You are on page 1of 84

PERBEDAAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PASCA

PENCABUTAN GIGI PADA PASIEN MENOPAUSE


DAN WANITA MUDA DI DEPARTEMEN BEDAH
MULUT DAN MAKSILOFASIAL FKG USU

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

SARAH
NIM: 140600105

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan


di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 31 Oktober 2018


Pembimbing: Tanda Tangan

Indra Basar Siregar, drg., M.Kes

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji


pada tanggal 31 Oktober 2018

TIM PENGUJI

KETUA : Isnandar, drg., Sp. BM

ANGGOTA : 1. Abdullah Oes, drg


2. Indra Basar Siregar, drg., M. Kes

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2018

Sarah.
Perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada pasien
menopause dan wanita muda di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU.
xi + 57 halaman

Pencabutan merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana


gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses penyembuhan luka pada penelitian ini yaitu hormon seks.
Estrogen mempunyai peran penting pada semua fase penyembuhan luka dengan
memodifikasi reaksi inflamasi, mempercepat re-epitelisasi, menstimulasi
pembentukan jaringan granulasi, mengatur proteolisis, dan menyeimbangkan sintesis
kolagen dan degradasi. Defisiensi estrogen dapat mengganggu proses penyembuhan
luka terutama proses inflamasi dan re-granulasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada pasien
menopause dan wanita muda. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental
semu dimana pengambilan sampel dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini
dilakukan pada 42 orang sampel yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu, pasien
menopause dan wanita muda. Hasil penelitian dianalisis menggunakan Mann-
Whitney. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan proses penyembuhan
luka yang signifikan (p>0,05) antara pasien wanita muda dan menopause pada hari
ketiga dan kelima pasca pencabutan gigi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada pasien menopause berlangsung
lebuh lama dari wanita muda.
Daftar Rujukan: 35 (2007-2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Faculty of Dentistry
Department of Oral and Maxillofacial Surgery
2018

Sarah.
The difference in wound healing process post tooth extraction in menopause
patients and young women at Department of Oral and Maxillofacial Surgery Faculty
of Dentistry University of Sumatera Utara.
xi + 57 pages

Tooth extraction is the process of pulling a tooth out from the alveolus since
the tooth can not be treated anymore. After tooth extraction, there will be a wound
healing process. One of the factors that influence the wound healing process is sex
hormones. Estrogen has an important role in all phases of wound healing by
modifying the inflammatory reaction, accelerating re-epithelialization, stimulating
granulation formation, regulating proteolysis, and balancing collagen synthesis and
degradation. Estrogen deficiency is detrimental to wound healing processes, notably
inflammation and re-granulation. The purpose of this study was to determine the
differences in wound healing process post tooth extraction in menopause patients and
young women. This study is a quasy experimental study where sampling was carried
out in the Department of Oral and Maxillofacial Surgery using purposive sampling
methode. This study was done by observing 42 patients divided in two groups,
menopause and young woman patients. The data obtained in this study were analyzed
using Independent Mann-Whitney. The results of this study showed that there are
significant differences in wound healing processes between menopause patients and
young women on the third and fifth days post extraction (p>0.05). Thus, it could be
concluded that the wound healing process post tooth extraction in menopause patients
took longer time than young women.
Bibliography: 35 (2007-2017)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dalam rangka memenuhi kewajiban penulis untuk mendapatkan gelar sarjana
Kedokteran Gigi.
Rasa terima kasih penulis sampaikan kepada ibunda tercinta, Ibunda
Lumongga Rosmawati Nababan dan ayahanda tercinta, Ayahanda Toto Samuel serta
saudara tersayang yang senantiasa menyayangi, mendoakan, dan mendukung penulis
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, penulis
juga telah banyak mendapat bimbingan, bantuan, motivasi, saran-saran serta doa dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati serta penghargaan yang tulus
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Trelia Boel, drg., Sp.RKG(K), sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM, sebagai ketua Departemen Bedah
Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3. Indra Basar Siregar, drg., M.Kes, selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, serta
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Prof. Sondang Pintauli, drg., Ph.D, selaku dosen pembimbing akademik
yang telah membimbing penulis menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara.
5. Isnandar, drg., Sp. BM, sebagai penguji yang telah memberikan saran dan
masukan kepada penulis.
6. Abdullah Oes, drg, sebagai penguji yang telah memberikan saran dan
masukan kepada penulis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

7. Seluruh staf pengajar di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial


Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas ilmu serta bantuan yang
diberikan kepada penulis.
8. Mahasiswa kepaniteraan klinik yang telah banyak membantu dalam
melakukan penelitian di Departemen Bedah Mulut FKG USU.
9. Saudara-saudaraku, Lana Maria, Kristina Hariyani, dan Nuel Yosia yang
selalu memberi dukungan dan semangat pada penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Okta, Ayu, Jenny, Monica, Hanny,
Erlinda, Nesia, Theo, Retno, Iavon, Elfina, Stefika, dan Tessa atas dukungan dan
bantuan untuk penulis agar menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU serta teman-teman FKG USU stambuk 2014 yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan dukungan dan semangat
pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu yang penulis miliki
menjadikan skripsi ini masih perlu perbaikan, saran, dan kritik membangun.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan
sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu di Fakultas
Kedokteran Gigi khususnya Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

Medan, 31 Oktober 2018


Penulis

Sarah
NIM. 140600105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.........................................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN..........................................................................

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI..............................................................

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI ............................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xi

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 4
1.4 Hipotesis ........................................................................................................ 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 6


2.1 Pencabutan Gigi ............................................................................................. 6
2.1.1 Pengertian Pencabutan Gigi ........................................................................ 6
2.1.2 Anatomi Gigi Molar Satu Mandibula ......................................................... 6
2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi ............................................ 7
2.1.3.1 Indikasi Pencabutan Gigi ......................................................................... 7
2.1.3.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi .............................................................. 9
2.1.3 Teknik Pencabutan Gigi ........................................................................... 10
2.1.4 Manajemen Pasca Pencabutan Gigi .......................................................... 11
2.1.5 Komplikasi Pencabutan Gigi .................................................................... 12
2.2 Proses Penyembuhan Luka .......................................................................... 13
2.2.1 Fisiologi Penyembuhan Luka ................................................................... 13
2.2.2 Fase Penyembuhan Luka .......................................................................... 15
2.2.2.1 Fase Inflamasi ........................................................................................ 15
2.2.2.2 Fase Fibroplasti ...................................................................................... 17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vii

2.2.2.3 Fase Remodeling/Maturasi .................................................................... 17


2.2.3 Klasifikasi Penyembuhan Luka ................................................................ 18
2.2.3.1 Penyembuhan Luka Primer ................................................................... 18
2.2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder ............................................................... 19
2.2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier ................................................................... 19
2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka ..................................... 19
2.2.5 Hormon Seks ............................................................................................ 20
2.2.5.1 Hormon Seks Pada Wanita Muda .......................................................... 21
2.2.5.2 Hormon Seks Pada Menopause ............................................................. 22
2.3 Kerangka Teori ............................................................................................ 26
2.4 Kerangka Konsep......................................................................................... 27

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 28


3.1 Jenis Penelitian ............................................................................................ 28
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 28
3.2.1 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 28
3.2.2 Waktu Penelitian....................................................................................... 28
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................................... 28
3.3.1 Populasi .................................................................................................... 28
3.3.2 Sampel ...................................................................................................... 29
3.3.2.1 Besar Sampel ......................................................................................... 29
3.3.2.2 Sampling ................................................................................................ 30
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ....................................................................... 30
3.4.1 Kriteria Inklusi .......................................................................................... 30
3.4.2 Kriteria Eksklusi ....................................................................................... 30
3.5 Analisa Skor Penyembuhan Luka Menurut Wahyuni dkk .......................... 31
3.6 Kategori Umur Berdasarkan Kemenkes RI Tahun 2013 ............................. 31
3.7 Variabel dan Defenisi Operasional .............................................................. 32
3.7.1 Variabel Penelitian.................................................................................... 32
3.7.1.1 Variabel Bebas ....................................................................................... 32
3.7.1.2 Variabel Terikat ..................................................................................... 32
3.7.1.3 Variabel Terkendali ............................................................................... 32
3.7.2 Definisi Operasional ................................................................................. 33
3.8 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 37
3.8.1 Alat ........................................................................................................... 37
3.8.2 Bahan ........................................................................................................ 37
3.9 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian .................................... 37
3.10 Alur Penelitian ........................................................................................... 40
3.11 Pengolahan dan Analisis Data ................................................................... 40
3.12 Kode Etik Penelitian .................................................................................. 41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................................. 42


4.1 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Pembengkakan Pasca
Pencabutan ......................................................................................................... 42
4.2 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Rasa Sakit Pasca
Pencabutan ......................................................................................................... 44
4.3 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Kemerahan Pasca
Pencabutan ......................................................................................................... 46
4.4 Perbandingan Penyembuhan Luka Pada Pasien Menopause dan Wanita
Muda Pasca Pencabutan .................................................................................... 48

BAB 5 PEMBAHASAN ............................................................................................ 49

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 53


6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 53
6.2 Saran ............................................................................................................ 53

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 54

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka................................ .20

2 Skala Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi.......................................30

3 Kategori Umur Berdasarkan Kemenkes RI Tahun 2013....................31

4 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan


pasca pencabutan pada hari ke-3.........................................................42

5 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan


pasca pencabutan pada hari ke-5.........................................................43

6 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan


pasca pencabutan pada hari ke-7.........................................................44

7 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit


pasca pencabutan pada hari ke-3.........................................................45

8 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit


pasca pencabutan pada hari ke-5.........................................................45

9 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit


pasca pencabutan pada hari ke-7.........................................................45

10 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan


pasca pencabutan pada hari ke-3.........................................................46

11 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan


pasca pencabutan pada hari ke-5.........................................................47

12 Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan


pasca pencabutan pada hari ke-7.........................................................47

13 Rata – rata perbandingan penyembuhan luka pada hari ke-3, 5


dan 7 pasca pencabutan.......................................................................48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Anatomi Gigi Molar Satu Mandibula................................................................6

2 Cara pemegangan tang pencabutan yang benar...............................................11

3 Respon awal vaskular terhadap terjadinya injuri.............................................14

4 Mekanisme Penyembuhan Luka......................................................................15

5 Fase inflamasi dari penyembuhan luka............................................................16

6 Fase fibroplasti dari penyembuhan luka..........................................................17

7 Fase remodeling dari penyembuhan luka........................................................18

8 Sekresi estrogen sepanjang kehidupan seks perempuan..................................23

9 Alat penelitian .................................................................................................37

10 Bahan penelitian..............................................................................................37

11 Cara mengukur pembengkakan.......................................................................39

12 Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-3............................................43

13 Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-5............................................43

14 Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-7............................................44

15 Kemerahan pasca pencabutan pada hari ke-3..................................................46

16 Kemerahan pasca pencabutan pada hari ke-3..................................................47

17 Kemerahan pasca pencabutan pada hari ke-3..................................................48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup


2. Rincian Biaya Penelitian
3. Jadwal Kegiatan
4. Ethical Clearance
5. Lembar Penjelasan Kepada Calon Subjek Penelitian
6. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
7. Lembar Pengamatan dan Pemeriksaan Proses Penyembuhan Luka
8. Hasil Pengamatan dan Pemeriksaan Proses Penyembuhan Luka
9. Output Analisa Data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di bidang kedokteran gigi, tindakan pencabutan gigi adalah suatu kegiatan
yang rutin dilakukan dan merupakan kasus yang terbanyak.1 Pencabutan merupakan
suatu proses pengeluaran gigi dari soket di dalam tulang. Menurut Jeffrey dan Howe,
pencabutan gigi yang ideal adalah pengeluaran gigi yang utuh atau akar gigi tanpa
rasa sakit dan dengan trauma minimal pada jaringan sekitarnya.2 Indikasi
dilakukannya pencabutan gigi yaitu karena adanya karies, nekrosis pulpa, penyakit
periodontal, perawatan ortodontik, malposisi gigi, fraktur gigi, impaksi gigi, gigi
berlebih, gigi yang berhubungan dengan lesi patologis, terapi radiasi, gigi yang
terdapat pada fraktur rahang, masalah ekonomi.2,3 Pencabutan gigi terkadang tidak
bisa dilakukan karena berbagai faktor, seperti kelainan sistemik (diabetes melitus,
hipertensi, leukemia yang tidak terkontrol, kehamilan, kelainan perdarahan) dan
kelainan lokal (perikoronitis akut, oedem berat, abses dentoalveolar akut, dan
sebagainya).4,5 Tindakan pencabutan gigi merupakan pilihan terakhir bilamana gigi
pasien sudah rusak dan tidak dapat dirawat lagi.6
Berdasarkan penelitian Benedicto yang telah dilakukan di Brazil bahwa
prevalensi kehilangan seluruh gigi pada usia 18 tahun sekitar 2,4%, sedangkan pada
usia tua yang berumur 30 tahun keatas sekitar 30,6%.7 Menurut penelitian Barbato
dkk, prevalensi terjadinya kehilangan gigi lebih banyak pada wanita daripada pria.
Penelitian yang dilakukan oleh Montandan tahun 2012 di Brazil menunjukkan bahwa
alasan utama pencabutan gigi yaitu karies gigi sebesar 38,4%, dan penyakit
periodontal sebesar 32,3%.8
Pada dasarnya, ada dua cara pencabutan gigi. Cara pertama yang sering
dilakukan pada kebanyakan kasus, biasa disebut close methode yang terdiri dari
pencabutan gigi atau akar gigi dengan menggunakan tang atau elevator (bein), atau
keduanya. Metode lainnya yakni open methode adalah dengan pengambilan gigi atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

akar gigi dari perlekatan tulangnya.9 Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi
karena berbagai faktor dan bervariasi pula dalam hal yang ditimbulkannya.
Komplikasi dapat digolongkan menjadi intraoperatif, segera sesudah pencabutan dan
jauh setelah pencabutan. Komplikasi yang sering ditemui pada pencabutan gigi antara
lain perdarahan, pembengkakan, rasa sakit, dry socket, fraktur, dan dislokasi
mandibula.10
Seluruh rencana perawatan pada tindakan pencabutan gigi harus didasari
dengan ketelitian dalam memeriksa keadaan umum pasien sebelum melakukan tahap
perawatan. Dalam melakukan tindakan pencabutan gigi akan dijumpai beberapa
masalah kesehatan yang sama dan terdapat pada masing-masing pasien pencabutan
gigi. Hal demikian yang akan menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi pencabutan
gigi. Beberapa faktor resiko yang biasanya menjadi penyebab komplikasi pencabutan
gigi antara lain adanya gangguan pada sendi temporomandibula, penyakit sistemik,
keadaan akar gigi, dan umur pasien.10
Luka merupakan perubahan kontinuitas jaringan secara seluler dan anatomi,
yang dapat terjadi pada kulit ataupun mukosa mulut dan berlanjut pada kulit ataupun
mukosa mulut dan berlanjut pada proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan
luka pada dasarnya merupakan suatu proses seluler yang kompleks dan berfokus
untuk mengembalikan keutuhan struktur dan fungsi jaringan yang rusak melalui tiga
fase, yaitu fase inflamasi, fase fibroplasti dan fase remodeling.11 Faktor – faktor yang
mempengaruhi penyembuhan luka dibagi menjadi faktor lokal dan faktor sistemik.
Faktor lokal meliputi besarnya luka, lokasi luka, perdarahan, perforasi sinus
maksilaris, pinggir tulang yang tajam, iskemia, infeksi dan lainnya. Sementara faktor
sistemik meliputi umur,defisiensi nutrisi, penyakit herediter, penggunaan obat-
obatan, stres dan juga hormon.12
Menopause mengakibatkan menghilangnya hormon estrogen dan
progesteron.1 Estrogen mempunyai peran penting pada semua fase penyembuhan luka
dengan memodifikasi reaksi inflamasi, mempercepat re-epitelisasi, menstimulasi
pembentukan jaringan granulasi, mengatur proteolisis, dan menyeimbangkan sintesis
kolagen dan degradasi.13 Adanya defisiensi hormon estrogen mengakibatkan proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

epitelisasi tidak berjalan normal. Ini dikarenakan adanya peran estrogen yang
bertugas meningkatkan jumlah produksi kolagen dengan mengubah polimerisasi dari
mokopolisakarida dan meningkatkan kualitas hidroskopis dan memperkuat adhesi
kolagen pada jaringan ikat. Pada masa menopause, serat-serat kolagen yang
merupakan substansi dasar pembentukan jaringan ikat berkurang kualitas maupun
jumlahnya. Hal ini berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka oleh karena
proses epitelisasi luka terhambat, sehinga jalannya penyembuhan dan penutupan luka
berlangsung lama.1
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dkk, didapatkan bahwa
kesembuhan luka pencabutan gigi pada hari ketiga menunjukkan bahwa tingkat rasa
sakit (dolor) pada kelompok menopause masih sakit spontan, sedangkan pada
kelompok non menopause sakit bila dipalpasi. Tingkat kemerahan (rubor) pada
kelompok menopause lebih merah daripada kelompok non menopause. Tingkat
pembengkakan (tumor) pada kedua kelompok menunjukkan rata-rata besar
pembengkakan yang sama. Sementara pada hari kelima pasca pencabutan gigi
didapatkan keradangan telah mereda dibanding hari ketiga yaitu ditunjukkan pada
tingkat rasa sakit (dolor), kelompok non menopause tidak ada rasa sakit. Pada tingkat
kemerahan (rubor) kedua kelompok sama yaitu berupa kemerahan. Pada tingkat
pembengkaan (tumor) kelompok non menopause menunjukkan sudah tidak ada
pembengkaan atau normal, sedangkan menopause masih ada pembengkaan. Namun
karena penelitian ini dilakukan oleh manusia dan diamati secara klinis, maka timbul
pertanyaan apakah penyembuhan luka pencabutan gigi yang berlangsung lebih lama
hanya disebabkan oleh karena menopause atau mungkin ada faktor-faktor lain yang
mempengaruhi.1
Dari latar belakang yang telah di uraikan, peneliti tertarik untuk meneliti lebih
lanjut tentang perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi molar 1
mandibula pada pasien menopause dan pasien wanita muda di Departemen Bedah
Mulut dan Maksilofasial FKG USU.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan
permasalahan yaitu adakah perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan
gigi molar 1 mandibula pada pasien menopause dan pasien wanita muda di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU.

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi molar 1 mandibula pada
pasien menopause dan pasien wanita muda di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui perbedaan proses inflamasi yang terjadi setelah
pencabutan gigi pada pasien menopause dan pasien wanita muda di Departemen
Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU.
2. Untuk mengetahui perbedaan dari tanda-tanda inflamasi (pembengkakan,
rasa sakit dan kemerahan) yang terjadi pasca pencabutan gigi pada pasien menopause
dan pasien wanita muda di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU.

1.4 Hipotesis
Ho : Tidak ada perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi
molar 1 mandibula pada pasien menopause dan pasien wanita muda.
Ha : Ada perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi molar 1
mandibula pada pasien menopause dan pasien wanita muda.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.5 Manfaat Penelitian


Dengan mengetahui perbedaan proses penyembuhan luka pasca pencabutan
gigi molar 1 mandibula pada pasien menopause dan pasien wanita muda di
Departemen Bedah Mulut FKG USU, maka diharapkan:

1. Hasil penelitian dapat memberi informasi dan sumbangan ilmu pengetahuan


khususnya kepada Departemen Bedah Mulut FKG USU mengenai perbedaan
proses penyembuhan luka pada pasca pencabutan gigi pada pasien menopause
dan pasien wanita muda.
2. Hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi dalam ilmu pengetahuan sebagai
usaha memberi informasi megenai proses penyembuhan luka pada pasien
menopause.
3. Dapat menambah wawasan bagi peneliti pada khususnya bagi para dokter gigi
dan instansi lainnya berkaitan dengan proses penyembuhan luka pada pasien
menopause dalam kedokteran gigi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan Gigi


2.1.1 Pengertian Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi adalah suatu proses pengeluaran gigi dari alveolus, dimana
pada gigi tersebut sudah tidak dapat dilakukan perawatan lagi.10 Menurut Jeffrey dan
Howe, pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan gigi secara utuh atau akar gigi
dengan trauma seminimal mungkin terhadap jaringan pendukung gigi sehingga bekas
pencabutan dapat sembuh dengan sempurna dan tidak menimbulkan komplikasi.2

2.1.2 Anatomi Gigi Molar Satu Mandibula


Gigi terdiri atas empat jaringan: email, dentin, sementum dan pulpa. Tiga
yang pertama (email,dentin dan sementum) relatif keras, karena banyak mengandung
mineral, terutama kalsium sehingga dinyatakan terkalsifikasi. Hanya dua dari jaringan
lainnya yaitu dentin dan pulpa biasanya tidak terlihat pada gigi utuh.14

Gambar 1. Anatomi Gigi Molar Satu Mandibula.15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Molar pertama bawah adalah gigi ke-6 dari garis median. Pada umumnya gigi
ini adalah gigi terbesar di rahang bawah. Gigi ini memiliki 5 tonjol yang tumbuh baik
: 2 tonjol bukal (tonjol mesio-bukal, tonjol disto-bukal), tonjol distal dan tonjol
lingual (mesio-lingual dan disto-lingual). Mempunyai akar yang bertumbuh baik : 1
mesial dan 1 distal, yang lebar bukolingual dan pada apeksnya nyata terpisah.
Sebaran akar lebih lebar, batang lebih pendek, akarnya melengkung.14

2.1.3 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi


2.1.3.1 Indikasi Pencabutan Gigi
Pencabutan gigi dilakukan dengan berbagai alasan. Di bawah ini akan
dijelaskan berbagai indikasi pencabutan gigi secara umum yang menjadi pedoman
pencabutan gigi dan bukan merupakan aturan tetap pencabutan gigi.2,3,16
1. Karies
Alasan paling umum dan yang dapat diterima secara luas untuk pencabutan
gigi adalah gigi yang mengalami karies yang parah yang tidak dapat dilakukan
restorasi.
2. Nekrosis Pulpa
Alasan kedua yang umum untuk dilakukan pencabutan gigi yaitu terdapatnya
nekrosis pulpa atau pulpitis irreversible yang sulit untuk dilakukan perawatan
endodonti. Selain itu terdapat juga kasus dimana perawatan endodonti yang telah
dilakukan tetapi gagal menghilangkan rasa sakit, dan pasien tidak ingin dilakukan
retreatment.
3. Penyakit Periodontal
Jika penyakit periodontal yang parah terjadi pada orang tua, maka terjadi
kehilangan tulang yang cepat dan kegoyangan gigi yang irreversible. Pada situasi
tersebut, gigi yang mengalami kegoyangan yang parah harus dilakukan pencabutan.
4. Alasan Ortodontik
Pasien yang akan melakukan perawatan ortodonti pada gigi berjejal degan
panjang lengkung gigi rahang yang tidak mencukupi, biasanya dilakukan pencabutan
gigi untuk mendapatkan ruang yang cukup.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

5. Malposisi Gigi
Jika gigi malposisi menyebabkan trauma pada jaringan lunak dan tidak dapat
dilakukan reposisi dengn perawatan ortodonti, maka peru dilakukan pencabutan.
6. Gigi yang Retak
Gigi yang retak dapat menyebabkan rasa sakit dan sulit dilakukan prosedur
konservatif.
7. Gigi Impaksi
Jika gigi impaksi tidak dapat erupsi dengan mempertahankan oklusi
fungsional karena tidak terdapat ruang yang cukup, maka diperlukan pencabutan gigi.
8. Gigi Berlebih
Gigi berlebih biasanya impaksi dan harus dilakukan pencabutan. Gigi berlebih
dapat mengganggu erupsi gigi dan dapat menyebabkan resorpsi dan pergeseran gigi.
9. Gigi yang terkait dengan Lesi Patologis
Gigi yang terkait dengan lesi patologis dapat dilakukan pencabutan. Hal ini
sering terjadi pada kasus kista odontogenik.
10. Terapi Radiasi
Pasien yang akan menerima terapi radiasi untuk kanker mulut, kepala ataupun
leher perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pencabutan gigi yang akan terkena sinar
radiasi.
11. Gigi yang terhubung dengan Fraktur Rahang
Pasien yang mengalami fraktur mandibula atau alveolar process terkadang
harus dilakukan pencabutan gigi. Gigi yang berada pada garis fraktur dapat
dipertahankan, namun jika gigi tersebut telah rusak, terinfeksi, atau luksasi yang
parah maka diperlukan pencabutan gigi.
12. Masalah Ekonomi
Indikasi akhir dari pencabutan gigi berhubungan dengan masalah keuangan
pasien. Ketidaksanggupan pasien untuk membayar prosedur perawatan gigi dapat
menjadi alasan dilakukannya pencabutan gigi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2.1.3.2 Kontraindikasi Pencabutan Gigi


Pada beberapa kasus, walaupun gigi memenuhi persyaratan pencabutan, tetapi
tidak dapat dilakukan tindakan pencabutan karena faktor kontraindikasi. Secara
umum, kontraindikasi pencabutan gigi dibagi atas 2 kelompok yaitu sistemik dan
lokal.2,3,16
1. Kontraindikasi Sistemik
Kontraindikasi sistemik menghalangi pencabutan karna keadaan sistemik
pasien yang tidak dapat menahan penyelesaian proses pembedahan.
 Pasien dengan penyakit diabetes
 Penyakit gagal ginjal dengan uremia yang parah
 Pasien dengan penyakit leukimia yang tidak terkontrol dan lymphoma
 Penyakit jantung yang tidak terkontrol
 Pasien dengan kelainan jantung yang parah seperti angina pectoris yang
tidak stabil dan pasien yang baru saja terkena myocardial infarction
 Kehamilan trisemester pertama dan ketiga
 Kelainan darah seperti hemofilia
 Pasien yang menkonsumsi antikoagulan

2. Kontraindikasi Lokal
 Riwayat terapi radiasi kanker, pencabutan yang dilakukan pada daerah
sekitar radiasi dapat mengakibatkan osteoradionekrosis
 Gigi yang berada pada area tumor, khususnya tumor ganas
 Pasien yang terkena infeksi perikoronitis yang parah disekitar gigi molar 3
yang impaksi
 Abses dentoalveolar akut. Banyak studi yang menjelaskan bahwa
pencabutan gigi yang dilakukan lebih awal pada kasus infeksi karna
nekrosis pulpa akan mendapatkan penyelesaian yang lebih cepat. Namun
akan lebih sulit untuk dilakukan pencabutan gigi karna pasien akan sulit
membuka mulut atau sulit dilakukan anastesi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.1.3 Teknik Pencabutan Gigi


Pada dasarnya hanya dua metode pencabutan gigi. Metode pertama yang
cukup memadai dalam sebagian besar kasus biasanya disebut pencabutan dengan tang
dan terdiri dari pencabutan gigi atau akar dengan menggunakan tang atau elevator
atau kedua-duanya. Paruh alat-alat ini ditekan masuk ke dalam membran periodontal
antara akar gigi dan dinding tulang soket. Metode ini lebih baik disebut sebagai
pencabutan intra-alveolar.16
Metode pencabutan gigi yang lain adalah memisahkan gigi atau akar dari
perlekatannya dengan tulang. Teknik ini sering disebut trans-alveolar.14 Metode ini
digunakan untuk kasus akar sisa atau gigi yang dipertimbangkan sulit untuk
diekstraksi. Teknik ini meliputi pembuangan sebagian tulang penyangga akar gigi
dan jika diperlukan dengan menggunakan tang pencabutan atau elevator untuk
mengeluarkan gigi/akar gigi.17
Stabilitas gigi dalam lengkung gigi tergantung pada keutuhan prosesus
alveolaris, ligamentum periodontal dan perlekatan gingiva. Oleh karena itu,
keberhasilan pencabutan gigi tergantung pula pada bagaimana kita melonggarkan
alveolus, memutuskan ligamentum periodontal, dan memisahkan perlekatan gingiva.
Ekspansi alveolus terjadi pada waktu kita menggoyangkan gigi dan biasanya diikuti
dengan sedikit fraktur pada jaringan tulang pendukung. Untuk mencapai keadaan itu,
tekanan terkontrol dihantarkan dengan elevator dan tang. Tekanan yang dihantarkan
harus cukup besar bekerja pada permukaan akar guna mengekspansi alveolus dengan
sedikit mungkin fraktur tulang dan gigi.16
Close methode merupakan teknik yang paling sering dilakukan. Terdapat lima
langkah umum yang dilakukan dalam prosedur pencabutan gigi dengan close
methode. Langkah pertama yaitu dengan melepaskan perlekatan jaringan lunak pada
bagian servikal gigi. Hal ini dilakukan untuk memudahkan elevator dan tang
pencabutan gigi masuk ke arah apikal gigi. Langkah kedua yaitu melakukan luksasi
dengan menggunakan elevator. Langkah ketiga yaitu mengadaptasikan tang
pencabutan pada gigi. Langkah keempat yaitu melakukan luksasi pada gigi dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

menggunakan tang pencabutan. Langkah kelima yaitu dengan melakukan pencabutan


gigi dari soketnya.3

Gambar 2. Cara pemegangan tang pencabutan yang benar.


(a) maksila (b)mandibula.3,4

2.1.4 Manajemen Pasca Pencabutan Gigi


Setelah dilakukan prosedur pencabutan gigi, pasien diberikan instruksi dan
edukasi bagaimana perawatan yang dapat dilakukan pasca pencabutan gigi yang
mungkin dapat terjadi. Instruksi harus diberikan kepada pasien secara verbal dan juga
tertulis. Instruksi mengenai komplikasi pasca pencabutan gigi yang mungkin dapat
terjadi harus dijelaskan sehingga apabila terjadi komplikasi dapat dilakukan
perawatan sedini mungkin.3
Tindakan yang pertama sekali dilakukan setelah pencabutan gigi yaitu
mengontrol perdarahan dengan menaruh tampon steril secara langsung pada soket.
Pasien diinstruksikan untuk menggigit tampon minimal 30 menit dan tidak
mengunyah pada daerah tampon. Pasien harus diberitahu jika daerah gigi yang baru
dicabut mengeluarkan sedikit cairan darah pada 24 jam setelah pencabutan gigi
merupakan hal yang normal. Jika perdarahan yang terjadi cukup banyak, pasien
diinstruksikan untuk menaruh kembali tampon steril yang baru selama 1 jam untuk
mengontrol perdarahan.
Selain itu pasien juga diinstruksikan untuk tidak merokok selama minimal 12
jam, tidak menggunakan sedotan saat minum, tidak meludah selama minimal 12 jam
pasca pencabutan gigi.
Pasien juga dapat diberikan analgetik dan antibiotik pasca pencabutan gigi.
Pemberian analgetik pasca pencabutan gigi dilakukan untuk mengurangi rasa sakit
dan ketidaknyamanan pasien setakh prosedur pencabutan gigi. Pemberian antibiotik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

berguna untuk mengurangi insiden infeksi pasca pencabutan dan mengurangi


morbiditas pasca pencabutan gigi.3 Amoksilin merupakan pilihan antibiotik yang
biasa digunakan pasca pencabutan gigi.16

2.1.5 Komplikasi Pencabutan Gigi


Pada tindakan pencabutan gigi harus memerhatikan keadaan lokal maupun
keadaan umum penderita dan memastikan penderita dalam keadaan sehat. Seluruh
rencana perawatan pada tindakan pencabutan gigi harus didasari dengan ketelitian
dalam memeriksa keadaan umum pasien sebelum melakukan tahap perawatan. Dalam
melakukan tindakan pencabutan gigi akan dijumpai beberapa masalah kesehatan yang
sama dan terdapat pada masing-masing pasien pencabutan gigi. Hal demikian yang
akan menjadi faktor resiko terjadinya komplikasi pencabutan gigi. Beberapa faktor
resiko yang biasanya menjadi penyebab komplikasi pencabutan gigi antara lain
penyakit sistemik, umur pasien, keadaan akar gigi, dan adanya gangguan pada sendi
temporomandibula.10
Komplikasi akibat pencabutan gigi dapat terjadi karena berbagai faktor dan
bervariasi pula dalam hal yang ditimbulkannya. Komplikasi yang sering ditemui pada
pencabutan gigi antara lain perdarahan, pembengkakan, rasa sakit, dry socket, fraktur,
dan dislokasi mandibula.10
Kompilkasi akibat pencabutan gigi dapat dibagi menjadi dua yaitu komplikasi
perioperatf dan komplikasi postoperatif. Yang termasuk dari komplikasi perioperatif
yaitu:4
 Fraktur mahkota gigi yang bersebelahan atau luksasi dari gigi disebelahnya
 Trauma jaringan lunak
 Fraktur prosesus alveolar
 Fraktur tuberositas maksila
 Fraktur mandibula
 Dislokasi sendi temporomandibula
 Emfisema subkutan atau submukosa
 Perdarahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

 Instrumen yang patah pada jaringan


 Pergeseran dari akar atau ujung akar ke jaringan lunak
 Pergeseran dari gigi impaksi, akar gigi, atau ujung akar ke sinus maksilaris
 Cedera saraf
Komplikasi postoperatif meliputi:4
 Trismus
 Hematoma
 Ekimosis
 Edema
 Granuloma setelah dilakukan pencabutan gigi
 Rasa sakit pada soket gigi yang dicabut
 Dry Socket
 Infeksi luka
 Gangguan pada penyembuhan luka

2.2 Proses Penyembuhan Luka


Pencabutan gigi dikatakan berhasil jika disertai proses penyembuhan
sempurna. Ketika hal tersebut tidak tercapai, maka menimbulkan masalah yang tidak
kalah rumit, bahkan mempengaruhi keadaan sistemik pasien. Untuk itu, proses
penyembuhan luka merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh dokter gigi karena
efeknya menimbulkan nyeri dan rasa ketidaknyamanan dalam rongga mulut.19

2.2.1 Fisiologi Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka adalah proses bertahap yang melibatkan aktivitas leukosit
dan trombosit. Ekstraksi gigi akan menyebabkan jaringan inflamasi. Selama tahap
awal inflamasi, rangsangan seperti cedera atau infeksi memicu pelepasan berbagai
mediator inflamasi seperti leukotrien, prostaglandin, dan histamin. Pengikatan
mediator pada reseptornya di sel endotel menyebabkan vasodilatasi, kontraksi sel
endotel, dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Selain itu, membran basal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

sekitar kapiler mempromosikan migrasi leukosit dan pergerakan makromolekul


plasma dari kapiler ke jaringan sekitarnya.20 Pencabutan gigi menyebabkan terjadinya
luka. Penyembuhan luka pasca pencabutan gigi merupakan proses kompleks dan
dinamis dari perbaikan struktur sel dan jaringan. 21

Gambar 3. Respon awal vaskular terhadap


terjadinya injuri.3

Beberapa sel berproliferasi selama perbaikan jaringan. Termasuk sisa-sisa


jaringan cedera (yang berupaya untuk remodeling menjadi struktur normal), sel-sel
endotel vaskular (membentuk pembuluh darah baru untuk memberikan nutrisi yang
dibutuhkan selama proses perbaikan), dan fibroblas (sumber dari jaringan ikat yang
akan membentuk jaringan parut untuk mengisi defek yang tidak dapat diperbaiki oleh
proses regenerasi). Regenerasi sel dan jaringan cedera melibatkan proliferasi sel,
yang diatur oleh faktor-faktor pertumbuhan dan sangat bergantung pada integritas
dari matriks ekstraselular. Proliferasi sel tersebut dipicu oleh protein yang disebut
faktor pertumbuhan. Sebagian besar faktor pertumbuhan adalah protein yang
menstimulasi ketahanan hidup dan proliferasi sel tertentu, dan juga dapat
mengakibatkan migrasi, diferensiasi, dan respons seluler lainnya.20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

Gambar 4. Mekanisme Penyembuhan Luka.20

Penyembuhan luka merupakan jeram kompleks dari penggabungan sel dan


molekul yang mendorong proses restorasi jaringan yang terdiri dari beberapa fase
yang saling melengkapi namun berbeda. Penyembuhan luka akut atau kronis yang
terganggu biasanya terjadi ketika terdapat perkembangan yang gagal pada fase
normal dari penyembuhan luka. Walaupun jenis dan pola dari penyembuhan
tergantung pada faktor lokal, sistemik dan pembedahan dari host, fase dari
penyembuhan mukosa oral mendekati penyembuhan kutan. Pada umumnya,
penyembuhan pada rongga mulut lebih cepat daripada penyembuhan pada kulit dan
juga mempunyai bekas luka yang kecil atau tidak ada pembentukan bekas luka.22

2.2.2 Fase Penyembuhan Luka


2.2.2.1 Fase Inflamasi
Fase inflamasi ini dimulai sejak terjadinya perlukaan dan berlangsung 3 – 5
hari. Pada fase ini terdapat dua tahap yaitu vaskular dan selular. Tahap vaskular ini
berjalan saat mulai terjadinya inflamasi dengan diawali vasokontriksi dari pecahnya
pembuluh darah. Vasokontriksi ini memperlambat aliran darah ke daerah luka dan
meningkatkan koagulasi darah. Dalam beberapa menit, histamin dan prostaglandin E1
dan E2 akan merangsang keluarnya sel darah putih yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah dan terbukanya ruang kecil diantara sel endotel, sehingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

menyebabkan cairan plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke jaringan interstistial.


Fibrin dari transudat plasma menyebabkan obstruksi pada cairan limfatik dan
transudat plasma berakumulasi pada daerah perlukaan untuk menghilangkan
kontaminan. Pengumpulan cairan ini disebut dengan edema.3
Tanda utama dari inflamasi ini adalah eritema, edema, rasa panas dan rasa
sakit. Rasa panas dan eritema disebabkan oleh vasodilatasi pembuluh darah.
Terjadinya pembengkakan disebabkan oleh transudasi cairan. Rasa sakit dan
hilangnya fungsi disebabkan oleh histamin, kinin, dan prostaglandin yang
dikeluarkan oleh leukosit, serta karena adanya tekanan edema.3
Tahap yang kedua yaitu seluler. Tahap ini dipicu oleh aktivasi komplemen
serum oleh jaringan yang terluka. Hasil dari komplemen yang terpisah, terutma C3a
dan C5a bertindak sebagai faktor kemotaksis dan menyebabkan PMN melekat pada
sisi pembuluh darah, lalu bermigrasi melalui dinding pembuluh darah (diapedesis).
Saat berkontak dengan material asing, neutrofil membebaskan isi lisosomnya
(degranulasi). Enzim lisosom, terutama protease, menghancurkan material asing dan
membersihkan jaringan nekrotik. Pembersihan debris juga dilakukan oleh makrofag,
yang melakukan fagositosis material asing dan jaringan nekrotik.3

Gambar 5. Fase inflamasi dari penyembuhan luka.3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

2.2.2.2 Fase Fibroplasti


Fase fibroplastik yaitu serabut serabut fibrin yang berasal dari koagulasi
darah, akan menutup luka dengan membentuk anyaman dimana fibroblas dapat
memulai meletakkan substansi dasar dan tropokolagen. Substansi dasar terdiri dari
dari beberapa mukopolisakarida yang bertindak menguatkan kolagen. Fibroblas
menyebabkan perubahan bentuk dan sirkulasi sel mesenkim pluropotensial sehingga
dimulai produksi tropokolagen pada hari ketiga dan hari keempat setelah injuri.3

Gambar 6. Fase fibroplasti dari penyembuhan luka. (a) Sel epitel bermigrasi
(b) proliferasi meningkatkan ketebalan epitel.3

2.2.2.3 Fase Remodeling/Maturasi


Fase remodeling merupakan tahap akhir penyembuhan luka. Pada tahap ini
serta kolagen secara acak dihancurkan dan digantikan dengan serat kolagen baru
dengan orientasi lebih baik dalam menahan tensile force luka. Wound strength
meningkat lambat tapi tidak sebesar peningkatan pada tahap fibroplastik. Kekuatan
luka tidak pernah lebih dari 80-85% dari jaringan yang tidak mengalami injury.
Karena serat kolagen yang berorientasi baik lebih efisien, maka hanya dibutuhkan
sedikit, sehingga kelebihan kolagen dihilangkan, dan luka yang memungkinkan
jaringan parut menjadi lebih lunak. Saat metabolisme luka menurun, vaskularisasi
juga menurun, sehingga eritema hilang. Elastin yang ditemukan pada kulit normal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

dan ligamen tidak digantikan selama penyembuhan luka, sehingga injury pada
jaringan tersebut menyebabkan hilangnya fleksibilitas sepanjang jaringan parut.3
Kontraksi luka adalah proses akhir yang dimulai pada akhir tahap fibroplastik
dan berlangsung selama awal remodeling. Pada beberapa kasus, kontraksi luka
berperan pada penyembuhan luka. Walaupun mekanismenya belum jelas, selama
kontraksi luka, bagian tepi luka bermigrasi kearah satu sama lainnya. Pada luka yang
tidak atau tidak akan digantikan oleh proses aposisi, kontraksi luka akan mengurangi
ukuran luka.3

Gambar 7. Fase remodeling dari penyembuhan luka.3

2.2.3 Klasifikasi Penyembuhan Luka


2.2.3.1 Penyembuhan Luka Primer
Pada penyembuhan luka primer, pinggir luka tidak terjadi kehilangan jaringan
dan posisi anatomisnya tetap berada sama seperti sebelum terjadi cedera.3,23 Luka
ditutup dengan cara dirapatkan kembali dengan menggunakan alat bantu sehingga
bekas luka tidak ada atau minimal. Proses yang terjadi adalah epitelisasi dan deposisi
jaringan ikat.24 Penyembuhan luka primer ini mengurangi jumlah reepitelisasi,
deposisi kolagen, kontraksi, dan proses remodeling yang dibutuhkan dalam
penyembuhan.3 Contoh penyembuhan luka primer ini yang paling sederhana yaitu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

penyembuhan luka yang bersih tanpa kehilangan jaringan dan jahitan bedah insisi
yang tidak terinfeksi.25

2.2.3.2 Penyembuhan Luka Sekunder


Penyembuhan luka sekunder menunjukkan tertinggalnya celah antara pinggir
dari luka insisi atau laserasi atau diantara tulang atau saraf pada akhir penyambuhan,
atau menunjukkan terjadinya kehilangan jaringan pada luka. Situasi ini membutuhkan
migrasi epitelisasi yang besar, deposisi kolagen, kontraksi, dan remodeling saat
penyembuhan.3 Pada kondisi luka seperti ini, jika dijahit, kemungkinan akan terbuka
lagi atau menjadi nekrosis sangat besar. Proses penyembuhan lebih sulit karena
kehilangan jaringan yang lebih besar yang harus terpenuhi.24 Dibandingkan dengan
penyembuhan luka primer, proses ini memerlukan waktu yang lebih lama dan jumlah
besar dari pembentukan jaringan granulasi untuk mengisi celah jaringan.21,25

2.2.3.3 Penyembuhan Luka Tersier


Penyembuhan luka secara tersier terjadi jika penyembuhan luka secara primer
mengalami infeksi atau ada benda asing sehingga penyembuhannya terhambat. Luka
akan mengalami proses debris hingga luka menutup. Penyembuhan luka dapat juga
diawali dengan penyembuhan secara sekunder yang kemudian ditutup dengan
bantuan jahitan.24 Penyembuhan luka tersier digunakan oleh ahli bedah untuk
menunjukan penyembuhan luka melalui penggunaan tissue grafts untuk menutupi
luka yang besar dan jembatan diantara celah pinggiran luka.3

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka


Banyak faktor yang dapat menganggu proses penyembuhan luka. Pada
umumnya, faktor tersebut dapat dikategorikan menjadi faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal merupakan faktor yang mempengaruhi karakteristik dari luka
itu sendiri secara langsung, sementara faktor sistemik merupakan faktor dari keadaan
sistemik yang mempengaruhi proses penyembuhan luka individu itu sendiri.26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Tabel 1. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka26


Local Factors Systemic Factors
Oxygenation Age and gender
Infection Sex hormones
Foreign body Stress
Venous sufficiency Ischemia
Diseases: diabetes, keloids, fibrosis,
hereditary healing disorders, jaundice,
uremia
Obesity
Medications: glucocorticoid steroids,
non-steroidal anti-inflammatory drugs,
chemotherapy
Alcoholism and smoking
Immunocompromised conditions: cancer,
radiation therapy, AIDS
Nutrition

2.2.5 Hormon Seks


Sistem hormon pada wanita terdiri atas tiga hierarki hormon yaitu, hormon
pelepas-gonadotropin (GnRH), hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon
luteinisasi (LH) serta hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, yang
disekresi oleh ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon seks perempuan dari
kelenjar hipofisis anterior.27
Kedua jenis hormon seks ovarium adalah estrogen dan progesteron. Estrogen
terutama meningkatkan proliferasi dan perumbuhan sel-sel khusus di dalam tubuh
yang berperan dalam perkembangan sebagian besar karakteristik seks sekunder
perempuan.27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Hormon seks mempunyai peran pada umur individu yang berhubungan


dengan berkurangnya proses penyembuhan luka. Hormon estrogen pada wanita
(estrone dan 17β-estradiol), androgen pada pria (testosteron dan 5α-
dihydrotestosterone, DHT), mempunyai efek yang signifikan pada proses
penyembuhan luka. Perbedaan pada ekspresi gen antara orang tua dan individu muda
berhubungan dengan estrogen. Estrogen mempengaruhi penyembuhan luka dengan
mengatur variasi dari gen yang berhubungan dengan regenerasi, matrix production,
protease inhibition, epidermal function, dan gen-gen tersebut semula berhubungan
dengan proses inflamasi.25 Estrogen juga mempengaruhi proses penyembuhan luka
dengan mengahambat respon lokal keradangan melalui macrophage inhibitor factor
(MIF) sehingga mengakibatkan keradangan yang berlebihan dan penyembuhan luka
lebih lambat.1

2.2.5.1 Hormon Seks Pada Wanita Muda


Pubertas berarti awal kehidupan seks dewasa, sedangkan menarke berarti
permulaan siklus menstruasi. Periode pubertas terjadi karena peningkatan berangsur-
angsur sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis, dimulai pada sekitar tahun
kedelapan kehidupan dan biasanya mencapai puncak pada awal pubertas dan
menstruasi yaitu antara usia 11 dan 16 tahun pada anak perempuan.27
Depkes RI (2013) menggolongkan umur dalam beberapa kategori yaitu, masa
batita(0-2 tahun), masa anak balita (1-4 tahun), masa balita (0-4 tahun), masa pra
sekolah (5-6 tahun), masa anak usia SD/setingkat (7-12 tahun), masa usia produktif
(15-64 tahun), masa wanita usia subur (15-49 tahun), masa wanita usia subur
imunisasi (15-39 tahun), masa pra usia lanjut (45-59 tahun), masa usia lanjut (>60
tahun), dan masa usia lanjut risiko tinggi (>70 tahun).28
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum siklus bulanan, korpus
luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium, yaitu estrogen
dan progesteron, menurun sampai kadar sekresi rendah, hingga terjadilah
menstruasi.27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Menstruasi disebabakan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron,


terutama progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah
penurunan rangsang terhadap sel-sel endometrium oleh kedua hormon ini, diikuti
dengan cepat oleh involusi endometrium menjadi kira-kira 65 persen dari ketebalan
semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya menstruasi, pembuluh darah
yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan mukosa endometrium, menjadi
vasopastik, mungkin disebabkan oleh efek involusi, seperti pelepasan bahan
vasokonstriktor.27
Selama menstruasi, sangat banyak leukosit dilepaskan bersama dengan bahan
nekroti dan darah. Ada kemungkinan bahwa beberapa zat yang dilepaskan akibat
nekrosis endometrium merupakan penyebab pengeluaran nekrosis. Akibat
pengeluaran leukosit ini dan kemungkinan faktor lain, uterus menjadi sangat resisten
terhadap infeksi selama menstruasi.27

2.2.5.2 Hormon Seks Pada Menopause


Pada usia 40 sampai 50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur,
dan ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun,
siklus terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon – hormon
kelamin wanita menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut dengan
menopause.27 Terhambatnya penyembuhan luka pada orang tua berhubungan dengan
perubahan respon inflamasi seperti masuknya T-cell pada area luka dengan
perubahan pada produksi chemokine dan berkurangnya kapasitas fagosit makropag.26
Penyebab menopause adalah matinya ovarium.27 Ovarium manusia menjadi
tidak responsif terhadap gonadotropin seiring dengan pertambahan usia, dan
fungsinya menurun sehingga daur seksual menghilang. Ovarium yang tidak responsif
ini berkaitan dengan dan mungkin disebabkan oleh penurunan jumlah folikel
primordial, yang terjadi mendadak pada saat menopause.29 Sepanjang kehidupan seks
perempuan, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi folikel matang dan
berovulasi, dan ratusan ribu ovum berdegenerasi. Pada usia 45 tahun, hanya tinggal
sedikit folikel primordial yang harus dirangsang oleh FSH dan LH, dan produksi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

estrogen dari ovarium menurun saat jumlah folikel primordial mendekati nol. Ketika
produksi estrogen turun dibawah nilai kritis, estrogen tidak dapat lagi menghambat
produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH
diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu, tetapi ketika folikel
primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi estrogen oleh ovarium benar-benar
turun menjadi nol.27

Gambar 8. Sekresi estrogen sepanjang kehidupan seks perempuan.27

Menopause mengakibatkan menghilangnya hormon estrogen dan progesteron.


Hilangnya estrogen mengakibatkan vasomotor tidak stabil, gangguan pada psikis
seperti ansietas, depresi dan lain-lain serta timbulnya gangguan metabolisme dari
tubuh wanita itu sendiri.1
Pada mukosa dan kulit terjadi proses atropi pada jaringan ikat dan pembuluh
darah sehingga aliran darah berkurang. Apabila terjadi luka pada jaringan tersebut
maka pasokan darah berkurang akibatnya memperlambat proses penyembuhannya.
Selain itu, hilangnya estrogen ini mengakibatkan inhibisi respon inflamasi lokal pada
tingkat seluler melalui regulasi dari Macrophage Inhibitory Factor (MIF) terhambat,
sehingga transduksi signal sitokin yang berperan sebagai mediator intersellular
respon keradangan juga dihambat, akibatnya proses keradangan berlangsung lebih
lama.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

Estrogen mempunyai peran penting pada semua fase penyembuhan luka


dengan memodifikasi reaksi inflamasi, mempercepat re-epitelisasi, menstimulasi
pembentukan jaringan granulasi, mengatur proteolisis, dan menyeimbangkan sintesis
kolagen dan degradasi. Tahap awal penyembuhan luka yaitu proses hemostatis dan
inisiasi secara langsung dari proses inflamasi. Kondisi ini dimediasi oleh aktivasi
lokal dari sistem koagulasi, sistem hematopoetik, sel – sel inflamasi, dan sistem imun.
Sistem koagulasi termasuk faktor koagulasi dipengaruhi secara signifikan oleh sinyal
transduksi estrogen. Namun pengetahuan terbaru dari pengaruh estrogen pada
hemostatis menunjukkan perbedaan efek dengan sistem koagulasi.
Ketidakseimbangan hemostatis ditemukan pada pengguna oral estrogen dengan
pengurangan pada inhibitor koagulasi dan peningkatan aktivasi koagulasi yang
mengarah pada peningkatan pembentukan trombin. Sebaliknya, penggunaan
transdermal estrogen berhubungan dengan perubahan variabel hemostatis yang lebih
sedikit dan tidak mengaktifkan koagulasi dan fibrinolisis. Karena itu, defisiensi
estrogen dapat memperlambat aktivasi dari koagulasi dan kemudian mengganggu
proses hemostatis secara langsung, yang memulai proses penyembuhan luka,
menunjukkan peran penting dari estrogen pada hemostatis saat penyembuhan luka.13
Estrogen mempengaruhi penyembuhan luka dengan mengatur variasi dari gen
yang berhubungan dengan regenerasi, matrix production, protease inhibition,
epidermal function, dan gen-gen tersebut semula berhubungan dengan proses
inflamasi.12
Pada saat terjadinya proses inflamasi, dibutuhkan agregasi dari megakariosit,
leukosit, monosit, limfosit, dan sel mast. Populasi dari sel imun ini menunjukkan
bahwa estrogen mempunyai efek langsung pada fungsi dari sel-sel tersebut, termasuk
sel sitokin yang berperan pada produksi growth factor.13
Estrogen juga mempengaruhi proses penyembuhan luka dengan menghambat
respon lokal keradangan melalui macrophage inhibitor factor (MIF) sehingga
mengakibatkan keradangan yang berlebihan dan penyembuhan luka lebih lambat.1
MIF mempunyai efek langsung pada ekspresi gen yang berhubungan dengan proses
penyembuhan luka. Penyembuhan luka yang terhambat karena meningkatnya MIF

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

akibat tidak adanya estrogen dihubungkan dengan diferensiasi disregulasi,


mekanisme sel kontraktil, dan perubahan signal dan transkripsi, yang berkaitan
dengan proteolitik dan keadaan proinflamasi.13 Adanya MIF mengakibatkan proses
inflamasi lebih lama, oleh karena MIF menghambat kerja makrofag untuk melakukan
fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka pada fase inflamasi.3,13 Selain itu,
makrofag juga berfungsi untuk sintesa kolagen, pembentukan jaringan granulasi
bersama-sama dengan fibroblast, memproduksi growth factor yang berperan pada
reepitelisasi.
Pada fase inflamasi dari penyembuhan luka, neutrofil merupakan responden
pertama dari respon inflamasi, dan berfungsi untuk membersihkan debris dan
patogen, dan setelahnya makrofag akan bergabung dan melanjutkan pembersihan
debris dan patogen serta membersihkan sisa apoptopik neutrofil pada daerah luka.
Hal tersebut dipengaruhi oleh estrogen, yang membantu peran penting dari estrogen-
mediated memberi signal transduksi pada tahap pertama dari proses penyembuhan
luka. Estrogen memberikan hasil yang berdampak pada inflamasi yang purulen yaitu
dengan berkurangnya neutrofil, meningkatkan polarisasi makrofag alternatif,
mengurangi ekspresi dan proinflamatori sitokin, dan menurunkan produksi elastase,
dan berkontribusi pada peran penting dari penutupan luka dan deposisi kolagen.29
Selain itu, defisiensi hormon estrogen mengakibatkan proses epitelisasi tidak
berjalan normal. Ini dikarenakan adanya peran estrogen yang bertugas meningkatkan
jumlah produksi kolagen dengan mengubah polimerisasi dari mokopolisakarida dan
meningkatkan kualitas hidroskopis dan memperkuat adhesi kolagen pada jaringan
ikat. Pada masa menopause, serat-serat kolagen yang merupakan substansi dasar
pembentukan jaringan ikat berkurang kualitas maupun jumlahnya. Hal ini
berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka oleh karena proses epitelisasi luka
terhambat, sehinga jalannya penyembuhan dan penutupan luka berlangsung lama.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

2.3 Kerangka Teori:

Proses
Pencabutan Gigi Penyembuhan
Luka

Indikasi & Teknik Komplikasi


Gigi Fisiologi Fase Klasifikasi Faktor yang
Kontra Pencabutan Pasca
indikasi Gigi Pencabutan Penyembuhan Penyembuhan Penyembuhan Mem-
Luka Luka Luka pengaruhi

Hormon Seks
Inflamasi Fibroplasti Remodeling

Wanita
Muda

Menopause

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

2.4 Kerangka Konsep :

Wanita Muda

Proses Penyembuhan
Pencabutan Gigi
Luka

Menopause

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental semu (quasy
experimental). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental tanpa menggunakan
randomisasi dan dapat dilakukan terhadap kelompok populasi tertentu yang
merupakan satu kesatuan unit yang tidak terpisahkan. Dalam penelitian ini, hasil yang
diperoleh dapat dibandingkan dengan keadaan pada kelompok lainnya.30

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG
USU yang berlokasi di Jl. Alumni No.2 Kampus USU, Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian


Penelitian berlangsung pada Mei – Agustus 2018.

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pasien wanita yang melakukan
pencabutan gigi molar 1 mandibula di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
FKG USU dari Mei – Agustus 2018, dimana pencabutan gigi molar 1 mandibula
pada pasien dewasa merupakan tindakan pencabutan gigi yang paling banyak
dilakukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

3.3.2 Sampel
3.3.2.1 Besar Sampel
Penentuan besar sampel diperoleh dengan menggunakan rumus Uji Hipotesis
2 rerata independent seperti berikut : 31

Keterangan :
= besar sampel minimal
= nilai varians di populasi/ standard devisai
= 0,3
= nilai distribusi normal baku pada tertentu, = 5%
= 1,96
= niali distribusi normal baku pada tertentu, = 10%
= 1,282
= selisih rerata yang diduga = 30%
Perhitungan banyak sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Dengan demikian, jumlah sampel yang diteliti pada penelitian ini berjumlah
42 orang. Dimana keseluruhan sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok
perlakuan sebanyak 21 orang dan kelompok terkontrol sebanyak 21 orang.

3.3.2.2 Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability sampling jenis purposive sampling dimana tidak setiap anggota populasi
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel dan didasarkan pada
pertimbangan/kriteria peneliti sesuai maksud dan tujuan.32 Pengambilan sampel pada
penelitian ini dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.4.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien pencabutan gigi molar 1 permanen mandibula di Departemen Bedah
Mulut dan Maksilofasial FKG USU.
2. Pasien wanita muda dan menopause.
3. Pasien yang tidak dijumpai penyakit sistemik.
4. Pencabutan biasa, tanpa komplikasi.
5. Bersedia ikut serta menjadi sampel penelitian.

3.4.2 Kriteria Eksklusi


1. Pencabutan selain gigi molar 1 permanen mandibula.
2. Mempunyai penyakit sistemik.
3. Pasien dengan riwayat alergi amoksilin.
4. Pencabutan dengan komplikasi.
5. Tidak bersedia ikut serta menjadi sampel penelitian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

3.5 Analisa Skor Penyembuhan Luka Menurut Wahyuni dkk


Tabel 02. Skala Penyembuhan Luka Pencabutan Gigi1
Pembengkakan (Tumor) Skor
Pembengkakan lebih dari 1,6 cm 4
Pembengkakan 1,1 -1,5 cm 3
Pembengkakan 0,6 – 1,0 cm 2
Pembengkakan 0 – 0,5 cm 1
Kemerahan (Rubor) Skor
Merah Kebiruan 4
Merah 3
Kemerahan 2
Normal 1
Rasa Sakit (Dolor) Skor
Sakit Hebat Spontan 4
Sakit Spontan 3
Sakit Bila Dipalpasi 2
Tidak Sakit 1

3.6 Kategori Umur Berdasarkan Kemenkes RI Tahun 2013


Kategori umur berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun
2013.28
Tabel 03. Kategori Umur28
No. Sasaran Kelompok Umur
1. Bayi 0 Tahun
2. Balita 0 - 2 Tahun
3. Anak Balita 1 – 4 Tahun
4. Balita 0 – 4 Tahun
5. Pra Sekolah 5 – 6 Tahun
6. Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat 7 Tahun
7. Anak Usia SD/Setingkat 7 – 12 Tahun

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

8. Penduduk Usia Muda < 15 Tahun


9. Penduduk Usia Produktif 15 – 64 Tahun
10. Penduduk Pria Usia Lanjut 45 – 59 Tahun
11. Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 Tahun
12. Penduduk Usia Lanjut Risiko Tinggi ≥ 70 Tahun
13. Wanita Usia Subur 15 – 49 Tahun
14. Wanita Usia Subur Imunisasi 15 – 39 Tahun

3.7 Variabel dan Defenisi Operasional


3.7.1. Variabel Penelitian
3.7.1.1 Variabel Bebas
Variabel independen/bebas merupakan variabel yang memengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen/terikat.
Variabel independen/ bebas pada penelitian ini, yaitu: Penyembuhan luka
pasca pencabutan gigi.

3.7.1.2 Variabel Terikat


Variabel dependen/terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel independen/bebas.
Variabel dependen/ terikat pada penelitian ini, yaitu: Pasien menopause dan
pasien wanita muda.

3.7.1.3 Variabel Terkendali


Variabel kontrol adalah variabel yang dikendalikan/dibuat konstan sehingga
pengaruh variabel independen/ variabel bebas terhadap variabel dependen/terikat
tidak dapat dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti.
Variabel kontrol, yaitu: Pencabutan gigi molar 1 mandibula.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

3.7.2 Definisi Operasional


Definisi operasianal dalam penelitian eksperimental ini, yaitu :

Variabel Defenisi Cara Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Pengukuran

Menopause Wanita yang Kategori umur - Kategorik


mempunyai berdasarkan
siklus bulanan Depkes RI
tidak teratur
lebih dari tiga
bulan sekali
atau sudah tidak
mendapatkan
haid lagi,
biasanya berusia
diatas 45 tahun
dan diketahui
melalui
anamnesa.

Wanita yang Kategori umur - Kategorik


Wanita
sudah mendapat berdasarkan
muda/ non
menstruasi Depkes RI
menopause
(haid) dan
mempunyai
siklus bulanan
yang teratur,
biasanya berusia
15-44 tahun dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

diketahui
melalui
anamnesa.

Proses - - -
Pencabutan
pencabutan gigi
gigi
secara utuh
dengan trauma
seminimal
mungkin
terhadap
jaringan
pendukung gigi
sehingga bekas
pencabutan
dapat sembuh
dengan
sempurna dan
tidak
menimbulkan
komplikasi.

Penyembuhan Hilangnya tanda Menjumlahkan Skor 9 – 12 =


luka pasca – tanda seluruh skor kesembuhan
Ordinal
pencabutan keradangan pada kategori luka gagal
gigi yaitu pembengkakan,
Skor 6- 8 =
pembengkakan kemerahan dan
Kesembuhan
(tumor), rasa sakit
luka berjalan
kemerahan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

(rubor) dan rasa lambat


sakit (dolor)
Skor 3 – 5 =
yang diamati
Kesembuhan
pada hari ketiga
luka normal
dan kelima
pasca
pencabutan gigi
dengan melihat
tabel skala
penyembuhan
luka.

Pembengkakan Salah satu tanda Pemeriksaan Pembengkakan Ordinal


(Tumor) inflamasi secara obyektif > 1,6 cm =
berupa dengan skor 4
pembengkakan menandai
Pembengkakan
yang daerah body
1,1 – 1,5 cm =
disebabkan mandibula
skor 3
karena adanya kanan dan kiri
pengumpulan dengan menarik Pembengkakan
cairan pada garis antara 0,6 – 1 cm =
daerah bekas gonion dan skor 2
pencabutan gigi. sudut mulut
tegak lurus Pembengkakan
dengan sudut 0 – 0,5 cm =
mata, kemudian skor 1
diukur dengan
jangka sorong.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Kemerahan Salah satu tanda Pemeriksaan Merah Ordinal


(Rubor) inflamasi secara obyektif Kebiruan =
berupa warna dengan skor 4
merah pada membandingkan
Merah = skor
daerah gingiva warna merah
3
bekas gingiva daerah
pencabutan gigi bekas Kemerahan =
yang pencabutan skor 2
disebabkan oleh dengan gingiva
vasodilatasi daerah Normal = skor

pembuluh kontralateral. 1

darah.

Rasa Sakit Salah satu tanda Pemeriksaan Sakit hebat Ordinal


(Dolor) inflamasi secara subyektif spontan = skor
berupa rasa dan obyektif 4
sakit pasca yaitu dengan
Sakit spontan
pencabutan gigi menanyakan
= skor 3
yang pada penderita
disebabkan dan melakukan Sakit bila
karna keluarnya palpasi. dipalpasi =
histamin, kinin skor 2
dan
prostaglandin Tidak sakit =

dari leukosit dan skor 1

karena adanya
tekanan
pembengkakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

3.8 Alat dan Bahan Penelitian


3.8.1 Alat
1. Penggaris
2. Jangka Sorong/Kaliper digital
3. Alat tulis
4. Masker
5. Sarung Tangan
6. Head Cap

a b

Gambar 9. Alat penelitian (a) Kaliper, penggaris, alat tulis (b) sarung tangan,
masker, head cap

3.8.2 Bahan
1. Antibiotik amoksilin

Gambar 10. Bahan penelitian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

3.9 Metode Pengumpulan Data/Pelaksanaan Penelitian


1. Subjek penelitian adalah pasien yang akan melakukan pencabutan gigi di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU. Penetapan pasien
pencabutan gigi molar 1 mandibula dan pemilihan subjek yaitu wanita
muda dan menopause dilakukan melalui anamnesis. Sebelum dimulainya
penelitian subjek diberikan lembar penjelasan, setelah membaca dan
setuju menjadi subjek penelitian, subjek diminta menandatangani informed
consent.
2. Setelah dilakukan informed consent, dilakukan pengamatan dan
pengukuran rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan pada pasien pra
pencabutan gigi.
3. Pengukuran pembengkakan (tumor) dilakukan dengan pemeriksaan secara
obyektif dengan menandai daerah body mandibula kanan dan kiri dengan
menarik garis antara gonion dan sudut mulut tegak lurus dengan sudut
mata, kemudian diukur dengan jangka sorong/kaliper digital.
4. Pemeriksaan kemerahan (rubor) dilakukan secara obyektif dengan
membandingkan warna merah gingiva daerah bekas pencabutan dengan
gingiva daerah kontralateral.
5. Pemeriksaan rasa sakit (dolor) dilakukan secara subyektif dan obyektif
yaitu dengan menanyakan pada penderita dan melakukan palpasi.
6. Kemudian hasil pengamatan dicocokkan dengan tabel skala kesembuhan
luka bekas pencabutan gigi.
7. Pasien selanjutnya akan dilakukan prosedur pencabutan gigi yang
dilakukan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik.
8. Setelah dilakukan pencabutan gigi, pasien diberikan instruksi dan juga
diberikan obat amoksilin serta tampon steril.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

9. Pada hari ketiga setelah pencabutan gigi dilakukan kembali pengamatan


dan pengukuran pembengkakan, kemerahan, dan rasa sakit pada kelompok
menopause dan kelompok wanita muda. Setelah dilakukan pengamatan dan
pengukuran kemudian dicocokkan dengan tabel skala kesembuhan luka
bekas pencabutan gigi.
10. Pada hari kelima dilakukan kembali pengamatan dan pengukuran
pembengkakan, kemerahan, dan rasa sakit pada kelompok menopause dan
kelompok wanita muda.
11. Pada hari ketujuh dilakukan kembali pengamatan dan pengukuran
pembengkakan, kemerahan, dan rasa sakit pada kelompok menopause dan
kelompok wanita muda. Kemudian dicocokkan dengan tabel skala
kesembuhan luka bekas pencabutan gigi untuk dilakukan analisis data
perbandingan proses penyembuhan luka pada hari ketiga, kelima dan
ketujuh.

Gambar 11. Cara mengukur pembengkakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

3.10 Alur Penelitian

Pasien menopause yang akan Pasien wanita muda yang akan


dilakukan pencabutan gigi dilakukan pencabutan gigi

Dilakukan informed consent untuk


menjadi sampel penelitian

Pemeriksaan dan pengamatan


sebelum dilakukan pencabutan gigi

Pencabutan gigi oleh mahasiswa


kepanitraan klinik

Pemeriksaan dan pengamatan hari


ketiga

Pemeriksaan dan pengamatan hari


kelima

Pemeriksaan dan pengamatan hari


ketujuh

Analisis Data

3.11 Pengolahan dan Analisis Data


Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
statistik Independent T-test untuk menentukan perbedaan rata-rata kedua kelompok.
Pada pengolahan dan analisa uji normalitas data kedua kelompok dalam penelitian ini
dilakukan lebih dahulu dengan uji statistik Shapiro-Wilk. Bila data tidak terdistribusi
normal maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney, menggunakan program
komputerisasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Interpretasi hasil yang di dapatkan yaitu ;


1. Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak ; Ha diterima.
2. Jika p value > 0,05 maka Ho diterima ; Ha ditolak.

3.12 Kode Etik Penelitian


Sebelum melakukan penelitian, proposal ini diajukan ke Komisi Etik Fakultas
Kedokteran Sumatera Utara untuk mendapatkan persetujuan etik. Hal ini bertujuan
agar penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara etika dan legitimasi. Setelah
memeroleh persetujuan dari Komisi Etik, peneliti akan memberi penjelasan dan
meminta persetujuan dari subjek, yaitu berupa informed consent. Penelitian akan
dilaksanakan jika informed consent telah disetujui subjek.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbedaan proses penyembuhan luka


pasca pencabutan gigi pada pasien menopause dan wanita muda. Penelitian ini
dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2018. Prosedur penelitian ini adalah
membandingkan penyembuhan luka pada pasien wanita muda dan menopause yang
melakukan pencabutan gigi dilihat dari pembengkakan, rasa sakit dan kemerahanyang
terjadi pada hari ketiga, kelima dan hari ketujuh pasca pencabutan gigi. Sampel
penelitian adalah pasien pencabutan gigi di Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial FKG USU dari bulan Mei hingga Agustus 2018 yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi.

4.1 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Pembengkakan


Pasca Pencabutan
Berdasarkan tabel 4 diperoleh bahwa rata rata pembengkakan yang terjadi
pada hari ketiga pada kelompok menopause lebih besar dibandingkan pada kelompok
wanita muda, dimana rata-rata skor pembengkakan pada kelompok menopause 3,047,
lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita muda, yakni 2,238. Berdasarkan
hasil uji Mann-Whitney, diperleh nilai p = 0,00 < 0,05, maka terdapat perbedaan
pembengkakan yang signifikan, antara kelompok wanita muda dan kelompok
menopause pada hari ketiga.

Tabel 4. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan pasca pencabutan


pada hari ke-3
Standar
Pembengkakan Kelompok Rata-Rata p-Value
Deviasi
Kelompok Wanita Muda 2,238 0,538
Hari Ke-3 0,000
Kelompok Menopause 3,047 0,589

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

a b

Gambar 12. Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-3


(a) pada wanita muda (b) pada menopause

Berdasarkan tabel 5 diperoleh bahwa rata rata pembengkakan yang terjadi


pada hari kelima pada kelompok menopause lebih besar dibandingkan pada
kelompok wanita muda, dimana rata-rata skor pembengkakan pada kelompok
menopause 2,619, lebih besar, dibandingkan pada kelompok wanita muda, yakni
1,000. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney, diperleh nilai p = 0,000 < 0,05, maka
terdapat perbedaan pembengkakan yang signifikan, antara kelompok wanita muda
dan kelompok menopause pada hari kelima.

Tabel 5. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan pasca pencabutan


pada hari ke-5
Pembengkakan Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value
Kelompok Wanita Muda 1,000 0,000
Hari Ke-5 0,000
Kelompok Menopause 2,619 0,497

a b

Gambar 13. Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-5


(a) pada wanita muda (b) pada menopause

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Berdasarkan tabel 6 diperoleh hasil dimana secara rata-rata masih terdapat


pembengkakan pada kelompok menopause, dibandingkan pada kelompok wanita
muda pada hari ketujuh, dimana rata-rata skor pembengkakan pada kelompok
menopause 1,142, sedangkan pada kelompok wanita muda, yakni 1,000. Berdasarkan
hasil uji Mann-Whitney, diperleh nilai p = 0,076 > 0,05, maka tidak terdapat
perbedaan pembengkakan yang signifikan antara kelompok wanita muda dan
kelompok.

Tabel 6. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan pembengkakan pasca pencabutan


pada hari ke-7
Pembengkakan Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value
Kelompok Wanita Muda 1,000 0,000
Hari Ke-7 0,076
Kelompok Menopause 1,142 0,358

a b

Gambar 14. Pembengkakan pasca pencabutan pada hari ke-7


(a) pada wanita muda (b) pada menopause

4.2 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Rasa Sakit Pasca


Pencabutan
Berdasarkan tabel 7 diperoleh bahwa rata-rata rasa sakit yang terjadi pada
kelompok menopause lebih tinggi dibandingkan pada kelompok wanita muda dimana
rata-rata skor rasa sakit pada kelompok menopause 2,190, lebih tinggi, dibandingkan
pada kelompok wanita muda, yakni 2,142. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney,
diperleh nilai p = 0,568 > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan rasa sakit yang
signifikan antara kelompok wanita muda dan kelompok menopause pada hari ketiga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Tabel 7. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit pasca pencabutan


pada hari ke-3
Rasa Sakit Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value
Kelompok Wanita Muda 2,142 0,573
Hari Ke-3 0,568
Kelompok Menopause 2,190 0,601

Berdasarkan tabel 8, diperoleh rata-rata rasa sakit yang terjadi pada kelompok
menopause lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita muda dimana rata-rata
skor rasa sakit pada kelompok menopause 1,381, lebih besar, dibandingkan pada
kelompok wanita muda, yakni 1,095. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney, diperoleh
nilai p = 0,032 < 0,05, maka terdapat perbedaan rasa sakit yang signifikan antara
kelompok wanita muda dan kelompok menopause pada hari kelima.

Tabel 8. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit pasca pencabutan pada
hari ke-5
Rasa Sakit Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value

Kelompok Wanita Muda 1,095 0,300


Hari Ke-5 0,032
Kelompok Menopause 1,381 0,497

Pada hari ketujuh, pada kelompok menopause dan kelompok wanita muda
sudah tidak mengalami rasa sakit dimana diperoleh nilai p = 1,000 > 0,05. Hal ini
meunjukkan tidak ada perbedaan rasa sakit yang signifikan antara pasien menopause
dan pasien wanita muda.

Tabel 9. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan rasa sakit pasca pencabutan pada
hari ke-7
Rasa Sakit Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value

Kelompok Wanita Muda 1,000 0,000


Hari Ke-7 1,000
Kelompok Menopause 1,000 0,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

4.3 Distribusi Skor Penyembuhan Luka Berdasarkan Kemerahan Pasca


Pencabutan
Berdasarkan tabel 10, diperoleh rata-rata kemerahan yang terjadi pada
kelompok menopause lebih rendah dibandingkan pada kelompok wanita muda
dimana rata-rata skor kemerahan pada kelompok menopause 2,285, lebih tinggi,
dibandingkan pada kelompok wanita muda, yakni 2,238. Berdasarkan hasil uji Mann-
Whitney, diperleh nilai p = 0,729 > 0,05, maka tidak terdapat perbedaan kemerahan
yang signifikan antara kelompok wanita muda dan kelompok menopause pada hari
ketiga.

Tabel 10. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan pasca pencabutan


pada hari ke-3
Kemerahan Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value

Kelompok Wanita Muda 2,238 0,436


Hari Ke-3 0,729
Kelompok Menopause 2,285 0,462

a b

Gambar 15. Kemerahan pasca pencabutan gigi pada hari ke-3


(a) pada pasien wanita muda (b) pada pasien menopause

Berdasarkan tabel 11, diperoleh rata-rata kemerahan yang terjadi pada


kelompok menopause lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita muda dimana
rata-rata skor kemerahan pada kelompok menopause 1,952, lebih besar, dibandingkan
pada kelompok wanita muda, yakni 1,190. Berdasarkan hasil uji Mann-Whitney,
diperleh nilai p = 0 > 0,05, maka terdapat perbedaan kemerahan signifikan antara
kelompok wanita muda dan kelompok menopause pada hari kelima.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Tabel 11. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan pasca pencabutan


pada hari ke-5
Kemerahan Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value

Kelompok Wanita Muda 1,190 0,402


Hari Ke-5 0,000
Kelompok Menopause 1,952 0,218

a b

Gambar 16. Kemerahan pasca pencabutan gigi pada hari ke-5


(a) pada pasien wanita muda (b) pada pasien menopause

Pada hari ketujuh, pada kelompok menopause dan kelompok wanita muda
sudah tidak mengalami kemerahan dimana dapat dilihat pada tabel 12, nilai p = 1,000
> 0,05. Hal ini menunjukkan tidak ada perbedaan kemerahan yang signifikan antara
kelompok menopause dan wanita muda.

Tabel 12. Distribusi penyembuhan luka berdasarkan kemerahan pasca pencabutan


pada hari ke-7
Kemerahan Kelompok Rata-Rata Standar Deviasi p-Value

Kelompok Wanita Muda 1,000 0,000


Hari Ke-7 1,000
Kelompok Menopause 1,000 0,000

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

a b

Gambar 17. Kemerahan pasca pencabutan gigi pada hari ke-7


(a) pada pasien wanita muda (b) pada pasien menopause

4.4 Perbandingan Penyembuhan Luka Pada Pasien Menopause dan


Wanita Muda Pasca Pencabutan
Berdasarkan tabel 13, dapat dilihat rata rata skor penyembuhan luka pada hari
ketiga dan kelima pada pasien menopause menunjukkan proses penyembuhan luka
berjalan lambat dimana rata-rata skor penyembuhan luka pada pasien menopause > 6.
Sedangkan rata-rata skor penyembuhan luka pada pasien wanita muda pada hari
ketiga menunjukkan penyembuhan luka berjalan lambat, tetapi pada hari kelima
penyembuhan luka normal. Sementara itu pada hari ketujuh, rata-rata skor
penyembuhan luka pada pasien wanita muda dan menopause berjalan normal.

Tabel 13. Rata – rata perbandingan penyembuhan luka pada hari ke-3, 5 dan 7 pasca
pencabutan
Kelompok N Mean ± SD p-Value

Wanita Muda 21 6,666 ± 1,110


Hari Ke – 3 0,005
Menopause 21 7,523 ± 1,030

Wanita Muda 21 3,285 ± 0,560


Hari Ke – 5 0,000
Menopause 21 6,095 ± 0,830

Wanita Muda 21 3,000 ± 0,000


Hari Ke – 7 0,076
Menopause 21 3,142 ± 0,258

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan proses


penyembuhan luka pada pasien menopause dan pasien wanita muda pasca pencabutan
gigi, dapat dilihat pada hari kelima pasca pencabutan gigi dimana rata-rata skor
penyembuhan luka pada pasien wanita muda yaitu 3,285 yang merupakan skor
penyembuhan luka dengan kriteria normal, sementara pada pasien menopause 6,095
yang merupakan kriteria penyembuhan luka berjalan lambat. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dkk, dimana pada penelitian tersebut
rata- rata skor penyembuhan luka pada hari kelima menunjukkan perbedaan antara
pasien menopause dan non-menopause. Hasil penelitian tersebut didapatkan rata-rata
skor penyembuhan luka pasca pencabutan gigi pada hari kelima pada pasien
menopause 6,00 yang menunjukkan penyembuhan luka berjalan lambat, sementara
pada pasien non-menopause 5,00 yang menunjukkan penyembuhan luka berjalan
normal.
Setelah tindakan pencabutan gigi yang menimbulkan trauma pada pembuluh
darah, maka dimulailah proses penyembuhan luka. Penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi merupakan proses kompleks dan dinamis dari perbaikan struktur sel
dan jaringan.20 Penyembuhan luka terdiri atas tiga fase, yaitu fase inflamasi, fase
fibroplasti, dan fase maturasi atau remodeling. Pada fase inflamasi terjadi dua
kegiatan utama, yaitu respons vaskular dan respons inflamasi. Respons vaskular
diawali dengan respons hemostatik tubuh selama 5 detik pasca-luka. Sekitar jaringan
yang luka mengalami iskemia yang merangsang pelepasan histamin dan zat vasoaktif
yang menyebabkan vasodilatasi, pelepasan trombosit, reaksi vasodilatasi dan
vasokonstriksi, dan pembentukan lapisan fibrin. Respons inflamasi merupakan reaksi
non-spesifik tubuh dalam mempertahankan/memberi perlindungan terhadap benda
asing yang masuk ke dalam tubuh. Respons ini diawali dari semakin banyaknya

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

aliran darah ke sekitar luka yang menyebabkan bengkak, kemerahan, hangat/demam,


ketidaknyamanan/nyeri, dan penurunan fungsi.23
Penilaian waktu penyembuhan luka pada penelitian ini dilakukan pada hari
ketiga, kelima dan hari ketujuh pasca pencabutan gigi. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat proses penyembuhan luka pada pasien menopause dan wanita muda dilihat
dari respons inflamasi yang terjadi pasca pencabutan gigi, yaitu pembengkakan,
kemerahan, dan rasa sakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada hari
ketiga dan hari kelima dilihat dari pembengkakan dan rasa sakit yang terjadi. Dapat
dilihat pada hari ketiga pasca pencabutan, rata rata skor pembengkakan dan rasa sakit
pada pasien menopause lebih besar daripada pasien wanita muda. Pada hari kelima
dapat dilihat, pada pasien menopause masih terdapat pembengkakan dan rasa sakit,
sementara pada pasien wanita muda sudah tidak terdapat pembengkakan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa proses penyembuhan luka pada pasien menopause lebih
lambat daripada pasien wanita muda.
Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam penyembuhan luka,
yaitu faktor lokal dan faktor sistemik.23 Hormon seks dan umur merupakan salah satu
faktor sistemik yang berperan dalam penyembuhan luka.
Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi tubuh sehingga dapat memperlambat
waktu penyembuhan luka. Jumlah dan ukuran fibroblas menurun, begitu pula
kemampuan proliferasi sehingga terjadi penurunan respons terhadap growth factor
dan hormon-hormon yang dihasilkan selama penyembuhan luka.23 Terhambatnya
penyembuhan luka pada orang tua berhubungan dengan perubahan respon inflamasi
seperti masuknya T-cell pada area luka dengan perubahan pada produksi chemokine
dan berkurangnya kapasitas fagosit makrofag.25
Penelitian yang dilakukan pada hewan mengenai efek penyembuhan luka pada
usia lanjut menunjukkan hasil yang berlawanan. Pada manusia sehat yang menjadi
relawan dalam penelitian, menunjukkan bahwa pada manusia dengan usia lebih dari
70 tahun terdapat keterlambatan penyembuhan luka yang signifikan selama 1,9 hari
dilihat dari epitelisasi kulit superfisial dibandingkan dengan relawan usia muda. Pada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

relawan yang sama, dengan menggunakan micro-model dari fibroplasia, tidak


terdapat perbedaan pada DNA atau akumulasi luka hidroksiprolin diantara grup
relawan berusia muda dan usia lanjut, akan tetapi, pada relawan berusia muda
menunjukkan jumlah dari total α-amino nitrogen pada luka yang lebih tinggi secara
signifikan. Walaupun sintesis kolagen pada luka tidak terlihat lemah pada usia tua,
jumlah protein nonkolagen pada daerah luka mengalami penurunan sejalan dengan
penuaan. Hal ini mungkin dapat melemahkan sifat mekanis dari bekas luka pada
pasien usia lanjut.33
Menopause mengakibatkan menghilangnya hormon estrogen dan
progesteron.1 Hilangnya estrogen sering kali menyebabkan terjadinya perubahan
fisiologis yang bermakna pada fungsi tubuh.26 Estrogen mempunyai pengaruh yang
besar dalam respons inflamasi tubuh terhadap jaringan yang luka. Estrogen
mengurangi jumlah PMN yang terdapat pada luka dengan menghalangi kemotaksis,
sehingga menyebabkan peningkatan deposisi kolagen. Estrogen juga mengatur
penurunan migrasi sitokin MIF yang bekerja melawan regulasi sitokin anti-inflamasi:
IL-6, IL-1β, dan IL-8 yang disekresikan oleh monosit. MIF meregulasi gen yang
berhubungan dengan kontraksi otot, respons imun, dan adhesi yang ditemukan pada
daerah luka dan banyak sitoskeletal/gen epidermal yang mengarah pada disfungsi
penyembuhan luka.34
Hardman dan Ashcroft telah meneliti mengenai gen pada manusia,
menunjukkan bahwa berkurangnya estrogen merupakan faktor utama yang
mengendalikan tertundanya penyembuhan luka pada manusia usia lanjut. Penelitian
tersebut dilakukan dengan bantuan teknik microaray yang menunjukkan bahwa 78%
gen yang berbeda dikeluarkan sewaktu berlangsungya proses penyembuhan luka pada
manusia usia muda dan usia lanjut diatur oleh estrogen, sementara hanya 3%
berhubungan dengan usia. Dari sudut pandang ini, hormon seks steroid, terkhusus
estrogen, merupakan salah satu faktor sistemik utama yang mempengaruhi
penyembuhan luka.35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Adanya defisiensi hormon estrogen mengakibatkan proses epitelisasi tidak


berjalan normal. Ini dikarenakan adanya peran estrogen yang bertugas meningkatkan
jumlah produksi kolagen dengan mengubah polimerisasi dari mokopolisakarida dan
meningkatkan kualitas hidroskopis dan memperkuat adhesi kolagen pada jaringan
ikat. Pada masa menopause, serat-serat kolagen yang merupakan substansi dasar
pembentukan jaringan ikat berkurang kualitas maupun jumlahnya. Hal ini
berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka oleh karena proses epitelisasi luka
terhambat, sehinga jalannya penyembuhan dan penutupan luka berlangsung lama.1
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi pada pasien menopause dan wanita muda memiliki perbedaan,
dimana proses penyembuhan luka pada pasien menopause berjalan lebih lama
daripada pasien wanita muda. Hal ini dikarenakan pada pasien menopause sudah
mengalami kehilangan hormon estrogen yang mempunyai peran penting dalam proses
penyembuhan luka.
Selain hormon dan usia, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan luka. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka yaitu
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal yang dapat mendukung atau
menghambat penyembuhan luka adalah hidrasi luka, penatalaksanaan luka,
temperatur luka, adanya tekanan, gesekan, atau keduanya, adanya benda asing, dan
ada tidaknya infeksi. Faktor sistemik yang dapat mempengaruhi proses penyembuhan
luka selain hormon dan usia, yaitu penyakit penyerta, vaskularisasi, nutrisi, obesitas,
gangguan sensasi dan pergerakan, status psikologis, terapi radiasi, dan obat-obatan.23
Penelitian yang dilakukan oleh Ashcroft et al, menunjukkan bahwa hilangnya
estrogen pada tikus yang telah dilakukan ovariektomi mengakibatkan proses
penyembuhan luka tertunda dan terganggu yang dapat diketahui dari waktu re-
epitelisasi, luasnya luka, dan deposisi kolagen. Namun, dengan pemberian aplikasi
topikal estrogen dapat meningkatkan kecepatan penyembuhan luka yang diukur
dengan berkurangnya waktu re-epitelisasi, berkurangnya luas luka, dan meningkatnya
deposisi kolagen.35 Hal ini dapat menjadi alasan bahwa defisiensi hormon estrogen
dapat menyebabkan waktu penyembuhan yang lebih lama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, maka
dapat dibuat kesimpulan :
1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada proses penyembuhan luka pasca
pencabutan gigi pada pasien menopause dan wanita muda.
2. Pasien menopause memiliki rerata skor waktu penyembuhan luka yang
lebih lama daripada pasien wanita muda pada hari ketiga (niali p = 0,005 <
0,05).
3. Pasien menopause memiliki rerata skor waktu penyembuhan luka yang
lebih lama daripada pasien wanita muda pada hari kelima (niali p = 0,000 <
0,05).

6.2 Saran
Adapun saran yang dapat penulis berikan antara lain :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian
selanjutnya.
2. Penelitian ini hanya dilakukan pada sampel jenis kelamin wanita, maka
dapat diteliti lebih lanjut apakah terdapat perbedaan waktu penyembuhan
luka yang signifikan pada pria usia muda dan usia lanjut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

DAFTAR PUSTAKA

1. Parmasari WD, Theodora, Willianti E. Hubungan antara menopause


dengan proses penyembuhan luka pasca pencabutan gigi di poli gigi
Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Jurnal Ilmiah Kedokteran 2016;
5(1): 49-57.
2. Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. New Delhi :
Elsevier, 2009: 211-3.
3. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial
surgery. 6th ed. Missouri: Elsevier, 2014: 44-7, 91-2.
4. Fragiskos DF. Oral surgery. Greece: Springer, 2007: 73-93.
5. Moore UJ. Principles of oral and maxillofacial surgery. 6th ed. Blackwell,
2011: 169-70.
6. Payung H, Anindita PS, Hutagalung BSP. Gambaran kontraindikasi
pencabutan gigi di RSGM UNSRAT tahun 2014. Jurnal Kedokteran
Komunitas dan Tropik 2015; 3(2): 171.
7. Maulana EGS, Adhani R, Heriyani F. Faktor yang mempengaruhi
kehilangan gigi pada usia 35 – 44 tahun di Kecamatan Juai Kabupaten
Balangan tahun 2014. Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2016; 1(1): 98-103.
8. Montandon AAB, Zuza EP, Toledo BEC. Reasearch article : Prevalance
and reasons for tooth loss in a sample from a dental clinic in Brazil.
International Journal of Dentistry 2012; 20(12): 1-2.
9. Dharmawan L, Soesanto R, Bahar ML. The effect of feracrylum 1% to the
bleeding time after tooth extraction. Journal Oral And Maxillofacial
Surgery 2012; 1(1): 1-5.
10. Lande R, Kepel BJ, Siagian KV. Gambaran faktor risiko dan komplikasi
pencabutan gigi di RSGM PSPDG FK UNSRAT. Journal e;GiGi(eG)
2015; 3(2): 476-81.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

11. Syafarina M, Taufiqurrahman I, Edyson. Perbedaan total flavanoid antara


tahapan pengeringan alami dan buatan pada ekstrak daun binjai (Mangifera
caesia). Dentino Jurnal Kedokteran Gigi 2017; 1(1): 84-8.
12. Politis C, Schoenaers J, Jacobs R, Agbaje JO. Wound healing problems in
mouth. J Frontiers in Physiology 2016; 7:1-13.
13. Horng HC, Chang WH, Yeh CC, Huang BS, Chang CP, Chen YJ, et al.
Estrogen effects on wound healing. Int. J. Mol. Sci. 2017; 18:1-14.
14. Scheid RC. Gabriela W. Woelfel anatomi gigi. Edisi 8. Jakarta : EGC,
2011: 131.
15. Fehrenbach, Popowics. Illustrated dental embryology, histology, and
anatomy. 4th ed. Missouri: Elsevier, 2016 : 165.
16. Chandha MH .Buku petunjuk praktis pencabutan gigi. Jakarta: Sagung
Seto, 2014: 9-12, 41-2.
17. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 2nd ed. India:
Jaypee, 2008: 116-7.
18. Agrawal M, Rahman QB, Akhter M. Extraction of asymptomatic tooth
with and without antibiotic therapy. BSMMU J 2012; 5(1): 24-8.
19. Tamara AHJ, Rochmah YS, Mujayanto R. Pengaruh aplikasi virgin
coconut oil terhadap peningkatan jumlah fibroblas pada luka pasca
pencabutan gigi pada rattus novergicus. Odonto Dent Journal 2014; 1(2):
29-34.
20. Damayanti MM, Yuniarti. Review jurnal : Pengaruh pemberian platelet-
rich fibrin dalam mempercepat proses penyembuhan luka pascaekstraksi
gigi. Dalam: Prosiding Seminar Nasional dan Pengabdian Pada Masyarakat
(SnaPP) Kesehatan. Bandung, 2016: 34-9.
21. Syam IA, Hatta R, Ruslin M. Potensi dari ceker ayam kampung (Gallus
domesticus) untuk mempercepat penyembuhan soket pascaekstraksi gigi.
Makassar Dent J 2015; 4(2): 50-55.
22. Bagheri SC, Bell RB, Khan HA. Current therapy in oral & maxillofacial
surgery. Missouri: Elsevier, 2012: 6-7.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

23. Fonseca RJ, Walker CRV, Barber MHD, Powers PMP, Frost ODE. Oral &
maxillofacial trauma. 4th ed. Missouri: Elsevier, 2013: 24-5.
24. Arisanty IP. Konsep dasar manajemen perawatan luka. Jakarta: EGC, 2014:
36-8.
25. Velnar T, Balley T, Smrkolj V. The wound healing process: An overview
of the cellular and molecular mechanisms. The Journal of International
Medical Research 2009; 37: 1528-42.
26. Guo S, DiPietro LA. Factors affecting wound healing. J Dent Res 2010;
89(3): 219-229.
27. Guyton CA, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran. Ilyas EII,
Widjajakusumah MD, Tanzil A, Santoso DIS, Siagian M, Hardjatno T,
dkk. Jakarta: EGC, 2011: 945-58.
28. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan indonesia
tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014: 8.
29. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran. Novrianti A, Dany F,
Resmisari T, Rachman LY, Mutaqqin H, Nugroho AW, dkk. Jakarta: EGC,
2008: 438.
30. Noor NN. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta, 2014: 22-4.
31. Murti B. Desain dan ukuran sampel untuk penelitian kuantitatif dan
kualitatif di bidang kesehatan. Yogyakata: Gadjah Mada University Press,
2013: 108.
32. Fajar I, Isnaeni DTN, Pudjirahaju A, Amin I, Sunindya BR, Aswin AAGA,
dkk. Statistika untuk praktisi kesehatan. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009: 59.
33. Brunicardi FC, Andersen DK, Billar TR, Dunn DL, Hunter JG, Matthews
JB, et al. Schwartz’s principles of surgery. 10th ed. New York: Mc Graw
Hill education, 2010: 253.
34. Schober JM, Martin AN, Aardsma N, Pfaff D, Cooney T. The emerging
concept of hormonal impact on wound healing in feminizing and
masculinizing genital surgery. J Genit Syst Disor 2016; 5(2): 1-5.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

35. Criepokova Z, Lenhardt L, Gal P. Basic roles of sex steroid hormones in


wound repair with focus on estrogens (a review). Folia Veterinaria 2016;
60(1): 41-6.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Sarah


Tempat/ Tanggal Lahir : Medan/ 25 September 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Alamat : Jl. Asrama Kompleks Bumi Asri Blok D No.5
Orang Tua
Ayah : Toto Samuel
Ibu : Lumongga R. Nababan
Riwayat Pendidikan
1. TK Sarah School (2000-2002)
2. SD Santo Thomas 2, Medan (2002-2008)
3. SMP Santo Thomas 1, Medan (2008-2011)
4. SMA Santo Thomas 1, Medan (2011-2014)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 2

RINCIAN BIAYA PENELITIAN

Besar biaya yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini sebesar Rp. 2.550.000,-
dengan rincian berikut:

1. Biaya Pembuatan Proposal : Rp. 150.000,-


2. Biaya Pembuatan Laporan Seminar Hasil : Rp. 150.000,-
3. Biaya Pembuatan Laporan Skripsi : Rp. 300.000,-
4. Biaya Print dan Fotokopi : Rp. 500.000,-
5. Biaya Penjilidan dan Penggandaan : Rp. 250.000,-
6. Biaya Statistik : Rp. 250.000,-
7. Biaya Administrasi Ethical Clearence : Rp. 100.000,-
8. Biaya Alat Penelitian : Rp. 350.000,-
9. Biaya Bahan Penelitian : Rp. 600.000,-
_____________ +
Total : Rp. 2.550.000,-

Seluruh biaya penelitian ditanggung oleh peneliti sendiri.

Peneliti

Sarah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 3

JADWAL KEGIATAN

Nov Des Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agust Sept Okt
Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
dan
Pembuatan
Proposal
Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Penelitian
Pengumpul
an dan
Pengolaha
n data
Penulisan
Laporan
Penelitian
Seminar
Hasil
Perbaikan
Laporan
Sidang
Skripsi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 6

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Selamat pagi,
Perkenalkan nama saya Sarah. Saya adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Gigi USU dan saat ini saya sedang menjalani penelitian di Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial RSGM FKG USU. Saya ingin memberitahukan kepada Saudara
bahwa saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Perbedaan Proses
Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi Pada Pasien Menopause dan Pasien
Wanita Muda di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU”.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui Perbedaan Proses Penyembuhan
Luka Pasca Pencabutan Gigi Pada Pasien Menopause dan Pasien Wanita Muda di
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU.
Tindakan pencabutan gigi merupakan tindakan yang lazim dilakukan dalam
praktek kedokteran gigi. Pencabutan gigi di indikasikan bilamana gigi tersebut sudah
tidak dapat dilakukan perawatan lagi. Kehilangan gigi terus menjadi masalah
kesehatan gigi dan mulut di seluruh dunia. Setelah dilakukan pencabutan gigi
biasanya akan terjadi perdarahan. Pada hari ketiga sampai hari kelima setelah
dilakukannya pencabutan gigi biasanya akan terjadi pembengkakan, rasa sakit dan
kemerahan pada daerah sekitar bekas pencabutan.
Proses penelitian ini memerlukan kerjasama yang baik dari Saudara untuk
meluangkan sedikit waktunya. Saya akan melakukan pemeriksaan pembengkakan,
rasa sakit, dan tanda kemerahan pasca pencabutan gigi. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu kira-kira 10 menit sebelum dilakukannya pencabutan gigi, dan
juga pada hari ketiga dan hari kelima setelah dilakukannya pencabutan gigi.
Pertama Saudara akan ditanya mengenai identitas Saudara. Sebelum
dilakukan pencabutan gigi, maka akan dilakukan pemeriksaan pembengkakan, rasa
sakit dan tanda kemerahan pada daerah gigi yang akan dicabut. Setelah itu,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mahasiswa kepaniteran klinik akan melakukan tindakan pencabutan gigi . Setelah
pencabutan gigi dilakukan, Saudara dipersilahkan pulang untuk beristirahat. Pada hari
ketiga dan hari kelima akan dilakukan pemeriksaan pembengkakan, rasa sakit, dan
tanda kemerahan setelah dilakukannya pencabutan gigi. Pemeriksaan pembengkakan
akan dilakukan dengan cara mengukur pembengkakan dengan menggunakan jangka
sorong/kaliper digital. Pemeriksaan rasa sakit akan dilakukan secara subjektif dan
pemeriksaan tanda kemerahan pada daerah bekas pencabutan gigi dengan cara
objektif oleh peneliti.
Jika Saudara bersedia, Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian
terlampir harap ditandatangani dan dikembalikan. Perlu diketahui bahwa surat
ketersediaan tersebut tidak mengikat dan Saudara dapat mengundurkan diri dari
penelitian ini selama penelitian berlangsung.
Demikian penjelasan dari saya, atas partisipasi dan ketersediaan waktu
Saudara, saya ucapkan terima kasih.

Medan, ........................
Peneliti

Sarah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 7

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


(INFORMED CONSENT)

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : .................................................................................................
Alamat : .................................................................................................
No. Telp/Hp : .................................................................................................

Setelah mendapat penjelasan mengenai penelitian, risiko, dan hak-hak saya sebagai
subjek penelitian yang berjudul : “Perbedaan Proses Penyembuhan Luka Pasca
Pencabutan Gigi Pada Pasien Menopause dan Pasien Wanita Muda di Departemen
Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU”, secara sadar dan tanpa paksaan, saya
bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini yang diketahui oleh Sarah sebagai
mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, dengan catatan
apabila suatu ketika saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak
membatalkan persetujuan ini.

Medan, ....................................
Yang menyetujui,
Subjek Penelitian

(............................................)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 8

DEPARTEMEN BEDAH MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perbedaan Proses Penyembuhan Luka Pasca Pencabutan Gigi Pada


Pasien Menopause dan Pasien Wanita Muda di Departemen
Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU

I. Data Responden
Nama :
Usia : tahun

II. Pengamatan dan Pemeriksaan Proses Penyembuhan Luka

Skor Penyembuhan Luka Kategori

 Penyembuhan Luka pada Pasien


Menopause

 Penyembuhan Luka pada Pasien


Wanita Muda

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 9

Data hasil pengmatan dan pemeriksaan proses penyembuhan luka pada pasien wanita muda

Pembengkakan Kemerahan Rasa Sakit Jumlah Skor P. Luka


Sam
Nama Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
pel
Ke-3 Ke-5 ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7
1 Anisa 3 1 1 2 1 1 2 1 1 7 3 3
2 Rita 3 1 1 3 1 1 2 1 1 8 3 3
3 Chairu 2 1 1 3 1 1 2 1 1 7 3 3
4 Hagar 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
5 Desri 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
6 Fidya 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
7 Radu 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
8 Hertika 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
9 Anur 2 1 1 3 2 1 2 1 1 7 4 3
10 Mercy 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
11 Sulastri 3 1 1 2 2 1 3 1 1 8 4 3
12 Nuraini 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
13 Yohana 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
14 Neal 2 1 1 2 1 1 3 2 1 7 4 3
15 Fransiska 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3
16 Sonia 1 1 1 3 2 1 2 1 1 6 4 3
17 Kristin 3 1 1 3 2 1 4 2 1 10 5 3
18 Evivani 3 1 1 2 1 1 2 1 1 5 3 3
19 Raras 2 1 1 2 1 1 1 1 1 8 3 3
20 Suwarni 3 1 1 2 1 1 2 1 1 7 3 3
21 Ronapita 2 1 1 2 1 1 2 1 1 6 3 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Data hasil pengamatan dan pemeriksaan proses penyembuhan luka pada pasien menopause

Pembengkakan Kemerahan Rasa Sakit Jumlah Skor P.Luka


Sam
Nama Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari
pel
Ke-3 Ke-5 Ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7 Ke-3 Ke-5 Ke-7
1 Jamila 4 2 1 2 1 1 2 2 1 8 5 3
2 Bungannim 3 3 1 2 2 1 2 1 1 7 7 3
3 Faridah 3 3 1 2 2 1 2 1 1 7 6 3
4 Hasnah 3 2 1 2 2 1 2 1 1 7 5 3
5 Lasmiatik 3 3 2 2 2 1 2 1 1 7 6 4
6 Saniar 2 2 1 2 2 1 3 2 1 7 6 3
7 Juliani 3 2 1 2 2 1 2 2 1 7 6 3
8 Pujiningtiyur 2 2 1 3 2 1 2 2 1 7 6 3
9 Saptiah 3 2 1 2 2 1 2 1 1 7 5 3
10 Jendakita 2 2 1 3 2 1 2 1 1 7 5 3
11 M.Selva 3 3 1 3 2 1 2 1 1 8 6 3
12 Siti D 3 2 1 3 2 1 3 2 1 9 6 3
13 Musbah 3 3 1 2 2 1 2 1 1 7 6 3
14 Eni P 4 3 1 3 2 1 3 2 1 10 8 3
15 Nining S 3 3 1 2 2 1 1 1 1 6 6 3
16 Mulahayati 3 3 1 2 2 1 3 1 1 8 6 3
17 Nurjani 3 3 1 2 2 1 1 1 1 6 6 3
18 Ernawati 3 3 2 3 2 1 3 2 1 9 7 4
19 Rosmawati 4 3 1 2 2 1 2 1 1 8 6 3
20 Asni 3 3 2 2 2 1 2 1 1 7 6 4
21 Rudinali 4 3 1 2 2 1 3 2 1 9 8 3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lampiran 10

Output Analisis Data

b,c
Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Pembengkakan Hari Ke-3 .268 42 .000 .822 42 .000
Pembengkakan Hari Ke-5 .318 42 .000 .731 42 .000
Pembengkakan Hari Ke-7 .537 42 .000 .284 42 .000
Kemerahan Hari Ke-3 .460 42 .000 .549 42 .000
Kemerahan Hari Ke-5 .375 42 .000 .630 42 .000
Rasa Sakit Hari Ke-3 .399 42 .000 .719 42 .000
Rasa Sakit Hari Ke-5 .472 42 .000 .529 42 .000
a. Lilliefors Significance Correction
b. Kemerahan Hari Ke-7 is constant. It has been omitted.
c. Rasa Sakit Hari Ke-7 is constant. It has been omitted.

Perbandingan Pembengkakan

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


Pembengkakan Hari Ke-3 Kelompok Wanita Muda 21 2.2381 .53896 .11761
Kelompok Menopause 21 3.0476 .58959 .12866
Pembengkakan Hari Ke-5 Kelompok Wanita Muda 21 1.0000 .00000 .00000
Kelompok Menopause 21 2.6190 .49761 .10859
Pembengkakan Hari Ke-7 Kelompok Wanita Muda 21 1.0000 .00000 .00000
Kelompok Menopause 21 1.1429 .35857 .07825

a
Test Statistics
Pembengkakan Pembengkakan Pembengkakan
Hari Ke-3 Hari Ke-5 Hari Ke-7
Mann-Whitney U 81.000 .000 189.000
Wilcoxon W 312.000 231.000 420.000
Z -3.863 -6.056 -1.776
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000 .076
a. Grouping Variable: Kelompok

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Perbandingan Kemerahan

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


Kemerahan Hari Ke-3 Kelompok Wanita Muda 21 2.2381 .43644 .09524
Kelompok Menopause 21 2.2857 .46291 .10102
Kemerahan Hari Ke-5 Kelompok Wanita Muda 21 1.1905 .40237 .08781
Kelompok Menopause 21 1.9524 .21822 .04762
a
Kemerahan Hari Ke-7 Kelompok Wanita Muda 21 1.0000 .00000 .00000
a
Kelompok Menopause 21 1.0000 .00000 .00000
a. t cannot be computed because the standard deviations of both groups are 0.

a
Test Statistics
Kemerahan Hari Kemerahan Hari Kemerahan Hari
Ke-3 Ke-5 Ke-7
Mann-Whitney U 210.000 52.500 220.500
Wilcoxon W 441.000 283.500 451.500
Z -.347 -4.929 .000
Asymp. Sig. (2-tailed) .729 .000 1.000
a. Grouping Variable: Kelompok

Perbandingan Rasa Sakit

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


Rasa Sakit Hari Ke-3 Kelompok Wanita Muda 21 2.1429 .57321 .12509
Kelompok Menopause 21 2.1905 .60159 .13128
Rasa Sakit Hari Ke-5 Kelompok Wanita Muda 21 1.0952 .30079 .06564
Kelompok Menopause 21 1.3810 .49761 .10859
a
Rasa Sakit Hari Ke-7 Kelompok Wanita Muda 21 1.0000 .00000 .00000
a
Kelompok Menopause 21 1.0000 .00000 .00000
a. t cannot be computed because the standard deviations of both groups are 0.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a
Test Statistics
Rasa Sakit Hari Rasa Sakit Hari Rasa Sakit Hari
Ke-3 Ke-5 Ke-7
Mann-Whitney U 202.500 157.500 220.500
Wilcoxon W 433.500 388.500 451.500
Z -.571 -2.148 .000
Asymp. Sig. (2-tailed) .568 .032 1.000
a. Grouping Variable: Kelompok

Perbandingan Jumlah Skor Penyembuhan Luka Hari Ke-3,5 dan 7 Pasien


Menopause dan Wanita Muda

Tests of Normality
a
Kolmogorov-Smirnov Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
Hari Ke-3 .247 42 .000 .882 42 .000
Hari Ke-5 .238 42 .000 .843 42 .000
Hari Ke-7 .537 42 .000 .284 42 .000
a. Lilliefors Significance Correction

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


Hari Ke-3 Kelompok Wanita Muda 21 6.6667 1.11056 .24234
Kelompok Menopause 21 7.5238 1.03049 .22487
Hari Ke-5 Kelompok Wanita Muda 21 3.2857 .56061 .12234
Kelompok Menopause 21 6.0952 .83095 .18133
Hari Ke-7 Kelompok Wanita Muda 21 3.0000 .00000 .00000
Kelompok Menopause 21 3.1429 .35857 .07825

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

You might also like