You are on page 1of 12

ASPEK AFEKTIF HASIL PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Suryanto*
Program Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta

Abstract: Teachers and parents often complain about the negative affect of students on
mathematics learning at schools, but there has been no official report on this matter. This
study was intended to investigate the status of the affective aspect of the result of the
schools mathematics education. The affects measured were attitude, interest, motivation,
anxiety, self-concept, extrinsic appreciation, intrinsic appreciation, operational appre-
ciation, belief about mathematics, belief about self, belief about mathematics teaching,
and belief about social context. The subjects were the first year students of the Faculty of
Mathematics and Sciences of the State University of Yogyakarta (UNY) comprising
students of eight departments i.e. Department of: Biology, Biology Education, Chemistry,
Chemistry Education, Mathematics, Mathematics Education, Physics, and Physics
Education. The instrument was adapted from the affective test items developed by Wilson
used in the National Longitudinal Study on Mathematics Achievement by the School
Mathematics Study Group in the USA, and supplemented by test items on beliefs
developed based on the McLeod’s classification. The data indicated that the affects were
of either low level or neutral level (neither favorable nor unfavorable for mathematics
lesson) except for the belief about mathematics, about mathematics teaching, and about
social context of mathematics.

Kata kunci: aspek afektif, aspek kognitif, pembelajaran matematika, hasil pembelajaran

PENDAHULUAN taraf keberhasilan murid pada segi afektif.


Pendidikan dimaksudkan untuk Soal-soal matematika dalam buku-buku
mengembangkan siswa pada aspek kogni- paket dan dalam evaluasi hasil belajar, juga
tif, afektif, dan psikomotor. Pembelajaran hanya terbatas pada aspek kognitif. Dalam
matematika, seperti halnya beberapa mata penataran-penataran dan seminar-seminar,
pelajaran lain, mempunyai tujuan aspek sering dikemukakan oleh para guru atau
afektif di samping tujuan aspek kognitif. pakar pendidikan matematika bahwa peni-
Secara formal, hal ini dapat dijumpai dalam laian hasil pembelajaran matematika ber-
rumusan tujuan pembelajaran matematika dasarkan nilai Ebtanas tidaklah valid atau
di sekolah-sekolah, seperti tercantum di da- fair, karena hanya berdasarkan penilaian
lam Kurikulum 1994. Namun, hasil pem- aspek kognitif saja. Namun, pembicara itu
belajaran matematika yang dilaporkan ke- belum menunjukkan aspek afektif hasil
pada orang tua murid atau kepada masya- pendidikan matematika. Bahkan sering
rakat, biasanya terbatas pada aspek kogni- muncul keluhan dari orang tua siswa dan
tif, dalam bentuk nilai dalam rapor atau guru tentang rendahnya minat siswa terha-
nilai ujian (misalnya nilai Ebtanas, dan nilai dap pelajaran matematika, di samping ke-
tes internasional), yang tidak menunjukkan luhan tentang rendahnya penguasaan sis-

*Alamat korespondensi: Karangmalang Yogyakarta 55281, Telp. (0274) 586168


62
wa atas materi pelajaran matematika. Le- ningkatan pembelajaran matematika, yang
bih dari itu sering pula dikeluhkan gejala mungkin pula berakibat peningkatan pada
“ketakutan”, “kebencian”, atau “ketidak- aspek kognitif.
senangan” siswa pada pelajaran matemati- Dalam ranah kognitif, Krathwohl,
ka. dkk., (1981: 37) mendapatkan bahwa ranah
Dalam kaitannya dengan pembelajar- kognitif dapat disusun hanya dengan meng-
an matematika, apakah hasil aspek kognitif gunakan dua “ukuran” yaitu (1) sederhana-
dan aspek afektif ada kaitannya? Jika ada kompleks dan (2) konkret-abstrak. Akan
kaitan, apakah salah satu menjadi penyebab tetapi, untuk menyusun taksonomi ranah
lain? Jika demikian, manakah yang merupa- afektif, dirasa perlu menambahkan satu
kan variabel bebas dan mana yang merupa- “ukuran” lagi, yaitu internalisasi, agar di-
kan variabel tegantung terikat? Apakah ada peroleh struktur bertingkat yang bermakna.
kecenderungan bahwa prestasi yang tinggi Internalisasi adalah proses yang dilalui atau
pada ranah kognitif seorang siswa menye- terjadi apabila kontrol perilaku seseorang
babkan tingginya taraf afektif siswa itu pada yang konsisten dengan nilai-nilai positif
pelajaran matematika? Atau sebaliknya, dilakukan dari dalam diri orang itu (Payne,
apakah taraf afektif yang tinggi pada pel- 1974: 60). Pada internalisasi taraf terendah
ajaran matematika menyebabkan tingginya sangat sedikit emosi yang terlibat, sedang-
prestasi siswa itu pada ranah kognitif? Oleh kan pada internalisasi taraf sedang emosi
karena itu perlu dilakukan penelitian ten- dapat dikenali dan merupakan bagian kritis
tang aspek afektif dari hasil pembelajaran dari perilaku ketika anak yang bersangkutan
matematika di sekolah-sekolah. memberikan tanggapan terhadap suatu fe-
Ada beberapa masalah yang berkaitan nomena. Anak itu secara bertahap akan
dengan aspek afektif pembelajaran mate- menaruh makna emosional pada objek ter-
matika. Penelitian ini dibatasi pada aspek sebut sehingga akhirnya membentuk nilai
afektif yang dianggap sebagai hasil lang- bagi fenomena itu (Krathwohl, dkk., 1971:
sung atau hasil tidak langsung dari pembel- 33).
ajaran matematika kumulatif sejak sekolah Kaitannya dengan evaluasi hasil bel-
dasar sampai dengan sekolah menengah ajar matematika dalam ranah kognitif dan
(sekolah lanjutan tingkat atas), termasuk ke- ranah afektif, Wilson (1971: 684) menyusun
percayaan yang berkaitan dengan pelajaran taksonomi (sebagai penyesuaian taksonomi
matematika. Penelitian ini dilakukan untuk yang sudah ada) bagi pelajaran matematika
memperoleh informasi langsung tentang di sekolah menengah, dengan kategori dan
“bagaimana” atau “sejauh mana” aspek subkategori ranah afektif adalah sebagai
afektif dari hasil kumulatif pembelajaran berikut: E. Interest and attitudes: E1. Atti-
matematika sejak sekolah dasar sampai se- tude, E2. Interest, E3. Motivation, E4. Anxi-
kolah menengah umum, yang ditunjukkan ety, E5. Self-concept. F. Appre-ciation: F1.
oleh para mahasiswa tahun pertama Fa- Extrinsic, F2. Intrinsic, F3. Operational.
kultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Dalam perkembangannya, teori ranah
Alam, Universitas Negeri Yogyakarta, ter- afektif tujuan pembelajaran memunculkan
masuk kepercayaan mereka tentang mate- penggolongan tidak seragam. Tentang be-
matika dan pembelajaran matematika. Dari lief misalnya, Oppenheim (1984: 105-111)
penelitian ini diharapkan diperoleh infor- menjelaskan bahwa belief merupakan atti-
masi yang rinci tentang hasil pembelajaran tude yang paling superficial, sedangkan
matematika pada aspek afektif. Dari kajian Shaw dan Wright dalam Oppenheim ter-
pustaka diharapkan akan diperoleh kaitan sebut menyatakan bahwa “Belief becomes
antara aspek afektif dan kognitif hasil pem- an attitude when it is accompanied by an
belajaran matematika, sehingga informasi affective component which reflects the eva-
dari penelitian ini dapat digunakan untuk luation of the preferability of the charac-
menentukan langkah yang tepat bagi pe- teristics or existence of the object”. Dalam
Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 63
kaitannya dengan pembelajaran matemati- kecenderungan bahwa sikap siswa terhadap
ka, menurut Mandler (McLeod, 1992: 578) pelajaran matematika ketika di sekolah
belief dan attitude merupakan dua konstruk menengah menjadi lebih rendah daripada
psikologis yang berlainan. Selanjutnya sikap siswa itu terhadap pelajaran matema-
Mandler menyatakan bahwa belief merupa- tika ketika siswa itu di sekolah dasar. Hasil
kan salah satu faktor penting yang harus di- dari beberapa penelitian menunjukkan bah-
perhitungkan dalam penelitian ranah afektif wa, dalam pembelajaran matematika, kore-
dalam pendidikan matematika. Dari bebe- lasi antara sikap dan pencapaian belajar
rapa teori tentang struktur ranah kognitif sangat lemah (Kulm, 1980: 366).
dan ranah afektif, McLeod (1992: 59) me- Reys, dkk., (1995: 304, 322) telah me-
nyimpulkan bahwa antara ranah afektif dan neliti unjuk kerja siswa kelas 4, dan 6,
afek kognitif terdapat daerah persekutuan Sekolah Dasar, dan siswa kelas 2 Sekolah
(irisan antara dua himpunan faktor afektif Lanjutan Tingkat Pertama di Jepang dan si-
dan himpunan faktor kognitif), yaitu belief kap siswa itu terhadap “komputasi mental”.
Untuk keperluan penelitian dalam pendi- Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan.
dikan matematika, McLeod (1992: 578) Hasil aspek afektifnya adalah bahwa para
menyusun penggolongan aspek “keperca- siswa bersikap lebih positif terhadap kom-
yaan” dari ranah afektif pembelajaran mate- putasi mental daripada komputasi tulis. Pe-
matika. Menurut “taksonomi” McLeod ten- nelitian tentang pemecahan masalah mate-
tang “kepercayaan” itu, “kepercayaan” ter- matika dalam kaitannya dengan aspek afek-
diri atas 4 jenis, yaitu: (1) kepercayaan ten- tif yang dilakukan oleh Confrey (McLeod,
tang matematika, (2) kepercayaan tentang 1988: 134) menghasilkan kesimpulan bah-
diri-sendiri, (3) kepercayaan tentang pem- wa siswa yang gagal memperoleh pemecah-
belajaran matematika, dan (4) kepercayaan an menyatakan sering merasa frustrasi, se-
tentang tautan sosial matematika. dangkan penelitian yang dilakukan oleh
Dalam rangka pembelajaran matema- Buxton (McLeod, 1992: 134) menghasilkan
tika dan usaha memperbaikinya, telah ba- kesimpulan bahwa siswa yang tidak berha-
nyak dilakukan penelitian tentang isu afek- sil memecahkan masalah sering menjadi pa-
tif, yaitu penelitian tentang beberapa faktor nik.
yang termasuk dalam ranah afektif. Gaslin Penelitian tentang “kepercayaan” yang
(1975) menyelidiki efek dari 3 strategi pe- dilakukan oleh Schoenfeld (1989) menun-
laksanaan operasi pada bilangan rasional, jukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara
dengan sampel siswa setingkat dengan ke- hasil tes matematika yang diharapkan oleh
las 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. siswa dan kepercayaan siswa itu tentang ke-
Hasilnya menunjukkan bahwa hasil belajar mampuannya. Dari korelasi itu disimpulkan
kognitif ada perbedaan (signifikan pada p < sebagai berikut: (1) Siswa yang merasa
0,01) tetapi pada sikap tidak ada perbedaan. “lemah dalam matematika” percaya bahwa
Higgins (McLeod, 1994: 637-647) melaku- keberhasilan dalam tes matematika merupa-
kan penelitian tentang dampak dari materi kan “kebetulan” atau “nasib baik”, sedang-
kurikulum pada siswa kelas 2 Sekolah Lan- kan kegagalan (hasil rendah) dalam tes ma-
jutan Tingkat Pertama. Sikap siswa diukur tematika merupakan akibat dari kekurang-
sebelum dan sesudah pembelajaran materi mampuan. Sementara itu, murid yang me-
tersebut. Hasilnya menunjukkan bahwa rasa dirinya “kuat dalam matematika” per-
perubahan sikap hanya kecil saja, bahkan caya bahwa keberhasilan dalam tes mate-
hasil perlakuan justru menurunkan sikap matika adalah hasil dari kemampuannya
siswa (berarti siswa makin tidak senang dan sendiri; (2) Makin “kuat dalam matema-
makin cemas). Hal ini sesuai dengan peneli- tika” siswa makin kurang percaya bahwa
tian yang dilakukan oleh Armstrong & Price “kebanyakan isi pelajaran matematika me-
(dalam Reynolds & Walberg, 1992). Hasil rupakan hafalan”; (3) Makin “kuat dalam
penelitian mereka menunjukkan adanya matematika” siswa makin kurang percaya

64 PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 62 - 73


bahwa “keberhasilan dalam tes matematika (taraf yang berbeda-beda) kecemasan terha-
tergantung pada kekuatan menghafal sis- dap pelajaran matematika, yaitu: kemam-
wa”. puan, tingkat kelas atau jenjang kelas siswa,
Kepercayaan guru tentang matematika dan program studi, dengan kekhususan bah-
dan pembelajaran matematika, oleh semen- wa kuliah aritmetika jenjang S1 pada calon
tara orang diduga mempunyai kaitan de- guru matematika rentan terhadap timbul
ngan strategi pembelajaran guru itu. Peneli- atau berkembangnya kecemasan.
tian tentang kepercayaan guru mengenai Bessant (1995: 327-345) meneliti ke-
pembelajaran matematika melalui kelom- salingterkaitan antara berbagai jenis kece-
pok kecil telah dilakukan oleh Good, masan terhadap pelajaran matematika dan
Grows, & Mason (1990: 2-15). Hasilnya sikap terhadap pelajaran matematika, pemi-
menunjukkan bahwa: (1) kepercayaan guru lihan pelajaran, motif belajar, dan strategi
tentang kemanjuran pembelajaran dengan belajar. Dengan menggunakan analisis fak-
kelompok besar (memberlakukan seluruh tor, Bessant mengidentifikasi 6 faktor kece-
kelas sebagai satu kelompok belajar) untuk masan, yaitu: General Evaluation Anxiety,
memenuhi kebutuhan siswa yang kemam- Everyday Numerical Anxiety, Passive Ob-
puannya bervariasi menjadi alasan menga- servation Anxiety, Performance Anxiety,
pa pembelajaran dengan kelompok besar itu Mathematics Test Anxiety, dan Problem Sol-
tetap menjadi cara utama dalam mengajar- ving Anxiety. Analisis Korelasi menghasil-
kan matematika, (2) jenis atau kekhususan kan kesimpulan bahwa terdapat pola inter-
materi pelajaran matematika tidak merupa- aksi yang kompleks antara sikap terhadap
kan faktor kritis dalam penentuan diguna- pelajaran matematika dan keenam faktor
kan tidaknya teknik pembelajaran dengan yang teridentifikasi tadi. Hasil analisis juga
menggunakan kelompok-kelompok kecil, menunjukkan adanya hubungan yang signi-
(3) belum jelas kaitan antara tingkat kelas fikan antara orientasi belajar dan jenis-jenis
dan kepercayaan guru tentang keuntungan tertentu kecemasan itu, sikap, serta faktor
dan kerugian penggunaan teknik pembel- pengajaran.
ajaran matematika dengan kelompok-ke- Hogan (1977) melakukan penelitian
lompok kecil, (4) kaitan antara kepercayaan tentang minat siswa terhadap berbagai topik
guru dan praktik pembelajaran yang dilak- pelajaran matematika. Sampelnya lebih dari
sanakannya merupakan hal yang kompleks, 13000 orang siswa Sekolah Dasar dan Se-
sehingga tidak cukup diteliti dengan lapor- kolah Lanjutan Tingkat Pertama. Materinya
an guru, harus diteliti dengan laporan, wa- meliputi banyak topik. Hasilnya menunjuk-
wancara, dan pengamatan kelas. kan bahwa minat siswa (suka-tidaknya akan
Dari penelitiannya, Lo, dkk., (1994) topik itu) sangat bervariasi, tidak menge-
menyimpulkan bahwa kesempatan meng- lompok pada topik-topik tertentu. Ada topik
komunikasikan matematika dapat menun- yang makin tinggi kelas diajarkannya ma-
jang sikap positif terhadap kegiatan belajar kin banyak siswa yang menyenangi, tetapi
matematika. ada pula topik yang makin tinggi kelas di-
Penelitian Hembree (1990: 33-46) ajarkannya makin sedikit siswa yang me-
menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: nyenangi.
(1) Kecemasan berpengaruh terhadap unjuk Dalam penelitiannya yang melibatkan
kerja siswa dalam tes hasil belajar matema- variabel motivasi, Schefele, dkk., (1995:
tika. Makin “tinggi” taraf kecemasan, ma- 164) menemukan bahwa meskipun predik-
kin rendah “unjuk kerja dalam tes”; (2) Ke- tor kognitif biasanya menjelaskan sampai
cemasan berbanding terbalik dengan sikap. 50% variansi hasil belajar matematika, ana-
Artinya, makin tinggi taraf kecemasan, ma- lisis yang rinci tentang hal itu menunjukkan
kin rendah sikap siswa terhadap pelajaran bahwa proporsi variansi yang dijelaskan
matematika, atau sebaliknya; (3) Ada bebe- oleh prediktor kognitif menyusut menjadi
rapa faktor menunjukkan taraf diferensial 25% apabila variabel motivasi dikendalikan
Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 65
secara statistik. Berdasarkan hal itulah dila- an memegang peranan utama dalam pemi-
kukan penelitian tentang hubungan variabel lihan kegiatan dan contoh yang dilakukan
motivasi dan kemampuan dengan peng- oleh guru-guru itu, (4) apabila guru mampu
alaman belajar dan hasil belajar. Subjek pe- meprediksi kepercayaan siswanya, guru itu
nelitiannya adalah mahasiswa tahun perta- akan dapat lebih berhasil menimbulkan mo-
ma dan tahun kedua. Dalam penelitian itu, tivasi siswa untuk belajar matematika di
variabel motivasi yang dilibatkan ada dua, kelasnya.
yaitu minat terhadap matematika dan moti- Hasil “The Second International Ma-
vasi berprestasi. Minat dianggap mewakili thematics Study” yang meliputi beberapa
faktor motivasi yang spesifik bagi materi negara di Amerika, Asia, dan Eropa, me-
pelajaran, sedangkan motivasi berprestasi nunjukkan hal yang “ganjil”, yaitu ada ke-
dianggap mewakili faktor orientasi moti- cenderungan bahwa siswa-siswa SLTP di
vasi umum. Minat dianggap sebagai “proxi- Jepang yang mencapai skor yang sangat
mal antecedent of intrinsic motivation”. tinggi dalam memecahkan soal dalam pene-
Mutu pengalaman belajar matematika di ke- litian internasional itu mempunyai sikap
las dipandang sebagai hasil tersendiri dari yang sangat rendah terhadap matematika
belajar matematika. Hasil penelitian me- (Minato, dkk., 1996: 96). Beberapa peneli-
nunjukkan bahwa minat dan motivasi ber- tian yang dilakukan oleh Minato dan Kama-
korelasi dengan pengalaman belajar, tetapi da menunjukkan adanya hubungan antara
korelasi antara minat dan pengalaman bel- hasil belajar matematika dan sikap terhadap
ajar lebih kuat daripada korelasi antara mo- matematika para siswa, akan tetapi arah
tivasi berprestasi dan pengalaman belajar. hubungan (mana yang merupakan variabel
Akan tetapi sumbangan minat terhadap va- bebas dan mana yang merupakan variabel
riansi hasil belajar sangat kecil (dengan ko- terikat) tidak jelas.
efisien korelasi antara minat dan hasil bel- Dari penelitiannya tentang model hasil
ajar sebesar 0,31). Dari hasil penelitiannya, belajar dan sikap pada matematika, secara
kedua orang itu menyimpulkn bahwa “moti- longitudinal, yang meliputi 3116 orang sis-
vasi intrinsik hanya dapat dipertahankan se- wa yang setingkat kelas 1 SLTP, Reynolds,
lama kegiatan belajar mengarah ke peng- dkk., (1992) melibatkan 8 variabel, yaitu:
alaman emosional positif pada taraf terten- lingkungan rumah, motivasi, hasil belajar
tu” (Schefele & Csiks-Zentmihalyi, 1995: kelas 1 SLTP, sikap di kelas 1 SLTP, pema-
177). paran dalam media massa, lingkungan ke-
Middleton (1995) menyelidiki hu- lompok, banyaknya materi yang diajarkan,
bungan motivasi intrinsik guru dan motivasi dan mutu pembelajaran. Dengan Analisis
intrinsik siswanya ketika berlangsung pem- Jalur diperoleh hasil bahwa faktor yang
belajaran matematika. Guru dan siswa sub- mempunyai efek langsung terhadap hasil
jek penelitian berasal dari lima sekolah, belajar di kelas 2 SLTP adalah: hasil belajar
yang setingkat dengan kelas 6 pada sekolah di kelas 1 (0,60), pemaparan di media massa
dasar serta kelas 1 dan 2 pada sekolah lan- (0,16), dan banyaknya materi pelajaran
jutan tingkat pertama di Indonesia. Guru- yang dicakup (0,12), sedangkan faktor yang
guru itu melibatkan diri secara sukarela. Ha- mempunyai efek tak langsung terhadap
sil penelitian tersebut menunjukkan bahwa: hasil belajar di kelas 2 SLTP adalah: ling-
(1) secara keseluruhan, guru dan siswa telah kungan rumah (0,45), motivasi (0,21), hasil
mempunyai kepercayaan yang sama me- belajar di kelas 1 SLTP (0,10), dan ling-
ngenai nilai intrinsik matematika, (2) secara kungan kelompok (0,04). Adapun faktor-
keseluruhan, guru masih lemah dalam faktor yang mempunyai efek langsung ter-
memprediksi motivasi siswa-siswanya, (3) hadap sikap siswa terhadap matematika di
kepercayaan guru tentang hal-hal yang me- kelas 2 SL TP adalah: sikap di kelas 1 SLTP
nimbulkan motivasi intrinsik siswa-siswa- (0,46) dan mutu pembelajaran (0,13), sed-
nya terhadap pelajaran matematika kelihat- angkan faktor yang mempunyai efek tak

66 PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 62 - 73


langsung terhadap sikap siswa terhadap terhadap matematika atau pelajaran mate-
matematika di kelas 2 adalah: lingkungan matika?”.
rumah (0,04), motivasi (0,25), dan sikap
siswa terhadap matematika di SLTP kelas 1
(0,03). Hasil ini agak mirip dengan hasil METODE PENELITIAN
Meta Analisis yang dilakukan oleh Ma & Penelitian ini dimaksudkan untuk
Kishor (1997), yaitu bahwa dari 113 hasil mengukur aspek afektif hasil pembelajaran
penelitian primer dapat disimpulkan bahwa matematika di sekolah, sejak sekolah dasar
ada korelasi antara sikap terhadap matema- sampai dengan sekolah lanjutan tingkat atas
tika dan hasil belajar matematika (signifi- (SMU atau SLTA). Akan tetapi, sulit untuk
kan, dengan p* < 0,01), jika sikap diperla- memilih waktu yang tepat untuk maksud
kukan sebagai penyebab dan hasil belajar itu, karena begitu tamat SMU, para pelajar
diperlakukan sebagai efek, maka hubungan sibuk dengan urusan melanjutkan sekolah
itu signifikan, akan tetapi jika hasil belajar atau urusan mencari pekerjaan; sedangkan
diperlakukan sebagai penyebab dan sikap pada saat selesainya waktu pembelajaran di
diperlakukan sebagai efek, maka hubungan kelas III SMU, para pelajar sibuk menyiap-
itu tidak signifikan. kan diri untuk ujian masuk perguruan tinggi
Dari hasil-hasil penelitian di atas dapat dan sebagainya. Oleh karena itu, pengam-
diketahui hal-hal sebagai berikut: Belum je- bilan data untuk penelitian ini dilakukan di
las kaitan antara kepercayaan guru tentang perguruan tinggi, tetapi dalam tahun perta-
matematika dan praktek pengajarannya. ma, supaya pengaruh pembelajaran mate-
Kecemasan murid terhadap pelajaran mate- matika di perguruan tinggi belum terlalu ba-
matika berkatan dengan beberapa faktor nyak. Subjek penelitian ini adalah mahasis-
belajar. Minat siswa terhadap topik-topik wa tingkat pertama tahun akademik 2000/
pelajaran maematika, makin besar atau ma- 2001 di FMIPA, Universitas Negeri Yogya-
kin kecil, tergantung pada topik-topik itu. karta, yang hadir pada waktu tes penelitian
Korelasi antara minat belajar dan peng- ini diberikan (intact classes).
alaman belajar lebih kuat daipada korelasi Penelitian ini merupakan penelitian
antara motivasi berprestasi dan pengalaman expost facto, dengan maksud “mengukur”
belajar. Ada hasil yang kontroversial ten- aspek tertentu dari hasil pembelajaran mate-
tang hubungan antara sikap siswa terhadap matika di sekolah dari sekolah dasar sampai
pelajaran matematika dan prestasi belajar dengan sekolah lanjutan tingkat atas, ditam-
matematika; yaitu ada yang menunjukkan bah semester I perguruan tinggi, yaitu hasil
bahwa sikap berpengaruh positif terhadap kegiatan yang telah berlangsung, yang tidak
prestasi belajar matematika siswa itu, tetapi dikendalikan oleh peneliti.
kasus siswa Jepang menunjukkan hasil Semua karakteristik afektif pasti mem-
yang bertentangan dengan itu. punyai intensitas, arah, dan sasaran. Inten-
Dari kajian taksonomi di atas dapat di- sitas adalah ukuran derajat atau kekuatan
ketahui bahwa taksonomi ranah afektif ada perasaan, arah adalah sifat yang menyata-
bermacam-macam. Dua di antara taksono- kan apakah perasaan itu positif, netral, atau
mi itu dikembangkan khusus untuk evaluasi negatif, sedangkan sasaran adalah objek,
hasil belajar matematika, yaitu taksonomi perilaku, atau gagasan, yang dituju oleh
yang dikembangkan oleh Wilson (1971) arah perasaan itu.
dan oleh McLeod (1992). Ada beberapa cara untuk membuat ins-
Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan trumen atau sistem skala untuk mengukur
yang hendak dicarikan jawabannya dengan variabel afektif, antara lain: (1) Simplified
penelitian ini adalah “Bagaimanakah atau Scale Construction Technique, (2) Forced-
sejauh mana sikap, minat,motivasi, kece- Choice Selection Method, (3) Standard
masan, konsep diri, apresiasi, dan keperca- Scales, (4) Paired Comparison Method, (5)
yaan tamatan sekolah lanjutan tingkat atas Equal-Appearing Intervals, (6) Summated
Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 67
Ratings, (7) Semantic Differential techni- pelajaran matematika, mengerjakan soal
que, dan (8) Freeresponse or Opinionnaire matematika yang tidak ditugaskan oleh
Procedure (Payne, 1974: 166-198). Untuk guru, dan kesungguhan dalam menyelesai-
penelitian ini digunakan cara summated ra- kan soal matematika yang ditugaskan oleh
tings dari Likert. guru. Soal kecemasan mengukur kecemas-
Instrumen yang digunakan adalah tes an responden dalam menempuh tes mate-
saduran dari instrumen pengukuran aspek matika. Soal konsep diri mengukur konsep
afektif yang dibuat oleh Wilson (1971: 685- diri responden tentang semangat menyele-
690) dan instrumen tentang belief yang saikan soal, kebanggaan atas hasil belajar
dikembangkan dari “taksonomi” Mc Leod matematika, keinginan mendapat pertanya-
(1992: 578). Instrumen buatan Wilson itu ti- an atau tugas mengerjakan soal matematika,
dak dilaporkan validitasnya. Namun, tes itu dan perasaan dalam mengikuti atau menem-
sudah digunakan secara nasional selama puh pelajaran matematika. Soal apresiasi
bertahun-tahun di Amerika Serikat, yaitu ekstrinsik melibatkan aspek afektif dan as-
dalam National Longitudinal Study of Ma- pek kognitif, mewakili isi pelajaran mate-
thematical Abilities (Wilson, 1971: 684- matika dan behavior yang berkaitan dengan
696), sehingga dianggap bahwa instrumen hasil belajar matematika. Apresiasi ekstrin-
itu mempunyai validitas yang cukup tinggi. sik berkaitan dengan kegunaan matematika,
Validitas sadurannya dan validitas dari tes apresiasi intrinsik berkaitan dengan kekhas-
yang diturunkan dari taksonomi dari an isi pelajaran matematika, sedangkan
McLeod, ditentukan dengan expert judge- apresiasi operasional berkaitan dengan ke-
ment dalam seminar diselenggarakan khu- giatan yang terlibat dalam mengkomunika-
sus untuk penelitian ini. sikan isi pelajaran matematika. Sesuai tak-
Instrumen terdiri atas 12 komponen, sonomi McLeod, soal mengenai keperca-
yaitu tes untuk mengukur: sikap, minat, mo- yaan atau keyakinan mengukur kepercaya-
tivasi, kecemasan (ketidakcemasan), kon- an (keyakinan) responden tentang matem-
sep diri, apresiasi ekstrinsik, apresiasi in- atika (I), diri responden sendiri (II), pembel-
trinsik, apresiasi operasional, kepercayaan ajaran matematika (III), dan tautan sosial
tentang matematika, kepercayaan tentang matematika (IV).
diri-sendiri, kepercayaan tentang pembel- Data dikumpulkan dengan angket ter-
ajaran matematika, dan kepercayaan ten- sebut. Angket dibagikan kepada para maha-
tang tautan sosial matematika. Setiap kom- siswa yang hadir pada hari dan jam yang te-
ponen terdiri atas 4 soal (pertanyaan, tugas, lah ditentukan oleh peneliti, tanpa pemberi-
atau pernyataan). Setiap soal tentang apre- tahuan sebelumnya. Kepada para mahasis-
siasi merupakan soal jawab singkat, sedang- wa diberikan waktu atau kesempatan untuk
kan soal-soal yang lain adalah soal pilihan menjawab semua pertanyaan. Pembagian
ganda dengan 5 pilihan untuk setiap soal. angket tidak serentak, karena harus dise-
Soal sikap mengukur sikap responden suaikan dengan jadwal kuliah para maha-
terhadap buku matematika, belajar matema- siswa yang menjadi sasaran penelitian ini.
tika, mengerjakan soal matematika, mem- Diharapkan pengisian angket ini tidak
pelajari buku pelajaran matematika. Soal mengganggu kelancaran kuliah para maha-
minat mengukur minat responden terhadap siswa.
jangka waktu pelajaran matematika di da- Selanjutnya, unsur afektif yang diukur
lam kurikulum, menggunakan matematika disebut afek. Jadi, afek dalam penelitian ini
di luar kelas, mempelajari kehidupan tokoh- adalah sikap, minat, motivasi, ketidakce-
tokoh matematika, dan pelajaran yang masan, konsep diri, apresiasi ekstrinsik,
menggunakan matematika. Soal motivasi apresiasi intrinsik, apresiasi operasional,
mengukur motivasi responden dalam me- kepercayaan matematika”, kepercayaan diri
ngerjakan soal matematika pada umumnya, sendiri dalam kaitannya dengan pelajaran
mengerjakan tugas pekerjaan rumah mata matematika yang dialami, kepercayaan

68 PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 62 - 73


pembelajaran matematika, dan kepercayaan dicapai oleh penempuh tes itu, untuk setiap
tautan sosial matematika. Sesuai dengan komponen. Berdasarkan cara penskoran di
bentuk soalnya, setiap soal pilhan ganda atas, maka digunakan klasifikasi “sangat fa-
diberi skor dari 1 sampai dengan 5. Soal esai vourable (sangat positif)”, “favourable (po-
(untuk mengukur apresiasi) juga diberi skor sitif)”, “netral (tidak positif dan tidak nega-
dari 1 sampai dengan 5, menurut rubric (pe- tif)”, “tidak favourable (negatif)”, dan “sa-
doman) penyekoran yang dibuat. Jadi, ren- ngat tidak favourable (sangat negatif)”.
tang skor untuk setiap komponen adalah Cara penilaian yang “lazim” untuk ha-
dari 4 sampai dengan 20. Lebih tinggi skor sil belajar adalah sebagai berikut. Jika Z me-
menunjukkan intensitas afek yang lebih nyatakan skor baku, maka ditetapkan nilai A
tinggi atau posisi afek yang lebih jauh ke untuk Z > 1,50; nilai B untuk 0,50 < Z <
arah positif. Dengan kata lain, skor yang 1,50; nilai C untuk -0,50< Z < 0,50; nilai D
lebih tinggi menunjukkan afek yang lebih untuk -1,50 < Z < -0,50; dan nilai E untuk Z
favourable terhadap matematika atau terha- < -1,50 (Glass & Hopkins, 1984: 76). Ka-
dap pelajaran matematika. Khusus untuk rena luas daerah kurva normal untuk -3,00 <
alat ukur kecemasan, setiap butir soalnya Z < 3,00 adalah 0,9970 maka biasanya selu-
sudah diperhitungkan sebagai butir negatif, ruh skor penilaian dianggap semuanya ter-
sehingga skor yang lebih tinggi sudah me- dapat dalam daerah -3,00 < Z < 3,00. Karena
nunjukkan kecemasan yang lebih rendah penskoran tiap afek dalam penelitian ini
atau ketidakcemasan yang lebih tinggi, se- dilakukan dengan rentang dari 4 sampai 20,
hingga juga menunjukkan afek yang lebih maka untuk menentukan kriteria hasil tes
favourable terhadap pelajaran matematika. penelitian ini digunakan klasifikasi yang di-
Untuk mengukur apresiasi digunakan soal tentukan sebagai berikut.
berjenis esai, sehingga penyekorannya le- Rata-rata ideal = (4+20)/2 = 12; ren-
bih subjektif daripada penyekoran untuk tang = 20-4 = 16; dan satuan lebar wilayah
butir soal yang lain. skor adalah 16/6 atau dibulatkan menjadi
Data dianalisis secara deskriptif, yaitu 2,7. Karena skor yang dicatat adalah skor
dengan menghitung ukuran-ukuran pemu- bulat, maka penggolongan skor itu dapat
satan, ukuran sebaran data, untuk setiap dinyatakan pada Tabel 1 berikut ini.
komponen dan menghitung skor baku yang

Tabel 1. Klasifikasi Skor


Skor (X) Taraf Keterangan
X > 16 Sangat tinggi Afek sangat positif
14 ≤ X ≤ 16 Tinggi Afek positif
11 ≤ X ≤ 16 Sedang Afek netral
Rendah Afek negatif
8 < X < 10
Sangat rendah Afek sangat negatif
X<8

HASILDAN PEMBAHASAN Berdasarkan penggolongan jumlah


Jumlah peserta tes adalah 245, yang peserta di atas, frekuensi tiap golongan atau
berasal dari 8 program studi. Lengkapnya, taraf afek berdasarkan hasil tes secara ber-
jumlah peserta tes dapat dilihat pada Tabel 2 turut-turut dapat dilihat pada Tabel 3a, Tabel
berikut ini. 3b, Tabel 4a, Tabel 4b.

Tabel 2. Distribusi Responden


Pr. Studi Bio Fis Kim Mat P.Bio P.Fis P.Kim P.Mat Jumlah
Peserta 29 25 34 31 33 32 25 36 245

Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 69


Tabel 3a. Distribusi Frekuensi Skor
Skor Sikap Minat Motivasi Kecemasan Konsep Diri Apres. Ekstr.
> 16 20 79 4 11 12 11
14-16 98 108 64 63 87 130
11-13 74 48 104 109 103 65
8-10 47 9 66 50 39 34
<8 6 1 7 12 4 5
Jumlah 245 245 245 245 245 245

Tabel 3b. Distribusi Frekuensi Skor


Apres. Apres. Keper- Keper- Keper- Keper-
Skor
Intrinsik Oper cayaan II cayaan I cayaan III cayaan IV
> 16 1 2 146 15 36 63
14-16 13 64 93 126 138 164
11-13 68 88 5 94 64 19
8-10 90 60 1 10 7 0
<8 73 31 0 0 0 0
Jumlah 245 245 245 245 245 245

Tabel 4a. Ukuran Pemusatan dan Dispersi Skor


Skor Sikap Minat Motivasi Kecemasan Konsep Diri Apres. Ekstr.
Tertinggi 19 19 18 19 19 18
4Terendah 7 5 4 6 5
Jumlah 3155 3678 2893 2956 3130 3206
Rata-rata 12,88 15,01 11,81 12,07 12,78 13,09
Simp. Baku 2,80 2,39 2,44 2,62 2,43 2,36

Tabel 4b. Ukuran Pemusatan dan Dispersi Skor


Apres. Apres. Keper- Keper- Keper- Keper-
Skor
Intrinsik Oper cayaan II cayaan I cayaan III cayaan IV
Tertinggi 18 18 20 18 20 20
Terendah 4 4 8 8 8 12
Jumlah 2278 2786 4165 3350 3542 3840
Rata-rata 9,30 11,37 17,00 13,67 14,46 15,67
Simp. Baku 2,72 3,19 1,75 1,82 2,00 1,59

Skor “sikap” mempunyai rata-rata pat skor dalam kategori “bersikap positif”.
12,88 dan simpangan baku 2,80. Hal ini Hanya 8% responden yang menunjukkan
berarti bahwa secara keseluruhan, respon- indikasi bersikap sangat positif terhadap
den mempunyai sikap “netral”, yaitu tidak pelajaran matematika.
positif dan juga tidak negatif terhadap pel- Secara keseluruhan, responden me-
ajaran matematika, tetapi dengan variasi nunjukkan minat tinggi terhadap pelajaran
yang agak besar. Dari tabel frekuensi dapat matematika (rata-rata skor = 15,01 dan sim-
dilihat bahwa 30,2% responden mendapat pangan baku skor = 2,39). Terdapat 44,1%
skor dalam rentang 11-13 dan 70,2% res- responden yang skornya menunjukkan mi-
ponden memperoleh skor dalam rentang 8- nat yang tinggi terhadap pelajaran mate-
16 dan hanya 40% responden yang menda- matika, dan hanya 4,1% responen yang me-
70 PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 62 - 73
nunjukkan indikasi berminat rendah atau termasuk tinggi (rata-rata skor lebih dari
sangat rendah terhadap pelajaran matema- 14). Kepercayaan tentang diri-sendiri yang
tika. tidak tinggi, tetapi terletak di antara sedang
Secara keseluruhan, responden tidak dan tinggi (rata-rata skor = 13,67). Hal ini
mempunyai motivasi yang tinggi untuk sesuai dengan indikasi pada hasil tes ten-
belajar matematika (rata-rata skor = 11,81 tang konsep diri, karena memang kedua
dengan simpangan baku = 2,44). Terdapat afek itu mirip atau bertumpang tindih.
hanya 26,1% responden yang mendapat
skor dalam kategori “bermotivasi tinggi”,
dan 1,6% yang mendapat skor dalam kate- KESIMPULAN DAN SARAN
gori “bermotivasi sangat tinggi”. Aspek afektif dari hasil pembelajaran
Kecemasan responden pada pelajaran matematika, secara kumulatif, dari sekolah
matematika pada umumnya terdapat dalam dasar sampai sekolah lanjutan tingkat atas,
taraf sedang (rata-rata skor = 12,07 dengan ditambah sedikit pengalaman belajar mate-
simpangan baku = 2,62). Terdapat 30,2 % matika di perguruan tinggi, pada umumnya
responden yang menunjukkan indikasi ber- berada pada taraf sedang, tidak positif tetapi
kecemasan rendah (skor tinggi atau sangat juga tidak negatif. Yang positif atau sangat
tinggi) sehingga cukup favourable untuk positif hanya pada unsur kepercayaan ten-
belajar matematika, dan ada 25,3 % respon- tang matematika, pembelajaran matemati-
den yang kecemasannya cukup tinggi (skor ka, dan tautan sosial matematika. Bahkan
rendah atau sangat rendah) sehingga kurang ada indikasi bahwa apresiasi intrinsik para
favourable untuk belajar matematika. responden rendah; yang mengisyaratkan
Konsep diri responden dalam kaitan- juga bahwa aspek kognitif responden juga
nya dengan belajar matematika berada pada rendah.
taraf sedang, yaitu mendapat rata-rata skor Karena responden adalah tamatan se-
12,78 dan simpangan baku 2,43. Bahkan kolah lanjutan tingkat atas yang lulus Ujian
40,4 % responden menunjukkan kosep diri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN)
yang positif atau sangat positif. dan diterima di fakultas eksakta, dapat di-
Apresiasi responden cenderung ren- duga bahwa mereka yang berminat atau ma-
dah, lebih-lebih apresiasi intrinsik dan apre- suk di jurusan noneksakta tidak lebih tinggi
siasi operasional. Hal ini dapat dipahami, taraf afektifnya yang berkaitan dengan pel-
karena kedua jenis apresiasi ini mengan- ajaran matematika. Hal ini menunjukkan
dung cukup besar unsur kognitif, sehingga bahwa aspek afektif dari hasil pembelajaran
mereka yang penguasaannya atas matemati- matematika kumulatif itu secara umum ma-
ka sekolah menengah lemah tentu akan me- sih rendah. Meskipun hasil penelitian ten-
nunjukkan rendahnya apresiasi intrinsik tang kaitan antara aspek afektif dan aspek
dan apresiasi operasional. kognitif hasil pembelajaran matematika
Secara keseluruhan, kepercayaan res- belum konklusif, tetapi karena ada peneliti-
ponden tentang kegunaan matematika dan an yang menunjukkan adanya korelasi anta-
kompleksitas matematika, cukup tinggi (ra- ra kedua aspek itu, maka pembelajaran ma-
ta-rata skor = 17,00 dengan simpangan baku tematika masih perlu ditingkatkan melalui
1,75). Rendahnya simpangan baku menun- kedua aspek itu. Pendekatan pembelajaran
jukkan stabil atau meratanya kepercayaan yang menggunakan konteks atau tautan ma-
itu antara responden-responden. Tabel fre- tematika dengan dunia nyata sebagai sarana
kuensi menunjukkan ada 59,6% responden untuk memperkenalkan konsep atau prinsip
yang berkepercayaan sangat tinggi, ada matematis, bukan hanya sebagai contoh pe-
38,0% responden yang berkepercayaan nerapan matematika, mungkin dapat me-
tinggi, dan hanya ada 0,4% responden yang ningkatkan aspek afektif hasil pembelajar-
berkepercayaan rendah. Kepercayaan resp- an matematika, yang pada gilirannya akan
onden tentang pembelajaran matematika membantu meningkatkan hasil belajar pada
dan tentang tautan sosial matematika juga aspek kognitif.
Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 71
DAFTAR PUSTAKA

Bessant, K.C. (1995). “Factors Associated With Types of Mathematics Anxiety in College
Students”, dalam Journal for Research in Mathematics Education, 26, pp. 327-345.
Gaslin, W.L. (1975). “A Comparison of Achievement and Attitudes of Students Using
Conventional or Calculator-Based Algorithms for Operations on Positive Rational
Numbers in Ninth-grade General Mathematics”, dalam Journal for Research in
Mathematics Education, 6, pp. 95-108.
Good, T.L., Grows, D.A., & Mason, D.W.A. (1990). “Teacher’s Beliefs About Small
Group Instruction in Elementary School Mathematics”, dalam Journal for Research
in Mathematics Education, 21, pp. 2-15.
Hembree, R. (1990). “The Nature, Effects, and Relief of Mathematics Anxiety”, dalam
Journal for Research in Mathematics Education, 21, pp. 33-46.
Hogan, T.P. (1977). “Students’ Interest in Particular Mathematics Topics”, dalam Journal
for Research in Mathematics Education, 8, pp. l 15-122.
Krathwohl, D.R., Bloom, B.S., & Masia, B.B. (1981). Taxonomy of educational
objectives: Book 2, Affective domain, New York: Longman.
Kulm, G. (1980). “Research on Mathematics Attitude”. dalam R.J. Shumway (Ed.),
Research in Mathematics Education, Reston, VA: National Council of Teachers of
Mathematics.
Lo, J-J, Wheatley, G.H., &L Smith, A.C. (1994). “The Participation, Beliefs, and
Development of Arithmetic Meaning of a Third-grade Student in Mathe-matics Class
Discussion”, dalam Journal for Research in Mathematics Education, 25, 30-49.
McLeod, D.B. (1992). “Research on Affect in Mathematics Education: A
Reconceptualization”. Dalam D.A. Grows (Ed.), dalam Handbook of Research on
Mathematics Teaching and Learning, New York: Macmillan.
_________. (1994). “Research on Affect and Mathematics Learning in the JRME: 1970 to
the Present”, Journal for Research in Mathematics Education, 25, 637-647.
Middleton, J.A. (1995). “A Study of Intrinsic Motivation in the Mathematics Classroom: A
Personal Constructs Approach”, dalam Journal for Research in Mathematics
Education, 26, 254-279.
Minato, S. & Kamada, T. (1996). “Results of Research Studies on Causal Predominance
Between Achievement and Attitude in Junior High School Mathematics of Japan”,
dalam Journal for Research in Mathematics Education, 27, 96-99.
Oppenheim, A.N. (1984). Questionnaire Design and Attitude Measurement, London:
Heinemann.
Payne, D.A. (1974). The Assessment of Learning: Cognitive and Affective, Lexington,
MA: D.C. Heath and Company.
Reynolds, A.J. & Walberg, H.J. (1992). “A Process Model of Mathematics Achievement
and Attitude”, dalam Journal for Research in Mathematics Educa-tion, 23, 306-328.
Reys, R.E., Reys,B.J., Nohda,N. & Emori, H. (1995). “Mental Computation Performance
and Strategy Use of Japanese Students in Grades 2, 4, 6, and 8", dalam Journal for
Research in Mathematics Education, 26, 304-326.

72 PAEDAGOGIA, Jilid 11, Nomor 1, Februari 2008, halaman 62 - 73


Schefele, U. & Csikszentmihalyi, M. (1995). “Motivation and Ability as Factors in
Mathematics Experience and Achievement”, dalam Journal for Research in
Mathematics Education, 26, 163-181.
Schoenfeld, A.H. (1989). “Exploration of Students’ Mathematical Belief and Behavior”,
dalam Journal for Research in Mathematics Education, 20, 338-355.
Wilson, J.W. (1971). “Evaluation of Learning in Secondary School Mathematics”, dalam
B.S.Bloom, J.T.Hasting, &: G.F.Madaus (Eds.), dalam Handbook on Formative and
Summative Evaluation of Student Learning, New York: McGraw-Hill.

Suryanto, Aspek Afektif Hasil Pembelajaran Matematika 73

You might also like