You are on page 1of 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Swamedikasi yaitu penggunaan obat oleh seseorang untuk pengobatan diri
sendiri yang dilakukan berdasarkan diagnosa gejala sendiri tanpa berkonsultasi
dengan dokter (Albusalih et al., 2017). Swamedikasi kemudahan terhadap
pengobatan over the counter (OTC) yang memiliki biaya pengobatan lebih rendah
jika dibandingkan dengan konsultasi dokter yang lebih mahal, dalam pelaksanaan
swamedikasi seringkali terjadi kesalahan-kesalahan dalam pengobatan, dimana
biasanya kesalahan ini disebabkan karena keterbatasan ilmu pengetahuan dari
masyarakat terhadap obat-obatan, baik dari cara penggunaan obat maupun
informasi lain terkait obat yang digunakan (Muharni et al., 2015). Hasil survey
sosial ekonomi nasional (Susenas) menunjukkan bahwa penduduk yang melakukan
swamedikasi (pengobatan diri sendiri) akibat keluhan kesehatan yang dialami
sebesar 61,05%, ini menunjukkan bahwa perilaku swamedikasi di Indonesia masih
cukup besar (BPS, 2016).
Menurut (Riskesdas, 2019) penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat, masalah ini penting untuk
diperhatikan karena ISPA merupakan penyakit akut yang dapat menyebabkan
kematian di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia. Common cold atau
infeksi saluran pernafasan atas non spesifik atau “flu biasa” merupakan penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dan menyerang saluran pernapasan atas (hidung).
Umumnya penyakit ini dialami oleh anak-anak hingga dewasa (Riza Maula &
Rusdiana, 2016)

Indonesia memiliki angka kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup


20%-30% dari seluruh kematian anak. Kejadian ISPA masih menjadi masalah
kesehatan utama di Indonesia. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2019
adalah 9,3%, dimana angka prevalensi ini turun dibandingkan tahun 2013 sebesar
25,0%. Penyakit ini masih menjadi kunjungan pasien yang banyak di Puskesmas
(Kemenkes RI, 2019). Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Prevalensi ISPA pada

1
Kabupaten Bekasi sebesar 5.434 dan pada kota Bekasi sebesar 390 (Riskesdas,
2019)

Nusa Tenggara Timur merupakan provinsi tertinggi dengan ISPA. Period


prevalence (jumlah penderita dalam suatu jangka waktu tertentu) ISPA di Indonesia
adalah 9,3% (Kemenkes RI, 2019). Provinsi Lampung pada tahun 2015 penyakit
yang paling banyak adalah nasofaringitis akut (common cold) sebesar 32,56%
(Lampung, 2015). Kota Surabaya tahun 2015 nasofaringitis akut sebanyak 4.018,
tahun 2016 ditemukan 3.925 (Dinas Kesehatan Kota Surabaya, 2017). Provinsi Bali
2016, angka kejadian nasofaringitis akut mencapai 158.262 kasus pada tahun 2014
dan mengalami sedikit penurunan pada tahun 2016 menjadi 96.554 kasus (Profil
Kesehatan Bali, 2017).

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dimas Pramita


Nugraha dan Inayah pengobatan common cold yang paling banyak digunakan
analgetik-antipiretik yaitu sebanyak (70,2%) dan masih terdapat medication error
dalam penatalaksanaan common cold yaitu penggunaan antibiotik (64%) dan
penggunaan kortikosteroid (17,9%) dalam terapi common cold (17,9%).
Kortikosteroid sebagai obat yang memiliki sifat sebagai imunosupressan (menekan
sistem imun) sebaiknya dihindari pada penyakit yang disebabkan oleh virus dan
jamur atau pada kondisi sistem pertahanan tubuh yang sedang rendah (Nugraha &
Inayah, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pernah dilakukan oleh Farkhan


anis 2017 Gambaran pengetahuan tentang swamedikasi common cold di Desa
Wukirsari tergolong baik sebesar 53,1% dan Terdapat hubungan antara
sosiodemografi (pendidikan, pekerjaan dan penghasilan) terhadap pengetahuan
swamedikasi common cold dengan hasil Pvalue sebesar 0.000, terdapat hubungan
antara sosiodemografi (pendidikan dan sumber informasi) terhadap pengguaan obat
swamedikasi common cold dengan Pvalue sebesar 0.000.

Untuk kasus common cold ini cukup serius dan belum pernah diteliti di
kampung cikedokan kabupaten Bekasi, maka peneliti tertarik untuk meneliti
hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap perilaku swamedikasi common
cold di kampung cikedokan kabupaten Bekasi.

2
B. RUMUSAN MASALAH
Perlu kita ketahui bahwa Salah satu penyakit infeksi yang angka
kejadiannya cukup sering, baik di dunia maupun di Indonesia adalah Common cold.
Common cold adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dan menyerang
saluran pernapasan atas (hidung). Bahkan common cold memiliki angka kematian
yang cukup tinggi yaitu sebanyak 20%-30%. Untuk di bekasi sendiri terdapat kasus
Common cold mencapai jumlah penderitanya paling banyak Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar Prevalensi pada Kabupaten Bekasi sebesar 5.434 dan pada kota
Bekasi sebesar 390 (Riskesdas, 2019). Berdasarkan pengetahuan dan data
penelitian tersebut maka peneliti ingin meneliti tentang hubungan tingkat
pengetahuan masyarakat terhadap perilaku swamedikasi common cold di kampung
cikedokan kabupaten Bekasi.

C. PERTANYAAN PENELITIAN
1. Pertanyaan Umum
Bagaimana gambaran perilaku swamedikasi common cold di kampung
cikedokan kabupaten Bekasi.?
2. Pertanyaan Khusus
1. Bagaimana gambaran karakteristik sosiodemografi masyarakat di
kampung cikedokan kabupaten Bekasi.?
2. Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di kampung
cikedokan kabupaten Bekasi ?
3. Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
perilaku swamedikasi common cold di kampung cikedokan kabupaten
Bekasi?

D. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku
swamedikasi common cold di kampung cikedokan kabupaten Bekasi.
2. Tujuan Khusus

3
1. Mengetahui gambaran karakteristik sosiodemografi masyarakat di
kampung cikedokan kabupaten Bekasi.
2. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan masyarakat di kampung
cikedokan kabupaten Bekasi.
3. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap
perilaku swamedikasi common cold di kampung cikedokan kabupaten
Bekasi .
E. RUANG LINGKUP PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode penelitian observasional


analitik (survey). Data yang digunakan adalah data primer berupa kuesioner berisi
identitas responden (nama, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan),
Pengetahuan masyarakat tentang swamedikasi dan perilaku penggunaan obat
common cold. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang sedang dan
pernah melakukan swamedikasi.

F. MANFAAT PENELITIAN

1. Bagi peneliti, diharapkan mampu menambah wawasan, pengetahuan dan


pengalaman melakukan penelitian.
2. Bagi ilmu pengetahuan, diharapkan dapat menjadi sumber data dan acuan
untuk penelitian- penelitian selanjutnya.
3. Bagi masyarakat, dengan adanya penelitian ini diharapkan menjadi masukan,
pertimbangan bagi pengelola sarana kesehatan, dapat memberikan informasi
mengenai tujuan, fungsi dan data pemakaian obat common cold

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. SWAMEDIKASI

1. DEFINISI
Swamedikasi adalah pemilihan dan penggunaan obat oleh individu untuk
pengobatan diri sendiri tanpa resep dokter, masyarakat melakukan swamedikasi
biasanya untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang sering dialami
seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, maag, Kecacingan, diare, penyakit
kulit, dan lain-lain. Golongan obat yang biasanya digunakan sebagai swamedikasi
merupakan obat-obat yang relatif aman meliputi golongan obat bebas dan obat
bebas terbatas. Banyak masyarakat membeli obat lebih cenderung di apotik atau di
warung dibanding datang ke dokter dan ada juga masyarakat yang tidak mengobati
atau membiarkan penyakit tersebut (BPOM RI, 2014)

Masyarakat perlu mengetahui informasi yang jelas dan terpercaya mengenai


obat-obat yang digunakan dalam melaksanakan swamedikasi. Hal ini bertujuan
swamedikasi yang dilakukan benar dan aman. Apabila swamedikasi tidak
dilakukan dengan benar maka akan beresiko munculnya keluhan lain akibat
penggunaan obat yang tidak tepat. Swamedikasi yang tidak tepat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu meliputi salah mengenali gejala yang muncul, salah memilih
obat, salah cara penggunaan, salah dosis dan keterlambatan dalam mencari saran
tenaga kesehatan bila keluhan berlanjut. Selain itu, terdapat potensi risiko dalam
melakukan swamedikasi misalkan efek samping yang jarang muncul namun parah,
interaksi obat yang bebahaya, dosis yang tidak tepat dan terapi yang salah (BPOM
RI, 2014)

Keuntungan Melakukan Swamedikasi aman bila digunakan sesuai dengan


aturan, efektif untuk menghilangkan keluhan, efisiensi biaya, efisiensi waktu,
pasien dapat ikut berperan dalam mengambil keputusan terapi dan meringankan
beban pemerintah dalam keterbatasan jumlah tenaga dan sarana kesehatan di
masyarakat. Kerugian Melakukan Swamedikasi Efek samping yang jarang muncul

5
namun parah, interaksi obat yang berbahaya, dosis tidak tepat dan pilihan terapi
yang salah (BPOM RI, 2014).

Ketika masyarakat memilih untuk melakukan pengobatan sendiri atau


swamedikasi, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan agar pengobatan
sendiri tersebut dilakukan dengan tepat dan bertanggung jawab, antara lain (Banun,
2019).
Pada pengobatan sendiri, individu atau masyarakat bertanggung jawab
terhadap obat yang digunakan. Oleh karena itu sebaiknya baca label obat secara
seksama dan teliti.
a. Jika individu atau pasien memilih untuk melakukan pengobatan sendiri
maka ia harus dapat:
1) Mengenali gejala yang dirasakan
2) Menentukan apakah kondisi mereka sesuai untuk melakukan
pengobatan sendiri atau tidak
3) Memilih produk obat yang sesuai dengan kondisinya
4) Mengikuti instruksi yang sesuai pada label obat yang dikonsumsi
b. Pasien juga harus mempunyai informasi yang tepat mengenai obat yang
mereka konsumsi. Konsultasi dengan dokter merupakan pilihan terbaik bila
dirasakan bahwa pengobatan sendiri atau swamedikasi yang dilakukan
yidak memberikan hasil sesuai dengan apa yang diharapkan.
c. Setiap orang yang melakukan swamedikasi harus menyadari kelebihan dan
kekurangan dari pengobatan sendiri yang dilakukan.

2. TINGKAT PENGETAHUAN
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tingkat pengetahuan didalam
domain kognitif mempunyai enam tingkatan (Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo,
2010) yaitu :

1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

6
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat mengintrepretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atas materi
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya terhadap obyek yang dipelajari.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau pengguanaan hukum-hukum, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu bentuk kemampuan menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang baru
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justfikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada.Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan menggunakan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan
tingkatan-tingkatan di atas.

7
B. PENGGUNAAN OBAT
1. Penggunaan Obat yang Rasional
Penggunaan obat yang rasional merujuk pada penggunaan obat yang
benar, sesuai dan tepat. World Health Organisation memperkirakan bahwa
lebih dari setengah jumlah obat yang ada diresepkan, diberikan, atau dijual
secara tidak tepat. Penggunaan yang tidak tepat ini dapat berupa
penggunaan yang berlebihan maupun kurang dari seharusnya dan kesalahan
dalam penggunaan obat baik dengan resep maupun tanpa resep (WHO,
2010). Penggunaan obat di sarana pelayanan kesehatan terutama di daerah
terpencil dan tertinggal umumnya belum rasional. Oleh karena itu,
diperlukan adanya suatu promosi penggunaan obat yang rasional dalam
bentuk komunikasi, informasi dan edukasi yang efektif dan terus menerus
yang diberikan kepada tenaga kesehatan dan masyarakat melalui berbagai
media. Sasaran dari pengobatan yang rasional ini adalah tercapainya
penggunaan obat dalam jenis, bentuk sediaan, dosis dan jumlah yang tepat,
disertai informasi yang benar, lengkap, dan tidak menyesatkan. (Kepmenkes
RI Nomor 189/Menkes/SK/III/2006).
Berbagai kriteria telah ditetapkan untuk menentukan kerasionalan
penggunaan suatu obat. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan
rasional bila pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya,
dengan dosis yang sesuai dengan kebutuhannya, untuk jangka waktu yang
adekuat, dan dengan biaya serendah mungkin bagi pasien dan komunitasnya
(WHO, 2010). Penggunaan obat dikatakan rasional adalah apabila
memenuhi beberapa kriteria, antara lain (Department of Health Republic of
Indonesia, 2008)
a. Tepat diagnosis,
Tepat diagnosis adalah obat yang diberikan harus sesuai dengan
diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan benar, maka
pemilihan obat akan salah.
b. Tepat indikasi,
penyakit Tepat indikasi penyakit adalah obat yang diberikan harus tepat
bagi suatu penyakit sesuai dengan diagnosis.

8
c. Tepat pemilihan obat,
Tepat pemilihan obat adalah obat yang dipilih harus memiliki efek terapi
yang sesuai dengan diagnosis penyakit.
d. Tepat dosis,
Tepat dosis merupakan pemberian yang tepat meliputi jumlah, cara,
waktu dan lama pemberian obat. Apabila salah satu dari empat hal ini
tidak terpenuhi, maka efek terapi tidak akan tercapai. Tepat jumlah
adalah obat harus diberikan dalam jumlah yang cukup. Tepat cara
pemberian adalah cara pemberian obat yang tepat disesuaikan dengan
jenis obat yang digunakan. Tepat interval waktu pemberian adalah cara
pemberian obat yang dilakukan pada interval waktu yang tepat, dibuat
sesederhana mungkin dan praktis agar mudah ditaati oleh pasien. Tepat
lama pemberian adalah lamanya penggunaan obat harus tepat dan sesuai
dengan diagnosis penyakitnya.
e. Tepat penilaian kondisi pasien,
Penggunaan obat disesuaikan dengan kondisi pasien, antara lain harus
memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui,
lanjut usia ataupun bayi
f. Waspada terhadap efek samping,
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek yang tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti
mual, muntah, gatal-gatal dan lain sebagainya.
g. Efektif dan mutu terjamin Obat,
yang dibeli harus efektif, aman, terjamin mutunya, tersedia setiap saat
dan dengan harga yang terjangkau. Untuk mencapai kriteria ini, obat
harus dibeli melalui jalur resmi.
h. Tepat tindak lanjut (follow-up),
Apabila setelah melakukan upaya pengobatan sendiri (swamedikasi)
sakitnya masih berlanjut, maka harus segera dikonsultasikan ke dokter.
i. Tepat penyerahan obat (dispensing),
Penggunaan obat rasional melibatkan penyerahan obat oleh tenaga
kesehatan dan pasien itu sendiri sebagai konsumen. Resep yang dibawa

9
ke apotek akan dipersiapkan obatnya dan diserahkan kepada pasien
dengan informasi yang tepat.
j. Kepatuhan pasien dalam upaya pengobatan Hal yang terpenting dalam
penggunaan obat rasional adalah kepatuhan pasien dalam penggunaan
obat sesuai dengan keterangan yang diuraikan diatas.

2. Ketepatan Swamedikasi
Perilaku swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan
pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat
akan obat dan penggunaanya (Depkes RI, 2006). Swamedikasi dikatakan
tepat apabila tepat dalam pemilihan obat sesuai dengan kebutuhan klinisnya.
Batasan ketepatan dalam perilaku swamedikasi adalah bila memenuhi
beberapa kriteria, antara lain (Depkes RI, 2008):
a. Tepat indikasi
Obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit.
b. Tepat dosis/aturan pakai
Dosis obat harus tepat sesuai dengan aturan pakai, untuk dosis anak dan
orang dewasa berbeda.
c. Tepat lama pemberian
Lama pemberian obat harus tepat sesuai penyakitnya masing-masing.
Untuk flu lama pemberiannya adalah <3 hari.
d. Tepat cara penyimpanan
Penyimpanan obat harus sesuai. Bila cara penyimpanan obat tidak
memenuhi persyaratan cara menyimpan obat yang benar, maka akan
terjadi perubahan sifat obat tersebut, sampai terjadi kerusakan obat.
e. Tepat tindak lanjut
Apabila pengobatan sendiri telah dilakukan, bila sakit berlanjut
konsultasikan ke dokter.
f. Waspada efek samping
Obat dapat menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak diinginkan
yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi, seperti timbulnya
mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya.

10
C. PENGGOLONGAN OBAT

Menurut Depkes (2008), obat dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu :

[sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008]


Gambar II.1 Tanda khusus golongan obat
1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual secara bebas dipasaran dan dapat
dibeli tanpa resep dokter atau disebut juga dengan obat OTC (Over the
Counter). Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh obat
dari golongan ini adalah parasetamol.
2. Obat Bebas Terbatas
Terbatas Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk
obat keras, tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan
disertai dengan tanda peringatan pada kemasannya. Tanda khusus pada
kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis
tepi berwarna hitam. Contoh obat dari golongan ini adalah klorfeniramin
maleat (CTM). Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas
terbatas. Tanda tersebut berupa empat persegi panjang berwarna hitam
berukuran panjang 5 sentimeter dan lebar 2 sentimeter, serta memuat
pemberitahuan dengan tulisan berwarna putih. Tanda peringatan obat bebas
terbatas yang terbagi menjadi 6 golongan (P1-P6) adalah sebagai berikut :

11
[sumber: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008]
Gambar II.2 Tanda peringatan nomor 1-6 untuk obat bebas terbatas
Contoh obat bebas terbatas yang disertai dengan masing-masing tanda peringatan
tersebut antara lain :

a. Tanda peringatan nomor 1. Contoh obat : OBH Combi dan Decolsin


b. Tanda peringatan nomor 2. Contoh obat : Betadine obat kumur
c. Tanda peringatan nomor 3. Contoh obat : Kalpanax K dan Daktarin
d. Tanda peringatan nomor 4. Contoh obat : Sigaret astma
e. Tanda peringatan nomor 5. Contoh obat : Dulcolax
f. Tanda peringatan nomor 6. Contoh obat : Borraginol

3. Obat Keras dan Psikotropika


Obat yang digolongkan sebagai obat keras dibagi menjadi 3
kelompok, yaitu obat keras, psikotropika dan wajib apotek. Obat keras
adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat keras adalah huruf “K” dalam
lingkaran merah dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh Asam
mefenamat.
Obat psikotropika adalah obat keras, baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotik, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat dan menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Contoh obat golongan psikotropik adalah Diazepam.

12
4. Narkotika
Narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan. Tanda
khusus pada kemasan dan etiket obat narkotik adalah tanda plus “+” dalam
lingkaran putih dengan garis tepi berwarna merah. Contoh obat dari
golongan ini adalah Codein, Morfin, dan Heroin.
Obat yang di serahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak
di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun (manula).
2. Pengobatan sendiri (swamedikasi) dengan obat dimaksud tidak
memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi
di Indonesia
5. Obat dimaksud memiliki rasio keamanan yang dapat dipertanggung
jawabkan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi).
Golongan obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat yang termasuk
dalam golongan obat bebas dan golongan obat bebas terbatas (Hermawati, 2012).

D. COMMON COLD
1. Pengertian
Common cold adalah penyakit virus dengan gejala dominan meler,
mampet, bersin, nyeri tenggorokan dan batuk. Gejala sistemik (nyeri otot,
demam) jarang atau ringan. Sedangkan influenza juga infeksi virus dan
masa inkubasi paling singkat adalah 48-72 jam. Gejala biasanya mendadak,
berupa demam yang sering tinggi, nyeri otot, menggigil, nyeri kepala,
anoreksia, sering disertai pilek, nyeri menelan, dan batuk kering. Gejala
dominan bisa terlokalisir di salah satu tempat di saluran napas, dan

13
menimbulkan infeksi saluran pernafasan atas, croup, bronkhiolitis, atau
pneumonia (Ningsih & Apriza, 2018)

2. Penyebab
Terdapat lebih dari 200 virus penyebab Common cold dan yang
tersering adalah Rhinovirus (khususnya pada dewasa). Virus influenza
terdiri dari 3 tipe yaitu A, B, dan C. Virus influenza yang sering
menimbulkan penyakit pada manusia adalah tipe A dan B (Ningsih &
Apriza, 2018). Influenza tipe A yang sebelumnya dikenal sebagai flu babi,
dapat menular dengan cepat dari satu orang ke orang lain dan dari satu
negara kenegara lain. Virus influenza tipe B adalah jenis virus yang hanya
menyerang manusia. Virus influenza tipe C, jarang ditemukan walaupun
dapat menyebabkan infeksi pada manusia dan binatang. Jenis virus
influenza tipe B dan C jarang sekali atau tidak menyebabkan wabah
pandemi (Angi, 2009).

3. Gejala
Gejala yang timbul biasanya diawali dengan nyeri atau gatal
tenggorokan, diikuti mampet dan meler pada hari kedua dan ketiga, dan
selanjutnya dapat timbul batuk. Gejala ini biasanya menetap selama sekitar
satu minggu, 10% bisa berlangsung sampai dua minggu.Saat virus
menginfeksi hidung dan sinus, maka rongga hidung memproduksi lendir
yang bening. Lendir ini membantu membersihkan virus dari rongga hidung
dan sinus. Setelah 2 - 3 hari, sel-sel kekebalan tubuh melawan, sehingga
mengubah warna lendir menjadi putih atau kekuningan. Saat bakteri yang
biasa hidup di rongga hidung tumbuh kembali, maka lendir akan berubah
warna menjadi kehijauan. Hal ini normal dan tidak berarti membutuhkan
antibiotik. (Pujiarto, 2014).

14
Tabel 2.1 Perbandingan Common cold dan influenza
Gejala Common cold Influenza
Demam Tidak ada atau tidak tinggi. Sering dan tinggi; biasanya
3-4 hari.
Nyeri kepala Tidak ada atau ringan. Hampir selalu ada.

Nyeri badan dan pegal Ringan, jika ada. Sering berat

Lesu, lemah dan kelelahan Ringan, jika ada .Kelelahan bisa berat,
dapat berlangsung 2-3
minggu.
Mampet Hampir selalu. Kadang-kadang.

Bersin Sangat sering. Kadang-kadang.

Nyeri tenggorokan Sering. Kadang-kadang

Dada tidak nyaman dan batuk Ringan sampai sedang, Sering, bisa berat.
hacking cough
Sumber: National Institute of Allergy and Infectious Disease

4. Etiologi
Common cold sebagian besar (90%) disebabkan oleh virus saluran
pernapasan, umumnya rhinovirus. Pada pergantian musim anak dan balita
mudah terserang penyakit selesma. Peningkatan kejadian pilek dapat
dihubungkan dengan fakta bahwa 12 banyak anak berada di dalam ruangan
dan dekat satu sama lain. Selain itu, virus banyak berkembang di
kelembaban rendah, sehingga membuat saluran hidung kering dan lebih
rentan terhadap infeksi (Pujiarto, 2014)

5. Patofisiologi
Rhinovirus mengikat molekul intraseluler 1 reseptors yang melekat
pada sel-sel ephitelial pernapasan di hidung dan nasofaring sehingga dapat
bereplikasi dan menyebar. Sel yang terinfeksi melepaskan chemokine
“sinyal bahaya” dan sitokin yang mengaktifkan mediator inflamasi dan
refleks neurogenik, sehingga ada tambahan mediator inflamasi, vasodilatasi,
sekresi kelenjar, stimulasi saraf nyeri, refleks bersin dan batuk (Anis, 2017).

15
6. Terapi common cold
Terapi menurut (BPOM, 2015).
Non- farmakologi :
a. Peningkatan asupan cairan dengan banyak minum air, teh, sari buah.
Asupan cairan dapat mengurangi rasa kering di tenggorokan,
mengencerkan dahak dan membantu menurunkan demam
b. Istirahat yang cukup
c. Makan makanan bergizi yaitu makanan dengan kalori dan protein
tinggi yang akan menambah daya tahan tubuh, Makan buah-buahan
segar yang banyak mengandung vitamin.
d. Mandi dengan air hangat dan berkumur dengan air garam.
e. Untuk bayi, dapat dilakukan dengan membersihkan saluran hidung
dengan hati-hati. Pada umumnya, anak dengan usia di bawah 4 tahun
tidak dapat mengeluarkan sekret (ingus) sendiri, oleh karena itu
membutuhkan bantuan untuk membersihkan hidung. Pada bayi, dapat
dilakukan irigasi hidung dengan menggunakan tetes larutan garam
isotonik.
Farmakologi :
a. Analgesik/antipiretik
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan
demam dan biasanya juga mempunyai efek pereda nyeri (analgesik).
Antipiretik/analgesik yang biasa digunakan dalam pengobatan flu
antara lain parasetamol, ibuprofen, dan asetosal. Obat flu umumnya
sudah mengandung antipiretik/analgesik sehingga tidak dianjurkan
untuk mengkonsumsi obat antipiretik/analgesik tunggal bersamaan
dengan obat flu yang telah mengandung antipiretik/analgesik,
misalnya mengkonsumsi tablet parasetamol bersamaan dengan
mengkonsumsi obat lain yang mengandung ibuprofen atau
asetosal. Oleh karena itu, perhatikan komposisi zat berkhasiat yang
terkandung dalam kedua obat tersebut.
b. Dekongestan
Dekongestan merupakan obat untuk mengurangi hidung tersumbat.

16
Dekongestan bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah di
daerah hidung sehingga melegakan hidung tersumbat karena
pembengkakan mukosa. Obat-obat yang termasuk ke dalam
dekongestan antara lain fenil propanol amin (PPA), fenilefrin ,
pseudoefedrin, dan efedrin. Hati- hati pada penggunaan dekongestan
pada pasien hipertensi, hipertiroid, penyakit jantung koroner,
penyakit iskemia jantung, glaukoma, pembesaran kelenjar prostat,
diabetes. Penggunaan pada kondisi tersebut hanya dilakukan atas
saran dokter. Sebelum menggunakan obat ini disarankan untuk
membaca aturan pemakaian pada kemasan obat terlebih dahulu.
c. Antihistamin
Antihistamin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati
batuk atau pilek akibat alergi. Obat ini efektif untuk pilek yang
disebabkan oleh alergi, namun hanya memiliki sedikit manfaat untuk
mengatasi hidung tersumbat. Oleh karena itu, pada beberapa produk
antihistamin dikombinasikan dengan dekongestan. Beberapa
antihistamin yang dapat diperoleh tanpa resep dokter antara lain
klorfeniramin maleat/klorfenon (CTM), prometazin, tripolidin, dan
difenhidramin. Obat flu yang mengandung antihistamin dapat
menyebabkan mengantuk, oleh karena itu, setelah menggunakan obat
flu jangan menjalankan mesin atau mengendarai kendaraan bermotor.
d. Antitusif
Antitusif merupakan obat batuk yang bekerja dengan menekan pusat
batuk dan menaikkan ambang rangsang batuk. Zat berkhasiat yang
termasuk ke dalam antitusif diantaranya adalah dekstrometorfan HBr,
noskapin, dan difenhidramin HCl.
e. Ekspektoran
Ekspektoran juga merupakan obat untuk mengatasi batuk dengan
meningkatkan sekresi cairan saluran napas, sehingga mengencerkan
dan mempermudah pengeluaran sekret (dahak). Cara menggunakan
obat yang tepat adalah di samping menggunakan ekspektoran, minum
air dalam jumlah banyak untuk membantu mengencerkan dahak dari

17
saluran napas. Zat berkhasiat yang termasuk ke dalam ekspektoran
diantaranya gliseril guaiakolat, amonium klorida, bromheksin,
succus liquiritiae

E. SUMBER INFORMASI
Sumber Informasi Pemilihan Obat Informasi obat bisa kita dapatkan dimana
saja, salah satunya melalui media masa, dimana media masa adalah chanel, saluran,
sarana, atau alat yang digunakan dalam proses komunikasi masa yakni, komunikasi
yang diarahkan kepada orang banyak (chanel of mass comunication). Berdasarkan
fungsinya sebagai penyalur informasi kesehatan, media ini dibagi menjadi tiga yaitu
(Notoatmodjo, 2012) :
1. Media massa cetak
Media massa cetak merupakan media komunikasi pertama yang
dikenal manusia sebagai media yang memenuhi ciri-ciri komunikasi massa
(satu arah, melembaga, umum, serempak). Media masa cetak berbentuk
booklet, leaflet, flyer, flif chart, rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar
dan poster.
2. Media massa elektronik
Media massa elektronik adalah media yang proses bekerjanya
berdasar pada prinsip elektronik dan elektromagnetis. Media masa
elektronik menyampaikan berita atau informasi dengan cara
memperdengarkan suara dan memperlihatkan gambar, serta dengan
menampilkan proses terjadinya suatu peristiwa, seperti pada televisi, radio,
slide dan film strip.
3. Media papan (Billboard)
Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat diisi
dengan pesan-pesan atau informasi-informasi kesehatan. Media papan
disini juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang
ditempel pada kendaraan-kendaraan umum (bus atau taksi). Sumber
informasi obat juga dapat di peroleh dimana saja, salah satunya melalui
iklan, pengalaman pribadi, petugas kesehatan, rekomendasi orang lain, dan
lainnya (Hidayati et al., 2018).

18
F. FAKTOR PENDUKUNG TERJADINYA SWAMEDIKASI
Perilaku kesehatan oleh masyarakat dipengaruhi oleh dua halpokok yaitu
faktor perilaku dan di luar perilaku. Faktor perilaku sendiri dipengaruhi
oleh 2 faktor yaitu:
1. Faktor pendukung yang terwujud dalam lingkungan fisik,
sumberdaya,tersedia atau tidak tersedianya fasilitas dan sarana
prasarana.
2. Faktor pendorong yang terwujud dalam lingkungan sikap dan
perilakupetugas kesehatan maupun petugas lain, teman, tokoh yang
bisamenjadi kelompok referensi dari perilaku masyarakat.Dari faktor-
faktor di atas dapat disimpulkan bahwa perilakumasyarakat tentang
kesehatan dapat ditentukan oleh kebudayaan, kelassosial, kelompok
sosial dan kelompok referensi dan keluarga (Banun, 2019).

19
G. KERANGKA TEORI

Pasien yang
menggunakan obat
common cold

Menggunakan Melakukan Di biarkan saja


resep dokter swamedikasi

Penggunaan obat :
Gambaran swamedikasi : 1. Rasional penggunaan obat
1. Karakteristik responden 2. Ketepatan swamedikasi
a. jenis kelamin a. Tepat diagnosis
b. usia b. Tepat indikasi
c. pendidikan c. Tepat pemilihan obat
d. pekerjaan d. Tepat dosis
2. Tingkat pengetahuan e. Tepat penilaian kondisi pasien
3. Penggolongan obat f. Waspada efek samping
a. obat bebas penggunaan
b. obat bebas terbatas
Sumber informasi :
c. obat keras dan psikotropik a. Media massa cetak
d. obat narkotik b. Media massa elektronik
c. Media massa papan

Faktor pendukung melakukan swamedikasi


ada 2 :
Faktor pendukung dan pendorong

Keterangan

= Di teliti
= Tidak di teliti

Gambar II. 3. Kerangka Teori

20
G. HIPOTESIS

H0 : Tidak ada gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap perilaku


swamedikasi common cold di kampung cikedokan kabupaten Bekasi .

H1 : Terdapat gambaran tingkat pengetahuan masyarakat terhadap perilaku


swamedikasi common cold di kampung cikedokan kabupaten Bekasi .

21
BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional analitik


dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional yaitu penelitian yang
mempelajari teknik korelasi (rumus yang digunakan untuk mencari 2 hubungan
variabel yaitu variabel independent dan variabel dependent), dengan cara
pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sama
(Notoatmodjo, 2010). Rancangan penelitian ini bertujuan untuk mengukur
hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat terhadap perilaku swamedikasi
common cold di kampung cikedokan kabupaten bekasi.

B. KERANGKA KONSEPTUAL

Variabel independent Variabel dependent


Tingkat pengetahuan
Perilaku swamedikasi common
masyarakat
cold

Variabel Perancu

1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Pendidikan
4. Pekerjaan
5. ketersediaan sarana dan prasarana
6. Sumber informasi kesehatan

Gambar III.1 Bagan kerangka konsepsional

22
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan di kampung cikedokan kabupaten Bekasi


dan waktu penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2021 – April 2021

D. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN

Menurut (Sugiyono, 2018), Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri


atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Populasi yang akan diteliti yaitu masyarakat di kampung cikedokan kabupaten
Bekasi.

Menurut (Sugiyono, 2018), Sampel adalah sebagian dari jumlah populasi. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin memelajari semua yang ada pada
populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari
sampel, kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu, sampel
yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili). Sampel yang
akan di abil yaitu sebanyak 88 sampel dihitung menggunakan rumus (Lemeshow,
1997) :

(𝒛.𝟏/𝟐𝒂)𝟐. 𝒑(𝟏−𝒑)
n=
𝒅𝟐

Keterangan :
n = jumlah sampel
P = perkiraan proporsi di populasi 35,2 %
d = Presisi absolut yang diinginkan 10% (0.1)
Z1-α/2 : nilai Z pada derajat kemaknaan atau tingkat kepercayaan tertentu, biasanya
95 % (0.05) = 1,96

(𝒛.𝟏/𝟐𝒂)𝟐. 𝒑(𝟏−𝒑)
n=
𝒅𝟐

(𝟏.𝟗𝟔)𝟐 .𝟎.𝟑𝟓𝟐 (𝟏−𝟎.𝟑𝟓𝟐)


n=
𝟎.𝟏𝟐

23
(𝟑.𝟖𝟒𝟏𝟔).(𝟎.𝟐𝟐𝟖𝟎𝟗𝟔)
n=
𝟎,𝟎𝟏

n = 87.6 ≈ 88

E. KRITERIA PENELITIAN

1. Kriteria Inklusi

a. Masyarakat yang sedang dan pernah melakukan swamedikasi


b. Masyarakat yang berumur 17 – 55 tahun
c. Masyarakat bersedia bekerja sama dalam penelitian

2. Kriteria Eksklusi
a. Masyarakat dengan penyakit kronis
b. Masyarakat menggunakan resep dokter

24
F. DEFINISI OPERASIONAL

Tabel III.1 Definisi Operasional Variabel

No Variabel Definisi Data ukur Alat ukur/ Jawaban Hasil ukur Skala
Operasional Pertanyaan ukur
1 Karakteristik Suatu Jenis kelamin Kuisioner Laki-laki dan 0 = laki laki Nominal
karakteristik perempuan 1 = perempuan
sosiodemografi Usia Kuisioner Usia 17-55 0 = 17 - 25 Ordinal
tahun 1 = 26 - 35
2 = 36 – 45
3 = 46 – 55
(Depkes RI. 2009)
Pendidikan Kuisioner SD-Perguruan 0 = tidak tamat SD
tinggi 1 = SD / MI /
Sederajat 2 = SMP
/ MTs / Sederajat
3 = SMA/ SMK /
MA / sederajat
4 = Perguruan
tinggi
Pekerjaan Kuisioner Menjawab 0 = tidak / belum Nominal
pekerjaan saat bekerja
ini 1 = wiraswasta /
wirausaha
2 = pegawai
3 = mahasiswa
4 = ibu rumah
tangga
5 = lainnya
2 Sarana Suatu sarana obat yang 1. obat apa yang Menjawab obat 0 = Tidak Nominal
Swamedikasi dalam digunakan anda gunakan?. yang digunakan 1 = Ya
pengobatan saat pengobatan
swamedikasi common cold
common cold Tempat 2. dimana Menjawab 0 = Warung
Membeli Obat saudara/i/bapak/ibu tempat membeli 1 = Minimarket /
memperoleh obat obat Supermarket
tersebut? 2 = Toko obat

25
Informasi obat 3. darimana Menjawab 3 = Apotek Nominal
saudara/i/bapak/ibu tentang 4 = Lainnya
memperoleh informasi
informasi obat pengobatan
tersebut?
Alasan 4. Apa alasan Alasan 0 = Pengalaman
Swamedikasi saudara/i/bapak/ibu melakukan sebelumnya
membeli obat tanpa swamedikasi 1 = Tidak ada
resep? waktu untuk
periksa ke dokter 2
= Biaya periksa ke
dokter yang tinggi
3 Pengetahuan Hal-hal yang Mengetahui 1. Mengobati suatu 1.Pengetahuan Ordinal
Swamedikasi diketahui definisi penyakit tanpa resep Tinggi. (76%-
tentang swamedikasi dokter disebut 100%).
swamedikasi “Swamedikasi”? 2.Pengetahuan
Mengetahui 2. obat-obat yang 1 = Tidak tahu Sedang. (56%-
tanda memiliki tanda 2 = Tidak 75%).
golongan obat lingkaran hijau dan 3 = Ya 3.Pengetahuan
bebas terbatas biru adalah obat- Rendah. (≤
obatan yang boleh 55%).(Arikunto,
dibeli tanpa resep 2006)
dokter?
Perbedaan 3. Dosis anak dan
dosis anak dan orang dewasa
orang dewasa berbeda?
Pengertian 4. Indikasi obat
indikasi obat adalah “kegunaan
dari suatu obat”?
Pengertian 5. Kontra indikasi
kontra adalah “keadaan
indikasi? tidak
memperbolehkan
suatu obat
digunakan
Pengertian 6. Efek samping
efek samping obat adalah ”efek
obat? yang diinginkan

26
muncul ketika suatu
obat digunakan
sesuai dosis?
4 Perilaku Tindakan yang Tepat indikasi 1. Apakah anda 1 = Tidak tahu 1.Pengetahuan Ordinal
swamedikasi dilakukan mengkonsumsi obat 2 = Tidak Tinggi. (76%-
responden tersebut karna ada 3 = Ya 100%).
ketika gejala hidung 2.Pengetahuan
menggunakan mampet, bersin dan Sedang. (56%-
obat common nyeri tenggorokan? 75%).
cold sesuai Tepat aturan 2. Apakah Sebelum 3.Pengetahuan
dengan pakai meminum obat Rendah. (≤
pengetahuan common cold anda 55%).(Arikunto,
tentang common membaca petunjuk 2006)
cold yang penggunaan dan
dipaham peringatannya?
Tepat lama 3. Apakah Jika gejala
pemberian common cold tidak
juga berkurang dalam
waktu lebih dari 3
hari maka anda
berobat ke dokter?
Tepat cara 4. apakah Obat yang
penyimpanan anda beli disimpan
pada tempat yang
terhindar cahaya
matahari langsung?
Tepat tindak 5. apakah anda
lanjut menghentikan
pengobatan bila
tenggorokan mulai
membaik?
Waspada 6. Apakah saat anda
terhadap efek menggunakan obat
samping common cold terjadi

penggunaan efek yang tidak


diinginkan?

27
G. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer. Data
diperoleh dengan cara mengajukan beberapa item pertanyaan kepada responden
melalui kuisioner. (Lampiran 4)

H. UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS KUESIONER

Uji validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur
apa yang ingin diukur, sekiranya peneliti menggunakan kuesioner yang disusunnya
harus mengukur apa yang ingin diukurnya. Validitas adalah kebenaran bagi
positivisme diukur berdasar besarnya frekuensi kejadian atau berdasar berartinya
(significancy) variansi objeknya (Sugiyono, 2016). Dalam uji validitas ini peneliti
menggunakan product moment pearson correlation dimana ketika hasil skor total
setiap variabel lebih besar dari r tabel maka data dikatakan validdan begitu
sebaliknya, apabila skor total kurang dari r tabel maka data dikatakan tidak valid.
Cara menguji validitas dan realibitas kuesioner adalah sebagai berikut :

1. Uji Validitas

Menurut Saifuddin Azwar, Validitas berasal dari katavalidity yang


mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya. Alat tes dapat dikatakan mempunyai validitas yang
tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil
ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut (Azwar, 2012 )
Uji validitas dilakukan pada bagian ketiga dan keempat dari kuesioner karena kedua
bagian tersebut yang digunakan dalam pengukuran tingkat pengetahuan
swamedikasi dan rasionalitas penggunaan obat dari responden. Contoh soal
kuisioner dan pengujian Validitas dan Reabilitas pada Pengetahuan Swamedikasi
dan Rasionalitas Penggunaan Obat (Lihat lampiran 5). Hasil Correlation Pengujian
Validitas dan Reabilitas (Lampiran 6). Hasil pengujian validitas responden (lihat
lampiran 7)

28
2. Uji Reliabilitas

Menurut (Sugiyono, 2017) menyatakan bahwa uji reliabilitas adalah sejauh


mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama. Uji reliabilitas dilakukan secara bersama-sama terhadap seluruh
pernyataan. Untuk uji reliabilitas digunakan metode split half, hasilnya bisa dilihat
dari nilai Correlation Between Forms. Hasil penelitian reliabel terjadi apabila
terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Instrumentyang reliabel adalah
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama
akan menghasilkan data yang sama.
Tabel nilai reliabel (lihat lampiran 8) perhitungan nilai reliabel Cronbach’s
Alpha. Pada uji validitas kedua, semua hasil uji dinyatakan valid, sehingga nilai
Cronbach’s Alpha yang diperoleh pada uji reabilitas juga menunjukkan nilai yang
Valid. Adapun hasil pengujian reliabilitas dinyatakan pada tabel berikut ini
(lampiran 8).

I. PROSEDUR PENELITIAN
Proses pengumpulan data penelitian dilakukan melalui beberapa tahapan
prosedur, yaitu :
1. Membuat instrumen penelitian dari berbagai sumber
2. Melengkapi kelengkapan administrasi terlebih dahulu seperti surat izin
permohonan ke masyarakat, surat izin penelitian dari universitas dan surat izin
kaji etik
3. Melakukan sampling ke masyarakat berdasarkan izin dengan teknik purposive
sampling dan sampel yang diujikan adalah masyarakat yang menggunakan
obat Paracetamol untuk swamedikasi demam berdasarkan kriteria inklusi
4. Peneliti melakukan penjelasan teknik dan kriteria kepada masyarakat
5. Peneliti akan menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian kepada calon
responden
6. Peneliti memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani oleh calon responden

29
7. Peneliti memberikan lembar kuesioner kepada responden agar bisa diisikan
serta memberikan kesempatan pada responden untuk bertanya kepada peneliti
terkait kejelasan poin-poin pertanyaan dalam kuesioner
8. Responden menyerahkan kembali kuesioner kepada peneliti, selanjutnya
kuesioner yang telah diisi akan diperiksa oleh peneliti
9. Lembar kuesioner yang telah diisi dengan benar selanjutnya diolah dan
dianalisa oleh peneliti
10. Peneliti melakukan pembuatan laporan hasil penelitian.

J. CARA PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

1. Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2010), proses pengolahan data dengan computer


melalui tahap-tahap berikut :

a. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian
formulir atau kuesioner. Apabila terdapat jawaban yang belum lengkap,
jika memungkinkan perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk
melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak
memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap
tersebut tidak diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing”
b. Coding
Coding bermaksud untuk mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan. Coding sangat berguna dalam
memasukkan data.
c. Processing
Data dari masing-masing responden dimasukkan ke dalam program atau
software computer. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan program
computer

30
d. Cleaning
Cleaning merupakan pengecekan kembali untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidak
lengkapan, Kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

2. Analisis Data
Setelah dilakukan pengolahan data, selanjutnya dilakukan analisis
data. Data yang telah terkumpul akan dilakukan dengan analisis univariat
dan analisis bivariate. Analisis data dilakukan dengan bantuan program
komputer.

a. Analisa Univariat
Analisa univariat, Teknik ini dilakukan terhadap setiap variabel hasil
dari penelitian. Tujuan penggunaan analisa univariat adalah untuk
mengetahui apakah konsep yang diukur sudah siap untuk dianalisa serta
dapat dilihat gambaran secara rinci dan disiapkan untuk dilakukan analisa
selanjutnya. Bagian yang akan dilakukan analisa univariat adalah bagian
identitas responden (jenis kelamin, usia, bidang pekerjaan, dan pendidikan
terakhir), profil swamedikasi, dan perilaku rasionalitas penggunaan obat
secara swamedikasi. Untuk analisa data jenis univariat akan menggunakan
tabel distribusi frekuensi yang menjelaskan angka atau nilai jumlah
persentasi masing-masing kelompok dari setiap variabel (Lusiana &
Mahmudi, 2020). Persentasi frekuensi distribusi dihitung dengan rumus :
persentasi masing-masing kelompok dari setiap variabel (Lusiana &
Mahmudi, 2020). Persentasi frekuensi distribusi dihitung dengan rumus :
𝑓
P= X 100%
𝑁

Untuk mengukur persentasi distribusi frekuensi variabel yang memuat


pertanyaan tentang pengetahuan dan rasionalitas swamedikasi, digunakan
rumus yang sama, dimaksudkan bahwa :
P : Persentasi (%)
f : Jumlah jawaban yang benar (berdasarkan skala ordinal)

31
n : Jumlah skor maksimal jika jawaban benar Setelah persentasi
diketahui, hasilnya diinterprestasikan menurut penilaian tingkat
pengetahuan yaitu (Arikunto, 2006) :
a. Baik : 76 % - 100 %
b. Cukup : 56 % - 75 %
c. Kurang : < 56

b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen, yaitu karakteristik responden
(jenis kelamin, usia, bidang pekerjaan, dan pendidikan terakhir) dan
tingkat pengetahuan swamedikasi dengan perilaku rasionalitas obat dalam
penggunaan obat parasetamol sebagai swamedikasi demam menggunakan
uji korelasi Pearson Chi-Square (X2 ), dimana syarat uji yang harus
terpenuhi dalam data penelitian ini yaitu terdiri dari data kategori dan
tidak ada sel yang memiliki nilai expected kurang dari 5 (Dahlan, 2008).
Dalam penelitian ini, derajat kepercayaan yang digunakan 95 %
dengan α sebesar 5 %. Sehingga dapat diasumsikan jika P value ≤ 0,05
dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang diteliti.
Sedangkan jika P value > 0,05 maka hasil perhitungan statistik tidak
bermakna atau tidak terdapat hubungan yang signifikan antara variabel
yang diteliti.

32
K. JADWAL PENELITIAN

Tabel II. 1 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Waktu
1. Penulisan proposal September 2020
2. Bimbingan dan Seminar September 2020 – Februari 2020
Proposal
3. Penelitian dan Tindakan Februari 2021 – April 2021
4. Analisis dan Bimbingan hasil Mei 2021 – Juli 2021
Penelitian
5. Sidang Skripsi Agustus 2021

33
Daftar Pustaka

Albusalih, F. A., Naqvi, A. A., Ahmad, R., & Ahmad, N. (2017). Prevalence of self-
medication among students of pharmacy and medicine colleges of a public
sector university in Dammam City. Pharmacy, 5(3), 51.

Angi, A. H. (2009). TINJAUAN STRUKTUR GENETIK SERTA TINGKAT


KEGANASAN VIRUS INFLUENZA H1N1. 181–187.

Anis, F. 2017. Hubungan faktor sosiodemografi terhadap pengetahuan


swamedikasidan penggunaan obatcommon cold di desa wukirsari kecamatan
cangkringan kabupaten sleman. Yogyakarta

Banun, l. (2019). HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN


TERHADAPPERILAKU SWAMEDIKASI COMMON COLD PADA
MAHASISWA FAKULTAS NON KESEHATAN ANGKATAN TAHUN 2017 DI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
[UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG]. http://etheses.uin-malang.ac.id/18085/1/14670044.pdf

BPOM RI. (2014). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2014. In Tentang Pedoman Uji Toksisitas
Nonklinik Secara in Vivo.

Badan Pusat Statistik, 2016. Sistem Informasi Rujukan Statistik. https: // sirusa.
bps.go.id/index.php?=istilah/view&id=1686. (5 Oktober 2019 )

Dahlan, S. (2008). Statistik untuk kedokteran dan kesehatan:uji hipotesis.

Department of Health Republic of Indonesia. (2008). Pengetahuan dan


Keterampilan dalam Memilih Obat bagi Tenaga Kesehatan.

Depkes RI. 2006. Profil Kesehatan 2006. Departemen Kesehtan RI.

34
Dinas Kesehatan Kota Surabaya. (2017). Profil Kesehatan Kota Surabaya Tahun
2017. Kemenkes RI, 1, 219.

Hidayati, A., Dania, H., & Puspitasari, M. D. (2018). Tingkat Pengetahuan


Penggunaan Obat Bebas Dan Obat Bebas Terbatas Untuk Swamedikasi Pada
Masyarakat Rw 8 Morobangun Jogotirto Berbah Sleman Yogyakarta. Jurnal
Ilmiah Manuntung, 3(2), 139. https://doi.org/10.51352/jim.v3i2.120

Kemenkes RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018 [Indonesia Health Profile
2018]. http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-
kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-
2018.pdf

Lampung, D. provinsi. (2015). Rencana Strategis Dinkes Provinsi Lampung Tahun


2015-2019. 46, 58 (9). https://dinkes.lampungprov.go.id/wp-
content/uploads/2016/07/1.RENSTRA-DINAS-KESEHATAN-PROVINSI-
LAMPUNG-2015-2016.pdf

Lusiana, E. ., & Mahmudi, M. (2020). teori dan praktik analisis data univariat
dengan past (1st ed.). Universitas Brawijaya Press.

Muharni, S., Aryani, F., & Mizanni, M. (2015). Profile of Drug Information Given
By Pharmacist Staff On Self Medication At The Pharmacy Located at Tampan,
Pekanbaru-Indonesia,. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(1), 47–53.

Ningsih, N. F., & Apriza. (2018). Survey Sanitasi Lingkungan Penderita Common
Cold di Kabupaten Kampar. Jurnal Ners Universitas Pahlawan, 2(23), 27–42.

Nugraha, D. P., & Inayah, I. (2017). Gambaran Farmakoterapi Pasien Common


Cold Di Puskesmas Pekanbaru. In Jurnal Ilmu Kedokteran (Vol. 10, Issue 1).
https://doi.org/10.26891/jik.v10i1.2016.63-66

Prof.Dr.Soekidjo Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehtan (1st ed.). Rineka


Cipta.

35
Profil Kesehatan Bali. (2017). Bali, Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi.
Kementerian Kesehatan RI, 1, 22.
https://www.diskes.baliprov.go.id/download/profil-kesehatan-provinsi-bali-
tahun-2017/.

Pujiarto, P. S. (2014). Batuk pilek (common cold) pada anak. November, 1–8.

Riskesdas. (2019). Laporan Provinsi Jawa Barat. In Lembaga Penerbit Badan


Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Riza Maula, E., & Rusdiana, T. (2016). Terapi Herbal dan Alternatif pada Flu
Ringan atau ISPA non-spesifik. Farmasetika.Com (Online), 1(2), 7.
https://doi.org/10.24198/farmasetika.v1i2.9709

Riset Kesehatan Dasar. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. bandung:


pt alfabet.

Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :


Alfabeta, CV.

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: CV


Alfabeta.

World Health Organization. 2010. Rational Use of Medication.


https://www.who.int/medicines/areas Diakses pada 9 November 2020.

36
Lampiran 1

37
Lampiran 2

38
Lampiran 4
Nilai r Tabel Uji validitas

39
Lampiran 5
Lembaran Kuisioner

40
Lampiran 6
Hasil uji korelasi

41
Lampiran 7
Hasil Pengujian Validitas
Variabel Item N r Hitung r Tabel Keterangan

Pengetahuan P1 25 0.738 0.396 Valid


Swamedikasi P2 25 0.658 0.396 Valid
P3 25 0.606 0.396 Valid
P4 25 0.658 0.396 Valid
P5 25 0.738 0.396 Valid
P6 25 0.536 0.396 Valid
P7 25 0.738 0.396 Valid
P8 25 0.673 0.396 Valid
Rasionalitas R1 25 0.969 0.396 Valid
Penggunaan R2 25 0. 969 0.396 Valid
Obat R3 25 0.781 0.396 Valid
R4 25 0.969 0.396 Valid
R5 25 0.781 0.396 Valid

42
Lampiran 8
Tabel Hasil Pengujian Reliabilitas

Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan


Pengetahuan 0,889 Reliabel
Swamedikasi
Rasionalitas 0,958 Reliabel
Penggunaan Obat

43

You might also like