You are on page 1of 22

SASI

Volume 23 Nomor 2, Juli - Desember 2017: hal. 167-188


Fakultas Hukum Universitas Pattimura
p-ISSN: 1693-0061 | e-ISSN: 2614-2961

Prinsip Good Governance Dalam Penyalahgunaan Wewenang

Jemmy Jefry Pietersz


Dosen Fakultas Hukum Universitas Pattimura
E-mail: jjpietersz@gmail.com

Abstract: governance is a way implemented by the government using political,


economic and administrative authority in managing economic and social resources for
community development. The term governance is more directed to technical matters of
governance in a country. By that, the term governance in relation to good governance is
directed more towards legal aspects, especially administrative law which in essence
more emphasized public service aspect which is addressed to society. Good governance
characteristics include Participation, Rule of law, Transparency, Responsiveness,
Consensus orientation, Equity, Effectiveness and efficiency, Accountability, and
Strategic vision. These characteristics are legally sourced on two main grounds, namely
the principle of the rule of law and the principle of democracy. The principle of the rule
of law becomes the foundation of good governance where every act of government
should have a legal basis, in the form of authority, procedure and substance and
protection of human rights. The principle of a legal state provides the basis of legality in
the administration of government, while the principle of democracy as the basis of
government openness and community participation. Power or power essentially
contains the rights and obligations of the apparatus of government to take certain legal
actions, derived from attribution, delegation and mandate. Abuse of power is an act of
government that is inconsistent with the purpose of authorization. the form of abuse of
power consists of illegal state administration (onrechtmatige overheidsdaad), the
misuse of the state administration (detournement de pouvoir or ultra vires) and the
arbitrary acts of state administration (abus de droit). Abuse of power may occur against
bound and free power. Parameters testing abuse of power from power are tied to the
legality of government action, while the abuse of power from free power using the Good
Governance Principles (GGP). GGP is the principle of proper administration
Keywords: good governance, abuse of power

A. PENDAHULUAN. tindakan dalam hukum publik terkait


dengan kekuasaan pemerintahan Korupsi
merupakan tindakan penyimpangan
Korupsi merupakan perbuatan atau

167 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
terhadap kekuasaan pemerintahan. Nomor 3 Tahun 1971). Istilah
Tindakan penyimpangan ini dapat berupa penyalahgunaan wewenang dikenal
penyalah- gunaan wewenang, dengan istilah ”menyalahgunakan
bertentangan dengan peraturan kewenangan” sebagaimana diatur dalam
perundang-undangan dan Pasal 1 ayat (1) huruf b, yang
sewenang-wenang. menyebutkan bahwa:
Penyalahgunaan wewenang (detour- ” barangsiapa dengan tujuan
nement de pouvoir/abuse of power) menguntungkan diri sendiri atau orang
sebagai salah satu bentuk dasar lain atau suatu Badan,
pembatalan terhadap tindakan menyalahgunakan kewenangan,
pemerintahan oleh pengadilan mulai kesempatan atau sarana yang ada
dikenal secara normatif dalam Penjelasan padanya karena jabatan atau
Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang-Undang kedudukan, yang secara langsung atau
Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan tidak langsung dapat merugikan
Tata Usaha Negara – Lembaran Negara keuangan negara atau perekonomian
Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor negara”.
77, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3344 Setelah adanya reformasi, istilah
(selanjutnya disingkat UU PERATUN). menyalahgunakan kewenangan
Penyalahgunaan wewenang sebagai dasar sebagaimana diatur dalam
pembatalan terhadap tindakan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971
pemerintahan yang dilakukan dengan kemudian diatur pula dalam
menggunakan wewenang untuk tujuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
lain dari maksud diberikannya wewenang tentang Pemberantasan Tindak Pidana
tersebut. Korupsi – Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 140,
Selain penyalahgunaan wewenang Tambahan Lembaran Negara Republik
sebagai dasar pembatalan terhadap Indonesia Nomor 3874 sebagaimana telah
tindakan pemerintahan, dalam UU diubah dengan Undang-Undang Nomor
PERATUN juga dikenal adanya dasar 20 Tahun 2001 – Lembaran Negara
pembatalan lain, yaitu tindakan Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
pemerintahan bertentangan dengan 134, Tambahan Lembaran Negara
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia Nomor 4150
(onwetmatig van bestuurs) sebagaimana (selanjutnya disebut UU PTPK). Istilah
diatur dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a UU menyalahgunakan kewenangan diatur
PERATUN dan sewenang-wenang (abus dalam Pasal 3 yang menyebutkan bahwa:
de droit/ willekeur/unreasonableness)
sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat ” Setiap orang yang dengan tujuan
(2) huruf c UU PERATUN. menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi,
Istilah penyalahgunaan wewenang menyalahgunakan kewenangan,
dalam kaitannya dengan korupsi secara kesempatan atau sarana yang ada
normatif mulai dikenal dalam peraturan padanya karena jabatan atau
perundang-undangan di Indonesia sejak kedudukan yang dapat merugikan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor keuangan negara atau perekonomian
3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan negara, dipidana dengan pidana
Tindak Pidana Korupsi – Lembaran penjara seumur hidup atau pidana
Negara Republik Indonesia Tahun 1971 penjara paling singkat 1 (satu) tahun
Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
Republik Indonesia Nomor 2958 dan atau denda paling sedikit Rp.
(selanjutnya disebut Undang-Undang 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)

168 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
dan paling banyak Rp. Adanya putusan bebas dalam
1.000.000.000,00 (satu milyar perkara Ir. Akbar Tanjung berdasarkan
rupiah).” Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 572 K/Pid/2003 tanggal
Rumusan penyalahgunaan 14 Februari 2004 merupakan salah satu
wewenang dalam UU PTPK bentuk penyalahgunaan wewenang yang
dikategorikan sebagai tindak pidana atau tidak dapat dibuktikan terhadap pelaku
perbuatan yang dapat dipidana dalam tindak pidana. Dalam pertimbangan
perkara korupsi. Malahan unsur hukumnya, Mahkamah Agung
penyalahgunaan wewenang ini berpendapat terhadap tindakan Ir. Akbar
dikategorikan sebagai delik inti Tanjung selaku Terdakwa-I tidak dapat
(bestanddeel delict) dalam Pasal 3 UU dipertanggungjawabkan karena tidak
PTPK. Penyalahgunaan wewenang adanya unsur kesalahan dalam
sebagai delik inti (bestanddeel delict) menyalahgunakan wewenang. Terlepas
dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dari persoalan pro dan kontra yang
dikemukakan oleh Indriyanto Seno Adji, mengakibatkan terjadinya debatabelitas
yang menyatakan bahwa: ”Strafbale permasalahan tindak pidana korupsi yang
handeling (perbuatan yang dapat dipidana) terkait dengan unsur penyalahgunaan
dalam Pasal 1 ayat (1) sub b UU No. 3 wewenang, fakta hukum dalam perkara
Tahun 1971 terletak pada rumusan unsur dimaksud telah diputuskan oleh
yang menyatakan ”me- nyalahgunakan Mahkamah Agung Republik Indonesia.
kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau Penyalahgunaan wewenang sebagai
kedudukan”, artinya rumusan unsur ini istilah yang dikenal dalam Hukum
merupakan bestanddeel delict (delik inti), Administrasi, namun pada sisi lainnya
sedangkan rumusan unsur yang merupakan salah satu unsur dari tindak
berbunyi ”dengan tujuan menguntungkan pidana korupsi bahkan merupakan delik
diri sendiri atau orang lain atau suatu inti (bestanddeel delict) sebagaimana
badan” hanyalah merupakan element diatur dalam Pasal 3 UU PTPK.
delict saja dan karenanya tidak Kenyataannya ini menyebabkan
menentukan perbuatan yang dirumuskan penyalahgunaan wewenang sebagai
sebagai strafbarehandeling”.1 tindak pidana korupsi berada pada
wilayah ”grey area” antara Hukum
Terkait dengan unsur Administrasi dan Hukum Pidana.
penyalahgunaan wewenang sebagai
tindak pidana korupsi, maka perbuatan Korupsi bukan satu-satunya suatu
penyalahgunaan wewenang harus tindakan yang berada dalam ranah hukum
dikaitkan dengan adanya kesalahan dari pidana dengan memberikan pemidanaan.
perbuatan yang dapat dipidana dan harus Korupsi sebagai tindakan penyimpangan
dipertanggungjawabkan. Sebagai delik terhadap peraturan yang berlaku yang
inti dari tindak pidana korupsi dilakukan oleh aparatur pemerintahan.
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 3 Subyek utama dalam tindakan korupsi
UU PTPK, maka harus dibuktikan terletak pada aparatur pemerintah yang
adanya unsur kesalahan (schuld) dalam dengan jabatannya dan melakukan
perbuatan penyalahgunaan wewenang. tindakan menyimpang yang didasarkan
pada perilaku yang buruk untuk tujuan
1
Indriyanto Seno Adji, Perspektif Ajaran
dan kepentingan pribadi.
Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Pengertian korupsi terkait dengan
Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Hukum Pro
jabatan tertentu yang dimiliki oleh
Justisia, Oktober 2007, Volume 25 No. 4, h.
292.
aparatur pemerintahan yang melakukan
tindakan-tindakan yang tidak sesuai

169 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
dengan hukum atas dasar kepentingan sebagai pedoman dalam penyelenggaan
pribadi. Pengertian ini berarti korupsi pemerintahan, namun good governance
berkaitan dengan perilaku aparatur juga berkaitan dengan pendekatan
pemerintahan dalam pelayanan publik fungsionaris untuk mengontrol tindakan
(public service) aparatur pemerintahan.
Pelayanan publik yang berjalan
dengan baik yang disebabkan adanya
perbuatan korupsi mengakibatkan adanya
kerugian keuangan negara. Buruknya B. PEMBAHASAN
pelayanan publik selain menimbulkan
kerugian keuangan negara, juga 1. Prinsip Good Governance
menimbulkan kerugian pada masyarakat 1.1. Karakteristik Governance
dan pihak swasta yang tidak Konsep good governance
mendapatkan pelayanan publik tersebut. berkembang menjadi paradigma baru
dalam penyelenggaraan pemerintahan
Adanya penyimpangan dalam tidak dapat dilepaskan dari adanya
pelayanan publik yang tidak diperoleh konsep governance, yang menurut
masyarakat merupakan isu utama muncul sejarah pertama kali diadopsi oleh
konsep good governance. Hal ini praktisi di lembaga pembangunan
didasarkan pada hasil evaluasi internasional, yang mengandung konotasi
lembaga-lembaga donor internasional kinerja efektif yang terkait dengan
yang berorientasi pada pengentasan manajemen publik dan korupsi. Definisi
kemiskinan pada negara-negara governance oleh United Nation
berkembang disebabkan karena Development Programme (UNDP)
minimnya pelayanan publik. adalah ”the exercise of political,
economic, and administrative authority to
Munculnya konsep good governance manage a nation’s affairs at all levels”.
berawal dari adanya kepentingan Dengan demikian kata ”governance”
lembaga-lembaga donor seperti PBB, berarti ”penggunaan” atau ”pelaksanaan”,
Bank Dunia, ADB maupun IMF dalam yakni dalam penggunaan politik,
memberikan bantuan pinjaman modal ekonomi dan administrasi untuk
kepada negara-negara yang sedang mengelola masalah-masalah nasional
berkembang. Dalam perkembangan pada semua tingkatan. Di sini
selanjutnya good governance ditetapkan penekanannya pada kewenangan,
sebagai syarat bagi negara yang kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang
membutuhkan pinjaman dana, sehingga memiliki legitimasi.3
good governance digunakan sebagai Pengertian governance yang
standar penentu untuk mencapai dikemukakan oleh UNDP ini, menurut
pembangunan berkelanjutan dan Lembaga Administrasi Negara
berkeadilan.2 mempunyai tiga kaki (three legs), yaitu
Dalam perkembangan economic, politic dan administrative.
penyelenggaraan pemerintahan saat ini, Economic governance mencakup proses
tuntutan internasional dan nasional agar pembuatan keputusan yang memengaruhi
dalam penyelenggaraan pemerintahan secara langsung atau tidak langsung
senantiasa didasarkan pada good aktivitas ekonomi negara yang
governance. Good governance tidak saja bersangkutan atau berhubungan dengan

2
Hafifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan 3
Sadu Wasistiono, Kapita Selekta
Good Governance, Yayasan Obor Indonesia, Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah,
Jakarta, 2003, h. 5. edisi II, Fokusmedia, Bandung, 2003, h. 30.

170 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
ekonomi lainnya. Karenanya economic Pengertian ”governance” sebagai
governance memiliki pengaruh atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
implikasi terhadap equity, powerty, dan untuk tersedianya fasilitas publik dan
quality of life. Political governance pelayanan publik. Hal ini
menunjuk pada proses pembuatan berarti, ”governance” pada hakikatnya
keputusan dan implementasi kebijakan lebih menitikberatkan aspek pelayanan
suatu negara yang legitimate dan publik yang ditujukan kepada
autoritatif. Administrative governance masyarakat.
adalah sistem implementasi kebijakan Dalam penyelenggaraan
yang melaksanakan sektor publik secara pemerintahan guna pelayanan publik,
efisien, efektif, tidak memihak, akuntabel, pelibatan pihak non pemerintah (privaat
dan terbuka.4 sector) dan masyarakat (society) sangat
Menurut Lembaga Administrasi diperlukan. Adanya pelibatan pihak non
Negara, pengertian ”governance” adalah pemerintah (privaat sector) dan
proses penyelenggaraan kekuasaan masyarakat (society), maka
negara dalam melaksanakan penyediaan kepemerintahan (governance) dapat
public good and service. Lebih lanjut tercipta dengan baik. Melalui pelibatan
ditegaskan bahwa dilihat dari segi pihak non pemerintah (privaat sector)
functional aspect, governance dapat dan masyarakat (society) dimaksud,
ditinjau dari apakah pemerintah telah pemerintah diharapkan tidak bertindak
berfungsi secara efektif dan efisien dalam secara sepihak, namun bersama-sama
upaya mencapai tujuan yang telah dalam mengambil keputusan guna
digariskan atau sebaliknya.5 tersedianya public goods and services.
Beranjak dari
pengertian ”governance” sebagaimana 1.2. Good Governance Dalam
dikemukakan di atas, maka Perspektif Hukum Administrasi
istilah ”governance” merupakan cara Istilah governance lebih diarahkan
yang dilaksanakan oleh pemerintah pada hal teknis penyelenggaraan
dengan menggunakan politik, ekonomi pemerintahan pada suatu negara. Olehnya
dan kewenangan administratif untuk itu, istilah governance dalam
menyelesaikan masalah-masalah nasional hubungannya dengan good governance
pada semua tingkatan dalam mengelola lebih diarahkan pada aspek hukum,
sumber daya-sumber daya ekonomi dan terutama hukum administrasi. Dalam hal
sosial guna pembangunan masyarakat. ini, good governance sebagai fungsi
pemerintahan yang menitikberatkan pada
4
Paulus E. Lotulung, Tata Kepemerintahan perilaku aparatur pemerintahan yang
Yang Baik (Good Governance) dalam didasarkan pada prinsip negara hukum
Korelasinya dengan Hukum Administrasi, dan prinsip demokrasi. Prinsip negara
dalam Philipus M. Hadjon, et.al, Hukum hukum memberikan dasar legalitas dalam
Administrasi dan Good Governance penyelenggaraan pemerintahan,
(Philipus M. Hadjon, et.al. I), Penerbit
sedangkan prinsip demokrasi sebagai
Universitas Trisakti, Jakarta, 2010, h. 38;
Paulus E. Lotulung, Hukum Tata Usaha landasan keterbukaan pemerintah dan
Negara dan Kekuasaan, Penerbit Salemba peran serta masyarakat.
Humanika, Jakarta, 2013, h. 142. Menurut UNDP, dalam
penyelenggaraan pemerintahan pada
5
Lembaga Administrasi Negara dan Badan
dasarnya berorientasi pada tiga elemen
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan,
Akuntabilitas dan Good Governance,
utama, yakni pemerintah atau negara
Jakarta, 2000, h. 1.; Paulus E. Lotulung dalam (state), sektor swasta (private sector), dan
Philipus M. Hadjon, et.al I, Op.Cit., h. 37-38; masyarakat (society). Ketiga elemen
Paulus E. Lotulung, Op. Cit., h. 141. dengan fungsi yang dimiliki

171 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
masing-masing harus berjalan secara baik 1. Nilai-nilai yang menjunjung tinggi
untuk mencapai good governance. keinganan/ kehendak rakyat, dan
Pemerintah harus berfungsi sebagai nilai-nilai yang dapat meningkatkan
pengatur dan pengendali kemampuan rakyat yang dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang pencapaian tujuan nasional,
didasarkan pada kekuasaan dan kemandirian, pembangunan
kewenangan berdasarkan peraturan berkelanjutan, dan keadilan sosial.
perundang-undangan dan memberikan 2. Aspek-aspek fungsional dari
ruang peran serta masyarakat untuk pemerintahan yang efektif dan efisien
terlibat dalam penyelenggaraan dalam pelaksanaan tugasnya untuk
pemerintahan dengan adanya keterbukaan mencapai tujuan-tujuan tersebut.
yang dilakukan oleh pemerintah terhadap Karakteristik good governance
setiap kebijakan yang akan ditempuh. menurut Organization for the Economic
Sektor swasta berfungsi menciptakan Cooperation and Development (OECD)
lapangan pekerjaan dan peningkatan meliputi:8
pendapatan, dan sektor masyarakat 1. Human rights observance and
berfungsi melalui peran serta dalam democracy
menunjang fungsi pemerintahan dan 2. Market reforms
interaksi sosial. 3. Bureaucratic reform (anti corruption
Istilah good governance apabila and transparancy)
disadur dalam bahasa Indonesia memiliki 4. Environmental protection and
arti yang variatif. I.G. Ngurah sustainable development
Wairocana 6 dalam disertasinya 5. Reduction in military and defence
menyebutkan ada 7 (tujuh) istilah yang expenditures and non-production of
dipergunakan oleh para sarjana yakni weapons of mass destruction.
Sistem Pemerintahan Layak, Tata
Pemerintahan, Pemerintahan yang baik, Selain OECD, UNDP juga
Pengelolaan yang baik, Tata merumuskan karakteristik good
Pemerintahan yang baik, dan governance meliputi Participation, Rule
Kepemerintahan Yang Baik. of law, Transparancy, Responsiveness,
Berkaitan dengan istilah ”good Consensus orientation, Equity,
governance” yang variatif di atas, penulis Effectiveness and efficiency,
menggunakan istilah ”kepemerintahan Accountability, and Strategic vision 9 .
yang baik” sebagai padanan dari
istliah ”good governance”. Istilah ”good
governance” sebagai ”kepemerintahan
8
Carolina G. Hernandez disitir oleh Philipus M.
yang baik” didasarkan pada pertimbangan Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, Good
Governance Dalam Penyelenggaraan
bahwa istilah ”governance” dalam ”good
Pemerintahan Daerah (Perspektif Hukum
governance” lebih diarahkan pada fungsi Tata Negara dan Hukum Administrasi),
dan perilaku aparatur pemerintah. Hal ini disampaikan dalam Seminar Nasional Good
sesuai dengan hasil penelitian Lembaga Governance Dalam Penyelenggaraan
Administrasi Negara pada tahun 2000, Pemerintahan Daerah Dalam Rangka
peristilahan ”Good” dalam ”Good Pemantapan Otonomi Luas, Nyata, dan
Governance” pada hakikatnya Bertanggungjawab, diselenggarakan oleh
mengandung dua pengertian, yaitu:7 Fakultas Hukum Universitas Warmadewa,
Denpasar, 24 Mei 2002, h. 1. (selanjutnya
disebut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri
6
I.G. Ngurah Wairocana, Op. Cit, h. 3-5. Djatmiati I)

7
Paulus E. Lotulung dalam Philipus M. Hadjon,
9
Carolina G. Hernandez, dalam buku Philipus M.
et.al I, Op.Cit., h. 41 Hadjon, et.al, I, h. 5; Pemikiran Good
Governance menurut UNDP sebagaimana

172 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
Karakteristik good governance ini untuk memperoleh kesejahteraan.
kemudian dirinci oleh Lembaga 7. Efektivitas dan efisiensi (effectiveness
Administrasi Negara, meliputi:10 and efficiency), Proses dan lembaga
menghasilkan sesuai dengan apa yang
1. Partisipasi (participation), Setiap telah digariskan dengan menggunakan
warga negara mempunyai hak dan sumber yang tersedia sebaik mungkin;
kewajiban untuk mengambil bagian 8. Akuntabilitas (accountability), Para
dalam proses bernegara, pembuat keputusan dalam
berpemerintahan serta bermasyarakat, pemerintahan, sektor swasta, dan
baik secara langsung maupun melalui masyarakat bertanggungjawab kepada
intermediasi institusi legitimasi yang publik dan lembaga stakeholders.
mewakili kepentingannya; Akuntabilitas ini tergantung pada
2. Penegakan Hukum (Rule of Law), organisasi tersebut untuk kepentingan
Good governance dilaksanakan dalam internasl dan eksternal organisasi;
rangka demokratisasi kehidupan 9. Visi strategis (strategic vision), Para
berbangsa dan bernegara. Salah satu pemimpin dan publik harus
syarat kehidupan demokrasi adalah mempunyai perspektif good
adanya penegakan hukum yang adil governance dan pengembangan
dan dilaksanakan tanpa pandang bulu. manusia yang luas serta jauh ke depan
Oleh karena itu langkah awal sejalan dengan apa yang diperlukan
penciptaan good governance adalah untuk pembangunan semacam ini.
membangun sistem hukum yang sehat, Karakteristik good governance di
baik perangkat lunak (software), atas secara hukum bersumber pada dua
maupun sumber daya manusia yang landasan utama, yaitu asas negara hukum
menjalankan sistemnya (human ware); dan asas demokrasi. Asas negara hukum
3. Transparansi (transparancy), menjadi landasan dalam good
Keterbukaan mencakup semua aspek governance dimana setiap tindakan
aktivitas yang menyangkut pemerintahan harus memiliki dasar
kepentingan publik; legalitas, berupa wewenang, prosedur
4. Daya tanggap (responsiveness), dan substansi serta perlindungan hak
sebagai konsekuensi logis dari asasi. Untuk asas demokrasi berkaitan
keterbukaan, maka setiap komponen dengan keterbukaan pemerintah dan
yang terlibat dalam proses peran serta masyarakat.
pembangunan good governance perlu Good governance dengan dua
memiliki daya tanggap terhadap landasan dimaksud menjadi penentu
keinginan maupun keluhan setiap kaitan antara good governance dengan
stakeholder; hukum tata negara dan hukum
5. Berorientasi pada konsensus administrasi. Dalam hukum administrasi
(consensus orientation), Good dikenal adanya 3 (tiga) pendekatan utama,
governance menjadi perantara yaitu :11
kepentingan yang berbeda untuk 1. pendekatan terhadap kekuasaan
memperoleh pilihan terbaik bagi pemerintah
kepentingan yang lebih luas, baik 2. pendekatan hak asasi
dalam hal kebijakan maupun prosedur; 3. pendekatan fungsional
6. Keadilan (equity), Semua warga negara Pendekatan kekuasaan berkaitan
mempunyai kesempatan yang sama

dikutip oleh Kusnu Goesniadhie S., Op. Cit., h.


11
Tatiek Sri Djatmiati, Faute Personelle dan
202-204. Faute De Service Dalam Tanggung Gugat
Negara, Yuridika, Vol. 19 No. 4, Juli –
10
Sadu Wasistiono, Op.Cit., h. 7-8 Agustus 2004, h. 353.

173 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
dengan wewenang yang diberikan umum pemerintahan yang baik
menurut undang-undang berdasarkan asas (principles of good administration),
legalitas atau asas rechtmatigheid. antara lain: legality, procedural propriety,
Dengan demikian pendekatan ini participation, openes, reasonableness,
menentukan kontrol atau pengawasan relevancy, propriety of purpose, legal
penggunaan kekuasaan. Dalam hal certainty and proportionality.
terdapat pelanggaran atau penyimpangan Pendekatan fungsional melengkapi
dalam penggunaan kekuasaan oleh kedua pendekatan lainnya dengan fokus
pemerintah, maka tanggung gugat negara pada aparat pemerintah dalam
dilakukan atas dasar rechtmatigheid atau menjalankan fungsinya. Dengan
asas legalitas. Asas legalitas dibedakan demikian di samping norma-norma
atas Asas legalitas formal dan asas pemerintahan yang baik sebagai
legalitas substansial. Legalitas formal parameter fungsi pemerintahan, juga
berkaitan dengan keabsahan wewenang harus dikaitkan dengan norma perilaku
dan prosedur, sedangkan legalitas aparat yang meliputi sikap melayani
substansial bertumpu pada asas tujuan. (dienstbaarheid) dan terpercaya
Dalam literatur Belanda asas tujuan ini (betrouwbaaheid).
dikenal dengan ”Specialiteit Beginsel”. Titik pijak pendekatan fungsionaris
Pendekatan terhadap kekuasaan bahwa yang melaksanakan kekuasaan
pemerintah menekankan segi-segi pemerintahan adalah pejabat (orang).
rechtmatigheid atau legalitas, setiap Dengan demikian, hukum administrasi
tindakan pemerintahan harus memiliki tidak hanya meliputi norma pemerintahan
dasar rechtmatig (legalitas). Dalam saja, tetapi juga norma perilaku aparat
penggunaan kekuasaan pemerintah, (overheidsgedrag). Norma perilaku
kekuasaan itu merupakan kekuasaan diukur dengan konsep maladministrasi.
hukum dalam wewenang pemerintahan. Melalui good governance, aparatur
Rechtmatigheid tindakan pemerintahan pemerintah dalam melaksanakan fungsi
diukur melalui parameter wewenang, pemerintahan memiliki kekuasaan yang
prosedur dan substansi. Rechtmatigheid terbatas sesuai dengan kewenangan yang
tindakan pemerintahan melalui diberikan. Aparatur pemerintah dalam
wewenang, prosedur dan substansi melaksanakan tugas tidak sendiri, tetapi
sekaligus merupakan batasan dalam bersama-sama dengan swasta dan
penyelenggaraan tindakan pemerintahan masyarakat. Keterlibatan pihak swasta
karena melalui aspek rechtmatigheid dan masyarakat merupakan wujud
sekaligus menjadi kontrol terhadap keterbukaan pemerintahan dalam
tindakan aparatur pemerintahan penyelenggaraan pemerintahan yang
(rechtmatigheidcontrole). Penggunaan dengan adanya peran serta swasta dan
kekuasaan pemerintahan oleh aparatur masyarakat secara bersama-sama.
pemerintah dalam penyelenggaraan Secara yuridis upaya terwujudnya
pemerintahan yang rechtmatigheid, good governance diawali dengan
merupakan wujud good governance. dikeluarkannya Ketetapan Majelis
Dalam pendekatan hak asasi Permusyawaratan Rakyat Republik
manusia, berkaitan dengan fungsi hukum Indonesia Nomor XI/MPR/1998 tentang
administrasi yaitu perlindungan hukum Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
kepada masyarakat. Pendekatan hak asasi Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
manusia ini menekankan pada peran Tindak lanjut dari Ketetapan MPR-RI
kontrol atau pengawasan atas penggunaan Nomor IX/MPR/1998 ini kemudian
wewenang oleh pemerintah. Dalam dikeluarkan Undang-Undang Nomor 28
penggunaan wewenang pemerintah harus Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
senantiasa mempertimbangkan asas-asas Negara yang Bersih dan Bebas dari

174 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme Negara ini kemudian sering disebutkan
(Lembaran Negara Republik Indonesia sebagai good governance. Padahal
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan asas-asas tersebut tidak secara jelas
Lembaran Negara Republik Indonesia menggambarkan karakteristik good
Nomor 3851). Dalam Undang-Undang governance sebagai telah dikemukakan
Nomor 28 Tahun 1999 diatur Asas-asas sebelumnya. Dengan didasarkan pada
Umum Penyelenggaraan Negara, antara pengertian dari Asas-Asas Umum
lain: Penyelenggaraan Negara di atas, maka
1. Asas kepastian hukum, adalah asas asas-asas ini dilakukan dalam upaya
dalam negara hukum yang untuk terwujudnya good and clean
mengutamakan landasan peraturan government.
perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan Sebagaimana telah dikemukakan
Penyelenggara Negara. sebelumnya, definisi dan karakteristik
2. Asas tertib penyelenggaraan negara, good governance dalam pendekatan
adalah asas yang menjadi landasan hukum selalu berkaitan dengan fungsi
keteraturan, keserasian, dan administrasi pemerintahan dalam
keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan pelayanan publik
negara. berdasarkan wewenang aparatur
3. Asas kepentingan umum, adalah asas pemerintahan. Good governance dalam
yang mendahulukan kesejahteraan hukum administrasi berkaitan dengan
umum dengan cara yang aspiratif, aktivitas pelaksanaan fungsi untuk
akomodatif, dan selektif. menyelenggarakan kepentingan umum.
4. Asas keterbukaan, adalah asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang 2. Karakteristik Penyalahgunaan
benar, jujur, dan tidak diskriminatif Wewenang
tentang penyelenggaraan negara 2.1. Konsep Wewenang Pemerintahan
dengan tetap memperhatikan Kewenangan atau wewenang pada
perlindungan atas hak asas pribadi, hakikatnya berisikan hak dan kewajiban
golongan, dan rahasia negara. bagi aparatur pemerintahan untuk
5. Asas proporsionalitas, adalah asas melakukan tindakan hukum tertentu. Hak
yang mengutamakan keseimbangan untuk melakukan tindakan tertentu
antara hak dan kewajiban merupakan kebebasan dalam tindakan
Penyelenggara Negara. pemerintahan, sedangkan kewajiban
6. Asas profesionalitas, adalah asas yang untuk melakukan tindakan tertentu
mengutamakan keahlian yang merupakan suatu keharusan. Hal ini
berlandaskan kode etik dan ketentuan sesuai dengan pendapat P. Nicolai
peraturan perundang-undangan yang sebagaimana dikutip dalam F.A.M.
berlaku, dan Stroink dan J.G. Steenbeek, disebutkan
7. Asas akuntabilitas, adalah asas yang bahwa ”Het vermogen tot het verrichten
menentukan bahwa setiap kegiatan dan van bepaalde rechtshandelingen
hasil akhir dari kegiatan (handelingen die op rechtsgevolg gericht
penyelenggaraan negara harus dapat zijn en dus ertoe strekken dat bepaalde
dipertanggungjawabkan kepada rechtsgevolgen onstaan of teniet gaan).
masyarakat atau rakyat sebagai Een recht houdt in de (rechtens gegeven)
pemegang kedaulatan tertinggi negara vrijheid om een bepaalde feitelijke
sesuai dengan ketentuan peraturan handeling te verrichten of na te laten, of
perundang-undangan. the (rechtens gegeven) aanspraak op het
Asas-Asas Umum Penyelenggaraan verrichten van een handeling door een

175 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
ander. Een plicht empliceert een didalam hubungan hukum publik,
verplichting om een bepaalde handeling mengenai kekuasaan memerintah dari
te verrichten of na te laten”12 organisasi pemerintah yang adalah
merupakan objek kajian hukum
Wewenang dalam konsep hukum administrasi. Melalui wewenang aparatur
publik sekurang-kurangnya terdiri atas 3 pemerintah diberikan kekuasaan hukum
(tiga) komponen, yaitu komponen untuk mengatur dan mengendalikan
pengaruh, komponen dasar hukum, dan masyarakat. Penggunaan wewenang
komponen konformitas hukum. sebagai kekuasaan hukum ini tidak serta
Komponen pengaruh ialah bahwa merta bahwa wewenang itu tidak dapat
penggunaan wewenang dimaksudkan dikontrol. Setiap wewenang
untuk mengendalikan perilaku subjek pemerintahan harus dapat
hukum. Komponen dasar hukum bahwa dipertanggungjawabkan penggunaannya
wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dalam mengendalikan dan mengatur
dasar hukumnya. Komponen konformitas kehidupan masyarakat.
mengandung makna adanya standar
wewenang yaitu standar umum (semua Lebih lanjut menurut Tatiek Sri
jenis wewenang) dan standar khusus Djatmiati dalam disertasinya yang
(untuk jenis wewenang tertentu).13 berjudul Prinsip Izin Usaha Industri di
Indonesia, menguraikan hubungan antara
Sebagai bagian dari konsep hukum hukum administrasi dengan kewenangan.
publik, wewenang senantiasa berada Hukum administrasi atau hukum tata
dalam lingkup organisasi pemerintah pemerintahan (“administratiefrecht“ atau
yang berkaitan dengan kekuasaan “bestuursrecht“) berisikan norma-norma
memerintah. Hal ini lebih lanjut hukum pemerintahan. Norma-norma
dikemukakan oleh H.D. Stout,yang pemerintahan tersebut menjadi parameter
menyatakan ‘Bevoegdheid is een begrip yang dipakai dalam penggunaan
uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kewenangan yang dilakukan oleh
kan worden omschreven als het geheel badan-badan pemerintah. Adapun
van regels dat betrekking heeft op de parameter yang dipakai dalam
verkrijging en uitoefening van penggunaan wewenang itu adalah
bestuursrechtelijke bevoegdheden door kepatuhan hukum ataupun
publiekrechtelijke rechtssubjecten in het ketidakpatuhan hukum (“improper
bestuursrechtelijke rechtsverkeer”.14 legal“ or “improper illegal“), sehingga
Pengertian wewenang berasal dari apabila terjadi penggunaan kewenangan
hukum organisasi pemerintahan, yang dilakukan secara “improper illegal“ maka
dapat dijelaskan sebagai keseluruhan badan pemerintah yang berwenang
aturan-aturan yang berkenaan dengan tersebut harus mempertanggung-
perolehan dan penggunaan wewenang jawabkan. 15 Hal yang sama pun
pemerintahan oleh subjek hukum publik dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon,
bahwa: ”Hukum administrasi pada
12
F.A.M. Stroink en J.G. Steenbeek, Inleiding in hakikatnya berhubungan dengan
Het Staats-en Administratief Recht, Samson kewenangan publik dan cara-cara
H.D. Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, pengujian kewenangannya, juga hukum
1985, p.26, mengenai kontrol terhadap kewenangan
13
Philipus M. Hadjon (Philipus M. Hadjon I),
Tentang Wewenang, Yuridika, No. 5&6 Tahun
XII, Sep-Des l997, h. 1-2.
15
Tatiek Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha
Industri Di Indonesia, Disertasi, Program
14
H.D. Stout, De Betekenissen van de Wet, Pascasarjana Universitas Airlangga, Surabaya,
W.E.J. Tjeenk Willink, Zwolle, 1994, p. 102 2004, h. 62-63.

176 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
tersebut”.16 ad tribuere artinya memberikan kepada.
Konsep teknis hukum tata negara dan
hukum administrasi mengartikan
2.2. Sumber dan Cara Memperoleh wewenang atribusi adalah wewenang
Wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk
Dalam kepustakaan hukum jabatan tertentu. Dengan demikian
administrasi terdapat dua cara untuk wewenang atribusi merupakan wewenang
memperoleh wewenang pemerintahan, yang melekat pada suatu jabatan. Jabatan
yaitu atribusi dan delegasi; yang dibentuk oleh Undang-undang
kadang-kadang juga, mandat, Dasar (UUD) memperoleh atribusi
ditempatkan sebagai cara tersendiri untuk wewenang dari UUD misalnya
memperoleh wewenang.17 wewenang atribusi Presiden berdasarkan
ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD adalah
Mengenai atribusi, delegasi, dan melaksanakan kekuasaan pemerintahan.
mandat, H.D. van Wijk/Willem Demikian pula wewenang atribusi yang
Konijnenbelt mendefinisikan sebagai ditetapkan UUD untuk lembaga-lembaga
berikut:18 negara lain.20
a. Attributie: toekenning van een Lebih lanjut, Suwoto
bestuursbevoegdheid door een Mulyosudarmo menyebutkan ciri-ciri
21
wetgever aan een bestuursorgaan; atribusi kewenangan sebagai berikut:
b. Delegatie: overdracht van een
bevoegdheid van het een 1. Pengatribusian kekuasaan menciptakan
bestuursorgaan een ander; kekuasaan baru, sehingga sifatnya
c. Mandat: een bestuursorgaan laat zijn tidak derivatif;
bevoegdheid names hem uitoefenen 2. Pemberian kekuasaan melalui atributif
door een ander. tidak menimbulkan kewajiban
bertanggung jawab, dalam arti tidak
Suatu atribusi menunjuk kepada diwajibkan menyampaikan laporan
kewenangan yang asli atas dasar atas pelaksanaan kekuasaan.
ketentuan hukum tata negara. Atribusi 3. Pemberian kekuasaan melalui atribusi
merupakan wewenang untuk membuat harus didasarkan pada peraturan
keputusan (besluit) yang langsung perundang-undangan
bersumber kepada undang-undang dalam 4. Pada dasarnya pemegang kekuasaan
arti materiil. Rumusan lain mengatakan melalui atribusi dapat melimpahkan
bahwa atribusi merupakan pembentukan kekuasaan badan-badan yang lain
wewenang tertentu dan pemberiannya tanpa memberitahu terlebih dahulu
kepada organ tertentu dan yang dapat kepada badan yang memberi
membentuk wewenang adalah organ yang kekuasaan.
berwenang berdasarkan peraturan Dalam pemberian/pelimpahan
perundang-undangan. 19
wewenang atau delegasi ada persyaratan–
Atribusi dari bahsa Latin dari kata persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu :22

16
Philipus M. Hadjon I, Op. Cit.
20
Philipus M. Hadjon, et.al. Op. Cit., h. 20.

17
Ibid.,
21
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan Dan
Tanggung Jawab Presiden Republik
18
H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt, Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi
Hoofdstukken van Administratief Recht, Teoritiik dan Yuridis, Disertasi, Universitas
Utrecht : Uitgeverij Lemma BV, 1995, p.129. Airlangga, 1990, h. 79
19
Ibid. 22
Ibid., h. 4-5.

177 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
1. delegasi harus definitif, artinya liability (superior respondeat) tidak
delegans tidak lagi menggunakan berlaku.24
sendiri wewenang yang telah
dilimpahkan itu; Berdasarkan beberapa pendapat
yang telah dikemukakan di atas mengenai
2. delegasi harus berdasarkan ketentuan sumber dan cara memperoleh wewenang,
peraturan perundang-undangan, artinya baik atribusi, delegasi, dan mandat, dapat
delegasi hanya dimungkinkan kalau dikemukakan bahwa wewenang atribusi
ada ketentuan itu dalam peraturan merupakan wewenang asali yang
perundang-undangan; dibentuk oleh Undang-Undang Dasar dan
minimal ditemukan dalam
3. delegasi tidak kepada bawahan, artinya undang-undang. Melalui wewenang
dalam hubungan hirarkhi kepegawaian atribusi dimaksud kemudian ditransfer
tidak diperkenankan adanya delegasi; dalam wewenang delegasi dimana telah
4. kewajiban memberikan keterangan terjadi pengalihan kekuasaan dari
(penjelasan), artinya delegans delegans kepada delegataris.
berwenang untuk meminta penjelasan Menyangkut wewenang mandat, terjadi
tentang pelaksanaan wewenang adanya penugasan dari atasan kepada
tersebut; bawahan untuk melaksanakan tugas-tugas
tertentu.
5. peraturan kebijakan (beleidsregelen),
artinya delegans memberikan instruksi Philipus M. Hadjon dalam
(petunjuk) tentang penggunaan tulisannya memberikan perbedaan antara
wewenang tersebut. delegasi dan mandat yang disajikan
dalam bentuk tabel sebagai berikut.25
Berkaitan dengan mandat, Philipus
M. Hadjon menyatakan bahwa mandat Tabel 2
berasal dari bahasa Latin mandare yang Perbedaan Mandat dan Delegasi
artinya memerintahkan. Dengan
demikian konsep mandat mengandung Mandat Delegasi
makna penugasan, bukan pelimpahan a. Prosedur Dalam Dari suatu organ
pelimpah hubungan pemerintahan kepada
wewenang. 23 Lebih lanjut Philipus M. an rutin atasan orang lain: dengan
Hadjon, menyatakan bahwa ”Mandat bawahan: hal peraturan
merupakan suatu penugasan kepada biasa kecuali perundang-undangan
dilarang
bawahan. Penugasan kepada bawahan secara tegas
misalnya untuk membuat keputusan a.n. b. Tanggun Tetap pada Tanggung jawab
pejabat yang memberi mandat. g jawab pemberi jabatan dan tanggung
Keputusan itu merupakan keputusan dan mandat gugat beralih kepada
tanggung delegataris
pejabat yang memberi mandat. Dengan gugat
demikian tanggung jawab jabatan tetap c. Kemungk Setiap saat Tidak dapat
pada pemberi mandat. Atas dasar itu inan si dapat menggunakan
penerima mandat tidak dapat menjadi pemberi menggunaka wewenang itu lagi
menggun n sendiri kecuali setelah ada
tergugat dalam sengketa tata usaha akan wewenang pencabutan dengan
negara (Pasal 1.12 UU No. 5 th. 1986 jis wewenan yang berpegang pada
UU No. 9 th. 2004 dan UU No. 51 th. g itu lagi dilimpahkan asas ”contrarius
itu actus”
2009). Namun demikian atasan (pemberi d. Tata a.n., u.b., a.p. Tanpa a.n. dll
mandat) tidak bertanggung jawab atas Naskah (langsung)
maladministrasi yang dilakukan penerima Dinas
mandat. Dalam hal ini asas vicarious
24
Philipus M. Hadjon, et.al. II,Op. Cit., h. 13-14.
23
Philipus M. Hadjon, et.al. I, Op. Cit., h. 21. 25
Philipus M. Hadjon et.al. I, Op. Cit.

178 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
tuntutan public servant dan the rights to
Selain pembagian wewenang receive karena wewenang dalam tindakan
berdasarkan sumber dan cara pemerintah tidak selamanya secara jelas
memperoleh wewenang, dalam diatur dalam peraturan
kepustakaan terdapat pula pembagian perundang-undangan. Apalagi dalam
wewenang berdasarkan sifat wewenang, konsep bestuur (besturen) yang berakibat
antara lain wewenang terikat, wewenang kekuasaan pemerintah tidak semata-mata
fakultatif dan wewenang bebas yang sebagai kekuasaan terikat. N.M. Spelt –
berkaitan dengan tindakan aparatur J.B.J.M. ten Berge sebagaimana dikutip
pemerintah. Pembagian wewenang oleh Philipus M. Hadjon membedakan
berdasarkan sifat wewenang ini, dua macam kebebasan pemerintahan
Indroharto26 mengemukakan bahwa: (vrijbestuur) dalam uraiannya sebagai
berikut ”De vrijheid die een wettelijke
1. Wewenang pemerintahan yang bersifat regeling aan een bestuursorgaan kan
terikat, yakni terjadi apabila peraturan laten bij het geven van een beschikking
dasarnya menentukan kapan dan dalam wordt wel onderscheiden in
keadaan bagaimana wewenang tersebut beleidvrijheid en beoordelijngsvreijheid”
dapat digunakan atau peraturan (kebebasan yang diizinkan peraturan
dasarnya sedikit banyak menentukan perundang-undangan bagi organ
tentang isi dari keputusan yang harus pemerintahan untuk membuat keputusan
diambil. Dengan kata lain, terjadi dapat dibedakan dalam kebebasan
apabila peraturan dasar yang kebijaksanaan dan kebebasan penilaian).
menentukan isi dari keputusan yang Selanjutnya tentang kebebasan
harus diambil secara terinci, maka kebijaksanaan (beleidsvrijheid) diuraikan
wewenang pemerintahan semacam itu sebagai berikut: ”Er us beleidsvrijheid
merupakan wewenang yang terikat. (ook wel discretionare bevoegdheid in
2. Wewenang fakultatif terjadi dalam hal enge zin) indien een wettelijke regeling
badan atau pejabat tata usaha negara een bestuursorgaan een bepaalde
yang bersangkutan tidak wajib bevoegdheid verleent, terwijl het aan het
menerapkan wewenangnya atau sedikit orgaan vrij staat van het gebruik van die
banyak masih ada pilihan, sekalipun bevoegdheid af te zien, ook al zijn de
itu hanya dapat dilakukan dalam voorwaarden voor rechtmatige
hal-hal atau keadaan-keadaan tertentu uitoerening daarvan vervult” (ada
sebagaimana ditentukan dalam kebebasan kebijaksanaan (wewenang
peraturan dasarnya. diskresi dalam arti sempit) bila peraturan
3. Wewenang bebas, yakni terjadi ketika perundang-undangan memberikan
peraturan dasarnya memberi kebebasan wewenang tertentu kepada organ
kepada badan atau pejabat tata usaha pemerintahan sedangkan organ tersebut
negara untuk menentukan sendiri bebas untuk (tidak) menggunakannya
mengenai isi dari keputusan yang akan meskipun syarat-syarat bagi
dikeluarkannya atau peraturan penggunaannya secara sah dipenuhi).
dasarnya memberikan ruang lingkup Mengenai kebebasan penilaian
kebebasan kepada pejabat tata usaha dikatakan: ”Beoordelingsvrijheid (ook
negara yang bersangkutan. wel discretionare bevoegdheid in
Terkait dengan wewenang bebas oneigenlijke zin) bestaat voorzover het
(diskresi) yang dimiliki oleh aparatur rechtens ann het bestuursorgaan in
pemerintah, maka wewenang bebas overgelaten om zeltrstanding en exclusier
(diskresi) ini merupakan konsekuensi dari te beoordelen or de voorwaarden voor
een rechtmatige uitoepening van een
26 bevoegdheid rijn vervuld” (kebebasan

179 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
penilain (wewenang diskresi dalam arti (ultra vires, detournement de pouvoir,
yang tidak sesungguhnya) ada sejauh abuse the power) sehingga berakibat pada
menurut hukum diserahkan kepada organ tidak sahnya tindakan pejabat/badan
pemerintahan untuk menilai secara administrasi negara, yaitu:29
mandiri dan eksklusif apakah
syarat-syarat bagi pelaksanaan suatu a. Mengabaikan persyaratan-persyaratan
wewenang secara sah telah dipenuhi).27 yang ditentukan dalam prosedurnya.
2.3. Penyalahgunaan Wewenang Ada kemungkinan penggunaan
Dalam Tindakan Pemerintahan wewenang yang salah oleh
pejabat/badan administrasi negara (di
Terkait dengan parameter suatu luar wewenangnya atau sudah tidak
tindakan pemerintah dapat dikatakan berwenang lagi). Hal ini dapat terjadi
sebagai penyalahgunaan wewenang karena misalnya pejabat/badan
(détournement de pouvoir atau abuse of administrasi negara mendapatkan
power), setiap tindakan pemerintah tentu delegasi wewenang, padahal peraturan
didasarkan pada wewenang yang dimiliki. umum tidak membolehkan adanya
Adanya wewenang pemerintahan ini pendelegasian wewenang itu. Dapat
didasarkan pada asas legalitas, karena pula terjadi, wewenangnya sudah
substansi dari asas legalitas adalah dicabut dan dialihkan kepada
wewenang itu sendiri. Dikatakan pejabat/badan administrasi negara yang
demikian karena melalui wewenang yang lain.
diberikan, maka aparatur pemerintah b. Suatu tindakan bukan menjadi
memiliki legalitas untuk wewenang pejabat atau badan
menyelenggarakan tindakan hukum administrasi negara yang bersangkutan.
tertentu. Ada kemungkinan tindakan
pejabat/badan administrasi negara itu
Konsep penyalahgunaan wewenang memang merupakan wewenangnya,
diantara pakar hukum masih berbeda namun dalam penggunaannya
mengenai bentuknya. Sjachran Basah melampaui wewenang yang ada
menyebutkan bentuk penyalahgunaan padanya; atau penggunaannya itu tidak
wewenang terdiri dari perbuatan sesuai menurut hukum.
administrasi negara yang melawan c. Suatu tindakan dilarang oleh peraturan
hukum (onrechtmatige overheidsdaad), untuk dilakukan. Tindakan
perbuatan administrasi negara yang pejabat/badan administrasi negara itu
menyalahgunakan wewenang ternyata dilakukan dengan tujuan salah
(detournement de pouvoir atau ultra vires) atau keliru, dengan alasan-alasan yang
dan perbuatan administrasi negara yang tidak logis dan secara substansial tidak
sewenang-wenang (abus de droit).28 dipertimbangkan dengan cukup
Lebih lanjut Asep Warlan Yusuf rasional dan relevan. Dengan perkataan
menyebutkan ciri-ciri tindakan lain terlah terjadi pelanggaran hukum
pejabat/badan administrasi negara yang atau tindakan tersebut berada di luar
merupakan penyalahgunaan wewenang hukum yang berlaku dengan cukup
rasional.
27
Philipus M. Hadjon (Philipus M. Hadjon II), Tindakan penyalahgunaan
Pemerintahan Menurut Hukum (Wet-En wewenang yang dilakukan oleh aparatur
Rechtmatig Bestuur), Penerbit Yuridika,
Surabaya, 1993, h. 2-3. 29
Asep Warlan Yusuf, Silabus Hukum
28
Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolok Ukur Administrasi Negara, Bahan Kuliah, Fakultas
Badan Peradilan Administrasi di Indonesia, Hukum Universitas Katolik Parahyangan,
Alumni, Bandung, 1985, h. 238-239. Bandung, 2006, , h. 25-26.

180 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
pemerintah karena tindakan yang prosedur termasuk dalam kategori cacat
dilakukan tersebut tidak sesuai dengan prosedur.
maksud dan tujuan dari wewenang yang
diberikan. Hal ini berarti aparatur yang Tindakan penyalahgunaan
bersangkutan secara normatif memiliki wewenang dapat terjadi pada jenis
wewenang untuk melaksanakan tindakan wewenang terikat dan jenis wewenang
dimaksud. Tindakan aparatur pemerintah bebas sebagaimana yang telah
dikategorikan sebagai tindakan dikemukakan sebelumnya. Tindakan
sewenang-wenang apabila tindakan penyimpangan dari wewenang terikat
dimaksud dilaksaksanakan di luar terjadi karena tindakan itu tidak sesuai
wewenang yang diberikan oleh peraturan dengan tujuan wewenang sebagaimana
perundang-undangan. yang telah diatur secara jelas dalam
peraturan perundang-undangan,
Lebih lanjut hal ini dikemukakan sedangkan tindakan penyimpangan dari
oleh Sjachran Basah yang membedakan wewenang bebas pun diukur berdasarkan
antara tindakan penyalahgunaan tingkat pelaksanaan wewenang dengan
wewenang dengan tindakan tujuan yang dicapai.
sewenang-wenang, yang menyatakan
bahwa penyalahgunaan wewenang Terhadap suatu tindakan pemerintah
(detournement de pouvoir) mengandung yang dapat diklasifikasikan sebagai
pengertian ”perbuatan pejabat yang tidak penyalahgunaan wewenang, maka
sesuai dengan tujuan tetapi masih dalam parameter pengujiannya bahwa tindakan
lingkungan ketentuan peraturan pemerintah dimaksud dalam
perundang-undangan. Tindakan menggunakan wewenang untuk tujuan
sewenang-wenang (abus de lain dari maksud diberikannya wewenang
droit/willekeur) merupakan perbuatan tersebut. Dalam sistem hukum Indonesia,
pejabat yang tidak sesuai dengan tujuan parameter ini pernah ada dalam Pasal 53
di luar ketentuan peraturan ayat (2) butir b Undang-Undang Nomor 5
perundang-undangan. 30 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha
Negara.
Terkait dengan penyalahgunaan
dalam sistem hukum di Indonesia,
pengertian penyalahgunaan wewenang 3. Prinsip Good Governance Sebagai
untuk melakukan tindakan-tindakan yang Dasar Pengujian Adanya
bertentangan dengan kepentingan umum Tindakan Penyalahgunaan
(ditujukan untuk kepentingan pribadi dan Wewenang
kelompok) serta penyalahgunaan 3.1. Parameter Pengujian Tindakan
wewenang yang ditujukan untuk Penyalahgunaan Wewenang
kepentingan umum, tetapi menyimpang
dari tujuan kewenangan sebagaimana Penyalahgunaan wewenang
diatur dalam peraturan (detournement de pouvoir/abuse of
perundang-undangan yang dapat power) merupakan tindakan aparatur
diterapkan di Indonesia. Penyalahgunaan pemerintah yang menggunakan
wewenang dimaksud diuji dengan wewenang tidak sebagaimana mestinya,
menggunakan parameter asas spesialitas dapat terjadi pada wewenang
sebagai cacat substansi dari tindakan pemerintahan yang bersifat terikat
aparatur pemerintah. Sementara maupun bebas. Dalam hal ini,
penyalahgunaan wewenang yang penggunaan wewenang tersebut, baik
disebabkan oleh penyalahgunaan wewenang terikat dan wewenang bebas
untuk tujuan lain dari tujuan wewenang
30
Sjachran Basah, Op. Cit., h. 223. sebagaimana diatur dalam peraturan

181 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
perundang-undangan. legalitas tindakan pemerintahan. Untuk
Tindakan penyalahgunaan pengujian tindakan penyalahgunaan
wewenang tentunya dilakukan oleh wewenang yang disebabkan oleh
aparatur pemerintah. Dikatakan demikian, tindakan penyimpangan terhadap
karena yang dapat melakukan tindakan wewenang bebas, parameter pengujian
penyalahgunaan wewenang hanyalah berdasarkan Asas-Asas Umum
pemegang wewenang yang bersifat Pemerintahan Yang Baik (AAUPB).
hukum publik, yaitu aparatur pemerintah. Penggunaan AAUPB sebagai parameter
Subjek hukum lain yang tidak memiliki pengujian didasarkan pada pertimbangan
wewenang tidak mungkin melakukan bahwa penggunaan wewenang bebas
tindakan penyalahgunaan wewenang, dalam tindakan pemerintahan tidak dapat
karena tindakan subjek hukum selain diukur dengan parameter wetmatigheid
aparatur pemerintahan merupakan (berdasarkan peraturan perundang-
perbuatan melawan hukum (onrechtmatig undangan).
= hukum perdata, wedderrechtelijk =
hukum pidana). Pengujian penyalahgunaan
Konsep penyalahgunaan wewenang wewenang terhadap wewenang terikat
berada dalam ranah Hukum Administrasi. merupakan pengujian legalitas tindakan
Oleh karena itu, pengujian terhadap pemerintahan secara substantif. Untuk
adanya penyalahgunaan wewenang harus menguji tindakan penyalahgunaan
menggunakan pendekatan dalam Hukum wewenang dilakukan dengan
Administrasi. Hukum Administrasi untuk menggunakan asas spesialitas (asas
komponen ”hukum untuk tujuan).
penyelenggaraan pemerintahan” Legalitas tindakan pemerintahan
berkaitan dengan norma-norma tentang menurut Philipus M. Hadjon31 meliputi
wewenang pemerintahan, dan Wewenang, Prosedur, dan Substansi.
komponen ”hukum oleh pemerintah” Selanjutnya dijelaskan bahwa ”Tidak
yang berkaitan dengan keputusan terpenuhinya tiga komponen legalitas
pemerintah dan parameter untuk menguji tersebut mengakibatkan cacat yuridis
keabsahan keputusan pemerintah. suatu tindakan pemerintahan. Cacat
Dengan demikian, penyalahgunaan yuridis menyangkut wewenang, prosedur
wewenang sebagai konsep dalam Hukum dan substansi.
Administrasi harus diuji dengan Setiap tindakan pemerintahan
menggunakan parameter Hukum diisyaratkan harus bertumpu atas
Administrasi. kewenangan yang sah. Kewenangan itu
Sebagaimana yang telah diperoleh melalui tiga sumber, yaitu:
dikemukakan di atas, tindakan atribusi, delegasi dan mandat. Asas
penyalahgunaan wewenang merupakan umum prosedur bertumpu atas tiga
tindakan pemerintahan yang landasan utama hukum administrasi,
menyimpang dari tujuan wewenang. yaitu: asas negara hukum, asas demokrasi
Pengujian terhadap tindakan penyalah- dan asas instrumental.
gunaan wewenang dilakukan untuk Legalitas atau keabsahan tindakan
menguji ada tidaknya tindakan pemerintahan dilakukan dengan
pemerintahan tidak sesuai dengan tujuan menggunakan parameter wewenang,
wewenang. prosedur dan substansi. Akibat dari tidak
terpenuhinya parameter wewenang,
Pengujian tindakan penyalahgunaan
wewenang yang disebabkan oleh 31
Philipus M. Hadjon, Kebutuhan Akan
penyimpangan terhadap wewenang Hukum Administrasi Umum dalam buku
terikat, parameter pengujian berdasarkan Philipus M. Hadjon, et.al. I, Op. Cit., h. 22

182 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
prosedur dan substansi, maka tindakan atau suatu rencana tindak pemerintahan
pemerintahan dimaksud memiliki cacat dan mewajibkan untuk memberikan
yuridis. Cacat yuridis suatu tindakan penjelasan kepada masyarakat atas hal
pemerintahan dapat diklasifikasi dalam yang diminta. Keterbukaan
tiga macam, yaitu: cacat wewenang, pemerintahan memungkinkan
cacat prosedur dan cacat substansi.32 peranserta masyarakat dalam
pengambilan keputusan.
a. Cacat Wewenang
Keabsahan wewenang merupakan Asas instrumental meliputi asas
syarat yang harus dipenuhi dalam efisiensi (doelmatigheid: daya guna)
tindak pemerintahan, artinya tindak dan asas efektivitas (doeltreffenheid:
pemerintahan harus didasarkan pada hasil guna). Dewasa ini mungkin
norma wewenang yang diterima, baik masih banyak prosedur di bidang
yang diperoleh secara atribusi, delegasi, pemerintahan di Indonesia yang masih
maupun mandat. Wewenang atribusi belum berdaya guna dan berhasil guna.
bersumber dari undang-undang dasar Dalam hubungan itu deregulasi di
dan minimal dari undang-undang, bidang pemerintahan khususnya
wewenang delegasi merupakan menyangkut prosedur pemerintahan
wewenang yang dilimpahkan dari masih sangat dibutuhkan yang masih
wewenang atribusi, sedangkan menunjukkan beberapa segi yang tidak
wewenang mandat merupakan efisien dan tidak efektif.
wewenang yang diserahkan c. Cacat Substansi
pelaksanaan tugas kepada bawahan. Aspek substansial
Mengenai wewenang atribusi, delegasi menyangkut ”apa” dan ”untuk apa”.
dan mandat telah dikemukakan Cacat substansial ”apa” merupakan
sebelumnya. tindakan sewenang-wenang; cacat
substansial ”untuk apa” merupakan
b. Cacat Prosedur tindakan penyalahgunaan wewenang.33
Asas umum prosedur bertumpu Kekuasan pemerintahan yang
atas tiga landasan utama hukum berisi wewenang pengaturan dan
administrasi, yakni asas negara hukum, pengendalian kehidupan masyarakat,
asas demokrasi dan asas instrumental. dibatasi secara substansial. Sebagai
Asas negara hukum dalam contoh misalnya: wewenang
prosedur utamanya berkaitan dengan menetapkan Pajak Bumi dan
perlindungan hak-hak dasar, misalnya Bangunan (PBB), secara substansial
hak untuk tidak menyerahkan dokumen dibatasi pada luas tanah dan luas
yang sifatnya privacy. bangunan dan tidak menyangkut isi
Asas demokrasi dalam prosedur rumah tersebut. Aspek substansial
berkenaan dengan asas keterbukaan menyangkut ”apa” dan ”untuk apa”.
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Cacat substansial menyangkut ”apa”
Asas keterbukaan mewajibkan merupakan tindakan
pemerintah untuk secara aktif sewenang-wenang; cacat substansial
memberikan informasi kepada menyangkut ”untuk apa” merupakan
masyarakat tentang suatu permohonan tindakan penyalahgunaan wewenang.
Untuk menguji suatu tindakan
pemerintahan sebagai tindakan
32
Philipus M. Hadjon, Kisi-Kisi Hukum penyalahgunaan wewenang, parameter
Administrasi Dalam Konteks Tindak yang digunakan adalah cacat substansi
Pidana Korupsi, dalam Philipus M. Hadjon,
et.al., II, Op. Cit, h. 17-19. 33
Ibid, h. 23-24.

183 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
dalam tindakan pemerintahan. Cacat disebabkan oleh tindakan penyimpangan
substansi dari suatu tindakan terhadap wewenang bebas dengan
pemerintahan dapat berupa tindakan parameter pengujian berdasarkan
dimaksud sebagai sewenang-wenang Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang
maupun penyalahgunaan wewenang. Baik (AAUPB). AAUPB merupakan
Hakikat dalam pengujian tindakan norma perilaku aparat (overheid gedrag)
sewenang-wenang dengan menggunakan yang didasarkan pada norma-norma
aspek substansial menyangkut ”apa” dari umum perilaku yang baik (algemene
tindakan pemerintahan yang menyimpang normen van goed overheidsgedrag).
dari logika atau rasionalitas. Sementara
hakikat dalam pengujian tindakan Menurut Philipus M. Hadjon,
penyalahgunaan wewenang dengan AAUPB harus dipandang sebagai
menggunakan aspek substansial norma-norma hukum tidak tertulis, yang
menyangkut ”untuk apa” dari tindakan senantiasa harus ditaati oleh pemerintah,
pemerintahan, apakah pelaksanaannya meskipun arti yang tepat dari AAUPB
wewenang sesuai dengan tujuan bagi tidak keadaan tersendiri tidak selalu
diberikannya wewenang itu atau tidak. dapat dijabarkan dengan teliti. Dapat pula
Secara substansial Specialiteits dikatakan, bahwa AAUP adalah asas-asas
beginsel mengandung makna bahwa hukum tidak tertulis, dari mana untuk
setiap kewenangan mengandung suatu keadaan-keadaan tertentu dapat ditarik
tujuan tertentu. Dalam kepustakaan aturan-aturan hukum yang dapat
hukum Administrasi sudah lama dikenal diterapkan.35
asas ”Zuiverheid van oogmerk” AAUPB pada hakekatnya
(ketajaman arah atau tujuan). merupakan asas-asas hukum tidak tertulis
Menyimpang dari asas ini lahirlah yang pada mulanya dihasilkan dari
detournement de pouvoir. Menurut penelitian putusan-putusan hakim atau
Tatiek Sri Djatmiati, 34 Specialiteits yurisprudensi di negeri Belanda, R.
beginsel dari segi substansi dapat Crince Le Roy pada pada penataran
diterjemahkan dalam bahasa hukum lanjutan Hukum Tata Negara – Hukum
Indonesia dengan ”asas tujuan”. Tata Pemerintahan di Fakultas Hukum
Mengenai pengujian tindakan Universitas Airlangga tahun 1976
penyalahgunaan wewenang yang mengemukakan sebelas asas
disebabkan oleh tindakan penyimpangan pemerintahan yang baik (principle of
terhadap wewenang bebas dengan good administration) dan yang oleh
parameter pengujian berdasarkan Kuntjoro Purbopranoto di Indonesia
Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang menambah dua asas lagi, yaitu :36
Baik (AAUPB) akan dibahas kemudian.
AAUPB merupakan norma perilaku
aparat (overheid gedrag) untuk 35
Philipus M. Hadjon, et.al., Pengantar Hukum
mengawasi tindakan pemerintahan yang Administrasi Indonesia (Introduction to the
tidak baik. Indonesian Administrative Law), Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 2002, h. 270.
3.2. Pengujian Penyalahgunaan (selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon, et.al.
Wewenang Dengan Good III)
Governance 36
Paulus E. Lotulung, Tata Kepemerintahan
Mengenai pengujian tindakan Yang Baik (Good Governance) dalam
penyalahgunaan wewenang yang Korelasinya dengan Hukum Administrasi,
dalam buku Philipus M. Hadjon, et.al. I, Op.
34
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati I, Cit, h. 43; Ateng Syafrudin, Asas-Asas
Op. Cit., h. 9. Pemerintahan Yang Layak Pegangan Badi
Pengabdian Kepala Daerah, Pidato

184 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
1. Asas kepastian hukum (principle of bahwa ”Alasan-alasan yang dapat
legal security); digunakan dalam gugatan sebagaimana
2. Asas keseimbangan (principle of dimaksud pada ayat (1) adalah:
proportionality);
3. Asas kesamaan (dalam pengambilan a. Keputusan Tata Usaha Negara yang
keputusan pangreh) – (principle of digugat itu bertentangan dengan
equality); peraturan perundang-undangan yang
4. Asas bertindak cermat (principle of berlaku;
carefulness) b. Keputusan Tata Usaha Negara yang
5. Asas motivasi untuk setiap digugat itu bertentangan dengan
keputusan pangreh (principle of asas-asas umum pemerintahan yang
motivation); baik”.
6. Asas jangan mencampuradukan Dalam Penjelasan Pasal 53 ayat (2)
kewenangan (principle of non huruf b Undang-Undang Nomor 9 Tahun
misuse of competence); 2004 menyebutkan bahwa ”Yang
7. Asas permainan yang layak dimaksud dengan ”asas-asas umum
(principle of fairplay); pemerintahan yang baik” adalah meliputi
8. Asas keadilan atau kewajaran asas kepastian hukum, tertib
(principle of reanonableness or penyelenggaraan negara, keterbukaan,
prohibition of arbitrariness); proporsionalitas, profesionalitas,
9. Asas menanggapi pengharapan yang akuntabilitas,
wajar (principle of meeting raised
expectation); sebagaimana dimaksud dalam
10. Asas meniadakan akibat-akibat Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
suatu keputusan yang batal tentang Penyelenggara Negara yang
(principle of undoing the Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi
consequences of an annulled dan Nepotisme.
decision); AAUPB atau yang disebut dengan
11. Asas perlindungan atas pandangan principle of good administration
hidup (cara hidup) pribadi (principle sebagaimana dikemukakan di atas, dalam
of protecting the personal way of pendekatan hukum administrasi memiliki
life); kesamaan dengan karakteristik good
12. Asas kebijaksanaan (sapienta); governance sebagaimana oleh G.H.
13. Asas penyelenggaraan kepentingan Addink disebut sebagai principle of
umum (principle of public service). Good Governance. Dibagi dalam 8
Secara normatif, AAUPB diatur kategori, antara lain :37
dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang a. Principle of proper administration;
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan b. Principle of public participation in the
Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun administration;
1986 tentang Peradilan Tata Usaha c. Principle of transparent
Negara, yang menyebutkan administration;
d. Principle of accountable
Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar
pada Fakultas Hukum Universitas Katolik
Parahyangan dalam buku Himpunan Makalah 37
G.H. Addink, Principle of Good Governance
Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik, dan lampiran makalah yang disampaikan
penyusun Paulus E. Lotulung, Lembaga dalam Lokakarya Hukum Administrasi dan
Penelitian dan Pengembangan Hukum Korupsi yang diselenggarakan oleh Fakultas
Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti, Hukum Universitas Airlanga, 28-30 Oktober
Bandung, 1994, h. 38-39. 2008.

185 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
administration; Ada dua alasan yang mendasar
e. Principle of effective administration; dalam penggunaan istilah
f. Principle of human rights maladministrasi sebagaimana
administration. dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon
dan Tatiek Sri Djatmiati, yaitu :39
Penyalahgunaan wewenang 1. to make a clear distinction between the
merupakan larangan dalam principle of criteria of review as conducted by the
proper administration, dan pengujiannya administrative court and the criteria of
pun menggunakan asas specialitas. review as conducted by the National
Larangan adanya penyalahgunaan Ombudsman. The criteria of review of
wewenang terkait dengan aspek tujuan administrative action by the
wewenang, tujuan yang salah, administrative court is based the
penggunaan yang tepat serta secara principle of legality.
konsisten dengan tujuan wewenang. 2. The concept of maladministration is
Pengujian penyalahgunaan related to administrative behaviour.
wewenang berdasarkan principle of Maladministration as derived from
proper administration yang merupakan Latin mal – malum meaning bad or
bagian dari principle of good governance evil and administration – administrare
dengan menggunakan asas spesialitas meaning service. In thus sense,
sebagaimana dikemukakan di atas, maldministration stands for bad
merupakan parameter untuk mengetahui service.
ada tidaknya tindakan penyalahgunaan Tindakan penyalahgunaan
wewenang. Suatu tindakan pemerintahan wewenang merupakan salah satu
dikategorikan sebagai tindakan indikator tindakan maladministrasi.
penyalahgunaan wewenang, maka Tindakan maladministrasi memiliki
tindakan pemerintahan dimaksud kaitan erat dengan sikap dan perilaku
termasuk dalam kategori tindakan aparatur pemerintahan. Hal ini berarti,
maladministrasi. tindakan penyalahgunaan wewenang
merupakan perilaku aparatur
Mengenai istilah maladministrasi, pemerintahan yang tidak baik dan
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri bertentangan dengan konsep good
Djatmiati berpendapat bahwa ”The governance.
concept of maladministration is related to
administrative behavior.
Maladministration as derived from Latin C. P E N U T U P
mal – malum meaning bad or evil and
administration – administrare meaning
service. In thus sense, maladministration Good Governance dalam perspektif
stands for bad service”.38 hukum administrasi dilandasi pada asas
negara hukum dan asas demokrasi. Good
Governance berkaitan dengan aktivitas
38
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, pelaksanaan fungsi pemerintah untuk
Maladministrasi Sebagai Dasar Penilaian kepentingan.
Perilaku Administrasi (Maladministration as
the Criteria of Review of Administrative Penyalahgunaan wewenang
Behaviour), disampaikan dalam Seminar merupakan tindakan pemerintahan yang
Non-Judicial Enforcement of Human Rights
and Good Governance: The Ombudsman –
And The Human Rights Commissions in a disebut Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri
Comparative Perspective, Kerjasama Djatmiati II).
Universitas Airlangga – Universiteit Utrecht, 39
Ibid.
Surabaya, 15-17 April 2004. (selanjutnya

186 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
tidak sesuai dengan tujuan pemberian Disertasi, Program
wewenang. Penyalahgunaan wewenang Pascasarjana Universitas
dapat terjadi terhadap wewenang terikat Airlangga, Surabaya, 2004.
dan wewenang bebas. Parameter
pengujian penyalahgunaan wewenang ________________, Faute Personelle
dari wewenang terikat dengan legalitas dan Faute De Service Dalam
tindakan pemerintahan, sedangkan Tanggung Gugat Negara,
penyalahgunaan wewenang dari Yuridika, Vol. 19 No. 4, Juli –
wewenang bebas dengan menggunakan Agustus 2004.
Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Goesniadhie S., Kusnu, 2010,
Baik (AAUPB). AAUPB merupakan Harmonisasi Sistem Hukum,
principle of proper administration yang Mewujudkan Tata
merupakan bagian principles of good Pemerintahan Yang Baik,
governance. Melalui principle of proper Nasa Media, Malang.
administration, pengujian terhadap
tindakan penyalahgunaan wewenang Hadjon, Philipus M., 1993,
dilakukan dengan menggunakan asas Pemerintahan Menurut
legalitas. Hukum (Wet-En Rechtmatig
Bestuur), Penerbit Yuridika,
DAFTAR PUSTAKA Surabaya.
_________________, Tentang
Wewenang, Yuridika, No. 5&6
Addink, G.H., Principle of Good Tahun XII, Sep-Des l997.
Governance dan lampiran
makalah yang disampaikan _________________, et.al., 2002,
dalam Lokakarya Hukum Pengantar Hukum
Administrasi dan Korupsi yang Administrasi Indonesia
diselenggarakan oleh Fakultas (Introduction to the
Hukum Universitas Airlanga, Indonesian Administrative
28-30 Oktober 2008. Law), Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Basah, Sjachran, 1985, Eksistensi dan
Tolok Ukur Badan Peradilan _________________, et.al, 2010,
Administrasi di Indonesia, Hukum Administrasi dan
Alumni, Bandung. Good Governance, Penerbit
Universitas Trisakti, Jakarta.
Bell, John, General Report on Legal
Means for Eliminating _________________, et.al., 2011,
Corruption in the Public Hukum Administrasi dan
Service, makalah. Tindak Pidana Korupsi,
Gajah Mada University Press,
Black, Henry Campbell, 1979, Black’s Jogjakarta.
Law Dictionary, Fifth Edition,
St. Paul, Minn West Publishing. Huisman, R.J.H.M., Algemene
Bestuursrecht, een inleiding,
Brouwer J.G dan Schilder, 1998, A Amsterdam; Kobra, tt.
Survey of Ductch
Administrative Law, Ars Aequi Indroharto, 1993, Usaha Memahami
Libri, Nijmegen, l998. Undang-Undang tentang
Peradilan Tata Usaha Negara,
Djatmiati, Tatiek Sri, Prinsip Izin Usaha Buku I, Pustaka Sinar Harapan,
Industri Di Indonesia, Jakarta.

187 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7
Le Roy, R. Crince, 1986, Bestuur en Governance, Yayasan Obor
Norm, Bundel Opstellen Indonesia, Jakarta.
Opgedragen aan, R. Crince Le
Roy, Kluwer-Deventer. van Wijk. H.D./ Konijnenbelt, Willem,
1995, Hoofdstukken van
Lembaga Administrasi Negara dan Badan Administratief Recht, Utrecht :
Pengawasan Keuangan dan Uitgeverij Lemma BV.
Pembangunan, Akuntabilitas
dan Good Governance, Wairocana, I.G. Ngurah, Implementasi
Jakarta, 2000. Good Governance Dalam
Pelaksanaan Pemerintahan
Lotulung, Paulus E., 1994, Himpunan Daerah di Bali, Disertasi,
Makalah Asas-Asas Umum Universitas Airlangga,
Pemerintahan Yang Baik, Surabaya, 2005.
Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Hukum Wasistiono, Sadu, 2003, Kapita Selekta
Administrasi Negara, Citra Penyelenggaraan
Aditya Bakti, Bandung. Pemerintahan Daerah, edisi
II, Fokusmedia, Bandung.
Lotulung, Paulus E., 2013, Hukum Tata
Usaha Negara dan Widodo, Joko, 2001, Good Governance,
Kekuasaan, Penerbit Salemba Insan Cendekia, Surabaya.
Humanika, Jakarta.
Prodjohamidjojo, Martiman, 2001,
Penerapan Pembuktian
Terbalik dalam Tindak
Pidana Korupsi, Mandar Maju,
Bandung.
Seno Adji, Indriyanto, Perspektif Ajaran
Perbuatan Melawan Hukum
Terhadap Tindak Pidana
Korupsi, Jurnal Hukum Pro
Justisia, Oktober 2007, Volume
25 No. 4.
Seno Adji, Indriyanto, 2009, Korupsi
dan Penegakan Hukum,
Diadit Media, Jakarta.
Stroink, F.A.M. en Steenbeek, J.G.,
1985, Inleiding in Het
Staats-en Administratief Recht,
Samson H.D. Tjeenk Willink,
Alphen aan den Rijn.
Stout, H.D., 1994, De Betekenissen
van de Wet, W.E.J. Tjeenk
Willink, Zwolle.
Sumarto, Hafifah Sj., 2003, Inovasi,
Partisipasi dan Good

188 | S A S I V o l . 2 3 N o . 2 , J u l i - D e s e m b e r 2 0 1 7

You might also like