You are on page 1of 47
KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA Gd, Sepa Teruna, Jalan Pattimure No. 20, Keb. Baru - Jakarta Selatan, Tolp. 021-7245002 Fax. 021-7205387 Jakarta, (O Maret 2011 Nomor : gl: oy-04-bb /9|- Lampiran 1 (satu) berkas Kepada Yth. Para Direktur di Lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga Para Kepala Balai Besar dan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional | s.d XI di TEMPAT Perihal Penyampaian Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur Guna mendukung pelaksanaan kegiatan perencanaan perkerasasan jalan lentur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga maka dibutuhkan dokumen Pedoman Perkerasan Jalan Lentur Pendukungnya. Maka dengan ini kami sampaikan pedoman sebagai berikut : No. ‘Judul Pedoman 1. | Pedoman Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur Dokumen pedoman tersebut diatas dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan perencanaan perkerasan lentur di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Marga Demikian disampaikan untuk dipergunakan dengan penuh tanggung jawab. DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA. NIP. 1955 0826 198303 1002 Tembusan disampaikan kepada Yth. 1. Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum (sebagai Laporan); 2. Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum; 3. Kepala Badan Pembinaan Konstruksi, Kementerian Pekerjaan Umum; 4, Pertinggal Konstruksi dan Bangunan No. 002 /P/ BM / 2011 DESAIN PERKERASAN JALAN LENTUR DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA A KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAFTAR ISI DAFTAR ISI PRAKATA — PENDAHULUAN. 1. Ruang Lingkup.. 2. Acuan Normatif 3. Istilah dan Definisi..... 4. Pengumpulan Data Lapangan.. 4.1 Survei Pendahuluan cig sires pe plian Dat Laperoan 5 Kriteria Desain 5.1 Lendutan Perkerasan ‘Beraspal 5.2 Daya Dukung Tanah 5.3 Kerataan Permukaan 5.4 Perubahan Center Line 5.5 Segmentasi Data Lapangan 5.6 Repetisi Beban Lalu Lintas.. 5.7 Lebar Perkerasan. 6 — Prosedur Perhitungan 6.1. Overlay Overlay untuk Tebal Perkuatan Leveling 1. Akibat Kekasaran Permukaan..... c 2. Perbaikan Lereng Melintang (Camber Change) Lapis Ulang (Overiay)... Perkerasan Rekonstruksi alau Pembangunan Jalan Baru. Surface Dressing 3 Semi Struktural . Desain Perkerasan Struktural...... Penyederhanaan Formula AASHTO. Modified Asphalt Concrete. - Rekonstruksi.. hg Lapis Pondasi Bersemen .. 7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) Latar Belakang, a a Keluaran Kelengkapan iran 1 informatif. Flow Chart for Overiay 1n 2 informatif, Flow Chart Grade Raising & Reconstruction 3 informatif. Flow Chart for Shorting Lampiran 4 informatif. Flow Chart for Traffic Analysis. . Lampiran 6 informati. Flow Chart for Widening & New Construction. Lampiran 6 informatif. Perbaikan Bentuk Lereng Melintang Perkerasan Akibat Pergeseran Center Line Lampiran 7 informatif. Bibliografi......... PRAKATA. Pedoman interim desain tebal perkerasan lentur ini jisusun untuk memberikan petunjuk khususnya bagi perencana, para mitra kerja dan pemangku kepentingan serta para konsultan yang terlibat dalam kegiatan pengembangan dan perencanaan jalan Pedoman ini merupakan pedoman yang dapat dipakai sebagai acuan sementara dalam proses perencanaan tebal lapisan perkerasan lentur yang penerapannya harus mempethatikan berbagai peraturan serta ketentuan terkait lainnya, sambil menunggu proses review pedoman perencanaan perkerasan lentur. Acuan yang digunakan pada Pedoman interim ini adalah Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B, yang mengacu pada “AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, 1993, Road Note 31 Edisi Keempat tahun 1993. Dengan dikeluarkannya Pedoman Interim Desain Tebal Perkerasan Lentur diharapkan adanya keseragaman dalam proses perencanaan sehingga dapat memudahkan proses pengendalian. Pedoman ini akan terus mengalami perbalkan dan penyempumaan sebelum diterbitkannya Pedoman Perencanaan Tebal Lapis Perkerasan Lentur secara resmi Adapun tata cara penulisan ini disusun mengikuti pedoman PSN No.8 Tahun 2007. DIREKTUR JENDERAL BINA MARGA Ir, DJOKO MURJANTO, M.Sc PENDAHULUAN Pemenuhan kebutuhan terhadap standar, pedoman dan manual sangatlah penting, terutama untuk menjaga konsistensi dalam perencanaan. Pada kondisi tertentu, kebijakan pedoman dapat dibuat pengecualian bila diperlukan untuk memenuhi sasaran tertentu dari proyek, pengecualian tersebut memeriukan justifikasi dan persetujuan formal. Pedoman Interim Desain Tebal Perkerasan Lentur ini mengacu pada Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt T-01-2002-B yang ditetapkan dengan Kepmen PU No.330/KPTS/M/2002 tanggal 15 Agustus 2002. Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur yang digunakan mengacu pada AASHTO Guide for Design of Pavement Structures (1993), Metode Road Note 31 Edis Keempat tahun 1993 hanya berlaku untuk lalu lintas dengan repetisi tidak lebih dari 30 juta ESA, RN31-93 untuk perkerasan dengan lalu lintas rendah (< 4 juta ESA), Pd T05-2005-B Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan, Untuk pedoman Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan hanya berlaku untuk struktur perkerasan dengan lapis pondasi granular, sedangkan untuk lapis pondasi bersemen tidak tersedia formula maupun grafik-grafiknya, juga hanya berlaku untuk lendutan balik (tidak terdapat formula untuk metoda titik belok) dan berbagai kendala lainnya Pedoman interim ini menggunakan formula yang terdapat pada A Guide to the Structural Design of Road Pavements (Austroad, 1992) yang kemudian direvisi oleh Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays on Flexible Pavements (AP-T34/04) pada tahun 2004 untuk repetisi beban lalu lintas di bawah 1 juta ESA sesuai dengan hasil penelitian dari advisory group dari Austroad, formula HRODI (Hot Rolled Overlay Design in Indonesia) digunakan hanya untuk lapis _ulang (overlay) yang menggunakan lapisan beraspal yang lentur yaitu Hot Rolled Sheet (HRS). Prosedur desain pada pedoman ini bersifat simplified, dimana nilainya berupa default yang diambil dari kondisi umum Indonesia dan persyaratan spesifikasi umum edisi 2010. iti Pedoman Desain Perkerasan Jalan Lentur 4. Ruang Lingkup Desain tebal perkerasan lentur yang diuraikan dalam pedoman ini berlaku untuk struktur perkerasan yang menggunakan bahan bergradasi lepas (granular material) maupun berpengikat, yang dilengkapi dengan metode survey, kriteria desain, prosedur perhitungan serta dilengkapi dengan perangkat lunak desain perkerasan jalan lentur, dimana petunjuk desain ini dapat digunakan untuk © Desain tebal perkerasan lentur jalan baru, rekonstruksi maupun pelebaran (capacity expansion), + Desain tebal lapis tambah (overlay). 2. Acuan Normatif - A Guide to the Structural Design of Road Pavements (Austroads 1992) - Aguide to the Structural Design of Bitumen-Surfaced Roads in The Tropical and Sub-tropical Countries, Overseas Road Note 31, 4" Edition, 1993 ~ Pt T-01-2002-B, Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur - Technical Basis of the 2004 Austroads Design Procedures for Flexible Overlays on Flexible Pavements (AP-T34/04). - _ RSNIS 2416 : 2008, Cara Uji lendutan perkerasan lentur dengan alat Benkeiman Beam 3. Istilah dan Defini 34 Pedoman ‘Acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat. (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000). 32 Pedoman Interim Pedoman yang bersifat sementara yang penggunaannya akan berakhir setelah keluar pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum atau Eselon | atas nama Menteri Pekerjaan Umum. 4 dari 42 3.3 Angka Ekivalen Beban Sumbu Kendaraaan (E) ‘Angka yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 Ib). 34 Indeks Permukaan (IP) ‘Angka yang digunakan untuk menyatakan ketidakrataan dan kekokohan permukaan jalan yang berhubungan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. 35 ‘Structural Number (SN) Indeks yang diturunkan dari analisis lalu lintas, kondisi tanah dasar, dan lingkungan yang dapat dikonversi menjadi tebal lapisan perkerasan dengan menggunakan koefisien kekuatan relatif yang sesuai untuk tiap-tiap jenis material masing-masing lapis struktur perkerasan. Faktor yang digunakan untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif sebagai fungsi yang menyatakan seberapa baiknya struktur perkerasan dapat mengatasi pengaruh negatif masuknya air kedalam struktur perkerasan. 37 Lajur Rencana ‘Salah satu lajur alu lintas dari sistem jalan raya yang menampung lalu lintas terbesar. Umumnya lajur rencana adalah salah satu lajur dari jalan raya dua lajur atau lajur terluar dari jalan raya berlajur banyak (multi-lanes). 3.8 Lapis Permukaan (Surface Course) Bagian perkerasan yang paling atas. 2 dari 42 3.9 Lapis Pondasi (Base Course) Bagian perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (atau dan bagian tanah dasar bila tidak menggunakan lapis pondasi bawah). 3.10 Lajur Pondasi Bawah (Subbase) Bagian perkerasan yang terletak antara lapis pondasi dan tanah dasar. 34 Realiability Kemungkinan (probability) bahwa jenis kerusakan tertentu atau kombinasi jenis kerusakan pada struktur perkerasan akan tetap lebih rendah atau dalam rentang yang diizinkan selama umur desain. 3.12 Tanah Dasar (Subgrade) Permukaan tanah semula atau permukaan galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian- bagian perkerasan lainnya 3.43 Umur Desain Jumlah waktu dalam tahun yang dihitung sejak jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan baru. 3.14 Benkelman Beam (BB) ‘Alat untuk mengukur lendutan balik, lendutan langsung dan titik belok perkerasan yang menggambarkan kekuatan struktur perkerasan jalan. 3.15 CESA (Cummulative Equivalent Standard Axle) Akumulasi ekivalen beban sumbu standar selama umur desain. 3 dari 42 3.16 Laston (Asphaltic Concrete) ‘Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight Bitumen) 3.47 Laston Modifikasi (Modified Asphaltic Concrete) Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang rapat/menerus dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras yang dimodifikasi (seperti aspal polimer, aspal multigrade dan aspal keras yang dimodifikasi asbuton). 3.18 Lataston (Hot Rolled Sheet) Campuran beraspal dengan gradasi agregat gabungan yang senjang dengan menggunakan bahan pengikat aspal keras tanpa dimodifikasi (straight bitumen). 3.19 Lendutan Maksimum (Maximum Defection) Besar gerakan turun vertikal maksimum suatu permukaan perkerasan al 3.20 Lendutan Balik Maksimum (Maximum Rebound Defection) Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam setelah beban berpindah sejauh 6 m. 3.24 Lendutan Balik Titik Belok Besar lendutan balik pada kedudukan di titik kontak batang Benkelman Beam setelah beban berpindah sejauh 0,20 m (untuk metoda Austroad). 3.22 Perkerasan Jalan Struktur jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas yang terletak di atas tanah dasar. 3.23 Perkerasan Lentur Struktur perkerasan jalan yang dibuat dengan menggunakan lapis pondasi agregat dan lapis permukaan dengan bahan pengikat aspal. 4 dari a2 3.24 Tebal Lapis Tambah (Overlay) Lapis perkerasan tambahan yang dipasang di atas struktur perkerasan yang ada dengan tujuan meningkatkan kekuatan struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang didesain selama kurun waktu yang akan datang. 3.25 SDPPJL Software desain perkerasan jalan lentur yang merupakan perangkat lunak sekaligus alat bantu dalam proses perencanaan. 4. Pengumpulan Data Lapangan Tujuan pengumpulan data lapangan dimaksudkan sebagai bahan dasar Perencanaan, proses pengambilan data harus didasarkan pada ketentuan yang dipersyaratkan dengan ketentuan tambahan sesuai dengan ketentuan yang ditambahkan dalam pedoman ini. 4.1 Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilakukan untuk menginventarisasi permasalahan di lapangan yang akan menjadi acuan untuk tahap pengambilan data yang lebih rinci dan juga menjadi acuan pada saat melakukan tahapan desain. 4.2. Survei Pengumpulan Data Lapangan Berdasarkan arahan hasil survei pendahuluan, dilakukan survei pengumpulan data yang lebih rinci, data yang dikumpulkan antara lain meliputi : = Geometrik jalan, termasuk inventarisasi geometrik jalan lama, lebar jalur lalu lintas lama, bahu jalan lama, lereng melintang perkerasan lama ~ Lendutan perkerasan beraspal - Kerataan permukaan prkerasan RCI atau IRI ~ CBR tanah dasar - Volume dan Beban Lalu Lintas - Data sumber material survey yang dilakukan lebih ditekankan guna keperluan desain simplified, sementara guna keperluan full desain dalam hal ini relokasi atau perubahan geometrik dapat disesuaikan dengan pedoman pengambilan data untuk full desain. 5 dari 42 5. Kriteria Desain kriteria desain pada perkerasan lentur didasarkan pada lendutan, daya dukung tanah, kerataan permukaan, perubahan center line, segmentasi data lapangan, repetisi beban lalu lintas, serta lebar perkerasan. 5.1 Lendutan Perkerasan Beraspal Prosedur pengukuran lendutan dengan alat Benkelman Beam memerlukan beberapa data tambahan dan mengalami perubahan tik pengamatan yang sedikit berbeda dengan prosedur yang umumnya dilakukan sebagaimana tersebut di bawah ini : ~ _titik awal (sebelum truk bergerak), kedua (bergerak maju sejauh 20 cm) untuk mencari curvature function (bentuk mangkuk dari suatu lengkung deformasi) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1), = tit ketiga (bergerak maju sejauh 6 m). Titik Awal Titik Kedua Titik Ketiga x x a Se a Gambar 1 : Curvature Function Catatan : - Lendutan maksimum (D maks) diambil dari lendutan balik maksimum (maximum rebound deflection) pada x: = ~ Curvature Function (bentuk mangkuk) diwakili oleh selisih antara “D maks" dan m. “D pada 20 cm" pada x2 = 20 cm. - Gambar ini tanpa skala, “D pada 20 om” ditunjukkan oleh D; atau Dz (tergantung arah pergerakan dari truk) sebagaimana bentuk mangkuk yang terjadi. Beberapa data tambahan yang diperiukan adalah : ~ tebal lapisan beraspal yang mewakili, dapat diperoleh dengan test pit di tepi jalur {alu lintas (carriageway) atau penggalian pada lubang (pot hole) yang ada. ~ faktor pengaruh muka air tanah (C = 1,2 jika musim kemarau atau muka air rendah ; dan C = 0,9 jika musim hujan atau muka air tinggi, bukan diambil 1,00 sid 1,15 seperti prosedur RDS yang lalu). 6 dari 42 Adapun formula untuk faktor koreksi ini adalah : Fu = (~ 0,0014 + 0,0147 t - 0,1019) (TAVMAPT)’ + (0,0037 t — 0,0291 t + 0,289) (TWMAPT)’ + (— 0,0017 t? + 0,0094 t — 0,1873) (TWWMAPT) + (— 0,0005 t? + 0,0036 t + 1,0029) dimana : Fu :tebal penyesuaian lendutan terhadap temperatur standar 25°C. dan tebal lapisan beraspal t : tebal lapisan beraspal (dalam cm), jika t> 15 om maka diambil 15 om T : temperatur permukaan aspal (dalam °C) WMAPT : temperatur perkerasan rata-rata tahunan (weighted mean annual pavement temperature) (°C) Jika tidak tersedia data maka WMAPT dapat diambil 35,2°C yang merupakan ‘temperatur tahunan rata-rata dari hasil survei pada 187 lokasi di Indonesia Lendutan Benkelman Beam dihitung dengan formula berikut dp = 2 x (da — dy) x Fis X CX Fx dimana : de : lendutan balik maksimum dari Benkelman Beam (dalam 0,01 mm) d; :lendutan pada saat beban tepat pada titik pengukuran atau titik awal (dalam 0,01 mm) ¢p : lendutan pada saat beban berada pada jarak 6 m dari titik pengukuran (dalam 0,01 mm) C : faktor pengaruh muka air tanah (faktor musim) Fx : faktor koreksi beban gandar truk '7 343 x (beban gandar truk dalam ton) 207° Faktor koreksi lendutan pada saat pengukuran (Fi) memerlukan data - temperatur permukaan perkerasan, dan - tebal lapisan beraspal. Selain perubahan cara pengukuran seperti yang telah disebutkan di atas, semua data lapangan lain harus dicatat dalam formulir yang tersedia seperti lebar perkerasan existing; kondisi perkerasan; waktu pengukuran; muka air tanah; dan sebagainya, sehingga memudahkan desainer dalam mengevaluasi data lapangan. 7 dari 42 5.2 Daya Dukung Tanah Daya dukung tanah (CBR) yang diperoleh dengan DCP (Dynamic Cone Penetrometer) harus dibandingkan dengan CBR laboratorium berdasarkan pengujian properties (sifat-sifat) tanah untuk menentukan Klasifikasi Tanah sehingga konversi yang diperoleh tidak menyimpang. Sebagai panduan dapat digunakan Tabel 1 untuk memeriksa apakah hasil CBR-DCP memadai. Tabel 1 : Perkiraan CBR berdasarkan Klasifikasi Tanah Casagrande atau | CBR periiaan uscs (%) cw >50 GC > 40 GP 25-60 GF [20 SW&SC 20-60 ~ SP 10-30 SF 8-30 ML 6-25 cL 4-16 OL 3-8 MH <7 cH <6 OH <4 Catatan : i a G ; gravel (kerikil) S : sand (pasir) M:silt (anau) C : clay (lempung) : organic soil (tanah organic) W : well graded (bergradasi baik) P : poor graded (bergradasi tidak baik) GC dan SC : gradasi menerus dengan sedikit lempung GF dan SF : gradasi jelek dengan kadar lanau/lempung tinggi H = high (batas cair tinggi > 50) L = low (batas cair rendah <50) 8 dari 42 5.3 Kerataan Permukaan Nilai kerataan permukaan perkerasan RCI (Road Condition Index) didapat dari survey visual atau diperiksa dengan alat Rougho-meter NAASRA dan dinyatakan dalam IRI (International Roughness Index). 5.4 Perubahan Center Line Bilamana terdapat segmen yang memerlukan pelebaran perkerasan maka inventarisasi geometrik jalan pada segmen tersebut tidak dilakukan per 200 meter seperti yang dilakukan pada simplified design tetapi per 50 m untuk jalan yang lurus dan 25 m untuk tikungan sehingga kondisi jalan dapat diketahui dengan lebih terinci Data inventory ini akan lebih baik jika dilengkapi dengan foto digital pada setiap Penampang melintang, 50 m untuk jalan yang lurus dan 25 m untuk tikungan. Data inventory dan foto harus dapat memberikan gambaran ke sisi mana pelebaran akan dilakukan sehingga kebutuhan perbaikan bentuk lereng melintang perkerasan akibat pergeseran centerline dapat dihitung secara terpisah. Jenis campuran aspal yang digunakan untuk perbaikan bentuk ini akan ditetapkan oleh desainer dengan mempertimbangkan metoda pelaksanaan 5.5 Segmentasi Data Lapangan Agar diperoleh suatu desain yang ekonomis maka ruas suatu jalan akan dibagi-bagi lagi beberapa segmen yang mewakili, segmen-segmen ini disebut homogeneous section. Dengan demikian, nilai-nilai rencana yang mewakili dihitung berikut ini : Lendutan desain = Lendutan rata-rata + K x Standar Deviasi dimana (balk untuk lendutan maksimum maupun tik belok) : K = 2,00 untuk jalan arteri K = 1,64 untuk jalan kolektor K = 1,28 untuk jalan lokal CBR desain = CBR rata-rata — 1,28 x Standar Deviasi IRI desain RI rata-rata Lebar Existing desain = Lebar Exi Tebal Perkerasan Existing (dalam Gravel Equivalent) = Tebal rata-rata 9 rata-rata 5.6 Repetisi Beban Lalu Lintas Perhitungan jumlah lalu lintas harus menggunakan formulir baku yang terdiri dari 8 golongan kendaraan yaitu : Golongan 1: Sepeda Motor Golongan 2: Kendaraan Penumpang Golongan 3: Kendaraan Utilitas 1 (freight) 9 dari 42 Golongan 4: Kendaraan Utiitas 2 (passenger) Golongan 5A. : Bus Kecil (bus tiga per empat) Golongan 5B : Bus Besar Golongan 6A : Truk 2 As Keoil (truk tiga per empat) Golongan 6B : Truk 2 As Besar Golongan 7A : Truk 3 As (tronton) Golongan 7B : Truk Gandengan Golongan 7C : Truk Semi-Trailer Golongan 8: Kendaraan tak bermotor Untuk desain tebal perkerasan hanya diperlukan data lalu lintas dari Golongan 2 sampai Golongan 7. Untuk menentukan kapasitas suatu jalan dengan cara simplified juga diperiukan data hanya lalu lintas dari Golongan 2 sampai Golongan 7. Bilamana tidak terdapat data VDF aktual pada ruas yang sedang didesain maka Tabel 2 VDF dari RDM (default) inilah yang akan digunakan. Tabel Vehicle Damaging Factor (VDF) dibawah ini diperoleh dari Road Design Method (RDM) yang merupakan rata-rata hasil survei WIM (Weigh in Motion) Bridge di seluruh Indonesia. VDF pada Tabel 2 di bawah ini, tidak dapat digunakan untuk ruas-ruas jalan dengan lal lintas berat (heavy loaded road). Perlu digarisbawahi bahwa nilai-nil Tabel 2: VDF dari RDM (default) Kendaraan Penumpang (Golongan 2) Kendaraan Utilitas (Golongan 3 & 4) Bus Kecil (Golongan 5A) Bus Besar (Golongan 5B) “Truk Ringan (Golongan 6A) Truk Sedang (Golongan 6B) Truk Berat (Golongan 7A, 7B dan 7C) Koefisien Distribusi lalu lintas untuk lajur desain ditentukan berikut ini : Tabel 3: Koefisien Distribusi Lalu Lintas untuk Lajur Desain Jumiah Lajur Kendaraan Ringan | Kendaraan Berat 2 08 05 4 0.3 0,45 6 02 0,4 10 dari 42 5.7 Lebar Perkerasan ‘Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 2006 tentang Jalan maka lebar carriageway dan bahu jalan minimum akan diambil berdasarkan di bawah ini : ‘Tabel 4 : Ketentuan Lebar Badan Jalan dan Lebar Jalur Lalu Lintas Kelas Lebar Jalur Lalu Fungsi_| Lebar Badan Jalan Jalan (m) Jalan Lintas (m) Lokal B75 Jalan Kecil 355 Kolektor 39,0 Jin Sedang BIx7.0 Arteri 2110 Jalan Raya | 2x 37,0 dng median ‘Sesuai dengan surat Dirjen Bina Marga No.UM-0103/Dh/242 tanggal 21 Maret 2008 maka masih diperkenankan untuk menggunakan “lebar transisi” sebagai pengganti “lebar ideal” sebagaimana yang ditetapkan dalam PP No.34/2006 bilamana terdapat keterbatasan. Tabel 5. Lebar Transisi Jalan sesuai Surat Dirjen BM Lebar Jalur Lalu Lintas Lebar Bahu (m) (m) (kiri & kanan) Transisi Fungsi Jalan Ideal Transisi Ideal Lebar jalur lalu lintas (carriageway) dan bahu jalan umumnya akan ditentukan berdasarkan kapasitas suatu jalan. Dalam pedoman ini digunakan cara simplified dimana lebar perkerasan akan ditentukan menurut kedua ketentuan di atas dan ) bukan dalam jumlah kendaraan pada saat mid life (tengah-tengah umur ren satuan mobil penumpang (smp). Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu jalan yang digunakan adalah seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6 di bawah ini 44 dari 42 Tabel 6. Lebar carriageway (jalur lalu lintas) dan lebar bahu jalan TAR Kebutuhan Lebar JalurLalu | Lebar Bahu Ideal pada midlife Lintas (Pd) (s) kendaraan) (m) im) < 5500 55 1,0 ‘5500 - 8000 60 a ‘8000 - 20000 7.0 20 > 20000) 2x70 2.0 Tarus Gkentukan Kasus “Yruntak raas dengan Tala lintas tinggi, lebar perkerasan di Peer kasus sesuai dengan hasil studi gangguan lateral (akses jalan masuk, pemukiman, kendaraan parkir, dsb) terhadap jalan existing dan kebutuhan kapasitas jalan. Penetapan lebar jalur lalu lintas akan tergantung dari: - Fungsi Jalan - LHR pada midlife Untuk kemudahan dalam pelaksanaan maka lebar pelebaran lapisan beraspal yang dizinkan minimum 0,5 m dan umumnya hanya dilakukan pada satu sisi sehingga lebar total overlay adalah seperti pada Tabel 7 berikut, Tabel 7. Lebar Pelebaran Lapisan Beraspal Lebar Pelebaran Teoritis (=P) | Pelebaran Praklis | _ Lebar Total (m) (m) Overlay (m) P <0,5 05 Px +0,5 0,5

tjuta ESA Td = [(-13,76374894 (L) ‘°° — 24,94880546) / D] + 32,72 i, Lapis Pondasi Bersemen Td = [(0,416382253 (log L)* — 3,389078498 (log L)’ + 9,85665529 (log L) = 21,27986348) | D] + 32,72 dimana : Td: tebal strengthening berdasarkan lendutan (dalam om) b. Cara Kemiringan Titik Belok : Te = [(0,02851711 (log L)* — 0,448669202 (log L)? + 1,844106464 (log L) — 3,517110266) / CF] + 17,43 dimana : To: Tebal strengthening berdasarkan curvature (dalam cm) CF: Curvature Function (bentuk mangkuk) desain, yang diambil dari [lendutan pada titik 0 cm — lendutan pada titik 20 cm] desain (dalam mm) Formula untuk faktor koreksi ketebalan sehubungan dengan temperatur pada daerah iklim tropis (F,2) adalah Fiz = 0,0004(WMAPT/ + 0,0032(WMAPT) + 0.6774 dimana Fe faktor penyesuaian tebal sehubungan dengan tempe-ratur standar 25°C WMAPT : ‘weighted mean annual pavement temperatur’ (°C), diambil 35,2°C yang merupakan temperatur tahunan rata-rata hasil ‘survei dari 187 lokasi di Indonesia sehingga diperoleh Fiz = 1,29, dibulatkan menjadi 1,3 Tebal perkuatan (t,) setelah faktor koreksi = dan Tc] .3 x [yang terbesar antara Td 14 dari 42 6.1.2. Leveling 6.1.2.1. Akibat Kekasaran Permukaan Kebutuhan “leveling” untuk perbaikan kekasaran (roughness) permukaan sebenamya tidak begitu significant. Sebagai contoh, untuk jalan yang secara visual dalam kondisi jelek, kadang-kadang ada lubang dan permukaan tidak rata, ini setara dengan IRI (International Roughness Index) sebesar 8 - 10. Untuk IRI sebesar 9 hanya dibutuhkan perataan sebesar 7 mm, angka ini hanya sedikit diatas batas toleransi kerataan memanjang yang disyaratkan yaitu 5 mm. Dengan demikian, leveling untuk kekasaran permukaan dapat dianggap telah dicakup oleh overlay untuk perkuatan (strengthening), 6.1.2.2. Perbaikan Lereng Melintang (Camber Change) Kebutuhan “leveling” untuk perbaikan lereng melintang perkerasan akan dihitung secara terpisah sesuai kebutuhan lapangan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar Ay 6.1.3. Lapis Ulang (Overlay) Tebal minimum masing-masing jenis lapisan yang berbeda maka tebal overlay baik untuk perkuatan maupun spot leveling secara praktis dapat mengunakan acuan ‘seperti tertera pada Tabel 7 di bawah ini. Tabel 7. Tebal Overlay Praktis untuk HRS untuk repetisi beban lalu lintas 0,6 juta ESA dan <2,5 juta ESA terdapat altematif pilinan yaitu jenis surface dressing maupun jenis permukaan semi-struktural. Mengingat tingginya curah hujan di daerah tropis maka aplikasi jenis surface dressing dengan menggunakan Burtu (SST) dan Burda (DBST) dapat digunakan hanya untuk lalu lintas ringan dengan repetisi beban lalu lintas sampai 0,5 juta ESA saja dengan formula di bawah ini : T base = 1.9126 (In L) + 18,145 T subbase = 3,6708 (In L) - 4,1875 CBR + 51,046 dimana Tbase _: tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm T sub-base_: tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm L repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA) CBR : CBR sub-grade (%) 6.2.2. Semi Struktural Sehubungan dengan masih banyak kondisi pondasi jalan yang belum mantap dan juga pertimbangan ekonomis maka untuk lalu lintas ringan dengan jumiah repetisi beban lalu lintas <1 juta ESA dapat digunakan jenis semi struktural dengan formula di bawah ini: T surface = 5 om HRS-WC T base = 1.9126 (In L) + 15,645 T subbase = 3,6708 (In L) - 4,1875 CBR + 51,046 16 dari 42 dimana : T surface: tebal Lapis Permukaan Beraspal, dalam om Thase _: tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm T sub-base_: tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm L : fepetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA) CBR : CBR sub-grade (%) Dalam hal apapun, tebal sub-base tidak boleh kurang dari 15 cm. HRS-WC untuk lapis permukaan tidak boleh disubstitusi dengan AC-WC karena AC-WC tidak boleh diterapkan untuk jenis semi struktural. Lagipula, perlu digaris-bawahi bahwa HRS hanya dapat diterapkan pada lokasi yang mempunyai sumber bahan pasir halus. Bilamana tidak terdapat sumber bahan pasir halus maka harus digunakan AC dengan menggunakan jenis perkerasan yang struktural (merujuk pada Spesifikasi Umum Nopember 2010 Pasal 6.3.1.(2)(b\(i)) Bilamana CBR sub-grade <3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai berikut T capping layer = 1,6 x [1,7582 (In L) - 4,1875 CBR + 35,401] dan T sub-base = T base dimana : T capping layer : tebal “selected material” sebagai lapis penopang, dalam cm (dengan CBR minimum sebagaimana disebutkan dalam Spesifikasi) 6.2.3. Desain Perkerasan Struktural Pada lapis permukaan jenis struktural, tebal lapis permukaan yang diterapkan minimum adalah 10 cm. Sesuai dengan Spesifikasi Umum Edisi 2010 tebal nominal minimum untuk AC-WC = 4 cm, AC-BC = 6 cm dan AC-Base = 7.5 cm, sehingga kombinasi lapis permukaan yang paling tipis dan memungkinkan adalah AC-WC + ‘AC-BC = 10 cm 6.2.4, Penyederhanaan Formula AASHTO Dalam formula AASHTO 1993 terdapat banyak sekali parameter yang tidak diketahui secara luas oleh para desainer yang terbiasa dengan “Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen” (SNI 1732 - 1989 — F). Untuk menyederhanakan formula AASHTO 1993 yang terdapat dalam 47 dari 42 “Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt 7-01-2002-B" dilakukan penetapan beberapa parameter yaitu Realiabilitas (R) Nilai Penyimpangan Normal Standar (Zs) Deviasi Standar (So) Koefisien Drainase (m) Indeks Permukaan (IP) Koefisien Kekuatan Relatif (a) Dalam buku pedoman 2002, Reliabil tercantum pada Tabel 9 : Sarena Tabel 9. Rekomend: i Tingkat Realibilitas untuk bermacam- macam Klasifikasi Jalan Klasifikasi jalan Rekomendasi tingkat reliabilitas Perkotaan| ‘Antar Kota Bebas Hambatan 85- 99,99 80-99,9 Arteri 80-99 75-95 Kolektor 80-95 75-95 Lokal 50-80 50-80 Pada umumnya, dengan peningkatan volume lalu jintas dan kesulitan untuk mengalihkan lalu lintas, maka resiko yang tidak menunjukkan kinerja yang diharapkan harusiah ditekan (linat buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt. 7-01-2002-B _pasal 5.1.2). Hal ini dapat diatasi dengan memilin tingkat reliabilitas yang lebih tinggi. Tingkat reliabilitas tertinggi yang mewakili semua Klasifikasi jalan kecuall jalan Jokal balk perkotaan maupun antar kota adalah sebesar 95%. Untuk jalan lokal mungkin tingkat reliabilitas ini sedikit agak tinggi namun untuk Penyederhanaan dengan menetapkan terlebih dahulu parameter-parameter yang digunakan sehingga diambilah angka 95% realibiltas. Dalam buku pedoman 2002, Nilai Penyimpangan Normal Standar (Zp) akan diperoleh dari Tabel 10 di bawah ini 18 dari 42 Tabel 10. Nilai Penyimpangan Normal standar untuk tingkat realiabilitas tertentu itas, R (%) Deviasi Normal Standar 50 Realit 60 70 75 80 85 90 91 92 93 94 95) 96 97 98 99 99,9 99,99 Dari Tabel 10 di atas diperoleh Zn = - 1,645 untuk R = 95%. Dalam buku pedoman 2002, Deviasi Standar (So) untuk perkerasan lentur rentang nilai So ini adalah 0,4 — 0,5. Dalam hal ini, diambil tengah-tengah rentang yaitu 0,46. Dalam buku pedoman 2002, Koefisien Drainase (m) diuraikan sebagaimana di bawah ini: Kualitas Drainase adalah hilangnya kadar air dari struktur perkerasan. Dalam AASHTO Road Test hilangnya kadar air dari struktur perkerasaan adalah 1 minggu. Nilai-nilai untuk memodifikasi koefisien kekuatan relatif untuk material lapis pondasi (base) dan lapis pondasi bawah (subbase) tanpa pengikat pada perkerasan lentur (m) : tergantung dari “% waktu struktur perkerasan terekspos oleh tingkat kadar air yang mendekati jenuh (selama setahun)" Tabel 11. Definisi Kualitas Drainase Kualitas Drainase Air Hilang dalam Baik sekali 2am Baik T hari ‘Sedang 7 minggu Jelek 1 bulan Jelek sekali Air tidak akan mengalir 19 dari 42 Tabel 12. Koefisien Drainase (m) untuk Memodifikasi Koefisien Kekuatan Relatif Material Untreated Base dan Subbase pada Perkerasan Lentur Kualitas | % waktu struktur perkerasan terekpos oleh Drainase tingkat kadar air yang mendekati jenuh <1% 1-5% | 5-25% |>25% Baik sekali | 7,40- 7,30 | 7,35-1,30 | 1,30-1,20| 1,20 Baik 1,35 — 1,25 | 1,25-1,15 | 1,15— 1,00 1,00 Sedang 1,25—1,15 | 1,15-1,05 | 1,00-0,80 0,80 Jelek | 1,15-1,05 | 1,05-0,80 | 080-060] 0,60 Jelek sekali | 1,05-0,95 | 0,95-0,75 | 0,75-0,40 | 0,40 Maka Kualitas Drainase berdasarkan AASHTO Road Test adalah “sedang”. Untuk Kualitas Drainase “sedang” diperoleh “% waktu struktur perkerasan terekspos oleh tingkat kadar air yang mendekati jenuh (selama setahun)" sebesar “< 1%” adalah 1,25 - 1,15 ; yang sebesar “1 ~ 5%" adalah 1,15 — 1,05 dan yang sebesar “5 ~ 25%" adalah 1,00 - 0,80. Sehubungan dengan kurangnya pemeliharaan drainase untuk jalan-jalan di indonesia dan tingginya curah hujan di daerah tropis maka koefisien drainase sebesar “5 — 25%", dari rentang angka koefisien drainase “1,00 — 0,80” ini tapkan sebagai berikut : - untuk daerah bukan datar atau drainasenya cukup baik, m, diambil 1 ~ untuk daerah yang sangat datar atau drainasenya kurang baik, rm diambil 0,8 Secara simplified, desain tebal lapisan pondasi berbutir tanpa pengikat yang diperoleh harus dibagi dengan 0,8 atau dikalikan dengan 1,25 bilamana lokasi jalan terletak pada daerah datar atau drainasenya kurang baik. Untuk kondisi khusus, koefisien drainase harus dihitung secara tersendiri dan tidak tercakup dalam pedoman ini Dalam buku Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Pt. T-01-2002-B, Indeks Permukaan (IP) diuraikan sebagaimana di bawah ini Tabel 13. Indeks Permukaan pada akhir Umur Desain (IPt) Klasifikasi Jalan Lokal Kolektor Arteri Bebas Hambatan 10-15 15 15-20 = 15 15-20 2,0 = 15-20 2,0 20-25 = - 20-25 25 25 20 dari 42 Nilai Indeks Permukaan pada Akhir Umur Rencana yang mewakili semua klasifikasi jalan kecuali jalan lokal adalah sebesar 2,5. Untuk jalan lokal mungkin Indeks Permukaan ini agak tinggi namun untuk penyederhanaan maka diambilah angka IP. 26. Tabel 14. Indeks Permukaan pada Awal Umur Rencana Jenis Lapis tpo | Ketidakrataan *) (IRI, m/km) Perkerasan LASTON Ba =1,0 39-35 >40 LASBUTAG 39-35 2.0 34-30 >20 LAPEN 34-30 | =3,0 29-25 >30 *) Alat Pengukur Ketidakrataan yang digunakan berupa roughmeter NAASRA, | Bump Integrator, cl Indeks Permukaan pada Awal Umur Desain (IPo) diambil Tabel 14, untuk jenis perkerasan Laston dengan ketidak-rataan IRI <1 m/km adalah 24. dalam metode AASHTO 1981, IPo yang digunakan adalah 4,2 sedang pada AASHTO 1986, IPo tertinggi dapat mencapai 5, namun IPo yang sering digunakan adalah sebesar 4,4 Untuk penyederhanaan maka diambillah IPo 4,2. Ini dimaksudkan agar kerataan permukaan pada perkerasan yang baru dihampar lebih mudah dicapai, Berdasarkan hasil penelitian terhadap modulus campuran aspal “konvensional” (aspal keras Pen.60/70) dan campuran aspal “modifikasi" (dengan aspal keras yang mengandung bahan modifikasi) diperoleh regresi hubungan antara modulus campuran aspal dengan temperatur tahunan rata-rata perkerasan aspal beton sebagai berikut Untuk AC non modifikasi : Exc non moainnasi = 5 X 10°6 + EXP 4 (-0.089°T rata-rata) dimana : ~ Enceonmeditasi : modulus elastisitas beton aspal non modifikasi > Trata-rata—_: temperatur tahunan rata-rata untuk beton aspal bergradasi rapat Untuk T rata-rata = 35°C, diperoleh Excnon mositkasi = 220.000 psi 24 dari 42 Untuk AC modifikasi Exc moditias: = 3 x 1046 + EXP * (-0.0641 dimana : = Excmostiass _: modulus elastisitas beton aspal modifikasi - Trata-rata _: temperatur tahunan rata-rata untuk beton aspal bergradasi rapat Untuk T rata-rata = 35°C, diperoleh Ec moaiasi= 318.000 psi Berdasarkan grafik dalam Gambar 2 pada buku pedoman 2002 maka diperoleh a; Untuk AC nonmostiasi = 0.315, sedangkan ay untuk AC mosisasi = 0.379 Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 pada buku pedoman 2002 maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas A dengan CBR ex seksi lapis pondai dengan Agregat A, diperoleh Modulus Base = 29,400 psi dan az= 0.138 90 sesuai spesifikasi umum pada Berdasarkan nomogram dalam Gambar 3 maka untuk Lapis Pondasi Agregat Kelas B dengan CBR sutbe:e = 60, diperoleh Modulus Sub-base = 17,900 psi dan as= 0.127 Formula yang digunakan untuk menghitung tebal perkerasan adalah sbb log(Wis)= Zp x So + 9,36 x log(SN*1) - 0,20 + [log{AIP / (4,2 -1,5)}/ {0,4 + 1094 / (SN+1)'5,19}] + 2,32 x log(Ma) ~ 8,07 SN = arD; + aaDamz+ asDsms D*, SSN, /a, dan SN*,=a,D, =SN; D*) =(SN2—SN*))/ azmz dan SN‘; + SN*: >SNz Dts =[SNs—(SN*; + SN*2) / asms] dimana 1, 82, a = koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan D;, Dz, Ds= tebal masing-masing lapis perkerasan (cm) M2, m3 = koefisien drainase We = perkiraan jumlah beban sumbu standar ekivalen 18 kip Zn = deviasi normal standar So = gabungan standard error untuk perkiraan lalu lintas dan kinerja SN = Structural Number atau Indeks Tebal Perkerasan (dalam inch) 22 dari 42 ih antara intial design serviceability index (IPo) dan design terminal index (IPt) Ma = Modulus Resilien Desain tebal perkerasan sulit diperoleh langsung dengan rumus di atas sehingga untuk itu AASHTO menyajikan alat bantu berupa nomogram. Untuk menyederhanakan rumus di atas, beberapa nilai parameter ditetapkan terlebih dahulu seperti yang telah diuraikan sebelumnya dan dengan memasukkan parameter-parameter tersebut kedalam rumus dapat dicari tebal perkerasan untuk beberapa variasi kondisi repetisi lalu lintas dan beberapa variasi modulus tanah dasar. Hasil yang diperoleh kemudian digrafikkan dengan cara regresi. Dengan penyederhanaan regresi maka diperoleh formula untuk pembangunan jalan baru (termasuk pelebaran dan rekonstruksi) berikut ini : T surface (non mod) 17,298 (L) °°” T base 8,4729 (L) 17? T subbase = (0,0735 CBR? — 1,528 CBR + 8,5729) (In L) — 0,0931 CBR® + 2.2316 CBR? - 21,668 CBR + 82,347 dimana Tsurface : tebal Lapis Permukaan Beraspal (non modifikasi), dalam cm Tase tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm Tsub-base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm L : repetisi beban lalu lintas (dalam juta ESA) CBR CBR sub-grade (%) Bilamana CBR sub-grade <3 maka tebal sub-base yang diperlukan dapat diganti dengan tebal capping layer (lapis penopang) ditambah tebal sub-base sebagai berikut: T capping layer = 1,6 x [(0,0735 CBR? - 1,528 CBR + 8,5729) (In L) - 0,0931 CBR® + 2,2316 CBR? - 21,668 CBR + 62,347] dan T sub-base tipikal dimana : = 20cm T capping layer _: tebal “selected material” sebagai lapis penopang, dalam cm T sub-base tipikal : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B, dalam om 23 dari 42 6.2.5, Modified Asphalt Concrete Rasio koefisien relatif “asphalt concrete modified" — “asphalt concrete non modified” adalah 1,2 (= 0,379 / 0,315), dengan demikian tebal lapis permukaan untuk asphalt conerete modifier adalah T surface (mod) = 14,415 (L) "57 6.2.6. Rekonstruksi Rekonstruksi dilakukan bilamana jalan eksisting rusak berat, banyak lubang dan seluruh daerah perkerasan hancur. Nilai sisa pada perkerasan existing harus diperhitungkan dalam satuan Gravel Equivalent (GE). Nilai GE untuk Laston (AC) existing = 2,2, Lataston (HRS) existing = 2,0, Lapis Pondasi Agregat Kelas A existing (CBR 80 - 90%) = 1,0 dan Kelas B existing (CBR 35 - 60%) atau Telford Macadam existing = 0,8 (kelas B pada perkerasan lama umumnya mempunyai CBR hanya sekitar 35%), sedangkan untuk Lapis Pondasi Tanah-Semen diambil 0,8 karena produk tanah-semen terdahulu umumnya dilakukan tanpa menggunakan pulvimixer sehingga tingkat homogenitas dan kekuatan yang dicapai tidaklah seperti yang dinarapkan. Bilamana dijumpai “selected material" maka GE untuk material ini dapat diambil 0,6. Seringkali dijumpai di lapangan bahwa lapis pondasi atas terdiri dari material berbutir “rounded” (kerikil, bukan full batu pecah). GE untuk material jenis ini harus dipandang sebagai Pondasi Agregat Kelas B karena material untuk Kelas A mensyaratkan bahwa semua material tertahan #4 (4,75 mm) minimum harus mempunyai angularitas 95/90 sebesar 100%, sehingga GE untuk kondisi ini adalah 08 untuk desain tebal perkerasan pada rekonstruksi mengikuti ketentuan yang diuraikan dalam 6.2.1, 6.2.2, 6.2.3 dan 6.2.4 sebelumnya, namun untuk pekerjaan konstruksi tsbsl base dihitung sebagai berikut : T base (rekons) = T base + 0,8 T sub-base - T existing dimana : Tbase(rekons) :tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%) untuk rekonstruksi, dalam om T base : tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas A (CBR 90%), dalam cm Tsub-base _: tebal Lapis Pondasi Agregat Kelas B (CBR 60%), dalam cm T existing : tebal perkerasan existing dalam GE-cm 24 dari 42 6.2.6.1. Lapis Pondasi Bersemen Lapis Pondasi Tanah-Semen umumnya hanya digunakan di lokasi yang sulit memperoleh sumber batu. Bilamana lapis pondasi bersemen digunakan maka dapat diaplikasikan dalam 2 bentuk berikut ini ~ base berbutir + sub-base bersemen - base bersemen + sub-base bersemen Dalam RN31-93, untuk kombinasi base berbutir + sub-base bersemen yang disebut “composite base", dapat diaplikasikan untuk jenis “surface dressing’, “semi structural" dan “structural. Namun untuk kombinasi base bersemen + sub-base bersemen, hanya tersedia dalam tipikal “surface dressing" vika digunakan lapis permukaan HRS untuk jumlah repetisi beban < 1 juta ESA, maka “composite base" dapat diaplikasikan untuk semua jenis lapis permukaan. ‘Sedangkan kombinasi “base bersemen + sub-base bersemen" masih dapat diaplikasikan untuk jenis “semi struktural’ dengan mempertimbangkan sulitnya memperoleh sumber batu di suatu lokasi, sebagai catatan jenis “surface dressing’ tidak diaplikasikan dalam perangkat lunak SDPJL. Dalam AASHTO 1993, untuk campuran tanah semen dengan kuat tekan 20 kg/cm? (Persyaratan dalam Spesifikasi Umum) atau setara dengan 285 psi diperoleh a2 sot canert bawe = 0,13, sedangkan untuk lapisan pondasi berbutir diperoleh a2 vase = 0,138 dan 3 sos = 0,127. Koefisien kekuatan relatif untuk ketiga macam lapis pondasi ini hampir sama. Jika digunakan lapis pondasi tanah semen yang terdiri dari base bersemen dan sub- base bersemen, maka untuk penyederhanaan perhitungan, tebal base bersemen diambil sama dengan base berbutir dan tebal sub-base bersemen diambil sama dengan sub-base berbutir, tidak ada tebal substitusi di sini. Bilamana digunakan Cement Treated Base (CTB) yang mempunyai kekuatan jauh di atas Lapis Pondasi Tanah Semen (Soil Cement Base), maka diperlukan perhitungan tersendiri untuk menentukan tebal masing-masing lapisan dengan tetap menggunakan formula dari AASHTO 1993 sebagaimana yang disebutkan di atas. 25 dari 42 7. Perangkat Lunak SDPJL (Software Desain Perkerasan Jalan Lentur) 7.1 Latar Belakang Software Desain Perkerasan Jalan Lentur adalah Alat Bantu Perencanaan Teknis Perkerasan Jalan dengan menggunakan komputer yang pada mulanya dikembangkan oleh Central Design Office BIPRAN pada tahun 1983 (RDS). Kemudian seiring dengan perkembangan teknologi komputer, teknologi perkerasan jalan dan perkembangan spesifikasi, maka software perencanaan perkerasan jalan dimodifikasi disesu an dengan kebutuhan. Software Desain Perkerasan Jalan Lentur merupakan pemutakhiran perangkat lunak sebelumnya yaitu Roads Design System (RDS), dengan bantuan komputer yang dapat berdiri sendiri dan dapat menampung perubahan dan perkembangan pemakaian material dan Spesifikasi yang digunakan. 7.2. Keluaran Keluaran SDPJL terdiri dari: - Pavement Design Sheet - Bill of Quantities - Engineer's Estimate Untuk mendapatkan perkiraan biaya pekerjaan dapat mempergunakan perangkat lunak Analisa Harga Satuan dengan cara link antar file. Dalam SDPJL, output yang akan diperoleh masih terbatas pada Pavement Design Sheet dan kuantitas pekerjaan yang berhubungan dengan perkerasan. Untuk kuantitas pekerjaan pendukung lainnya diperlukan perhitungan yang lebih rinci datam lembar kerja yang ada dalam SDPJL. 7.3. Kelengkapan Perangkat lunak SDPJL antara lain dilengkapi dengan + Parameter * Bagan Alir * Manual Pengoperasian + Lampiran 26 dari 42 Lampiran 1 informatif Flow Chart for Overlay INPUT DATA: Design Axle Loading (in million ESA) Terrain (fat, rolling, mountain) Existing Surface Surface selected (example : HRS-WC, AC-WC) Base selected (Granular or Cemented) Existing Base (Granular or Cemented) Rebound Max Deflection (Dmax) & Curvature Function (CF) Ifexisting surface No * Surface selected = HRS-WC Ifterrain = Mountain Yes ‘Surface selected = AC-WC 27 dari 42 Yes Yes Surface selected = HRS-WC Yes If'surfice selected = AC Yes + T2 str = 1.3*(((0.02851711*(log(ESA))*3 — 0.448669202*(log(ESA))'2 + 1.844106464* (log ESA) ~ 3.517110266'CF) + 17.43) ¥ ] Yes ‘TI str= 1.34(((0.416382253*(log(ESA))"3 — 3.389078498*(log(ESA))"2 + 9,85665529* Jog(ESA) ~ 21.27986348/Dmax) + 32.72 TI str = 1.34((14.40273038*log(ESA) 38,703071/Dmax) + 32.72) T2 str= 1.34(((0.02851711*(log(ESA))"3 0.448669202*(log(ESA))"2 + 1.844 106464* (log ESA) —3,517110266)(CF) + 17.43) TI str= 1.34(((-13.76374894*(ESAY\-0.3924) = 24,94880546)Dmax) + 32.72) ‘Tstr = (2.303*log(2*Dmax) — 0 408%(1 — Jog(ESA)) / (0.08 - 0.013*log(ESA)) ‘Tate = ((2.303*1og(Dmax) — 0 .408%(1 — log(ESA)) / (0.08 - 0.013 *log(ESA))) ¥ Tstr = max(Tl str & T2 str) Tote wax(TI str & T2 str) T y + Toverlay=T str No thickness for levelling. The quantity for levelling will be calculated separately. Tf the road is heavy deterior pavement area damage ms T strengthening = 0 DO NOTHING ated, many potholes and all aka diperiukan konstruks} RECONSTRUCTION 28 dari 42 If surface selected = HRS-WC a atl THRS-WC=3 THRS-WC= Tstr 29 dari 42 TAC-BC = Tstr-4 TACBase = Tstr- 10 Lampiran 2 informatif Flow Chart Grade Raising & Reconstruction INPUT DATA: 1. OUTPUT WIDENING or NEW CONSTRUCTION 2. Existing Pavement Thickness (in Gravel Equivalency) 3. Base selected (Granular or Cemented) Yes If Existing Pavement ATA! eee aan ‘YOU MUST FILL THIS DAT. — If Existing Pavement ‘Thickness = BLANK, TSC Base = TBase+T Subbase *1- T Existing Pavement in Gravel Equivalency T gran base = T Base + T subbase*0,921 ~ T Existing Pavement in Gravel Equivalency No If Tgran base <10 ‘TSC Base = 15 } Yes T Agr Base Class A= 10 TSC Base = T Base + T Subbase * 1- T Existing Pavement in Gravel Equivalency 30 dari 42 T Agr Base Class A= T Base T Agr Base Class A=T granular base T Agr Base Class B = (T gran base ~T Base)* 1,086 If Base selected = Granular ves | T total = T Surface + Base + T Subbase T total = T Surface + T Base + T Subbase*0,921 If (TBase+T T Agr Base Class A= T Base surface) > raising T Agr Base Class B = T Subbase ‘T Embank = Raising -T total If (T total —T surface No ~~ T Base) <15 T Agr Base Class A = T Base T Selected Embankment = 15 T Age Base Class B= 15 T Common Embankmant = T Embank T Agr Base Class A= T Base T Agr Base Class B = T total ~ T surface ~ T Base 31 dari a2 ‘TSC Base = T Base + T Subbase * 1 TEml Raising ~ (T surface + T'SC Base) Yes TT Selected Embankment = 15 ¥ TT SC Base = Raising ~ T surface T Common Embankmant = T Emb 32 dari 42 Lampiran 3 informatif Flow Chart for Shorting INPUT DATA : Asphaltic Layer (t, in em) = 2 (from test pits or other data) Dial Reading (inch or mm) 2 Arm ratio 2 (generally 2) Rear Axle Load (ton) ? (standard rear axle load 8.16 ton) Seasonal Factor (0,9 for dry season ~ 1.2 for wet season) Air Temperature (T) (actual air temperature for each test) Pavement Temp (WMAPT) 2.(Weight Mean Annual Pavement Temperature) Deflee 2 (rebound deflection after moving 6.0 m) CF = (rebound deflection after moving 0.2 m) Pavement Width 2 (existing pavement width for each point) IRI 2 (Intemational Roughness Index) CBR = 2 (DCP CBR should be calibrated) Existing Asphaltic Layer(t) =? (em) Mid Life AADT 2 (number of vehicles) Ift> 15cm ‘Temperature Correction Factor Fu =~ 0,0014 t? + 0,0147 t - 0,1019) (T/WMAPT)’ + (0,0037 t? — 0,0291 t+ 0,289) (T/WMAPTY + (— 0,0017 t + 0,0094 t — 0,1873) (T/WMAPT) + (— 0,0005 1? + 0,0036 t + 1,0029) Axle Load Correction Factor Fy = 77,343 (rear axle load in ton) * - 2,0715, 33 dari 42 t D*F,,*arm ratio*F,*seasonal factor / 100 CF correction = CF*F,*arm ratio*F, "seasonal factor / 100 D correction: CF correction: *F tarm ratio* Fy, “seasonal factor *25.4/100 CF*F*arm ratio* F, *seasonal factor *25.4/100 u D mean + K*Standard Deviation CF design = CF mean + K*Standard Deviation CBR design = CBR mean — 1.28*Standard Deviation IRI design = IRI mean Average of Existing Width = Existing Width mean 34 dari 42 Lampiran 4 informatif Flow Chart for Traffic Analysis INPUT DATA : - Project Name Package Name Province Link No. Year of Survey Year of Opening Life Period (years) | TRAFFIC COUNTING CAR Utility ‘Small Bus Large Bus Light Truck Medium Truck Heavy Truck Total Vehicles i OUND (Year Opening + (Life Period/2)),0) i Mid Life AADT = Total Vehicles*((1+Traffic Growth /100)*(Year Opening ~ Year Survey + Life Period/2)) If VDF available No Mid Life AADT in = ¥ VEHICLE DAMAGING FACTOR VEHICLE DAMAGING FACTOR Car = 0.0001 Car =? Utility 0.0030 Utility =? Small Bus 0.1175 SmaliBus = ? Large Bus 0.8139 LargeBus =? Light Truck 0.2746 Light Truck = =? Medium Truck = 2.1974 Medium Truck = ? Heavy Truck = 3.6221 Heavy Truck =? Coefficient Distribution (D) Coefficient Distribution for 2 lane 2 way = 0.5 Coefficient Distribution for 4 lane 2 way = 0.3 for light traffic & 0.45 for heavy traffic Coefficient Distribution for 6 lane 2 way = 0.2 for light traffic & 0.40 for heavy traffic Total VDF per day per design lane = (Number of Car*VDFcar*Diight + Number of Utility* VDF utility*Dlight + Number of Small Bus*VDFsmallbus*Dlight + Number of Large Bus*VDFlargebus*Diight + Number of Light Truck*VDFlighttruck*Dheavy + Number of Medium Truck*VDFmediumtruck*Dheavy + Number of Heavy Truck* VDFheavytruck)*Dheavy) Design Axle Load (in million ESA) = Total VDF per day/ 1000000*365%((((1 + Traffic Gowth/100)*(Year Opening ~ ‘Year Survey + Life Period)) ~ 1) / (Traffic Growth/100)) 36 dari 42 Lampiran 5 informatif Flow Chart for Widening & New Construction INPUT DATA: Design Axle Loading (in million ESA) Terrain (flat, rolling, mountain) Surface selected (example : HRS-WC, AC-WC) Base selected (Granular or Cemented) Function of Road (Arterial, Collector, Local) Design Life (years) Mid Life AADT Existing Pavement Width CBR Sub-grade Shoulder selected (Paved or Granular) Yes ‘Surface selected = HRS-WC J Ifsurface selected = AC-WC Mod TREC 0 THIRS Base = 33 No = + Sars wlesed = ACWE Sure seeded “ACWO Mod | | Terie on mod) 17298 DAL)*0597 | [ Tacs nod) =14A15 DAL) NO597 J J 37 dari 42 T AC-BC Mod Yes T AC-WC Mod = 4 T AC-BC Mod = T surf mod - 4 TAC-WCMod=4 TAC-BC Mod = 6 ‘T AC-Base Mod = T surf mod ~ 10 a =< rer s ‘T Base = §,4729 (DAL) *0,1202 Yes ‘T Subbase = (0,0735 CBR’ ~ 1,528 CBR + 8,5729) ln (DAL) ~ 0,0931 CBR’ + 2,2316 CBR’ ~ 21,668 CBR + 82,347 ‘T Base = §,4729 (DAL) *0,1202 ‘T Subbase = 20 T Capping ~ 1,6 [(0,0735 CBR? ~ 1,528 CBR + 8,5729) in (DAL) — 0,0931 CBR? + 2,2316 CBR’ ~ 21,668 CBR + 62,347] 38 dari 42 T Base = 1.9126 (In DAL) + 15,645 T Subbase = T Base ‘T Capping = 1,6 [1,7582(In DAL) ~ 4,1875 (CBR) + 35,401} ‘T Base = 1.9126 (In DAL) + 15,645 T Subbase = 3,6708 (In DAL) 41875 CBR + 51,046 T Soil Cement Base = T Base + T Subbase ‘Yes T Selected Material = T capping ‘T Agr Base Class A= T Base TT Agr Base Class B = T Subbase T Selected Material = T Capping W design = 5.5m No If Mid Life AADT <8000 Yes W design = 60m 39 dari 42 If Mid Life AADT <20000 W design = 14.0 m If program = Bettterment W design = Existing Width | YOU MUST FILL THIS DATA! W design = Existing Width Widening = 0 If Existing Width < 55 “and” Mid Life AADT 5500 If Existing Width < 6,0 m “and” Yor Mid Life AADT <8000 ‘Widening = max ((5.5~ Existing Width) & 0.5) ‘Widening = max ((6.0 - Existing Width) & 0.5) If Existing Width <7,0 m “ Life AADT <20000 Widening = max ((14.0 — Existing Width) & 0.5) ‘Widening = max ((7.0 ~ Existing Width) & 0.5) 40 dari 42, Lampiran 6 informatif Perbaikan Bentuk Lereng Melintang Perkerasan Akibat Pergeseran Center Line Center Line Baru Ch ala 78 | atanprtaaengmatrang paeran Lien aarp yt Porn Gis Lair Penta un Peer ‘Lope Pondi! Bowen unt Peebran, 44 dari 42 Departeman Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (1974) Departemen Pekerjaan Umum, Ir. Moh. Anas Aly (197) Departemen Pekerjaan Umum (1983) Departemen Pekerjaan Umum (1983) Standar Nasional Indonesia (1989) Departemen Pekerjaan Umum (2005) Lampiran 7 informatif Bibliografi Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan (Flexible) Jalan Raya, No.04/PD/BM/1974, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakria Tinjauan Terhadap Buku Pedoman Penentuan Tebal Perkerasan (Flexible) Jalan Raya No.04/PD/BM/1974, No.43/BDG/LPT/BM/1977, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Pedoman Penentuan Tebal Perkerasen Lentur Jalan Raya, No.01/PD/B/1983, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta. Manual Pemeriksaan Jalan Dengan Alat Benkelman Beam, No.01/MN/B/1983, Direktorat Jenderal Bina Marga, Jakarta Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan Metode Analisa Komponen, ‘SNI 1732-1989-F. Perencanaan Lapis Tambah Perkerasan Lentur dengan Metode Lendutan, Pd T05-2005-B, Puslitbang Prasrana Transportasi 42 dari 42

You might also like