You are on page 1of 386
Mei-kiss75 Diterbitkan secara mandiri melalui AMB Publisher Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta . Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah). . Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000,000,00 (lima ratus juta rupiah). . Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). . Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) — tahun dan/atau = pidana~—sdenda_—_paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah). Dilarang memperbanyak atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun. Tanpa seizin penulis dan penerbit 5 Prince S Lyivee Oleh:Mei-kiss75 Copyright © 2019 by Mei-kiss75 Diterbitkan Oleh: AMB Publisher Jl. Rawa Simprug IX-Kebayoran Lama Email: redaksiambpublsihher@ gmail.com Desain Sampul: AMB Publisher Editor: AMB Publisher Design Layout: AMB Publisher Dicetak pada : 2019 14x21 cm ; 387 hlm. ISBN: 978-602-6375-66-7 ¥ UCAPAN TERIMA KASIH i | ~ > ‘ I ‘ fj, Terima Kasih tentunya kepada Allah SWT yang sudah mengabulkan keinginan saya untuk bisa menerbitkan novel ini, kedua ( orangtuaku, dan juga teman-teman yang sudah banyak membantu dan menginspirasi dalam menyelesaikan novel ini. \ Dan pastinya semua pembaca wattpad yang sudah menemani dan | | mensupport aku sedari awal, untuk mereka semua aku ucapkan N banyak terima kasih. | Dan tak lupa aku ucapkan terimakasih kepada AMB Publisher yang telah bersedia menerbitkan novel “5 Prince” ini. Terima kasih A | atas sambutannya yang sangat baik. F | Saya harap cerita 5 Prince ini tidak mengecewakan kalian semua [ yang membacanya. Salam Sayang, Penulis ~ || \ \ ~ Lo. ) \ 1. Mysterious Guy 2. Big Surprise! 3. The Castle 10. Her Husbands 1. Other Side 12. Sacrifice *Ekstra Chapter 1 *Ekstra Chapter 2 *Sudut Pandang 5 Prince 1 Wagteriony Jug Woda ita mulai terbuka secara perlahan. Saat mata itu sepenuhnya terbuka, kembali sang pemilik mata indah itu mengerjapkan beberapa kali sebelum akhirnya mulai terbiasa dengan suasana kamar yang terang akibat sinar matahari yang menyerobot masuk melalui jendela. Tangan mungilnya terbentang lebar untuk meregangkan ototnya seraya melirik jam di atas nakas yang telah menunjukkan pukul 06.50 AM. Seketika mata indahnya terbelalak, "Aku terlambat!" Tanpa babibu lagi, gadis bernama lengkap Dyeza Zafriela itu langsung turun dari ranjang dan melesat masuk ke dalam kamar mandi. Hari ini adalah hari minggu dan Dyeza mendapatkan shift pagi di suatu cafe yang berjarak lumayan dekat dari apartemennya. Akan tetapi sepertinya ia akan terlambat mengingat jam masuknya adalah pukul tujuh tepat. Hidup sebatang kara memang mengharuskannya bekerja paruh waktu agar dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari. Setelah mandi secepat kilat yaitu sekitar lima menit, gadis itu segera berjalan menuju ke lemari, dan tak lama kemudian ia keluar dengan gaun soft pink bermotif polkadot putih yang melekat pas di 8 5 Prince badannya. Dengan segera ia mengambil tas selempangnya di atas meja dan buru-buru keluar dari apartemennya. Dalam hati ia terus berdoa agar manager cafe tidak memecatnya nanti, semoga saja! VS "Jangan di ulangi lagi, atau kau akan saya pecat!" "Baik pak!" Dyeza langsung menghela nafas lega setelah kepergian Pak Devian, sang manager cafe tempatnya bekerja. Doanya akhirnya terkabul, Pak Devian tidak memecatnya dan hanya memberi peringatan. Ia bersyukur karena kalau kehilangan pekerjaan ini mungkin ia tak bisa apa-apa lagi, mau makan apa ia nanti? batu? Oh dengan senang hati Dyeza tidak mau. "Hei, Dyeza. Kenapa kau melamun?" Hingga sebuah suara yang berasal dari gadis bersurai coklat kehitaman berhasil membuyarkan lamunan Dyeza. Ia menoleh ke arah gadis yang mata hijau zamrud-nya sedang menatapnya heran. "Ah, tidak." Gadis bernama lengkap Asshiena Charline, atau biasa di sapa Shiena dan juga notabenenya adalah sahabat dari Dyeza itu berujar "Lebih baik kau segera berganti seragam jikalau tidak ingin di marahi lagi oleh Pak Devian!" Anggukan kecil dari Dyeza menjawab saran dari sahabatnya itu. Dengan agak sedikit berlari ia menuju ruang ganti untuk berganti seragam yang memang dikhususkan untuk seorang pelayan di cafe ini. Selang 3 menit kemudian, Dyeza mulai menampakkan dirinya dengan baju seragam khusus pelayan cafe yang berwarna biru dongker dengan kerah berwarna putih. Gadis itu tetap terlihat sangat cantik walaupun hanya mengenakan seragam pelayan. "Wah, kau cepat juga ya ganti bajunya!" puji Shiena yang baru saja mengantarkan pesanan. Ia kagum akan kecepatan Dyeza dalam melakukan sesuatu, berbanding terbalik dengan dirinya yang bahkan mengganti seragam saja harus membutuhkan waktu lebih dari 10 menit. Bisa dibilang ia lelet dalam hal berpakaian dan semacamnya. Tapi ia tak peduli terhadap kritikan orang-orang yang 9 mengatainya lelet. Toh itu adalah hidupnya sendiri, kenapa jadi orang lain yang ribet? “Dyeza! Antarkan pesanan ini ke meja nomor tujuh!" teriak Pak Devian yang berjalan mendekatinya seraya membawa nampan berisi sepiring spaghetti dan bubble tea. Dyeza yang sebenarnya ingin menjawab ucapan Shiena seketika mengurungkan niatnya, "Baik, Pak!" Kini tangan Dyeza sudah membawa nampan yang di berikan oleh managernya tadi. Ia tersenyum kecil ketika Shiena mengacungkan jempolnya untuk memberikan semangat. Mengalihkan pandangannya, Dyeza pun berjalan mencari meja nomor tujuh. Matanya menelisik ke segala penjuru ruangan cafe, dan terhenti ketika seorang lelaki di meja dekat jendela melambaikan tangan ke arahnya. Dengan segera_ ia menghampirinya dan meletakkan pesanan seraya berkata "Selamat menikmati." Lelaki itu tersenyum dan menahan tangan Dyeza ketika gadis itu hendak pergi, "Bisa menemaniku sebentar? Aku tidak bisa makan tanpa mengobrol." Sontak Dyeza mengernyit heran. Di mana-mana kalau makan itu dianjurkan untuk tidak mengobrol ataupun berbicara, tapi kenapa lelaki ini malah sebaliknya? Sungguh aneh! Tapi ia tetap mengangguk dan duduk bersebrangan dengan lelaki itu. Pak Devian tak akan mungkin memecatnya jika yang meminta adalah pelanggannya. "Perkenalkan, namaku Ellzer. Siapa namamu?" ujar Ellzer mengawali obrolan sambil mengaduk spaghetti-nya agar bumbunya tercampur rata. Ia mengangguk pelan ketika Dyeza mengucapkan namanya. "Kau tinggal sendiri atau bersama kedua orang tuamu?" tanya Ellzer lalu meringis ketika menyadari pertanyaannya salah. Wajah Dyeza berubah menjadi murung seketika dan ia sudah tahu jawabannya. "Maaf aku tidak tahu." "Tidak apa. Orang tuaku telah meninggal 9 tahun yang lalu.” 10 5 Prince Ellzer menopang dagu dengan tangannya, "Aku punya satu pertanyaan untukmu." "Apa?" Dahi Dyeza berkerut. “Jika aku seorang pencopet, kira-kira apa yang akan kulakukan jika melihat seorang gadis berjalan di tempat sepi?" tanya Ellzer dan sukses membuat Dyeza tertawa kecil dan menggeleng- gelengkan kepalanya. "Semua orang pun juga tahu, kau akan mengambil dompetnya!" jawab Dyeza mantap. "Wow, aku tak menyangka! Jawabanmu salah." Dyeza menaikkan sebelah alisnya, "Maksudmu?" tanyanya kurang mengerti. Setahunya jawabannya sudah benar. Semua pencopet di dunia ini pasti targetnya adalah dompet atau barang berharga lainnya, kalau bukan itu ya yang mana lagi? Sepatunya? "Aku akan mengambil hatinya. Dengan begitu aku akan mendapatkan orangnya dan juga dompetnya." jawab Ellzer sambil tersenyum miring. Dyeza langsung tertawa saat mendengar jawaban dari Ellzer dan seketika langsung menghentikan tawanya saat pengunjung cafe melihat semua ke arahnya. "Kau lebih cantik saat tertawa." Sontak ucapan Ellzer barusan membuat semburat merah muncul di kedua pipi Dyeza. Selama ini tidak ada yang mengatakan kalau ia cantik kecuali Shiena dan almarhum kedua orang tuanya. "Kau jadi semakin cantik saat blushing." Ellzer mulai berkata manis. "Tidak." ucap Dyeza seraya memalingkan wajahnya yang merona. "Jadi sekarang kita berteman?” pinta Ellzer seraya mengulurkan tangannya. Dyeza hanya memandangi tangan Ellzer sebentar, lalu kemudian ia menerima uluran tangan Ellzer dan berkata, "Baiklah." Bip bip bip! Tiba-tiba terdengar suara yang berasal dari saku kemeja yang dikenakan oleh Ellzer. Lelaki itu segera merogoh sesuatu dari dalam sakunya yang ternyata adalah sebuah ponsel. Mendekatkan ponsel ke telinga, Ellzer berkata langsung."Ada apa?" Dyeza bisa mendengar teman barunya ini mendengus. "Baiklah, aku akan segera pergi ke sana." Dalam satu kali tekan, Ellzer mematikan sambungan telepon. Memasukkan kembali ponsel ke dalam saku, Ellzer segera berdiri dari meja. Dan reflek Dyeza pun juga ikut berdiri. "Sayang sekali, aku harus segera pergi. Ban mobil temanku bocor dan dia memintaku untuk menjemputnya.” Dyeza tersenyum tipis hingga hampir tak terlihat. "Tidak apa- apa." Jika dilihat dari sikap dan penampilannya, sepertinya Ellzer adalah tipikal lelaki yang baik dan juga menyenangkan. Mungkin. "Ini uangnya.” Ellzer menaruh beberapa lembar uang Franc Swiss ke atas meja. "Sampai jumpa lagi." Tanpa menunggu jawaban Dyeza, Ellzer segera melangkah keluar dari cafe dengan sedikit terburu-buru. Meninggalkan Dyeza yang hanya menatap punggung Ellzer yang perlahan menghilang dibalik pintu. "Dyeza! Dyeza!" Kepala Dyeza reflek langsung menoleh seketika ke sumber suara yang ternyata berasal dari Shienna. Tapi ada suatu hal yang sedikit aneh disini. Gadis itu terlihat gelisah dengan nampan pesanan di tangannya. "Shienna, ad--" "Cepat bawa ke meja nomor delapan! Aku sudah tidak kuat lagi!" ucap Shienna cepat setelah buru-buru mendekati Dyeza dan langsung menaruh nampan berisi pesanan di tangan Dyeza. 12 5 Prince Belum sempat Dyeza menjawab, Shienna sudah lari terbirit- birit menerobos pintu dapur. Dan Dyeza bisa menebak kalau sahabatnya itu pasti mau pergi ke toilet. Menaruh nampan di tangan kanannya, salah satu tangan Dyeza yang lain terulur mengambil uang Ellzer tadi. Ia segera memasukkan uang kertas ini ke dalam saku agar tidak diambil oleh orang. Dengan langkah santai, Dyeza berjalan menuju ke meja nomor delapan yang terletak di paling pojok. Ternyata sang pemesan juga merupakan seorang laki-laki. Bedanya, penampilan lelaki itu terlihat sangat berbanding terbalik dengan Ellzer tadi. Lelaki itu tampak seperti seorang berandalan dengan pakaian urakan dan juga rambut abu-abu yang mencuat ke mana-mana. Tipikal seorang bad boy, tapi wajahnya terlihat sudah dewasa, matang, dan juga ehmm.... Tampan. Tidak! Tidak! Kau tidak boleh menilai seseorang dari penampilannya, Dyeza! Batin Dyeza sembari menggeleng cepat. Tak ingin membuat lelaki itu menunggu lama, Dyeza segera melangkah mendekat. Ia segera menaruh pesanan di atas meja dengan tatapan lelaki itu yang mengiringi setiap gerakannya. "Selamat menikmati. Maaf jika harus menunggu lama." ucap Dyeza kemudian segera berbalik. "Tunggu!" Kaki Dyeza spontan langsung berhenti tanpa gadis itu sadari. Ia tidak berniat untuk berbalik, karena jujur ia merasa terintimidasi oleh mata dan juga rahang keras lelaki ini. "Bisakah kau berhenti bekerja di sini?” Permintaan yang terlontar dari balik bibir lelaki itu sukses membuat Dyeza berbalik cepat. Gadis itu mengernyit bingung. Ada apa dengan lelaki ini? Siapa dia? Kenapa menyuruh orang dengan seenaknya? Lagipula mereka tidak saling mengenal! "Maaf?" Dyeza mencoba memastikan bahwa dirinya tidak salah dengar. 13 Membenarkan posisi duduknya, lelaki itu berkata santai dengan pandangan sama sekali tak lepas dari wajah bingung Dyeza. “Aku ingin kau berhenti bekerja di sini. Apakah itu masih belum jelas?" "Hah?!" Dyeza semakin bertambah bingung kenapa lelaki ini dengan seenak jidatnya menyuruhnya untuk berhenti bekerja. Dia pikir dia siapa?! "Lebih baik kau fokuskan kepada belajarmu. Kau masih terlalu muda untuk bekerja." Dyeza mendengus. Perkataan lelaki ini memang tidak sepenuhnya salah. Tapi jika tidak bekerja, bagaimana mungkin ia bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari? Dyeza berusaha menampilkan senyum sopan. "Maaf, saya bekerja untuk mencukupi kebutuhan saya. Lagipula sekolah saya masih berjalan dengan lancar." jelasnya sembari melirik ke arah pesanan lelaki ini yang sama sekali belum tersentuh. "Dan silakan untuk segera menikmati makanannya sebelum dingin. Terima kasih." Lanjutnya. Dyeza berbalik dan berniat untuk pergi. Namun lagi-lagi perkataan lelaki itu harus membuatnya kembali terdiam. "Namaku Dreynan." Mengerutkan kening, Dyeza kembali bertanya-tanya. Kenapa lelaki ini menyebutkan namanya? Padahal ia sama sekali tidak bertanya. Dasar aneh! "Simpan namaku baik-baik di pikiran dan juga di hatimu. Dan juga..." Dyeza menunggu perkataan lelaki yang ternyata bernama Dreynan itu yang menggantung. "Jaga baik-baik dirimu. Tidak lama lagi kami akan datang." BBB Warna orange kemerahan di ufuk barat masih tersisa. Menyisakan warna merah keemasan di setiap ujung awan yang terlihat menggumpal. Hiruk pikuk kota Zurich nampak mulai ramai dengan orang-orang yang berlalu lalang setelah pulang dari kantor. 14 5 Prince Tak hanya itu, ada juga orang-orang yang sekedar berjalan santai menikmati indahnya suasana di sore hari. Terlihat seorang gadis bergaun soft pink yang sedang berjalan santai di trotoar, kadang ia juga menyapa orang-orang yang lewat. "Selamat sore, paman!" sapanya kepada pria paruh baya yang tengah menyirami bunga di depan rumahnya. "Sore." balas pria paruh baya itu seraya menyunggingkan senyum. Hari ini Dyeza pulang lebih cepat dari biasanya di karenakan Pak Devian harus segera pergi ke bandara untuk menjemput mertuanya. Dan ia harus cepat sampai ke rumah karena malam ini ia dan Shiena akan menghadiri sebuah pesta pertunangan kerabat Shiena. Tapi, perlahan senyumannya memudar ketika dirinya merasa tengah diikuti. Punggungnya terasa panas karena mata laser orang yang mengikutinya dari belakang. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik, tapi matanya tak menemukan satu orang pun yang ada di belakangnya. Dengan hati sedikit takut ia melanjutkan kembali langkahnya yang terhenti. Kali ini ia berjalan dengan lebih cepat, sesekali ia menoleh ke belakang dan tetap tidak ada satu orang pun yang mengikutinya. Keningnya mulai berkeringat dan detak jantungnya pun mulai tak beraturan. Ia menengokkan kembali kepalanya untuk yang terakhir kali, tetapi tetap tidak ada satu orang pun. Ketika ia mengalihkan perhatiannya kembali ke depan. Bugh! Kening Dyeza langsung membentur dada tegap milik seseorang. Reflek ia mengusap-usap keningnya yang terasa lumayan sakit. Sebenarnya yang ia tabrak ini dada atau batu? Keras sekali! Dyeza mendongak dan manik matanya bertubrukan dengan manik mata biru hijau yang tengah menatapnya tajam. Sejenak ia merasa terpesona dengan wajah rupawan lelaki ini. Hidungnya sangat mancung, rahang yang kokoh, bibir tipis, dan juga rambut rapi yang berwarna senada dengan iris matanya. Ia menggeleng- 15 gelengkan kepalanya agar tersadar bahwa orang ini pasti sedang marah kepadanya karena ia tabrak. "Maafkan aku! Aku sedang terburu-buru! Sekali lagi maafkan aku." Setelah mengucapkan itu, Dyeza segera berlalu dari lelaki itu dan kembali berjalan tergesa-gesa. Tapi anehnya ia sudah merasa tidak ada yang mengikutinya, dan ia bernafas lega akan hal itu. Sedangkan lelaki beriris biru hijau tadi masih mematung di tempatnya. Tangannya mengepal kuat dan matanya berkilat antara marah dan kecewa. "Dia tidak mengenalku." lirihnya dengan raut wajah cemberut seperti seorang anak kecil. Tapi sedetik kemudian ia menyeringai dingin. "Kalau begitu aku akan membuatnya kembali mengingatku, walaupun dengan cara apapun!" ujarnya sambil tersenyum psycho. Sse | From: shienna@idmail.com ' ' | To: dyeza@idmail.com ! Subjek: Pesta Pertunangan i ! Date: 24 march 2016, 06.35 pm 4 ! Dyeza, aku akan menjemputmu jam tujuh, jadi segera | ! bersiaplah! 7 1 1 1 ' 1 ' 1 ' H ' Your best friend Dyeza mengacak-acak rambutnya frustasi setelah menerima email dari Shiena. 18 menit lagi Shiena akan menjemputnya, tetapi ia masih belum juga menemukan gaun yang akan ia kenakan nanti. Dengan segera ia melempar ponselnya asal ke ranjang dan kembali mengobrak-abrik lemarinya, mencari gaun yang sekiranya cocok dengan tubuhnya. Kamarnya saja yang tadinya rapi, dalam sekejap telah di sulap menjadi seperti kapal pecah. Bajunya berserakan di 16 5 Prince ranjang dan juga di atas karpet. Bahkan lemarinya saja sudah kosong karena semua isinya sudah di keluarkan. Ting Tong! Suara bel pintu terdengar di telinga Dyeza. Dengan langkah lebar ia berjalan ke ruang depan dan membuka pintu. Terlihat di depannya berdiri seorang lelaki berseragam kurir yang tengah tersenyum dan juga tangannya yang membawa sebuah box berwarna ungu cerah. “Selamat malam, nona! Benarkah ini rumah nona Dyeza Zafriela?" "Ya saya sendiri, ada apa?” Kurir berambut brunette itu mengulas senyum dan menyerahkan box yang ia pegang tadi ke Dyeza, "Ini ada kiriman atas nama nona Shienna untuk anda." Dengan sedikit bingung Dyeza menerima box itu dan berkata "Terima kasih." "Terima kasih kembali." ucap kurir itu lalu kemudian berjalan pergi meninggalkan apartemen Dyeza. Setelah memastikan kurir tadi telah pergi, dengan cepat Dyeza berbalik dan menutup pintu dengan salah satu kakinya. Dengan posisi masih di balik pintu, tangannya dengan cekatan membuka box itu. Dalam hati ia penasaran apa yang di berikan Shiena untuknya. Memang terkadang sahabatnya itu sering memberinya barang atau sesuatu, padahal ia sudah menolaknya tapi Shiena tetep keukeuh dan bilang ia hanya mencoba untuk menjadi sahabat yang baik. Seketika mata Dyeza terbelalak saat melihat isi dari box tersebut yang ternyata adalah sebuah gaun berwarna dark blue selutut yang berhiaskan pita besar di paha kiri. Desainnya tampak elegan dan mewah, sesuai dengan apa yang ia harapkan. Shienna memang selalu mengerti apa yang ia butuhkan. Dan ia merasa sangat beruntung memiliki sahabat yang perhatian seperti Shiena. Dengan segera Dyeza berjalan menuju walk in closet untuk memakai gaun itu. Ia harus mempersingkat waktu bersiap-siapnya 17 agar Shienna tak akan mengomel karena ia belum siap saat gadis itu datang. Kurang lebih 2 menit, ia keluar dari walk in closet lalu kemudian berjalan menuju meja rias untuk menaburkan bedak tipis dan lipgloss pink. Ting tong! Tepat waktu! Itu pasti Shienna! Dengan cepat Dyeza mengambil dompetnya di atas nakas dan berjalan membukakan pintu. Setelah pintu terbuka, seketika ia tercengang melihat penampilan Shienna yang luar biasa cantik dengan gaun berwarna kuning gading yang melekat pas di tubuhnya. Mendadak ia merasa minder karena ia bagaikan upik abu yang tak pantas bersanding dengan puteri kerajaan. "Wow, kau cantik sekali!" puji Shiena dengan mata yang berbinar-binar. "Kau juga sangat cantik!" balas Dyeza. "Kita sama-sama cantik! Sudahlah, ayo kita berangkat!" ajak Shiena dan mendapat anggukan dari Dyeza. LEE Kerajaan Ethernichius adalah sebuah kerajaan witch alias penyihir di bagian utara yang besar dan sangat kuat. Terkenal dengan kekuasaan sang raja yang bersifat rendah hati dan ramah tapi mampu mengalahkan kerajaan-kerajaan witch lainnya. Di bawah kepemimpinan Raja Varlsyien membuat rakyat hidup makmur dan tenang. Kerajaan ini juga terkenal akan lima pangeran tampan yang belum memiliki pasangan hidupnya. Banyak putri- putri dari kerajaan lain yang mencoba menarik perhatian salah satu dari pangeran tersebut. Tapi sayang, kelima pangeran tersebut terlalu dingin untuk di sentuh. Mereka terkenal kejam dan tidak segan untuk membunuh orang yang berani mengusik kehidupan mereka. Konon permaisuri alias ibu mereka mati terbunuh di tangan mereka sendiri. Sedangkan di sebuah ruangan besar yang interior-nya tampak mewah dan juga perabotannya yang di lapisi emas, terlihat empat witch prince yang tengah duduk di kursi kebesarannya masing- 18 5 Prince masing. Para pangeran itu sibuk dengan pemikiran mereka, dan sudah 1 jam lamanya mereka diam seperti itu. "Dia akan pergi ke sebuah pesta bersama temannya!" ucap lelaki bersurai hitam kecokelatan yang memecah kesunyian. Tepat di telapak tangannya terlihat dua orang perempuan yang tengah berbicara di depan sebuah apartemen. "APA?!" Teriak ketiga pangeran lainnya bersamaan. "Dengan siapa ia pergi?" “Apakah seorang laki-laki?" “Aku akan membunuh laki-laki itu!" Suasana yang tadinya hening berubah menjadi ribut seketika. "Jangan berisik! Dia pergi dengan Shienna!" ujar lelaki bersurai hitam kecoklatan tadi. "Aku akan mengawasinya! Jangan sampai dia di sentuh oleh lelaki lain!" Setelah mengucapkan itu, dalam sekejap lelaki tersebut menghilang tanpa jejak. "Kapan kita akan menemuinya? Aku sudah tidak sabar untuk memeluk pahanya yang putih dan mulus itu!" tanya lelaki beriris abu-abu. Tatapannya lurus ke depan dan tampak sedang membayangkan sesuatu karena tengah senyum-senyum sendiri. Lelaki berambut sehitam malam yang duduk angkuh di kursinya menyahut "Sebentar lagi." "Kemarin sebentar, satu minggu yang lalu juga sebentar! Sebentar saja terus sampai rambut Zarel beruban!" sungut lelaki berambut biru kehijauan seraya melipat tangannya di dada. "Sudahlah! Lebih baik aku menyusul Yezra saja!" ujarnya kemudian setelah itu menghilang tanpa jejak seperti Yezra tadi. "Beruban ya?" Zarel tampak berpikir sejenak, kemudian ia tersenyum kecil, "Denritius spotria.". ucapnya seraya memegang rambutnya. Sepersekian detik kemudian rambut hitamnya telah berubah menjadi putih. "Rambutku sudah beruban, jadi bisa sekarang kita menemuinya?" 19 Eyden memijat keningnya yang terasa pening. Saudara- saudaranya memang tidak pernah bisa mengerti akan resiko yang akan terjadi nantinya. Memang selama ini mereka tidak bisa menyentuh istri mereka, jika menyentuh mereka akan terpental jauh dan itu sudah pernah di buktikan oleh Zarel. Mereka bisa menyentuhnya dengan cara menyihirnya dengan sebuah mantra kuno yang sayangnya hanya ada satu penyihir yang mengetahui mantra tersebut, dan dia adalah Eyden. Tapi sampai sekarang Eyden masih belum menyihir istri mereka karena sebuah alasan dan mereka tidak tahu itu apa. SSS 20 2. Bry Gurprige! Ramu cokelat wanita berseragam sekolah itu berayun-ayun seiring dengan deru nafasnya yang naik turun akibat berlari-lari di sepanjang koridor. Sesekali ia berhenti sebentar untuk mengelap keringat yang membanjiri wajahnya. Sejenak, ia merutuki ruang kelasnya yang terletak paling pojok sendiri. Setelah melihat papan nama bertuliskan ‘MATH 1' yang tergantung di atas pintu, ia bergegas membuka pintu dan wajahnya langsung berubah menjadi pucat saat melihat seorang guru berperawakan tinggi tengah berdiri dan menatapnya tajam. "Terlambat lagi Mrs. Zafriela?" Gadis bernama lengkap Dyeza Zafriela itu hanya bisa menunduk dan menahan malu karena satu kelas tengah menatapnya. "Maaf, mrs. Corner." Terdengar helaan napas keluar dari balik bibir Mrs. Corner. "Kali ini saya maafkan. Cepat duduk dan buka halaman 36!" titah Mrs.Corner dan kembali melanjutkan materi. Sedangkan Dyeza, dengan segera ia berjalan menuju ke tempat duduknya dan tak memperdulikan tatapan sinis teman-temannya. 21 Tapi baru saja ia akan sampai di tempat duduknya, salah satu temannya yang ia yakin adalah seorang perempuan karena sepatunya yang berwarna pink, menjegal kakinya dan sukses membuat pipinya mencium dinginnya lantai. Semua siswa-siswi di kelas itu tertawa terbahak-bahak tanpa ada satupun yang berniat menolong Dyeza. Memang di kelas bahkan satu sekolahan, membully Dyeza akibat dirinya yang tergolong orang miskin. Kesalahan Dyeza memang, karena bersekolah di tempat yang seluruh siswanya berasal dari kelas atas. Tapi mau bagaimana lagi, lulusan dari sekolah ini akan mendapat pekerjaan yang sangat layak dan mudah. Lagipula negaranya ini membebaskan seluruh biaya sekolah bukan? "Ada apa Mrs. Zafriela?" tanya Mrs. Corner. "Tali sepatu saya belum diikat, jadi saya terjatuh." bohong Dyeza karena tak ingin memperpanjang masalah. Setelah mendapat anggukan kecil dari Mrs. Corner, buru-buru ia duduk di kursinya yang berada di pojok belakang. Di keluarkannya buku pelajaran dari dalam tas dan mulai mendengarkan penjelasan dari Mrs. Corner di depan. Sbs Suasana kantin pagi menjelang siang ini tengah ramai seperti biasanya. Banyak siswa ataupun siswi yang sedang makan dan minum sambil bersenda gurau, bahkan ada juga yang cuma sekedar nongkrong tanpa memesan. Sepiring spaghetti dan orange juice menjadi menu Dyeza kali ini. Tak memedulikan tatapan sinis dan jijik dari teman-teman perempuan di sekitarnya, dengan santai ia melangkah mencari tempat duduk. Dengan cepat ia menghampiri meja kursi yang kosong. Tapi saat ia hendak duduk, tiba-tiba kursi itu di tarik mundur dan mengakibatkan pantatnya berhasil mencium lantai dengan manisnya. "Aw!" Dyeza mendongak ketika telinganya menangkap suara gelak tawa seseorang. 22 5 Prince Tepat di depannya, berdiri perempuan bersurai hitam dan memakai seragam kurang bahan yang tengah menatapnya angkuh. Eleannza Sarviola. Siswi yang selalu berpakaian seperti seorang jalang yang setiap hari tak pernah absen membully Dyeza secara fisik maupun psikis. Baginya, menyakiti kalangan rendah adalah salah satu kesenangan tersendiri. "Sekarang kau tahukan tempat yang pantas diduduki oleh gadis miskin sepertimu?" cibir Eannza dengan wajah angkuhnya. Semua siswa dan siswi yang berada di kantin tampak tak mempedulikan mereka karena hal semacam itu sudah biasa terjadi. Justru malah ada yang senang melihat penderitaan Dyeza. Menurut mereka, orang miskin memang tak pantas bersanding dengan orang-orang dari kelas atas seperti mereka. Dyeza tak menjawab cibiran Eannza dan lebih memilih bangun dan mengusap-usap pantatnya yang lumayan sakit. "Kenapa diam? Tidak bisa menjawabkah? Tentu saja! Seorang gadis miskin sepertimu hanyalah memiliki akal sebesar biji mentimun!" Kini Eannza tersenyum pongah dan mencoba memanas-manasi Dyeza dengan ucapannya yang setajam pisau. Tapi Dyeza tetap tak menjawab.Meladeni nenek sihir ini akan membuat masalah semakin panjang dan sampai ke mana-mana, mengingat Eannza juga merupakan salah satu tipe gadis yang suka melebih-lebihkan masalah. Yang harus ia lakukan sekarang hanyalah memasang wajah setebal mungkin agar tak menangis karna sakit hati. "Ups! Ala tadi aku bilang seorang ‘gadis"? Mungkin jalang kecil ini sudah berubah status menjadi seorang 'wanita'!" Eannza kembali berkoar dan perkataannya kali ini sukses membuat hati Dyeza mencelos. "Jaga ucapanmu! Kau menginjak-injak harga diriku sebagai seorang gadis!" ucap Dyeza mulai kesal. Jauh di lubuk hatinya, ia bertanya-tanya, Jalang kecil? Seorang wanita? 23 Apa Eannza tidak mempunyai cermin? Hanya di lihat dari penampilannya saja semua orang juga akan mudah tahu bahwa Eannza-lah yang merupakan seorang jalang. "Harga diri? Cih, sejak kapan orang miskin sepertimu punya harga diri? Dasar jalang kecil!" Kali ini Levina yang berkoar. Levina adalah teman yang bersatu dengan Eannza untuk membully Dyeza. Sama halnya dengan Eannza, ia juga mengenakan pakaian seperti seorang jalang. "Seorang jalang? Apa di rumahmu tidak ada cermin? Sayang sekali, di rumah sebesar itu satu cermin pun tidak ada." Dyeza menghentikan kalimatnya dan melihat duo pembully di depannya yang kini sedang melotot marah kepadanya. "Seharusnya kalian itu sadar, siapa yang sebenarnya jalang di sini! Jikalau dilihat dari belahan dada kalian yang terlihat, sudah jelas bahwa predikat jalang sangat pantas diberikan untuk kalian!" Sepersekian detik setelah Dyeza menghentikan ucapannya, baju seragamnya telah basah akibat di siram orange juice dengan cepat oleh Eannza. Di tambah Levina yang kemudian menyiram kepala Dyeza dengan spaghetti. Membuat baju Dyeza menjadi kotor dan mendapat tatapan jijik dari siswi-siswi lain. Eannza tersenyum sinis,"Seorang jalang kecil sepertimu tidak berhak mengatai kami seperti itu! Ayo kita pergi Levina, aku muak melihat gadis penuh kuman di depanku ini! Juuw!" Dengan gaya centil, Eannza berjalan pergi meninggalkan Dyeza dan di susul oleh Levina. Tapi saat posisi Levina sejajar dengan Dyeza, dengan sengaja ia menabrak bahu Dyeza sampai membuat yang ditabrak kembali terjatuh bersimpuh di lantai. Mata Levina menatap tajam Dyeza dan bibirnya menggerakkan kata ‘awas kau' tanpa suara sebelum hilang di balik pintu bersama Eannza. Sedangkan Dyeza, ia harus mencoba lebih bersabar dalam menghadapi cobaan yang menimpanya. Hanya satu tahun lagi! Satu tahun kemudian lulus dari sekolah bagai neraka ini. Sedangkan di satu sisi, berbeda tempat namun dalam waktu yang sama, 24 5 Prince “Apa ucapanmu benar?" “Awas saja kalau kau berbohong!" “Aku tak mempercayaimu!" “Bicara apa kau tadi?" Serentak semua pangeran yang tengah berada di kamar Eyden langsung menatap tajam ke arah Zarel. "Jadi sedari tadi kau tidak mendengarkan penjelasan dari Eyden?!" Geram Dreynan dan hampir meremukkan tiang ranjang. Zarel hanya menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Memang sedari tadi ia sibuk membuat bola-bola api dengan sihir barunya dan tak mendengarkan apa yang dikatakan oleh Eyden. "Bisa kalian jelaskan sekali lagi padaku?" Yezra hanya memutar bola matanya dan mulai membaca sebuah mantra. Tiba-tiba sebuah suara terdengar hanya di telinga Zarel mengenai penjelasan Eyden tadi. Perlahan senyuman lebar bahkan mirip sebuah seringaian terukir di wajah rupawan Zarel. "Tonight." 5999 ® Suara televisi mendominasi sebuah kamar di sebuah apartemen. Sang pemilik tengah sibuk memperhatikan sebuah benda persegi panjang yang tengah menayangkan berita itu. Duduk bersila di atas ranjang dengan setoples kentang goreng buatan sendiri di depannya. Kadang ia memasukkan 3 batang sekaligus ke dalam mulut saat melihat berita mengenai pembunuhan atau penganiayaan. Drrt... Drrt... Dengan cepat, Dyeza menyambar ponsel di sampingnya dan melihat nama 'Shienna' terpampang jelas di layar ponselnya. Tanpa berpikir panjang lagi, ia langsung menggeser tombol hijau dan menaruh ponselnya di dekat telinga. "Halo, ada apa Shiena?" "Dyeza, tadi pak Devian bilang kepadaku bahwa besok kau harus mengambil shift pagi." 25 Dyeza tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Kalau besok ia pagi, terus bagaimana dengan sekolahnya? "“Tapi besok kan aku harus sekolah?" "Maafkan aku! Aku sudah berusaha membujuk Pak Devian, tetapi beliau tetap kekeuh dan akan memecatmu jika kau tak melaksanakan perintahnya." Seketika badan Dyeza membeku. Pecat? Bagaimana kehidupannya nanti kalau pak Devian memecatnya? Mau makan apa ia? Lebih baik ia meminta izin tak masuk sekolah daripada harus di pecat. "Baiklah." "Sekali lagi maafkan aku! Teleponnya aku tutup ya?" "Ya." Sambungan terputus dan Dyeza langsung melemparkan ponselnya ke samping ranjang. Matanya kembali melihat ke depan, mencoba fokus ke layar televisi yang kini sudah _berganti menayangkan sebuah film kolosal. Dyeza mendengus, ia lumayan tidak suka menonton film-film kolosal apalagi tentang kerajaan-kerajaan. Ia mengambil remote lalu mematikan tayangan televisinya. Perlahan ia turun dari ranjang sambil membawa setoples kentang goreng yang tinggal separuh dan juga remote untuk di letakkan di atas meja. Setelah diletakkan di atas meja, ia kembali melangkah dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Jam di atas nakas menunjukkan pukul 10.52 PM, pantas saja ia merasa sangat mengantuk sekarang. Dengan segera ia tarik selimut sampai menutupi lehernya dan memejamkan matanya hendak pergi ke alam mimpi. Keesokan harinya... Sinar matahari serasa menusuk-nusuk mata Dyeza seakan memaksa gadis itu untuk bangun. Dyeza ingin menggeliat, tapi entah kenapa tidak bisa dan ia merasakan perutnya tengah di tindih 26 5 Prince oleh sesuatu yang berat. Perlahan ia membuka matanya dan mengerjapkannya pelan. Tangannya bergerak keperutnya, tetapi kulitnya malah bersentuhan dengan sebuah kulit yang ia yakin bukanlah kulitnya karena kulitnya tidak mungkin selembut ini. Kulit ini sehalus sutra dan ia mencium aroma mint yang menenangkan. Tapi sebentar...... Aroma mint? Seingatnya sabun yang ia kenakan beraroma mawar, jadi kenapa bisa mint? Dengan cepat Dyeza menengok ke bawah dan matanya langsung terbelalak kaget saat sebuah tangan memeluk pinggangnya erat. Dengan pelan ia menengok ke samping kanan dan tampaklah wajah seorang lelaki yang luar biasa tampan tengah tertidur pulas. Kemudian dengan cepat ia menengok ke samping kiri dan ada seorang lelaki berparas bak Dewa Yunani yang juga sedang tertidur pulas. Tapi yang lebih membuat jantungnya hampir copot saat seorang lelaki yang tertidur di bawahnya sedang memeluk PAHA KIRINYA dengan erat. Matanya mencoba mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar, dan manik matanya menangkap dua orang laki-laki yang sedang tertidur di masing-masing sofa panjang di dekat TV. "Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..." Seketika tiga lelaki yang tengah tertidur di ranjang Dyeza, langsung terlonjak kaget akibat teriakan Dyeza yang menggelegar. Berbeda dengan kedua lelaki di sofa yang sama sekali tak terusik dan tetap tertidur pulas. "Hoaaam," Lelaki berambut hitam kecoklatan yang berada di samping kiri Dyeza menguap lebar. "Ada apa? Kenapa kau berteriak, hm?" "Benar, kenapa kau berteriak? Suaramu membangunkan tidurku!" Kini lelaki berambut biru hijau di samping kanan Dyeza 27 yang bersuara. Bedanya, raut muka lelaki ini mirip seperti seorang anak kecil yang tengah kesal. Dyeza masih terdiam. Otaknya masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa bisa ada lima orang lelaki yang bisa menyusup ke dalam apartemennya, padahal semua pintu dan jendela telah ia kunci. "Si-siapa kalian?" Dyeza meremas ujung selimut yang kini hanya menutupi sebatas pinggang. "Kami adalah-" Kruyuukkk... Kruyuukk Serentak mereka bertiga menoleh ke arah lelaki beriris abu-abu yang kini tengah memegang perutnya. "Sepertinya ayam jago di perutku mulai kelaparan." Lelaki beriris abu-abu ini kini menepuk-nepuk perutnya pelan. "Ayo!" Belum sempat Dyeza menjawab, tangannya sudah terlebih dahulu ditarik oleh Lelaki beriris abu-abu ini dan dipaksa mengikutinya. "Hei, kita mau ke mana?" tanyanya bingung. "Dapur." jawab lelaki itu singkat. Mata Dyeza melirik dua lelaki yang masih tertidur pulas di sofa panjang. Yang satu tidur dengan masih menunjukkan kewibawaannya, sedangkan yang satunya lagi entahlah ia tidak tahu karena wajahnya yang tertutupi bantal sofa. "Tak perlu kau hiraukan dua kerbau itu," Ujar lelaki berambut hitam kecoklatan yang kini sedang terlentang di ranjang. "Mereka memang suka bangun terlambat." Kening Dyeza berkerut, kenapa lelaki asing ini berbicara sangat akrab padanya? Padahal inikan pertemuan pertamanya dengan dia kan? Dyeza hanya mengangkat bahunya acuh dan mencoba tidak perduli, walaupun sebenarnya hatinya lumayan takut. Tiga orang lelaki asing yang tak tahu asal-usulnya, tertidur di kamarnya lalu berbicara sok akrab padanya. Dan jangan lupa kedua lelaki lainnya yang masih tertidur pulas. 28 5 Prince Akhirnya sampailah ia dan lelaki asing ini di dapur. Dapur ini dilengkapi meja makan yang berada di seberang pantry. Tidak besar memang, tapi cukup untuk sekedar 4 orang. "Sekarang kau bisa memasak masakan yang enak untukku." Ujar lelaki beriris abu-abu ini seraya mendaratkan pantatnya di kursi meja makan. Kedua alis Dyeza bertaut. Maksudnya ia disuruh memasak di apartemennya sendiri begitu? Sama orang asing pula! Tapi tak apa, ia akan tetap memasak. Bukan karena perintah lelaki ini, tapi karna ia harus membuat sarapan untuknya sebelum bekerja. Dibukanya kulkas di samping pantry, dan isinya hanya ada beberapa telur dan 2 potong paha ayam. Hari ini adalah tanggal tua, pantas saja isi kulkasnya menipis. Terpaksa ia harus menggoreng telur dan paha ayam saja. Dengan segera Dyeza mengambil wajan dan menuangkan minyak diatasnya. Sambil menunggu minyaknya panas, tangannya dengan cekatan menaburkan bumbu instan ke dalam air di mangkuk dan mencelupkan kedua paha ayam tadi ke dalamnya. Setelah dikira minyaknya sudah panas, dengan segera ia celupkan paha ayamnya dan menggorengnya dengan spatula. Samar-samar ia mendengar suara geraman seseorang. Siapa lagi kalau bukan lelaki asing di belakangnya. Tapi kenapa ia menggeram? Dyeza menoleh ke belakang dengan tangan yang masih memegang spatula. Di lihatnya lelaki itu tengah menatapnya lapar dan itu membuatnya merasa risih akan tatapannya. “Kenapa kau menatapku seperti itu?" "Sial! Cuma gara-gara gerakanmu menggoreng, adikku menjadi sangat tegang sekarang!" Lelaki itu berkata vulgar, manik mata abu-abunya dipenuhi oleh kabut gairah dan ada tonjolan yang terlihat di antara kedua pahanya. “Apalagi gerakan bokong seksimu itu saat berjalan, membuatku ingin segera melemparmu ke ranjang dan membuatmu mengerang serta merintih dibawahku." 29 Sepersekian detik setelah ucapan lelaki ini berhenti, sebuah spatula melayang cepat ke arahnya, tapi dengan mudah ia menangkapnya. Kalau saja ia terlambat, pasti hidung mancungnya akan menjadi korban tak berdosa. "Berani-beraninya kau berbicara seperti itu padaku!" Mata Dyeza berkilat marah,dan deru napasnya memburu karna emosi mendengar ucapan vulgar dari lelaki asing ini. Ingin sekali rasanya ia menendang lelaki mesum ini keluar dari apartemennya bahkan kalau bisa sampai ke neraka sana. Tapi ia tak mungkin melakukan hal semacam itu, sebab kata ayahnya dulu ia harus menghormati dan memuliakan tamu. "Kau galak juga ternyata! Hm, aku tak bisa membayangkan betapa liarnya nanti kau saat di ranjang." Lelaki ini terkekeh dan tampak membayangkan sesuatu. Wajah Dyeza merah padam menahan emosi yang meluap akibat ucapan tak senonoh dari lelaki ini. "Tutup mulutmu atau kupastikan kau akan mati kelaparan!" Diluar dugaan, lelaki itu malah tertawa keras sampai-sampai mau terjungkal ke belakang. Sedangkan Dyeza, ia merasa terpesona dengan wajah lelaki asing ini yang semakin tampan saat tertawa, apalagi jakunnya yang tampak bergerak naik turun. Melupakan perasaan kesal yang sempat hinggap di hatinya tadi. "Kau lucu sekali, tapi..." Lelaki itu menghapus air mata di sudut matanya akibat terlalu lama tertawa. "Apa kau melupakan sesuatu, hm? Karena sepertinya ayam jago diperutku tidak jadi makan paha ayam." Deg! Astaga! Paha ayamnya! Secepat kilat Dyeza berbalik dan pemandangan pertama yang ia lihat adalah kedua paha ayam yang ia goreng tadi sudah sangat gosong, sangat tidak layak untuk dimakan. "Semua ini gara-gara kau!" geramnya seraya menatap nyalang kepada lelaki itu. Sejak bertemu lelaki itu, sikap lemah lembutnya 30 5 Prince langsung hilang entah kemana. Dan sepertinya sarapan pagi ini hanya omelet saja, tapi itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali bukan? Singkat cerita, akhirnya omelet-nya sudah jadi dan di tempatkan di sebuah piring berukuran lumayan besar. Dyeza berbalik, dan seketika langsung berjengkit kaget saat melihat ketiga lelaki asing tadi sudah duduk-duduk santai di kursi meja makan, dan dua lainnya duduk di atas pantry sebelah kanan. Dan mereka semua menatapnya, kecuali lelaki berambut segelap malam yang tengah memejamkan matanya. Mungkin masih mengantuk, Pikir Dyeza. Dengan sedikit canggung Dyeza melangkah pelan seraya membawa sepiring omelet, dan tatapan mereka tak sedikitpun beralih darinya. "Bisakah kalian tidak menatapku seperti itu?" geramnya. Setelah meletakkan piring omelet tadi ke tengah-tengah meja. Kemudian Dyeza duduk di sebelah lelaki berambut hitam kecoklatan tadi karena hanya kursi di sebelah laki-laki itu yang masih kosong. Lagipula kalau dilihat-lihat, hanya lelaki ini yang bersifat dewasa dan tidak aneh-aneh seperti dua lelaki lainnya. Kalau saja yang duduk di sini bukan lelaki ini, tapi lelaki beriris abu-abu tadi, dengan senang hati ia lebih memilih duduk dilantai. Mereka semua tetap tak menjawab dan malah_berganti menatapnya dengan tatapan menuntut. Kening Dyeza berkerut, mengapa mereka semua menatapnya seperti itu? "Kenapa?” Lelaki berambut biru kehijauan yang tengah duduk di atas pantry menggembungkan pipinya lalu kemudian berkata "Kau tak mengambilkannya untuk kami?" Helaan napas keluar dari mulut Dyeza, "Manja_sekali! Memangnya aku ini pelayan kalian?" gerutu Dyeza. "Kau bukan pelayan kami, tapi kau adalah is-" Kruyuukk... Kruyuukk 31 "Oh, astaga! Apa tidak ada yang peduli dengan ayam jago diperutku?!"_ sungut lelaki beriris abu-abu seraya berkacak pinggang, “Ambilkan cepat!" lanjutnya seraya menyodorkan piringnya ke arah Dyeza. "Tidak mau! Lagipula aku sama sekali tak mengenal kalian! Kalian itu, orang asing!" Dyeza tetap tak mau walaupun sebenarnya jauh di dalam hatinya ia merasa kasihan juga sama lelaki ini. "Hmm, benar juga! Kau, belum tahu nama kami." Lelaki berambut hitam kecoklatan ini mengambil omelet dan langsung menaruhnya di piring lelaki beriris abu-abu tadi. "Kalau begitu, perkenalkan namaku Yezra." "Dia Dreynan!" tunjuk Yezra kepada lelaki berambut abu-abu di seberang kursinya yang tengah menatapnya intens. Dan Dyeza langsung ingat bahwa lelaki itu yang melarangnya untuk bekerja kemarin. "Kau sangat cantik!" Dreynan memegang tangan Dyeza dan mengecupnya lama. Sontak perlakuan Dreynan tersebut membuat pipi Dyeza bersemu merah. Seumur-umur baru kali ini ia di perlakukan seperti ini. "Dan dia adalah Asrein!" Kali ini Yezra menunjuk lelaki berambut biru kehijauan yang tengah tersenyum sambil melambaikan tangan. Dyeza spontan memutar bola matanya. Itukan lelaki childish tadi! Tapi sebentar, rasanya ia juga pernah melihat wajah lelaki itu tapi di mana? "Aku beri tahu satu hal padamu," Yezra berbisik ke telinga Dyeza dengan tatapan mata masih terfokus ke arah Asrein yang tengah menikmati makanannya. "Jangan membangkitkan sisi lainnya atau kau akan menyesal." Sisi lain? "Yang bermata abu-abu itu namanya... " 32 5 Prince "Zarel! Dan aku adalah pengagum pahamu nomor satu!" Potong Zarel kelewat antusias seraya mengacungkan jari telunjuknya ke atas. Akibat ucapan dari Zarel yang terlalu frontal, seketika membuat Dyeza tersedak sampai terbatuk-batuk. Dengan cepat ia meminum air putih yang disodorkan oleh Dreynan. Dan reflek mengeratkan kedua pahanya. "Pelan-pelan!" Dreynan memperingati Dyeza agar minum dengan pelan-pelan. Setelah melihat kondisi Dyeza yang sudah membaik,Yezra melanjutkan kembali perkenalannya. Kali ini ia menunjuk Lelaki berambut segelap malam yang duduk di samping Asrein. "Dan yang terakhir, dia adalah Eyden." Berbeda dengan saudara-saudaranya, tatapan Eyden lurus ke depan dan sama sekali tak melirik Dyeza satu centipun. Wajahnya datar tanpa ekspresi, serta cara makannya yang bisa dibilang angkuh dan seperti di beri efek slow motion. Dari tampangnya saja, Dyeza sudah tahu bahwa Eyden adalah tipe orang yang harus ia jauhi sesudah Zarel. "Tak usah dipikirkan, Eyden memang seperti itu." ucap Yezra kurang jelas karena mulutnya penuh dengan omelet. Ok, sekarang Dyeza sudah mendapat sebuah kesimpulan. Dari kelima orang aneh ini, hanya Yezra-lah yang paling normal. Mungkin. "Dan ada satu hal yang perlu kau ketahui," Yezra menggantungkan kalimatnya dan itu membuat Dyeza penasaran. "Kami semua adalah suamimu, dan kami bukanlah manusia." "B-bukan m-manusia?" Jari tangan Dyeza mulai merapat ke bawah kursi dan perlahan sedikit menjauh dari Yezra. "J-jangan ber-bercanda, i-itu tidak lucu!" bahkan suarana sangat mirip seperti cicitan tikus sekarang. Yezra memijat pelipisnya dan mulai berpikir untuk mencari penjelasan yang tepat, dan tidak membuat istrinya itu kebingungan. Bukan penjelasan mengenai ia dan para saudaranya yang bukanlah 33 seorang manusia, tapi penjelasan mengenai Dyeza yang merupakan istri mereka. Karena tidak mungkin ia menjelaskan kejadian yang sebenarnya, bisa-bisa Dyeza akan sangat benci setengah mati padanya. "Kami tidak bercanda." Asrein menyeringai kecil lalu bibirnya mulai berkomat-kamit pelan. Tatapan matanya tak sedikitpun beralih dari wajah Dyeza. Eyden yang sedari tadi duduk di sebelah Asrein hanya memutar bola matanya seraya membuang muka, tahu apa yang akan diperbuat oleh lelaki childish tapi berbahaya ini. "Ahk!" Dyeza menjerit kecil saat tiba-tiba kursi yang didudukinya bergerak naik ke atas dan melayang dari atas lantai. Reflek ia mempererat pegangan tangannya pada kursi dan memejamkan matanya. Ternyata mereka memang bukanlah manusia! "Turunkan aku!" ia tetap memejamkan matanya. Karena jujur ia merupakan satu dari ribuan orang didunia yang phobia ketinggian. "Sekarang kau percayakan?" Senyuman miring terukir di wajah Asrein, seolah menikmati ekspresi ketakutan dari wajah Dyeza. Dyeza tak menjawab, tapi saat Asrein dengan sengaja menggoyang-goyangkan kursinya langsung membuat jantungnya hampir copot akan ulah lelaki itu. "Iya, aku percaya! Cepat turunkan aku!" Perlahan kursi yang diduduki Dyeza bergerak turun ke bawah disertai suara kekehan dari Asrein. "Ternyata istriku penakut juga." Dyeza bergeming. Ja tengah sibuk menetralkan deru napasnya yang naik turun. Hingga ia tersadar ada satu kata yang mengganjal dari ucapan Asrein tadi. Istri? Ya Tuhan! Kenapa ia bisa lupa kalau Yezra tadi juga menyebutnya sebagai istri. Tapi Yezra tadi bilang ‘kami’. Berarti.... Kelima lelaki ini adalah suaminya?! 34 5 Prince Mulut Dyeza spontan menganga lebar karena shock dan badannya seolah membeku. Jantungnya seakan berhenti berdetak dan manik matanya menatap horor kelima lelaki luar biasa tampan yang sedang menatapnya. Tapi bagaimana ia bisa percaya kalau mereka adalah suaminya? Lagipula umurnya belum genap 18 tahun! Mendapat tatapan horor dari Dyeza, membuat Yezra mulai berpikir keras untuk mencari alasan kalau Dyeza akan menanyakan proses atau kejadian waktu pernikahan. "Lima tanda hitam di telapak tanganmu!" jawab Dreynan seakan bisa membaca pikiran Dyeza. Kening Dyeza berkerut, memang benar kalau ada lima tanda berbentuk aneh yang berwarna hitam di telapak tangannya. “Ini tanda lahir." ucapnya kemudian. Hening. Kelima pangeran saling berpandangan. Kemudian. Hahahahahahaha... Tawa mereka semua pecah dan terlihat Zarel-lah yang paling keras tertawanya. Ups! Kecuali Eyden! Dia hanya memutar bola matanya seraya mendengus pelan. "Itu bukan tanda lahir," Zarel menggembungkan pipinya menahan tawa karna melihat raut wajah Dyeza yang tengah kesal. "Tapi itu adalah tanda pernikahan kita." "Tanda resmi dari kerajaan Ethernichius." tambah Dreynan. Kerutan di dahi Dyeza bertambah. Ethernichius? Entah kenapa terdengar aneh namun juga familier di telinganya. "M-maksudnya?" Yezra berdehem sekilas, bersiap untuk menjelaskan semuanya kepada Dyeza. "Kami adalah pangeran dari kerajaan Ethernichius, kerajaan penyihir atau lebih tepatnya yaitu kerajaan kaum ‘witch’. Dan kau menikah dengan kami 9 tahun yang lalu." Penyihir? Bayangan hidung besar dan wajah yang keriput dan menyeramkan langsung terpampang di pikiran Dyeza saat Yezra mengatakan hal itu. "P-penyihir?" tubuh Dyeza beringsut ketakutan. 35 Zarel yang bisa membaca pikiran Dyeza langsung menggerutu kesal. "Kami tak seperti apa yang dipikirkan oleh kaummu! Hidungku sama sekali tidak besar," Ia memegang hidungnya yang sangat mancung. Napas Dyeza tercekat saat Zarel mengetahui apa yang dipikirannya. Kenapa ia bisa lupa kalau Zarel bukanlah seorang manusia? Dyeza menelan salivanya dengan susah payah, matanya melirik ke arah pintu apartemen. Mengukur seberapa cepat jika ia berlari sampai ke sana. Tepat saat Dreynan bangun dari kursinya, dengan secepat mungkin Dyeza berlari menuju ke pintu utama apartemen. Tapi, sesuatu terjadi. Tiba-tiba pintu tersebut berubah menjadi tembok, seperti tidak pernah ada sebuah pintu disitu. Bagaimana bisa? Badan Dyeza mematung. Tapi itu tak berlangsung lama. Karena terdengar sebuah geraman kencang diikuti dengan tangannya dihentakkan secara kasar dari belakang. Memaksanya untuk menghadap ke belakang, ke arah lima lelaki tadi. Terlihatlah Dreynan yang wajahnya memerah karena emosi. Rahangnya mengeras, matanya berkilat marah. Tangannya mencengkeram lengan Dyeza erat. "Kau mau ke mana, huh?" "Ahk!" Dyeza menjerit kecil saat Dreynan seakan mau mematahkan lengannya. Rasanya sakit sekali! "Dreynan, sakit!" bahkan matanya sudah mulai berair sekarang. Tapi sepertinya tidak ada tanda-tanda Dreynan akan melepaskan cengkramannya. "Dreynan, kau menyakitinya!" teriak Zarel kemudian berjalan mendekati Duo D itu. Setelah sampai di depan mereka, dengan gentleman ia melepaskan cengkeraman Dreynan dari lengan Dyeza yang sudah membiru lalu mengelus-elusnya lembut. Dyeza tak berkutik. Badannya seperti tersengat listrik saat Zarel mengelus-elus lengannya dengan sangat lembut. Selama ini ia 36 5 Prince jarang sekali berkontak fisik dengan manusia berjenis kelamin laki- laki, apalagi ini bukan manusia! Entah kenapa badannya tak bisa digerakkan, padahal seharusnya ia segera melepaskan pegangan Zarel lalu berlari keluar lewat jendela. “Apa kau sudah percaya bahwa kami adalah suamimu?" tanya Zarel setelah Dreynan kembali duduk dikursi meja makan. Takut dia akan marah lagi jika Dyeza menjawab ‘tidak’. Dyeza menggelengkan kepalanya pelan. Bagaimana ia bisa percaya, mungkin ini memang tanda lahirnya dan mereka hanya mengarang saja. Tiba-tiba Zarel membalikkan telapak tangannya, dan betapa terkejutnya ia saat mendapati salah satu tanda berwarna hitam itu bersinar ketika dipegang oleh Zarel. "Ini adalah tanda pernikahan antara aku dengan kau," jelas Zarel. "Dan akan bersinar jika aku menyentuhnya.” Mulut Dyeza terbuka seperti ingin bicara, tapi tertutup kembali saat tiba-tiba Zarel mendekatkan bibirnya ke tanda tadi dan mengecupnya lama. Sontak perlakuan Zarel tersebut membuat semburat merah muncul di pipi Dyeza. Tapi tak lama kemudian semburat merah itu berganti menjadi amarah saat Zarel berubah menjilat tanda itu. Dengan cepat Dyeza menarik tangannya dan reflek mengusapkan telapak tangannya di celana tidur yang ia kenakan. "Apa yang kau lakukan!" Zarel hanya terkekeh kecil. Wajah Dyeza yang tengah kesal malah terkesan menggemaskan baginya. "Wajahmu tolong dikondisikan!" kemudian ia berbisik ke samping telinga Dyeza. "Atau aku akan membawamu ke ranjang saat ini juga." Mulut Dyeza melongo saat mendengar perkataan Zarel yang terlalu vulgar. Yang ada dipikirannya sekarang hanya satu, Zarel benar-benar mesum! 37 "Bukan mesum, tapi bergairah!" ucap Zarel setelah membaca apa yang dipikirkan oleh istrinya itu. Dyeza menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, ia tidak boleh berdekatan dengan penyihir yang satu ini! Tapi, bukannya ia adalah istri mereka? Jadi berarti ia harus melakukan ‘itu’ dengan mereka? Lima?! Tidak! Ini tidak boleh terjadi! "Bagaimana? Apa kau sudah menerima kami _ sebagai suamimu?" Suara Yezra membuyarkan lamunan Dyeza. Apa yang harus ia jawab? Hingga sebuah pemikiran entah dari mana muncul saja di otak Dyeza. Dan sepertinya memang hanya ini jalan satu-satunya. Ia menarik napas dalam-dalam, kemudian berkata "Aku akan menerima kalian sebagai suami dengan satu syarat." "Syarat?" Alis Asrein bertaut,"Apa?" "Kalian semua tidak boleh melakukan ‘itu’ kepadaku!" Hening. Hingga terdengar suara teriakan heboh nan tersiksa keluar dari bibir Zarel. "Tidak bisa! Kau adalah istri kami, dan kami memiliki hak untuk melakukan ituuuu!" teriak Zarel dengan emosi menggebu- gebu. "Kalau begitu aku tak menerima kalian sebagai suamiku!" Dyeza mencoba untuk tidak takut dan gemetaran. Ia harus berani! "Berilah keringanan sedikit!" Yezra mencoba bernegosiasi. "Benar! Apa kau tak kasihan dengan ‘adikku' ini, hah?!" lagi- lagi Zarel berkata vulgar. Helaan napas keluar dari bibir Dyeza. Entah kenapa ia merasa iba saat melihat tatapan permohonan dari Zarel. "Baiklah! Kalian akan mendapatkan hak itu saat aku sudah bisa menerima kalian di dalam hatiku." Dan di sini Zarel-lah yang terlihat sangat menderita. 38 . 3, Re Castle Wizard adalah penyihir yang menggunakan kekuatan roh, spirit, bahkan juga bisa menyihir benda-benda di sekitarnya. Beberapa juga menggunakan gulungan atau kertas (spellbooks) untuk sihimya. Lalu para wizard ini cenderung mendapatkan kemampuannya dengan cara belajar,dan mereka juga sangat langka. Sorcerer adalah penyihir yang mirip dengan wizard. Perbedaannya, wizard kalau sudah menguasai 1 bidang magic dia akan menekuninya, sementara sorcerer belajar bidang magic yg lain lagi. Mungkin ini penyebabnya kalau beberapa sorcerer bisa mengendalikan beberapa elemental magic seperti es, api, listrik dan lain-lain. Lalu perbedaan lainnya, sorcerer dapat menggunakan magic tanpa buku/spellbooks, sementara wizard cenderung menggunakan mantra melalui spellbooks. 5 Prince Enchanter Enchanter itu lebih ke penyihir yang memanipulasi pikiran lawan seperti mematuhi perintah, dan lain-lain. Mereka juga penyihir yang bisa memberi nasib baik atau buruk kepada seseorang,juga dapat memberi ilusi dan halusinasi. wn Berikutnya necromancer, yang paling membedakan dia dari yang lainnya adalah kemampuannya menggunakan alam kematian. Dari namanya juga terlihat, necro yang berarti ‘mati’. Karena kemampuannya itulah dia bisa menghidupkan orang mati, mayat, arwah dan lain-lain, jadi penyihir ini masuk golongan jahat. Mungkin dari semua golongan penyihir jahat, dialah yang paling menyeramkan. Sage Yang terakhir adalah sage. Dia ini adalah tingkat tertinggi dari wizard, mungkin bisa dikatakan bahwa wizard itu masih dibawah sage. Kemampuannya tentu lebih powerful daripada wizard. Beberapa memiliki kemampuan menjinakkan hewan, juga kemampuan elemental sorcerer. Bugh! Dyeza menutup buku tentang penyihir yang tebalnya kurang lebih lima centimeter itu dengan keras. Kepalanya pusing ketika membaca nama-nama yang asing dan terdengar aneh di telinganya. Secara ia bukanlah penggemar buku atau novel bergenre fantasy, tapi teen fiction. Ia kan masih tergolong remaja, jadi pantaslah kalau membaca buku atau novel bergenre seperti itu. Buku tentang penyihir yang masing-masing lembarannya sudah usang ini diberikan oleh Yezra untuknya. Katanya agar ia mengetahui semua hal yang menyangkut tentang dunia penyihir. Dan karena buku ini bergenre fantasy jadi ia merasa bosan dan sama sekali tidak tertarik. Bahkan ia baru membaca tidak lebih dari 20 halaman, dan lebih dari 500 halaman lagi yang harus ia baca. Sungguh menyebalkan! 41 Kalau saja Yezra tidak berkata bahwa buku ini sangat penting untuk ia pelajari, pasti dengan cepat ia menjual buku ini ke paman Ronald. Paman Ronald adalah pengoleksi barang-barang antik, dan ia rasa buku ini memang cocok untuk dijual kepadanya. Mata Dyeza mengamati di sekeliling ruang perpustakaan. Ya! Ia memang tengah berada di dalam perpustakaan sekarang. Ruangan ini terasa sepi. Bukan karena para siswa ataupun siswi yang fokus membaca. Tapi karena memang disini hanya ada satu siswi, dan itu adalah Dyeza. Ruangan yang didominasi oleh buku-buku yang tertata rapi di rak ini memang selalu sepi karna banyak siswa-siswi yang malas untuk pergi ke sini. Itulah masalah yang tengah di hadapi oleh remaja zaman sekarang. Kurangnya minat untuk membaca, seperti lebih memilih menonton film daripada membaca novelnya. Dan juga terbukti dengan perpustakaan yang hampir setiap hari selalu sepi. Cuma ada satu orang yang setiap hari mengunjunginya, kecuali hari libur tentunya. Dan dia adalah Dyeza. Pengurus perpustakaan? Dyeza-lah yang menjadi pengurus perpustakaan jadi, setiap hari ia hanya membaca buku sendiri disini ketika jam istirahat kedua. “Manusia memang makhluk bodoh.” Hingga terdengar suara bariton yang menyentakkan Dyeza dari lamunannya. Reflek ia mengedarkan pandangannya ke sekitar,dan manik mata coklatnya terhenti pada seorang lelaki berambut segelap malam dengan mata hitam kelam tengah menelusuri buku- buku di rak. Alis Dyeza bertaut,"Eyden?" Hatinya bertanya-tanya mengapa Eyden bisa berada di sini, padahal baru sekitar 5 detik yang lalu ia melihat-lihat ruang perpustakaan ini dan hanya ada ia seorang. "Sejak kapan kau datang?" "Satu detik yang lalu." jawab Eyden acuh seraya membuka buku tentang psycopath. Sedetik kemudian ia tersenyum sinis, 42 5 Prince bagaimana mungkin buku seperti ini di letakkan di perpustakaan sekolah? Manusia memang bodoh! Dyeza hanya ber-oh ria. Ia baru menyadari bahwa Eyden kan memang seorang penyihir, hal semacam itu pasti sangat mudah baginya. Tapi tunggu sebentar.... Bukannya Eyden tadi bilang bahwa manusia adalah mahluk yang bodoh? “Apa maksudmu bahwa kami bodoh?" Dyeza mengernyit tak suka. Jujur ia tersinggung, secara ia termasuk ke dalam kelompok ‘manusia’. "Kau masih punya otak, kan?" Tatapan Eyden masih tak beralih dari buku yang ia pegang,"Jadi pikirkan saja sendiri.” Sontak Dyeza mendengus karna ucapan Eyden barusan. Tapi, ia baru sadar bahwa ini adalah pertama kalinya ia berinteraksi dengan Eyden. Dyeza mengalihkan pandangannya dari Eyden dan perhatiannya jatuh kepada buku sihir yang tergeletak di meja depan tubuhnya. "Kenapa Yezra bilang bahwa buku ini sangat penting untuk dipelajari?" tanyanya seraya melirik Eyden yang tengah fokus membaca. "Kenapa kau tanyakan itu kepadaku," Eyden membuka halaman baru dan menyeringai dingin saat melihat sebuah gambar yang menampilkan berbagai macam senjata milik psycopath. "Tanyakan saja pada Yezra!" Dyeza mendengus kembali. Ia kan cuma bertanya, siapa tahu dia mengetahuinya! Tangan kiri Dyeza mengambil tasnya di kursi sebelah, sedangkan yang sebelahnya lagi untuk mengambil buku sihir lalu memasukkannya ke dalam tas. "Kau suka baca buku thriller?" tanyanya seraya menarik resleting tas agar menutup. "Bodoh," Mata gelap Eyden bergerak ke kanan dan ke kiri karna sedang membaca. "Aku tak akan membacanya jika aku tak suka." 43 Lagi-lagi Dyeza hanya bisa mendengus. Ia melihat jam diatas rak buku yang menunjukkan pukul 00.08 PM. Dengan segera ia memakai tasnya di punggung karena dua menit lagi bel masuk akan berbunyi. Perlahan ia berdiri dari duduknya dan sedikit meregangkan otot-otot kakinya yang terasa pegal karena terlalu lama duduk. Ia sempat melirik Eyden yang masih sibuk membaca buku psycopath itu lantas berjalan hendak keluar dari perpustakaan ini. Tapi baru 2 langkah ia berjalan, tiba-tiba dari balik pintu muncul Eannza dan Levina yang berjalan angkuh ke arahnya. "Hei, kau orang miskin! Cepat kerjakan tugasku dan Levina!" perintah Eannza seraya melemparkan dua buah buku tulis kepada Dyeza. Dyeza yang tak siap menerimanya harus membuatnya dengan susah payah menangkap buku tulis itu. "Tapi Eannza, aku juga harus mengerjakan tugas dari Mr. Caden." Sungguh ia tak bohong, tadi pagi Mr. Caden memang memberinya banyak sekali tugas fisika. "Jadi kau mulai berani sama kami, hah?!" Levina berkacak pinggang dan melotot ke arah Dyeza. Eyden yang melihat itu hanya melipat tangannya di dada setelah mengembalikan buku yang ia baca tadi ke dalam rak. Mata hitam kelam nan tajamnya menatap intens ketiga makhluk berjenis kelamin perempuan yang berjarak 3 langkah darinya. "Bukan seperti itu," Dyeza meremas pelan ujung buku tulis yang ia pegang, "Tapi aku memang sedang banyak tugas, kalau tidak percaya tanya saja pada Mr. Caden." Mata Eannza berkilat marah, dengan satu tarikan ia menjambak rambut Dyeza dan mengakibatkan buku tulis yang dipegang oleh Dyeza jatuh semua ke atas lantai. "Aku tidak peduli! Pokoknya besok tugasku dan Levina harus selesai!" "Le-lepaskan!". Dyeza memegang rambutnya guna untuk mengurangi rasa sakitnya. Kulit kepalanya serasa mau robek akibat jambakan Eannza yang terlalu kuat. Matanya mulai berair karena 44 5 Prince menahan sakit, ia melirik Eyden yang hanya berdiam diri dengan raut wajah yang sulit diartikan. Pikirannya menerawang, bukankah ia adalah istrinya? Tapi mengapa dia hanya berdiam diri saja? "Apa kau bilang? Lepas? Baiklah!" Eannza melepaskan tarikannya dengan kasar dan mengakibatkan Dyeza jatuh bersimpuh diatas lantai. "Sudah kulepas, bukan?" ucapnya seraya tersenyum miring. Air mata Dyeza mulai mengalir deras, tapi dengan kasar ia mengusapnya. Rambutnya yang tadinya rapi berubah menjadi acak- acakan akibat ulah Eannza. Levina tersenyum angkuh, "Penampilan seperti itu sangatlah cocok untuk gadis sepertimu! Tapi..." ia mengeluarkan botol air mineral dari dalam tas Dyeza dan langsung menuangkan isinya ke rambut sang pemilik botol. "Begini lebih cocok untukmu!" Eannza dan Levina tertawa dengan penuh kemenangan. Sedangkan Eyden, ia hanya memandangi Dyeza dengan tatapan sama seperti tadi, sulit diartikan. Eannza dan Levina tidak bisa melihat Eyden, sebab hanya Dyeza-lah yang bisa melihatnya. Begitupun dengan saudaranya yang lain, mereka bisa menampakkan diri sesuai dengan keinginan mereka sendiri. "Oh,ya! Satu lagi," Eannza mengeluarkan beberapa lembar uang dari sakunya dan melemparnya ke arah Dyeza. "Pergi ke salon sana! Kau pasti belum pernah pergi ke tempat seperti itu bukan?" “Tentu saja! Gadis miskin seperti dia mana mungkin bisa pergi ke tempat seperti itu!" ejek Levina yang membuat Dyeza sangat ingin menyumpal mulutnya dengan cabe, "Ayo kita balik ke kelas, Eannza!" "Jangan lupa kerjakan tugasnya! Awas saja kalau tak kau kerjakan!" peringat Eannza bersamaan dengan kakinya yang dengan sengaja menginjak tangan Dyeza, membuat sang pemilik tangan mengaduh kesakitan,"Ups! Maaf sengaja!" ucapnya dengan raut wajah yang dibuat-buat. Senyuman sinis kembali terukir di 45 wajahnya, lalu kemudian pergi keluar dari perpustakaan bersama Levina. Air mata Dyeza kembali mengalir, hatinya sakit sekali menerima perlakuan mereka terhadapnya. Sebenarnya apa salah ia hingga mereka berbuat sekejam itu kepadanya? Hingga perlahan pandangannya mulai mengabur,serta kepalanya yang terasa pening dan berdenyut-denyut. "Seharusnya kau melawan." Samar-samar ia bisa mendengar suara Eyden sebelum kegelapan menyelimutinya. BPP Mataku terbuka sepenuhnya. Pemandangan pertama yang ku lihat adalah pepohonan rindang dan juga dipenuhi oleh rumput-rumput liar dan aku sadar bahwa aku sedang berada di tengah hutan sekarang. Saat ingin kugerakkan tanganku seperti ada sesuatu yang menahannya, begitupula dengan kedua kakiku. Seutas tali mengikat kuat tangan dan kakiku, memaksaku untuk tidak bergerak sama sekali. "Tolong! Tolong aku!" Telingaku menajam ketika sebuah suara anak kecil masuk ke indra_ pendengaranku. Mataku bergerak ke sekeliling arah, berusaha mencari sumber suara itu. Auuuuuuuu... "Aaaaaaaaaaaa." Terdengar suara lolongan serigala disertai dengan jeritan anak kecil tadi. Dari arah timur muncul seorang gadis kecil yang tengah berlari tak tentu arah, tak jauh di belakangnya terdapat seekor serigala besar yang tengah mengejarnya. Saat tepat di depan mataku, gadis kecil itu tersandung oleh sebuah akar pohon dan membuatnya terjatuh terjerembab ke atas tanah. 46 5 Prince Ingin rasanya aku berteriak menyuruhnya lari, tapi entah kenapa suaraku menghilang entah kemana. Serigala itu semakin mendekat, dan gadis itu hanya bisa menangis bersiap menerima ajalnya. Tak terasa air mataku mulai menetes. Tali ini terlalu kuat, percuma saja kalau aku berontak. Hingga seorang lelaki berambut segelap malam yang berusia kurang lebih 14 tahun, tiba-tiba muncul dan langsung berdiri di depan gadis itu serta menghadang serigala dengan pedangnya. Auuuuuuuuuu... Serigala itu melolong terlebih dahulu sebelum menerjang lelaki itu. Perkelahian pun tak terelakkan. Gadis itu beringsut menjauh dan memeluk kedua lututnya karna ketakutan. Satu cakaran berhasil mendarat di tangan kanan si lelaki. Mengakibatkan darah mulai mengucur deras dari balik jubah yang ia kenakan. Tapi ia tak menyerah. Pedangnya beralih ke tangan kiri dan kembali bertarung dengan serigala yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya itu. Hingga satu kesempatan, ia lempar pedang yang ia bawa ke atas tanah. Bodoh! Apa yang ia lakukan?! Ingin sekali aku mengumpatinya seperti itu. Lelaki itu mendekat lantas mengelus-elus kepala sang serigala. Dan _ ajaibnya,serigala itu langsung melunak dan tak lama kemudian pergi meninggalkan tempat ini. Hatiku bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa lelaki itu? Melihat situasi yang sudah terkendali, perlahan gadis kecil itu berjalan menghampiri lelaki itu. "Terima kasih karena sudah menolongku!" Senyuman manis terukir di wajahnya, tapi perlahan memudar ketika melihat luka di tangan kanan lelaki itu,"Tanganmu terluka!" 47 Lelaki itu bergeming. Mata hitam kelamnya menatap tajam ke arah si gadis yang kini menyobek kain bajunya lantas membalutkannya pada tangannya. "Namaku Dyeza! Kalau nama kakak siapa?" Apa? Kenapa nama gadis ini mirip sekali dengan namanya? Mulut lelaki itu terbuka, tapi segera terkatup kembali ketika terdengar suara dari arah lain. "Eyden! Di mana kau? Aku akan mencincangmu jika dalam hitungan kelima kau masih tak datang! Satu," "Lima! Ah, di sini kau rupanya!" Seorang lelaki beriris abu-abu muncul dari arah barat dengan membawa sebuah guci di tangannya," Hey,siapa gadis kecil ini?" tanyanya saat melihat Eyden tak sendiri di situ. "Aku Dyeza! Kak Eyden menyelamatkanku dari seekor serigala." jawab Dyeza seraya mendekat ke arah lelaki itu. "Kalau nama kakak siapa?" "Namaku-" "Tak penting. Ayo kita kembali!" ujar Eyden memotong ucapan lelaki beriris abu-abu itu. Kemudian dalam sekejap ia menghilang tanpa jejak. Mulutku menganga. Apa aku tak salah lihat? Lelaki itu menghilang! Bagaimana bisa?! "Kau mau ikut?" ajak lelaki beriris abu-abu itu. "Ke mana?” "Ke kerajaan kami!" Dyeza menganggukkan kepalanya dan itu membuat si lelaki itu tersenyum lebar, tapi malah terlihat seperti sebuah seringaian. Dan entah kenapa perasaanku menjadi tidak enak. "Tapi sebelum itu..." Cup! Tiba-tiba lelaki itu mengecup sekilas bibir Dyeza. Membuat Dyeza dan juga aku melongo dengan apa yang baru saja di perbuat oleh lelaki itu. "Maafkan aku, tapi bibirmu itu sungguh menggoda." 48 5 Prince Dyeza masih tak bisa berkata-kata saat lelaki itu mulai menggandeng tangannya dan membawanya pergi. Rasanya aku ingin berteriak menghentikan mereka, tapi tetap saja suaraku sama sekali tidak keluar. Entah bagaimana nasib gadis itu, perasaanku mengatakan bahwa lelaki tadi bukanlah orang baik-baik. Hingga tiba-tiba pandanganku mengabur dan akhirnya kegelapan menyelimutiku. Mata itu terbuka dengan cepat. Deru napasnya tak beraturan dan keringat mulai bercucuran membasahi wajah cantiknya. “Mimpi itu lagi." gumam Dyeza seraya mengusap keningnya yang berkeringat. Matanya melirik sekilas jam di atas nakas yang menunjukkan pukul 4.16 PM. Terakhir yang ia ingat yaitu ia jatuh pingsan di perpustakaan. Apakah Eyden yang membawanya kesini? “Benar! Eyden yang membawamu ke sini!" Hingga sebuah suara yang familiar di telinganya membuatnya Jangsung menoleh ke sumber suara. Tepat di sana, berdiri Zarel yang menyenderkan punggungnya di pintu dengan tangan yang dilipat di dada. Rambutnya acak- acakan akibat frustrasi ketika sudah lebih dari 3 jam istrinya belum sadar. Tadi ia berniat berkunjung ke apartemen Dyeza guna membujuk istrinya itu agar membatalkan keinginannya kemarin. Tapi, yang ia dapat malah Dyeza yang tak sadarkan diri dengan Eyden yang tengah mengobatinya. “Terus di mana dia? Kenapa malah jadi kau yang ada di sini?" Dyeza bertanya dengan raut wajah tak suka. "Kenapa? Kau tidak suka aku ada di sini?" ucap Zarel tersinggung, lalu perlahan mendekat ke ranjang Dyeza. Dyeza hanya mengangguk polos dan mulai sedikit menjauh saat jarak antara Zarel dengan dirinya mulai tak lagi jauh. Senyuman tipis terukir di wajah Zarel. Emosinya mulai menguap begitu saja saat melihat tingkah polos Dyeza," Kau lucu 49 sekali!" ucapnya yang kini sudah duduk di pinggir ranjang. Dan sontak membuat Dyeza mulai menjauh. Zarel mendekat, Dyeza menjauh, Zarel mendekat lagi, Dyeza pun juga menjauh lagi. Begitu seterusnya sampai akhirnya Zarel merasa kesal dan merengkuh pinggang Dyeza agar mendekat padanya. "Kenapa kau tak bilang jika selama ini kau sering di bully, hm?" Zarel berbisik lembut ke telinga Dyeza dan terkadang meniupnya pelan. Dan hal itu membuat bulu kuduk Dyeza meremang dan merasakan darahnya berdesir. Tapi darimana Zarel tahu kalau tadi ia dibully? Apa jangan- jangan Eyden yang memberitahunya? "Tepat sekali!" sahut Zarel seraya menjentikkan jari tepat di depan wajah Dyeza. "Kenapa kau suka sekali membaca pikiranku?!" geram Dyeza dengan tangan yang mencoba melepas kedua tangan Zarel yang membelit pinggangnya. Tapi tetap saja tenaga perempuan akan kalah dengan tenaga seorang lelaki. Zarel mengernyit heran,"Kenapa? Inikan memang kekuatanku." "Tapi itu tidak sopan!" gerutu Dyeza. Tapi kalau begitu berarti keempat saudara Zarel bisa membaca pikiran semua? Secarakan mereka adalah seorang penyihir? "Tidak! Hanya aku saja yang bisa melakukannya." Zarel tersenyum bangga seraya menepuk dada kirinya dan kontan saja membuat Dyeza mendengus. "Bahkan aku bisa membuatmu mematuhi perintahku!" "Apa?!" Zarel terkekeh geli."Wajahmu tolong biasa saja. Aku tahu kalau aku memang sangat hebat." tuturnya menyombongkan diri. Dan Dyeza hanya bisa mendengus. “Aku punya satu pertanyaan untukmu!" ucap Zarel tiba-tiba. ‘Walaupun tengah kesal, Dyeza tetap menjawab."Apa?" Zarel berdehem sekilas,"Menurutmu di antara kami siapa yang paling tampan?" tanyanya kemudian. 50 5 Prince Dyeza terdiam. Kelima pangeran memang memiliki wajah yang rupawan, tapi entah kenapa ketampanan Asrein terlihat lebih menonjol daripada yang lain. “Sudah kuduga kau akan memilih Asrein," Lagi-lagi Zarel membaca pikiran Dyeza, “Tapi kalau masalah kepribadian, akulah yang paling baik!" Mulut Dyeza terbuka hendak melayangkan protes, tapi sebelum itu tangan Zarel sudah terlebih dahulu membungkam bibirnya. “Protesnya nanti saja! Aku harus segera kembali ke kerajaan." ujar Zarel setelah melepaskan tangannya. Kemudian ia beranjak dari ranjang dan merapikan pakaiannya yang sedikit kusut. "Kau mau ikut?" tawarnya. Dyeza menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bahwa ia tidak mau ikut. Tapi sepertinya Zarel malah kekeuh membujuknya supaya ikut. “Ayolah! Aku jamin kau tak akan menyesal jika ikut bersamaku!" bujuk Zarel seraya mendekat dan memegang kedua bahu Dyeza. Tak tega melihat sorot mata Zarel yang memancarkan permohonan, akhirnya dengan berat hati Dyeza menganggukkan kepalanya pelan. Zarel tersenyum puas seraya mengacak-acak rambut Dyeza sebelum merapalkan sebuah mantera dan tak lama kemudian muncul sebuah portal menuju dimensi lain. "Ayo!" Zarel mengulurkan tangannya dan disambut ragu-ragu oleh Dyeza. Kemudian mereka berjalan memasuki portal. Dyeza memejamkan matanya saat tubuhnya serasa ditarik keras oleh pusaran angin. Dan reflek ia langsung memeluk Zarel dengan sangat erat. Sedangkan Zarel, ia juga memeluk Dyeza guna untuk menenangkannya. Tapi bukan Zarel namanya kalau tidak mencari kesempatan dalam kesempitan. Sebelah tangannya menyelusup masuk ke balik baju yang dikenakan oleh Dyeza lalu kemudian mengelus-elus punggung mulus milik istrinya. Kata manusia 51 dibumi, ini itu namanya ‘modus’, tapi menurutnya ini itu adalah ‘rezeki' dan ia tak akan melewatkannya begitu saja! Dyeza masih memejamkan matanya. Hingga ia mulai merasa sudah tidak ada lagi pusaran angin yang menariknya ,melainkan sapuan halus dibalik punggungnya. Matanya terbuka seketika, dan kontan ia melepas tangannya dari pinggang Zarel dan menjaga jarak beberapa meter. Ia mendongak dan berniat memaki Zarel akibat perbuatannya. Tapi mulutnya langsung menganga saat melihat wajah Zarel dan juga penampilan Zarel yang berubah. Rambut Zarel tidak lagi hanya berwarna hitam, melainkan berubah menjadi hitam keabu-abuan. Pakaiannya memang tidak berubah, tapi sebuah topeng menutupi sebagian wajahnya. "Zarel?" tanya Dyeza berusaha memastikan kalau lelaki di depannya ini adalah lelaki mesum yang sama seperti tadi. Tampan. Ralat, sangat tampan. Zarel terlihat semakin tampan dan juga sedikit errr cantik? Saat memakai jubah. Di dunia manusia memang kelima pangeran mengenakan pakaian manusia pada umumnya, mungkin untuk menyesuaikan diri. "Mengagumiku, hm?" Spontan Dyeza menundukkan kepalanya karena tertangkap basah sedang mengagumi Zarel. “Hahaha, santai saja. Sudah biasa aku mendapat tatapan kagum. akibat wajahku yang tampan dan juga mempesona!” Zarel terkekeh ringan. Dyeza hanya memutar bola mata jengah. Tidak percaya kalau ternyata ada pangeran over percaya diri seperti ini. "Ayo kita masuk!" ajak Zarel seraya menarik tangan Dyeza agar mengikuti langkahnya. Dyeza juga baru tersadar bahwa sedari tadi ia dan Zarel sedang berdiri didepan pintu gerbang utama kerajaan. "Hormat kami pangeran Zarel dan tuan puteri Dyeza!" Seruan para pengawal yang menjaga gerbang menjadi sambutan bagi mereka. Tapi Zarel hanya mengangguk pelan, sedangkan 52 5 Prince Dyeza malah kebingungan karena darimana penjaga bisa tahu namanya? Bukankah ia baru pertama kali kesini? Pintu gerbang mulai terbuka, dan pemandangan yang indah langsung terlihat di mata Dyeza. Di depan matanya, berdiri sebuah castle besar bergaya klasik dengan jalan terbuat dari batu marmer yang mengarah langsung ke pintu utama castle. Di samping kanan jalan, terdapat sebuah kolam ikan yang sangat besar dengan air terjun yang langsung meluncur bebas ke dalam kolam. Sedangkan di samping kiri jalan terdapat sebuah patung besar berlapis emas yang membentuk lambang kerajaan Ethernichius. Patung ini mengambang dari atas tanah dan berputar-putar di udara dengan perlahan. Zarel terus menarik Dyeza hingga sampai di depan pintu utama castle, dan lagi-lagi suara penjaga menyambut mereka berdua. Pintu utama dibuka, dan rahang Dyeza tak bisa untuk tidak jatuh ke bawah. Pemandangan di depannya _ benar-benar menakjubkan! Dinding-dinding bercat kuning kecoklatan dengan permata di setiap pinggirannya. Pilar-pilar yang mengambang dari atas lantai yang juga bercat kuning kecoklatan, bedanya di setiap ujung pilar terdapat batu rubi yang sangat langka. Perabotan disini juga tidak ada yang tidak berlapis emas. Luas ruangan ini pun sangat ia yakini berkali-kali lipat luasnya daripada apartemen paling mahal di negaranya. “Aku tahu kalau castle-ku memang bagus! Tapi bisakah kau masuk sekarang? Aku sudah bosan menunggumu di sini!" sungut Zarel yang sudah berada di dalam sebuah ruangan. Dyeza tersentak dari lamunannya. Ia bahkan tak sadar kalau ia masih berdiri diluar ruangan, sedangkan Zarel sudah masuk kedalam sebuah kamar. Buru-buru ia masuk ke dalam dan berdiri di sebelah Zarel. "Mulai sekarang ini adalah kamarmu!" ucap Zarel dan membuat Dyeza melebarkan matanya. 53 Apa ia tidak salah dengar? Kamar ini terlalu luas dan juga sangat mewah untuknya! "Apa ini tidak berlebihan?" tanya Dyeza seraya memandang ke sekitar. "Lagipula aku kan tidak akan tinggal di sini selamanya." Zarel menghela napas, “Sekarang memang tidak, tapi suatu saat nanti!" kemudian ia menepuk tangannya 2 kali, dan di balik pintu langsung muncul 2 orang pelayan yang masing-masing membawa jubah mandi dan juga nampan berisi makanan. Kedua pelayan membungkuk hormat saat tepat di hadapan Zarel dan Dyeza, "Hormat kami Pangeran Zarel dan Tuan Puteri Dyeza." Zarel hanya berdehem sekilas untuk menjawab. Kemudian ia menoleh ke arah Dyeza, "Mereka akan melayanimu! Akan kutunggu kau diruang utama nanti! Sampai jumpa!" Belum sempat Dyeza menjawab, Zarel sudah menghilang terlebih dahulu. Huh, enak sekali jadi penyihir! Bisa menghilang dan muncul dengan seenaknya! Gerutu Dyeza di dalam hati. "Maaf tuan puteri, sebaiknya anda makan terlebih dahulu." Sés Di sebuah tanah lapang, tepatnya di bawah pohon mahoni, terlihat seorang lelaki berambut hijau kebiruan yang tengah bertengkar dengan seekor anjing kecil. Masalahnya hanya karena si anjing tidak sengaja menginjak istana terbuat dari tanah milik si lelaki tersebut. "Berani sekali kau merusak istanaku dengan Dyeza kelak! Memangnya kau siapa, hah?!" omel Asrein seraya berkacak pinggang dan menatap nyalang si anjing yang terus menggonggong. "Apa? Kau berani melawanku, huh?!" teriak Asrein saat si anjing menatapnya seolah menantang. "Untung saja kau adalah anjing milik Eyden! Kalau tidak..." Asrein mengacungkan tangannya yang mengepal ke depan si anjing. "Pergi sana! Dasar anjing tak berguna!!" Bukannya pergi, si anjing jenis husky itu malah berlari memutari tubuh Asrein seraya menggonggong. 54 5 Prince “Mau apa lagi kau?! Huh, menyebalkan sekali!" geram Asrein. "Eyden, bawa anjing bodohmu ini dari hadapanku!!" teriak Asrein kepada Eyden yang tengah berbaring di gazebo dekat pohon. Tanpa membuka matanya, tangan Eyden mengarah ke samping dan mengisyaratkan anjingnya agar mendekat. Si anjing menurut lalu berlari menghampiri Eyden dan melompat ke atas gazebo lantas memposisikan dirinya di sebelah sang pemilik. “Anjing sama pemiliknya sama saja!" gerutu Asrein. Eyden yang pendengarannya sangat tajam langsung menoleh dingin ke arah Asrein. "APA?!" bentak Asrein kemudian melihat istana buatannya yang sudah rata dengan tanah. "Aku harus membuatnya dari awal lagi!" keluhnya kemudian. Jemari Asrein mengambil beberapa gumpal tanah di sekitarnya dan mulai membentuk sebuah istana kecil tanpa memedulikan tangannya yang kotor akibat ulahnya itu. Hachih! Debu yang berasal dari tanah berhasil membuat Asrein bersin dan reflek menutup mulutnya dengan tangan. Alhasil, wajah Asrein pun kini belepotan dengan tanah. Namun lelaki itu tetap tersenyum bahagia sembari memandang istana buatannya yang kini sudah hampir jadi. "Hello everybody. Pangeran tampan coming!” Kepala Asrein spontan menoleh ke asal suara dan langsung mendengus saat mendapati Zarel yang datang mendekat. Sedangkan Eyden, dia masih dengan posisi tidurnya tanpa memedulikan kedatangan Zarel. “Mau apa kau kemari?” tanya Asrein tanpa mengalihkan pandangannya dari istana yang tengah ia buat. Tangannya menyeka keringat yang muncul dari keningnya dan akhirnya harus membuat wajahnya kotor lagi. Para pengawal yang tengah bertugas hanya memandang lurus ke depan dan mengabaikan tingkah childish Asrein. Pangeran 55 mereka memang seperti itu, dan hal seperti itu sudah biasa terjadi. Jadi mereka tidak heran dan lebih memilih untuk diam daripada harus kehilangan kepala mereka. “Aku membawa sebuah kejutan untuk kalian!” tukas Zarel kemudian melirik ke bawah saat anjing Eyden sedang bermanja- manja di kakinya. “Kejutan apa?” Mata Asrein menatap penuh selidik ke arah Zarel. “Mau tahu saja atau mau tahu banget?” Zarel malah menggoda. Wajah Asrein mendadak flat seketika. Tangannya yang memegang tanah kontan mengepal kuat dan hendak memukul wajah bodoh Zarel jikalau saja ia tak mengingat bahwa Zarel adalah kakaknya. Zarel terkekeh lalu mengibaskan tangannya, “Jangan marah, nanti kau bisa cepat tua. Jika kau penasaran, pergilah ke ruang pertemuan!” Zarel pun berbalik dan langsung melesat pergi sambil terkikik setelah berhasil menginjak istana buatan Asrein hingga hancur lebur menyatu dengan tanah. “ZAREEEEEEEEEEEELLL!!” 869 "Aduh!" Dyeza mengaduh kesakitan saat jarinya tidak sengaja tergores oleh hiasan bunga di tusuk rambut yang ternyata sangat tajam. Kedua pelayan yang sedang merias wajah Dyeza langsung panik saat melihat cairan merah kental mengalir dari jari calon ratu mereka kelak. "Maaf tuan puteri, saya akan panggilkan Tabib Han!" ucap seorang pelayan yang tadinya merias rambutnya. Pelayan itu pergi dan menghilang di balik pintu. Sedangkan pelayan satunya lagi, dengan segera mengambil air hangat untuk mengompresnya. Sempat terbersit rasa takut apabila salah satu dari pangeran mengetahuinya, karena bisa dipastikan kepala mereka akan menjadi taruhannya. 56 5 Prince Dyeza yang tadinya duduk di atas kursi meja rias, langsung berdiri dari tempatnya dan berjalan ke peraduan. Jubah berwarna ungu terang yang ia pakai memang sedikit menyulitkannya waktu berjalan. Tak lama kemudian muncul pelayan tadi sambil membawa semangkok air hangat, dan kebetulan dari balik pintu muncul pelayan yang satunya bersama seorang lelaki berparas tampan yang berpakaian serba putih dengan bagian kerah berwarna biru gelap. “Hormat hamba tuan puteri." Lelaki itu sedikit membungkuk lalu kemudian mendekatinya, "Hamba Tabib Han. Izinkan hamba untuk mengobati luka tuan puteri." Ujarnya sopan. "Tidak perlu. Ini hanya luka kecil." tolak Dyeza walaupun luka ini lumayan perih juga. “Maaf tuan puteri! Tolong izinkan hamba untuk mengobati tuan puteri jika tuan puteri masih ingin melihat kami besok." ujar tabib Han seraya mengeluarkan sebuah salep dari balik kantong bajunya. "Basuh dengan air hangat terlebih dahulu!" perintahnya kemudian kepada pelayan. Si pelayan menurut dan mulai membasuh jari Dyeza dengan air hangat. Setelah selesai, tabib Han mulai duduk di tepi peraduan dan mengoleskan salep di jari Dyeza yang terluka. Dan ajaibnya sedetik kemudian lukanya langsung hilang tak berbekas. Dyeza terperangah melihat hal itu. Ia menggosok-gosok jarinya dan seperti tidak pernah ada luka sekecilpun. Dunia sihir memang luar biasa! "Hm, Tabib Han. Bolehkan saya meminta dua atau tiga salep?" Dyeza bersorak di hati ketika Tabib Han menganggukkan kepalanya. Dengan begini ia tidak perlu risau saat Eannza membullynya secara fisik. Namun tanpa mereka sadari, seseorang tengah mengintip mereka lewat celah jendela dengan mata berkilat marah dan juga rahang yang mengeras. 57 See Suara gemerincing gelang kaki seorang gadis mendominasi di salah satu koridor istana. Terdapat dua pelayan dan penjaga yang mengekornya di belakang. Para penjaga yang lewat ataupun sedang bertugas selalu membungkuk hormat kepada sang gadis, dan tampaknya sang gadis terlihat kurang nyaman akan hal itu. Dyeza menarik napas dalam-dalam untuk mengurangi kegugupannya. Hari ini ia akan bertemu dengan sang raja, dan ia harus bersikap sopan layaknya seorang puteri. Ia tersenyum kecut saat menyadari bahwa di dunia manusia ia bagaikan upik abu, tapi di sini malah sebaliknya. Lamunan Dyeza terbuyar saat indera pendengarannya menangkap suara suling yang sangat merdu. Langkahnya terhenti, dan otomatis pelayan dan penjaga di belakangnya juga ikut berhenti. Ia mengedarkan pandangannya sekeliling, dan manik matanya terfokus kepada seseorang yang sangat familiar baginya tengah bermain suling didekat taman bunga. "Yezra?" Tapi kenapa matanya berwarna merah? Walaupun hanya gumaman, namun Yezra tetap dapat mendengarnya. Ia menoleh ke sumber suara dan langsung tersenyum tipis saat mendapati istrinya yang tengah menatapnya bingung. Ia memejamkan matanya sebentar. Tak lama kemudian mata Yezra terbuka dan mata merahnya sudah berubah menjadi hitam kembali. Ia berjalan mendekat ke Dyeza setelah meletakkan sulingnya di kantong jubahnya. Dyeza yang melihat hal itu langsung tersentak kaget. Bagaimana mungkinm? Tadi ia yakin mata Yezra berwarna merah, kenapa sekarang jadi berwarna hitam? "Aku sudah menunggumu! Ayo!" Yezra menarik tangan Dyeza dan membawanya melangkah kembali. Ragu-ragu Dyeza melirik ke samping untuk melihat wajah Yezra, dan matanya masih berwarna hitam. Tapi ia sangat yakin bahwa mata Yezra tadi berwarna merah! "Matamu?" 58 5 Prince Yezra langsung menoleh dan menghela napas pelan, "Kau melihatnya?" Dyeza mengangguk pelan, "Susah untuk dijelaskan!" Mengernyit, Dyeza bertanya, "Maksudnya?" "Besok akan kujelaskan!” ucap yezra dan di oleh anggukan dari Dyeza. Dyeza hendak berkata sesuatu, tapi ia urungkan saat mereka sudah sampai di ruang utama. "Perhatian! Pangeran Yezra dan tuan Puteri Dyeza memasuki ruangan!" Suara penjaga di depan pintu yang mengabarkan kedatangan Yezra dan Dyeza terdengar nyaring sampai ke penjuru ruangan. Dyeza memegang tangan Yezra erat guna untuk mengurangi kegugupannya. Ia dan Yezra mulai berjalan mendekat ke singgasana. Di depan sana, tepatnya di atas singgasana, duduk sang raja yang melemparkan senyum hangat. Di samping kanan singgasana terdapat 6 buah kursi yang di duduki oleh 3 pangeran, dan menyisakan 3 kursi yang kosong. Sedangkan di samping kiri terdapat 4 buah buah kursi yang diduduki oleh 3 orang, dan otomatis menyisakan 1 kursi kosong. “Hormat kami yang mulia!" Dyeza dan Yezra serempak membungkuk hormat saat di depan Raja Varlsyien. "Duduklah!" Dengan segera mereka duduk setelah mendapatkan perintah. Dyeza berdehem sekilas karena bingung harus duduk di sebelah mana. Di kursi paling pojok, Dreynan memberi isyarat dengan dagunya agar ia duduk di sebelahnya. Ia pun langsung mengerti dan berjalan pelan kemudian duduk di samping Dreynan. “Selamat datang kembali di kerajaan kami, Nak.” Kebingungan langsung melanda Dyeza saat raja Varlsyien selesai mengucapkan hal itu. Apa ia pernah datang ke sini? Seingatnya ia baru pertama kali ke sini. 59 "Kau tentunya lupa dengan mereka bertiga bukan?" tanya raja Varlsyien seraya menunjuk ketiga lelaki di depan Dyeza dengan dagunya. Dyeza hanya tersenyum kikuk dalam menanggapinya. Jujur ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. "Dia Jendral besar Grayson!" tunjuk sang raja kepada lelaki berwajah datar yang mengenakan baju perang. "Hormat hamba tuan puteri!" ucap Jendral besar Grayson dengan sedikit menundukkan kepalanya. "Sedangkan dia adalah panglima Lyano!" Kali ini raja Varlsyien menunjuk seorang lelaki berjubah hijau dengan pedang yang disarungkan ke pinggang. "Salam tuan puteri!" Sama seperti si jendral besar, Panglima Lyano yang terlihat lebih muda juga menundukkan kepalanya. "Dan yan terakhir, dia adalah Pangeran Hrym." tunjuk sang raja kepada seorang lelaki tampan berjubah biru yang sebelah matanya tertutup oleh eyepatch, "Putera dari mendiang selir Hwan." Bulu kuduk Dyeza merinding saat melihat seringaian misterius terpatri dengan jelas di wajah pangeran Hrym. Firasatnya mengatakan kalau pangeran Hrym bukanlah pria baik-baik. "Hormat hamba tuan puteri!" ucap Hrym dengan seringaian yang masih setia di wajahnya. Matanya menatap intens ke arah Dyeza dengan aura negatif. Dyeza yang menyadarinya hanya bisa menggenggam erat tangan Yezra yang sedang duduk tenang. Kepalanya langsung menoleh ke samping saat tangannya yang lain digenggam erat oleh Dreynan. Ia hanya tersenyum paksa untuk membalas Dreynan yang tersenyum manis padanya. Dan langsung mendengus pelan saat melihat Zarel yang mengedipkan sebelah matanya genit. Di samping Dreynan juga ada Eyden yang sedang menatap lurus kedepan dengan mimik wajah yang susah ditebak. Lelaki itu bak patung hidup karena diam sedari tadi tanpa pergerakan selain deru napasnya. 60 5 Prince Tapi ada satu hal yang mengganjal di hati Dyeza. Di mana Asrein? BER: “Besok? Janji?" ucap Dyeza dengan menatap Yezra tepat di matanya. Kini ia dan Yezra sedang berjalan di koridor menuju kamarnya. Tadi ia sempat meminta pulang kedunia manusia sama Yezra. Tapi yang diminta menolak dan malah membujuknya untuk tidur di sini malam ini. Helaan napas keluar dari mulut Yezra, "Baiklah." ucapnya tak rela karena ia lebih suka jika Dyeza tinggal di sini selamanya. Senyuman langsung merekah di wajah Dyeza, tapi langsung pudar saat otaknya mulai teringat dengan mata Yezra tadi. "Yezra!" Yang dipanggil menoleh dan mengangkat sebelah alisnya, "Kau berhutang penjelasan padaku!" Yezra mendengus, ia pikir Dyeza sudah melupakannya, tapi ternyata tidak. Dan terpaksa ia harus memberitahunya, "Sebenarnya-" Srrkkk.... Srrkkk... Ucapan Yezra terpotong saat terdengar sebuah suara dari balik semak-semak di dekat twman. Mata Dyeza memicing, “Apa itu?" "Mungkin hanya kucing!" Yezra mengangkat bahunya pelan, Jalu kemudian melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti. Dan Dyeza dengan cepat mengejarnya lalu menarik tangan Yezra hingga membuat langkah lelaki itu kembali terhenti. "Kau belum menjawabnya! "tagihnya. "Sebelum kau tanyakan itu, aku akan bertanya terlebih dahulu," Yezra memegang kedua bahu Dyeza agar menghadapnya. "Kenapa kau tak bilang jika selama ini kau sering dibully?" "Bagaimana aku bisa bilang jika aku baru mengenal kalian satu hari." Mata cokelat Dyeza menatap mata hitam Yezra yang memancarkan kesedihan. "Lagipula, kenapa Eyden kemarin tidak menolongku?" 61 Yezra tersenyum kecil lantas melanjutkan kembali langkahnya, dan tentu saja diikuti oleh Dyeza, "Eyden tidak suka dengan orang yang lemah dan tidak memberikan perlawanan. Kalau saja kemarin kau melawan, pasti dia akan membantumu!" Dyeza hanya ber-oh ria, kini ia mengerti. Ia menoleh kesamping saat Yezra memegang kembali kedua bahunya. "Jika kau dibully ataupun sedang kesusahan, panggilah salah satu di antara kami tulus dari hatimu," Yezra menunjuk dada istrinya, "Karena kami pasti akan datang untuk menolongmu. Lagipula kami adalah suamimu dan melindungimu adalah suatu kewajiban bagi kami." Bolehkah hati Dyeza meleleh sekarang? wep Yezra menggantungkan ucapannya, dan itu membuat Dyeza penasaran. "Jangan pernah memanggil Asrein saat kau sedang dibully, ok?" peringat Yezra. "Memangnya kenapa?" Dahi Dyeza berkerut. "Karena teman yang membullymu pasti akan-" bibir Yezra bergerak mendekat ke telinga Dyeza lantas berbisik, "Mati." "Baiklah, Aku harus pergi dulu karena ayah sepertinya memanggilku. Sampai jumpa!" Yezra mengacak rambut Dyeza sebentar lalu kemudian pergi meninggalkan Dyeza yang mematung. Mati? Eannza dan Levina mati? Dyeza menggeleng-gelengkan kepalanya, ia tidak boleh memanggil Asrein! Dyeza pun melanjutkan kembali langkahnya yang sempat terhenti. Hingga tak lama kemudian ia sampai di depan pintu kamarnya. "Hormat kami tuan puteri." ucap kedua penjaga pintu serempak seraya membungkuk dan membukakan pintu. Dyeza hanya tersenyum dan mengangguk pelan,lantas berjalan memasuki kamar barunya. Ia mendekat ke ranjang dan langsung duduk di pinggirnya. Dan langsung menepuk keningnya saat menyadari kalau Yezra belum sempat menjawab pertanyaannya 62 5 Prince mengenai matanya yang berwarna merah. Tak apalah, besok juga bisa! Batinnya. Dyeza membungkuk untuk melepas sepatu kerajaan yang ia kenakan. Ia harus segera beristirahat karena badannya terasa sangat lelah sekali. Hingga sebuah suara nyaring penjaga pintu kamarnya membuat Dyeza menghentikan aktivitasnya. "Perhatian! Pangeran Asrein berkunjung ke kamar tuan puteri!" Sedetik kemudian pintu kamar Dyeza terbuka. Dan langsung menampilkan sosok Asrein dengan jubah kebesaran-nya. Mulut Dyeza spontan menganga lebar karena takjub akan ketampanan suaminya itu. Ia bahkan tak bisa berkata-kata untuk mendeskripsikan betapa tampannya Asrein hingga membuat badannya lemas seolah menjadi jeli. Selama 18 tahun ia hidup, ia sama sekali tidak pernah menjumpai lelaki dengan pahatan wajah se-sempurna Asrein. Asrein mendekat cepat ke arah Dyeza dan langsung duduk disampingnya. "Kau tidak apa-apa? Bagaimana dengan jarimu?" Ya! Seseorang yang mengintip tadi adalah Asrein. Asrein memegang jari Dyeza dan mengelus-elusnya seraya mengomel, “Dasar pelayan bodoh! Gara-gara kelalaian mereka, jarimu jadi terluka!" Dyeza tak menjawab. Ia masih terpesona akan wajah Asrein yang hanya berjarak beberapa jengkal saja dari wajahnya. Merasa tak di respon, Asrein mendongakkan kepalanya dan terheran, "Kenapa kau malah diam dan menatapiku seperti itu?" Dyeza langsung tersadar dan rasa gugup malah menderanya. "Eh, tidak apa-apa!" Ia memaksakan untuk tersenyum. Asrein melepaskan jari Dyeza lantas kembali berujar yang mampu membuat Dyeza membelalakkan matanya, "Tapi kau tenang saja! Aku sudah membunuh kedua pelayan bodoh itu!" Badan Dyeza kontan makin melemas. Pantas saja sedari tadi ia tidak melihat mereka. Asrein benar-benar kejam! 63 "Mulai sekarang bilang kepadaku jika ada yang menyakitimu, kau mengerti?" Spontan Dyeza menganggukan kepalanya, berbohong. Ia tidak akan pernah memanggilnya! "Baiklah! Kalau begitu istirahatlah. Aku pergi dulu!" ucap Asrein sembari mengusap lembut pipi Dyeza. Sedetik kemudian Asrein menghilang tanpa jejak. Menyisakan Dyeza yang hanya bisa menggumamkan kata maaf di hatinya. Ia merasa bersalah kepada pelayan tadi. Yang salah itu dirinya, tapi kenapa malah mereka yang menanggung akibatnya? Dyeza bangkit dari ranjang dan hendak pergi menaruh sepatu, tapi harus terhenti ketika suara nyaring penjaga mengabarkan kedatangan seseorang kembali. Bedanya kali ini berhasil membuat Dyeza merinding ketakutan. “Perhatian! Pangeran Hrym memasuki kamar tuan puteri!" 4. Red Egey Hujon diperkirakan akan datang mengguyur Kerajaan Ethernichius akibat cuaca pagi ini yang tampak tak bersahabat. Awan hitam menggumpal tampak mendominasi langit dan menyembunyikan sang mentari dibaliknya, menghalangi sinarnya untuk menghangatkan bumi dari dinginnya udara pagi. Dinginnya bahkan mampu membuat Dyeza menggigil karena hanya memakai jubah berbahan tipis. “Huft, dingin sekali!” Dyeza memeluk dirinya sendiri agar mendapat kehangatan walaupun hanya sedikit. Matanya menatap jauh ke pemandangan di luar jendela kamarnya yang menampakkan taman istana yang penuh akan bunga dan tumbuhan unik lainnya. Lamunan Dyeza langsung terbuyar ketika sepasang tangan melingkar di pinggangnya lalu kemudian memeluknya erat. Membawa tubuhnya ke dekapan seseorang yang menghantarkan perasaan hangat di tubuhnya. “Kau kedinginan, amour?” Suara serak-serak basah itu terdengar menyapu halus telinga Dyeza hingga membuat gadis itu bergidik geli karena bibir lelaki di belakangnya yang menempel di telinganya. Dyeza dapat dengan 65 mudah mengenali kalau yang di belakangnya ini adalah seorang lelaki akibat wangi maskulin bercampur husk yang menguar di belakangnya. “Hm, se-sedikit.” Lirih Dyeza pelan seraya menggerakan badannya agar lepas dari pelukan Dreynan. Ya, lelaki yang membuatnya geli namun juga nyaman ini adalah Dreynan. Kata Yezra beberapa waktu yang lalu, Dreynan merupakan kakak tertua atau pangeran pertama. Lalu kemudian diikuti oleh Eyden, Zarel, Asrein, dan yang terakhir Yezra. Ia sungguh tidak menyangka kalau Yezra yang pemikirannya dewasa itu ternyata merupakan pangeran bungsu. Ia pikir Asrein-lah pangeran bungsunya jikalau mengingat sifat kekanakan lelaki itu. “Apa kau masih kedinginan, amour?” Bibir Dyeza terbuka hendak berbicara, namun harus terkatup kembali saat Dreynan tiba-tiba menggosok-gosokkan kedua tangannya lalu kemudian menempelkannya di kedua pipi Dyeza. Membuat kehangatan langsung menerpa pipi gadis itu hingga membuatnya mematung saat mendapati perilaku manis dari Dreynan. “Sebaiknya jendelanya ditutup!” ucap Dreynan diiringi jendela kamar Dyeza yang langsung menutup dengan sendirinya. Lagi, Dyeza sama sekali tidak heran melihat hal itu. “Suhunya sudah tidak terlalu dingin sekarang. Seharusnya kau tutup sedari tadi!” tutur Dreynan lembut sembari membelai lembut rambut Dyeza. Dyeza hanya tersenyum kecil sekaligus mulai merasa risi karena sedari tadi Dreynan masih belum juga melepaskan pelukannya. “Hm, Drey. Bisakah kau melepas pelukanmu ini? Aku—“* “Kenapa, amour? Kau tidak suka jika aku peluk, huh?” Potong Dreynan dengan menunjukkan raut wajahnya yang kini tampak tersinggung. Lelaki itu melepas pelukannya dan membalik badan Dyeza secara paksa agar menghadapai ke arahnya. “Bu-bukan seperti itu. Ak-aku-“ 66 5 Prince “Diam! Bilang saja kalau kau memang tidak suka dekat-dekat denganku kan? Benar seperti itu kan?” Geram Dreynan dengan rahang yang mengetat dan matanya yang kian menajam. Kepala Dyeza menggeleng hendak membantah presepsi Dreynan. Namun Dreynan tak mau mengerti dan langsung beranjak pergi setelah sempat menendang pintu kamar Dyeza hingga menyebabkan suara benturan yang keras. Duakk! Dyeza spontan berjengkit kaget dengan hati tak percaya kalau lelaki yang tadinya lembut dan romantis itu tiba-tiba berubah menjadi sangat marah hanya karena masalah yang cukup sepele. “Kau harus terbiasa dengan sifat Dreynan yang itu. Dia memang temperamental!” Dyeza langsung menoleh ke sumber suara yang ternyata berasal dari sesosok lelaki yang tengah berdiri di sudut kamar. Seringaian yang terpatri di wajah lelaki itu entah kenapa selalu berhasil membuat Dyeza mengernyit ketakutan. “H-hrym?” Hrym tersenyum miring. ”Ah, rupanya tuan puteri sudah mengenal dengan baik nama dan wajah saya.” “M-mau apa kau ke sini?” tanya Dyeza sedikit beringsut mundur dan mengambil vas bunga di atas meja. Melihat sikap defense dari Dyeza membuat Hrym kontan tergelak, “Tenanglah, tuan puteri. Saya bukanlah orang jahat, saya ini adik iparmu, tuan puteri.” Mata Dyeza menyipit penuh waspada. Walaupun Hrym adalah saudara tiri para pangeran, entah kenapa hatinya merasakan bahwa Hrym adalah lelaki berbahaya dan kebaikannya hanyalah kamuflase belaka. “Tapi terserah tuan puteri mau menilai saya bagaimana. Saya ke sini hanya menawarkan diri jika ada sesuatu yang ingin tuan puteri ketahui, saya akan membantu menjawabnya.” 67 “Aku tidak butuh penjelasan apapun!” jawab Dyeza cepat karena ia mulai merasa tidak nyaman berada satu ruangan dengan seorang lelaki yang bagi dirinya masih cukup asing. Menghendikkan bahunya, Hrym berkata santai. “Ya sudah kalau begitu. Kau bisa pergi ke kamarku jika ingin mendapatkan sebuah jawaban. Apapun itu.” Hrym menekankan nada bicaranya pada kalimat terakhir. Tanpa menunggu balasan dari Dyeza, Hrym sudah lebih dahulu menghilang dalam sekejap. Meninggalkan Dyeza yang hanya termangu menatap kepergiannya. 666 Jangan takut! Kami tidak akan menyakitimu! Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu itu! Kau harus mendengar penjelasan kami terlebih dahulu! Ti-tidak! Jangan mendekat! Jangan keras kepala! Kami melakukan semua itu karena kau adalah istri kami! Tidak! Aku benci kalian! Kalian telah memb--aaargh "Aaargh!" Suara jeritan seorang perempuan yang terbaring di atas peraduan menggelegar memenuhi seisi kamar. Kamar ini kedap suara, jadi tidak ada yang bisa mendengar apapun yang terjadi dari dalam. Dadanya bergerak naik-turun, senada dengan deru napasnya yang tak beraturan. Manik matanya bergerak ke segala penjuru kamar dengan sorot ketakutan yang kentara sekali. Brakk! Pintu utama kamar terbuka dengan kasar, dan di balik pintu muncul Yezra yang berjalan cepat ke arah Dyeza lantas segera memeluk gadis itu. Ia sangat khawatir ketika telinganya menangkap suara jeritan istrinya dari dalam kamar. Indera pendengarannya sangat tajam, bahkan ia dapat mendengar suara nyamuk yang berjarak lebih dari 25 km dari posisinya. Jadi kamar kedap suara ini tidak berarti apa-apa baginya. 68 5 Prince "Jangan takut! Aku ada di sini." Ucap Yezra seraya membelai lembut rambut Dyeza guna menenangkan gadis yang tengah ketakutan ini. Aroma mawar yang menguar dari rambut Dyeza hampir saja membuatnya hilang kendali. Apalagi baju tanpa kerah yang dipakai oleh Dyeza membuat leher jenjangnya yang berwarna seputih susu itu terlihat jelas. Tangan Dyeza mengerat pada jubah yang dikenakan oleh Yezra. Kepalanya ia sandarkan ke dada tegap milik Yezra dan menenggelamkannya. Kenapa akhir-akhir ini ia selalu bermimpi aneh seperti itu? “Aku takut.” ‘Yezra menangkup wajah Dyeza agar melihatnya, "Kau tidak perlu takut. Aku akan selalu melindungimu!" Tangannya menyeka air mata yang mengalir deras di pipi Dyeza, "Jadi jangan menangis!" Dyeza mengerjapkan matanya beberapa kali. Berusaha memastikan bahwa apa yang dilihatnya sekarang bukanlah hanya ilusi semata. Mata Yezra berwarna merah kembali seperti kemarin, tapi anehnya kian bertambah pekat daripada sebelumnya. "Yezra, matamu?" Napas Yezra tercekat. Sejenak ia merutuki dirinya yang tak mampu membuat mata sialan ini untuk tidak muncul di depan Dyeza. Ia menarik napas dalam-dalam dan memejamkan matanya, berusaha mengembalikan matanya seperti semula. Tapi aroma tubuh Dyeza yang memabukkan berhasil membuatnya gagal untuk menghilangkan mata merahnya. "Tolong jelaskan padaku!" Dyeza sedikit menjaga jarak dari Yezra, "Aku bingung." jujur mata merah pekat Yezra berhasil membuatnya sedikit ketakutan. Yezra beranjak dari peraduan dan berdiri tepat dihadapan Dyeza. "Maaf, aku harus segera pergi!" Belum sempat Dyeza mencegah, Yezra telah hilang terlebih dahulu. Matanya mulai berair, apa Yezra benar-benar tidak ingin menjelaskan sesuatu tentang matanya? Tapi kenapa? 69 Kepala Dyeza menyender di tiang peraduan dengan badan yang lesu. Pikirannya benar-benar pusing memikirkan lelaki yang satu itu. Kau bisa pergi ke kamarku jika ingin mendapatkan sebuah Jjawaban. Apapun itu! Ucapan Hrym tadi pagi terlintas di benaknya. Pikirannya berkecamuk antara menemui Hrym atau tidak. Tapi jika ia tidak menemuinya, maka ia akan dihantui oleh rasa penasaran yang ada dihatinya. BOS "Apa kau memang tak bisa mengendalikannya?" tanya Raja Varlsyien seraya menatap salah satu puteranya yang sedang duduk berhadapan dengannya. Sekarang ia dan Yezra tengah berada di ruang pertemuan keluarga. Ia tadi sedang berkeliling, dan mendapati Yezra yang tengah melamun sendirian disini. Ia mendekatinya dan Yezra sudah menceritakan semuanya tentang apa yang terjadi. Yezra hanya menggelengkan kepalanya untuk menjawab. Matanya menatap lurus ke arah cangkir teh yang sudah dingin karena belum ia minum sedari tadi. "Bagaimana keadaannya?" "Baik." jawab Yezra singkat. Helaan napas keluar dari bibir Raja Varlsyien. Puteranya memang tidak pernah berubah, tetap dingin dan ketus terhadapnya. "Kau harus bersabar! Itu sudah menjadi takdirmu!" Yezra menatap sinis ayahnya, manik matanya sudah berubah menjadi semakin merah sekarang. "Takdir?" wajahnya melengos dan berdecih, "Ini bukan takdirku! Karena dirimulah aku menjadi makhluk aneh seperti ini!" Raja Varlsyien menatap sedih sang putera, "Kenapa kau tidak pernah bisa memaafkanku, Nak?" Yezra menggebrak meja dan langsung berdiri dari duduknya. Mata merahnya kian bertambah pekat seiring dengan amarahnya yang mulai berkobar. "Bagaimana mungkin aku memaafkanmu jika 70 5 Prince kau saja telah menghancurkan hidupku! Semua ini memang salahmu! Kalau saja kau melawan obsesi gilamu itu, pasti aku tidak akan menjadi seperti iniiii!" teriaknya dengan emosi menggebu- gebu. Kemudian dengan cepat Yezra berjalan meninggalkan ayahnya hingga perlahan tubuhnya menghilang di balik pintu. Menyisakan Raja Varlsyien yang hanya bisa menatap nanar putra bungsunya tersebut. Di lain sisi, "Jadi mau apa kau ke sini?" ucap Hrym dengan seringaian yang masih menghiasi wajahnya. Hm, sepertinya lelaki ini memang memiliki hobi menyeringai. Tadi Hrym berniat akan berendam air hangat di kolam pemandian miliknya, tapi terhenti ketika suara penjaga mengabarkan kalau gadis yang ia temui tadi pagi ingin menemuinya. "Aku ingin bertanya satu hal padamu!" Dyeza tak berani menatap Hrym yang sedang berdiri tak jauh darinya. Sebelah alis Hrym terangkat, "Katakan!" Matanya tak beralih sedikitpun dari gadis yang ia tahu sedang gemetaran di depannya ini. Apa wajahnya mengerikan? Ia rasa tidak! Dyeza menarik napasnya sebelum berkata "Apa kau tahu sesuatu tentang mata merah Yezra?" Hrym terkekeh kecil, "Jadi dia belum memberitahumu?" tanyanya dan mendapat gelengan kepala dari Dyeza, "Mudah saja! Di dalam tubuhnya mengalir dua darah yang berbeda!" Kening Dyeza berkerut, "Maksudnya?" "Dia bukan hanya seorang penyihir," Hrym menggantungkan kalimatnya dan tersenyum miring. Menyenangkan sekali jika bisa membeberkan rahasia orang lain. "Tapi juga seorang vampire." 7 x s 5. Eller Berhedov dari biasanya, langit siang ini terlihat dihiasi oleh gumpalan awan hitam. Rintik hujan pun mulai bergerak turun dan dengan cepat membuat para manusia di Kota Zurich kalang kabut karenanya. Para pedagang mulai berkemas-kemas dan para pejalan kaki mulai panik berlarian mencari tempat berteduh. Tak terkecuali siswa-siswi di Reazurry High School. Banyak siswa-siswi yang berlarian dari gerbang dan segera masuk ke dalam mobil yang sudah menjemput mereka, tak lupa dengan sang sopir yang turut memayungi. Di antaranya ada sepasang kekasih yang tengah berlarian dimana tas si lelaki harus dikorbankan untuk menjadi payung agar sang gadis tidak kehujanan. Perlakuannya terlihat manis memang, tapi kalau dipikir pakai logika itu merupakan hal bodoh. Percuma saja harus ditutupi dengan tas walaupun ujung-ujungnya pasti akan basah juga. Mana mungkin tas sekecil itu bisa menutupi seluruh tubuh mereka. 72 5 Prince Rintiknya semakin deras dan mulai berubah menjadi hujan. Terlihat di sebuah halte bus di dekat sekolahan berdiri seorang gadis yang tampaknya adalah salah satu siswi Reazzury High School jika dilihat dari seragamnya. Kemudian gadis itu duduk di kursi panjang halte dan memeluk tubuhnya sendiri karena hawa dingin yang mulai menyapa. Jaket yang setiap hari ia pakai entah kenapa hari ini ia lupa untuk membawanya. Hal seperti inilah yang menyebalkan bagi manusia, sebab ada saat tidak dibutuhkan dan sebaliknya tidak ada saat sedang dibutuhkan. Dan sepertinya ia akan pulang terlambat, mengingat bahwa tidak ada tanda-tanda hujan akan berhenti. Pukk! Dyeza menoleh kesamping ketika merasa bahunya ditepuk oleh seseorang. Kepalanya mendongak untuk melihat wajah orang yang menepuk bahunya tadi. Dan tepat disampingnya berdiri seorang lelaki berparas tampan dengan bajunya yang sedikit basah. Tak lupa juga rambutnya yang sedikit berantakan namun malah terlihat keren. “Ellzer?" Ellzer tersenyum tipis, "Sedang apa kau di sini? Kenapa tidak pulang?" tanyanya yang mendapat gelengan pelan dari Dyeza. "Aku tidak membawa payung. Lagipula kenapa kau bisa berada di sini?" Kini Dyeza yang balik bertanya kepada lelaki yang baru beberapa hari yang lalu menjadi temannya itu. Ellzer menghela napas setelah mendaratkan pantatnya di kursi halte. "Aku dalam perjalanan pulang dan tak sengaja melihatmu disini!" jelasnya. Dyeza hanya ber-oh ria. Matanya melihat sebuah mobil berwarna hijau metallic yang terparkir di sebelah halte, dan sepertinya mobil itu punya Ellzer. Canggung. Mungkin kata itu tepat untuk menggambarkan keadaan mereka sekarang. Dimana Dyeza sibuk dengan pemikirannya dan Ellzer 73 yang hanya menatap kendaraan yang berlalu lalang, walaupun matanya sesekali melirik ke gadis di sebelahnya itu. Cuaca kian bertambah buruk. Perpaduan antara derasnya hujan dengan angin kencang yang menyebarkan hawa dingin semakin menjadi-jadi. "Mau kuantar pulang?" tawar Ellzer dengan salah satu alis yang terangkat. Dan tawaran Ellzer tersebut langsung mendapat gelengan kepala dari Dyeza. "Tidak perlu! Itu pasti akan sangat merepotkanmu." tolaknya dengan tetap mengulas senyum tipis. "Tidak, rumah kita satu arah!" Ellzer berdiri dari duduknya lantas menoleh ke arah Dyeza. "Lagipula hujan semakin deras! Tidak baik jika lama-lama berada di sini!" Dyeza terdiam. Jika ia ikut maka dengan cepat ia sampai dirumah, dan bisa segera menyelesaikan pekerjaan rumah serta bisa sedikit bersantai sebelum mengambil shift malam di cafe. Tapi tetap saja ia merasa tidak enak.Mereka baru bertemu dua kali, tapi ia malah akan merepotkannya. "Jangan melamun! Ayo cepat kita pergi ke mobil!" ucap Ellzer seraya menarik Dyeza ke dalam pelukannya dan menutupi tubuh mereka dengan jaket yang ia pakai. Dyeza langsung shock. Selama ini ia tidak pernah berdekatan dengan laki-laki lain kecuali kelima suaminya sampai sejauh ini. Belum sempat ia melayangkan protes, tubuhnya sudah terlebih dahulu diseret Ellzer menembus derasnya hujan. Dyeza bahkan masih tak bisa berkata-kata saat mereka sudah berada didalam mobil Ellzer. Matanya hanya bisa menatap lurus ke arah Ellzer yang sedang memasukkan jaket ke dalam plastik berukuran sedang lantas menaruhnya di jok belakang. "Rambutmu sedikit basah, tapi ini masih lebih baik daripada harus berdiam di sana." Tangan Ellzer mengambil sesuatu di dalam dashboard mobil. "Keringkan pakai ini!" ucapnya seraya menyerahkan sebuah handuk kecil berwarna magenta. 14 5 Prince Dengan sedikit canggung, Dyeza mengambil handuk yang disodorkan oleh Ellzer. Pandangannya kini beralih lurus kedepan, tak berani menatap Ellzer yang tengah menyalakan mesin mobil. Mobil Ellzer pun mulai melaju dengan kecepatan sedang, menembus hujan yang tampaknya sudah tidak deras seperti tadi. Di dalam mobil pun hanya ada keheningan. Dyeza yang sibuk dengan pemikirannya menatap lurus ke luar jendela. Dan Ellzer yang fokus menyetir, walaupun terkadang masih curi-curi pandang ke gadis di sebelahnya. Setelah perjalanan yang menempuh waktu kurang lebih 15 menit, akhirnya mobil Ellzer telah sampai di depan apartemen Dyeza. Hujan pun sudah reda dan hanya menyisakan gerimis ringan. Dyeza masih belum beranjak dari tempat duduknya. Keningnya berkerut, tanda bahwa ia sedang berpikir keras. Darimana Ellzer bisa tahu alamat apartemennya? Padahal ia tidak pernah memberitahunya! Apakah dia seorang penguntit? Atau malah psikopat? Ellzer yang sepertinya berubah menjadi cenayang itu tersenyum geli, "Aku pernah melihatmu masuk ke apartemen ini, jadi jangan berpikir macam-macam!" "Eh?" Dyeza menggaruk kepalanya yang tidak gatal seraya tersenyum kikuk. Pipinya memerah karena malu melihat Ellzer yang kini tertawa keras. "Hm, Dyeza?" panggil Ellzer setelah berhasil menghentikan tawanya. Dyeza hanya mengangkat satu alisnya. "8 huruf, 3 kata, 1 makna. J love you!" Sontak ucapan Ellzer tersebut langsung membuat Dyeza tercengang. Matanya bahkan tak bisa berkedip dan jantungnya serasa berhenti berdetak. "Aku hanya bercanda!" Ellzer terkekeh geli saat melihat ekspresi Dyeza. "Wajahmu tolong dikondisikan!" 75 Dan itu langsung membuat Dyeza bernapas lega. Bisa bahaya kalau ucapan Ellzer tadi adalah sungguhan. "Kalau begitu aku masuk dulu ya! Terima kasih!" ucapnya sebelum membuka pintu dan keluar dari mobil. Mobil Ellzer pun segera melaju setelah sebelumnya sang pemilik mobil melambaikan tangan dari dalam mobil. Setelah memastikan mobil Ellzer sudah hilang di balik pertigaan, Dyeza membalikkan tubuhnya dan segera membuka pintu apartemen setelah memasukkan kunci di lubangnya. Gelap. Itulah pemandangan yang ia lihat pertama kali didalam apartemennya. Tapi kenapa bisa gelap? Seingatnya lampu apartemennya tidak pernah ia matikan, jadi kenapa bisa gelap? Ada penyusup-kah? Atau pencuri? Dengan pelan Dyeza melangkah mencari saklar lampu di dekat pintu. Klik! Ruangannya pun sudah berubah menjadi terang, tapi bersamaan dengan suara bariton khas seorang laki-laki yang berhasil membuat Dyeza tersentak kaget. "Siapa yang mengantarmu?" Perlahan Dyeza menoleh ke asal suara yang terkesan dingin tapi sangat familiar di indra pendengarannya. Di sana, tepatnya di atas kursi kayu di ruang tamu. Duduk sesosok lelaki berambut segelap malam yang senada dengan iris matanya. Mata yang selalu memancarkan sebuah teka-teki misterius yang tak dapat terpecahkan. Raut wajah datar tanpa ekspresi dan sangat irit dalam berucap, mampu membuat siapapun tak bisa menebak semua hal tentang lelaki ini. "Eyden?" Eyden bergeming. Jemarinya sibuk mengetuk-ngetuk pegangan kursi dengan tatapan lurus ke lantai berkeramik putih. Sedangkan Dyeza, ia hanya bisa menggigit bibirnya guna menutupi rasa gugup yang kini menderanya. Tangannya meremas 76 5 Prince pelan roknya hingga membuat beberapa bagian menjadi sedikit kusut. "Kemari!" panggil Eyden dan mau tak mau Dyeza harus melangkah menghampirinya. Belum sempat Dyeza mendaratkan pantatnya di atas kursi, Eyden kembali bersuara. "Siapa yang menyuruhmu duduk?" Dan Dyeza terpaksa kembali lagi berdiri tepat di depan Eyden, dan hanya dipisahkan oleh sebuah meja kaca yang di dalamnya terdapat pasir putih. Di dalam hati ia sibuk menggerutu. Yang punya tempat siapa, yang nyuruh-nyuruh juga siapa! Walaupun sedang kesal, ia masih sama sekali tidak berani untuk sekedar menatap wajah Eyden. Aura mengintimidasi dari tatapan mata hitam kelamnya berhasil membuat bulu kuduknya merinding. “Siapa dia?" "Di-dia siapa?" Kini malah Dyeza yang balik bertanya. Entah kenapa otaknya seakan tidak dapat berfungsi dengan normal. Mata Eyden memicing. "Kau pura-pura bodoh atau memang bodoh?" Ttu bukan sebuah pertanyaan, melainkan lebih tepat disebut dengan pernyataan. Dyeza menelan salivanya dengan susah payah, "Ellzer." "Aku tidak bertanya namanya." ucap Eyden datar. "Apa hubungan antara kau dan dia?" "Te-teman." cicit Dyeza seraya masih menunduk takut. Sejenak ia merasa seperti seorang tahanan yang sedang diinterogasi polisi. Ketukan jari Eyden terhenti. Setelah itu tidak ada pergerakan ataupun suara sama sekali. Hening. Semakin lama Dyeza semakin merasa tidak nyaman akan situasi yang terjadi sekarang ini. Pikirannya berkecamuk, apakah mempunyai teman itu adalah sebuah kesalahan? Ia rasa tidak! "Menjauh atau menyesal!" Itu bukan hanya sekedar peringatan, melainkan juga merupakan ancaman. 77 Dyeza mendongak dan menatap Eyden tak percaya. Baru beberapa hari yang lalu ia berteman dengan Ellzer karna jarang sekali ada orang yang mau berteman dengannya. Dan dengan mudahnya si lelaki berwajah sedatar triplek ini menyuruhnya untuk menjauh? Jangan harap! "Tidak! Aku baru berteman dengannya! Lagipula Ellzer adalah orang yang baik!" Entah darimana keberaniannya mulai muncul. Ia bahkan sedikit berani menatap wajah Eyden yang selalu datar itu. "Menjauh!" Eyden mendesis penuh peringatan dengan tatapan lurus tepat di manik mata Dyeza. Dan sontak mau tak mau Dyeza harus menundukkan kepalanya lagi. Keberaniannya langsung lenyap ditelan bumi setelah melihat tatapan Eyden yang mengintimidasi. "Me-memangnya ke-kenapa?" Suara Dyeza bahkan mirip seperti cicitan tikus sekarang. "Di-dia kan cuma te-teman." Tak ada jawaban. Dan itu membuat Dyeza semakin merasa gelisah. Eyden kembali tak ada pergerakan sama sekali. Karna sifat keingintahuannya, perlahan ia mendongakkan kepalanya. Seketika manik mata cokelat langsung bertabrakan dengan manik mata hitam kelam yang memancarkan sorot mengintimidasi. Napas Dyeza tercekat saat matanya terfokus ke dalam iris hitam yang membuat jantungnya serasa berhenti berdetak. Bahkan saat Eyden perlahan mulai berdiri dan melangkah mendekatinya, tubuhnya tetap saja tak mau digerakkan. Semacam ada sebuah gravitasi yang menariknya agar diam ditempat. Kini jarak tubuhnya dengan Eyden hanya sekitar 2 jengkal saja. Membuat aroma maskulin khas seorang lelaki langsung menyeruak masuk ke indera penciumannya. Eyden sedikit menunduk untuk melihat wajah Dyeza yang tingginya hanya sebatas dadanya. Matanya hanya terfokus kepada wajah gadis yang dulu pernah ia selamatkan ini. Sedangkan Dyeza, ia harus menelan salivanya dengan susah payah saat melihat wajah Eyden yang semakin tampan jika dilihat 78 5 Prince dari dekat. Jantungnya berdetak kencang dan tak beraturan, bahkan kini rasa panik menderanya saat Eyden memajukan wajahnya. Mengikis sedikit demi sedikit jarak diantara mereka. Ia memejamkan matanya saat hembusan napas hangat menerpa wajahnya bersamaan dengan aroma maskulin yang semakin terasa. Dug! “Aduh, kepalaku! Sialan, sejak kapan ada dinding di sini?!" Hingga terdengar suara benturan dan disusul dengan suara makian seseorang dari dalam kamar Dyeza. Dan dengan secepat kilat Eyden memalingkan wajahnya dan menjaga jarak dari Dyeza. Kemudian ia duduk kembali di tempat duduknya tadi dengan masih memasang wajah datar tanpa ekspresi. Sedangkan Dyeza, dengan cepat kepalanya menoleh ke arah kamarnya. Dan disana, tepatnya di ambang pintu kamar. Berdiri sesosok lelaki berambut biru kehijauan yang tengah memegangi kepalanya seraya meringis kesakitan. Asrein. "Kau sudah pulang?" tanya Asrein seraya berjalan mendekat ke arah Dyeza. Dan langsung mengernyit bingung saat melihat rambut istrinya sedikit basah. "Kau kehujanan?" suaranya terdengar khawatir. "Hm, sedikit.". Dyeza memaksakan diri untuk tersenyum. "Sedang apa kau dikamarku?" tanyanya seraya melirik Eyden yang tengah menyandarkan tubuhnya di kursi dengan mata terpejam. Tidurkah? Asrein merengut kesal, jemarinya terulur meraih dagu Dyeza agar menatapnya. "Aku di sini, bukan di sana!" "M-maaf!" cicit Dyeza sambil menundukkan kepalanya. Badannya sedikit menegang ketika tangan Asrein meraih pinggangnya agar duduk dikursi panjang. “Aku tadi sedang tidur di kamarmu. Dan saat bangun, hidungku Jangsung mencium wangi tubuhmu. Aku segera bergegas, tapi karena terlalu bersemangat, aku malah menabrak dinding sialan itu yang kukira adalah pintu." jelas Asrein setelah duduk disamping 79 Dyeza. "Apa sekarang wajahku berubah menjadi jelek?" tanya Asrein dengan polosnya. Dyeza mengerjapkan matanya beberapa kali sebelum menjawab "Hm, tidak. Kau tidak jelek." Tapi sangat tampan! Lanjutnya dalam hati. Senyuman manis langsung terukir di wajah Asrein. Tangannya terulur untuk mengacak-acak rambut Dyeza. Tapi segera ia hentikan saat mengingat kalau rambut istrinya ini sedang dalam keadaan basah. "Sebaiknya kau bersihkan terlebih dahulu tubuhmu, atau nanti kau bisa sakit!" ucap Asrein cemas. Dan Dyeza hanya bisa mengiyakan ucapan Asrein. Bisa rumit nanti jika ia sakit, secara ia harus bekerja bukan? Ia urungkan niatnya untuk berdiri saat merasakan sesuatu bergetar disaku seragamnya. +123456789 calling Kening Dyeza berkerut saat menerima panggilan telepon dari nomor tak dikenal. Matanya melirik Asrein sekilas yang tengah menatapnya dengan tatapan polos seraya ibu jarinya mengetuk ikon merah guna mematikan panggilan. Ia sempat melemparkan senyum kecil ke Asrein sebelum ponselnya kembali bergetar. Kali ini bukan merupakan panggilan, melainkan sebuah pesan dari nomor yang sama. (From : +123456789 ° Dyeza, tasmu tertinggal di mobilku! Sekarang aku ada di depan apartemenmu, tolong segera bukakan pintu! Note: Bisa cepat? Disini cukup dingin! z Mata Dyeza membulat saat membaca pesan dari Ellzer tersebut. Sejenak ia merutuki kebodohannya itu. Pantas saja Eyden selalu mengatainya ‘bodoh'. Tapi bukan itu yang ia cemaskan, melainkan nasib Ellzer nantinya. Bagaimana kalau dia bertemu dengan Eyden? Lagipula di sini juga ada Asrein! 80 5 Prince Dan bayangan kedua pelayan yang dibunuh Asrein tempo hari yang lalu langsung membuatnya bergidik ngeri. Bagaimana kalau Ellzer bernasib sama seperti mereka? Ting Tong! Semua makhluk yang berada disitu serempak menoleh semua ke arah pintu utama, kecuali Eyden yang masih memejamkan matanya. Hm, tingkah lelaki ini benar-benar sulit dimengerti! Asrein yang duduknya searah dengan pintu, langsung berdiri dari duduknya. "Biar aku saja yang buka!" Serangan panik langsung mendera Dyeza saat melihat Asrein mulai melangkahkan kakinya menuju pintu. Tidak! Asrein tidak boleh bertemu dengan Ellzer! Dengan cepat ia berdiri dan bergegas mengejar Asrein, tapi sepertinya hari ini memang pantas disebut sebagai hari sialnya. Karena tak hati-hati, salah satu kakinya tersandung kaki kursi dan hampir membuatnya jatuh terjerembab kalau saja tidak ada sebuah tangan yang menahan lengannya. Tepat di sampingnya, berdiri Eyden yang hanya menatapnya dengan pandangan seperti biasa, tajam dan sulit ditebak. Tapi seingatnya, bukankah tadi Eyden sedang tertidur? Jadi kenapa tiba- tiba bisa berada di sampingnya? Tapi sial! Ia melupakan sesuatu yang lebih penting! Di sana, di ambang pintu, muncul Ellzer yang sedang menatap Asrein dengan sorot kebingungan dengan tangan kanan yang memegang tas milik Dyeza. Sedangkan Asrein, senyuman di wajahnya langsung lenyap digantikan oleh wajah sedingin planet neptunus. Bahkan aura membunuh yang kental sekali menguar dari dalam tubuhnya. Jika didimensinya, pasti akan keluar asap hitam dari luar tubuhnya dan akan menebal seiring dengan tingkat kemarahannya. Tangannya mengepal kuat dengan rahang yang mengeras, dan juga matanya yang berkilat marah. Ia tidak suka jika ada lelaki lain yang berada disekitar istrinya! 81 Dyeza memalingkan wajahnya dan menatap Eyden untuk meminta pertolongan. "Aku sudah memperingatkanmu!" ucap Eyden datar kemudian menghilang dalam sekejap. Dasar menyebalkan kau, Eyden! Dyeza hanya bisa mengumpat di dalam hati ketika Eyden malah menghilang disaat keadaan sedang genting seperti ini. Sebenarnya apa yang ada di jalan pikiran Eyden? Kenapa dia malah pergi? Siapa yang akan menolong Ellzer nanti? Hanya dia yang mempunyai kekuatan selain Asrein disini. "Siapa kau?" tanya Asrein pelan. Matanya bergerak mengamati lelaki asing ini dari atas sampai bawah seolah sedang menilainya. Alis Ellzer terangkat sebelah, sepertinya lelaki berpakaian aneh di depannya ini tidak menyukainya jika dilihat dari caranya menatap. Tapi tak ayal, ia tetap tersenyum tipis dan mengulurkan tangannya. "Perkenalkan, namaku Ellzer. Siap-" "Aku tidak bertanya namamu!" potong Asrein cepat. Matanya sekarang menatap sinis lelaki bernama Ellzer ini. "Apa hubungan antara kau dengan Dyeza?" Ellzer menurunkan tangannya yang hanya menggantung di udara karena tak disambut dengan semestinya. Dan sekarang ia yakin kalau lelaki berambut biru kehijauan ini memang tidak menyukai dirinya. Tapi kenapa? “Aku teman Dyeza." Kini Asrein malah berkacak pinggang dan memicingkan matanya. "Bagaimana aku bisa percaya?" "Terserah!" Ellzer lebih memilih tak menggubris lelaki aneh ini dan segera berjalan melewatinya. Ja cuma mau mengembalikan tas, tapi kenapa malah diinterogasi seperti ini? Belum genap 2 langkah Ellzer melewati Asrein, tangan lelaki itu sudah terlebih dahulu dicekal oleh seseorang. "Mau apa lagi kau?" geramnya. Mata Asrein kian menajam dengan rahangnya yang mengeras. Berani-beraninya manusia lemah ini menggeram padanya! "Siapa 82 5 Prince yang menyuruhmu masuk?!" Asrein melepas tangan Ellzer dengan kasar. "Dan satu lagi, jangan pernah menggeram padaku!" Alis Ellzer terangkat sebelah, sedetik kemudian ia terkekeh kecil. "Hey, apartemen ini bukan milikmu! Lagipula menggeram itu merupakan hak setiap orang, kau tidak berhak melarang seperti itu! Kedua tangan Asrein mengepal kuat. Amarah dalam dirinya mulai berkobar akibat sikap lancang manusia lemah ini. Selama ini tidak pernah ada sekalipun yang berani menentang dirinya! Ellzer mulai beranjak dari tempatnya berdiri dan hendak menghampiri Dyeza seraya mengulas senyum tipis. Tapi senyumannya langsung lenyap saat melihat wajah Dyeza yang pucat pasi. Apa dia sakit? "Dyeza, kau kena--" Brukk! "ELLZER!" Dengan langkah cepat Dyeza mendekati Ellzer yang tengah meringis kesakitan. "Kau tak apa?" ucapnya dengan nada khawatir yang kentara sekali. Ia panik sekaligus terkejut ketika tiba-tiba tubuh Ellzer terpental lalu menghantam dinding dengan lumayan keras. Sedangkan Asrein, seringaian puas terukir diwajah tampannya. Ttu hanyalah hukuman kecil agar manusia lemah nan bodoh ini tidak berani lagi bersikap seperti itu padanya. Ellzer memaksakan diri untuk tersenyum, mencoba meyakinkan Dyeza kalau ia tidak apa-apa. "Aku baik-baik saja!" Bohong! Tubuhnya seakan remuk akibat benturan tadi. Tapi ia tidak mau membuat Dyeza semakin panik dan khawatir. Dyeza memejamkan matanya sebentar. Ia tahu kalau Ellzer berbohong, mengingat ada cairan merah kental yang mengalir lewat mulutnya. "Ayo aku bantu!" ia menarik tangan dan bahu Ellzer untuk membantunya berdiri. Dengan hati-hati ia membawa Ellzer agar duduk di kursi panjang. Kemudian ia segera bergegas mengambil kotak P3K dari dalam lemari dan segera menghampiri Ellzer. Tadi ia sempat melirik 83 Asrein yang tengah mematung di tempatnya. Jujur ia tak tahu dan tidak mau tahu apa yang dipikirkan oleh laki-laki childish itu sekarang. Saat ini yang terpenting hanyalah luka Ellzer harus cepat diobati agar tidak menjadi semakin parah. Segera Dyeza menyeka darah yang mengalir dari mulut Ellzer dengan kapas secara perlahan. Sebenarnya rasa gugup tengah menderanya sekarang, mengingat jarak wajahnya dengan wajah Ellzer yang hanya berjarak beberapa cm saja. Sontak perlakuan lembut Dyeza terhadap Ellzer tersebut membuat rasa iri sempat terbersit dibenak Asrein. Ia menggembungkan pipinya dan mendengus kesal. Ia pun juga ingin diperlakukan seperti itu! Tiba-tiba sebuah ide terlintas dipikirannya. Ia merapalkan sebuah mantra setelah menyeringai licik sebelumnya. Tak lama kemudian, wajah tampannya berubah menjadi penuh dengan lebam yang sudah membiru. Dan aktingnya pun dimulai. "Aduh, wajahku sakit sekali! Tulang rahangku sepertinya remuk, sakit sekali!" Asrein mulai meracau tidak jelas seraya memegangi wajahnya. Raut wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan yang dibuat-buat. Serempak Dyeza dan Ellzer mengalihkan perhatiannya ke arah Asrein. Kening mereka sama-sama berkerut dan menampilkan ekspresi bingung. Lalu sedetik kemudian Ellzer terlihat menahan tawa-nya agar tidak terdengar dan Dyeza yang hanya memutar bola matanya jengah. Anak kecil pun pasti juga akan tahu kalau Asrein hanya berpura-pura. Lihatlah, mana mungkin ada orang sakit tapi wajahnya malah ditekan-tekan dengan keras? Lagipula baru beberapa menit yang lalu dia masih sehat dan tak luka sedikitpun! Dan juga tak ada yang menyerangnya ataupun hal semacamnya! Lelaki ini benar-benar..... "Aku tahu kau cuma berpura-pura!" ucap Dyeza kemudian beralih melanjutkan aktivitasnya yang sempat terhenti. 84 5 Prince Dan Asrein hanya bisa menahan rasa dongkol saat melihat senyum mengejek terukir diwajah manusia laknat bernama HELLzer itu. Dengan sedikit menghentakkan kakinya, ia berjalan mendekati Dyeza dan HELLzer lalu duduk di kursi depan mereka. Asrein menggeram tertahan ketika Ellzer dengan sengaja menyentuh tangan Dyeza yang sedang mengusap darah dibawah bibirnya. Napas Dyeza tercekat ketika kulitnya bersentuhan dengan kulit lawan jenisnya secara langsung. Matanya seolah terpaku ke manik mata coklat gelap milik Ellzer. Cup! Mata Dyeza membulat seraya tangannya memegang pipi kanannya yang baru saja dicium oleh Ellzer. Ia sangat shock! Tetapi ia lebih luar biasa shock saat melihat sorot mata Asrein yang mulai menggelap. "Terima kasih karena telah mengobatiku." Dan sedetik kemudian, tangan kekar Asrein sudah bertengger manis di leher Ellzer dan mencekiknya kuat. “Brengsek, a-pa yang ka-kau lakukan?!" ucap Ellzer terbata- bata karena cengkraman tangan lelaki aneh ini di lehernya berhasil membatasi ruang bicaranya. Ia akan menendang lelaki ini kalau saja kakinya tidak ditindih oleh dia. Apalagi semakin lama ia semakin kesulitan untuk sekedar bernapas, dan juga dadanya yang mulai terasa nyeri. Kekuatan lelaki ini seperti bukan manusia saja! Sedangkan Dyeza, entah kenapa kejadian di depan matanya ini membuat sekelebat bayangan muncul di otaknya dan disusul dengan suara-suara asing yang terdengar di indera pendengarannya. Le-lepaskan! Uhuk.. Uhuk... Ayah! Ibu! Pangeran berkuda putih kau pembunuh! Aku membencimu!! Dyeza langsung memegang kepalanya yang mulai berdenyut- denyut dengan rasa nyeri yang mulai menjalar ke seluruh otaknya. Pembunuh! 85 Suara itu terdengar lagi. Tangannya kian meremas kuat rambutnya karena rasa sakit di kepalanya kian bertambah. Pembunuh! Bulir bening mulai menetes dari kelopak matanya saat suara seorang anak kecil terdengar kembali di telinganya. Dan reflek tangannya menutup erat kedua telinganya. Pembunuh! "Hentikaaaaann!" teriak Dyeza frustasi seraya berdiri dari tempat duduknya. Dan sedetik kemudian tubuhnya mulai melemah dan nyaris terjatuh dan terantuk meja kalau saja tangan Asrein tidak segera menahan lengannya. "Dyeza!" Dengan masih memegangi lehernya, Ellzer berusaha bangkit dan menyentuh wajah Dyeza. Tapi tangannya segera ia tarik kembali saat terdengar suara geraman kencang di susul dengan suara peringatan. "Jangan sentuh!" Asrein mengalihkan perhatiannya dari Ellzer dan menatap Dyeza dengan khawatir sekaligus panik. "Dyeza, bangun! Jangan membuatku khawatir!" Tangannya menepuk-nepuk pelan pipi istrinya, berharap caranya itu bisa membangunkannya. Dyeza tak kunjung membuka matanya. Dan dengan cepat Asrein menggendongnya ala bridal style lalu segera menghilang dalam sekejap. Tapi sebelum itu, ia sudah menyihir Ellzer melalui tatapan mata agar dia tidak sadarkan diri. Dan nanti ia akan menyuruh Zarel agar menghapus ingatan dia tentang kejadian tadi. Dan jangan berpikir bahwa ia akan melepas manusia ini begitu saja. Karena barang siapa yang berani menyentuh miliknya, takkan pernah ia lepas sampai kapanpun juga, Camkan itu! BBB Suara gemericik air terjun yang mengalir bebas di sebuah danau buatan tepatnya di belakang istana Ethernichius terlihat semakin indah dan menawan di kala senja. Sinar matahari yang menembus airya yang berwarna hijau terang nan jernih membuat berbagai bentuk bebatuan didalamnya tampak terlihat. Berbagai macam jenis 86 5 Prince ikan hias yang tak dijumpai di dunia manusia tampak sekarang sedang menggerombol tepat di bawah jembatan. Ya, danau ini juga dilengkapi dengan sebuah jembatan yang membentang sepanjang danau. Dimana di atasnya terdapat dua sosok lelaki yang mana si rambut cokelat tengah memberi makan ikan seraya menggeleng dan menganggukkan kepalanya sesekali. Sedangkan si rambut hitam keabu-abuan tengah asyik bercerita walaupun sebenarnya sama sekali tidak didengarkan oleh lawan bicaranya. "Satu diantara mereka akan mati." ucap Zarel mengakhiri cerita panjang lebarnya. Kemudian ia menoleh sambil kedua tangannya memegang pegangan jembatan. "Benarkan?" "Eh?" Yezra cukup terkejut saat tiba-tiba Zarel menanyakan hal itu. Jujur ia sama sekali tak mendengar apapun yang disampaikan olehnya tadi karena terlalu fokus memberi makan ikan. “Bagaimana? Benarkan?" Zarel malah kian mendesak Yezra agar menjawab pertanyaannya. Ia bersumpah demi kotoran anjing Eyden jika adiknya ini tidak mendengar ceritanya tadi, maka akan ia kirimkan ilusi setan paling menyeramkan dari neraka ke dalam otaknya. Biar dia tidak bisa tidur semalaman! “Ah, ya!" Yezra tiba-tiba menjentikkan jarinya ketika otaknya sudah mendapat sebuah pencerahan. "Benar! Salah satu dari mereka pasti akan mati, secara kan mereka sama-sama kuat!" Raut wajah Zarel langsung berubah seketika. "Sama-sama kuat? Maksudmu dua nenek tua nan ringkih di kaki bukit itu kuat?" Sontak Yezra memejamkan matanya seraya mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ternyata dugaannya salah! Ia pikir tadi Zarel sedang membicarakan prajurit yang sedang berkelahi di dekat koridor istana, tapi ternyata bukan. Sekarang apa yang harus ia jawab? Karna sepertinya Zarel mulai curiga jika dilihat dari keningnya yang mulai berkerut dan matanya yang menyipit. "Atau jangan-jangan kau-" "Lihat, kenapa Asrein seperti sedang terburu-buru? Ada apa dengan dia?" Potong Yezra cepat saat matanya tak sengaja 87 menangkap sosok Asrein yang tengah berjalan terburu-buru dikoridor istana. Kerutan dikening Zarel perlahan menghilang dan langsung membuat Yezra bernapas lega. "Benar juga! Ayo kita hadang!" Dan dalam sekejap ia telah melupakan masalah tadi. Yezra dan Zarel menggunakan kekuatan sihir mereka agar dapat menghadang Asrein. Dan Asrein yang tengah berjalan terburu-buru —harus menghentikan langkahnya saat di depannya tiba-tiba muncul kedua saudaranya. Ia mendengus kesal sebelum berkata "Apa yang kalian lakukan? Minggir! Kalian menghalangi jalanku!" Bukannya menyingkir, Zarel malah merentangkan kedua tangannya begitupun juga Yezra. Katakan saja tingkah mereka ini tidak layak disebut sebagai seorang pangeran. Para pangeran selalu menampilkan wajah dingin tak tersentuh ketika berhadapan dengan Sang Raja maupun semua penghuni di istana. Berbeda halnya jika berdekatan dengan Dyeza ataupun tempat yang sepi, mereka akan menunjukkan sifat asli mereka. Semua itu dilakukan karena sebagai pangeran di kerajaan paling kuat dikaum witch, mereka dituntut agar berperilaku dingin supaya musuh merasa gentar. Kerajaan Ethernicius adalah kerajaan paling banyak memiliki musuh. Dimana seluruh kaum penyihir kecuali Sage karena mereka sudah punah, menyimpan rasa dendam kepada Raja Varlsyien akibat kejadian pengangkatan permaisuri di masa lalu. Dan kaum necromancer adalah kaum penyihir yang paling membenci setengah mati kerajaan Ethernichius. Dulu mereka pernah mengirimkan roh- roh jahat ke rumah setiap penduduk kerajaan dengan niatan agar semua penduduk segera pindah dari kerajaan. Tapi roh-roh itu segera di basmi oleh Asrein yang masih merupakan keturunan necromancer. "Katakan terlebih dahulu kenapa kau terburu-buru!" desak Yezra dan diiyakan oleh Zarel. 88 5 Prince Asrein mengepalkan kedua tangan karena saking kesalnya. “Dyeza sedang tak sadarkan diri! Ka-" "APA?!" Dua saudara itu kompak berteriak dengan mata membelalak kaget. "Katakan apa kalian melihat Tabib Han?" ucap Asrein cepat. Ia sudah mencari-cari tabib kerajaan yang sialnya cuma ada satu yaitu si tabib Han dan sampai sekarang belum ketemu juga. Lain kali ia akan mencari tabib yang banyak agar tidak perlu repot-repot seperti ini. "Dia ada di kamar ayah." Jawab Yezra cepat. Pantas saja tidak ketemu, karena Asrein tak akan pernah sudi pergi ke tempat yang paling ia benci itu. "Panggilkan dia!" titah Asrein kepada Zarel. Karena tak mungkin ia menyuruh Yezra, sebab adiknya ini sama seperti dirinya, tak akan sudi pergi ke kamar ayah. Zarel yang mendengar perintah dari Asrein itu hanya bisa melapangkan dada. Untung aku anak baik, rajin, dan tidak sombong! Batinnya dalam hati. Jujur sebenarnya ia mengutip kata- kata itu saat tidak sengaja membaca novel diatas lemari Dyeza dua hari yang lalu. "Siap laksanakan!" ucap Zarel seraya memberi hormat layaknya seorang prajurit di film yang ia tonton kemarin. Film yang DVD- nya hasil curian di sebuah rumah di samping apartemen Dyeza, begitupun juga TV beserta perangkatnya. Dan secara resmi Zarel telah menjadi seorang pencuri. “Tidak perlu banyak bergaya! Cepat pergi!" Kini malah Yezra yang memerintah, dan kontan saja hal itu membuat Zarel mendengus dan langsung menghilang seketika. HEE Rintik hujan perlahan mulai berjatuhan. Menghantarkan hawa dingin yang serasa menusuk tulang. Bunyi jangkrik yang bersahutan mewarnai kesunyian malam ini. Bintang-bintang pun juga nampak bertaburan digelapnya langit malam, menemani sang 89 Dewi Bulan yang hanya tersisa sebagian akibat tertutup oleh awan hitam. Setidaknya itulah hal yang Dyeza lihat saat dirinya memutuskan untuk pergi keluar dari kamarnya. Badannya bertumpu pada pilar di koridor dengan tatapan menerawang nun jauh disana. Pikirannya tengah berkelana mencari jawaban akan semua pertanyaan yang selama ini tersimpan dengan rapi di dalam otaknya. Belum selesai masalah tentang lima laki-laki bukan manusia yang mengaku sebagai suaminya, kini ia malah harus di hadapkan dengan ingatan masa lalunya yang masih menjadi misteri. Dan entah kenapa firasatnya mengatakan bahwa ada suatu hal mengenai masa lalunya yang disembunyikan oleh kelima pangeran itu. Tapi apa? "Aku ragu kalau kau memang benar-benar sakit." Dyeza langsung berbalik ketika telinganya menangkap sebuah suara yang sama sekali tidak ingin ia dengar. Tepat di belakangnya, berdiri Eyden dengan hanfu hitam yang sangat kontras dengan kulitnya. Dia tetap terlihat sangat tampan walaupun hanya memakai pakaian sederhana seperti ini. Dyeza tak merespon. Gadis itu memutar tubuhnya dan kembali memandang gelapnya langit malam dengan pandangan miris. Eyden hanya diam saja saat ucapannya hanya di anggap sebagai angin lalu oleh istrinya. Ia menyenderkan tubuhnya ke tembok seraya melipat kedua tangannya di dada. "Apa kau tahu sesuatu tentang masa laluku?" Tanya Dyeza langsung ke pokok permasalahan. Walaupun ia tahu kalau Eyden pasti akan menjawab "Tidak!" Singkat tapi berhasil menghancurkan hati Dyeza. Dia bilang bahwa ia adalah istrinya, tapi mengapa ada rahasia diantara mereka? Seorang suami seharusnya terbuka dengan istrinya sendiri. Tak terasa sebulir bening menetes dari kelopak mata Dyeza. Semuanya terlalu rumit... "Jangan menangis." 90 5 Prince Dyeza hanya diam seraya menghapus air matanya kasar. Ia tidak mau terlihat lemah! Angin terasa semakin kencang menghembuskan hawa dingin yang mampu membuat manusia biasa menggigil kedinginan. Dan itupula yang sekarang dirasakan oleh Dyeza. Ia memeluk tubuhnya sendiri guna mengurangi rasa dingin yang menjalar keseluruh tubuhnya. "Pergilah ke kamarmu! Udara di sini terlalu dingin!" Sama sekali tak ada ekspresi ketika Eyden mengucapkan hal itu. Seolah- olah wajahnya memang dirancang khusus hanya ber-raut datar dan dingin. "Apa pedulimu?” Dyeza sedikit terkejut saat kalimat ketus itu berhasil keluar dari bibirnya. "Kau juga tidak memikirkan perasaanku!" Setelah itu suasana kembali menjadi hening. Dyeza hampir terlonjak kaget ketika mendapati sepasang tangan melingkar memeluk tubuhnya erat, membawanya ke dekapan seseorang yang siapa lagi kalau bukan Eyden. "A-apa yang kau lakukan?!" Jujur Dyeza sangat shock sekarang. Ia tidak pernah seintim ini dengan laki-laki. Apalagi yang melakukan ini adalah Eyden! Lelaki dingin nan arrogan yang tingkah lakunya sukar sekali untuk ditebak. "Menghangatkanmu." jawab Eyden cuek. Lalu kemudian ia meletakkan dagunya di bahu Dyeza dan berkata, "Apa kau sudah mencintaiku?" Dyeza terdiam. Wajahnya berubah menjadi datar sebelum berdecih sinis, “Kau saja tidak mau mengatakan kebenaran mengenai masa laluku dan tak memedulikan perasaanku, jadi untuk apa aku harus memberimu cinta?” Eyden terdiam. 91 at .s 6. Mreshack "Dyesa sudah mulai mempertanyakan tentang masa lalunya dulu." Tuk! Hanya delapan kata, tapi mampu membuat Dreynan menjatuhkan pena yang ia pegang. Duk! Mampu membuat Yezra yang semula menunduk langsung menoleh cepat dan harus rela keningnya terantuk tiang ranjang. Mampu membuat Asrein yang semula matanya tersisa 0.5 persen, mendadak terisi penuh 100 persen. Prang! Dan mampu membuat Zarel yang tengah bercermin mengagumi ketampanannya, langsung terkejut dan tak sengaja menyenggol vas bunga hingga pecah berkeping-keping. "Bagaimana mungkin?!" teriak mereka bersamaan. Eyden hanya diam melihat reaksi saudara-saudaranya tersebut. Tadi ia memang menyuruh keempat pangeran untuk segera berkumpul di kamarnya guna memberitahukan perihal ingatan masa lalu Dyeza. 92 5 Prince "Tidak! Dia tidak boleh mengetahui tentang masa lalunya!" ucap Asrein seraya bangun dari ranjang. Rasa kantuknya langsung lenyap setelah mendengar perkataan Eyden tadi. “Aku setuju denganmu! Dia tidak boleh mengetahuinya!" Dreynan mendukung penuturan dari Asrein. Ia bahkan rela meninggalkan pekerjaannya demi mendengar berita yang dibawakan oleh Eyden. Yezra langsung berdiri seraya mengusap keningnya yang terantuk tiang ranjang tadi. "Tidak, aku tidak setuju dengan kalian. Dyeza berhak mengetahui masa lalunya!" "KAU GILA?!" teriak Dreynan dan Asrein spontan. Mereka sama-sama menatap adik bungsu mereka ini dengan tatapan tajam nan menusuk. Namun Yezra tetap terlihat tenang. Ia menggeleng pelan, "Aku tidak gila. Coba kalian pikirkan, jika kita memberitahu Dyeza apa yang sebenarnya terjadi dahulu, pasti Dyeza tidak akan marah dan mencoba untuk mengerti." Yezra menarik napas dalam-dalam. "Tapi bagaimana nanti jika dia mengetahuinya dari orang lain? Dia pasti akan sangat membenci kita!" Dreynan dan Asrein terhenyak ketika mendengar ucapan Yezra. Dalam hati mereka membenarkan ucapan Yezra tersebut, tapi rasa takut tetap selalu membayangi mereka. Eyden menghela napas lalu kemudian menatap Zarel, meminta sebuah saran. Tapi yang ditatap malah sibuk bercermin kembali dengan sesekali merapikan poni rambutnya seraya menggumam "Kau memang tampan Zarel. Tidak heran jika Dyeza sampai tergila-gila padamu!” "Zarel, jangan bercermin terus! Bisakah kau fokus sekarang!" Teriak Dreynan kesal. Lalu kemudian ia merapalkan sebuah mantera dan cermin itupun langsung berubah menjadi kayu. Zarel mendengus. Bayangan wajahnya yang tampan pun otomatis langsung hilang saat cermin itu berubah menjadi kayu. “Aku setuju dengan Yezra! Tidak adil jika 1 lawan 2." 93 "Maksudnya?" tanya Asrein sembari memiringkan kepalanya tidak mengerti. Zarel bersender pada dinding dan mulai menjelaskan "Tidak adil jika Yezra seorang diri melawan kalian berdua, jadi aku temani dia biar tidak sendirian!" Dan Asrein serta Yezra pun kompak menepuk keningnya. Tidak percaya bahwa lelaki berambut hitam keabu-abuan ini adalah seorang pangeran dan merupakan saudara mereka. Alasannya begitu konyol! "Semuanya adalah salahku." ucap Eyden lirih namun tetap terdengar ditelinga para pangeran. Yezra langsung mendekati Eyden dan memegang bahunya. "Tidak! Jangan salahkan dirimu sendiri, kami semua juga bersalah. Kedua orang tua Dyeza pun juga!" Eyden tersenyum sinis lantas menoleh menatap Yezra. "Tapi aku yang melenyapkan mereka, aku!" teriaknya seraya menunjuk kepada dirinya sendiri. "Tidak. Kau tidak sepenuhnya bersalah, waktu itu keadaannya terlalu rumit!" Kini Zarel mulai serius. Tidak ada raut bercanda yang terpatri di wajahnya seperti biasa. "Kita harus segera menjelaskan semuanya kepada Dyeza sebelum terlambat." Dan semua pangeran di situ hanya bisa mengangguk menyetujui perkataan Zarel. Entah bagaimana respon Dyeza nanti, yang terpenting semua masalah segera teratasi dan bisa memulai kehidupan yang baru. Tapi tanpa kelima pangeran sadari, terdapat sosok laki-laki di balik pintu yang tengah menyeringai penuh kelicikan. ee Sepasang mata itu sedari tadi hanya terarah kepada pemandangan di luar jendela yang menampilkan hamparan tanah lapang yang terdapat beberapa prajurit yang berjaga-jaga ataupun sekedar berlalu-lalang. Namun pikirannya berkelana kemana-mana mencari sebuah jawaban yang ia tidak tahu bagaimana cara mendapatkannya. 94 5 Prince Makanan di atas meja pun juga belum sama sekali Dyeza sentuh sejak tadi pagi. Ini bukan sebagai bentuk aksi protes, melainkan karena selera makannya telah lenyap bersamaan dengan kepercayaannya kepada para pangeran yang mulai memudar. Dan sejak dari tadi pagi, ia belum keluar dari kamarnya satu langkah pun. Badannya terlalu lemas, energinya seolah tersedot oleh pikirannya yang terbebani. "Perhatian! Pangeran Hrym datang berkunjung ke kamar tuan puteri dyeza!" Bahkan suara penjaga di depan pintu kamarnya yang mengabarkan kedatangan Hrym pun juga sama sekali tidak ia tanggapi. Ia terlalu lelah untuk semua ini... Suara pintu yang dibuka dan sebuah langkah kaki langsung memenuhi ruangan yang sedari tadi sunyi nan senyap ini. "Sepertinya kau sedang banyak pikiran." Hrym memulai percakapan seraya bersender di pintu dengan melipat kedua tangannya di dada. Dari sudut matanya ia bisa melihat nampan berisi makanan yang masih terlihat utuh tak tersentuh. "Hingga makanan pun sepertinya akan terbuang sia-sia." "Pergilah jika tidak ada hal penting yang ingin kau sampaikan!" ucap Dyeza masih dengan pandangan keluar jendela. Hrym menaikkan sebelah alisnya. "Kau mengusirku?" “Menurutmu?" Hrym tersenyum miring. Ia membenarkan penutup matanya sebelum berkata "Aku akan pergi," Ia sempat terdiam sejenak sebelum kembali bersuara, "Tapi bagaimana jika aku mengetahui semua hal tentang masa lalumu?" Dyeza berdecih,"Jangan berbicara jika tidak mau kau katakan!" Ta tidak akan mengulangi hal yang sama lagi. Sudah cukup! "Aku akan menceritakan semua tentang masa lalumu tanpa terlewatkan sedikitpun!" Dan penuturan Hrym tersebut berhasil membuat Dyeza menoleh cepat dan langsung berdiri dari duduknya di tepi ranjang. "Cepat katakan!" 95 Dan seringaian Hrym pun mulai terlihat diwajah tampannya. Menyenangkan sekali jika bisa membeberkan rahasia orang lain! "Sebenarnya dulu-" Jleb! "Argh!" "HRYM!" Cairan merah pekat nan kental langsung merembes keluar dari balik jubah yang dikenakan oleh Hrym setelah satu anak panah melesat dan menembus bahu kirinya. Anak panah yang ujungnya telah dimantrai dengan sihir Rashercondria yang mampu membuat manusia biasa langsung meregang nyawa dalam waktu kurang dari satu detik. Sedangkan Dyeza, ia masih shock saat matanya sempat bertatapan dengan manik mata merah sosok serba hitam yang tadi bersembunyi di balik pohon. Sosok misterius yang kemungkinan besar adalah orang yang melepaskan anak panah tersebut. Hrym mencengkeram erat bahunya agar darah tidak keluar semakin banyak. Kemudian dengan satu kali tarikan, ia mencabut anak panah itu bersamaan dengan suara teriakannya yang menggelegar. Dan teriakan Hrym tersebut berhasil membuat Dyeza tersadar dan langsung membantu Hrym agar duduk diatas ranjangnya. "Kau tidak apa-apa?" Guratan panik sangat terlihat dari wajahnya ketika melihat Hrym tampak sangat kesakitan. "Biar aku panggilkan Tabib Han!" Tiba-tiba Hrym menahan lengan Dyeza yang hendak beranjak pergi. "Tid-tidak per-lu! Tolong kau am-bilkan ramuan ungu dikam-arku." ucapnya terbata-bata karna rasa sakit luar biasa yang menyerang bahunya. "Dan jang-an beritahu hal ini pada siapapun!" tambahnya kemudian. Dan Dyeza hanya bisa mengangguk mengerti. Walaupun sebenarnya hatinya sedikit heran kenapa ia tidak boleh menceritakan hal ini kepada orang lain. Tapi segera ia tepis kecurigaannya tersebut dan langsung keluar dari kamarnya untuk 96 5 Prince mencari kamar Hrym yang sama sekali ia tidak tahu di mana letaknya. Sedangkan Hrym, ia hanya bisa berharap bahwa Dyeza akan tutup mulut mengenai kejadian ini kepada orang lain. Karena jika sampai itu terjadi, maka semua rencananya akan gagal total! “Apa benar ini adalah kamar Pangeran Hrym?" Anggukan dari penjaga berhasil membuat Dyeza bernapas lega. Akhirnya ia dapat menemukannya juga setelah pusing mencarinya kemana-mana dan selalu bertanya ke setiap penjaga pintu ruangan. Dyeza langsung melangkahkan kakinya masuk saat pintu kamar Hrym dibukakan oleh penjaga. Setelah memastikan pintunya sudah tertutup kembali, ia segera mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamar Hrym untuk mencari keberadaan ramuan ungu yang dipinta oleh sang pemilik kamar. Jujur sebenarnya Dyeza sangat khawatir meninggalkan Hrym sendirian di kamarnya dengan luka akibat panah itu. Ia bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana rasa sakit yang diderita oleh Hrym, mengingat hanya goresan kecil pisau saja sudah sakit apalagi ini. Senyuman Dyeza mulai merekah bersamaan dengan matanya yang telah menangkap sebuah botol kristal yang di dalamnya terdapat cairan berwarna ungu yang terletak di atas meja laci. Tanpa memikirkan apapun lagi, ia segera berjalan mendekat dan langsung mengambil botol kristal itu. Kemudian ia hendak pergi, namun hanfunya malah tersangkut oleh tarikan laci hingga menyebabkan lacinya terbuka. Ia membungkuk sedikit untuk melepaskan kaitannya, namun matanya menangkap sesuatu didalam laci tersebut. Sebuah lukisan. Dyeza menggigit bibirnya sendiri karena penasaran akan lukisan itu. Tapi jika ia ambil, itu merupakan tindakan yang tidak sopan. Tapi apa salahnya jika cuma sekali? Setelah menghela napas dalam-dalam, Dyeza mengambil lukisan tersebut. Lukisan itu sudah berdebu sehingga membuat gambar yang terlukis di situ terlihat tidak terlalu jelas. O71, Dyeza meniup lukisan tersebut hingga debunya mulai beterbangan lalu kemudian menghilang. Seketika tangannya langsung bergetar setelah melihat dengan seksama apa yang terlukis di lukisan tersebut. Sosok lelaki tampan berambut hitam legam dengan manik mata merah menyala yang di atas kepalanya terdapat dua buah tanduk. Namun bukan ketampanan lelaki itu yang membuat tangan Dyeza bergetar, melainkan mata merah itu yang terasa familiar baginya. Mata merah yang sama persis dengan mata pelaku yang memanah Hrym tadi. Tapi kenapa lukisannya bisa berada di kamar Hrym? Apa hubungan antara Hrym dengan lelaki beriris merah tersebut? BEB "Wah, hebat sekali! Di bumi tidak ada yang seperti ini!" Dyeza berdecak kagum ketika melihat luka di bahu Hrym yang semula terlihat sangat mengenaskan, langsung menghilang tak berbekas setelah diteteskan oleh ramuan berwarna ungu tadi. Hrym hanya memutar bola matanya melihat tingkah calon ratu masa depan kerajaan Ethernicius ini. "Dasar manusia!" gumamnya pelan. Setiap anggota kerajaan memang masing-masing telah diberi botol kristal berisi ramuan yang sudah diracik oleh tabib Han untuk berjaga-jaga jika ada yang terluka parah ataupun kecil. Jadi mereka tidak perlu khawatir jika terluka separah apapun karna ramuan tabib Han ini di bantu oleh kekuatan sihir Eyden yang merupakan seorang Sage, kaum penyihir yang sudah punah beratus-ratus tahun lamanya. Ya, kelima pangeran memang memiliki darah campuran di tubuh mereka berkat ibu mereka yang juga berbeda dengan sang ayah.. "Boleh aku minta?" pinta Dyeza. Ia sangat excited sekali, Kapan lagi ia bisa mendapat ramuan luar biasa seperti ini! 98 5 Prince "Tidak! Minta saja pada tabib Han!" ketus Hrym. Dan itu berhasil membuat bibir Dyeza mengerucut karena kesal. "Dasar pelit!" Hrym hanya menghendikkan bahunya tak peduli. Tapi tiba-tiba ia teringat tentang rencananya yang tertunda akibat anak panah sialan itu. "Aku akan melanjutkan cerita tentang masa lalumu!" Dan sontak ucapan Hrym tersebut membuat Dyeza langsung bertambah semangat. "Ayo cepat katakan!" Hrym sempat menyeringai lebar sebelum mulai menjelaskan. "Sembilan tahun yang lalu, kau datang ke kerajaan ini bersama Zarel dan Eyden. Tingkahmu begitu polos dan menggemaskan, dan hal itu membuat kelima pangeran itu menyukaimu, ah bukan lebih tepatnya terobsesi padamu." Hrym beranjak dari ranjang dan berdiri menghadap keluar jendela, membelakangi Dyeza yang tengah mendengar ceritanya dengan seksama. "Sudah lebih dari 1 minggu kau tinggal di sini, dan kau mulai sering menangis akibat merindukan kedua orang tuamu. Kau meminta kepada mereka untuk diantarkan pulang, namun mereka semua menolak karena tak mau kau meninggalkan mereka." Egois! Batin Dyeza. "Hingga suatu hari, kelima pangeran menginginkanmu menjadi istri mereka." Hrym tersenyum sinis sebelum melanjutkan. "Raja Varlsyien pun menentang keras keinginan mereka, namun kelima pangeran itu tidak peduli. Mereka telah dibutakan oleh obsesi mereka hingga ibu mereka pun mati di tangan mereka sendiri." Dyeza menutup mulutnya tak percaya. Setega itukah mereka? "Raja Varlsyien sangat terpuruk akibat kematian permaisurinya. Dan hal itu dimanfaatkan oleh mereka untuk membawamu ke upacara pernikahan. Mereka berjanji akan mengantarmu pulang setelah melakukan upacara pernikahan tersebut. Kau yang masih kecil dan polos hanya bisa menyetujuinya karena alasan akan diantar pulang." Air mata Dyeza mulai meleleh. Begitu bodohkah ia? 99

You might also like