Professional Documents
Culture Documents
net/publication/301945887
The Group Decision Support System to Evaluate the ICT Project Performance
Using the Hybrid Method of AHP, TOPSIS and Copeland Score
CITATIONS READS
5 653
4 authors, including:
Purwo Santoso
Universitas Gadjah Mada
20 PUBLICATIONS 124 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Herri Setiawan on 06 April 2017.
Abstract. Paper ini mengusulkan Konsep Group Decision Support System (GDSS) Evaluasi kinerja Proyek
Information and Communications Technology (ICT) di Instansi pemerintah daerah di Indonesia, untuk
mengatasi inkonsistensi yang mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan. Dengan mempertimbangkan aspek
perundang-undangan yang berlaku, decesion maker yang dilibatkan untuk memberikan penilaian maupun
evaluasi atas penyelenggaraan proyek ICT di istitusi pemerintahan daerah adalah Eksekutif Institusi
pemerintahan, Satuan Kerja Pengelola ICT, Satuan Pemilik Proses Bisnis, dan Masyarakat yang diwakili oleh
DPRD. Konstribusi para pembuat keputusan dalam model tersebut berupa preferensi untuk menevaluasi
alternatif-alternatif dari proyek ICT berdasar kriteria-kriteria yang ditentukan, dengan menggunakan metode-
dalam Multiple Criteria Decision Making (MCDM). Penelitian ini menyajikan kerangka kerja GDSS yang
mengintegrasikan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) , Technique for Order Preference by Similarity to
Ideal Solution (TOPSIS) dan Copeland Score. Metode AHP digunakan untuk menghasilkan bobot antar kriteria
yang akan dijadikan input dalam proses perhitungan metode TOPSIS. Dari perhitungan topsis dihasilkan
rangking proyek setiap Decision Maker, dan untuk menyatukan perbedaan preferensi antar decision maker
maka digunakan metode Copeland Score sebagai salah satu metode voting untuk menentukan ranking proyek
terbaik dari seluruh decion maker.
Keywords - GDSS; ICT; MCDM; AHP; TOPSIS; Copeland Score, Decision Maker
1. INTRODUCTION
Keuntungan utama dari Multiple Criteria Decision Making (MCDM) adalah menyediakan proses
pengambilan keputusan dengan menganalisa masalah yang kompleks, agregasi kriteria dalam proses evaluasi,
kemungkinan pengambilan keputusan yang tepat, dan ruang lingkup bagi pengambil keputusan untuk
berpartisipasi secara aktif dalam proses pengambilan keputusan [1].
Sejumlah penelitian dalam pengambilan keputusan evaluasi kinerja Proyek ICT menggunakan metode
MCDM [1][2][3][4]. Seleksi proyek yang efektif dan efisien memiliki arti penting dalam setiap organisasi,
karena proses pengambilan keputusan untuk menilai kelayakan suatu proyek adalah sangat kompleks. Dalam
penelitiannya, dilakukan pendekatan menggunakan metode AHP dan Moora [1].
Untuk menghadapi ketidakpastian dan ketidakjelasan persepsi subjektif manusia dalam proses
pengambilan keputusan, digunakan model evaluasi berdasarkan metode fuzzy multi-criteria decision-making
(FMCDM) untuk mengukur kinerja proyek-proyek pengembangan perangkat lunak [2]. Permasalahan dalam
MCDM adalah decision maker (DM) yang harus memilih alternatif terbaik yang memenuhi kriteria. Umumnya
sulit ditemukan alternatif yang memenuhi semua kriteria secara bersamaan, sehingga solusi kompromi lebih
disukai. Masalah dapat menjadi lebih kompleks ketika beberapa DM tidak memiliki persamaan persepsi
terhadap alternatif yang ada. Metode perangkingan dengan metode VIKOR diusulkan untuk mengidentifikasi
solusi kompromi tersebut. Metode ini menggunkan nilai yang tepat untuk penilaian alternatif dengan kriteria
unquantifiable, terutama jika evaluasi dilakukan dengan cara linguistik.
Kazemi dkk [3] menawarkan sebuah metode pengawasan proyek agar sesuai dengan tujuan strategis.
Langkah awal dalam usaha mengurangi risiko kegagalan proyek adalah memilih proyek yang optimal dengan
pendekatan MCDM menggunakan metode AHP dan TOPSIS. Pada model yang lain, penerapan Linear
Programming (LP) dan MCDM untuk pengambilan keputusan dilakukan dalam evaluasi pemilihan proyek
prioritas dengan beberapa kriteria yang ditetapkan [4]. Hasil analisis menunjukkan MCDM dapat digunakan
untuk untuk evaluasi kinerja proyek
Di instansi Pemerintahan Indonesia, khususnya di lingkungan Pemerintah Daerah dikenal LAKIP
(Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah), yaitu alat untuk mengukur Kinerja Instansi terkait sampai
seberapa jauh keberhasilan program-program/kegiatan-kegiatannya. Namun sayangnya pengukuran ini bersifat
umum dengan berbagai variabel yang digunakan, tidak ada yang khusus mengenai ICT saja. Dalam penelitian
yang lain, Ishak [5] melakukan tinjauan mengenai efektifitas pengukuran kinerja di setiap SKPD. Dengan
menggunakan metode analisis dari berbagai sumber data, disimpulkan bahwa akuntabilitas pemeritahan di
Indonesia masih berfokus hanya dari sisi pengelolaan keuangan saja, sementara dalam kenyataan sehari-hari
keingintahuan masyarakat tentang akuntabilatas pemerintah tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan
saja, karenya diperlukan alat ukur yang tepat dalam pengukuran kinerja SKPD tersebut. Karenanya, proyek-
proyek e-Goverment di pemerintahan perlu di lakukan evaluasi untuk mengetahui penyebab perubahan,
kekurangan, dan penyimpangan yang terjadi [6].
Paper ini menjelaskan GDSS untuk Evaluasi Kinerja Proyek ICT di instansi pemerintah daerah. GDSS
dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka,
namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka. Secara garis besar paper ini terbagi atas beberapa bagian.
Bagian pertama menjelaskan gambaran singkat tentang AHP, TOPSIS dan Copeland Score. Kemudian
dijelaskan metodologi berupa langkah-langkah bagaimana metode hybrid diterapkan, yang selanjutkan diberikan
contoh bagimana metode hybrid diimplementasikan. Pada bagian akhir disimpulkan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
Berbeda dari penelitian yang telah ada sebelumnya, selain implementasi GDSS yang menggunakan
metode hybrid, kriteria penilaian yang digunakan merupakan kriteria yang dapat digunakan dalam penilaian di
semua kategori proyek ICT, tidak hanya terbatas pada proyek ICT yang berhubungan dengan software maupun
hardware saja. Selain itu, dalam kiteria penilaian yang digunakan dipertimbangkan aspek teknis dan aspek
manajerial untuk mengakomodir semua DM.
Berdasarkan nilai-nilai kriteria tersebut dapat disusun sebuah matriks pairwise comparison A sebagai
berikut:
ai,k menyatakan elemen matriks A baris ke- i kolom ke- k dan ak,j menyatakan elemen matriks A
baris ke-k kolom ke-j.
Jumlahkan elemen setiap baris matriks A2 sehingga diperoleh suatu matriks B dengan menggunakan
rumus berikut:
𝑛
bi menyatakan elemen matriks B baris ke-i. Matriks B disusun menggunakan elemen b i seperti berikut
ini:
𝑏1
𝑏2
𝑏3
𝐵= ⋯ (4)
⋯
⋯
𝑏𝑖
𝑏𝑖 = 𝑏1 + 𝑏2 + 𝑏3 + ⋯ + 𝑏𝑖 (5)
𝑖=1
Dari matriks B yang telah diperoleh pada langkah b di atas, selanjutnya dilakukan normalisasi
terhadap matriks B untuk memperoleh nilai eigenvector dari matriks B tersebut. Nilai eigenvector
dari matriks B ini digambarkan dalam bentuk matriks E sebagai berikut :
𝑛
𝑒1 = 𝑏1 / 𝑖=1 𝑏𝑖
𝑛
𝑒2 = 𝑏2 / 𝑖=1 𝑏𝑖
𝐸= (6)
⋮
𝑛
𝑒𝑖 = 𝑏𝑖 / 𝑖=1 𝑏𝑖
h. Memeriksa konsistensi hirarki. Jika nilainya lebih dari 10 persen maka penilaian data judgement harus
diperbaiki.
x
i 1
2
ij
Keterangan simbol :
rij adalah nilai normalisasi dari tiap alternatif( i) terhadap kriteria (j) dengan i=1,2,...,m; dan j = 1,2,...,n.
xij adalah nilai dari suatu alternatif (i) terhadap kriteria (j) dengan i=1,2,...,m; dan j = 1,2,...,n.
Keterangan simbol :
- yij adalah nilai normalisasi terbobot.
- wi adalah bobot masing-masing kriteria.
- rij adalah nilai normalisasi masing-masing alternatif dimana i=1,2,...,m; dan j = 1,2,...,n.
dengan
A y1 , y2 ,, yn ; (10)
max yij ; jika j adalah atribut keuntungan
i
y
j (11)
min yij ; jika j adalah atribut biaya
i
j = 1,2,..,n.
min yij ; jika j adalah atribut keuntungan
i
y
j (12)
max yij ; jika j adalah atribut biaya
i
Keterangan simbol:
Solusi ideal positif (A+) diperoleh dengan mencari nilai maksimal dari nilai normalisasi
terbobot (yij) jika atributnya adalah atribut keuntungan dan mencari nilai minimal dari nilai
normalisasi terbobot (yij) jika atributnya adalah atribut biaya.
Solusi ideal negatif (A-) diperoleh dengan mencari nilai minimal dari nilai normalisasi terbobot
(yij) jika atributnya adalah atribut keuntungan dan mencari nilai maksimal dari nilai normalisasi
terbobot (yij) jika atributnya adalah atribut biaya.
d. Menghitung jarak antara setiap alternatif dengan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif.
Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif dirumuskan sebagai:
i = 1,2,...,m. (13)
y
n
2
Di
i yij ;
j 1
y
n
2 i = 1,2,...,m. (14)
Di ij yi ;
j 1
Keterangan simbol:
Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal positif (yj+) yang dinyatakan dengan simbol Di+
diperoleh dari nilai akar dari jumlah nilai tiap alternatif yang diperoleh dengan nilai normalisasi
terbobot untuk setiap alternatif (yij) di kurangi solusi ideal positif (yi+) kemudian di pangkat
dua.
Jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif (yj -) yang dinyatakan dengan simbol Di-
diperoleh dari nilai akar dari jumlah nilai tiap alternatif yang diperoleh dengan nilai
ternormalisasi terbobot untuk setiap alternatif (yij) di kurangi solusi ideal negatif (yj -)
kemudian di pangkat dua.
Keterangan simbol :
Vi (nilai preferensi untuk setiap alternatif) diperoleh dari nilai jarak antara alternatif Ai dengan
solusi ideal negatif (Di-) dibagi dengan jumlah nilai jarak antara alternatif Ai dengan solusi
ideal negatif (Di-) ditambah jumlah nilai jarak antara alternatif Ai dengan solusi ideal negatif
(Di+).
Nilai Vi yang lebih besar menunjukkan bahwa alternatif Ai lebih dipilih.
Pair-wise contest
Berdasarkan Gambar 1. ditampilkan tiga buah tabel yaitu Tabel preference profiles, Tabel pair-wise
contest, dan Tabel voting results. Tabel preference profiles memperlihatkan bahwa terdapat empat pilihan yaitu
a, b, c, dan d. Sebanyak 45% dari populasi lebih menyukai a dari pada d, b, dan c ( lihat baris pertama pada
Tabel preference profile). Tabel pair wise contests menunjukkan bahwa satu pilihan (misalkan a) dibandingkan
dengan keseluruhan pilihan (b, c, d). Perbandingan berpasangan ini dikerjakan secara satu per satu dan
dikenakan kepada keseluruhan peserta pilihan.
Pada baris pertama diantara perbandingan berpasangan a terhadap b (lihat pada Tabel preference profile)
45% dari populasi lebih menyukai a dibandingkan b, sedangkan pada baris kedua, 40% dari populasi lebih
menyukai b dibandingkan a, sementara pada baris ketiga, 15% dari populasi lebih menyukai b dibandingkan a.
Artinya ada 45% dari populasi yang lebih menyukai a dibandingkan b, sementara ada 55% (tambahkan jumlah
populasi yang lebih menyukai b) yang lebih menyukai b dibandingkan a. Maka, b terpilih sebagai winner dari
perbandingan berpasangan a terhadap b. Perbandingan juga dilakukan terhadap kandidat lain, sebagaimana
dijelaskan seperti diatas.
Tabel pair wise contests memperlihatkan bahwa sebagai winner, pilihan a tampil sebanyak 2x (dua kali). Pilihan
b tampil sebanyak 3x (tiga kali). Pilihan d tampil sebanyak 1 x (satu kali), sedangkan untuk pilihan c tidak
tampil.
Berdasarkan tabel pair wise contests maka dapat dilihat pilihan a memiliki kemenangan sebanyak 2x
(dua kali) terhadap c dan d, dan kekalahan 1x (satu kali) terhadap b. Untuk menentukan apakah pilihan a
menjadi pilihan terbaik atau tidak, maka dilakukan operasi pengurangan antara frekwensi kemenangan dengan
frekwensi kekalahan. Tabel voting results memperlihatkan bahwa pilihan b memiliki frekwensi terbanyak.
Berdasarkan frekwensi tersebut, maka alternatif b terpilih sebagai pemenang voting.
3. RESEARCH METHOD
3.1 Pengelompokkan Jenis Proyek ICT
Proyek-proyek di instansi pemerintah daerah yang termasuk Proyek ICT adalah sebagai berikut [15]:
a. Pembangunan/Pengembangan Perangkat Lunak
b. Pengadaan/Pemeliharaan Perangkat Keras
c. Pembangunan/Pemeliharaan Jaringan
d. Pembelian/Sewa Bandwith
e. Pendidikan/Pelatihan Staff TIK
Parameter Outcome
Kriteria Decision Maker
6 Efektifitas Proyek (C6) Eksekutif Institusi pemerintahan (DM3) dan
7 Kepuasan Pengguna Proyek (C7) Masyarakat yang diwakili oleh DPRD (DM4)
Evaluasi proyek-proyek ICT di instansi pemerintah memerlukan penilaian dari Eksekutif Institusi
pemerintahan, Satuan Kerja Pengelola TIK, Satuan Pemilik Proses Bisnis, dan Masyarakat. Para pemangku
kepentingan pengelola TIK sebagai kelompok pengambil keputusan memiliki kriteria penilaian berdasarkan
indikator kinerja sesuai tugas dan fungsinya. Dalam pemberian penilaian kinerja akan digunakan kriteria-
kriteria kualitatif dan kuantitatif, pada kriteria yang bersifat kualitatif akan digunakan variabel linguistik.
Variabel linguistik adalah sebuah variabel dimana nilainya berupa kata-kata atau kalimat dalam bahasa alami
atau buatan [19].
Kemudian, untuk membuat kesimpulan hasil capain Proyek ICT, digunakan skala pengukuran kinerja
berdasar kriteria yang ada. Skala pengukuran dibuat berdasarkan pertimbangan masing-masing decision
maker. Tabel 3 merupakan skala pemberian bobot penilaian yang digunakan.
Risiko Proyek
Merupakan dampak risiko yang ditimbulkan, yang didefinisikan sebagai berikut [20]:
Kritis: Jika risiko ini terjadi proyek akan gagal. Persyaratan minimum proyek tidak akan terpenuhi.
Serius: Jika risiko ini terjaid, proyek akan mengalami peningkatan biaya/jadwal. Persyaratan
minimum proyek yang dapat diterima terpenuhi. Persyaratan sekunder tidak dapat dipenuhi.
Moderate: Jika risiko ini terjadi, proyek akan menghadapi peningkatan biaya/jadwal. Persyaratan
minimum proyek yang dapat diterima terpenuhi. Beberapa persyaratan sekunder tidak dapat
dipenuhi.
Minor: : Jika risiko ini terjadi, proyek akan mengalami peningkatan biaya/jadwal sedikit.
Persyaratan minimum yang dapat diterima terpenuhi. Sebagian persyaratan sekunder akan dipenuhi.
Diabaikan: Jika risiko ini terjadi, tidak akan berpengaruh pada proyek. Semua persyaratan akan
dipenuhi.
Masing-masing memiliki kriteria memiliki penilaian kinerja yang dinyatakan dalam skala pengukuran.
x
i 1
2
ij
e. Menghitung jarak antara setiap alternatif dengan solusi ideal positif dan solusi ideal negatif (TOPSIS).
D+1 0.012712 D-1 0.130907
D+2 0.110520 D-2 0.085217
D+3 0.043126 D-3 0.035806
D+4 0.110088 D-4 0.120157
D+5 0.154066 D-5 0.132746
D+6 0.035516 D-6 0.000000
D+7 0.110088 D-7 0.120157
D+8 0.103272 D-8 0.116746
D+9 0.101414 D-9 0.134992
D+10 0.092180 D-10 0.114053
f. Menentukan nilai kedekatan setiap alternatif terhadap solusi ideal (preferensi) (TOPSIS).
P1 0.911489 P1 0.911489 Pemenang
P2 0.435366 P9 0.571017
P3 0.453630 P10 0.553032
P4 0.521865 P8 0.530622
P5 0.462834 P4 0.521865
P6 0.000000 P7 0.521865
P7 0.521865 P5 0.462834
P8 0.530622 P3 0.453630
P9 0.571017 P2 0.435366
P10 0.553032 P6 0.000000
Hasil voting ditampilkan secara berurutan sesuai ranking dari perolehan score frekwensi kemenangan
yang tertinggi sampai yang terendah dari keempat DM, yang dapat dilihat pada Tabel 12.
CONCLUTION
Dalam paper ini ditawarkan metode hybrid dalam MCDM untuk mengevaluasi Proyek ICT di instansi
pemerintah daerah di Indonesia berdasarkan konsep Group Decession Support System (GDSS).
Konsep GDSS dapat mengatasi inkonsistensi yang mungkin terjadi dalam pengambilan keputusan,
karena dengan GDSS keputusan diambil berdasarkan model perhitungan yang bersifat matematis. Konstribusi
para pembuat keputusan dalam model tersebut berupa preferensi untuk memilih alternatif-alternatif dari Proyek
ICT berdasar kriteria-kriteria yang ditentukan, dengan menggunakan hybrid metode AHP, TOPSIS dan
Copeland Score. Dari contoh implementasi dihasilkan rangking proyek terbaik dari hasil penilaian seluruh DM
adalah Proyek 1, Proyek 3 dan 10 yang memiliki kinerja yang sama, sementara Proyek 5 memiliki kinerja
terburuk.
Penelitian kami selanjutnya akan difokuskan pembangunan protoype berbasis web sebagai bentuk
implementasi model yang diusulkan. Prototype yang dibuat merupakan salah satu usaha sebagai jawaban atas
permasalahan dalam evaluasi kinerja Proyek ICT di instansi pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
[1] T. Bakshi, A. Sinharay, and B. Sarkar, “Exploratory Analysis of Project Selection through MCDM,” in
ICOQM-10, 2011, pp. 128–133.
[2] G. Büyüközkan and D. Ruan, “Evaluation of software development projects using a fuzzy multi-criteria
decision approach,” Math. Comput. Simul., vol. 77, no. 5–6, pp. 464–475, May 2008.
[3] S. M. Kazemi, S. M. M. Kazemi, and M. Bahri, “Six Sigma project selections by using a Multi Criteria
Decision making approach: a Case study in Poly Acryl Corp.,” in Proceedings of the 41st International
Conference on Computers & Industrial Engineering, 2011, pp. 502–507.
[4] H. Ismaili, “Multi-Criteria Decision Support for Strategic Program Prioritization at Defence Research
and Development Canada,” University of Ottawa, 2013.
[5] M. Ishak, “Kebijkaan Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah,” INOVASI, vol. 6th, pp. 143–151, 2009.
[6] G. J. Victor, A. Panikar, and V. K. Kanhere, “E-government Projects – Importance of Post Completion
Audits,” in International Conference of e-government (ICEG), 2007, pp. 189–199.
[7] S. Kusumadewi, S. Hartati, A. Hardjoko, and R. Wardoyo, Fuzzy Multi Attribute Decision Making
(Fuzzy MADM), First. Jogyakarta: Graha Ilmu, 2006.
[8] H.-J. Zimmermann, Fuzzy Set Theory and Its Applications, Second Edi. Boston, MA: Kluwer Academic
Publishers, 1991.
[9] T. L. Saaty, The Analytic Hierarchy Process: Planning, Priority Setting, Resource Allocation. New
York, NY: McGraw-Hill, 1980.
[10] T. L. Saaty, Fundamentals of Decision Making and Priority Theory With the Analytic Hierarchy
Process. Pittsburgh: RWS Publications, 2000.
[11] C.-L. Hwang and K. Yoon, Multiple Attribute Decision Making : Methods and applications. New York:
Springer Berlin Heidelberg, 1981.
[12] S. K. Cheng, “Development of a Fuzzy Multi-Criteria Decision Support System for Municipal Solid
Waste Management .’ A Thesis,” University of Regina, 2000.
[13] B. Gavish and J. H. Gerdes, “Voting mechanisms and their implications in a GDSS environment,” Ann.
Oper. Res., vol. 71, pp. 41 – 74, 1997.
[14] Ermatita, S. Hartati, R. Wardoyo, and A. Harjoko, “Development of Copeland Score Methods for
Determine Group Decisions,” Int. J. Adv. Comput. Sci. Appl., vol. 4, no. 6, pp. 240–242, 2013.
[15] H. Setiawan, J. E. Istiyanto, R. Wardoyo, and P. Santoso, “The Use of KPI In Group Decision Support
Model of ICT Projects Performance Evaluation,” in International Conference on Electrical
Engineering, Computer Science and Informatics (EECSI 2015), 2015, no. August, pp. 19–20.
[16] PMI, A Guide to the Project Management Body of Knowledge - PMBOK Guide. 2013.
[17] ISO/IEC, Information technology — Software engineering — Software measurement process, no.
September. 2001.
[18] “Standard Performance Evaluation Corporation.” [Online]. Available: https://www.spec.org/.
[Accessed: 02-Jan-2016].
[19] L. A. Zadeh, “The Concept of Linguistic Variable and ITs Application to Aprroximate Reasoning-II,” in
Information Sciences, vol. 357, 1975, pp. 301–357.
[20] P. A. Engert and Z. F. Lansdowne, “Risk Matrix User ’ s Guide,” Bedford, Massachusetts, 1999.