You are on page 1of 12

Jurnal Psikologi Vol. 17 No.

2 Oktober 2018, 107-118

PERBEDAAN PERILAKU KERJA INOVATIF


BERDASARKAN KARAKTERISTIK INDIVIDU KARYAWAN

Arum Etikariena
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Kampus Baru UI, Depok 16424, Jawa Barat, Indonesia

arum.etikariena@ui.ac.id

Abstract
In recent years, research on innovation in organizations, particularly innovative work behaviors, has developed
considerably. The objective of the study were to examine the role of individual characteristics such as age,
gender, educational background, ethnic’s background, tenure and length in current position which presumably
would have an impact on the formation of innovative work behaviors. The study is quantitative study with non-
experimental design, conducted on 279 respondents working in a Syariah Bank and a television company. The
measuring tool used is the Innovative Work Behavior Scale. Demographic data were asked to be completed in
the questionnaire. Data were analyzed using t-test, one-way Anova, and crosstabs analysis. The results show that
innovative work behavior differs significantly based on age (χ2(3, 276) = 17.54; p < .001), educational
background (χ2 (4, 275) = 8.18; p = .04), and tenure (χ2(2, 277) = 6.98; p = 0.03), but has no significant
difference based on gender (χ2(2, 277) = 1.68; p = .20), ethnic background (χ2(13, 266) = 8.12; p = .78) and
length in the current position (χ2(3, 276) = 3.81; p = .15). Thus, the results of this study will contribute to enrich
the knowledge about innovative work behavior in Indonesia. Furthermore, this result will also be a consideration
for dealing with employees to encourage innovative work behavior.

Keywords: innovative work behavior, individual characteristics, non-experimental study

Abstrak
Penelitian mengenai inovasi di organisasi, khususnya perilaku kerja inovatif, cukup berkembang beberapa tahun
terakhir. Tujuan studi ini untuk menelaah peran karakteristik individu seperti usia, jenis kelamin, latar belakang
pendidikan, latar belakang suku, lama kerja dan lama menjabat pada jabatan saat ini yang diduga akan
berdampak pada terbentuknya perilaku kerja inovatif. Penelitian yang berbentuk studi kuantitatif dengan desain
non-eksperimental ini dilakukan pada 279 responden yang bekerja di sebuah Bank Syariah dan sebuah stasiun
televisi swasta. Alat ukur yang digunakan adalah Skala Perilaku Kerja Inovatif. Data demografis juga diminta
melalui kuesioner. Data dianalisis menggunakan t-test, one-way Anova, dan analisis crosstabs. Hasil analisis
menunjukkan hasil bahwa usia (χ 2(3, 276) = 17,54; p = 0,00), latar belakang pendidikan (χ 2 (4, 275) = 8,18; p =
0,04), dan lama kerja (χ 2(2, 277) = 6,98; p = 0,03) berbeda secara signifikan untuk menampilkan perilaku kerja
inovatif. Sedangkan jenis kelamin (χ 2(2, 277) = 1,68; p = 0,20), latar belakang suku (χ 2 (13, 266) = 8,12; p =
0,78) dan lama menjabat pada jabatan saat ini (χ 2(3, 276) = 3,81; p = 0,15) menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan. Dengan demikian, sumbangan hasil studi ini diharapkan akan dapat memperkaya pengetahuan
mengenai perilaku kerja inovatif karyawan di Indonesia. Selanjutnya hal ini juga akan dapat menjadi
pertimbangan untuk menangani karyawan dalam rangka memunculkan perilaku kerja inovatifnya.

Kata Kunci : perilaku kerja inovatif, karakteristik individu, studi non-eksperimental

PENDAHULUAN Inovasi dianggap sebagai cara organisasi


untuk mengembangkan produk dan
Inovasi diyakini menjadi satu hal yang pelayanan yang inovatif kepada masyarakat
penting dilakukan di organisasi karena dapat agar bisa tetap berkompetisi di lingkungan
mewujudkan kesuksesan organisasi bisnisnya (Schermuly, Meyer, & Dammer,
(Damanpour & Gopalakrishnan, 1998; 2013). Saat ini, kita hidup di dunia yang
Jiménez-Jiménez & Sanz-Valle, 2011; Yesil semakin sederhana, cepat, besar, jelas, dan
& Sozbilir, 2013; Vila & Coll-Serano, 2014).

107
108 Etikariena

baik karena adanya inovasi (Beckley, 2013). termasuk dalam level satu inovasi, yaitu
Organisasi dituntut untuk menyadari bahwa perubahan/inovasi pada konteks kerjanya
membuat proses, produk, dan prosedur yang (Meiner, 2010). Hal ini disebabkan inovasi
baru merupakan hal yang sangat penting di level satu tidak terlalu memerlukan
untuk pertumbuhan dan produktivitas keahlian khusus. Perubahan yang diharapkan
organisasi di segala sektor (Patterson, Kerrin, juga setidaknya berdampak pada area atau
& Gatto-Roissard, 2009). kelompok kerjanya saat ini menuju
perbaikan dan/atau pencapaian perilaku kerja
Akhir-akhir ini, studi di area inovasi cukup yang efektif. Karena itu, melakukan telaah
berkembang dengan salah satu fokus utama mengenai berbagai faktor yang berpengaruh
penelitian adalah pada perilaku kerja penting untuk memahami hal-hal apa saja
inovatif untuk mendukung inovasi di yang mendukung dan meningkatkan perilaku
organisasi. Selama ini, penelitian tentang inovatif di organisasi menjadi suatu hal yang
inovasi berada pada level organisasi, dan mendesak (Parzefall, Seecks & Leppänen,
penelitian di level individu masih cukup 2008). Apalagi, penelitian tentang inovasi
terbatas (Amo, 2005). Oleh karena itu, yang telah dilakukan, hampir sebagian besar
penelitian ini akan berfokus pada inovasi menelaah inovasi dari sisi organisasi (Amo
pada level individu yaitu perilaku kerja & Kolvereid, 2005). Para peneliti juga
inovatif. Imran, Saeed, Anis-ul-Haq & berpendapat bahwa studi inovasi yang
Fatima (2010) mengatakan dalam dilakukan di area non teknologi atau yang
penelitiannya bahwa untuk dapat bersaing berhubungan dengan individu masih terbatas
dalam era pertumbuhan teknologi ini, setiap (Aromaa & Eriksson, 2014). Karena itu,
perusahaan membutuhkan inovasi yang studi yang terkait perilaku kerja inovatif
melahirkan ide-ide baru. Ide-ide baru selayaknya masih dapat dikembangkan.
tersebut dapat memenuhi kebutuhan yang
ada di pasar, sehingga perusahaan tetap Berbagai faktor telah ditelaah untuk melihat
mampu bersaing dengan perusahaan lain. pengaruhnya terhadap perilaku inovatif di
Getz dan Robinson (2003) dalam studinya tempat kerja. Hammond, Neff, Farr, Schwall,
menemukan bahwa 80% suatu ide dan Zhao (2011) menyebutkan bahwa faktor-
diinisiatifkan oleh karyawan perusahaan dan faktor individual memiliki efek sedang pada
20% lainnya adalah hasil dari rencana fase-fase dalam proses inovasi. Faktor
inovasi yang telah ditetapkan perusahaan. internal individu seperti usia, jenis kelamin,
Karena itu, karyawan merupakan bagian latar belakang pendidikan, masa kerja,
penting untuk menghasilkan kepribadian, kemampuan kognitif, dan
inovasi.Tantangan yang kemudian muncul perilaku mengambil resiko. Faktor individu
adalah bagaimana membawa karyawan yang yang terkait demografis yaitu jenis kelamin,
ada di organisasi dapat menerapkan inovasi usia, etnis, level pendidikan. Usia merupakan
dalam konteks tugasnya masing-masing salah satu karakteristik yang melekat pada
(Gailly, 2011). Karyawan merupakan salah diri individu. Sejauh ini, hubungan antara
satu sumber dari perubahan yang terjadi di usia dan performa kerja menjadi salah satu
perusahaan, termasuk inovasi. isu yang kian dirasa penting karena berbagai
alasan yang menyertainya. Misalnya
Penelitian ini menyoroti perilaku inovatif beberapa masalah yang muncul adalah
secara khusus di tempat kerja ketika seorang dengan adanya kenyataan bahwa angkatan
karyawan memenuhi tanggung jawab muda saat ini banyak yang cenderung absen
tugasnya (Kanter, 1988; Scott & Bruce, dari pekerjaan, turnover yang tinggi, masalah
1994). Perilaku individu untuk produktivitas kerja dan kepuasan kerja.
menampilkan inovasi di organisasi, Angkatan kerja tua lebih rendah dalam hal
khususnya untuk memberikan perubahan absen kerja, namun sebaliknya usia tua akan
yang bersifat lokal pekerjaannya yang

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


Perbedaan perilaku kerja inovatif berdasarkan karakteristik individu karyawan 109

membuat produktivitas kerja menurun menunjukkan bahwa level pendidikan


(Robbins & Judge, 2015). memiliki hubungan yang positif dan
signifikan dengan kreativitas.
Beberapa penelitian terkait usia diantaranya
adalah penelitian Baldrige dan Burnham Masa kerja (tenure) juga menjadi salah satu
(1975) menyimpulkan bahwa usia tidak hal yang dianggap memiliki relevansi untuk
berpengaruh pada inovasi di organisasi. mengetahui performa kerja karyawan. Masa
Penelitian ini sejalan dengan penelitian kerja menggambarkan pengalaman kerja
Baumann (2011) yang menemukan bahwa yang dimiliki oleh karyawan sehingga
kelompok usia tidak memiliki hubungan diperkirakan akan menjadi prediktor yang
dengan perilaku inovatif. Namun, hal yang tepat untuk menggambarkan produktivitas
berbeda ditunjukkan oleh penelitian kerjanya (Dessler, 1998; Robbins & Judge,
Østergaard, Timmerman dan Kristinsson 2015). Sejalan dengan hal tersebut, masa
(2011) yang menemukan bahwa usia justru menjabat juga dikaitkan dengan masa kerja
berhubungan secara negatif dengan inovasi. mengingat bahasan dan teori yang
menelaahnya masih sangat terbatas. Perilaku
Isu yang membahas adanya perbedaan kerja inovatif merupakan salah satu performa
performa kerja antara laki-laki dan wanita kerja karyawan sehingga dapat dikaitkan
juga cukup hangat diperdebatkan (Robbins & dengan masa kerjanya. Penelitian yang
Jugde, 2015). Misalnya apakah benar bahwa dilakukan memang masih belum spesifik
wanita lebih mampu menampilkan performa membahas hubungan antara masa kerja
kerja yang optimal dibandingkan laki-laki? dengan performa kerja. Diantaranya yang
Pada kenyataannya, peran jenis kelamin dilakukan oleh Bedeian, Ferris dan Kacmar
karyawan masih mengarahkan persepsi kita (1992) yang menunjukkan bahwa masa kerja
tentang performa kerja yang dapat adalah salah satu prediktoryang konsisten
ditampikan karyawan.Terkait dengan jenis dan stabil untuk menilai kepuasan kerja
kelamin karyawan, maka beberapa penelitian karyawan.
yang sudah mengaitkan perilaku kerja
inovatif dengan jenis kelamin seperti Terkait dengan latar belakang etnis
penelitian Østergaard, Timmerman dan karyawan, perhatian saat ini lebih banyak
Kristinsson (2011) mengenai employee terkait dengan adanya diskrimininasi
diversity dan inovasi menunjukkan bahwa karyawan karena latar belakang ras dan
jenis kelamin memiliki hubungan yang sukunya. Namun, sebuah penelitian yang
positif terkait inovasi. Ng dan Feldman dilakukan oleh Kwang (2001) pada
(2009) yang menunjukkan bahwa level responden yang berlatar belakang suku
pendidikan memiliki hubungan yang positif bangsa dari negara-negara Barat dan Timur
dan signifikan dengan kreativitas. Selain itu, menampilkan adanya perspektif yang
diketahui pula adanya efek moderasi dari berbeda dalam hal menunjukkan kreativitas
jenis kelamin dan suku bangsa pada yang diduga karena adanya perbedaan latar
hubungan antara level pendidikan dengan belakang budaya ini. Karena itu, Indonesia
performa kerja. yang memiliki berbagai latar belakang suku
dan budaya, juga akan menarik jika ditelaah
Østergaard, Timmerman dan Kristinsson lebih lanjut dalam hal perbedaan budaya dan
(2011) dalam penelitiannya mengenai perilaku kerja inovatif yang ditampilkannya.
employee diversity dan inovasi yang Dengan demikian, pertanyaan penelitian
mengaitkan faktor-faktor demografis seperti yang muncul adalah: apakah ada perbedaan
jenis kelamin, usia, etnis dan level yang signifikan pada perilaku kerja inovatif
pendidikan. Pendidikan dan jenis kelamin karena adanyaperbedaan latar belakang
memiliki hubungan yang positif terkait dalam hal usia, jenis kelamin, latar belakang
inovasi. Ng dan Feldman (2009) yang

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


110 Etikariena

pendidikan, latar belakang suku, lama kerja memberikan respon dengan memilih antara
dan lama menjabat di posisi saat ini? 1-6, dengan 1 bermakna tidak pernah dan 6
adalah selalu. Selanjutnya, studi yang
METODE dilakukan Etikariena dan Muluk (2014) telah
mengadaptasi skala tersebut ke dalam
Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif Bahasa Indonesia sehingga untuk selanjutnya
dengan desain non-eksperimental untuk skala hasil adaptasi ini yang akan digunakan.
melihat perbedaan perilaku kerja inovatif Koefisien Cronbach Alpha untuk reliabilitas
yang dilihat dari perbedaan karakteristik Skala Perilaku Kerja Inovatif ini adalah
individu yaitu usia, jenis kelamin, latar 0,80 (Etikariena & Muluk, 2014). Adapun
belakang pendidikan, latar belakang suku, contoh pernyataan atau item untuk tahapan
lama kerja dan lama menjabat karyawan di menciptakan ide, mengenalkan ide, dan
jabatan saat ini. merealisasikan ide dalam Skala Perilaku
Kerja Inovatif secara berturut-turut adalah
Responden penelitian adalah karyawan yang ”Mencari metode kerja yang baru di
berstatus sebagai karyawan tetap dengan pekerjaan saya”, “Mendapatkan
masa kerja minimal 1 tahun di organisasi persetujuan untuk ide-ide inovatif yang saya
yang saat ini sedang melakukan inovasi. sampaikan”, dan “Mewujudkan ide-ide
Adapun pemilihan organisasi didasarkan inovatif menjadi aplikasi atau program yang
pada pertimbangan bahwa saat ini organisasi dapat dilaksanakan”.
memiliki visi misi inovasi atau sedang
melakukan inovasi. Pertimbangannya, Sedangkan untuk keperluan pembagian
organisasi tersebutkan memiliki kebutuhan klasifikasi perilaku kerja inovatif tinggi dan
untuk meminta para karyawannya rendah, peneliti menggunakan mean skala
menampilkan perilaku kerja inovatif. sebagai dasar penentuan sehingga diperoleh
Organisasi yang memenuhi kriteria yang angka pembagi yaitu 31,5. Angka ini
ditetapkan dan bersedia menjadi mitra diperoleh karena skala terdiri dari 9 butir
penelitian ini adalah dua perusahaan yaitu pernyataan yang memiliki respon dari 1 – 6.
perusahaan televisi swasta nasional dan Dengan demikian, nilai terendah berada pada
sebuah bank syariah di Jakarta. Target skor 9 dan nilai tertinggi berada pada skor
responden sebanyak 500 karyawan dan dari 54.
500 kuesioner yang disebarkan diperoleh 279
responden sebagai responden survei. Dengan Untuk mengetahui karakteristik demografis
demikian, response rate yang diperoleh individu, beserta skala ditampilkan pula
adalah 55,8%. pertanyaan-pertanyaan yang mencakup data
demografis responden yang meliputi usia
Skala yang digunakan adalah Skala Perilaku (Dessler, 1998), jenis kelamin (Dessler,
Kerja Inovatif oleh Janssen (2000). Skala ini 1998), latar belakang pendidikan (Dessler,
diadaptasi Janssen dari Skala Perilaku Kerja 1998), latar belakang suku, lama kerja
Inovatif yang disusun oleh Scott dan Bruce (Morrow & McElroy, 1987; Liu, Ge & Peng,
(1994). Selanjutnya, Janssen juga 2016) dan lama menjabat di jabatan saat ini.
menggunakan skala ini pada penelitian- Responden hanya diminta menyebutkan saja
penelitiannya selanjutnya (Janssen, 2003, sesuai kondisi mereka, penggolongan
2004, 2005). Skala ini terdiri dari tiga dilakukan oleh peneliti saat melakukan
tahapan yaitu tahap menciptakan ide, tahapan pengolahan data. Pada penelitian ini, analisis
mengenalkan ide dan tahapan merealisasikan data dilakukan untuk data kuantitatif.
ide. Masing-masing tahapan terdiri dari 3 Pengolahan data dilakukan dengan analisis t-
pernyataan sehingga total terdapat 9 test, one-way Anova, dan analisis crosstabs.
pernyataan. Skala ditampilkan dalam bentuk
skala Likert, yaitu responden diminta untuk

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


Perbedaan perilaku kerja inovatif berdasarkan karakteristik individu karyawan 111

HASIL DAN PEMBAHASAN 6,59), dengan jenis kelamin terbanyak adalah


laki-laki sebanyak 159 orang (57%), dengan
Hasil yang diperoleh berdasarkan latar belakang pendidikan terbanyak adalah
pengolahan data yang dilakukan secara berasal dari pendidikan S1 sebanyak 233
deskriptif menunjukkan hasil yang disajikan (79,9%), didominasi oleh suku Jawa yaitu
dalam Tabel 1. 139 orang (49,8%), masa kerja terbanyak
adalah kurang dari 2 tahun sebanyak 160
Tabel 1. orang (57,3%) (M = 2,8 tahun; SD = 2,28).
Rangkuman Gambaran Responden Penelitian Untuk lama menjabat didominasi oleh
(N = 279 orang) karyawan dengan masa jabatan paling lama
Karakteristik Individu n (%) kurang dari 2 tahun sebanyak 184 orang
Usia (65,9%).
- 15 – 24 tahun (exploration 60 21,5
stage) 211 75,6 Untuk melihat perbedaan perilaku kerja
- 25 – 44 tahun 8 2,9
(establishment stage)
inovatif di kalangan responden, dilakukan
- 45 – 65 tahun terlebih dahulu pembagian klasifikasi
(maintenance stage) responden yang tergolong pada perilaku
Jenis Kelamin kerja inovatif tinggi dan rendah. Adapun
- Laki-laki 159 57 hasilnya disajikan pada Tabel 2.
- Perempuan 120 43
Latar Belakang Pendidikan
- SMA 7 2,5 Tabel 2.
- D1 – D3 35 12,5 Klasifikasi Tinggi Rendah Perilaku Kerja
- S1 233 79,9 Inovatif Responden
- S2 – S3 14 5
Latar Belakang Suku Perilaku Kerja f (%)
- Aceh 1 0,7 Inovatif
- Batak 18 6,5 Karyawan Stasiun TV
- Minang 11 3,9 Tinggi 79 56,4
- Melayu (Palembang, 7 2,5 Rendah 61 43,6
Jambi, Lampung, Karyawan Bank Syariah
Bengkulu, Deli) Tinggi 69 49,6
- Sunda 29 10,4 Rendah 70 50,4
- Jawa 139 49,8 Total
- Betawi 16 5,7 Tinggi 148 53
- Bugis 3 1,1 Rendah 131 47
- Manado 7 2,5
- Ambon 2 0,7
- Cina 5 1,8 Dengan demikian, pada responden penelitian
- NTT 1 0,7 ini, sebanyak 148 orang (53%) telah
- Campuran 39 14
Lama kerja di organisasi
menampilkan perilaku kerja inovatif yang
- < 2 tahun 160 57,3 tergolong tinggi. Sementara 131 orang (47%)
- 3 – 10 tahun 116 41,6 masih menampilkan perilaku kerja inovatif
- > 10 tahun 3 1,1 yang rendah. Bila responden penelitian
Lama menjabat di jabatan saat dibedakan berdasarkan organisasinya,
ini
- < 2 tahun 184 65,9
tampak bahwa meski perbedaan antara
- 3 – 10 tahun 93 33,3 responden di Stasiun TV dan Bank Syariah
- > 10 tahun 2 0,7 tidak terlalu mencolok, tapi terlihat bahwa
karyawan dengan perilaku kerja inovatif
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa dari segi yang tinggi lebih banyak berada di stasiun
usia, responden didominasi oleh responden TV dibandingkan di Bank Syariah.
dengan usia antara 25 – 44 tahun sebanyak
211 orang (75,6%) (M = 29,29 tahun; SD = Hasil analisis uji beda untuk melihat
perbedaan perilaku kerja inovatif

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


112 Etikariena

ditunjukkan dalam Tabel 3. Dari Tabel 3 selanjutnya, dilakukan uji analisis crosstab
dapat diketahui bahwa pada responden untuk melihat apakah ditemukan perbedaan
penelitian ini, karakteristik usia, latar perilaku kerja inovatif jika dikaitkan dengan
belakang pendidikan dan masa kerja adalah karakteristik pribadi karyawan yang
karakteristik pribadi yang dapat dikelompokkan berdasarkan klasifikasi
membedakan perilaku kerja inovatif perilaku kerja inovatif dan kelompok
karyawan. karakteristik pribadi tersebut, maka diperoleh
hasil yang disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 3. Berdasarkan Tabel 4, tampak bahwa usia,
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Kerja Inovatif tingkat pendidikan, dan masa kerja
berdasarkan Karakteristik Individu merupakan karakteristik yang dapat
Karakteristik F atau t df p membedakan tingkat perilaku inovatif
Individu karyawan, memperkuat hasil uji beda yang
Usia 8,73 3, 276 <0,001** telah dipaparkan sebelumnya.
Jenis Kelamin 3,61 279 0,06 Terkait hasil penelitian yang diperoleh, maka
Tingkat 2,77 4, 275 0,04* yang dapat dilihat dari keseluruhan hasil
pendidikan
Suku 0,67 12, 267 0,79
penelitian ini menunjukkan bahwa secara
Masa kerja 3,54 3, 276 0,03* umum para karyawan memiliki perilaku
Lama 1,90 3, 276 0,15 kerja inovatif yang didominasi oleh
menjabat karyawan dengan perilaku kerja inovatif
Keterangan: * signifikan pada p<0,05; ** signifikan yang tinggi yaitu sebanyak 148 orang (53%).
pada P<0,01
Jika dibandingkan dari dua organisasi yang
menjadi sampel penelitian, maka perilaku
Analisis lanjutan dengan menggunakan uji
kerja inovatif yang tinggi berada lebih
Post hoc menemukan bahwa, pada kelompok
banyak di perusahaan TV swasta yaitu
usia, kelompok 2 yang merupakan kelompok
sebanyak 79 orang (56,4%), sementara yang
usia 25 – 44 tahun yang sedang berada pada
memiliki perilaku kerja inovatif yang tinggi
tahap pemantapan/ establishment stage
di Bank Syariah adalah 69 orang (49,6%).
adalah kelompok yang paling
Hal ini dapat secara logis dipahami
memungkinkan untuk menampilkan perilaku
mengingat tugas-tugas di stasiun TV
kerja inovatif (M = 1,60; SD = 0,49). Pada
menuntut lebih banyak inovasi dibandingkan
kelompok berdasarkan latar belakang
tugas-tugas di Bank yang didominasi oleh
pendidikan, kelompok yang merupakan,
tugas-tugas yang ketat aturan dan bersifat
kelompok keempat dengan latar belakang
rutin dan administrasi.
pendidikan S2/S3 adalah kelompok yang
paling memungkinkan untuk menampilkan
Terkait dengan tujuan utama penelitian untuk
perilaku kerja inovatif (M = 1,79; SD =
melihat perbedaan perilaku kerja inovatif
0,43). Sementara untuk kelompok
berdasarkan karakteristik individu, maka
berdasarkan masa kerja, kelompok dengan
dapat disebutkan jika karakteristik individu
masa kerja lebih dari 10 tahun atau
memiliki hubungan dengan perilaku kerja
kelompok 3 adalah kelompok yang paling
inovatif seperti yang disebutkan Hammond,
memungkinkan untuk menampikan perilaku
Neff, Farr, Scwall dan Zhao (2011). Seperti
kerja inovatif (M = 1,67; SD = 0,58).
yang mereka sebutkan, usia, latar belakang
pendidikan dan masa kerja memang akan
Sementara, untuk karakteristik individu yang
secara berbeda ditampilkan karyawan sesuai
lain yaitu jenis kelamin, latar belakang suku
dengan karakteristik yang mendukung dari
dan lama menjabat di suatu jabatan tidak
karyawan tersebut. Hal ini mendukung pula
secara signifikan membedakan perilaku kerja
hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya
inovatif karyawan karena tidak terdapat
oleh Ng dan Feldman (2009) bahwa latar
perbedaan yang signifikan di dalam
belakang pendidikan dan usia berhubungan
kelompok tersebut. Untuk analisis

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


Perbedaan perilaku kerja inovatif berdasarkan karakteristik individu karyawan 113

dengan performa kerja, dalam hal ini dilihat kerja inovatif. Seperti diketahui, perilaku
dari perilaku kerja inovatifnya. Dengan kerja inovatif merupakan suatu upaya yang
demikian dapat dikatakan, semakin disengaja dan terencana untuk dapat
meningkatnya usia seseorang, maka akan memberikan ide, mempromosikan dan
semakin mungkin ia menampilkan perilaku merealisasikannya di lingkup pekerjaannya.

Tabel 4.
Hasil Uji Perbedaan Perilaku Kerja Inovatif berdasarkan Kelompok Usia, Jenis Kelamin,
Tingkat Pendidikan, Masa Kerja, dan Lama Menjabat
Perilaku Kerja Inovatif
Kelompok χ2 df1, df2 p
Rendah Tinggi Total
Usia 17,4 3, 276 <0,001**
15-24 42 18 60
25-44 85 126 211
45-65 4 4 8
Total 131 148 279
Jenis kelamin 1,68 2, 277 0,20
Laki-laki 80 79 159
Perempuan 51 69 120
Total 131 148 279
Tingkat pendidikan 8,18 4, 275 0,03*
SMA 6 1 7
Diploma 18 17 35
S1 104 119 223
S2/S3 3 11 14
Total 131 148 279
Suku 8,12 13, 266 0,78
Campuran 18 21 39
Aceh 0 2 2
Batak 9 9 18
Minang 4 7 11
Melayu 2 5 7
Sunda 12 17 29
Jawa 69 70 139
Betawi 9 7 16
Bugis 1 2 3
Manado 3 4 7
Ambon 0 2 2
Tionghoa 3 2 5
NTT 1 0 1
Total 131 148 279
Masa kerja 6,98 3, 276 0,03*
<2 tahun 86 74 160
2 – 10 tahun 44 72 116
>10 tahun 1 2 3
Total 131 148 279
Lama menjabat 3,81 3, 276 0,15
<2 tahun 94 90 184
2 – 10 tahun 36 57 93
>10 tahun 1 1 2
Total 131 148 279

Perilaku inovatif mengandung inisiatif biasanya masih mencari bentuk dan belajar
karyawan untuk dapat menampilkannya dan untuk bersuara karena mereka juga masih
memerlukan keberanian tersendiri agar harus membuktikan ide-idenya. Karenanya,
perilaku tersebut diterima oleh lingkungan seiring meningkatnya usia, barulah inisiatif
kerjanya. Pada karyawan yang berusia muda, ini muncul. Namun penelitian Østergaard,

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


114 Etikariena

Timmerman dan Kristinsson (2011) akan membuat pemahaman akan masalah


menunjukkan bahwa usia justru berhubungan menjadi agak terbatas. Karena itu, penelitian
secara negatif dengan inovasi. Karena itu, ini menunjukkan hasil yang justru berbeda
dapat dipahami mengapa ketika dilakukan dengan penelitian Østergaard, Timmerman
analisis crosstabs antar kelompok, mean dan Kristinsson (2011) mengenai employee
kelompok tertinggi ditampilkan oleh diversity dan inovasi yang menunjukkan
kelompok kedua yaitu rentang usia 25 – 44 bahwa jenis kelamin memiliki hubungan
tahun yang berada pada tahap establishment. yang positif terkait inovasi. Pada konteks
untuk menampilkan perilaku kerja inovatif,
Pada tahap establishment, individu mulai karyawan laki-laki atau karyawan
menstabilkan posisi pekerjaannya sehingga perempuan dapat menampilkan
memungkinkannya untuk mengekspresikan kemungkinan yang sama. Selain itu, adanya
diri. Selain itu, pada tahap ini individu juga kemungkinan bahwa jenis kelamin juga
mulai menunjukkan sikap kerja yang positif, berperan sebagai moderator dan bukan
kebiasaan yang produktif dan membangu prediktor seperti yang dikemukakan oleh Ng
relasi yang lebih baik dengan rekan kerja dan dan Feldman (2009).
orang-orang yang terkait dengan
pekerjaannya. Karena setelah melalui Level pendidikan dan perilaku kerja inovatif
tahapan terebut, maka perlahan karyawan dalam penelitian ini juga menunjukkan hasil
juga mulai merasa sudah saatnya yang signifikan. Hal ini sesuai dengan
menyerahkan inisiatif perubahan pada yang penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh
lebih muda sehingga ketika masuk pada Ng dan Feldman (2009) serta Østergaard,
tahapan usia ketiga, maka perilaku kerja Timmerman dan Kristinsson (2011) yang
inovatif ini kadang justru menurun. Dengan menunjukkan bahwa level pendidikan
demikian, penelitian ini juga menyanggah memiliki hubungan yang positif dan
hasil penelitian Baumann (2011) yang signifikan dengan kreativitas. Hal ini dapat
menemukan kelompok usia tidak memiliki dijelaskan bahwa pengalaman seseorang
hubungan dengan perilaku inovatif. ketika mengenyam pendidikan memberikan
banyak kesempatan untuk mengembangkan
Terkait dengan karakteristik yang diri dan wawasan berpikirnya. Karena itu,
berikutnya, yaitu jenis kelamin karyawan. logis jika secara umum semakin tinggi
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa tingkat pendidikan maka akan cenderung
ternyata jenis kelamin tidak memiliki meningkatkan kemampuan sehingga secara
perbedaan yang signifikan untuk dapat tidak langsung akan semakin bersar
menampilkan perilaku kerja inovatif. Dengan kesempatan memperoleh keterampilan kerja
demikian, hasil penelitian ini yang baru. Karena itu, semakin tinggi level
mengkonfirmasi isu yang membahas adanya pendidikan maka akan semakin mungkin
perbedaan performa kerja antara laki-laki menampilkan perilaku kerja inovatif. Karena
dan wanita (Robbins & Jugde, 2015) yang itu, tak heran jika kelompok empat yang
diperdebatkan, bahwa ada perbedaaan merupakan kelompok dengan latar belakang
performa kerja antara perempuan yang pendidikan S2 dan S3 adalah kelompok yang
dianggap lebih mampu menampilkan memiliki mean tertinggi untuk perilaku kerja
performa kerja yang optimal dibandingkan inovatif.
laki-laki. Hal ini kemungkinan perlu
dikaitkan dengan jenis tugas yang Demikian juga dugaan bahwa suku akan
dihadapinya. Juga dengan kepribadian dari memberikan pengaruh pada munculnya
karyawan yang bersangkutan. perilaku kerja inovatif, pada kenyataannya,
melalui penelitian ini hal ini tidak terbukti.
Penelaahan jenis kelamin saja untuk Karena itu, apapun latar belakang sukunya,
memprediksi kinerja karyawan kemungkinan maka akan memberikan kesempatan yang

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


Perbedaan perilaku kerja inovatif berdasarkan karakteristik individu karyawan 115

sama untuk dapat menampilkan perilaku yang dimiliki oleh karyawan sehingga
kerja inovatif. Pendapat Kwang (2001) dan diperkirakan akan menjadi prediktor yang
penelitian lain yang menyebutkan adanya tepat untuk menggambarkan produktivitas
perbedaan perilaku karena suku, tidak kerjanya (Robbins & Judge, 2015). Hal ini
terbukti. Dalam penelitian ini, responden menjelaskan mengapa kelompok dengan
merupakan karyawan yang tinggal di Jakarta masa kerja lebih dari 10 tahun adalah
dan sudah cukup lama menetap di Jakarta. kelompok yang paling tinggi mean-nya
Hal ini yang kemungkinan juga cukup untuk menampilkan perilaku kerja inovatif.
memengaruhi kesukuan masing-masing
responden untuk menerapkan nilai-nilai Sejalan dengan masa kerja, masa menjabat
budaya secara utuh dalam kehidupan sehari- juga dikaitkan dengan masa kerja mengingat
harinya. Terkait dengan latar belakang etnis bahasan dan teori yang menelaahnya masih
karyawan, perhatian saat ini lebih banyak sangat terbatas. Perilaku kerja inovatif
terkait dengan adanya diskrimininasi merupakan salah satu performa kerja
karyawan karena latar belakang ras dan karyawan sehingga dapat dikaitkan dengan
sukunya. masa kerjanya.penelitian yang dilakukan
memang masih belum spesifik membahas
Dalam penelitian yang dilakukan oleh hubungan antara masa kerja dengan
Kwang (2001) responden benar-benar performa kerja. Namun, ternyata, berbeda
diambil dari daerah yang dianggap mewakili dengan masa kerja, lama menjabat ternyata
budaya yang akan dibandingkan tersebut. menunjukkan tidak ada perbedaan mean
Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa antar kelompok yang signifikan. Karena itu,
responden yang berlatar belakang suku berbeda dengan masa kerja yang semakin
bangsa dari negara-negara Barat dan Timur lama akan semakin memantapkan karyawan
memang akan menampilkan perspektif yang untuk menampilkan perilaku kerja inovatif,
berbeda dalam hal menunjukkan kreativitas pengalaman menjabat tidak berhubungan
karena perbedaan sudut pandang yang akan dengan kemampuan karyawan untuk
memengaruhi pola asuh yang kelak akan menampilkan perilaku kerja inovatif.
memengaruhi pembentukan perilaku
individu. Selain itu, jumlah antar kelompok Terdapat sejumlah saran praktis yang dapat
yang tidak seimbang, karena ada suku yang diberikan terkait dengan hasil penelitian ini.
hanya diwakili satu atau beberapa responden Pertama, terkait usia, pembahasan yang
saja (suku Aceh, Ambon), sementara suku dikaitkan dengan perbedaan generasi belum
lain (suku Jawa) memiliki responden hingga dapat dibahas secara khusus pada penelitian
139 orang, maka kemungkinan juga akan ini. Karena itu, telaah melalui teori
memengaruhi ketika dilakukan analisis perbedaan generasi dapat dilanjutkan,
statistiknya. khususnya untuk melihat perbedaan perilaku
inovatif dan peranannya dengan
Hal menarik lainnya adalah, terkait membandingkan generasi Baby Boomers,
pengalaman kerja. Masa kerja, ternyata Gen X dan Gen Y. Hal ini akan membantu
memang dapat membedakan munculnya organisasi/ perusahaan untuk lebih
perilaku kerja inovatif sehingga pendapat mengenali karakteristik karyawannya saat ini
yang menyebutkan bahwa semakin lama sehingga diharapkan akan dapat mengelola
bekerja akan semakin matang dan mereka dengan lebih efektif. Kedua, latar
memahami pekerjaannya sehingga akan belakang pendidikan memberikan
memungkinkan untuk melakukan inovasi. sumbangsih yang positif pada munculnya
Masa kerja (tenure) juga menjadi salah satu perilaku kerja inovatif. Karena itu, investasi
hal yang dianggap memiliki relevansi untuk karyawan dengan memberikan kesempatan
mengetahui performa kerja karyawan.Masa pengembangan diri berupa kesempatan untuk
kerja menggambarkan pengalaman kerja melanjutkan studi dapat menjadi

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


116 Etikariena

pertimbangan strategis untuk organisasi. kelompok, khususnya untuk proporsi


Ketiga, masa kerja karyawan juga menjadi kelompok suku. Terakhir, menjaring
satu hal yang signifikan untuk memunculkan responden langsung ke daerah yang
perilaku kerja inovatif. Karena itu, merepresentasikan suku tersebut, tidak hanya
mengupayakan program-program yang dapat di Jakarta.
menjaga loyalitas karyawan untuk bertahan
di organisasi juga dapat menjadi satu hal SIMPULAN
yang harus dipersiapkan dengan matang
Merujuk pada hasil dan pembahasan yang
karena akan berdampak positif bagi
sudah disampaikan pada bagian sebelumnya,
terbentuknya perilaku kerja inovatif.
maka dapat disebutkan bahwa karakteristik
Keempat, diketahui pula bahwa karakteristik
individu, khususnya usia, latar belakang
tugas juga akan memengaruhi upaya
pendidikan, dan masa kerja karyawan
organisasi untuk memunculkan perilaku
memiliki hubungan yang signifikan dengan
kerja inovatif karyawannya. Hasil penelitian
perilaku kerja inovatif. Dengan demikian,
ini menunjukkan bahwa perilaku kerja
maka organisasi atau perusahaan dapat
inovatif karyawan di bidang media yang
mempertimbangkan faktor-faktor ini jika
dalam hal ini diwakili perusahaan televisi
ingin mengembangkan program-program
swasta memang lebih tinggi dibandingkan
inovasi di organisasi. Sebaliknya, suku, jenis
perilaku kerja inovatif karyawan bank. Hal
kelamin, dan lama menjabat pada posisi
ini juga menunjukkan bahwa organisasi
jabatan saat ini ternyata tidak memiliki
diharapkan dapat menemukan strategi yang
hubungan yang signifikan sehingga tidak
berbeda agar tetap dapat mendukung
akan menghambat program-program inovasi
munculnya perilaku kerja inovatif bagi para
yang akan dilakukan.
karyawannya.
Selain itu, dari studi yang dilakukan terdapat UCAPAN TERIMA KASIH
sejumlah keterbatasan. Pertama, jumlah
Penelitian ini dapat terlaksana atas
responden yang mungkin masih belum
pendanaan yang diberikan oleh Fakultas
mewakili populasi jumlah karyawan yang
Psikologi Universitas Indonesia melalui
bekerja di perusahaan yang sedang
Dana Hibah Penelitian Mandiri 2016.
berinovasi di Indonesia sebaiknya ditambah
Karenanya, peneliti mengucapkan terima
sehingga akan lebih memungkinkan untuk
kasih sebesar-besarnya untuk kesempatan
generalisasi. Kedua, proporsi kelompok suku
yang diberikan.
masih kurang proporsional. Responden
didominasi oleh suku Jawa sehingga
DAFTAR PUSTAKA
responden juga kurang heterogen. Ketiga,
responden dijaring di daerah Jakarta dan Amo, B.W. (2005). Employee innovation
sekitarnya. Hal ini kemungkinan juga akan behavior (Unpublished dissertation).
memengaruhi pengaruh suku mengingat Bodø Graduate School of Business
sudah tidak terlalu lekat dalam menerapkan Bodø Regional University, Norway.
nilai budaya dalam kehidupan sehari-hari
karyawan. Berdasarkan keterbatasan- Amo, B. W., & Kolvereid, L. (2005).
keterbatasan tersebut, terdapat sejumlah Organizational strategy, individual
saran yang perlu dipertimbangkan untuk personality and innovation behavior.
penelitian selanjutnya. Pertama, menambah Journal of Entreprising Culture,
jumlah responden agar lebih mendekati 13(1), 7-20.
populasi karyawan yang bekerja di
organisasi yang sedang berinovasi. Kedua, Aromaa, E., & Eriksson, P. (2014).
menjaring responden dengan jumlah yang Management of innovation in small
lebih proporsional untuk masing-masing service companies. South Asian

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


Perbedaan perilaku kerja inovatif berdasarkan karakteristik individu karyawan 117

Journal of Business and Management 136. https://doi.org/10.1111/1467-


Cases, 3(1), 31-40. 8691.00276.
Baldrige, J. V., & Burnham, R. A. (1975). Hammond, M. M., Neff, N. L., Farr, J. L.,
Organizational innovation: Schwall, A. R., & Zhao, X. (2011).
Individual, organizational and Predictors of individual–level
environmental impacts. innovation at work: A meta-analysis.
Administrative Science Quarterly, Psychology of Aesthetics, Creativity,
20(2), 165-176. and the Arts, 5(1), 90-
105.http://doi.org/10.1037/a0018556.
Baumann, P. K. (2011). The relationship
between individual and Imran, R., Saeed, T., Anis-ul-Haq, &
organizational characteristics and Fatima, A. (2010). Organizational
nurse innovation behavior climate as a predictor of innovative
(Unpublished dissertation). School of work behavior. African Journal of
Nursing Indiana University. Business Management, 4(15), 3337 –
3343.
Beckley, J. (8 Februari 2013). Innovation
failure success. Business News Janssen, O. (2000). Job demands, perception
Daily. Diakses dari of efforts reward fairness and
http://businessnewsdaily.com/3922- innovative work behavior. Journal of
innovation-failure-success.html. Occupational and Organizational
Psychology, 73, 287-302.
Bedeian, A. G., Ferris, G. R., & Kacmar, K.
M. (1992). Age, tenure, and job Janssen, O. (2003). Innovative behavior and
satisfaction: A tale of two job involvement at the process of
perspectives. Journal of Vocational conflict and less satisfactory relations
Behavior, 40(1), 33-48. with co-worker. Journal of
Occupational and Organizational
Damanpour, F., & Gopalakrishnan, S. Psychology, 76, 347-364.
(1998). Theories of organizational
structure and innovation adoption: Janssen, O. (2004). How fairness perception
The role of environment change. make innovative behavior more or
Journal of Engineering Technology less stressful. Journal of
Management, 15, 1-24. Organizational Behavior, 25(2),
201-215.
Dessler, G. (1998). Human resources
management. New Jersey, NJ: Janssen, O. (2005). The Joint impact of
Pearson. perceived influence and supervisor
supportiveness on employee
Etikariena, A., & Muluk, H. (2014). innovation behavior. Journal of
Hubungan antara memori organisasi Occupational and Organizational
dan perilaku inovatif karyawan. Psychology, 78, 573-579.
Jurnal Hubs Asia, 8(2), 77-88.
Jiménez-Jiménez, D., & Sanz-Valle, R.
Gailly, B. (2011). Developing innovative (2011). Innovation, organizational
organization: A roadmap to boost your learning and performance. Journal of
innovation. Hampshire: Palgrive Business Research, 64, 408-417.
MacMillan.
Kanter, R. (1988). When a thousand flowers
Getz, I., & Robinson, A. G. (2003). Innovate bloom: Structural, collective and social
or die: is that a fact? Creativity and conditions for innovation in
Innovation Management, 12(3), 130-

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118


118 Etikariena

organizations. In B. M. Staw & L. L. Patterson, F., Kerrin, M., & Gatto-Roissard,


Cummings (Eds.), Research in G. (2009). Characteristics and
Organization Behavior (Vol. 10, pp. behaviors of innovative people in
169-211). Greenwich, CT: JAI Press. organizations. A Paper Prepared
forNESTA Policy and Research Unit
Kwang, N. A. (2001). Why Asians are more (NPRU).
less creative than westerners. New
Jersey, NJ: Prentice Hall. Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2015).
Organizational behavior (16th ed.).
Liu, Z., Ge, L., & Peng, W. (2016). How New Jersey, NJ: Pearson Education
organizational tenure affects Limited.
innovative work behavior? The role
of culture difference and status Schermuly, C. C., Meyer, B., & Dammer, L.
determinants. Nankai Bussiness (2013). Leader-member exchang and
Review International, 7(1), 99-126. innovative behavior: The mediating
role of psychological empowerment.
Meiner, K. (2010). The four levels of Journal of Personnel Psychology,
innovation. Graziadiao Business 12(3), 132-142.
Review, 13(4).
Scott, S. G., & Bruce, R. A. (1994).
Morrow, P., & McElroy, J. C. (1986). On Determinants of innovative
assessing measures of work behavior: A path model of
commitment. Journal of individual innovation in the work
Occupational Behavior, 7(1), 139- place. The Academy of Management
145. Journal, 37(3), 580-607.
Ng, T. W. H., & Feldman, D. C. (2009). Vila, P., & Coll-Serano, (2014). Innovation
How broadly does education at the workplace: Do professional
contribute to job performance? competencies matter? Journal of
Personnel Psychology, 62(1), 89– Business Research, 67(5), 752-757.
134.
Yesil, S., & Sozbilir, F. (2013). An empirical
Østergaard, C. R., Timmerman, B., & investigation into the impact of
Kristinson, K. (2011). Does a personality on individual innovation
different view create something behavior in the workplace. Procedia
new? The effect of employee Social & Behavior Sciences, 81,
diversity on innovation. Research 540-551.
Policy, 40, 500-509.
Parzefall, M. R., Seeck, H., & Leppänen, A.
(2008). Employe innovativeness in
organizations: A review. Finnish
Journal of Business Economics,
2(08), 165-182.

Jurnal Psikologi Vol. 17 No. 2 Oktober 2018, 107-118

You might also like