk alamiah yang diperlukan di usaha pertanian dan perkebunan.
Peternakan hewan kecil membudidayakan hewan-hewan bertubuh kecil, seperti babi, kambing, domba,
kelinci, dan lainnya. Manfaat beternak hewan-hewan kecil yaitu diambil susu, kulit dan dagingnya untuk
dikonsumsi. Selain dikonsumsi kulitnya juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan dan pakaian.
Peternakan hewan unggas yang dapat dibudidayakan oleh masyarakat meliputi ayam, bebek, angsa, burung,
itik, dan puyuh. Manfaat beternak hewan unggas adalah untuk diambil daging, telur, bulu. Selain itu, hewan
unggas sebagai penghibur untuk dinikmati suara atau keindahannya. Salah satu usaha peternakan unggas
yang dapat menanggulanggi kekurangan akan protein hewani adalah usaha peternakan itik petelur. Alasan
banyak orang memelihara itik karena telur dan dagingnya sebagai sumber protein hewani. Akibat dari
kandungan yang terdapat pada itik tersebut menyebabkan peningkatan masyarakat untuk mengkonsumsi
itik. Dari meningkatnya kegemaran tersebut menunjang maraknya usaha peternakan itik pedaging dan
petelur. Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi tercapainya
Itik Petelur
Menurut Nugroho (2008) itik adalah sejenis unggas yang senang mencari makanan di tempat yang
berair. Hal ini menunjukkan dari struktur fisik itik yang memiliki selaput pada jari kakinya dan paruh
yang lebar dan panjang. Itik dalam bahasa jawa dikenal dengan istilah bebek. Kelebihan dari beternak
itik adalah itik lebih tahan penyakit dibandingkan dengan ayam. Menurut Maulana (2013) itik termasuk
unggas yang mudah diternakkan karena makanan itik bisa diperoleh dari lingkungan sekitar, itik
mampu menghasilkan produk yang bergizi tinggi seperti daging dan telur, kebutuhan protein pakan itik
fase layer (bertelur) lebih rendah yakni sekitar 15 – 18 %, dan itik memiliki kemampuan mencerna
serat yang baik, tahan terhadap stres dan penyakit, serta mudah beradaptasi.
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usaha Itik Petelur (Didit Darmawan) 117
Menurut Cahyono (2011) itik petelur adalah bangsa itik yang memiliki produktivitas telur tinggi,
sedangkan produksi dagingnya rendah. Umumnya, itik petelur bertubuh ramping, kecil, dengan daging
yang kurang tebal. Menurut Suci (2013) setelah satu periode produksi, itik akan mengalami masa
rontok bulu. Masa rontok bulu merupakan keadaan biologis yang terjadi pada setiap unggas. Itik akan
mengalami rontok bulu kemudian akan tergantikan dengan bulu yang baru tumbuh. Tahapan proses
rontok bulu meliputi itik berhenti bertelur, rontok bulu, bulu tumbuh kembali, kemudian itik bertelur
kembali. Itik mojosari mulai mengalami rontok bulu pada minggu ke-25 sampai minggu ke-35. Proses
rontok bulu diawali dengan rontoknya bulu sayap primer sebanyak satu sampai dua helai, kem udian
bertambah menjadi dua sampai empat helai. Jumlah bulu yang rontok bervariasi dipengaruhi oleh
variasi genetikn itik lokal tersebut. Rontoknya bulu pada itik sebelumnya ditanda adanya penurunan
produksi telur yang dimulai sekitar 21 minggu.
Menurut Polana (2018) itik Mojosari merupakan itik petelur lokal unggulan yang sudah banyak
dibudidayakan oleh peternak di berbagai daerah di Indonesia. Itik ini berasal dari desa Modopuro,
Kecamatan Mojosari, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Itik Mojosari mulai berproduksi pada usia
lima – tujuh bulan, dengan puncak produksi mencapai 80%. Rata – rata hasil produksi telurnya
sebanyak 130 butir/ekor/tahun pada pola pemeliharaan di gembalakan di sawah. Apabila dipelihara
secara intensif dengan cara dikandangkan, produksi telurnya dapat mencapai 250 butir/ekor/tahun.
Telur dari Itik Mojosari berbobot berkisar 65 – 69 gram/butir, dengan kerabang kulit berwarna biru
muda. Itik Mojosari dewasa umumnya memiliki bobot tubuh hingga 1,7 kg/ekor.
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usaha Itik Petelur (Didit Darmawan) 119
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dilakukan dengan melakukan analisis faktor-
faktor internal dan eksternal usaha ternak itik petelur. Faktor-faktor internal terdiri dari faktor kekuatan
dan kelemahan yang teridentifikasi adalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor Internal
Berdasarkan pengamatan di lapangan diperoleh faktor-faktor internal yang mempengaruhi usaha
ternak itik petelur di Dusun Gedang adalah sebagai berikut:
a. Teknik beternak yang diajarkan secara turun temurun dan berdasarkan pengalaman.
Kebanyakan dari mereka beternak itik dengan cara gembala karena mereka menganggap cara
pemeliharaan tersebut sudah turun temurun dari orang tua. Kemampuan beternak itik hanya
belajar dari pengalaman atau warisan keluarga, bahkan belajar dari sesama penggembala ketika
bertemu. Cara-cara lama tersebut menunjukkan kurangnya penguasaan ilmu dan penerapan
teknologi untuk mengembangkan lebih lanjut teknik ternak yang lebih baik
b. Kualitas telor yang cukup baik. Itik petelur yang berhasil dibudidayakan dengan baik akan
menghasilkan kualitas baik bahkan bila dikembangkan lebih jauh akan menghasilkan telur yang
berkualitas ekspor karena memenuhi kriteria seperti kandungan protein, besar telur dan warna
kuning telur.
c. Tenaga kerja yang murah. Hal ini karena para peternak masih melibatkan bantuan tenaga dari
pihak keluarga untuk memelihara itik. Kenyataan tersebut akan memengaruhi tingkat efisiensi
produksi usaha ternak itik.
d. Ketersediaan bibit ternak Penyediaan bibit bagi para peternak Itik di Indonesia diperoleh
melalui perkawinan ternak Itik penghasil bibit (breeder) antar kelompok ternaknya sendiri. Bibit
dapat berbentuk DOD (anak Itik) dan bibit siap bertelur. Perusahaan pembibitan ternak Itik
belum secanggih ayam ras. Bahkan biasanya peternak sendiri yang melakukan pembibitan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa beberapa cara memperoleh bibit yang lebih baik adalah: (1)
membeli telur tetas, (2) memelihara ternak itik, (3) membeli DOD.
e. Adanya kelompok ternak itik petelur. Keberadaan kelompok ternak itik petelur berguna untuk
mengatasi masalah yang dihadapi oleh peternak itik. Salah satunya terwujudnya kerjasama di
antara peternak itik dan membentuk kelompok usaha ternak untuk menciptakan forum diskusi
menyelesaikan permasalahan yang terjadi dan mengganggu proses perternakan tersebut.
Kelompok Tani Ternak Itik (KTTI) cukup banyak tersebar di Kabupaten Mojokerto.
f. Harga pakan yang semakin mahal. Harga pakan merupakan salah satu bentuk variabel biaya
yang akan menentukan harga jual. Kenaikan harga pakan dapat disebabkan kenaikan dari bahan
baku pakan ternak. Apalagi bahan baku tersebut berasal dari import negara lain. Selain itu
pengetahuan peternak cukup minim tentang nutrisi bahan pakan yang memberikan dampak
penting terhadap kualitas telur dan kualitas hidup itik petelur.
g. Kurangnya dukungan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana dibutuhkan
untuk mendukung kegiatan proses produksi seperti lahan, kandang, kolam hingga dukunggan
lingkungan sekitar untuk menyediakan pakan secara alami.
h. Belum memiliki perijinan usaha. Ijin usaha peternakan diberikan kepada perusahaan peternakan
maupun perorangan, perseroan terbatas atau koperasi yang telah siap melakukan kegiatan
produksi, termasuk untuk memasukkan ternak dan pembibitan ternak. Pengajuan ijin usaha
mengarah kepada bagaimana merencanakan pengelolaan proyek usaha peternakan itik petelur
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usaha Itik Petelur (Didit Darmawan) 121
memberikan kesehatan pada Itik yang ada di dalamnya, (3) harus memberikan hasil bagi
peternak, (4) tidak mengganggu peternak, (5) memenuhi syarat ekono mis. Tempat yang dipilih
hendaknya memiliki persyaratan sebagi berikut: (1) dekat dengan sumber air, (2) dekat dengan
daerah pemasaran, (3) dekat dengan sumber bahan baku, (4) tidak mengganggu lingkungan
sekitar, (5) tidak mengganggu peternak. Pada peternakan itik, kandang yang umum digunakan
adalah tipe sheed. Lantai kandang yang terbaik adalah yang terbuat dari semen atau papan,
karena untuk mempermudah membersihkannya. Luas kandang hendaknya disesuaikan dengan
jumlah dan umur Itik yang dipelihara. Untuk Itik dewasa (> 6 bulan), Itik dara (2-6 bulan), anak
Itik (1 hari-2 bulan), kapasitas kandang Itik masing-masing 4-5 ekor per meter persegi, 5-10
ekor per meter persegi, dan 8-10 meter persegi untuk 100 ekor anak Itik
f. Ketersediaan bahan pakan di toko dan fluktuasi harga pakan. Makanan itik yang dipelihara
secara ekstensif tidaklah diperhatikan secara benar karena itik dilepas saja untuk mencari
makanan sendiri. Itik mendapat makanan dari sisa panenan yang didapatnya di sawah, dan
protein hewani diperoleh dari remis, cacing, dan belalang. bahan-bahan makanan yang dapat
dipakai sebagai campuran ransum adalah: jagung kuning, dedak lunteh, bungkil bungkilan, ubi
kayu, daun lamtoro, daun petai cina, kulit kerang, garam dapur, minyak atau lemak, dan tepung
darah. Batas maksimum pemakaian bahan makanan tersebut dipengaruhi oleh kualitas bahan
dan harga bahan makanan tersebut. Jumlah induk yang dipelihara mempengaruhi biaya
makanan, makin banyak itik yang dipelihara, peternak akan lebih banyak memperhatikan
ternaknya terutama tentang pakannya. Pakan yang dibeli dari pabrik (ransum komersial)
seharusnya hanya digunakan pada saat pemeliharaan itik periode awal, sementara untuk itik
dara mulai dari umur tujuh minggu dan seterusnya menggunakan makanan yang diramu sendiri
dengan bahan-bahan yang diperoleh disekitar lokasi usaha. Kebutuhan nutrisi bagi itik
sepenuhnya harus dapat disediakan. Khusus bagi induk itik petelur, kebutuhan akan kalsium
dan fosfor cenderung lebih banyak karena akan dimanfaatkan untuk pembentukan cangkang
telur dan membantu kelancaran proses pengeluaran telur. Adanya permintaan akan telur itik
yang semakin meningkat dan potensi pengembangan peternakan yang masih terbuka lebar,
sementara harga pakan ternak sebagai penyokong utama budidaya terus melonjak naik.
Kenaikan harga pakan konsentrat ini adalah sebagai imbas dari kenaikan harga impor bahan
baku pakan ternak.
g. Cuaca yang tidak menentu. Kondisi cuaca yang tidak menentu seperti curah hujan tinggi serta
angin kencang dapat memengaruhi bahkan ketika tidak hujan, terik matahari sangat panas. Hal
ini disebabkan karena kurang asupan makan. Pola makan yang tidak lahap, diduga menjadi
faktor yang menghambat pertumbuhan telor dalam kandungan.
h. Adanya persaingan antar peternak atau adanya produk dari daerah lain yang menjadi pesaing.
Tingkat persaingan peternak itik cukup tinggi. Dengan demikian peluang pasar akan lebih sulit
bila permintaan terpenuhi dan harga bersaing tanpa kendali.
i. Serangan wabah penyakit itik. Teknologi yang ternak yang masih sederhana dalam pengolahan
pakan dan penanggulangan penyakit menyebabkan rentan untuk terkena wabah penyakit.
Penyakit itik ada yang tidak menular dan ada yang menular. Penyakit yang tidak menular seperti
strees (cekaman), rickets duck, mycosis, botulism (limberneck), dan keracunan garam. Penyakit
menular pada itik merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri atau kuman yang
dapat ditularkan melalui kontak langsung atau lewat udara seperti fowl cholera (kolera itik),
fowl pox (cacar), white eye (mata memutih), coccidiosis (berak darah), coryza (pilek menular),
salmonellosis, sinusitis, dan aflatoksikosis.
Dengan demikian hasil deskripsi faktor internal dan eksternal yang telah diuraikan sebelumnya dapat
ditindaklanjutin untuk ditetapkan langkah-langkah mengatasinya.
Saran
Studi yang telah dilakukan mengungkapkan bahwa peternakan itik secara signifikan berkontribusi
terhadap mata pencaharian peternak dari sisi nutrisi dan pendapatan. Pihak terkait harus mendukung
untuk berkembangnya sektor ini di daerah pedesaan yang akan meningkatkan pendapatan bagi
kehidupan peternak dan selanjutnya mengurangi kemiskinan dan meningkatkan keamanan pangan. Hal
ini berdasarkan pada permintaan daging dan telur itik yang berkembang pesat. Berdasarkan kesimpulan
tersebut maka saran yang dapat penulis berikan dari hasil pengamatan di lapangan adalah
diperlukannya penelitian dan pengamatan lebih lanjut di objek penelitian agar dapat melakukan
formulasi penanganan masalah dan strategi pengembangan usaha ternak itik petelur sekaligus
melakukan klarifikasi dari temuan-temuan di penelitian ini. Identifikasi permasalahan yang dihasilkan
dari penelitian ini diharapkan dapat ditindaklanjuti untuk mendukung pengembangan usaha ternak itik
petelur pada khususnya dan untuk mengembangkan sektor pertanian di Kabupaten Mojokerto pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyono, Bambang. 2011. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya, Jakarta
Chermack, T. J. & Kasshanna, B. K. 2007. The Use and Misuse of SWOT Analysis and Implications
for HRD professionals, Human Resource Development, Vol. 10 No.4, 383-399
Cojanu, V. & Bilbor, M. R. 2007. The SWOT Technique in Action: Strategic Analysis of Development in
Romania, Review of Management and Economical Engineering, Vol.6 No.5, 162-167.
Darmawan, Didit. 2018. Strategi Pengembangan Usahatani Bawang Merah di Desa Sajen, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jurnal Agrimas, Vol.2 No.1 Juni, 13-22
David, Fred.R. 2011. Manajemen Strategis: Konsep-Konsep. Edisi Duabelas, Salemba Empat, Jakarta
Gautama, N. 2007. Budidaya Ternak Itik Permasalahan dan Pemecahan.Cempaka Mas. Malang.
Jha BK, Chakrabarti A. 2017. Back Yard Poultry Farming as a Source of Livelihood in Tribal Village:
An Economic Appraisal. Int. J. Agric. Sci. Res. Vol. 7 No.1, 267-274
Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Usaha Itik Petelur (Didit Darmawan) 123
Mangku, S. 2005. Cara Memelihara Itik. Primapustaka, Yogyakarta
Maulana, Hasanuddin. 2013. Beternak Itik Petelur. PT AgroMedia Pustaka, Jakarta
Nugroho, Bambang Tri R. 2008. Beternak Bebek dengan Cara Sederhana. Sahabat, Klaten
Polana, Agustin. 2018. Beternak Itik Petelur Produktivitas hingga 95%. PT AgroMedia Pustaka,
Jakarta
Singh V K, Chauhan S S, Ravikanth K, Maini S & Rekhe D S. 2009. Effect of Dietary Supplementation
of Polyherbal Liver Stimulant on Growth Performance and Nutrient Utilization in Broiler
Chicken. Vet. World. Vol. 2 No. 9, 350-352
Suci, Dwi Margi. 2013. Pakan Itik. Penebar Swadaya, Jakarta
Thompson, A. A. & Strickland, A. J. 2001. Strategic Management-Concepts and Cases, (12th Edition),
USA: McGraw-Hill.
Widodo, Eko. 2018. Ilmu Nutrisi Ternak. UB Press, Malang