You are on page 1of 8

1.

1 Latar Belakang Masalah


Planet bumi telah diciptakan untuk menjadi tempat kehidupan yang baik. Didalamny
a terdapat berbagai jenis makluk hidup yang memiliki peran dan fungsi berbeda. S
egala perbedaan peran yang dijumpai dalam kehidupan mendukung fungsi kehidupan a
gar dapat berjalan dengan baik. Manusia sebagai makluk dengan tingkatan tertingg
i, bertanggung jawab menjaga keseimbangan kehidupan dan kelestarian semua makluk
hidup.
Salah satu hewan yang berperan penting bagi lingkungan dan kesejahtraan manusia
secara umum adalah cacing tanah. Hewan ini tidak asing lagi bagi masyarakat, ter
utama masyarakat pedesaan yang kebanyakan adalah petani. Hewan yang tampak lemah
dan menjijikan ini, seolah-olah tidak memiliki manfaat apapun bagi manusia. Tet
api seiring perkembangan pengetahuan dan teknologi, manusia mulai menyadari arti
penting dan peranan cacing tanah.
Seorang ilmuan biologi terkenal yang bernama Charles Darwin telah menghabiskan w
aktunya hampir selama 40 tahun untuk mengamati kehidupan cacing tanah. Ia menyeb
ut cacing tanah sebagai salah satu penentu kesuburan tanah. Para petani pun tela
h mengetahui secara turun-temurun bahwa tanah yang mengandung cacing tanah kesub
urannya meningkat.
Cacing tanah dalam berbagai hal mempunyai arti penting, misalnya bagi lahan pert
anian. Lahan yang banyak mengandung cacing tanah akan menjadi subur, sebab kotor
an cacing tanah yang bercampur dengan tanah telah siap untuk diserap akar tumbuh
-tumbuhan. Cacing tanah juga dapat menigkatkan daya serap air permukaan. Lubang-
lubang yang dibuat oleh cacing tanah meningkatkan konsentrasi udara dalam tanah.
Disamping itu pada saat musim hujan lubang tersebut akan melipatgandakan kemamp
uan tanah menyerap air. Secara singkat dapat dikatakan cacing tanah berperan mem
perbaiki dan mempertahankan struktur tanah agar tetap gembur.
Kemelimpahan cacing tanah pada suatu lahan dipengaruhi oleh ketersediaan bahan o
rganik, keasaman tanah, kelembaban dan suhu atau temperatur. Cacing tanah akan b
erkembang dengan baik bila faktor lingkungan tersebut sesuai dengan kebutuhannya
. Tetapi sistem pertanian manusia akhir-akhir ini yang tergantung penuh pada pen
ggunaan bahan kimia telah mengusik habitat cacing tanah. Keseimbangan lingkungan
akan rusak dan berantakan bila cacing tanah sampai mengalami kepunahan, apalagi
bila itu akibat ulah manusia.
Menurut Neal D. Buffaloe dalam buku Animal and Plant Diversity maka sistematika
cacing tanah dapat ditulis sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Annelida
Class : Oligochaeta
Famili : Lumbridae
Genus : Lumbricus
Spesies : Lumbricus sp
Secara sederhana class Oligochaeta dibagi menjadi lima famili yaitu Moniligastri
dae, Eudrillidae, Glosscolidae, Lumbridae dan Megascolidae. Lumbridae dan Megasc
olidae adalah Oligochaeta yang bersifat teristris. Jenis dari kedua famili ini m
eliputi : Lumbricus, Allobophora, Eutyphoeus, Eisenia, Pheretima, Perionyx, Dipl
ocardia, Lidrillus.
Identifikasi cacing tanah secara kasar adalah dengan melihat bentuk luarnya (mor
fologi) dan yang lebih teliti dengan melihat organ-organ dan jaringan-jaringanny
a secara mikroskopis. Cara kasar dapat dilakukan dengan dengan memperhatikan let
ak klitelum, letak seta, banyaknya seta dan banyaknya segmen. Misalnya pada lumb
ricus letak klitelumnya pada segmen 27 s/d 32, sedangkan pada pheretima letak kl
itelumnya pada segmen 14 s/d 16. Banyaknya segmen pada cacing tanah juga bervari
asi, pada pheretima jumlah segmen berkisar antara 90-132, sedangkan pada lumbric
us jumlah segmennya antara 90-195.
Mengingat fungsinya yang penting secara ekologi dan kesejahtraan manusia, maka p
erlu dikaji secara lebih mendalam tentang karakteristik cacing tanah. Pengkajian
ini meliputi aspek tingkah laku dan adaptasi cara hidup dari cacing tanah di ha
bitatnya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1) Bagaimana struktur tubuh cacing tanah?
2) Bagaimana habitat cacing tanah?
3) Bagaimana prilaku cacing tanah sehari-hari pada habitatnya?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, adapaun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1) Untuk mengetahui struktur tubuh cacing tanah
2) Untuk mengetahui habitat cacing tanah
3) Untuk mengetahui prilaku cacing tanah sehari-hari pada habitatnya.
1.4 Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan semakin menambah wawasan dan informasi pembaca terkait ti
ngkah laku dan adaptasi cacing tanah. Secara tidak langsung juga mengetahui arti
penting cacing tanah bagi kelestarian lingkungan dan kesejahtraan manusia.
2.1 Tempat Penelitian
Penelitian tentang prilaku cacing tanah ini dilakukan pada habitat aslinya yaitu
pada suatu kebun di Banjar Badingkayu, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan Ka
bupaten Jembrana, Bali. Kebun tempat dilakukan penelitian merupakan kebun yang d
itanami beranekaragam tanaman, seperti kakao, pisang, kopi, cabai kelapa dan cen
gkeh.
2.2 Waktu Penelitian
Proses pengamatan dilakukan pada libur Galungan-Kuningan pada pertengahan bulan
Maret 2009. Waktu pengamatan kira-kira selama 2 minggu. Untuk memperjelas pengam
atan, penulis juga memelihara beberapa ekor cacing tanah pada kotak kaca yang di
isi dengan tanah dengan dicampur kulit kakao yang membusuk.
2.3 Alat Bantu Mengumpulkan Data
Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan lembar observasi prilaku hewa
n harian. Untuk membantu pengumpulan data dan pengamatan, penulis juga menggunak
an kamera dan kamera video untuk merekam prilaku cacing tanah.
2.4 Analisis Data
Data yang sudah didapat dari hasil observasi selanjutnya dianalisis secara menda
lam dengan menggunakan buku-buku pustaka yang terkait. Untuk menambah pemahaman
terkait struktur anatomi dan fisiologi cacing tanah peneliti juga menggunakan su
mber-sumber dari internet.
3.1 Struktur Tubuh Cacing Tanah
Cacing tanah memiliki segmen di bagian luar dan dalam tubuhnya. Antara satu segm
en dengan segmen lainya terdapat sekat yang disebut septa. Pembuluh darah, siste
m ekskresi, dan sistem saraf di antara satu segmen dengan segmen lainnya saling
berhubungan menembus septa. Rongga tubuh berisi cairan yang berperan dalam perge
rakkan annelida dan sekaligus melibatkan kontraksi otot. Ototnya terdiri dari ot
ot melingkar (sirkuler) dan otot memanjang (longitudinal).
Sistem pencernaan cacing tanah sudah lengkap, terdiri dari mulut, faring, esofag
us (kerongkongan), kelenjar kalsiferous usus, dan anus. Proses pencernaan dibant
u oleh enzim - enzim yang dikeluarkan oleh getah pencernaan secara ekstrasel. Ma
kanan cacing tanah berupa daun-daunan serta sampah organik yang sudah lapuk. Cac
ing tanah dapat mencerna senyawa organik tersebut menjadi molekul yang sederhana
yang dapat diserap oleh tubuhnya. Sisa pencernaan makanan dikeluarkan melalui a
nus.
Cacing tanah mempunyai alat peredaran darah yang terdiri atas pembuluh darah pun
ggung, pembuluh darah perut dan lima pasang lengkung aorta. Lengkung aorta berfu
ngsi sebagai jantung. Cacing tanah memiliki sistem peredaran darah tertutup. Dar
ahnya mengandung hemoglobin, sehingga berwarna merah. Pembuluh darah yang meling
kari esopagus berfungsi memompa darah keseluruh tubuh. Sistem saraf annelida ada
lah sistem saraf tangga tali. Ganglia otak terletak di depan faring pada anterio
r.
Ekskresi dilakukan oleh organ ekskresi yang terdiri dari nefridia, nefrostom, da
n nefrotor. Nefridia (tunggal nefridium) merupaka organ ekskresi yang terdiri da
ri saluran. Nefrostom merupakan corong bersilia dalam tubuh. Nefrotor merupaka p
ori permukaan tubuh tempat kotoran keluar. Terdapat sepasang organ ekskresi tiap
segmen tubuhnya
3.2 Habitat Cacing Tanah
Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, subur dan suhunya tidak terlal
u dingin. Untuk pertumbuhannya yang baik, cacing ini memerlukan tanah yang sedik
it asam sampai netral atau pH 6-7,2. Kulit cacing tanah memerlukan kelembabancuk
up tinggi agar dapat berfungsi normal dan tidak rusakyaitu berkisar 15% - 30%. S
uhu yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan antara 15oC-25oC.
Pengaruh pH
Cacing tanah memiliki sistem pencernaan yang kurang sempurna, karena sedikitnya
enzim pencernaan. Oleh karena itu cacing tanah memerlukan bantuan bakteri untuk
merubah/memecahkan bahan makanan. Aktivitas bakteri yang kurang dalam makanannya
menyebabkan cacing tanah kekurangan makanan dan akhirnya mati karena tidak ada
yang membantu pencernaan senyawa karbohidrat dan protein. Namun bila makanan ter
lalu asam sehingga aktivitas bakteri berlebihan. Hal ini akan menyebabkan terjad
inya pembengkakan tembolok cacing tanah dan berakhir dengan kematian pula. Keada
an makanan atau lingkungan yang terlalu basah, mengakibatkan cacing tanah keliha
tan pucat dan kemudian mati. Untuk pertumbuhan yang baik dan optimal diperlukan
pH antara 6,0 sampai 7,2.
Pengaruh kelembaban
Sebanyak 85 % dari berat tubuh cacing tanah berupa air, sehingga sangatlah penti
ng untuk menjaga media pemeliharaan tetap lembab (kelembaban optimum berkisar an
tara 15 - 30 %). Tubuh cacing mempunyai mekanisme untuk menjaga keseimbangan air
dengan mempertahankan kelembaban di permukan tubuh dan mencegah kehilangan air
yang berlebihan. Cacing yang terdehidrasi akan kehilangan sebagian besar berat t
ubuhnya dan tetap hidup walaupun kehilangan 70 - 75 % kandungan air tubuh. Keker
ingan yang berkepanjangan memaksa cacing tanah untuk bermigrasi ke lingkungan ya
ng lebih cocok.
Kelembaban sangat diperlukan untuk menjaga agar kulit cacing tanah berfungsi nor
mal. Bila udara terlalu kering, akan merusak keadaan kulit. Untuk menghindarinya
cacing tanah segera masuk kedalam lubang dalam tanah, berhenti mencari makan da
n akhirnya akan mati. Bila kelembaban terlalu tinggi atau terlalu banyak air, ca
cing tanah segera lari untuk mencari tempat yang pertukaran udaranya (aerasinya)
baik. Hal ini terjadi karena cacing tanah mengambil oksigen dari udara bebas un
tuk pernafasannya melalui kulit. Kelembaban yang baik untuk pertumbuhan dan perk
embangbiakan cacing tanah adalah antara 15% sampai 30%.
Pengaruh Suhu
Suhu yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mempengaruhi proses-proses f
isiologis seperti pernafasan, pertumbuhan, perkembangbiakan dan metabolisme. Suh
u rendah menyebabkan kokon sulit menetas. Suhu yang hangat (sedang) menyebabkan
cepat menetas dan pertumbuhan cacing tanah setra perkembangbiakannya akan berjal
an sempurna. Suhu yang baik antara 15oC-25oC. Suhu yang lebih tinggi dari 25oC m
asih baik asalkan ada naungan yang cukup dan kelembaban yang optimal.
3.3 Prilaku Cacing Tanah Sehari-hari Pada Habitatnya
Penelitian tentang prilaku cacing tanah ini dilakukan pada habitat aslinya yaitu
pada suatu kebun di Banjar Badingkayu, Desa Pengeragoan, Kecamatan Pekutatan Ka
bupaten Jembrana. Kebun tempat dilakukan penelitian merupakan kebun yang ditanam
i beranekaragam tanaman, seperti kakao, pisang, kopi, cabai kelapa dan cengkeh.
Cacing tanah biasanya dijumpai ditanah sekitar tumpukan kulit-kulit kakao yang m
ulai membusuk atau pada busukan batang pisang. Proses pengamatan dilakukan pada
libur Galungan-Kuningan pada pertengahan bulan Maret 2009. Waktu pengamatan kira
-kira selama 2 minggu. Untuk memperjelas pengamatan, peneliti juga memelihara be
berapa ekor cacing tanah pada kotak kaca yang diisi dengan tanah dengan dicampur
kulit kakao yang membusuk.
Berdasrkan pengamatan peneliti cacing tanah keluar permukaan hanya pada saat-saa
t tertentu. Pada siang hari, cacing tanah tidak pernah keluar kepermukaan tanah,
kecuali jika saat itu terjadi hujan yang cukup menggenangi liangnya. Cacing tan
ah takut keluar pada siang hari karena tidak kuat terpapar panas matahari terlal
u lama. Pemanasan yang terlalu lama menyebabkan banyak cairan tubuhnya yang akan
menguap. Cairan tubuh cacing tanah penting untuk menjaga tekanan osmotik koloid
al tubuh dan bahan membuat lendir. Lendir yang melapisi permukaan tubuh salah sa
tunya berfungsi memudahkan proses difusi udara melalui permukaan kulit.
Cacing tanah akan keluar terutama pada pagi hari sesudah hujan. Hal ini dilakuka
n karena sesaat setelah hujan, biasanya liang mereka terendam air sehingga aeras
i dalam liang tidak bagus sehingga mereka keluar dalam rangka menghindari keadaa
n kesulitan bernafas dalam liang. Cacing tanah juga tidak kuat bila terendam air
terlalu lama sehingga cendrung menghindar dari genangan air yang dalam. Dalam k
eadaan normal mereka akan pergi kepermukaan tanah pada malam hari. Pada malam su
hu udara tidak panas dan kelembaban udara tinggi sehingga cacing tanah bisa beba
s keluar untuk beraktivitas. Dalam keadaan terlalu dingin atau sangat kering cac
ing tanah segera masuk kedalam liang, beberapa cacing sering terdapat meligkar b
ersama-sama dengan diatasnya terdapat lapisan tanah yang bercampur dengan lendir
. Lendir dalam hal ini berfungsi sebagai isolator yang mempertahankan suhu tubuh
cacing tanah agar tidak terlalu jauh terpengaruh oleh suhu lingkungan. Posisi m
elingkar dalam liang memperkecil kontak kulit dengan udara sehingga memperkecil
pengaruh dari suhu udara luar.
Prilaku Makan Cacing Tanah
Sistem pencernaan cacing tanah sangat adaptif dengan aktivitas makan dan menggal
i pori-pori tanah. Makanan utama cacing tanah adalah bahan organik. Bahan-bahan
organik tanah dapat berasal dari serasah (daun yang gugur), kotoran ternak atau
tanaman dan hewan yang mati. Cacing tanah menyukai bahan yang mudah membusuk kar
ena lebih mudah dicerna oleh tubuhnya. Namun cacing tanah tidak menyukai serasah
daun yang mengandung tanin atau minyak seperti daun cengkeh, pinus dan jeruk. T
anin bersifat toksik bagi cacing tanah. Hal ini terlihat dari pengamatan penelit
i bahwa tanah di bawah tumpukan serasah daun cengkeh sama sekali tidak dijumpai
adanya cacing tanah. bahkan peneliti juga mencoba menggali tanah samapi 30 cm na
mun cacing tanah tetap tidak berhasil dijumpai.
Makanan cacing tanah diambil melalui struktur organ yang disebut prostomium (set
ara bibir pada manusia), lalu dimasukkan kedalam mulut, kemudian kedalam faring,
ke esophagus lalu ketembolok (pro pentriculus). Disini makanan disimpan untuk s
ementara kemudian masuk kedalam lambung otot. Didalam lambung otot makanan dihan
curkan oleh gerakan otot lambung. cacing tanah makan pasir atau benda lainnya de
ngan tujuan membantu menghancurkan makanan dalam lambung. Makanan yag telah halu
s masuk kedalam usus halus (intestinum). Didalam usus halus makanan dipecahkan d
ari bentuk kompleks menjadi bentuk sederhana sehingga dapat dipakai oleh tubuh.
Aktivitas penghancur makanan menjadi zat makanan sederhana tadi dilakukan oleh e
nzim-enzim tertentu, aktivitas bakteri dan protozoa yang masuk bersama-sama maka
nan. Zat makanan kemudian diabsorbsi oleh dinding usus halus masuk kedalam pembu
luh darah dan strusnya diedarkan keseluruh tubuh. Sisa-sisa makanan yang tidak d
icerna keluar bersama-sama kotoran lainnya dalam bentuk kotoran cacing tanah ata
u casting.
Proses pencernaan cacing tanah sangat terkait dengan siklus nutrisi atau zat org
anik dalam tanah. Cacing tanah berfungsi menyebarkan kembali zat-zat organik dal
am tanah dengan cara mengonsumsi, memecahnya, dan mengeluarkannya kembali. Keban
yakan materi yang dicerna cacing tanah tidak dapat dipecahkan, dan sebagian besa
r dikeluarkan kembali tanpa dicerna. Kotoran cacing yang banyak mengandung nitro
gen. Beberapa mikroorganisme dari saluran pencernaan cacing keluar bersama kotor
an cacing untuk meningkatkan proses penguraian di dalam tanah. Selanjutnya, mikr
oba akan mengubah kotoran cacing tanah menjadi humus yang kaya zat hara yang bis
a diserap akar tanaman. Bakteri tanah dan mikroorganisme tanah berperanan dalam
mencerna makanan cacing, dan memperoleh keuntungan dari kotoran cacing. Aktivita
s cacing tanah ini secara konstan dapat meningkatkan pH pada tanah asam. Ini kar
ena, cacing dapat mengeluarkan kapur dalam bentuk kalsium karbonat (CaCO3) atau
dolomit pada lapisan di bawah permukaan tanah. Cacing juga dapat menurunkan pH p
ada tanah yang berkadar garam tinggi.
Pergerakan Cacing Tanah
Tubuh cacing tanah terdiri dari segmen-segmen dan memiliki struktur organ-organ
sederhana, yang justru menyebabkan cacing tanah dapat terus beradaptasi dengan l
ingkungan hidupnya. Cacing tanah tidak memiliki alat gerak seperti kaki dan tang
an, otot badannya yang memanjang (longitudinal) dan otot badannya yang melingkar
tebal (sirkuler) ternyata sangat berguna untuk pergerakan. Kontraksi otot longi
tudinal menebabkan tubuh cacing tanah bisa memanjang dan memendek. Sedangkan kon
traksi otok sirkuler menyebabkan tubuh cacing tanah mengembang dan mengkerut. Si
nkronisasi kontraksi kedua jenis otot ini menimbulkan gaya gerak kedepan. Kalau
diperhatikan kelihatan lemah, tetapi sebetulnya tidak demikian, cacing tanah ter
masuk relatif kuat karena dengan susunan otot yang melingkar dan memanjang cacin
g tanah dapat menembus tanah. Cacing tanah dapat mendorong suatu benda atau batu
kecil yang 60x lebih berat dari tubuhnya sendiri, tetapi bila tidak dapat didor
ong, tanah itu akan dimakannya dan setelah itu bersama-sama kotoran dikeluarkan
atau disembulkan melalui anus
Cacing tanah juga mempunyai struktur pembantu pergerakan yang disebut seta, fung
sinya adalah sebagai jangkar supaya lebih kokoh pada tempat bergeraknya. Bila se
ekor cacing tanah ditarik dari lubangnya, tubuhnya akan putus. Hal ini disebabka
n karen daya lekat seta. Alat bantu lainnya adalah lendir yang dihasilkan oleh k
elenjar lendir pada epidermisnya. Lendir (mucus) ini terus diproduksi untuk mela
pisi seluruh tubuhnya, supaya lebih mudah bergerak ditempat-tempat yang kasar, m
isalnya pada daun-daun dan ranting-ranting tanaman yang gugur. Lendir dipakai un
tuk memperlicin saluran atau lubang didalam tanah, sehingga leluasa bergerak did
alam lubang.
Prilaku Kawin Cacing Tanah
Cacing tanah memiliki alat kelamin jantan dan betina pada satu tubuh (hermaprodi
te). Tetapi cacing tanah tidak dapat membuahi dirinya sendiri. Dari perkawinan m
asing-masing cacing tanah akan menghasilkan kokon yang berisi telur-telur. Pada
waktu mengadakan perkawinan, kedua cacing tanah saling melekat dibagian anterior
, dengan posisi saling berlawanan. Keadaan saling melekat ini diperkuat oleh set
a. Dalam posisi demikian klitelum masing-msing cacing akan mengeluarkan lendir.
Guna lendir tersebut terutama untuk melindungi spermatozoa yang keluar dari luba
ng alat kelamin jantan masing-masing. Kedua cacing ini berperan sebagai hewan ja
ntan (keduanya mengeluarkan spermatozoa). Spermatozoa yang keluar kemudian berge
rak ke posterior dan masuk kedalam lubang kantong penerimaan sperma (reseptakulu
m seminalis). Cacing tanah I dan cacing tanah II masing-masing saling menerima s
permatozoa setelah itu mereka akan berpisah.
Proses berikutnya adalah mula-mula klitelum membentuk selubung kokon, yang berge
rak ke arah mulut dan bertemu dengan saluran telur. Telur-telur kemudian keluar
dari lubang tersebut dan masuk kedalam kokon. Selubung kokon selanjutnya bergera
k kearah mulut. Pada saat melewati lubang penerima sperma, maka sperma ini akan
masuk kedalam selubung kokon sehingga terjadi peristiwa pembuahan. Telur yang te
lah dibuahi dalam selubung kokon terus bergerak kearah mulut, sampai akhirnya se
lubung kokon itu lepas dari tubuh induknya dan membentuk kokon.
Kokon berbentuk lonjong dan besarnya kira-kira 1/3 kali besarnya batang korek ap
i. Kokon diletakkan ditempat yang lembab dan akan menetas dalam waktu 14-21 hari
. Setiap kokon akan menghasilkan cacing sebanyak 2-20 ekor, rata-rata secara umu
m adalah 4 ekor. Diperkirakan 100 ekor cacing dewasa dapat menghasilkan 100.000
cacing dalam waktu 1 tahun. Cacing mulai dewasa setelah berumur 2-3 bulan, setia
p cacing dewasa dapat menghasilkan satu kokon setiap 7-10 hari.
Prilaku Membuang Kotoran Cacing Tanah
Cairan dalam rongga tubuh cacing tanah mengandung substansi dan zat sisa. Zat si
sa ada dua bentuk, yaitu amonia dan zat lain yang kurang toksik, yaitu ureum. Ol
eh karena cacing tanah hidup di dalam tanah dalam lingkungan yang lembab, anelid
a mendifusikan sisa amonianya di dalam tanah tetapi ureum diekskresikan lewat si
stem ekskresi.
Sistem ekskresi Filum Anelida pada umumnya berupa tersusun dari organ nefridium
yang sering juga disebut metanefridium. Cacing tanah merupakan salah satu anggot
a Filum Anelida, setiap segmen dalam tubuhnya mengandung sepasang metanefridium,
kecuali pada tiga segmen pertama dan terakhir. Metanefridium memiliki dua luban
g. Lubang yang pertama berupa corong, disebut nefrostom (di bagian anterior) dan
terletak pada segmen yang lain. Nefrostom bersilia dan bermuara di rongga tubuh
(pseudoselom). Rongga tubuh ini berfungsi sebagai sistem pencernaan. Corong (ne
frostom) akan berlanjut pada saluran yang berliku-liku pada segmen berikutnya. B
agian akhir dari saluran yang berliku-liku ini akan membesar seperti gelembung.
Kemudian gelembung ini akan bermuara ke bagian luar tubuh melalui pori yang meru
pakan lubang (corong) yang kedua, disebut nefridiofor.
Cairan tubuh ditarik ke corong nefrostom masuk ke nefridium oleh gerakan silia d
an otot. Saat cairan tubuh mengalir lewat celah panjang nefridium, bahan-bahan y
ang berguna seperti air, molekul makanan, dan ion akan diambil oleh sel-sel tert
entu dari tabung. Bahan-bahan ini lalu menembus sekitar kapiler dan disirkulasik
an lagi. Sampah nitrogen dan sedikit air tersisa di nefridium dan kadang diekskr
esikan keluar. Sehingga secara singkat dapat dikatakan bahwa metanefridium berla
ku seperti penyaring yang menggerakkan sampah dan mengembalikan substansi yang b
erguna ke sistem sirkulasi.
Prilaku Melindungi Diri Dari Predator/Pemangsa
Cacing tanah tidak memiliki alat pertahanan tubuh yang khusus. Mekanisme pertaha
nan dilakukan dengan mengeluarkan lendir di permukaan tubuhnya. Sekresi lendir i
ni mengakibatkan permukaan kulit cacing tanah menjadi licin sehingga memudahkan
pergerakan dan menyulitkan mangsa memegangnya. Namun yang lebih penting adalah c
acing tanah adalah insting hewan ini yang cendrung bersifat menghindari pemangsa
. Habitatnya yang berada dalam tanah memungkinkan cacing tanah aman dari predato
r. Selain itu cacing tanah aktif pada malam hari sehingga hanya sedikit predator
yang dijumpai di malam hari.
Beberapa pemangsa atau predator yang pengamat amati berpotensi memangsa cacing t
anah adalah semut, kumbang, burung, kelabang, lipan, lalat, tikus, katak, tupai,
ayam, itik, ular, angsa, lintah, kutu. Selain menghadapi bahaya dari pemangsa,
cacing tanah juga berkompetisi dengan semut merah dalam hal memperebutkan senyaw
a karbohidrat dan lemak dari sisa-sisa bahan organik yang ada di tanah. Semut me
rah memakan pakan cacing tanah yang mengandung karbohidrat dan lemak. Padahal ke
dua zat ini bersifat esensial dan diperlukan untuk pertumbuhan cacing tanah.
4.1 Simpulan
1) Tubuh cacing tanah bersegmen-segmen dan dalam tubuhnya dapat dijumpai adanya
sistem pencernaan, sirkulasi, reproduksi, ekskresi, saraf, pernafasan yang cukup
kompleks.
2) Cacing ini hidup didalam liang tanah yang lembab, dan banyak senyawa organikn
ya dengan pH 6-7,2, kelembabab 15% - 30% serta suhu 15oC-25oC.
3) Prilaku yang umum dijumpai pada cacing tanah adalah prilaku makan, prilaku ka
win, pergerakan, prilaku membuang kotoran serta prilaku melindungi diri dari pem
angsa/predator.
4.2 Saran
Dala penelitian ini penulis menganalisis data secara sederhana berdasarkan inter
pretasi secara langsung. Sehingga untuk menerangkan tingkah laku cacing tanah se
cara lebih mendalam perlu diteliti tentang beberapa aspek terkait proses-proses
fisiologis cacing tanah
DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Singaraja : STKIP Singaraja
Bawa, Wayan. 1998. Ilmu Tingkah Laku Hewan (Etologi). Singaraja : IKIP Negeri Si
ngaraja
Budiarti, Asiani, Palungkun, Roni, 1992. Cacing Tanah. Jakarta : Penebar Swadaya
Khoeruddin, I. Banyak Yang Tergiur Menjadi Jutawan Cacing. Suara Merdeka. 26Agu
stus1999.
Kimball, John W. 1998. Biologi Jilid 2. Jakarta : Penerbit Erlangga
Putra. F.A, Ny Kartini Hidup Bersama Cacing. Kompas. 18 September 1999
Sayuti, Fahri. 1999. Pedoman Praktis Budidaya Cacing Tanah. Bandung : Pusat Lati
han Dan Pengembangan
Try, H. Ny Lies Umami Kerupuk Cacing Hingga Jus Cacing. Kompas.Nopember1999.
Wiryono. 2006. Pengaruh Pemberian Serasah Dan Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Lamtoro Dan Turi Pada Media Tanam Tanah Bekas Penambangan Batu Bara. Ben
gkulu : Universitas Bengkulu

You might also like