UNTAD
RINGKASAN
SEMINAR HASIL PENELITIAN
Nama / Stambuk : Isya Andar Syamdani / 0 271 16 022
Judul : Penambahan Vitamin E dengan Dosis yang Berbeda
pada Pakan Buatan terhadap Tingkat Kematangan
Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pembimbing Utama; _Dr. Ir Novalina Serdiati, M.Si cdl,
Ketua Penelaah : Rusaini, S.Pi., M.Se., Ph.D
Penelaah Anggota : Dr. Ir. Jusri Nilawati, M.Se
Hari /Tanggal : Februari 2021
Waktu : - Selesai WITA
TempatBAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas utama dalam
budidaya air tawar dan termasuk produk penting dalam perdagangan internasional
Potensi ikan nila sebagai komoditas akuakultur sangat besar karena memiliki
beberapa kelebihan, yaitu dapat bereproduksi pada kondisi terkontrol, pertumbuhan
relatif cepat, kandungan protein tinggi, daya adaptasi tinggi terhadap kisaran
kualitas air yang luas dan resisten terhadap stress dan penyakit. Selain itu, ikan nila
merupakan komoditas akuakultur terbaik pada daerah tropis dan subtropis,
(Agusnandi, 2017).
Salah satu komoditas perikanan yang digemari masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan protein hewani yaitu ikan nila, Karena memiliki daging yang tebal serta
rasa yang enak. Ikan nila sangat potensial untuk dibudidayakan karena mampu
beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan kisaran yang luas. Kendala dalam
usaha budidaya perikanan yang banyak dikeluhkan pembudidaya salah satu adalah
tingginya harga pakan (Mulyani, 2014),
Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya karena sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi, termasuk tingkat kematangan
gonad (Rachmawati dkk, 2006). Kandungan protein dalam pakan yang berbeda
dapat mempengaruhi tingkat kematangan gonad ikan, Pemberian pakan dengan
kandungan nutrisi (protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin E) yang baik
akan mempengaruhi pematangan gonad, fekunditas dan kualitas telur (Habibi dkk.,
2013).
Vitamin E merupakan istilah umum untuk kelompok molekul larut-lemak,
yaitu tokoferol dan tokotrienol, yang berfungsi melindungi organisme dari oksidasi
dan fungsi-fungsi biologis spesifik lainnya (Napitu dk, 2013). Vitamin E
berfungsi dalam proses fertilisasi dan memperngaruhi fekunditas, antioksidan inter
dan intra-seluler untuk mempertahankan homeostasis dari proses metabolis yang
Jabil dalam sel dan plasma jaringan. Penambahan Vitamin E telah menjadi nutrien
penting untuk proses reproduksi ikan, (Trigan dkk., 2017)
Hasil penelitian Napitu dk&. (2013), bahwa penambahan vitamin E pada
pakan berbasis tepung ikan rucah selama 40 hari berpengaruh nyata terhadap
kematangan gonad ikan nila merah, Tingkat kematangan gonad yang terbaik
terdapat pada perlakuan B pemberian vitamin E 300 mg/kg pakan berkembang
hingga tahap TKG IV, diikuti perlakuan C pemberian vitamin E 600 mg/kg pakan
berkembang menjadi TKG III, selanjutnya perlakuan D dengan pemberian vitamin
E900 mg/kg pakan menjadi TKG I
Penelitian Tarigan dkk, (2017) yang di uji coba terhadap ikan_nilem
(Ostheochilus hasselti, CV) mengacu pada penelitian Napitu dkk, (2013)
memberikan hasil yang berbeda dengan perlakuan terbaik terdapat pada
penambahan vitamin E sebanyak 375 mg/kg pakan,
Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mengenai
pemberian pakan buatan terhadap tingkat kematangan gonad ikan menunjukan nila
yang sangat berbeda, Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pemberian
vitamin E 450 mg/kg pada pakan mengahasilkan tingkat kematangan gonad
baik yaitu mencapai tahap kematangan gonad ke Va7
49
50
SL
52
53
54
55
56
37
58
1.2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan Vitamin E
dalam pakan buatan tethadap tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis
niloticus),
1.3. Manfaat Peneliti
Manfaat penelitian ini sebagai informasi bagi pembudidaya atau peneliti
mengenai penambahan Vitamin E pada pakan untuk kematangan gonad ikan nila
(Oreochromis niloticus)
14 Hipotesis
Penambahan vitamin E dalam pakan buatan memberikan pengaruh tethadap
tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus).59
61
62
63
6
66
67
69
70
7
2
2B
74
7
76
7
78
79
81
82
83
85
86
87
39
90
o1
92
93
94
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi ikan nila adalah Kindom Animalia, Phylum Chordata, Class
Actinopterygii, Ordo Perciformes, Family Cichlidae, Genus Oreochromis, Species
Oreochromis niloticus (Integrated Taxonomy International System, 2010 dalam
Priambodo, 2011)
(Gambar 2-1), Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila dapat mencapai panjang total sekitar 30 em. Ikan nila memiliki garis,
vertikal yang khas berwarna gelap di sirip ekor (caudal fin), sirip punggung (dorsal
fin) dan sirip dubur (anal fin), Bentuk mata ikan nila besar dan menonjol. Jumlah
sisik pada gurat sisi sebanyak 34 buah. Gurat sisi (linea lateralis) miring ikan nila
terputus di bagian tengah tubuh, kemudian berlanjut lagi tetapi letaknya lebih ke
bawah dibandingkan dengan letak garis yang memanjang di atas sirip dada (Sari
dan Usman, 2012),
Bentuk tubuhnya memanjang dan ramping, sisik ikan nila (Oreochromis
niloticus) relatif besar, matan menonjol dan besar dengan tepi berwarna putih. Ikan
nila (Oreochromis niloticus) mempunyai lima buah sirip yang berada di punggung,
dada, perut, anus, dan ekor (Priambodo, 2011),
2.1.2 Habitat dan penyebaran ikan nila (Oreochromis niloticus)
Toleransi yang tinggi dimiliki oleh ikan nila terhadap lingkungan hidupnya
sehingga dapat dibudidayakan di dataran rendah yang berair payau hingga dataran
tinggi yang berair tawar. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau dengan
proses adaptasi bertahap, ikan yang masih kecil ukuran 2-5 cm, lebih tahan terhadap
perubahan lingkungan dari pada ikan yang sudah berukuran besar. Pemindahan
secara mendadak dapat menyebabkan ikan tersebut stress bahkan mati (Ariwibowo,
2010).
Bersifat euryhaline ikan nila dapat hidup pada kisaran salinitas yang tinggi
Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal,
kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif
pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena
ketidakmampuan ikan nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya
bersuhu di bawah 21°C (Mujalifah dkk., 2018)
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan spesies yang berasal dari
kawasan Sungai Nil dan beberapa dan beberapa danau di Afrika, Pertama kali di95
96
7
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
at
112
113
114
11s
116
17
1g,
119
120
121
122
123
124
125
126
127
128
kawasan Asia, pengembangan ikan nila menjadi perhatian Filipina dan Tiongkok.
Negara Filipina melakukan budidaya ikan nila secara intensif melalui seleksi
genetik dan perbaikan strain unggul berlangsung selama 50 tahun yang dipusatkan
di Luzon, Strain ikan nila unggul yang dihasilkan Filipina adalah nila merah dan
nila hitam hibrida (nila GIFT), Selanjutnya, ikan nila meluas dibudidayakan di
Taiwan, Thailand, Vietnam, Bangladesh, dan Indonesia (Abarike dan Yeboah,
2016).
2.1.3 Pakan dan kebiasaan makan ikan nila (Oreochromis niloticus)
Ikan nila merupakan hewan pemakan segala (omnivora), makanan ikan nila
pada ukuran benih adalah zooplankton (plankton hewani). Ikan nila juga dapat
memanfaatkan lumut yang menempel pada benda-benda di habitat atau lingkungan
hidupnya sebagai pakan. Ikan nila dapat juga memakan tanaman air yang tumbuh
pada habitatnya, Pada sistem budidaya ikan nila dewasa dapat diberi makanan
tambahan, misalnya pelet (Singh dk, 2012)
Menurut Satia dkk., (2011) Ikan nila memakan makanan alami berupa
plankton, perifiton dan tumbuh-tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera
dan Klekap. Ikan nila budidaya tumbuh lebih cepat hanya dengan pakan yang
mengandung protein sebanyak 20-25%.
Nutrisi yang diperlukan ikan nila yaitu protein sebanyak 30%, lemak 10%,
sedangkan untuk energi, ikan membutuhkan karbohidrat dari pakan. Ikan nila pada
habitat alami memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh-
tumbuhan lunak seperti hydrilla, ganggang sutera dan klekap, sedangkan pada
Jingkungan budidaya ikan nila diberi pakan berupa pellet dan plankton hewani
(Ariwibowo, 2010).
2.1.4 Reproduksi dan kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)
Menurut Agusnandi (2017), secara morfologi Jenis kelamin ikan nila dapat
dibedakan pada saat berumur 3-6 bulan, Ciri sekunder induk ikan nila jantan dan
induk betina, dapat dilihat pada Tabel 2-1
Tabel 2-1. Ciri sekunder ikan nila (Oreochromis niloticus) jantan dan betina,
Karakteristik Induk Jantan. Induk Betina
Bentuk badan Lebar dan lebih ramping Pendek dan gemuk
Kelamin sekunder Tubuhberwarna—hitam»Tubuh berwama_hitam
kelam dan pada bagian dan pada bagian bawah
bawah mulut berwarna putih mulut berwarna putih
serta pada bagian ujung sirip
ekor berwarna merah cerah
Jumlah lubang genital Satu, berfungsi sebagai Dua, berfungsi sebagai
saluran pengeluaran urin dan saluran urin dan saluran
sperma. pengeluaran telur.
Alat kelamin Berbentuk tonjolan Berbentuk bundar.
memanjang dan meruncing.
Ikan nila dapat dikatakan dewasa pada umur 4-5 bulan dan akan meneapai
pertumbuhan maksimal untuk bertelur sampai berumur 1,5-2 tahun (Widyastuti
dkk., 2008), Selanjutnya, saat ikan nila berumur lebih dari 1 tahun kira-kira beratnya
mencapai 800g dan saat ini ikan nila bisa mengeluarkan 1200-1500 larva setiap kali129
130
131
132
133
134,
135
136
137
138
139
140
141
142
143
144,
145
146
147
148,
14g
150
151
152
153
154
155
memijah, dan dapat berlangsung selama 6-7 kali dalam setahun (Widyastuti dk,
2008).
Menurut Emi dk, (2018) ikan nila pertama kali pematangan gonad dan dapat
bereproduksi pada umur 4-5 bulan dengan ukuran 16-20 em dan bobot seberat 20-
250 gram. Ikan nila setiap melakukan pemijahan memerlukan waktu selama kurang
lebih satu bulan untuk dapat kembali melakukan pematangan gonad, Ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang siap memijah memiliki beberapa ciri-ciri yaitu, ikan
sehat dan tidak cacat, sisik besar dan tersusun rapi, bagian kepala relatif kecil
dibandingkan badan, badan tebal dan berwarna mengkilap, serta gerakan lincah dan
responsif terhadap pemberian pakan,
Menurut Solang, (2010), ikan nila memiliki 5 tahap tingkat kematangan
gonad, (Tabel 2-2) yang meliputi
Tabel 2-2. Tingkat kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)
Tingkat Kematangan Gonad Deskripsi
1 Ovarium masih Kecil, transparan, dan oosit
(Tahap muda) muda hanya terlihat dengan menggunakan
mikroskop.
u Ovarium berwama kuning gelap, dan oosit dapat,
(Tahap Pengembangan) _terlihat dengan mata
UL Ovarium besar, kuning pucat kecoklatan, dan
(Tahap dewasa) osit mulai mengandung kuning telur.
Vv Ovarium besar, kuning gelap, banyak oosit
(Tahap matang) berukuran maksimal dan mudah dipisahkan.
Vv Ovarium berwarna kuning terang, ukurannya
(Tahap salin) berkurang karea telur yang sudah matang telah
di lepaskan ovarium berisi ooginia, oosit
berprotoplasma, dan sedikit oosit mengandung,
kuning telur dan banyak dijumpai folikel pecah.
Perkembangan oosit adalah bertambahnya ukuran oosit (previtelogenesis),
yaitu. dengan terbentuknya dua lapisan sel dan membentuk folikel, yaitu sel
granulosa dan sel teka yang disertai dengan penambahan materi kuning telur
(disebut vitelogenesis). Proses previtelogenesis dan vitelogenesis akan terhenti
ketika oosit sudah mencapai ukuran maksimal (Prabowo, 2007), Selama awal
pertumbuhan oosit (stadia perinukleolar), oosit dikelilingi oleh lapisan sederhana
sel-sel granulosa yang rata (skuamosa) dan munculnya lapisan sederhana sel teka
luar, Dua tipe sel tersebut dipisahkan oleh membran dasar nonselular (Masitha,
2013).
Oosit terbentuk dari proses oogenesis (proses transformasi yang tersebar di
dalam ovari), sedangkan oogonia (ovum) akan berkembang menjadi oosit primer
(hasil pembelahan oogonium secara mitosis) dan oosit sekunder (hasil pembelahan
oosit primer secara meiosis). Oosit yang telah berkembang penuh akan memiliki
satu nukleus (GV, germinal vesicle) yang terletak di tengah oosit. Selanjutnya,156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168,
169
170
a
12
173
174
175
176
wz
178,
179
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198,
199
200
nukleus akan mulai bergeser menuju ke kutub anima mendekati lubang mikrofil,
kemudian membran akan pecah dan mengalami GVBD (germinal vesicle break
down) dan telur siap untuk diovulasikan (Waweru dkk, 2019).
2.2 Pakan Buatan
Pakan merupakan unsur penting dalam menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan, Usaha pengembangan budidaya perikanan khususnya
pada ikan nila, mas dan lele sangat dipengaruhi oleh ketersediaan pakan yang cukup
dalam jumlah dan kualitasnya untuk mendukung produksi yang lebih maksimal
Pakan merupakan faktor biaya terbesar dalam kegiatan budidaya, sekitar 60-70%
biaya untuk budidaya pembesaran ikan berasal dari pakan sehingga perlu
pengelolaan yang efektif dan efesien (Kusnadi, 2014),
Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dari bahan makanan baik nabati
maupun hewani dengan memperhatikan kandungan gizi, sifat dan ukuran ikan.
(Sary, 2013), Komposisi pakan buatan disusun berdasarkan kebutuhan zat gizi
setiap jenis biota air, Komposisi ini sering disebut formulasi pakan, Formulasi yang
baik berarti mengandung semua zat gizi yang diperlukan ikan dan secara ekonomis,
murah serta mudah diperoleh (Sary, 2013)
Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Untuk dapat tumbuh dengan baik, ikan
pada umumnya membutuhkan nutrien atau gizi yang lengkap. Aspek kebutuhan gizi
pada ikan adalah sama dengan makhluk hidup lain, yaitu protein, karbohidrat,
Jemak, vitamin, dan mineral (Kusnadi, 2014), Nutrisi yang diperlukan ikan nila
yaitu. protein sebanyak 30%, lemak 10%, sedangkan untuk energi, ikan
membutuhkan karbohidrat dari pakan (Ariwibowo, 2010)
Pakan yang bermutu merupakan komponen yang sangat penting dalam proses
pematangan gonad. Pematangan gonad dan peningkatan kualitas telur sangat
ditentukan oleh kualitas pakan. Proses pematangan gonad, vitelogenin yang
disintesis oleh hati akan diangkut ke ovari melalui pembuluh darah sehingga ovari
akan menyerap kuning telur sebagai nutrisi. Terserapnya nutrisi secara optimal pada
telur menyebabkan ukuran telur meningkat dan proses pematangan gonad dapat
dipercepat (Yulfieperius dkk,, 2003)
2.3 Aplikasi Vitamin E dalam akuakultur
Vitamin E merupakan istilah umum untuk sekelompok molekul larut-lemak,
yaitu tokoferol dan tokotrienol, yang berfungsi melindungi organisme dari oksidasi
dan fungsi-fungsi biologis spesifik lainnya (Napitu dk&, 2013). Fungsi vitamin E
yang paling nyata adalah sebagai antioksidan dan antiradikal bebas (Tarigan, 2016)
Sebagai antioksidan, vitamin E dapat melindungi lemak supaya tidak teroksidasi,
misalnya lemak atau asam lemak yang terdapat pada membran sel, sehingga proses
embriogenesis berjalan dengan normal dan hasil reproduksi dapat ditingkatkan
(Napitu dk, 2013).
Vitamin E memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
percepatan reproduksi ikan dan peningkatan kualitas telur, Vitamin E berfungsi
sebagai antioksidan yang dapat mempertahankan keberadaan asam lemak dan
mencegah terjadinya oksidasi lemak pada membran sel serta dapat mempercepat
sekresi hormon reproduksi (Tarigan, 2016)201
202
203
204
205
206
207
208
209
210
21
212
213
214
215
216
27
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233,
234
235
236
237
238
239
240
241
242
243
204
245
246
Menurut Tarigan dkk, (2017) penambahan vitamin E dalam pakan
memberikan hasil terhadap kecepatan pematangan gonad yang sudah terlihat pada
minggu ke-4 pemeliharaan, Dosis vitamin E sebanyak 375 mg/kg dalam pakan
merupakan dosis yang terbaik untuk mempercepat pematangan gonad ikan
Penelitian Napitu dkk, (2013) mengemukakan pendapat dengan penambahan
vitamin E sebanyak 300 mg/kg pakan memberikan hasil yang berpengaruh nyata
pada penelitian dengan lama waktu pemeliharaan selama 6 minggu.
24° Kualitas Air
2.4.1 Suhu
Suhu berpengaruh secara langsung ataupun tidak langsung_tethadap
Jingkungan perairan (Rasyid, 2010), Hal ini di perjelas oleh Soesono, (1974) dalam
Rasyid, (2010) yang menyatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi metabolisme
dan pertumbuhan organisme perairan serta jumlah oksigen terlarut dalam ait.
Suhu dalam perairan akan mengalami peningkatan pada siang hari yang
disebabkan oleh adanya penetrasi cahaya matahari yang yang diterima cukup lama
oleh perairan. Sedangkan pada malam hari suhu perairan akan semakin akibat tidak
terjadi proses penyinaran matahari dalam perairan (Panggabean dkk., 2016),
Ikan nila dapat hidup dan tumbuh pada kisaran suhu antara 28°C sampai
32°C, Namun demikian, ikan nila yang dibudidayakan mampu beradaptasi dengan
suhu air, mulai dari 14°C sampai 38°C (Permatasari, 2012)
2.4.2 Derajat Keasaman (pH)
Menurut Silalahi (2009), derajat keasaman (pH) adalah aktivitas ion hidrogen
dalam perairan, Nilai pH menunjukkan besarnya tingkat keasaman atau kebasaan
dari suatu perairan, Cotohnya, nilai pH = 7 menunjukan perairan yang netral, pH <
7 menunjukkan perairan yang bersifat asam, sedangkan pH > 7 menunjukkan
perairan bersifat basa. Organisme perairan dapat hidup dalam perairan yang
memilki nilai pH netral dan dapat mentolerir perairan yang bersifat antara asam
Jemah dan basa lemah, pH yang baik untuk kehiduan organisme perairan adalah 7-
85
Menurut Panggabean dk, (2016), bahwa pada lingkungan dengan pH rendah
pertumbuhan ikan nila mengalami penurunan namun demikian ikan nila masih
dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5-10, sedangkan pH optimal untuk ikan
nila yaitu berkisar 7-8
2.4.3 Oksigen Terlarut (DO)
Salah satu gas yang larut didalam air adalah oksigen (Effendi, 2003), Oksigen
merupakan unsur kimia yang penting bagi kehidupan berbagai makhluk hidup
(Simanjuntak, 2007). Oksigen terlarut juga adalah faktor penentu dari kesuburan
suatu perairan serta variabel kualitas air yang sangat menentukan dalam proses
budidaya (Wyrtki, 1961 dalam Simanjuntak, 2007).
‘Oksigen terlarut dalam perairan bersumber dari difusi atmosfer dan reaksi
fotosintesis yang terjadi pada tumbuhan air (Debataraja dkk. 2011). Oksigen yang
terdapat dalam atmosfir bumi berkisar 210 mg/L. Kondisi air yang diam akan
mempermudah proses masuknya oksigen dari atmosfir ke dalam perairan, Selain
itu, adanya pergolakan massa air sepeti gelombang dan air akan menyebabakan
oksigen dari atmosfer akan masuk kedalam perairan, Namun, sumber oksigen
terlarut dalam perairan lebih banyak diperoleh dari hasil fotosintesis oleh tumbuhan247
248
249
250
251
252
253
254
255
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
270
air. Proses fotosintesis mengakibatkan air mengalami dehidrogenasi yang akan
menjadi oksigen (Effendi, 2003),
Menurut Salsabila dan Suprapto (2018), kadar oksigen terlarut yang optimal
bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 3 mg/L. Oksigen terlarut yang baik
pada penelitian Napitu dkk (2013) yaitu berkisar pada agka 6-7 mg/L. Apriliza
(2012), juga berpendapat bahwa kisaran oksigen terlarut yang baik untuk
pertumbuhan dan perkembangan ikan nila sebesar 5 mg/L.
2.4.4 Amonia (NH3)
Amonia merupakan produk metabolisme protein pada ikan yang di
ekskresikan melali insang dan ginjal. Amonia juga dikeluarkan bersama dengan
urin dan feses. Ikan mengekskresikan metabolit amonia sebanyak 30-100mg/kg
berat badan setiap harinya. Kadar amonia akan meningkat beberapa jam setelah
pemberian pakan pada ikan (Azhari dan Tomasoa, 2018)
Amonia adalah variabel kualitas air yang paling penting setelah oksigen,
terutama dalam kolam intensif dan semi intensif, Amonia akan menjadi racun bagi
ikan jika dibiarkan menumpuk dalam jumlah banyak di kolam. Ketika amonia
terakumulasi sampai pada tingkat yang beracun, ikan tidak dapat mengekstrak
energi dari pakan secara efisien akhimya ikan akan menjadi lesu, sakit dan mati
(Marlina dan Rakhmawati, 2016),
Panggabena dkk., (2016) mengemukakan, ikan nila dapat bertahan pada kadar
amonia kisaran 0,002-0,017 mg/l dengan tingkat kelangsungan hidup sebesar 75-
85%, Menurut Napitu dk. (2013) bahwa kadar amonia 0,051-0,076 mg/L dapat di
tolerir ikan nila ujaz
272
273
274
275
276
a
278
279
280
281
282
283,
284
285
286
287
BAB3 METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga Juli 2020. Penelitian bertempat
di Desa Binangga, Kecamatan Marawola, Kabupaten Sigi.
Organisme uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah calon induk ikan
nila (Oreochromis niloticus) berkelamin betina, ukuran 15-20 cm dengan bobot
300-500 gram sebanyak 100 ekor. Organisme uji diperoleh dari hasil budidaya di
Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Kalawara, Kabupaten Sigi.
3.2.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3-1
Table 3-1, Alai-alat yang digunakan dalam penelitian
No Namaalat_Jumlah ‘Kegunaan
1. Baskom 20 unit Wadah pemeliharaan ikan nila
2, Aerator unit Alat penyuplai oksigen
3, Selangaerasi 20 buah_ Untuk mengalirkan oksigen kedalam wadah
4, Timbangan I buah — Menimbang berat ikan
5. Milimeter blok I buah~— Mengukur panjang ikan
6. Termometer 1 buah = Mengukur suhu air
7. pH meter 1 buah = Mengukur pH air
8, DO meter Tbuah — Mengukur oksigen terlarut
9, Seser I buah ~— Mengambil ikan
10. Ember I buah — Wadah penyalin air
11. Selang sifon Tbuah — Menyifon wadah
12. Kamera I buah — Mengambil dokumentasi
13, Alattulis I buah — Mencatat data
14. Mikroskop I buah — Mengamati kematangan gonad
15, Baskomkecil I buah ~~ Mencampur pakan
16. Pencetak pakan 1 bah Mencetak pakan
17. Pisau 1 buah ~~ Memotong pakan
18. Oven 1 bah Mengeringkan pakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3-2
Tabel 3-2. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
No Nama bahan Kegunaan
1, Pellet Pakan ikan
2. Air Media hidup ikan
3. Vitamin E Sabagai bahan vitamin
4, Tepung ikan Bahan baku pakan
5. Tepung kedelai Bahan baku pakan
6, Tepung jagung Bahan baku pakan
7. Tepung tapioka Bahan baku pakan
8. Minyak ikan Bahan baku pakan
9, Minyak jagung Bahan baku pakan288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
301
302
303
304
305
306
307
308
309
310
311
312
313
314
315
316
317
318
319
10
10. Mineral mix Bahan baku pakan
IL. Sabun cuci Mencuci alat
12._Aquades Mengkalibrasi alat
33
3.3.1 Persiapan wadah
Langkah awal yang dilakukan adalah mempersiapkan wadah penelitian
Baskom_ berkapsitas 50 liter sebanyak 20 buah, kemudian dicuci menggunakan
sabun dan membilasnya menggunakan air tawar. Baskom didesinfeksi dengan
Klorin selama 24 jam, kemudian dibilas menggunakan air tawar hingga bersih.
Setiap baskom diisi dengan air tawar sebanyak 20 liter, baskom dilengkapi alat
penyuplai oksigen seperti blower, pipa, selang aerasi serta batu aerasi
3.3.2 Persiapan pakan
Formulasi pakan dilakukan dengan cara_mengetahui terlebih dahulu
komposisi bahan yang digunakan, kemudian menghitung jumlah bahan pakan yang
digunakan untuk 1 kg pakan. Setelah memformulasikan pakan, menyiapkan bahan-
bahan yang digunakan dalam bentuk tepung untuk bahan kering penyusun pakan
buatan dan bahan lainnya
Menurut Napitu dk&., (2013) bahan penyusun pakan buatan dengan
penambahan dosis Vitamin E yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 3-3 berikut ini
Tabel 3-3. Bahan komposisi pakan buatan
Kompos jan Pakan (g)
No Bahan Pakan Perlakuan A Perlakuan
1, Tepung kedelai 2520 2520
2. Tepung ikan 2160 2160
3. Tepung jagung 1440 1440
4, Tepung tapioka 504 504
5. Minyak ikan 216 216
6. Minyak jagung 216 216
7. Mineral mix 144 144
8. Vitamin E 21 2.45 28 315
Jumlah 7202.1 7202.45 7202,8 720,15
Setelah melakukan formulasi pakan, melakukan peneampuran semua bahan
penyusun pakan dengan menggunakan baskom hingga rata, Setelah mencampur
semua bahan, melakukan pencetakan, pemotongan untuk mendapatkan ukuran
pakan dan pengeringan pakan menggunakan sinar matahari
Bahan pakan ikan yang telah menjadi pelet kemudian di uji proksimat untuk
mengetahui kadar protein yang ada dalam pakan. Uji proksimat dilakukan di
Laboratorium Nutrisi, Fakultas Peternakan dan Perikanan, Universitas Tadulako.
Hasil uji proksimat yang dilakukan memiliki kandungan protein tertinggi terdapat
pada perlakuan C dengan dosis vitamin E 400 mg/kg pakan sebanyak 31,47%,
kemudian perlakuan A dengan dosis 300 mg/kg pakan mengandung 31,6% protein,
perlakuan B yaitu pemberian vitamin E sebanyak 350 mg/kg pakan memiliki kadar
protein sebanyak 29,80%, dan yang paling rendah pada perlakuan D dengan dosis
450 mg/kg pakan memiliki kandungan protein 27,98%,320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
333
334
335
336
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
359
360
361
362
363
364
cre
3.3.3 Penebaran Organisme Uji
Sebelum melakukan penebaran pada wadah pemeliharaan, terlebih dahulu
dilakukan proses aklimatisasi selama 12 jam di dalam wadah yang telah disiapkan
yang berisi air dan ditempatkan pada tempat yang sama atau berdekatan dengan
‘wadah penelitian, hal ini dilakukan dengan tujuan agar suhu dalam wadah tersebut
relatif sama dengan suhu pada wadah penelitian, Proses aklimatisasi berguna agar
ikan tidak mengalami stres selama pemeliharaan, Setelah melakukan proses
aklimatisasi, langkah selanjutnya adalah menebar ikan ke dalam wadah
pemeliharaan baskom sebanyak 5 ekor/20 liter kemudian ikan tersebut dipelihara
selama 6 minggu.
3.34 Pemeliharaan Organisme Uji
Pemberian pakan ikan nila adalah 3 kali sehari dengan dosis 3% dari bobot
tubuh diberi pada waktu pagi hari pukul 07,00, siang hari pukul 12,00 dan sore sore
hari pukul 17.00 WITA. Hal ini juga di diterangkan oleh Napitu dk&., (2013) bahwa
pemberian pakan diberi sebanyak tiga kali sehari dengan feeding rate (FR) 3% dari
bobot tubuh ikan nila tersebut. Seminggu sekali peneliti mengambil ikan dalam
wadah pemeliharaan untuk dilakukan sampling mengukur bobot tubuh ikan
3.3.5 Kualitas air
Pengukuran kualitas air dilakukan dengan mengukur suhu. menggunakan
termometer, derajat keasaman (ph) menggunakan pH meter, oksigen terlarut
menggunakan DO meter dan amoniak menggunakan amonia test kit pada media
pemeliharaan, Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap hari sekali (pagi hari
pukul 07.30 WITA), sedangkan oksigen terlarut dan amoniak diukur pada awal dan
akhir penelitian, Pergantian air di lakukan pada pagi hari atau sore hari dalam kurun
waktu tiga hari sekali
Menurut Tarigan dkk., (2017), selama pemeliharaan ikan, pergantian air
dilakukan setiap tiga hari sekali sebanyak 85%. Penggatian air dan penyiponan
bertujuan untuk mengeluarkan fases dan sisa pakan dalam wadah pemeliharaan.
3.3.6 Pengamatan Kematangan Gonad
Pengamatan gonad ikan nila dilakukan dengan cara mengamati calon induk
secara morfologi dan mengamati gonad ikan, Cara melihat ikan yang telah matang
gonad melalui pengamatan morfologi yaitu dengan melihat panjang serta bobot,
pembesaran yang terjadi pada perut ikan, melihat kelamin ikan yang sudah sangat
jelas serta berwarna putih kemerahan dan menekan perut ikan untuk mengetahui
keluamya telur dari lubang urogenital
Pengamatan dengan cara melihat gonad dalam dengan cara membedah ikan
dan memisahkan gonad ikan dari anatomi tubuh lainnya, Kemudian di lakukan
pengamatan menggunakan mikroskop elektrik dengan lensa objektif pembesaran
10x untuk melihat warna telur dan pembulu darah dalam gonad. Pengamatan
kematangan gonad dilakukan pada akhir penelitan dengan mengamati seluruh ikan
dari masing-masing perlakuan,
3.4 Desain Penelitian
Raneangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 kali ulangan, sehingga didapatkan 20 unit
percobaan, Desain penelitian tertera pod Gambar 3-1365
366
367
368
369
370
371
372
373
374
375
376
377
378
379
380
381
382
383
384
385
386
387
388
389
390
3901
392
393
394
12
Gambar 3-1. Desain Penelitian
Perlakuan A: Pemberian pakan buatan dengan dosis vitamin E 300 mg/kg pakan
Perlakuan B: Pemberian pakan buatan dengan dosis vitamin E 350 mg/kg pakan
Perlakuan C: Pemberian pakan buatan dengan dosis vitamin E 400 mg/kg pakan
Perlakuan D: Pemberian pakan buatan dengan dosis vitamin E 450 mg/kg pakan
3.5 Peubah yang Diamati
3.5.1 Kelangsungan Hidup (SR)
Kelangsungan hidup adalah membandingkan jumlah organisme uji yang
hidup pada akhir penelitian dengan jumlah yang ditebar pada awal penelitian
(Mulgan di&., 2017). Kelangsungan hidup ikan nila dapat dihitung dengan
menggunakan rumus
sr= Xx 100%
No
Dimana
SR: Tingkat kelangsungan hidup
Ni: Populasi pada akhir penelitian (ekor)
No: Populasi pada awal penelitian (kor)
3.5.2 Pertumbuhan Bobot Mutlak
Rumus pertumbuhan mutlak yang digunakan sebagai berikut
W=Wi-Wo
Dimana: ~~
W_=Pertumbuhan mutlak (g);
WE = Bobot rata-rata calon induk pada akhir pemeliharaan (g);
Wo = Bobot rata-rata calon induk pada awal pemeliharaan (g)
3.5.3 Persentase Kematangan Gonad
Menurut Tarigan (2016), pengamatan persentase TKG ikan secara morfologi
pada saat akhir penelitian dengan cara melakukan pembedahan melalui lubang395
396
397
398
399
400
401
402
403
13
genital induk hingga belakang operculum, Persentase TKG secara morfologi pada
ikan selama pemeliharaan dapat dihitung dengan menggunakan persentase sebagai
berikut
‘RG (94) = Jamia tingkat kematangan gonad yang teramati
Sampel Ikan yang diam:
3.6 Analisis Data
Kelangsungan hidup, pertumbuhan mutlak dan tingkat kematangan gonad
dianalisis secara deskriptif dengan mengamati ikan uji dan morfologi gonad. Data
yang diperoleh disajikan dalam bentuk Tabel dan Gambar,404
405
406
407
408
409
410
aut
412
413
414
15
416
417
418
419
420
4a
422
423
424.
425
426
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Kematangan Gonad
Berdasarkan hasil penelitian selama 42 hari menunjukkan bahwa sampel gonad
pada perlakuan D dengan pemberian (vitamin E 450 mg/kg pakan) berkembang
hingga tahap TKG V, diikuti pada perlakuan C pemberian (vitamin E 400 mg/kg
pakan) berkembang hingga tahap TKG IV. Selanjutnya diikuti perlakuan A
pemberian (vitamin E 300 mg/kg pakan) berkembang hingga tahap TKG III dan
pada perlakuan B (vitamin E 350 mg/kg pakan) berkembang hingga tahap TKG IIL
Hasil penelitian mengenai tata letak gonad ikan nila tertera pada Gambar 4-1
CeO COnIy
Gambar 4-1, Letak gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)
(Dokumetasi Pribadi, 2020)
Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan dua cara, yaitu cara
mikroskopis dilakukan di laboratorium, dan yang kedua dengan cara pengamatan
morfologi yang dilakukan di lapangan. Dari penelitian mikroskopis akan diketahui
dengan jelas warna atau ciri-ciri kematangan gonad, Sedangkan pengamatan secara
morfologi tidak terlihat jelas warna gonad seperti hanya melihat morfologinya,
namun cara morfologi ini banyak dilakukan para peneliti (Solang, 2010)
Hasil pengamatan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan
menggunakan mikroskop dan tanpa menggunakan terlihat pada Tabel 4-1
Tabel 4-1. Pengamatan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)
Perlakuan —‘Tanpa Mikroskop Menggunakan Keterangan
mikroskop
A > Terlihattelur
(300 mg berwarna
Vit E/kg kuning pucat
pakan) ~ Berbentuk
oval dan
berukuran
kecil
- TKG II427
428
429
430
431
432
433
434
435
436
437
438
15
B > Terlihattelur
(350 mg berwama
Vit Ekg kecoklatan
pakan) ~ Berbentuk
oval
memanjang
- TKG IL
Terlihat telur
berwara
kuning gelap
~ Berbentuk
kantung
memanjang
seperti huruf U
- TKGIV
> Terlihattelur
berwama
kuning cerah
= Memiliki
bentuk
kantung kecil
memanjang
- TKGV
4.1.2 Persentase Kematangan Gonad
Berdasarkan hasil penelitian, persentase calon induk matang gonad ikan nila
(Oreochromis niloticus) dapat dilihat pada Tabel 4-2
Tabel 4-2. Persentase kematangan gonad ikan nila (Oreochromis niloticus)
Perlakuan ‘Jumlah Ikan Perkembangan — Persentase Matang
Gonad Gonad (%)
x is TKGII 700
(300 mg Vit E/kg pakan)
B 18 TKGMI 100
(350 mg Vit E/kg pakan)
e 2 TKGIV 100
(400 mg Vit E/kg pakan)
Dd 2 TKGV 100
(450 mg Vit E/kg pakan)
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui tingkat kematangan gonad pada
perlakuan A (300 mg Vit E/kg pakan) dan B (350 mg Vit E/kg pakan) mencapai
tahap TKG III, kematangan gonad tertinggi terdapat pada perlakuan D (450 mg Vit
E/kg pakan) yang mencapai TKG V setelah itu terdapat di perlakuan C (400 mg Vit
Ekg pakan) dengan capaian TKG IV dan seluruh perlakuan mencapai 100%
matang gonad. Penelitian ini berbeda dengan yang di kemukakan oleh Napitu dkk.,439
440
aan
442
443
444
445
446
447
448,
449
450
451
452
453
asa
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
466
467
468
469
470
a7
472
16
(2013) pada penelitian sebelumnya bahwa pengaruh penambahan vitamin E dalam
pakan terhadap perkembangan kematangan gonad ikan nila merah, pemberian dosis
berlebihan tidak memberikan pengaruh nyata, penambahan vitamin E 300 mg/kg
dalam pakan buatan memberikan pengaruh paling nyata terhadap kematangan
gonad ikan nila merah, sedangkan hasil penelitian ini menunjukan tingkat
kematangan gonad terbaik terdapat pada perlakuan D yaitu dengan dosis pemberian
430 mg Vit Ekg pakan, Menurut Darwisito dk. (2015) bahwa tingkat kematan;
gonad terjadi akibat semakin banyaknya ukuran telur di dalam gonad yang
mendekati fase pematangan, Pemberian pakan yang bermutu pada induk ikan akan
menentukan suksesnya reproduksi. Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam
pemberian pakan yang bermutu adalah melalui pemberian suplementasi vitamin E
di dalam pakan (Tarigan dkk., 2017),
4.1.3 Kelangsungan Hidup (SR)
Kelangsungan hidup (SR) merupakan perbandingan antara jumlah individu
pada akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan. Kelangsungan
hidup ikan nila dengan menggunakan pakan buatan dan penambahan vitamin E
diamati setiap hari pada masa pemeliharaan, Penghitungan kelangsungan hidup
dilakukan pada akhir pemeliharaan dengan mengetahui jumlah ikan yang hidup
pada akhir penelitian dan mendapatkan hasil tingkat kelangsungan hidup ikan nila
tertera pada Gambar 4-2. Kelangsungan hidup ikan nila selama penelitian berkisar
antara 72-92% (Lampiran 3), Hasil pengamatan rata-rata kelangsungan hidup ikan
nila selama penelitian tertera_ pada Gambar 4-2
Kelangsungan Hidup (SR)
92% $8%
|
100
R% 2%
Perlakuan
Gambar 4-2, Grafik kelangsungan hidup ikan nila (Oreochromis niloticus)
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama pemeliharaan ikan nila
dengan penambahan vitamin E pada pakan didapatkan nilai kelangsungan hidup
yaitu, perlakuan A (72%), B (72%), C (92%) dan D (88%). Nilai kelangsungan
hhidup tertinggi terdapat pada perlakuan C dan D perlakuan A dan B memiliki niai
yang sama dengan nilai kelangsungan hidup rendah dari pada perlakuan C dan D,
4.1.4 Pertumbuhan Bobot Mutlak
Berdasarkan data pengamatan pertumbuhan bobot mutlak ikan nila selama 6
minggu dengan penambahan vitamin E dalam pakan dilakukan uji normalitas dan473
474
475
476
477
478
479
480
481
482
433
484
485
436
437
438
439
490
491
492
493
494
495
496
497
498
499
7
sebaran datanya menggunakan aplikasi mini tab, sehingga menunjukkan data yang
normal (Lampiran 2). Berdasarkan data pengamatan tersebut didapatkan hasil
pertumbuhan bobot mutlak dengan penambahan vitamin E dalam pakan buatan
tertera pada Gambar 4-3
722,860
a
37 i 54158
zs
3: so
34 243650 7
53
g2
i
= sz Om
Viaming Vitemin€ vitamin vtamin€
300 mg/kg 350 mg/kg 400 me/kg 450 me/kg.
PERLAKUAN
Gambar 4-3. Grafik bobot mutlak ikan nila (Oreochromis niloticus)
Hasil perhitungan mengenai pertumbuhan bobot mutlak ikan nila selama masa
pemeliharaan bahwa perlakuan C dengan penambahan vitamin E 400 mL/kg
(742,86a g) pakan merupakan yang tertinggi dan diikuti oleh perlakuan D (51,58
g), BG#1,92a g), A(2#3,65a g). Hasil analisis ragam (ANOVA) pada selang
kepercayaan 95%, pemberian pakan buatan menunjukan hasil yang tidak
berpengaruh nyata dengan nilai 0,060 yang terbilang lebih dari P>0,05 terhadap
pertumbuhan ikan nila yang dipelihara selama 6 minggu, Hasil menunjukkan bahwa
perlakuan C(7#2,86a g) tidak berbeda nyata dengan perlakuan D(5+1,S8a g),
BG3#1,92a g), dan AQ#3,65a g). Berdasarkan hasil analisis ragam atau ANNOVA.
menunjukan bahwa tidak adanya pengaruh antar setiap perlakuan,
4.1.5 Kualitas Air
Variabel kualitas air yang diamati pada masa pemeliharaan adalah suhu, pH,
oksigen terlarut (DO) dan amonia (NH3), Berdasarkan pengukuran kualitas air
pemeliharaan ikan nila dengan penambahan vitamin E dalam pakan didapatkan
hasil kisaran nilai masing-masing kualitas air yang tertera pada Tabel 4-3
3. Kualitas Air pemeliharaan ikan nila (Oreochromis niloticus)
Perlakuan
NO Parameter ‘A (300 mg) B (350mg) C400 mg) _D (450 mgy
T Suhu CC) 22FC _26-2FC 26-29°C _26.29°C
2 pH 70-83 6684 6685 66-86
3. DO(mg/L) 0525 05-2, 0823 05-23
4. Amoniak (ppm) __0.05-0,2__0,05-0,2__0,05-0.2__0,05-0,2
Untuk memperoleh Kualitas air yang baik perlu dilakukan pergantian air pada
saat sampling dan penyifonan sisa pakan yang ada di dalam wadah penelitian yang
dilakukan setiap 3 hari sekali, agar sisa pakan dan hasil metabolisme ikan tidak
mempengaruhi kualitas air. Hasil pengukuran kualitas air media pemeliharaan
masih berada pada kisaran yang normal untuk kelangsungan hidup ikan nila500
01
502
503
504
505
506
507
508
509
510
sit
S12
513
S14
sis
516
517
518
519
520
S21
522
523
24
525
526
827
528
529
530
531
532,
533,
534
535
536
837
538
539
540
sai
542
843
544
545
18
4.2. Pembahasan
4.2.1 Kematangan Gonad
Hasil peneltian ikan nila yang matang gonad selama_penelitian,
memperlihatkan bahwa setelah 42 hari diberikan pakan dengan penambahan
vitamin E menunjukkan pada perlakuan A berkembang menjadi TKG III dengan
ciri-ciri wamna telur kucing pucat yang berukuran kecil dan berbentuk oval
Perlakuan B berkembang hingga tahap TKG Il dengan ciri telur berwarna
kecoklatanserta berbentuk oval dan memanjang, Selanjutnya perlakuan C
berkembang pada tahap TKG IV terlihat warna kuning gelap dan berbentuk kantung
memanjang seperti huruf U. Kemudian pada perlakuan D menjadi TKG V dengan
bentuk kantung memanjang serta telur yang berwarna kuning cerah.
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tingkat kematangan gonad
(Tabel 4-1) bahwa semakin lama masa pemeliharaan, maka semakin banyak ikan
nila yang dapat mencapai tingkat kematangan gonad TKG V. Hal ini diduga karena
ikan nila dalam merespon pakan menjadi meningkat, sehingga kandungan dalam
pakan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk proses pematangan gonad.
Adliana dkk., (2013), menyatakan bahwa salah satu faktor yang. sangat
menentukan dalam pematangan gonad adalah vitamin E. Hasil penelitian terlihat
bahwa penggunaan vitamin E dalam pakan sangat mempengaruhi jumlah dan waktu
pencapaian matang gonad ikan dari TKG Il ke TKG IV. Hal ini disebabkan karena
adanya proses vitellogenesis dalam hati sehingga hasil dari proses vitellogenesis,
(vitellogenin) membantu proses pembentukan telur dan pematangan ovari
Menurut Habibi dké. (2013), bahwa fungsi vitamin E sebagai antioksidan
yang mencegah terjadinya okidasi asam lemak terutama pada asam lemak tak jenuh
sehingga vitamin E berperan untuk meningkatkan proses kematangan pada telur.
Vitamin E berpengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan karena vitamin E
sebagai antioksidan asam lemak dalam tubuh, Vitamin E dan asam lemak essensial
dibutuhkan secara bersamaan untuk pematangan gonad ikan dengan dosis vitamin
E di dalam pakan akan bergantung pada kandungan asam lemak essensial yang ada
pada pakan (Yulfiperius, 2001),
“Tingkat kematangan gonad terbaik ditemukan pada perlakuan dengan vitamin
E sebesar 450 mg/kg pakan. Hal ini sebabkan oleh kebutuhan vitamin yang
diberikan pada pakan sudah memenuhi kebutuhan sehingga dapat memacu
kecepatan pencapaian matang gonad. Ketika perkembangan gonad semua proses
metabolisme dalam tubuh ikan bertumpu pada pertumbuhan gonadik
Pertumbuhan gonadik terjadi apabila energi yang digunakan untuk
pertumbuhan sudah terpenuhi, Selain itu, vitamin E merupakan salah satu unsur
nutrient yang harus dipenuhi dalam pakan, karena vitamin E diperlukan sebagai
bahan penyusun struktur simatik, gonadik, dan penetuan kualitas telur. Vitamin E
ini juga berfungsi sebagai antioksidan, sehingga asam lemak tidak jenuh pada
posfolipid dalam membran sel terlindung (Hamre, 2011)
Danwisito dkk., (2006), menyatakan bahwa Vitamin E akan membentuk
enzim untuk proses biosintesa hormon steroid ke dalam aliran darah menuju hati,
hormon ini akan merangsang hati untuk melaksanakan proses vitellogenesis yang
menghasilkan vitellogenin (pembentuk butir-butir telur). Hubungan Vitamin E546
a7
548
549
550
551
552
553
554
555
556
557
558
559
560
561
562
563,
564
565
566
567
568
569
570
S71
872
573
574
575
576
377
578
379
580
581
582
583
sad
585
586
587
588
589
590
591
19
dengan vitellogenin dalam perkembangan oosit yaitu melalui prostaglandin, dalam
hai ini prostaglandin disintesis secara enzimatik dengan menggunakan asam lemak
esensial, sedangkan Vitamin E dapat mempertahankan keberadaan asam lemak
tersebut karena salah satu fungsi Vitamin E adalah sebagai antioksidan
4.2.2 Persentase Induk Matang Gonad
Berdasarkan hasil penelitian bahwa persentase induk matang gonad pada
penelitian ini mencapai 100% dengan tingkatan III-V, Perlakuan A dan B mencapai
TKG III, sedangkan perlakuan C mencapai TKG IV dan perlakuan D mencapai
TKG V. Tingkat kematangan gonad disebabkan akibat banyaknya telur di dalam
gonad yang mendekati fase pematangan, Pemberian pakan yang berkualitas pada
induk ikan akan menentukan suksesnya reproduksi
Kematangan gonad dipengaruhi oleh nutrisi dalam pakan buatan. Faktor yang
mempengaruhi kematangan gonad ikan nila yaitu vitamin E dan protein yang
mencukupi, Menurut Yulfiperius dkk. (2003), vitamin E berfungsi sebagai
pemelihara keseimbangan intraselluler dan sebagai antioksidan, Vitamin E dapat
melindungi lemak agar tidak teroksidasi, misalnya lemak atau asam lemak yang
terdapat pada membran sel, sehingga proses embryogenesis berjalan dengan normal
dan hasil reproduksi dapat ditingkatkan.
Menurut Nurhayati dk. (2018), bahwa ikan yang kekurangan vitamin E dapat
‘mempengaruhi penampilan reproduksi, penyebab tidak matang gonad, rendahnya
derajat tetas telur, dan kelangsungan hidup benih, Kebutuhan vitamin E dapat
bertambah seiring dengan pertambahan jumlah asam lemak dalam pakan, Vitamin
E ditambahkan ke dalam pakan untuk mempercepat fase pembentukan folikel
Protein juga berpengaruh dalam proses reproduksi kematangan gonad ikan
nila,. Menurut Alawi dkk., (2015) energi ini diperlukan untuk perkembangan oosit
dan pematangan akhir ovari, Kadar protein pakan mempengaruhi persentase induk
ikan matang gonad, Persentase induk matang gonad akan meningkat dengan
meningkatnya kadar protein pakan. Pemberian pakan berkadar protein 40-45%
menghasilkan persentase induk nila matang gonad yang tinggi dibandingkan
dengan pakan berkadar protein medium 30-35% dan rendah 20-25%.
Pematangan gonad dapat ditingkatkan melalui pemberian pakan_induk
dengan kandungan protein yang optimal (Alawi dkk., 2015). Protein pada pakan
induk dapat berpengaruh pada perkembangan gonad, fekunditas, dan
perkembangan embrio, Perbaikan pakan induk tidak hanya berpengaruh pada
kualitas telur dan sperma, tetapi juga terhadap mutu dan jumlah benih yang
dihasilkan. Kurangnya protein yang dibutuhkan dalam pakan dapat menjadi faktor
uutama penyebab gagalnya ikan matang gonad (Tahapari dk. 2019).
4.2.3 Kelangsungan Hidup (SR)
Tingkat kelangsungan hidup yang didapatkan selama pemeliharaan ikan nila
dengan penambahan vitamin E pada pakan memiliki nilai kelangsungan hidup dari
setiap perlakuan mencapai (72-92%) Jangsungan hidup tertinggi terdapat
pada perlakuan C (400 mg/kg pakan indah pada perlakuan A (300 mg/kg
pakan) dan B (350 mg/kg pakan), persentase ini di sebabkan oleh
terpenuhinya kebutuhan protein pada pakan dan teraturnya pemberian pakan selama
pemeliharaan, Penelitian ini memiliki tingkat kematian yang rendah, terjadi pada
beberapa ekor ikan pada semua perlakuan yang kematiannya pada minggu pertama592
593
594
595
596
597
598
599
600
601
602
603
604
605
606
607
608
609
610
611
612
613
14
61s
616
617
618
619
620
621
622
623
624
625
626
627
628
629
630
631
632
633,
634
635,
636
20
dan minggu ketiga, Hal ini diduga ikan belum dapat beradaptasi dengan lingkungan
yang baru serta terjadinya stres ketika dilakukannya pergantian air. Selain itu,
kematian ikan juga disebabkan adanya persaingan dalam memperoleh makanan,
ruang gerak dan lingkungan di dalam wadah pemeliharaan. Tingkat kelangsungan
hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di
akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme pada awal pemeliharaan
Kelangsungan hidup adalah persentase ikan yang hidup dari jumlah seluruh
ikan yang dipelihara dalam suatu wadah, Kelangsungan hidup ikan sangat
ditentukan oleh ketersediaan makanan. Ikan yang berhasil memperoleh makanan
akan mengalami pertumbuhan, sebaliknya ikan akan mengalami kematian apabila
tidak mendapatkan makanan, Kematian ikan juga dapat disebabkan oleh faktor lain,
yaitu. predator, parasit, dan kondisi abiotik. Kelangsungan hidup ikan sangat
‘ergantung dari Kondisi perairan tempat hidupnya
Faktor biotik dan abiotik mempengaruhi kelangsungan_hidup ikan.
kelangsungan hidup ikan merupakan perbandingan antara jumlah individu pada
akhir percobaan dengan jumlah individu pada awal percobaan, Faktor biotik yang
mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yaitu parasit, Kompetitor, predasi, umur,
kemampuan adaptasi, penanganan manusia dan kepadatan populasi. Faktor abiotik
yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan yaitu sifat fisik dan kimia dari suatu
Jingkungan air (Mulgan dkk, 2017),
Ikan nila adalah ikan yang terus bergerak aktif di dalam wadah pemeliharaan,
Ruang gerak yang terbatas mengakibatkan ikan menjadi lebih mudah stress
sehingga energi yang dihasilkan dari proses metabolisme yang digunakan untuk
pertumbuhan digunakan untuk mempertahankan diri dari stress (Rivandi, 2014),
Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kelangsungan hidup adalah faktor
abiotik dan biotik, antara lain: kompetitor, kepadatan populasi, umur dan
kemampuan organisme beradaptasi dengan lingkungan, Kelangsungan hidup ikan
sangat ditentukan oleh kualitas air, Beberapa faktor lingkungan di dalam air yang
berpengaruh terhadap kehidupan ikan antara lain suhu, derajat keasaman (pH),
oksigen terlarut (DO) dan lain sebagainya (Panggabean, 2016)
4.2.4 Pertumbuhan Bobot Mutlak
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot mutlak ikan nila
selama pemeliharaan yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan penambahan
vitamin E 400 mL/kg (7+2,86a g) pakan, selanjutnya diikuti oleh perlakuan D
(5#1,58a g) pakan, kemudian pada perlakuan B (3+1,92a g) pakan, sedangkan yang
terendah pada perlakuan A (2£3,65a g) pakan.
Pemberian pakan buatan memperlihatkan pertumbuhan ikan nila yang
berbeda, Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan nila tertinggi
terjadi pada perlakuan C. Hal ini diduga karena kadar protein pada pakan buatan
perlakuan C mencukupi kebutuhan protein ikan nila, Menurut Iskandar dan
Elrifadah (2015), pertumbuhan merupakan perubahan ukuran ikan baik berat,
panjang maupun volume dalam kurun waktu tertentu yang disebabkan oleh
perubahan jaringan akibat pembelahan sel otot dan tulang yang merupakan bagian
terbesar dari tubuh ikan sehingga menyebabkan penambahan berat atau panjang
ikan,637
638
639
640
a1
642
643
a4
645,
646
a7
ag
649
650
651
652
653
654
655
656
657
658
659
660
661
662
663
664
665
666
667
668
669
670
671
672
673
674
675
676
67
78
679
680
681
682
Pay
Kebutuhan protein ikan nila pada penelitian ini sangat terpenuhi, dimana
kandungan protein pada pakan buatan yang digunakan mencapai angka 27,98-
31,47%. Menurut Mulyani dk, (2014) bahwa kadar protein yang optimum
dibutubkan ikan nila yaitu kurang lebih 28-30%. Kelebihan protein pada pakan
justru akan menghambat pertumbuhan dikarenakan banyaknya protein pada saluran
pencernaan sehingga penyerapan nutrisi ditubuh ikan tidak terhidrolisir dengan
baik.
Kualitas Air
Selama masa pemeliharaan suhu pada wadah pemeliharaan berkisar pada
angka 26-29°C. Suhu ini dalam kategori dapat di toleransi terhadap kelangsugan
hidup ikan dan pertumbuhan ikan, Menurut Panggabean dk&, (2016), bahwa suhu
dalam perairan akan mengalami peningkatan pada siang hari yang disebabkan oleh
adanya penetrasi cahaya matahari yang yang diterima cukup lama oleh perairan
Sedangkan pada malam hari suhu perairan akan semakin akibat tidak terjadi proses
penyinaran matahari dalam perairan, Ikan nila dapat hidup dan tumbuh pada kisaran
subu antara 28°C sampai 32°C, Namun demikian, ikan nila yang dibudidayakan
mampu beradaptasi dengan suhu air, mulai dari 14°C sampai 38°C (Permatasari,
2012)
Derajat keasaman (pH) dalam penelitian ini berkisar antara 6,6-8,6 dan pada
nilai ini ikan masih dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Menurut Panggabean dkk
(2016), bahwa air dengan derajat keasaman (pH) 6-9 dapat di tolerir ikan nila, Nilai
ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian. Jika pH air
diatas atau dibawah angka tersebut, maka dapat mempengaruhi kelangsungan hidup
ikan nila yang dipelihara, Ikan nila dapat mentoleransi pH dengan kisaran 5-10,
pada lingkungan dengan pH rendah pertumbuhan ikan nila mengalami penurunan
namun demikian ikan nila masih dapat tumbuh dengan baik pada kisaran pH 5-10,
sedangkan pH optimal untuk ikan nila yaitu berkisar 7-8
‘Oksigen merupakan unsur kimia yang penting bagi kehidupan berbagai
makhluk hidup (Simanjuntak, 2007). Oksigen terlarut juga adalah faktor penentu
dari kesuburan suatu perairan serta variabel kualitas air yang sangat menentukan
dalam proses budidaya (Wyrtki, 1961 dalam Simanjuntak, 2007). Konsentrasi
oksigen terlarut pada penelitian ini berkisar antara 0,5-2,5 mg/L. Tingkat kelarutan
oksigen tersebut masih dapat di tolerir oleh ikan nila tetapi tidak sesuai dengan
pendapat Salsabila dan Suprapto (2018), yang menyebutkan bahwa kadar oksigen
terlarut yang optimal bagi pertumbuhan ikan nila adalah lebih dari 3 mg/L.
Hasil pengukuran amonia dalam wadah pemeliharaan pada penelitian ini
berkisar antara 0,05-0,2 ppm. Kenaikan konsentrasi amonia pada wadah
pemeliharaan disebabkan akibat dampak dari mengendapnya sisa-sisa pakan yang
menumpuk di dasar wadah pemeliharaan, hingga mengakibatkan tingkat
kelangsungan hidup relatif menurun atau terdapat kematian dikarenakan stress
Agar kandungan amonia tetap stabil, maka dilakukan penggantian air secara rutin
dan penyiponan, Kisaran amonia pada penelitian ini dapat di tolerir oleh ikan nila
seperti pendapat yang dikemukakan oleh Panggabena dkk. (2016), yaitu ikan nila
dapat bertahan pada kadar amonia kisaran 0,002-0,017 mg/l dengan tingkat
kelangsungan hidup sebesar 75-85%, Pendapat lain juga dikemukakan oleh Napitu
dkk, (2013) bahwa kadar amonia 0,051-0,076 mg/L dapat di tolerir ikan nila uji.683
684
22685
686
687
688
689
690
61
692
693
604
695
696
697
698
699
700
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat kematangan gonad tertinggi terdapat pada perlakuan D (450 mg Vit
Ekg pakan) dimana tingkat kematangan gonad mencapai tahap V dan seluruh
perlakuan mencapai 100% matang gonad
2. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan bobot mutlak pada penelitian ini
mendapatkan hasil tertinggi pada perlakuan C dengan dosis vitamin E
sebanyak 400 mg/kg pakan, dimana kelangsungan hidupnya mencapai 92%
dan pertumbuhan bobot mutlak mencapai (7£2,86a g).
3. Kualitas air dalam wadah pemeliharaan memiliki kondisi normal dan dapat di
tolerir oleh organisme uj
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, disarankan agar
dalam menyusun formulasi pakan buatan dengan penambahan vitamin E dapat
dipadukan dengan bahan formulasi yang memiliki kandungan protein optimal,
karena protein juga dapat mempengaruhi proses reproduksi kematangan gonad.DAFTAR PUSTAKA
Abarike E.D, and Yeboah A.A. 2016. Reproductive Potential of Nile Tilapia
(Oreochromis nioticus Linnaeus, 1757) In The Golinga Reservoir In Ghana
International Journal of Aquatic Studies. Vol 4(5) : 279-283
Adliana C., Sukendi, dan Aryani N. 2013. Pematangan Gonad Ikan Silam
(Trichogaster pectoralis Blkr) dengan Perlakuan Pemberian Pakan yang
Berbeda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru,
Agusnandi F, 2017, Pemijahan Buatan pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
dengan Penyuntikan Ovaprim dan Hormon Oksitosin. Skripsi, Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan IImu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
‘Alawi H., Aryani N., dan Asiah N, 2015. Pengaruh Kadar Protein Pakan Terhadap
Penampilan Pertumbuhan, Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan Katung
(Prisiolepis grooti Bleeker) Matang Gonad Pertama, Jurnal Akuakultur Rawa
Indonesia, Vol 3(1) : 10-22
Apriliza K. 2012. Analisa Genetic Gain Anakan Ikan Nila Kunti FS Hasil
Pembesaran 1 (D90-150). Journal of Aquaculture Management and
‘Technology. Vol I(1) : 132-146
Ariwibowo J. 2010. Karakteristik Varietas Unggulan kan Nila
(Oreochromisniloticus) di Broodstock Center, Satker, Pbiat Janti, Klaten
Berdasarkan Ciri Morfologi dan Pola Pita Serta Kandungan Protein. Skripsi
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Tlmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret, Surakarta,
Azhari D. dan Tamasoa A.M, 2018, Kajian Kualitas Air dan Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Dibudidayakan dengan Sistem Akuaponik. Vol
3(2) : 84-90
Aziz MLV, Peningkatan Perekonomian Masyarakat Melalui Budidaya Ike
‘Tawar. Skripsi. Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah
dan Komunikasi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta
Darwisito S., Junior M.Z., Sjafei D.S., Manalu W., dan Sudrajat A.O. 2006. Kajian
Performans Reproduksi Perbaikan pada Kualitas Telur dan Larva Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Diberi Vitamin E dan Minyak Ikan Berbeda
dalam Pakan. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Universitas Sam Ratulangi. Manado.25
Darwisito ., Sinjal H. J., dan Wahyuni I. 2015. Tingkat Perkembangan Gonad,
Kualitas Telur dan Ketahanan Hidup Larva Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Berdasarkan Perbedaan Salinitas. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi
Vol 2(2) : 86-94
Debataraja A., Manurung R.V., dan Hiskia. 2011, Mikrotandruser Deteksi Kadar
‘Oksigen Terlarut Aplikasi Monitoring Kualitas Air. Jurnal Imiah Elite
Elektro, Vol 2(2) : 73-78
Effendi, H. 2003, Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan, Kasinus, Yogyakarta.
Emi R., Asriyana, dan Mustafa A, 2018. Biologi Reproduksi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Perairan Rawa Aopa Watunohai Kecamatan
Angata Kabupaten Konawe Selatan,
Gustiano R., Otong Z. A., dan Nugroho E, 2008, Perbaikan Pertumbuhan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dengan Seleksi Famili. Media Akuakultur. Vol 3(2)
98-106.
Habibi., Sukendi., dan Aryani N. 2013. Kematangan Gonad Ikan Sepat Mutiara
(Trichogaster leeri Bikr) dengan Pemberian Pakan yang Berbeda, Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, Vol 1(2) : 127-134
Hamre K. 2011. Metabolism, interactions, requirements and functions of vitamin E
in fish. Aquaculuture Nutrition. Vol 17 : 98-115
Iskandar R dan Elrifadah, 2015. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) yang Diberi Pakan Buatan Berbasis Kiambang
Jurnal Ziraa’ah, Vol 40(1) : 18-24
Irawan H. 2017. Potensi Kegiatan Budidaya Perikanan di Kepulauan, Jt
Unggah Repository.
Kusnadi H. 2014. Pelatihan Pembuatan Pakan Ikan Lele, Mas, dan Nila, Makalah
Kegiatan Penelitian Pengolahan Gizi dan Pakan Ternak.
Marlina E. dan Rakhmawati, 2016, Kajian Kandungan Ammonia pada Budidaya
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Menggunakan Teknologi Akuaponik
Tanaman Tomat (Solanum Iycopersicum). Prosiding Seminar Nasional
‘Tahunan Ke-V Hasil-Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan,
Masitha L. 2013. Peran Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Betina Untuk Merangsang
Pemijahan Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus B.) dalam Metode
Cangkringan, Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.26
Mujalifah., Santoso H., dan Laili S. 2018. Kajian Morfologi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) dalam Habitat Air Tawar dan Air Payau. E-Jurnal
Imiah BIOSAINTROPIS. Vol 3(3) : 10-17.
Mulgan M., Rahimi S.A.E., dan Dewiyanti I, 2017. Pertumbuhan dan
Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Gesit (Oreochromis niloticus) pada
Sistem Akuaponik dengan Jenis Tanaman yang Berbeda. Jumal Imiah
Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, Vol 2(1) : 183-193,
Mulyani Y.N., Yulisman, dan Fitriani M. 2014. Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan
Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Dipuaskan Secara Periodik. Jumal
Akuakultur Rawa Indonesia. Vol 2(1) : 1-12
Napitu R., Santoso L., dan Suparmono, 2013, Pengaruh Penambahan Vitamin E
pad Pakan Berbasis Tepung Ikan Rucah Terhadap Kematangan Gonad Ikan
Nila Merah (Oreochromis niloticus). E-Jumal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan, Vol 1(2)
Nurhayati, Thaib A., dan Irmayani. 2018, Efektifitas Penambahan Vitamin E dalam
Ransum Pakan Terhadap Tingkat Kematangan Gonad Induk Ikan Cupang
(Betta splendens), Aquatic Sciences Journal, Vol (1) : 19-22
Panggabean T. K., Sasanti A. D., dan Yulisman, 2016. Kualitas Air, Kelangsungan
Hidup, Pertumbuhan, dan Efisiensi Pakan Nila yang diberi Pupuk Hayati Cair
pada Air Media Pemeliharaan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. Vol 4(1)
67-79.
Permatasari D. W. 2012, Kualitas Air pada Pemeliharaan Ikan Nila (Oreochromis
sp.) Intensif di Kolam Departemen Budidaya Perairan Institu Pertanian
Bogor. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan lmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Prabowo, W. 2007. Pengaruh Dosis Bacttracine Methyle Disalisilat (BMD) ¢
Egg Stimulant yang Dicampur dengan Pakan Komersil terhadap
Produktivitas Ikan Lele Sangkuriang Clarias sp. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Priambodo R. 2011. Rekontruksi Primer Polymerase Chain Reaction (PCR)
Spesifik untuk Gen Transferin pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).
Skripsi. Fakultas Matematika dan limu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia, Depok
Rachmawati D., Pinandoyo., dan Purwanti A.D. 2006. Penambahan Halquinol
dalam Pakan Buatan Untuk Meningkatkan Pertumbuhan Benih Ikan Baung
(Mystus nemurus), Jurnal Perikanan, Vol 8(1) : 92-1007
Rasyid, A. 2010. Distribusi Suhu Permukaan pada Musim Peralihan Barat-Timur
Terkait dengan Fishing Ground Ikan Pelagis Kecil di Perairan Spermonde.
Jurnal IImu Kelautan dan Perikanan, Vol, 20(1) : |
Rivandi D.O. 2014. Pemeliharaan Induk dan Larva Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) Berbasis Teknologi Bioflok. Skripsi. Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Salsabila M. dan Suprapto H. 2018. Teknik Pembesaran Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) di Instalasi Budidaya Air Tawar Pandan, Jawa Timur, Journal of
Aquaculture and Fish Health. Vol 7(3).
Sari, T. E. Y Dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika Dan Kimia Daerah
Penangkapan Ikan Perairan Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti
Propinsi Riau, Jurnal Perikanan Dan Kelautan Vol. 17(1) : 94
Sary, Intan R. 2013. Produksi Pakan Buatan Semester 2. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Satia Y., Octorina P., dan Yulfieperius. 2011. Kebiasaan Makanan Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Danau Bekas Galian Pasir Gekbrong Cianjur-
Jawa Barat, Jurnal Agroqua. Vol 9(1)
Sholekha D. 2018. Penggunaan Egg Stimulant pad Pakan Komersil Terhadap Fase
Kematangan Gonad Ikan Rono Lindy (Oryzias sarasinorum). Skripsi.
Program Studi Akuakultur, Jurusan Akuakultur. Universitas Tadulako, Palu
Silalahi, J. 2009. Analisis Kualitas Air Dan Interaksinya dengan Keaneka\ragaman
Vegetasi Akuatik Di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Sel"
Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara, Medan
Simanjuntak, M, 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di
Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Junal IImu Kelautan, Vol. 12(2) : 60-
62
Singh R., Singh A.K., dan Tripathi M. 2012. Melatonin Induced Changes in
Specific Growth Rate, Gonadal Maturity, Lipid and Protein Production in
Nile Tilapia Oreochromis niloticus (Linnaeus 1758). Journal Asian-Aust. J
Anim, Sei. Vol 25(1) : 37-43
Solang M, 2010. Indeks Kematangan Gonad Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
yang Diberi Pakan Alternatif dan Dipotong Sirip Ekornya, Saintek, Vol 5(2)
Suminto., Sani D.A.P, dan Susilowati T. 2010. Prosentase Perbedaan Pengaruh
‘Tingkat Kematangan Gonad Terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Telur dalam28
Pembenahan Buatan Abalone (Haliotis asinina). Jurnal Saintek Perikanan
Vol 6(1) : 79-87.
Tahapari E., Darmawan J., Robisalmi A., dan Setiyawan P. 2019. Penambahan
Vitamin E dalam Pakan Buatan Terhadap Kualitas Reproduksi Induk Tkan
Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Riset Akuakultur, Vol 14(4) : 243-252
Tarigan N. 2016. Percepatan Pematangan Gonad dan Peningkatan Kualitas Telur
Ikan Nilem (Ostheochilus hasselt, CV) Melalui Penambahan Vitamin E
dalam Pakan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tarigan N., Supriatna I., Setiadi M.A., dan Affandi R. 2017, Pengaruh Vitamin E
dalam Pakan Terhadap Pematangan Gonad Ikan Nilem (Ostheochilus
hasselti, CV). Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada. Vol 19(1) :1-9.
WaweruJN., Raburu P.O., dan Odhiambo E.A. 2019. Gonad Histology, Proximate
Composition and Growth Efficiency of Nile Tilapia Fed with Pawpaw
(Carica papaya) Seeds Powder. Asian Journal of Fisheries and Aquatic
Research, Vol 3(4) : 1-9
Widyastuti Y.R., Subagia J., dan Gustiano R. 2008. Reproduksi Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) Seleksi dan Non Seleksi dengan Pemijahan Buatan
Karakter Induk, Telur, Embrio dan Benih, Jurnal Ikhtiologi Indonesia. Vol
8(1).
Yulfieperius., Mikoginta 1, dan Jusadi D. 2003. Pengaruh Kadar Vitamin E dalam
Pakan Terhadap Kualitas Telur Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus). Jumnal
Ikhtiologi Indonesia. Vol 3(1).