You are on page 1of 9
Menimoang Mengingat Menetapkan MENTERT PERTAMBANGAN DAN ENERGIE REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGL NOMOR : 01 P/ 40 /M.PE/1990 TENTANG INSTALASI KETENAGALISTRIKAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI, bahwa sevaqai pelaksanaan Pasal 21, Pasal 23 dan Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik, @ipandang perlu untul mengadakan peninjauan kembaly peraturan Instalasi Ketenagalistrikan sebagaimana termaksud dalam Keputusan Mentert Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 71 A/KPTS/1978 tanggal 18 Maret 1978 dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum gan Tenaga Listrik Nomor 023/PRT/1978 tanggal 23 Maret 1978 dalam suatu Peraturan — Menteri Pertampangan dan Energi ; : 1, Undang-undang Nomor 15 Tahun 1986 (LN Tahun 1985 Nomer 74, TLN Nomar 3317) ; Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 (LN Tahun 1989 Nomor #4, TLN Nomor 3394) ; Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 1984 tanggal 6 Maret 1984; Keputusan Presiden Nomor 64/M Tahun 1988 tanggal 21 Maret 1988 ; MEMUTUSKAN PERATURAN MENTERT PERTANBANSAN DAH EHERGT TP tTANG: INSTALAST KETENAGALIETRIKAC BAB KETENTUAN UMUM Pasal + balam Peraturan Menteri ini yang — dimaksudkan dengan Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang Ketenagalistrikan ; Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang bertangqung jaweb dalam bidang ~— Ketenaga- Vistrikan ; 3, Pengusaha adalah a. Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan ; b. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum ; ©. Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan Sendiri yang menjual kelebihan tenaga listriknya ; 4. Pelanagan adalah setiap orang atau Badan Usaha atau Badan/Lembaga ainnya yang — menggunakan tenaga listrik dari Instalasi — Pengusaha berdasarkan alas hak yang sah ; §. Instalasi Ketenagalistrikan adalah — bangunan~ bangunan sipil dan elektro mekanik, mesin-mesin, Peralatan, saluran-saluran dan perlengkapannya yang digunakan untuk pembangkitan, konversi, transformasi, penyaluran, distribusi dan pemanfaatan tenaga listrik (“appliances”), yang selanjutnya disebut. Instalasi. Instalasi tersebut terdiri dari Instalasi Pengusaha dan Instalasi Pelanggan ; Instalasi Penausaha aualah instalasi — milik Pendusana denaan betas samnai dengan alat — pem- batas gan penaukur 7. Instalasi Pelanagar adalah instalasi milik atau yang dikuasar pelanggan dengan batas sesudah alat pembatas dan pengukur ; 10. 12. 13. 14, 18. 16. Tenaga Jistrik adalah salah satu ventuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan dan didistribusikan untuk berbagai keperluan, dengan ketentuan tidak termasuk listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat ; Perencanaan adalah suatu keqiatan konsultasi membuat rancangen yang berupa suatu derkas gambar instalasi dan uraian teknik, yang selanjutnya disebut Rancangan Instalasi gan diqunakan sebasai dasar untuk —melaksanakan pemasangan instalasi ; Pembangunan dan Pemasangan adalah segala kegiatan pelaksanaan pekerjaan instalas) yang didasarkan pava perencanaan sebagaimana termak— sud pada angka 9 ; Pemeliharaan adalah segala kegiatan yang meli- putt program pemariksaan, perawatan, perbaikan dan uji ulang, agar instalasi selalu dalam keadaan baik dan sersih, penggunaannya aman, dan gangguan serta kerusakan mudah diketahui, dicegah, atau diperkecil ; Pengamanan adalah seqala kegiatan, sistem dan Perlengkapannya, untuk mencegah bahaya terhadap keamanan = instalasi, keselamatan kerja dan keselamatan umum, baik yang diakibatkan oleh instalas} maupun oleh lingkungan ; Pemeriksaan adaah segala_ keqiatan untuk mengadakan penilaian terhadap suatu instalasi dengan cara mencocokkan terhadap persyaratan dan spesifikasi teknis yang ditentukan ; Pengujian adalah segala keqiatan yang bertujuan untuk mengukur dan menilai unjuk kerja suatu instalasi ; Usaha Penunjang Tenaga Listrik adalah keqiatan usaha yang dapat. =—smeliputi — konsultasi, pembangunan dan pemasangan, pemeliharaan dan bengembangan teknciog! peralatan Badan Usaha Penunjana Tenaga Listrik adalah Bagan Usaha dalam bidang ketenagalistrikan ~ yang selanjutnya disebut Badan Usaha Penunjang - yang mendapat Izin kerja dari Direktur Jenderal; Izin kerja adalah Iz1n Usaha Ketenagalistrikan untuk melakukan Usaha Penunjang Tenaga Listrik + 18. Akreditasi adalah Izin Penqujian yang diberikan Oirektur Jenderal kepada laboratorium uji tenaga Vistrik untuk melakukan pengujian instalasi. Pasal 2 (1) Perencanaan, penbangunan dan pemasangan serta pemelinaraan Instalasi harus dilaksanakan oleh Badan Usaha Penuxjang. (2) Pada suatu daerah dimana belum terdapat Badan Usaha Penunjang sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini, maka pekerjaan — perencanaan, Pembanaunan dan pemasangan serta pemeliharaan Instalasi dapat dilaksanakan oleh Usaha Peroranaan atau Swadaya Masyarakat. (3) Peraturan pelaksanaan ketentuan-ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini diatur secara tersendiri oleh Nenteri dalam peraturan mengenai Usaha Penunjang Tenaga Listrik. BAB IL PERENCANAAN Pasal 3 (1) Rancangan Instalasi yang berupa suatu berkas gambar Instalasi dan uraian teknik — sebagai hasil perencanaan termaksud dalam Pasal 1 angka 9, terdiri dari : a. gambar situasi/tata letak ; Db. gambar instalasi ; ©. dlagram garis tunggal d. gambar detai} @. perhitungan teknik ; 9. uratan teknik dan perkiraan biaya. (2) Roncian dan uraian mengenai Rancangan Instalasi dary huruf a sampai dengan huruf 4 sebaqaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur oleh Direktur Jengeral. (3) Rancangan berkas gambar Instalas) dan uraian teknik sebagaimana ternaksud pada ayat (1) Pasa) ini harus Gibuat sesuai ketentuan standar kete- nagalistrikan, termasuk ketentuan — mengenai keamanan Instalasi, keselamatan kerja dan keselamatan umum. Pasal 4 (1) Rancangan Instalasi termaksud dalam Pasal 3 Peraturan Menteri ini sebelum di lakukan pelaksanaan pembangunan dan pemasangan, terlebih Gahulu — harus wendapat persetujuan Direktur Jenderal. (2) Tata cara permehonan, pelaksanaan dan pemberian persetujuan terhadap Rancangan Instalasi termak- sud pada ayat (1) Pasal ini diatur lebih Janjut oleh Direktur Jenderal. (3) Rancangan Instalasi termaksud pada ayat (1) Pasal ini dapat diubah sewaktu pembangunan/ pemasangan berlaxgsung tanpa mengubah bagian Instalasi yang telah selesai dipasang setelah terlebin dahulu mendapat persetujuan Direktur Jenderal sebagaimana termaksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini. BPA Bi lel PEMBANGUNAN DAN PEMASANGAN Pasal § Pembangunan dan Pemesanaan Instalasi harus sesuai Gengan Rancangan irstalasi sebaqaimana termaksud Galam Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Menteri ini. Pasal 6 Pelaksanaan pekerjaan pembangunan dan pemasangan Instalasi harus didasarkan pada peraturan perundang- undangan mengenai keselamatan kerja, kesenatan kerja dan peraturan :erundang-undangan jain yang berkaitan, Pasal 7 (1) Pelaksanaan — pekerjaan — pembangunan gan pemasangan Instalasi termaksud dalam Pasa) 5 Peraturan Menteri ini harus diawasi olen suatu Panitia Pengawas. (2) Pelaksanaan — pengawasan oleh Panitia Pengawas termaksud pada ayat (1) Pasal ini diatur oleh Direktur Jengeral (3) Persyaratan dan unsur-unsur Panitia Penqawas termaksud pada ayet (1) Pasal ini diatur lebih lanjut olen Direktur Jenoeral. 6 Pasal 8 Oirektur Jenderal menetapkan Petunjuk Pelaksanaan Pekerjaan Pembangunan dan Pemasangan Instalasi. BAB Iv PENGAMANAN Pasal 9 (1) Setiap — Instalasi harus dirancang dengan dilengkapi suatu sistem pengamanan sebagaimana termaksud dalam Pasal 3 ayat (3) Peraturan Menteri ini. (2) Pada setiap Instalasi harus diberikan tanda- tanda pengaman yang jelas, dengan petunjuk dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar, sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat. Pasal 10 Persyaratan teknis pengamanan Instalasi diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. Pasal 11 (1) Barang siapa karena kelalaiannya tidak memiasang tanda-tanda pengaman sebagaimana — termaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menter) ini yang Gapat mengakibatkan kecelakaan, kebakaran, dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku. (2) Barang siapa karena kelalaiannya tidak memasang tanda-tanda pengaman sebagaimana — termaksud dalam Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri ini yang mengakibatkay matinya seseorang, dikenakan sanksi Sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 18 Tahun 1985 BAB Yy PEMERIKSAAN DAN PENGUJTAH Pasal 12 (1) Pemertksaan atas (nstalasi Pengusaha di takukan oleh Uirektur Jenderal, sedangkan pemeriksaan atas Instalasi Pelangaan dilakukan oleh Pengusana. (2) Pengujian Insteiasi dapat ailaksanakan oleh Badan Usaha Perunjang yang telah mendapat izin kerja dan ditunjuk oleh Direktur Jenderal (3) Pengujian Instalasi termaksud pada ayat (2) Pasal ini yang akan menggunakan laboratorium ji tenaga listrik, sedangkan laboratorium tersebut harus mendapat akreditast dari Direktur Jenderal. (4) Hasil pengujian termaksud pada ayat (2) Pasal ini disampaikan kepada Direktur Jenderal untuk mendapatkan persetu,juan. (5) Biaya pemeriksaan dan pengujian Instalasi ter- maksud pada ayat (1) dan ayat (2) Pasal ini diatur oleh Oirektur Jenderal. (6) Tata cara pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian Instalasi diatur lebih lanjut oleh Oirektur Jenderal. Pasal 13 Untuk kepentingan keamanan Instalasi, keselamatan kerja dan keselamazan umum, Direktur Jenderal melaksanakan pemeriksaan dan penqujian secara berkala terhadap setiap Instalasi. BAB VI PEMELIHARAAN Pasal 4 (1) Setiap Instalasi harus terpelihara dengan baik. (2) Pemelinaraan setagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini meliputi @. bagian-bagian yana mudah dan tidak mudah dilinat ; b. bagian-bagian yang mudah dan tidak mudah terkena aangqan ; ©. tanda-tanda dan alat-alat penganan ; G. alatealat pelindung beserta alat pelengkap lainnya. (3) Pelaksanaan Pemeliharaan sebagaimana termaksud pada ayat (1) Pasal ini harus memperhatikan petunjuk teknis (manual), sesuai—fungsi Instalas? yang bersangkutan. BAB VII KETENTUAN INSTALASI Pasal 19 Setiap Instalasi harus memenuhi persyaratan teknis sesuat Standar Keteragalistrikan Indonesia. Pasal 16 (1) Setiap Instalasi harus terpasang sesuai dengan fungsi dan peruntukannya, aman dan memenuhi persyaratan keselamatan kerja dan keselamatan umum. (2) Instalasi yang terbukti tidak memenuhi ketentuan termaksud pada ayat (1) Pasal ini tidak dapat dioperasikan atau harus dihentikan operasinya. Pasal 17 Pengaturan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 18 dan Pasal 16, ditetapkan oleh Direktur Jenderal. Pasal 18 (1) Setiap Instalasi harus vipelinara oleh pemilik/ Penguasaannya agar selalu dalam keadaan baik. (2) Setiap Instalas: harus diperiksa dan diuji kembali sesuai batas waktu umur yang ditetapkan untuk Intalasi tersebut. (3) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian kembali Instalasi diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 (1) Dengan verlakunya Peraturan Menter} ini, ketentuan pelaksanaan dalam bidang Instalasi yang telah dikeluarkan berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 71 A/KPTS/1978 canggal 18 Maret 1978, dan Peraturan Menter1 Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 023/PRT/1978 tanggal 23 Maret 1978 tetap berlaku, sepanjang tidak bertentang- an dengan Peraturan Menteri ini atau belum di ubah berdasarkan Peraturan Menteri ini. (2) Setiap Instalasi yang digunakan dan kegiatan yang berhubungan dengan Instalasi baik sebelum maupun sesudah berlakunya Peraturan Menteri ini, wajib disesuaikan dengan Peraturan Menteri \ni dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung mulai berlakunya Peraturan Menteri ini. (3) Pengecualian terhadap ketentuan termaksud pada ayat (2) Pasal int dapat dilakukan dengan persetujuan Direktur Jenderal. BAB Ix KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Hal-hal yang belum atau belum cukup diatur dalam Peraturan Menteri ini akan diatur lebin lanjut oleh Oirektur Jenderal. Pasal 2 Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 71 A/KPTS/1978 tanggal 18 Maret 1978, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik Nomor 023/PRT/1978 tanggal 23 Maret 1978 dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 22 Peraturan Menteri ini mulat berlaku pada tangga) ditetapkannya. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni 1990

You might also like