You are on page 1of 7

Preventia: Indonesian Journal of Public Health

 1801

Kenaikan Tarif BPJS Sebagai Upaya Pengendalian Defisit


Anggaran

Dwi Febriyanti
Universitas Negeri Malang, Program Ilmu Kesehatan Masyarakat
Jl. Semarang No. 5, Sumbersari, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145 Telp.
(0341) 5513 Malang, Indonesia
e-mail: dwi.febriyanti.1906126@students.um.ac.id

Abstarct

BPJS Kesehatan is one form of the implementation of the National Health Insurance (JKN). In
its implementation, BPJS Kesehatan provides Health insurance services using a premium
system that must be paid by each BPJS Health participant. BPJS Kesehatan is expected to be a
breath of fresh air for improving the quality of health services, however, it creates a new
problem for the government, namely the ongoing budget deficit. The BPJS Kesehatan budget
deficit has appeared since the beginning of the operation of BPJS Kesehatan. The government
continues to make various efforts to cover the existing budget deficit. The purpose of this
analysis is to determine the increase in BPJS Health rates to control the budget deficit. The
method used is literature review using articles, journals, and online news. Researchers got the
literature from scientific databases such as Google Engine in Indonesian. The keywords used to
find the article consisted of a combination of words, including the deficit, budget, and BPJS
Kesehatan. The result of this analysis is the government's policy to increase the BPJS
Kesehatan rate to almost 100% of the initial rate. This is considered inaccurate and worsens the
economic situation of the community. By increasing the BPJS Health rate, it is hoped that it will
be able to cover the budget deficit. However, this has not been realized because the BPJS
Health budget deficit continues even though the tariff has been increased.

Keywords: Deficit, budget, BPJS Health

Abstrak

BPJS Kesehatan merupakan salah satu bentuk implementasi Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN). Dalam pelaksanaannya BPJS Kesehatan memberikan pelayanan asuransi Kesehatan
yang menggunakan sistem premi yang harus dibayar oleh setiap peserta BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan diharapkan menjadi angin segar bagi peningkatan kualitas pelayanan
kesehata, namun justru memunculkan masalah baru bagi pemerintah yaitu defisit anggaran
yang terus menerus terjadi. Defisit anggaran BPJS Kesehatan sudah muncul sejak awal
beroperasinya BPJS Kesehatan. Pemerintah terus melakukan berbagai upaya untuk menutupi
defisit anggaran yang terjadi. Tujuan dari analisis ini yaitu untuk mengetahui kenaikan tarif
BPJS Kesehatan untuk mengendalikan defisit anggaran. Metode yang digunakan adalah
literature riview dengan menggunakan artikel, jurnal, dan berita online. Literature tersebut
peneliti dapatkan dari pangkalan data ilmiah seperti Google Engine dengan Bahasa Indonesia.
Kata kunci yang digunakan untuk menemukan artikel tersebut terdiri dari kombinasi kata,
antara lain defisit, anggaran, dan BPJS Kesehatan. Hasil analisis ini yaitu kebijakan
pemerintah untuk menaikkan tarif BPJS Kesehatan hamper 100% dari tarif awal. Hal ini dinilai
kurang tepat dan memperburuk keadaan ekonomi masyarakat. Dengan menaikkan tarif BPJS
Kesehatan diharapkan mampu menutupi defisit anggaran. Namun, hal ini belum dapat

Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Sebagai Upaya Pengendalian Defisit Anggaran (Dwi
Febriyanti)
1802  ISSN:

terealisasikan karena Defisit anggaran BPJS Kesehatan terus terjadi walaupun tarif sudah
dinaikkan.

Kata Kunci: Defisit, anggaran, BPJS Kesehatan

   
Copyright © 2020 Universitas Negeri Malang. All rights reserved.

1. Pendahuluan
Kesehatan merupakan salah satu aspek terpenting pendukung berjalannya segala
aktivitas setiap individu. Kesehatan juga mempengaruhi kualitas dari sumber daya manusia.
Sumber daya manusia yang berkualitas dengan memiliki status kesehatan yang baik akan
menunjang keberhashasilan pembangunan suatu negara(1). Saat ini status Kesehatan di
Indonesia masih belum mencapai status baik. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan
wilayah yang luas menjadi faktor belum tercapainya status Kesehatan yang baik.
Sumber daya manusia menjadi salah satu unsur terpenting dalam menyelenggarakan
pembangunan negara. Dalam pembangunan negara pasti memiliki visi yang harus dijalankan
untuk mencapai keberhasilan. Visi tersebut adalah Indonesia menjadi negara maju di tahun
2025. Dalam mewujudkan visi tersebut kualitas sumber daya manusia sangat berpengaruh.
Kurangnya kualitas sumber daya manusia yang mewadai menjadikan salah satu tantangan bagi
pemerintah untuk mewujudkan visi tersebut (2). Sumber daya manusia yang memiliki kualitas
yang baik akan menghasilkan produktivitas yang baik. Dengan adanya produktivitas yang baik
maka visi dari suatu negara akan mudah tercapai. Terdapat beberapa aspek yang
mempengaruhi kualitas sumber daya manusia yaitu akses Pendidikan yang mudah dijangkau
dan kualitas fasilitas Kesehatan yang baik. Tiga indikator pembangunan manusia yaitu peluang
hidup, pengetahuan dan hidup layak dua diantara indikator tersebut menurut UNDP (United
Nations Development Programme) berkaitan dengan Kesehatan (2).
Kesehatan juga menjadi hak setiap anggota warga negara dan wajib dipenuhi oleh
negara. Cara pemerintah memberikan hak kesehatan kepada warga negara adalah dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang baik, berkualitas, dan dapat dijangkau oleh semua
orang. Hal ini sudah diatur dalam UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (3). Kesehatan
pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh perilaku individu untuk hidup sehat, pemenuhan gizi,
dan lingkungan tempat tinggal. Maka dari itu masalah kesehatan umumnya muncul pada
masyarakat miskin. Hal ini dikarenakan masyarakat miskin memiliki tingkat Pendidikan rendah
sehingga tingkat pengetahuan mengenai hidup bersih sangat kurang, kondisi keuangan yang
tidak mencukupi membuat pemenuhan gizi masyarakat miskin masih kurang, dan umumnya
masyarakat miskin hidup atau tinggal di lingkungan yang kurang terjamin kebersihan dan
kesehatannya. Akan tetapi Indonesia yang masih menyandang status sebagai negara
berkembang sehingga masih banyak masyarakat dengan status ekonomi rendah. Banyaknya
status ekonomi rendah pada masyarakat menyebabkan angka kemiskinan di Indonesia masih
sangat tinggi. Kemiskinan menjadi permasalahan yang terus menerus muncul dalam suatu
negara dan menjadi beban berat bagi pemerintah untuk mengatasinya. Kemiskinan menjadi
akar dari kemunculan masalah lain salah satunya kesehatan. Jumlah masyarakat miskin yang
masih banyak menyebabkan Indonesia memiliki status derajat kesehatan masyarakat yang
rendah. Tingkat derajat kesehatan masyarakat menjadi salah satu indikator keberhasilan
pembangunan nasional di bidang kesehatan. Hal tersebut yang menyebabkan pembangunan
nasional di bidang kesehatan di Indonesia terhambat. Angka kemiskinan di Indonesia masih
cukup tinggi. Data pada bulan September 2017 jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai
26,58 juta jiwa (10,12%). Namun angka kemiskinan ini mulai menurun sebesar 1,18 juta jiwa
selama satu tahun dimana bulan September 2016 tercatat angka kemiskinan sebanyak 27,76
juta jiwa. Dalam periode sepuluh tahun terakhir angka kemiskinan mengalami penurunan dari
tahun 2007 sebesar 37,17 juta jiwa (16,58%) sampai tahun 2017 sebesar 26,58 juta jiwa
(10,12%). Dengan angka kemiskinan yang tinggi menyebabkan masalah kesehatan di
Indonesia belum dapat terselesaikan.
Pemerintah mulai menciptakan berbagai kebijakan untuk menangani masalah
Kesehatan di Indonesia. Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan salah satu kebijakan

Preventia: Indonesian Journal Of Public Health


1803 ISSN: 1978 - 0575 

pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan. JKN memiliki tujuan yaitu


pelayanan kesehatan dapat diterima oleh seluruh masyarakat secara menyeluruh dan adil.
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) menggunakan sistem premi. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu bentuk implementasi Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) (4). BPJS Kesehatan memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan
Kesehatan kepada semua masyarakat secara merata berlandaskan asas kemanusiaan,
manfaat, dan keadilan. Dalam pelaksanaannya BPJS Kesehatan memberikan pelayanan
asuransi Kesehatan yang menggunakan sistem premi yang harus dibayar oleh setiap peserta
BPJS Kesehatan (4). BPJS yang seharusnya menjadi angin segar bagi masyarakat dan
pemerintah justru saat ini menjadi masalah baru di bidang kesehatan. Masalah dalam BPJS
adalah defisit anggaran BPJS. Defisit anggaran pada BPJS ini disebabkan oleh pengeluaran
biaya yang terlalu banyak untuk membayar pelayanan pasien yang menderita penyakit
katastropik (jantung, stroke, kanker, thalasemia, dll)(info singkat). Jumlah peserta BPJS
Kesehatan saat ini telah mencapai 70% penduduk Indonesia. Pada tahun 2016 jumlah peserta
BPJS sebanyak 177.697.336 peserta. Para peserta BPJS tentu saja menggunakan fasilitas
yang diberikan dengan memakai fasilitas kesehatan. Banyaknya peserta BPJS ini sangat
berpengaruh pada demand terhadap pelayanan Kesehatan. Demand terhadap pelayanan
Kesehatan akan berpengaruh pada biaya yang harus dibayarkan oleh pihak BPJS Kesehatan
kepada fasilitas Kesehatan. Pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh peserta BPJS Kesehatan di
tahun 2014 sebanyak 66,8 juta peserta termasuk dalam program JKN-KIS yang melakukan
pengobatan di FKTP, sebanyak 21,3 juta peserta yang memakai faslitas rawat inap. Di tahun
2015 sebanyak 100,6 juta peserta memakai fasilitas pelayanan kesehatan di FKTP, 39,8 juta
peserta memakai fasilitas kesehatan di Poliklinik rawat jalan RS, dan sebanyak 6,3 juta
menggunakan fasilitas rawat inap di RS. Pada tahun 2016 jumlah peserta yang memakai
fasilitas kesehatan di FKTP sebanyak 120,9 peserta, menggunakan fasilitas kesehatan di
Poliklinik rawat jalan RS sebanyak 49,3 juta peserta, dan peserta yang menggunakan fasilitas
kesehatan rawat inap RS sebanyak 7,6 juta peserta. (info singkat).
Defisit anggaran yang terus dialami BPJS Kesehatan menyebabkan suatu tntutan bagi
pemerintah untuk menciptakan jalan keluar yang paling efektif. Pemerintah memberikan opsi
untuk menaikkan tarif iuran peserta BPJS Kesehatan. Opsi untuk menaikkan tarif premi BPJS
ini akan dilaksanakan oleh pemerintah di bulan April tahun 2016. Tarif premi BPJS Kesehatan
pada kelas I mengalami kenaikan sebesar Rp 20.500 dengan tarif awal sebesar Rp 59.500
menjadi 80.000 dan untuk kenaikan tarif pada kelas II sebesar Rp 8.500 dengan tarif awal
sebesar Rp 42.500 menjadi Rp 51.000. Di tahun 2019 kenaikan tarif premi BPJS hampir
mencapai 100% yang diatur dalam Perpres No 64 Tahun 2020 tentang Jaminan Kesehatan
yang akan dimulai bulan Juli tahun 2020. Kenaikan tarif premi peserta mandiri kelas I naik dari
Rp 80.000 menjadi Rp 150.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 10.000, kelas III dari
Rp25.500 menjadi Rp42.000 menjadi. Dengan menaikkan tarif premi peserta BPJS Kesehatan
diharapkan mampu menjadi salah satu upaya pengendalian defisit anggaran BPJS Kesehatan.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan metode literatur review dengan menggunakan artikel,
jurnal, dan berita online. Literature tersebut peneliti dapatkan dari pangkalan data ilmiah seperti
Google Engine dengan Bahasa Indonesia. Kata kunci yang digunakan untuk menemukan artikel
tersebut terdiri dari kombinasi kata, antara lain defisit, anggaran, dan BPJS Kesehatan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1.1. Angka Defisit Anggaran BPJS

Anggaran BPJS Kesehatan terus mengalami defisit sejak awal BPJS beroperasi di tahun 2014.

Tahun

2014 2015 2016 2017

Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Sebagai Upaya Pengendalian Defisit Anggaran (Dwi
Febriyanti)
1804  ISSN:

Jumlah Defisit Rp 3,3 triliun Rp 5,7 triliun Rp 9,7 triliun Rp 9,8 triliun

1. Tahun 2014
Defisit anggaran BPJS Kesehatan di tahun 2014 mencapai angka Rp 3,3 triliun.
Pencapaian angka defisit tersebut dapat dirinci dari jumlah peserta 133,423 juta peserta
yang sudah membayar iuran premi sebesar Rp 40,72 triliun, tapi tanggungan yang harus
dibayar oleh BPJS adalah Rp 42,66 triliun. Pada saat itu pemerintah memberikan suntikan
dana sebesar Rp 500 miliar untuk menutupi defisit anggaran.

2. Tahun 2015
Defisit anggaran BPJS Kesehatan di tahun 2015 mencapai angka Rp 5,7 triliun. Pada
tahun ini perincian pemasukan dananya adalah dana dari iuran premi sebesar Rp 52,78
triliun dari 156,790 peserta. Namun, untuk total pengeluaran dana adalah Rp 57,08 triliun.
Pemerintah Kembali menyuntikkan dana kepada BPJS sebesar Rp 5 triliun untuk menutupi
defisit anggaran.

3. Tahun 2016
Defisit anggaran BPJS Kesehatan semakin merangkak naik di tahun 2016 yaitu mencapai
Rp 9,7 triliun. Pemerintah Kembali memberikan suntikan dana sebesar Rp 6,8 triliun untuk
menutupi defisit yang terjadi.

4. Tahun 2017
Pada tahun 2017 BPJS ternyata masih mengalami defisit sebesar 9,8 triliun. Pada
tahun 2017 adapun rincian dana pemasukan yaitu dana dari iuran premi peserta BPJS
sebanyak Rp 74,07 triliun dari 187,982 peserta. Dana tersebut belum dapat menutupi
angka pengeluaran BPJS Kesehatan sebesar Rp 84,45 triliun. Pada mekanisme yang
sama, pemerintah memberikan suntikan dana sebesar Rp 3,6 triliun.

3.1.2 Kenaikan Iuran Premi BPJS Kesehatan

Kelas

I II III PBI

Premi sebelum Rp80.000 Rp51.000 Rp25.500 Rp23.000


naik

Premi setelah Rp160.000 Rp110.000 Rp42.000 Rp.42.000


naik

Peseta Bukan Penerima Upah (PBPU) / peserta mandiri mengalami kenaikan iuran premi
sesuai kelas yang dipilih, yaitu peserta kelas I iuran premi naik dari Rp80.000 menjadi
Rp160.000 per jiwa, peserta kelas II iuran premi naik dari Rp51.000 menjadi Rp.110.000 per
jiwa, peserta kelas III iuran premi naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 per jiwa. Iuran premi
ini wajib dibayar oleh peserta BPJS setiap bulan pada tanggal yang ditetapkan.Peserta Bantuan
Iuran (PBI), iuran premi naik dari Rp23.000 menjadi Rp42.000 per jiwa. Jumlah iuran tersebut

Preventia: Indonesian Journal Of Public Health


1805 ISSN: 1978 - 0575 

berlaku pada peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI akan dibayar oleh
APBN dan peserta yang didaftarkan oleh Pemda dibayar oleh APBD.

Iuran premi BPJS mengalami kenaikan hampir 100% dari besar iuran premi awal.
Kebijakan ini terdapat pada Perpres 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres
Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kebijakan kenaikan iuran premi BPJS
Kesehatan akan dilaksanakan pada bulan Juli 2020. Namun, kebijakan ini menimbulkan
penolakan dari masyarakat. Masyarakat menolak adanya kenaikan karena mereka
menganggap defisit anggaran BPJS tidak hanya disebabkan oleh kurangnya iuran tapi juga
cara atau strategi pengelolaan dana. Selain itu hal ini juga bertentangan dengan Pasal 2
Undang-Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Kenaikan iuran premi ini
pernah dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan MA No. 7/P/HUM/2020.
Pembatalan ini dilakukan setelah melakukan uji materi atas Peraturan Presiden Nomor 75
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan.Akan tetapi iuran premi BPJS Kesehatan kembali naik berdasarkan
Peraturan Presiden No.64/2020.

Kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan yang dianggap sebagai salah satu jalan keluar dari
defisit anggaran, ternyata dianggap sebagai pemicu masalah baru nagi masyarakat dan akan
menambah beban masyarakat dalam aspek ekonomi. Ada beberapa aspek yang dipandang
oleh Mahkamah Agung bahwa kebijakan kenaikan iuran premi BPJS Kesehatan harus
dibatalkan. Pertama, Kebijakan tersebut tepatnya pada Peraturan Presiden No.75 tahun 2019
dianggap tidak melihat kapasitas kesanggupan masyarakat dalam mebayar dan hanya
mempertimbangkan satu sudut pandang saja dari sisi defisit anggaran. Kedua, dari aspek
sosiologis kebijakan tersebut bertentangan dengan kemampuan dan kehendak masyarakat.
Ketiga, pada aspek filosofis kebijakan untuk menaikkan iuran premi BPJS dinilai bertentangan
dengan rasa keadilan masyarakat dengan membebankan masyarakat (5). Pemerintah
seharusnya turut andil untuk menanggung pembayaran premi BPJS Kesehatan terutama pada
masyarakat lansia (6). Seharusnya usia juga menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam
menerapkan kebijakan tersebut.

Pemerintah yang memunculkan kebijakan untuk menaikkan tarif iuran premi BPJS
Kesehatan ini tentu saja sudah mempertimbangkan beberapa aspek. Pemerintah bermaksud
untuk menghentikan defisit anggaran yang terus dialami oleh BPJS Kesehatan. Defisit ini
disebabkan oleh 4 faktor utama yaitu tarif yang tidak sesuai dengan perhitungan aktuaria,
peserta BPJS yang indisipliner, peserta BPJS Kesehatan yang kurang aktif dalam membayar,
dan besarnya biaya penyakit katastropik yang ditanggung BPJS Kesehatan (7). Dari keempat
faktor tersebut salah satu faktor yang menjadi penyumbang terbesar defisit BPJS Kesehatan
adalah beban biaya penyakit katastropik yang ditanggung BPJS Kesehatan. Penyakit
katastropik menyerap dana BPJS Kesehatan hampir 30%. Terdapat 10 penyakit katastropik
yang menjadi beban biaya oleh BPJS Kesehatan umumnya penyakit tersebut disebabkan oleh
rokok dan pola hidup tidak sehat. Biaya yang dikeluarkan selama 3 tahun terakhir ini sebanyak
Rp36,9 triliun untuk penyakit yang disebabkan oleh rokok dan pola hidup tidak sehat dan Rp7,4
triliun untuk penyakit jantung (8).
3.1.3 Dampak Kenaikan Tarif Premi BPJS Kesehatan Terhadap Pelayanan Kesehatan

Penerapan kenaikan tarif iuran premi BPJS Kesehatan menyebabkan adanya gap antara
pihak BPJS Kesehatan dengan pihak Rumah Sakit sebagai pihak penyedia pelayanan
Kesehatan. Pada hal ini pihak peneyedia pelayanan Kesehatan memberikan perubahan
terhadap pelayanan Kesehatan yang diberikan oleh pasien yaitu dengan melakukan

Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Sebagai Upaya Pengendalian Defisit Anggaran (Dwi
Febriyanti)
1806  ISSN:

pembatasan pelayanan Kesehatan baik bagi pasien rawat inap maupun rawat jalan. Pada
pasien rawat jalan akan dilakukan pembatasan terhadap kunjungan dokter dikarenakan
minimnya jumlah tenaga Kesehatan di suatu Rumah Sakit. Pada pasien rawat inap diberikan
Batasan karena keterbatasan jumlah ruangan. Seharusnya pihak penyedia pelayanan
Kesehatan wajib memberikan pelayanan yang sama bagi semua pasien baik peserta BPJS
Kesehatan ataupun peserta non BPJS Kesehatan (9). Selain itu pihak penyedia pelayanan
Kesehatan merasa dirugikan dengan adanya penerapan system paket INA CBG’S. Sistem
tersebut mengharuskan pihak rumah sakit harus menyesuaikan biaya yang sudah ada pada
paket tersebut (10). Kerugian yang dialami oleh pihak peneyedia pelayanan Kesehatan tersebut
yang mengakibatkan adanya perubahan terhadap pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada
pasien peserta BPJS Kesehatan.

4. Kesimpulan
Sejak awal beroperasi BPJS Kesehatan terus mengalami defisit anggaran. Defisit
anggaran BJPS Kesehatan terus mengalami kenaikan, yaitu di tahun 2014 sebesar 3,3 triliun,
tahun 2015 sebesar 5,7 triliun, tahun 2016 sebesar 9,7, dan tahun 2017 defisit mencapai 9,8
triliun. Penyebab defisit anggaran BPJS Kesehatan salah satunya disebabkan oleh beban biaya
penyakit katastropis yang harus dibayar oleh BPJS Kesehatan. Besarnya biaya yang harus
dibayarkan BPJS Kesehatan kepada fasilitas Kesehatan tidak sebanding dengan total
pemasukan anggaran BPJS Kesehatan. Pemerintah terus menyuntikkan dana untuk menutupi
defisit anggaran BPJS Kesehata. Namun upaya yang telah dilakukan pemerintah tersebut
belum dapat mengatasi defisit anggaran BPJS Kesehatan. Untuk hal ini Pemerintah
mengeluarkan kebijakan baru yaitu menaikkan harga tarif premi BPJS Kesehatan. Kenaikan
tarif BPJS Kesehatan hamper mencapai 100% dari tarif sebelumnya. Hal tersebut membuat
masyarakat menolak akan kebijakan tersebut dikarenakan dinilai tidak mempertimbangkan
kesanggupan masyarakat. Upaya menaikkan tarif premi BPJS Kesehatan ternyata tidak
menjadi jalan keluar dari permasalahan defisit anggaran. Upaya menaikkan tarif premi BPJS
Kesehatan justru memunculkan masalah baru bagi pemerintah yaitu tingkat kesejahteraan
masyarakat yang menurun.

References
1. Jabbar LDAAA. Pertanggung Jawaban BPJS Kesehatan terhadap Pelayanan Asuransi
Kesehatan Masyarakat. Jurist-Diction. 2020;3(2):387.
2. Janis N. BPJS Kesehatan, Supply dan Demand terhadap Layanan Kesehatan. Depkeu.
2014;1–8.
3. Sitompul S, Suryawati C, Wigati P. Analisis Pelaksanaan Program Pengelolaan Penyakit
Kronis (Prolanis) Bpjs Kesehatan Pada Dokter Keluarga Di Kabupaten Pekalongan
Tahun 2016. J Kesehat Masy Univ Diponegoro. 2016;4(4):145–53.
4. Suprapto. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DISKRESI PADA PELAYANAN KESEHATAN
BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN (BPJS). 2019;(April). Available
from: https://akper-sandikarsa.e-journal.id
5. Siagian AH. “Blunder” Iuran BPJS. 2014;2014.
6. Arih Diyaning Intiasri; Laksono Trisnantoro;Julita Hendratini. Informal Sector
Community : Effort To Prevent Premium Payment. J Kesmas Indones. 2017;9(1):64–77.
7. Majid J, Saputra RE. Tendensi Kemaslahatan Publik dibalik Kenaikan Tarif BPJS
Kesehatan di Indonesia. J Sos Ekon Dan Hum. 2020;6(1):44–53.
8. Penelitian, Pusat RI BKD. Defisit BPJS Kesehatan dan Wacana Sharing Cost Peseta
JKN-KIS Mandiri. Info Kesejaht Sos. 2017;IX(22):11.
9. Anggriani S. Kualitas Pelayanan Bagi Peserta Bpjs Kesehatan Dan Non Bpjs
Kesehatan. J Ilmu Sos dan Ilmu Polit Univ Tribhuwana Tunggadewi. 2016;5(2):101527.
10. Rarasati DH. DAMPAK KENAIKAN TARIF BPJS KESEHATAN TERHADAP

Preventia: Indonesian Journal Of Public Health


1807 ISSN: 1978 - 0575 

PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA MALANG Desi. 2018;51(1):51.

Kenaikan Tarif BPJS Kesehatan Sebagai Upaya Pengendalian Defisit Anggaran (Dwi
Febriyanti)

You might also like