You are on page 1of 25

NAMA ANGGOTA :

 Ihsani Merdekawati (3608100024)


 Ummi Fadlillah K. (3608100027)
 Cihe Aprilia Bintang (3608100034)
 Ajeng Nugrahaning D.(3608100054)

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER SURABAYA
2011
HUKUM DAN ADMINISTRASI 1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pembangunan merupakan salah satu upaya dari setiap pemerintah daerah untuk
menuju Negara yang berkembang. Dengan adanya Undang-Undang 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, masing-masing Pemerintah Daerah yang ada di
Indonesia diberi oleh Negara kekuasaaan masing-masing daerah untuk mengatur
pembangunan daerah mereka masingmasing. Pengelolaan lingkungan hidup hanya
dapat berhasil menunjang pembangunan berkelanjutan, apabila administrasi
pemerintahan berfungsi secara efektif dan terpadu.
Salah satu sarana yuridis administratif untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran lingkungan adalah sistem perizinan. Dewasa ini jenis dan prosedur
perizinan di Indonesia masih beraneka ragam, rumit dan sukar ditelusuri, sehingga
sering merupakan hambatan bagi kegiatan dunia usaha. Indonesia termasuk tipe
negara hukum yang baru dan dinamis, disebut dengan konsep negara welfare state. Di
dalam negara modern welfare state ini tugas pemerintah bukan lagi sebagai penjaga
malam dan tidak boleh pasif tetapi harus aktif turut serta dalam kegiatan masyarakat
sehingga kesejahteraan bagi semua orang tetap terjamin (SF. Marbun, Moh. Mahlud,
2000). Oleh sebab itu tugas pemerintah diperluas menyangkut berbagai aspek dengan
maksud menjamin kepentingan umum.
Pemberian izin yang keliru atau tidak cermat serta tidak memperhitungkan dan
mempertimbangkan kepentingan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya
keseimbangan ekologis yang sulit dipulihkan. Perizinan merupakan instrumen
kebijaksanaan lingkungan yang paling penting (Tjienk Willink, Zwolle, 1978, hlm 23).
Dengan tujuan memandang ketiga aspek pembangunan agar tidak tejadi pelanggaran
yang dapat berdampak negatif terhadap aspek sosial dan aspek lingkungan. Aspek-
aspek yang sangat perlu diperhatikan dalam melakukan pembangunan yakni aspek
ekonomi, lingkungan, dan sosial (Environmental Protection as An Element of Order
Policy, Rathausallee: Konrad-Adenuer Stiftung, 1996. hlm.64).
Berkaitan dengan masalah hukum yang berhubungan dengan pembangunan dan
pengembangan wilayah di suatu kota maupun desa, maka pada laporan ini akan
disajikan pembahasan lebih lanjut mengenai identifikasi permasalahan yang berkenaan
dengan hukum, khususnya di Wilayah Surabaya melalui beberapa studi kasus yang
diambil.

Page 1
HUKUM DAN ADMINISTRASI 2

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah terkait dengan penulisan laporan ini adalah bagaimana
mengidentifikasi masalah dari studi kasus yang diambil.

1.3. Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan dalam menyusun laporan ini adlah untuk melakukan identifikasi
terhadap masalah regulasi yang berkaitan dengan perencanaan wilayah dan
pembangunan kota, khususnya di Kota Surabaya.

Page 2
HUKUM DAN ADMINISTRASI 3

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Studi Kasus Mengenai Pengalihan Pengelolaan Taman Bibit


Kebun Bibit merupakan salah satu RTH yang terdapat di Surabaya Timur. Taman
kota seluas 45.000 meter persegi ini sudah layaknya menjadi icon kota Surabaya.
Taman kota yang biasa disebut taman flora ini sudah bisa menjadi paru-paru kota
karena letaknya yang strategis di tengah perkotaan, pada saat hari libur banyak sekali
warga kota surabaya yang datang pagi-pagi ke kebun bibit untuk lari pagi atau sekedar
bersantai bersama keluarga, karena memang tempatnya yang enak, luas, dan sejuk
karena dipenuhi oleh berbagai macam jenis flora, cocok sekali untuk bersantai sejenak
menghindari panasnya kota Surabaya. Di kebun bibit ini juga terdapat fasilitas arena
bermain anak-anak sehingga tidak sedikit dari warga kota Surabaya yang datang
membawa buah hatinya untuk bermain. Banyak juga fotografer yang datang ke tempat
ini untuk foto-foto karena tempatnya yang cukup bebas dan tidak terlalu ribet untuk
masalah perizinan. Dan satu lagi, semua fasilitas yang ada di kebun bibit ini dapat
dinikmati oleh warga kota Surabaya dengan gratis.

Gambar 2.1 Kebun bibit yang dapat


dinikmati oleh warga Kota Surabaya

Kebun bibit tampaknya sudah benar-benar melekat di hati warga kota Surabaya.
Namun akhir-akhir ini kita mendengar kabar yang kurang mengenakkan bahwa kebun
bibit akan segera di eksekusi karena akan berpindah tangan ke pihak swasta, yaitu PT
Surya Inti Permata (SIP). Rencananya pada Sabtu mendatang, atas perintah
Pengadilan Negeri setempat, Kebun Bibit akan dieksekusi atau diambil alih dari tangan

Page 3
HUKUM DAN ADMINISTRASI 4

Pemkot Surabaya untuk diserahkan ke PT. Surya Inti Pratama (SIP). Mahkamah Agung
memutuskan pengelolaan Kebun Bibit jatuh ke tangan investor PT. Surya Inti Pratama
(SIP). Sebelumnya Pemkot Surabaya dan PT. SIP bersengketa atas hak pengelolaan
Kebun Bibit. Sedangkan pengelolaan ruang terbuka hijau yang dilengkapi dengan
berbagai macam flora, fauna dan taman bermain ini masih ditangan Pemkot Surabaya
menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. PT. SIP sebelumnya pernah
mendapatkan izin untuk mengelola Kebun Bibit. Namun, izin itu terpaksa dibatalkan
setelah terbit Peraturan Daerah Surabaya Nomor 7 tahun 2002 tentang Ruang Terbuka
Hijau. Pada 2006, Kebun Bibit dikelola pemerintah karena termasuk ruang terbuka
hijau. (sumber: Tempo Interaktif, Edisi 22 Juni 2010).

Berdasarkan artikel di atas, sebenarnya telah diterbitkan suatu Perda yang


mengatur tentang pengelolaan RTH di Kota Surabaya. Perda tersebut tertuang pada
Peraturan Daerah No.7 tahun 2002 tentang Ruang Terbuka Hijau. Mengenai
permasalahan hak pengelolaan, dalam perda tersebut telah diatur dalam Bab III
Pelaksanaan, Pemanfaatan Dan Pengendalian pada pasal 4, yang berbunyi:

(1) Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau milik atau yang dikuasai oleh Daerah adalah
kewenangan Pemerintah Daerah ;

(2) Setiap orang atau Badan dapat melakukan pengelolaan dan pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas izin dari Kepala Daerah ;

(3) Terhadap Ruang Terbuka Hijau milik orang atau Badan, Pemerintah Daerah
berwenang mengatur pemanfaatannya dengan Peraturan Daerah.

Dari regulasi tersebut, maka jelas bahwa pengelolaan seharusnya dilakukan oleh pihak
pemerintah daerah.

Identifikasi masalah terkait dengan pengalihan hak pengelolaan Taman Bibit yang
seharusnya dijalankan oleh Pemda Surabaya menjadi dikelola oleh pihak swasta, dalam
hal ini adalah PT.SIP (Surya Inti Pratama) ini adalah:

a Permasalahan Kebun Bibit adalah permasalahan kota Surabaya yang berpangkal


pada tidak konsistennya Pemerintah Kota Surabaya dalam memelihara aset-aset
kota Surabaya. Ini tercermin pada kronologis peristiwa di bawah ini:
- Pada tanggal 17 Februari 1998, Pemerintah Kota Surabaya telah
menandatangani perjanjian dengan PT. Surya Inti Permata yang memberikan ijin
pemakaian tanah kepada PT. Surya Inti Permata dengan sejumlah kompensasi.

Page 4
HUKUM DAN ADMINISTRASI 5

- Pada tanggal 9 April 2001, Pemerintah Kota Surabaya menerbitkan Surat


Walikota yang mencabut surat perjanjian secara sepihak dengan PT. Surya Inti
Permata dengan alasan peruntukan Ruang Terbuka HIjau.
- Pada tanggal 19 Juli 2001, Pemerintah Kota Surabaya mengajukan kembali
permohonan perubahan peruntukan tanah Kebun Bibit dan pemberian Hak Guna
Bangunan di atas Hak Pengelolaan bagi PT Floraya Indah Sentosa selama 30
tahun.
- Pada tanggal 3 Agustus 2001, Pemerintah Kota Surabaya membatalkan surat
Perubahan Peruntukan Tanah Kebun Bibit.
- Pada tanggal 4 Oktober 2001, Pemerintah Kota Surabaya membuat perjanjian
penyerahan penggunaan tanah dengan PT Floraya Indah Sentosa , dimana PT
Floraya Indah Sentosa berhak memperoleh Hak Guna Bangunan GB selama 20
tahun.

b. Dalam Permasalahan Kebun Bibit di atas terdapat fakta bahwa Pemerintah Kota
Surabaya tidak meminta persetujuan DPRD Kota Surabaya dalam membuat
perjanjian pengelolaan aset.

c. Dalam Permasalahan Kebun Bibit juga terdapat perbedaan kompensasi perjanjian


antara Pemerintah Kota dengan PT Surya Inti Permata dan antara Pemerintah Kota
dengan PT Floraya Indah Sentosa.

2.2 Studi Kasus Penataan Permukiman Kumuh di Lingkungan RW.07 Pulo Tegal Sari,
Kelurahan Wonokromo

Salah satu masalah yang menjadi perhatian pemerintah Surabaya adalah penataan
permukiman kumuh, khususnya di lingkungan RW.07 Pulo Tegal Sari, Kelurahan
Wonokromo. Upaya untuk melakukan penataan pada permukiman kumuh di wilayah
tersebut merupakan kewajiban yang harus dilakukan pemerintah setempat untuk
memenuhi kebutuhan hunian yang layak bagi warganya. Hal ini sesuai dengan UU
Nomor 4 Tahun 1992, yang isinya adalah:

a. Pasal 5 ayat 1 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak
untuk menempati dan atau menikmati dan atau memiliki rumah yang layak dalam
lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
b. Pasal 5 ayat 2 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai
kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan
perumahan dan permukiman.

Page 5
HUKUM DAN ADMINISTRASI 6

c. Pasal 29 yang menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak dan
kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperanserta dalam
pembangunan perumahan dan permukiman.

Pada lokasi permukiman kumuh di wilayah studi, tampak sekali tingkat kekumuhannya.
Bangunan rumah permanen, semi permanen yang terbuat dari gedhek (anyaman
bamboo) cukup banyak, dan kondisinya saling berhimpitan satu sama lain sehingga
sirkulasi udara yang keluar masuk tidak begitu baik. Kondisi ini diperparah dengan
perilaku penghuninya yang menerapkan pola hidup tidak sehat. Sampah berserakan
dimana-mana, saluran air tidak terjaga dengan baik sehingga menimbulkan bau tidak
sedap.

Gambar 2.2 kondisi rumah yang terdapat di


permukiman kumuh di RW.07 Pulo
Tegal Sari, Kelurahan Wonokromo

Kawasan kumuh Kali Surabaya ini tidak hanya menimbulkan permasalahan tempat
tinggal saja, tetapi juga berhubungan dengan masalah sosio-ekonomi masyarakat yang
tinggal pada kawasan kumuh tersebut. Sebagai warga kota, mereka merasa berhak
untuk memperoleh tempat untuk mencari nafkah. Hal ini yang diminta warga kepada
pemkot untuk memikirkannya sebagai suatu bentuk kewajiban. Sedangkan, pemerintah
selama ini menilai warga selalu menolak dan bersikap resisten terhadap upaya-upaya
penertiban, sementara warga berpendapat pemerintah kota hanya berniat menggusur
dan tidak pernah serius memikirkan kehidupan yang lebih baik untuk masyarakat.
(sumber: Jurnal Komunitas Vol.4 No.3, November 2008).

Identifikasi permasalahan pada kasus di atas adalah mengenai alasan gagalnya


penerapan UU No. 4 tahun 1992 dalam upaya penataan permukiman kumuh di
lingkungan RW.07, Kelurahan Wonokromo. Adapun beberapa alasan tersebut adalah :

Page 6
HUKUM DAN ADMINISTRASI 7

a. Sikap Pemerintah Kota Surabaya yang kurang tegas dalam menentukan kebijakan
mengenai pengendalian penduduk pendatang, khususnya bagi penduduk
pendatang tanpa suatu ketrampilan khusus sehingga berdampak pada semakin
banyaknya pengangguran.
b. Terdapat kesenjangan antara keinginan Pemda dengan harapan masyarakat.
Masyarakat menganggap upaya penertiban yang dilakukan oleh pemerintah kota
hanya memihak pada kepentingan satu arah, tanpa memikirkan nasib warganya.
c. Belum terbitnya Perda PSKW (Penataan Stren Kali Surabaya dan Wonokromo)
sehingga akan mempersulit kinerja dinas terkait karena belum terdapatnya sanksi
yang mengikat.
d. Belum adanya kejelasan kewenangan instansi. Koordinasi Dinas PU Pengairan di
Surabaya apakah berkoordinasi dengan Perusahaan Jasa Tirta atau Balai Besar
Sungai Wilayah Surabaya, masih belum didukung oleh pengaturan yang jelas dari
Ditjend Sumber Daya Air Pekerjaan Umum.
e. Kurang adanya komitmen sektor dalam menjalani kesepakatan bersama dalam
penataan Daerah Stren Kali. Hal ini terlihat dari hasil keputusan yang telah
disepakati bersama, dimana hanya Perusahaan Jasa Tirta I (PJTI1) yang telah
mengimplementasikan hasil kesepakatan.

2.3 Studi Kasus Reklamasi Pantai Timur Surabaya Sebagai Pengembangan Kawasan
Permukiman
Pakuwon Jati dan Pemkot Surabaya ternyata sama-sama terlibat dalam keluarnya
ijin reklamasi Pantai Timur Surabaya di kawasan Kenjeran. Hal tersebut terungkap
dalam sharing dengan Komisi C (Pembangunan) DPRD Surabaya. DPRD menyesalkan
sikap Pemkot Surabaya yang menerbitkan ijin mendirikan bangunan (IMB) kepada PT
Pakuwon Jati seluas 600 hektar namun tidak mengetahui batas-batas tanahnya.
Anggota Komisi C Agus Santoso menilai pemberian ijin tersebut sangat janggal,
pasalnya Pemkot Surabaya sudah memberikan ijin pembangunan di tanah seluas 600
ha di kawasan Pantai Timur Surabaya namun batasnya masih bersifat imajiner.
“Menurut saya ini aneh, ” terangnya.
Politisi Demokrat ini menambahkan, seharusnya, jika Pemkot Surabaya masih
ragu dengan batasan tanah, lebih baik ijin tidak dikeluarkan terlebih dahulu sehingga
tidak merugikan pihak lain. “Sekarang semua sudah dibangun, nah kalau Pemkot mau
menentukan batas, apa bangunan yang ada mau dibongkar,” tegasnya. Menanggapi hal
ini Kepala Bidang Bangunan dan Tata Ruang Dinas Cipta Karya Pemkot Surabaya
Dwidja Djaja mengatakan sesuai titik GPS pengukuran batas bibir pantai sudah sesuai.

Page 7
HUKUM DAN ADMINISTRASI 8

”Memang penegasan batas-batas pantai sifatnya masih imaginer. Tapi kalau mengacu
pada batas tanah patok itu masalahnya lain,” paparnya.
Mengenai izin lokasi, kata dia, PT Pakuwon melakukan izin tidak sepenuhnya
ditangani Pemkot Surabaya melainkan juga Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tentunya tujuan dari izin lokasi tersebut bukan untuk sertifikasi. Sementara itu ketua
Komisi C Sachiroel Alim Anwar menuding PT Pakuwon Jati telah melakukan
pelanggaran garis pantai berupa reklamasi pantai timur Surabaya (Pamurbaya).”Jika
dilihat dari google map, kondisinya persis menyentuh bibir pantai,” tuturnya. Disisi lain,
sekitar lahan reklamasi tersebut mulai terlihat penyempitan kali Mulyorejo yang menuju
ke laut. Penyempitan ini terjadi sejak reklamasi dilakukan beberapa tahun ini sehingga
aliran air dari sungai-sungai di Surabaya tersendat dan sulit mengalir ke laut. Warga
setempat mengaku kuatir akan bahaya banjir terutama pada saat air laut pasang
(sumber: Surabaya Pagi Online, edisi 26-10-2010).
Menanggapi kasus di atas, sebenarnya sudah diterbitkan dasar hukum yang jelas
dalam RTRW Surabaya 2010-2030 bahwa pemanfaatan ruang di Pantai Timur
Surabaya diperuntukan sebagai kawasan konservasi. Adapun substansinya adalah:
a. Pasal 14 ayat 3
Penetapan dan pelestarian kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dilakukan dengan strategi melalui : a.
memantapkan fungsi lindung untuk kawasan lindung sekaligus sebagai penunjang
wisata alam dan pendidikan ekosistem pesisir; b. menetapkan batas kawasan
lindung baik di darat maupun laut untuk mempertegas batasan kawasan lindung
khususnya di Pantai Timur Surabaya;
b. Pasal 68 ayat 1
Kawasan strategis untuk kepentingan penyelamatan lingkungan hidup meliputi :
kawasan Pantai Timur Surabaya dan sekitar Kali Lamong di Kecamatan Gunung
Anyar, Kecamatan Rungkut, Kecamatan Sukolilo dan Kecamatan Mulyorejo,
Kecamatan Pakal dan Kecamatan Benowo berada di Unit Pengembangan II
Kertajaya, Unit Pengembangan I Rungkut dan Unit Pengembangan Sambikerep XII
dan Unit Pengembangan XI Tambak Oso Wilangun;
Identifikasi permasalahan mengenai reklamasi kawasan konservasi di kawasan Kenjeran,
Pamurbaya menjadi kawasan terbangun seluas 600 Ha tersebut, antara lain:
a. Pemkot Surabaya yang menerbitkan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada PT
Pakuwon Jati seluas 600 hektar di kawasan Kenjeran, Pantai Timur Surabaya.
Namun, pihak Pemkot sendiri tidak mengetahui secara jelas batas-batas tanahnya
sehingga reklamasi tersebut kondisinya nyaris menyentuh bibir pantai.

Page 8
HUKUM DAN ADMINISTRASI 9

b. Pihak Pemkot Surabaya kurang begitu konsisten terhadap regulasi yang telah
ditetapkan. Padahal, dalam regulasi yang telah ditetapkan melalui RTRW 2010-
2030 telah jelas disebutkan bahwa Kawasan Pantai Timur Surabaya ditetapkan
sebagai kawasan lindung atau konservasi sehingga seminimal mungkin di sekitar
area tersebut dihindarkan dari aktivitas budidaya.

2.4 Studi Kasus Masalah Tanah Oloran Di Pantai Timur Surabaya


Tanah oloran (daratan baru di atas laut) di kawasan pesisir timur Surabaya yang
akibat proses alamiah maupun reklamasi ilegal, terus bertambah. Keberadaan tanah ini
bisa menimbulkan kerawanan lingkungan atau hukum. Bertambahnya tanah oloran
diketahui dari foto udara terakhir yang diambil pada 2001 lalu. ”Dari tahun ke tahun, luas
tanah oloran terus bertambah. Semuanya berada di sepanjang pantai timur Surabaya,”
terang Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) Pemkot Surabaya Togar
Arifin Silaban, kemarin.
Sementara itu, keberadaan tanah oloran di wilayah timur Surabaya juga berperan
merusak hutan bakau di kawasan pantai. Menurut data Dinas Perikanan, Kelautan,
Perternakan, Pertanian, dan Kehutanan (DPKPPK) Surabaya, hutan bakau di Surabaya
terus berkurang. Adanya tanah oloran adalah salah satu penyebabnya. Tanah oloran
sering digunakan sebagai pemukiman warga, yang dibangun dengan cara ilegal.
Padahal, di tanah oloran tumbuh bakau.“Untuk mengantisipasi semakin bertambahnya
tanah oloran karena reklamasi ilegal, wali kota mengeluarkan surat imbauan ke Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya agar tidak menerbitkan sertifikat untuk lahan itu,”
ujar Kepala DPKPPK,Syaiful Arifin.
Sementara itu, menurut Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya H Mansur,
tanah oloran bukan saja memunculkan problem lingkungan, tapi juga hukum. Politisi
asal Fraksi PKB ini mencontohkan penjualan lahan oloran di kawasan Tanggul, Kec
Mulyorejo seluas 12 km2, yang dilakukan oknum Dinas Pengairan Jatim. Padahal,
tanah oloran adalah tanah negara (TN) yang tidak bisa dijualbelikan. Selain itu, sebagai
imbas dari imbauan wali kota pada BPN yang melarang sertipikasi tanah oloran atas
nama perorangan, tanah oloran tidak bisa menjadi milik pribadi (sumber: Seputar
Surabaya-Kaskus, edisi 26-06-2008).
Menanggapi masalah hukum mengenai hak milik tanah oloran tersebut,
sebenarnya secara eksplisit telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, pasal 12 yang
menyatakan bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah
perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh

Page 9
HUKUM DAN ADMINISTRASI 10

Negara. Adapun identifikasi mengenai jual beli tanah oloran yang dilakukan oleh Dinas
Pengairan Jatim adalah:
a. Jual beli tanah oloran oleh Dinas Pengairan Jatim itu terjadi karena dalam ruang
lingkup Surabaya sendiri belum diterbitkan peraturan daerah yang mengatur
kepemilikan atas tanah oloran sehingga pihak manapun yang melihat fenomena
tersebut sebagai peluang ekonomi memanfaatkannya begitu saja akibat belum ada
kepastian hukum.
b. Kinerja Badan Pertanahan Nasional yang terkesan lambat dalam menanggapi kasus
tanah oloran tersebut. BPN sebagai salah satu instansi yang mengatur tentang
pertanahan, baru merespon permasalahan tersebut setelah pihak pemerintah
memberi wewenang, sementara pihak pemerintah baru bertindak jika masalah
tersebut muncul.
c. Kurangnya wacana atau informasi terhadap lingkup studi pertanahan, khususnya
pada kasus tanah yang masih belum memiliki pemilik yang jelas.

2.5 Studi kasus mengenai penggunaan badan jalan oleh PKL


Bagi kota Surabaya, keberadaan PKL ada dimana-mana hampir di seluruh jalan, trotoar
dan tempat-tempat terbuka. Hampir tak ada lahan kosong di seantero kota ini yang tidak
ditempati PKL. (Sumber: http://rajaagam.wordpress.com/2008/12/29/masalah-pedagang-
kaki-lima/
Contohnya:
1. PKL yang berada di Jalan Tugu Pahlawan,
2. PKL yang berada di Jalan Kedungdoro,
3. PKL yang menggunakan trotoar di jalan FrontageRoad RSAL Surabaya
Status keberadaan PKL tersebut cenderung illegal/liar, PKL tersebut memakai badan
jalan dengan tidak mendapat persetujuan dari pihak yang berwenang. Semakin
banyaknya orang yang berminat untuk menjadi PKL dikarenakan PKL dianggap sebagai
cara yang tepat bagi mereka yang bermodal kecil, selain menciptakan lapangan kerja
serba cepat dan instan sehingga sampai sekarang ini masih terdapat berbagai badan
jalan yang digunakan oleh PKL untuk kegiaatan berdagang. Kegiatan PKL illegal ini
merupakan kegiatan melanggar aturan dan karena cenderung menimbulkan dampak
kemacetan akibat badan jalan yang digunakan sehingga seringkali terjadi
penggusuran/penertiban paksa oleh satpol PP yang berakhir dengan kericuhan.

Page 10
HUKUM DAN ADMINISTRASI 11

Gambar 2.5 Kegiatan PKL di sekitar Tugu


Pahlawan Surabaya yang memakan badan
jalan

Kegiatan PKL yang menggunakan badan jalan sebagai kegiatan berdagang melanggar
peraturan yang terdapat pada Perda Kota Surabaya No.10 Tahun 2000 tentang
ketentuan penggunaan jalan.
Pasal 7 ayat 1 bagian f,h dan j
Kecuali atas ijin kepala daerah, setiap orang atau badan dilarang menggunakan bahu
jalan, median jalan, pemisah jalan, trotoar dan dan bangunan perlengkapan lainnya
yang tidak sesuai dengan fungsinya; mengubah fungsi jalan, dan membahayakan
keselamatan lalulintas
Pasal 8 ayat 1
Pengguna jalan untuk keperluan tertentu diluar fungsi sebagai jalan dan
penyelenggaraan kegiatan yang patut diduga dapat mengganggu keselamatan,
keamanan serta kelancaran lalulintashanya dapat dilakukan setelah memperoleh ijin.
Identifikasi permasalahan:
PKL yang tidak mempunyai ijin (illegal) yang terdapat di daerah kedungdoro dan
disekitar tugu pahlawan menggunakan badan jalan untuk kegiatan berdagang sehingga
merubah fungsi jalan, dan membahayakan keselamatan pengguna jalan sedangkan PKL
yang berada di frontageRoad RSAL menggunakan trotoar untuk kegiatan berdagang.
Hal tersebut bertentangan dengan perda yang telah disebutkan diatas.

2.6 Studi kasus mengenai persampahan/kebersihan di lokasi pasar yang berada di


tepi jalan raya
Menurut media online detik Surabaya Jumat, 07/12/2007 14:34 WIB mengatakan bahwa
hampir tidak adanya tempat sampah pada pasar se-Surabaya. Hal tersebut berdasakan
penilaian dari tim penilai untuk kompetisi piala adipura pada tahun 2008. Kota Surabaya
tidak lolos seleksi dikarenakan penumpukan sampah yang ada di setiap pasar yang ada

Page 11
HUKUM DAN ADMINISTRASI 12

di Surabaya, seperti: di Pasar Wonokromo, Pasar Keputran, Pasar Pucang dan Pasar
Genteng. Setiap kegiatan di pasar tersebut cenderung menimbulkan sampah dan tidak
menyediakan tempat penampungan sampah untuk setiap persil kegiatan yang
digunakan.

Kegiatan Pasar tersebut melanggar Perda Kota Surabaya No.4 Tahun 2000 tentang
retribusi pelayanan persampahan/kebersihan.
 Pasal 22 ayat 1,2,3,dan 5
(1) setiap
Gambar pemakai
2.6.1 danpersil
2.6.2 bertanggungjawab atas waktu
Kondisi Pasar Keputran kebersihan
kegiatanbangunan,
berlangsung halaman,
saluran pematusan,
dengan ikut bertanggungjawab
ketidaktersediaan tempat sampah atas kebersihan
dan setelah jalan
kegiatan setapak dan
tidak
lingkungan/tempat-tempat disekitarnya; pengguna persil dalam menjaga
berlangsung dengan ketidakpedulian
(2) untuk melaksanakan maksud tersebut
kebersihan pada ayat (1) pemakai persil wajib
lingkungan
menyediakan tempat sampah di lingkungan persilnya dan wajib membuang sampah
di tempat yang telah tersedia;
(3) bagi segala jenis kegiatan yang menghasilkan limbah buangan baik padat, cair
ataupun gas yang mengandung zat-zat yang berbahaya baik secara sendiri-sendiri
maupun secara kelompok, wajib melengkapi tempat usahanya dengan bak atau
tangki penampungan limbah bangunan menurut tata cara yang berlaku, tidak
mengakibatkan pencemaran lingkungan dan mengganggu masyarakat sekitarnya
serta membuat filter untuk menyaring dan menetralisir gas-gas tersebut;

Page 12
HUKUM DAN ADMINISTRASI 13

(5) setiap pedagang yang menjajakan barang dagangan dengan cara dijinjing, dipikul
atau didorong serta pedagang kaki lima wajib menyediakan tempat sampah yang
memadai untuk menampung sampah yang dihasilkan
 Identifikasi masalah:
Beberapa pasar di Surabaya seperti pasar keputran setiap persil kegiatan berdagang
yang berlangsung tidak menyediakan tempat sampah sehingga terlihat pada gambar 2.6
sampah-sampah berserakan dimana-mana begitu pula dengan pedagang kaki lima yang
berjualan di pasar tersebut juga tidak menyediakan tempat sampah. Dan kegiatan
tersebut juga tidak menyediakan bak/tangki penampung limbah cair yang disebabkan
oleh sampah. Hal tersebut terlihat pada gambar 2.6.2 keadaan pasar setelah kegiatan
tidak berlangsung (selesai) air limbah akibat sampah-sampah tersebut tergenang
dimana-mana menimbulkan bau tidak sedap. Hal tersebut bertentangan dengan perda
yang telah disebutkan diatas.

2.7 Studi kasus mengenai papan reklame yang roboh dan menyalahi aturan di koridor
kertajaya
Kasus robohnya reklame Chandra Elektronik di koridor jalan kertajaya dikarenakan
hujan petir disertai angin kencang. Ternyata tidak sepenuhnya salah cuaca. Hal tersebut
juga dikarenakan ukuran reklame yang menyalahi aturan yaitu sebesar 20x10 meter.
Hal tersebut menyalahi aturan Perda Kota Surabaya No.8 Tahun 2006 tentang
penyelenggaraan reklame dan pajak reklame
 Pasal 19 ayat 6
Penyelenggaraan reklame di median jalan atau jalur hijau atau pulau jalan, bidang
reklame dilarang melebihi median atau pulau jalan bersangkutan
 Identifikasi masalah:
Penyelenggaraan reklame di lokasi persil seperti papan reklame Chandra Elektronik
memiliki ukuran 20x10 meter yang melebihi ruas jalan kertajaya yang ada di depan
lokasi persil tersebut. Sehingga sewaktu robohnya reklame tersebut ke ruas jalan
menimbulkan dampak yang membahayakan pengguna jalan dan mengakibatkan
tertutupnya ruas jalan kertajaya tersebut.

Page 13
HUKUM DAN ADMINISTRASI 14

Gambar 2.7 Robohnya Reklame Chandra


Elektronik di ruas jalan Kertajaya

2.8 Studi kasus mengenai pengelolaan daerah aliran sungai


Maraknya isu mengenai Kualitas air Minum Kota Surabaya yang tidak layak minum, hal
tersebut dikarenakan kondisi sungai Surabaya yang jauh dari layak. Terjadinya
penurunan kualitas air kali brantas dari kelas I menjadi kelas II. Penurunan tersebut
dikarenakan tingginya tingkat pencemaran, baik oleh limbah industri maupun limbah
domestik (rumah tangga),” kata Sekretaris Perum Jasa Tirta I, Vonny C Setiawati, di
Surabaya, Selasa (13/12/2010). Vonny mengatakan, limbah rumah tangga yang
mencemari Kali Surabaya dan Sungai Brantas telah mencapai 60 persen, limbah industri
30 persen dan limbah pertanian 10 persen. Tetapi pencemaran sungai yang terjadi di
Surabaya tidak hanya di Kali Brantas saja, pencemaran air sungai juga terjadi di
kalidami mulyosari. Pencemaran sungai yang terjadi menandakan bahwa rendahnya
kesadaran dalam mengelola daerah aliran sungai

Gambar 2.8.2 pencemaran


Gambar 2.8.1 pencemaran Kali Kalidami Mulyosari
Brantas

Page 14
HUKUM DAN ADMINISTRASI 15

Pencemaran sungai yang terjadi karena pelanggaran Perda Kota Surabaya No.4
Tahun 2000 tentang retribusi pelayanan persampahan/kebersihan
 Pasal 25 ayat 2,3,5
(2) Dilarang membuang sampah di sungai-sungai, selokan-selokan atau got-got, roil-riol,
saluran-saluran, jalan-jalan umum, tempat-tempat umum, berm-berm atau trotoar-
trotoar atau ditempat umum lainnya;
(3)Kecuali ditempat-tempat pembuangan sampah yang khusus disediakan dan dilakukan
menurut tata cara sesuai dengan ketentuan yang berlaku dilarang membuang
sampah pecahan kaca, zat-zat kimia atau lain-lain yang membahayakan, kotoran-
kotoran hewan atau sampah berbau busuk di sembarang tempat;
(5)Dilarang membuang sampah tinja di sungai-sungai, selokan, berm dan tempat umum
lainnya, kecuali di tempat pembuangan akhir sampai tinja yang telah disediakan oleh
Pemerintah Kota
 Identifikasi Permasalahan:
Sungai Brantas dan Kalidami, Mulyosari Surabaya mengalami pencemaran yang
diakibatkan oleh limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai. Sedangkan untuk kali
brantas, kali tersebut sering digunakan untuk Mandi, cuci, Kakus oleh masyarakat yang
tinggal di sekitar kali tersebut. Hal tersebut bertentangan dengan perda yang telah
disebutkan diatas.

2.9 Studi kasus toko liar di bantaran sungai jagir Surabaya


Setelah sempat beberapa kali tertunda, Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kota Surabaya akhirnya benar-benar meratakan bangunan toko liar yang
kembali berdiri di sepanjang kawasan Sungai Jagir Wonokromo. Penertiban ini dilakukan
akibat bangunan toko yang didirikan tidak sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang
berdasarkan RTRW surabaya. Kawasan tepi sungai ini telah ditetapkan sebagai
sempadan pantai. Dimana,menurut aturan UU no. 26 tahun 2007 pasal 56 disebutkan
bahwa daratan sepanjang tepian anak sunagai pada kawasan permukiman dengan lebar
paling sedikit 50 meter dari tepi sungai.
Penertiban ini dilakukan di sepanjang bantaran sungai jagir ini, pada bulan Mei lalu
sebenarnya telah ditertibakan. Saat ini dikawasan tersebut kembali berdiri sekitar 100
toko liar. Dimana, 50 bangunan sudah dibongkar sendiri oleh pemiliknya.

Page 15
HUKUM DAN ADMINISTRASI 16

Gambar 2.9
Pembongkaran Toko di bantaran sungai
Jagir
2.10 Studi kasus Permukiman di Sempadan Rel Kereta Api
Banyaknya permukiman di sepanjang sempadan jalur kereta api sudah biasa dijumpai
di Surabaya. Kawasan sempadan jalur rel kereta api yang seharusnya bersih dari
bangunan kenyataannya banyak digunakan sebagai permukiman warga (masyarakat
miskin). Adapun titik-titik Jalur KA padat permukiman di Surabaya antara lain :
 Jalur Surabaya Kota (Semut)  – Sidotopo
 Jalur Surabaya Kota  (Semut) – Gubeng
 Jalur  Sidotopo – Benteng
 Jalur Sidotopo – Kalimas
 Jalur  Pasar turi – Tandes

Page 16
HUKUM DAN ADMINISTRASI 17

Gambar 2.10
kawasan permukiman di
sepanjang jalur kereta api

Terkait dengan banyaknya permukiman liar yang ada di sempadan jalur rel kereta api,
PT KA Daops VIII dan Pemkot Surabaya menemui kendala dalam rangka
melaksanakan rencana proyek rel double track. Seperti yang terjadi pada pembersihan
bangunan di sepanjang Jalan A. Yani, banyak penghuni bangunan yang tidak
mengetahui rencana itu. Bahkan, beberapa pemilik bangunan mengaku memiliki surat
tanah yang dihuni sekarang. Di sepanjang jalan tersebut terdapat toko dengan berbagai
jenis usaha. Di antaranya, usaha kuliner seperti Dunkin Donuts, Bakso Iga Sapi, Pecel
Murni, Bebek Tengil, dan Soto Wawan. Sejumlah bengkel juga menempati kawasan
tersebut. Sedikitnya 92 bangunan permanen terdapat di sepanjang ruas jalan itu,
sedangkan yang tidak permanen mencapai 15 bangunan. (sumber:
http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=126255, SurabayaPost
Online: Selasa, 11 Jan 2011)
Dari fakta tersebut patut dipertanyakan sebenarnya dimana letak permasalahan yang
menyebabkan semakin banyaknya bangunan liar baik non permanen maupun
permanen yang ada di ruang manfaat jalur kereta api.
Sebagaimana yang telah diatur dan dijelaskan dalam Undang-Undang No 23 Tahun
2007 sebagai berikut :
Pasal 178
Setiap orang dilarang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul,
bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada
jalur kereta api yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan
keselamatan perjalanan kereta api.

Page 17
HUKUM DAN ADMINISTRASI 18

Pasal 179
etiap orang dilarang melakukan kegiatan, baik langsung maupun tidak langsung, yang dapat
mengakibatkan terjadinya pergeseran tanah di jalur kereta api sehingga mengganggu atau
membahayakan perjalanan kereta api.
Pasal 181
(1) Setiap orang dilarang:
a. berada di ruang manfaat jalur kereta api;
b. menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau
melintasi jalur kereta api; atau
c. menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta
api.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi petugas di
bidang perkeretaapian yang mempunyai surat tugas dari Penyelenggara Prasarana
Serta penjelasan pasal berikut :
Pasal 42
Ayat (1)
Batas ruang milik jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang manfaat
jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 6 (enam) meter.
Pasal 45
Batas ruang pengawasan jalur kereta api merupakan ruang di sisi kiri dan kanan ruang
milik jalur kereta api yang lebarnya paling rendah 9 (sembilan) meter.

2.11 Studi kasus Pembongkaran Toko Nam


Toko Nam telah ditetapkan oleh Tim Cagar Budaya Surabaya sebagai bangunan cagar
budaya golongan C dengan skor 49. Sesuai dengan ketentuan, bangunan cagar
budaya golongan C adalah bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran
dengan cara revitalisasi/adaptasi. Menurut pemerhati cagar budaya sekaligus mantan
anggota Tim Cagar Budaya Surabaya periode 1996-2008 Sugeng Gunadi,
pembongkaran Toko Nam sudah melampaui batas. Seharusnya Toko Nam hanya
dapat mengalami sedikit perubahan karena masuk dalam klasifikasi C. Saat ini di
komplek Toko Nam hanya tersisa bagian wajah bangunan. Jika sisa bangunan tersebut
dibongkar, maka cagar budaya Toko Nam hilang.
Pemerintah Kota Surabaya saat itu menjelaskan pembongkaran tersebut dilakukan
karena keberadaan Toko Nam menyebabkan pembangunan trotoar yang seharusnya
selebar 6,4 meter harus dikurangi menjadi 2,7 meter. Penyempitan trotoar pedestrian ini
dinilai menghambat saluran pembuangan air di bawahnya dan mengganggu estetika
kota (Kompas, 11 Oktober 2008).

Page 18
HUKUM DAN ADMINISTRASI 19

Dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2005 tentang pelestarian
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya telah dijelaskan secara lengkap mengenai
ketentuan-ketentuan yang terkait bangunan cagar budaya.
Pada dasarnya pembongkaran Toko Nam tidak perlu dilakukan, pada bab V pasal 16
menjelaskan ketentuan revitalisasi/adaptasi sebagai berikut, perubahan bangunan
dapat dilakukan tetapi harus mempertahankan tampang bangunan utama termasuk
warna, detail, dan ornamen bangunan. Sedangkan, warna, detail dan ornamen
bangunan yang diubah harus disesuaikan dengan arsitektur bangunan aslinya. Oleh
karena itu, seharusnya antara konservasi cagar budaya dan pembangunan kota bisa
berjalan selaras.

2.12 Belasan Rumah Mewah Dibongkar Dikarenakan Tidak Memiliki IMB


Belasan rumah mewah di Lafoye Residence, kawasan Dukuh Kupang, Surabaya,
Jawa Timur dibongkar petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Hal ini terjadi
akibat pengembang tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).  Terdapat sekitar
40 rumah di kompleks yang dibangun pengembang PT Surya Inti Permata itu. Namun
ada 19 rumah yang diketahui tidak memiliki IMB. Selain karena tak mengantongi IMB,
rumah-rumah itu juga berdiri di atas ruang terbuka hijau.
Pembongkaran rumah ini merupakan langkah penertiban oleh pemerintah kota. Sesuai
dengan UU No. 26 tahun 2007 telah diatur mengenai arahan pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah nasional yang terdiri dari indikasi peraturan zonasi sistem
nasional, arahan perizinan, arahan pemberian insentif dan disinsentif serta arahan
sanksi. Pada pasal 120 UU no. 26 tahun 2007 disebitkan bahwa pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang akan dikenakan
sanksi. Adapun sanksi yang diberikan dijelaskan pada pasal 121 yakni berupa:
Peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan, penghentian sementara
pelayanan umum, pencabutan izin hingga pembongkaran bangunan.

Page 19
HUKUM DAN ADMINISTRASI 20

Gambar 2.12
Belasan Rumah Lafoye Residence, kawasan Dukuh Kupang,
Surabaya di bongkar

2.13 Pemprov Didesak Wujudkan Lahan Abadi


Penyusuhan lahan pertanian akibat pengalihan fungsi lahan pertanian di Jawa Timur
sangat memprihatinkan, yakni sebesar 3-4 ribu hektar per tahun. Pemicunya adalah
bagusnya iklim investasi dan maraknya pembangunan infrastruktur seperti jalan tol,
industri, maupun perumahan. Pembangunan tol Surabaya-Mojokerto maupun tol
Mojokerto-Kertosono memakai lahan pertanian sebesar 315 ribu hektar. Padahal, UU
Nomor 41 Tahun 2009 telah mengatur bahwa Pengalih Fungsi Lahan Pertanian Bisa
Dipidana.
Potensi Jatim dibidang pertanian sangat besar terlihat Jatim memiliki posisi sangat
strategis dalam memenuhi ketersediaan pangan nasional. Berdasarkan catatannya,
lahan persawahan yang ada di Jatim saat ini sebesar 1,17 juta hektar, lalu luasan
lahan perkebunannya sebesar 231 ribu hektar dan 2,2 juta hektar lahan hutan yang
kebanyakan kondisinya kritis sehingga perlu dilakukan gerakan reboisasi massal.
Produksi padi Jatim sebesar 11 juta ton padi per tahun atau 21 persen dari produksi
padi nasional. Jagung 4,5 juta ton per tahun atau 38 persen dari produksi jagung
nasional, kedelai 336 ribu ton per tahun atau 40 persen dari produksi kedelai nasional,
gula 1 juta ton per tahun atau 40 persen produk gula nasional dan tembakau 80 ribu
ton per tahun atau 48 persen dari produksi tembakau nasional.

Page 20
HUKUM DAN ADMINISTRASI 21

2.14 Revisi Perda RTRW Batasi Alih Fungsi Lahan


Revisi Perda RTRW Jawa Timur akan membatasi alih fungsi lahan pertanian menjadi
lahan hunian dan bisnis. Pembatasan alih fungsi lahan harus dilakukan.
Ini karena lahan pertanian dan hutan lindung semakin berkurang sedangkan lahan
untuk hunian dan bisnis terus bertambah. Lahan pertanian di Jawa Timur sekarang ini
hanya tinggal 404 ribu hektar (9%). Kawasan perkebunan 398 ribu hektar atau sekitar
8%. Sedangkan kawasan hutan lindung, seluas 314 ribu hektar (13%) dan kawasan
hunian serta bisnis mencapai 815 ribu hektar (15%).
Kalau tidak dibatasi lahan hunian dan bisnis akan terus berkembang seiring
perkembangan jumlah penduduk. Dalam revisi Perda RTRW, Pansus akan membuat
batasan lahan pertanian yang ada sekarang tidak boleh lagi dialihfungsikan untuk
lahan hunian dan bisnis. Gambar 2.13
Pemerintah kota mempunyai beragam
Usulan Lahanalasan
Abadi untuk melaksanakan kebijakannya.
Sebagai pribadi pun, dia mungkin saja akan berbelas kasihan. Tetapi, sebagai
eksekutif yang harus mempertimbangkan lebih banyak kepentingan publik, dia harus
mengikuti aturan main yang ada. Setidaknya, wali kota menyadari bahwa menggusur

Page 21
HUKUM DAN ADMINISTRASI 22

tanpa memberikan solusi justru akan membuat citra pemkot jatuh di hadapan publik
secara umum, bukan hanya di mata korban penggusuran.
Terkait dengan status Perda Jatim 9 Tahun 2007, pada 8 April 2009, Mendagri melalui
surat Nomor 188.341/1218/sj menyampaikan permintaan klarifikasi Peraturan Daerah
(Perda) Nomor 9 Tahun 2007. Klarifikasi merupakan usaha untuk memperjelas isi
perda, terutama terkait dengan luas sempadan kali yang diizinkan oleh perundang-
undangan.
Sesuai dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 135 dan 136,
pemerintah pusat melalui Depdagri mempunyai kewenangan untuk membatalkan
perda yang dianggap bertentangan dengan perundang-undangan di atasnya. Namun,
rentang waktu yang digunakan oleh Depdagri untuk merespons perda tersebut
termasuk lama. Tetapi, dalam kategori perda dengan sifat preventif, sebelum ada
keputusan final dari pemerintah melalui Mendagri, perda masih mengambang. Tidak
bisa diberlakukan, juga belum dapat dibatalkan.

Page 22
HUKUM DAN ADMINISTRASI 23

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas mengenai pelanggaran-pelanggaran regulasi yang terjadi di
Surabaya dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a. Masih banyak terjadinya pelanggaran-pelanggaran regulasi yang telah ditetapkan
oleh Pemerintah kota Surabaya yang berimbas pada berbagai dampak yang tidak
menguntungkan bagi pihak pemerintah maupun masyarakat.
b. Kurang konsistensinya pemerintah dalam menegakkan peraturan maupun kebijakan
yang telah diputuskan.
c. Pengawasan peraturan yang bersifat law inforcement. Pengawasan yang kurang
tegas dan kurang kuat sehingga menyebabkan pelaku pelanggar peraturan
cenderung tidak takut dan mengulangi perbuatan yang telah dilakukan.
d. Kurangnya pendampingan masyarakat berbasis “Community Base Development”,
sehingga masyarakat kurang mengerti akan hukum/peraturan yang telah dibuat.
Sehingga masyarakat cenderung berlaku seenaknya.
e. Kurangnya kesadaran masyarakat akan tertib hukum/peraturan yang telah
diputuskan/dibuat.

3.2. Saran
Saran terkait dengan pembahasan di atas, antara lain:
a. Pendampingan masyarakat berbasis “Community Base Development”, dan
koordinasi berbagai stakeholders terkait merupakan kunci sukses dalam
pembangunan wilayah.
b. Pemerintah sebagai pihak pembuat regulasi harus bertindak konsisten terhadap
setiap kebijakan yang telah dikeluarkan sehingga kepastian hukum jelas.
c. Masyarakat sebagai subyek pembangunan juga harus partisipatif terhadap regulasi
yang dibuat oleh pemerintah, karena percuma saja regulasi sudah dipersiapkan
dengan matang, tapi lemah dalam operasionalnya disebabkan perilaku masyarakat
yang kurang bertanggungjawab pada regulasi yang ada.

Page 23
HUKUM DAN ADMINISTRASI 24

Daftar Pustaka

http://surabaya.detik.com/read/2008/11/25/180855/1042830/466/selain-reklame-hujan-
dan-angin-kencang-terbangkan-atap
http://rajaagam.wordpress.com/2008/12/29/masalah-pedagang-kaki-lima/
http://www.pojoksurabaya.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=381:pencemaran-kali-
surabaya&catid=11:lingkungan
http://gardabrantas.com/2010/08/merindukan-gubernur-penyelamat-kali-brantas/
http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=126255
Perda Kota Surabaya No.10 Tahun 2000 tentang ketentuan penggunaan jalan.
Perda Kota Surabaya No.4 Tahun 2000 tentang retribusi pelayanan
persampahan/kebersihan
Undang-Undang No 23 Tahun 2007
UU Nomor 4 Tahun 1992
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Penatagunaan Tanah, pasal 12
Perda Kota Surabaya No.8 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan reklame dan
pajak reklame
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2005 tentang pelestarian
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya
Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 5 tahun 2005
Peraturan Daerah No.7 tahun 2002 tentang Ruang Terbuka Hijau
RTRW Surabaya 2010-2030 Pasal 14 ayat 3; Pasal 68 ayat 1
Tempo Interaktif, Edisi 22 Juni 2010
Jurnal Komunitas Vol.4 No.3, November 2008
Surabaya Pagi Online, edisi 26-10-2010
Seputar Surabaya-Kaskus, edisi 26-06-2008
Kompas, 11 oktober 2008
SurabayaPost Online: Selasa, 11 Jan 2011

Page 24

You might also like