Professional Documents
Culture Documents
Faktor-Faktor Internal Individual Dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi Pada Konsultan Pajak Di Kota Surabaya
Faktor-Faktor Internal Individual Dalam Pembuatan Keputusan Etis: Studi Pada Konsultan Pajak Di Kota Surabaya
Article history: This study aims to examine the influence of individual factors (perception of the
received 15 Nov 2015 importance of ethical and social responsibility; machiavellianism; ethical reasoning) toward
revised 25 Feb 2016 ethical decision making of tax consultants. This study used 50 tax consultants as the study
accepted 17 Mar 2016 samples in Tax Consultant Office in Surabaya. The method of data analysis using
regression analysis. This study reveals perception of the importance of ethical and social
responsibility have positive influence toward ethical decision making by tax consultant,
machiavellianism have negative influence toward ethical decision making by tax consultant
Keywords: and ethical reasoning have positive imfluence toward ethical decision making. The
Perception, Ethics, implication of this study is a person who has a high perception of the importance of ethical
Social Responsibility, and responsibility supporting that person to conduct ethical decision making. The General
Machiavellianism, Director of Taxation or the official which is delegated in issuing tax practical license
Ethical Reasoning,
Ethical Decision Making
needed to conduct a machiavellianism trait test from tax consultant itself. Besides, it also
takes to be ensured that the tax consultant who have had the licence is an individual who
has a high moral maturity (post conventional stage), so that the possibilities will be less to
approve the non-ethical act and more independent in decision making which is related to
ethical dilemma.
© 2016 JAI. All rights reserved
sar 53,6%. Tingkat kesalahan ini cukup tinggi pajak, yang adalah pemilik bisnis yang didominasi
sehingga bisa jadi menjadi alasan kenapa wajib pajak kecil, lebih setuju dengan rekomendasi konservatif
menggunakan jasa konsultan pajak dalam perhi- yang diberikan oleh konsultan pajak. Menariknya,
tungan pajaknya. Menurut Sugianto (Jawa Pos, 2008), wajib pajak juga setuju, meskipun kurang kuat,
jasa konsultasi pajak terus berkembang dan semakin dengan rekomendasi agresif dari konsultan pajak
diminati wajib pajak. Sugianto (Jawa Pos, 2008) juga mereka. Sekjen Komwas Perpajakan dalam Achmad
mengatakan tahun 2008, secara kumulatif, jasa (2014) menyatakan:
konsultasinya melayani lebih dari 150 perusahaan,
”Profesi ideal konsultan pajak harus memiliki inde-
dengan sekitar 500 penugasan dan trendnya terus pendensi, profesionalisme, dan integritas dalam men-
meningkat. jalankan bisnis industrinya”.
Sugiono menyatakan maraknya pengguna jasa
konsultan pajak juga disebabkan banyaknya aturan Konsultan pajak memiliki kode etik untuk men-
baru yang terbit tahun 2008 (Jawa Pos, 2008). Devos jaga independensi, profesionalisme, dan integritasnya
(2012) menyatakan wajib pajak menggunakan kon- dalam menjalankan profesinya. Disisi lain, studi Tan
sultan pajak—untuk mewakilinya—dengan sejumlah (1999) menunjukkan bahwa ada kecenderungan bagi
alasan. Alasan-alasan yang dinyatakan Devos (2012) klien yang tidak setuju dengan rekomendasi kon-
antara lain: keinginan untuk melaporkan SPT yang sultan pajaknya dan memilih untuk mengakhiri
akurat terutama karena kurangnya pengetahuan penggunaan jasanya, meskipun tidak ada bukti yang
pajak mereka berdasarkan kompleksitas hukum jelas untuk menunjukkan bahwa ini hanya terjadi
pajak saat ini, keinginan untuk meminimalkan pajak ketika keinginan mereka untuk rekomendasi kon-
mereka yang diwajibkan untuk dibayar, ketakutan servatif tidak terpenuhi. Disinilah dibutuhkan pem-
mereka akan membuat kesalahan dan dikenai sanksi, buatan keputusan etis oleh seorang konsultan pajak.
atau hanya karena kurangnya waktu untuk menye- Blanthorne et al. (2014) menyatakan bahwa isu ini
lesaikannya. Cash et al. (2007) menyatakan kon- muncul sebagai akibat dari adanya masalah dual
sultan pajak harus terus memberikan pelayanan agency pada hubungan antara konsultan pajak dengan
terbaik yang mereka bisa untuk kliennya, termasuk klien; di satu sisi konsultan pajak perlu membina
pengurangan pajak ketika hal itu dapat dilakukan hubungan baik dengan klien, namun disisi lain
dengan cara yang etis dan berdasarkan hukum dan konsultan pajak memiliki kewajiban untuk mematuhi
dalam kepentingan terbaik dari klien. peraturan pajak.
Gupta (2015) menemukan bahwa klien lebih Purnamasari (2006) memaparkan bahwa kepri-
memilih penjelasan yang terbatas dari implikasi badian individu mempengaruhi perilaku etis. Pene-
peraturan perpajakan terkait dengan urusan pajak litian terkait dengan perilaku etis telah banyak
mereka dan kewajiban mereka berdasarkan hukum dilakukan. Penelitian yang meneliti perilaku etis
pajaknya. Studi Tan (1999) menemukan bahwa wajib mahasiswa dan akuntan dilakukan oleh Richmond
105
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
(2001), Chrismastuti dan Purnamasari (2004), Anton Kota Surabaya merupakan kota metropolitan
(2012), Sari et al. (2012) dan Arif et al. (2014). kedua setelah ibu kota Jakarta. Kota Surabaya
Sementara, penelitian yang meneliti perilaku etis memiliki beragam kebudayaan dari Madura, Islam,
auditor dalam menghadapi dilema etika dan konflik Arab, Tionghoa, dan etnis lainnya yang berdiam di
yang dapat menurunkan independensi, seperti Nug- Surabaya. Keanekaragaman budaya inilah yang
rahaningsih (2005), Purnamasari (2006), Pramono menarik untuk diuji kembali faktor internal individu
dan Ario (2009), Safitri (2013). Penelitian perilaku konsultan pajaknya di kota Surabaya. Selain itu,
etis wajib pajak pernah dilakukan oleh Ramadhani terdapat kemungkinan hasil penelitian yang berbeda
(2015). Penelitian perilaku etis konsultan pajak dalam terkait dengan faktor internal individu konsultan
menghadapi dilema etika dan konflik yang dapat pajak di lingkungan budaya atau masyarakat di kota
menurunkan independensi dilakukan oleh Burns dan Surabaya.
Kiecker (1995), Shafer dan Simmons (2008), Bobek
et al. (2010), Doyle et al. (2013), Doyle et al. (2014),
Hughes et al. (2016). Di Indonesia juga telah TINJAUAN LITERATUR DAN
dilakukan oleh Jiwo (2011), dan Krismanto (2014). PERUMUSAN HIPOTESIS
Jiwo (2011) meneliti konsultan pajak di KAP di kota
Semarang, sedangkan Kris-manto (2014) meneliti Teori Pengambilan Keputusan Etis dan Teori
konsultan pajak dan staff pajak di beberapa Kantor Perkembangan Moral
Konsultan Pajak Bandung.
Studi ini merupakan penelitian replikasi dari Definisi keputusan etis menurut Sparks dan Pan
Shafer dan Simmons (2008) dan Jiwo (2011), dengan (2009) “ethical decision is an individual’s selection of
menguji kembali pengaruh faktor-faktor yang the most ethical decision among the different
mempengaruhi pembuatan keputusan etis seorang alternatives.” Individu memiliki beberapa alternatif
konsultan pajak, khususnya yang berada di kota pilihan dan pemilihan yang paling etis merupakan
Surabaya. Studi ini meliputi persepsi pentingnya etika keputusan etis. Ferrell dan Gresham (1985) menyu-
dan tanggung jawab sosial, sifat machiavellian dan sun sebuah kerangka untuk memahami proses peng-
pertimbangan etis dalam pembuatan keputusan etis. ambilan keputusan etis. Model mendemonstrasikan
Dua pertimbangan yang membuat penelitian ini bagaimana riset-riset sebelumnya dapat diintegrasikan
penting dilakukan adalah karena kasus-kasus perpa- untuk mengungkapkan keputusan etis, dimoderasi
jakan yang ada telah menjadi fenomena tersendiri dengan faktor individu, signifikan dengan setting
dalam dunia perpajakan. Di Surabaya, terdapat kasus organisasi dan kesempatan untuk melakukannya.
13 konsultan pajak dijebloskan ke penjara Kerangka tersebut memberikan simpulan bahwa
(Amarullah, 2010) karena memalsukan SSP dan apabila seseorang menghadapi sebuah dilema etis,
uangnya tidak disetorkan tapi untuk keperluan maka perilaku yang muncul dipengaruhi oleh
pribadi serta berkonspirasi dengan lima PNS Pajak interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu-
yang bertugas di lingkungan Kanwil Direktorat bungan dengan individu dan faktor di luar individu.
Jenderal Pajak Jatim I Jl Jagir. Di tingkat nasional, Hunt dan Vitell (1986) mendefinisikan pengambilan
kasus dugaan korupsi pajak dan pencucian uang keputusan etis sebagai pengambilan keputusan den-
Dhana Widyatmika pada tahun 2012 melibatkan gan pemahaman mengenai sebuah tindakan benar
konsultan pajak (Beritasatu.com 2012). Perusahaan secara moral atau tidak.
(Wajib pajak) diduga melibatkan konsultan pajak dan Pengambilan keputusan etis melibatkan proses
Dhana Widyatmika (aparatur pajak) menangani penalaran etis yang di dalamnya mengolaborasi kesa-
resititusi pajak perusahaannya. daran moral dan kemampuan moral kognitif sese-
Pertimbangan lainnya adalah perbedaan budaya orang yang pada akhirnya diwujudkan di dalam
yang ada di setiap masyarakat dimana profesi itu proses tindakan sebagai bentuk implementasi kepu-
berada. Hunt dan Vitell (1986) menyebutkan kem- tusan yang diambil (Wisesa, 2011). Pengambilan
ampuan seorang profesional untuk dapat mengerti keputusan etis menurut Rest et al. (1997) adalah “a
dan sensitif akan adanya masalah-masalah etika da- psychologically structured process which causes an
lam profesinya dipengaruhi oleh lingkungan budaya individual facing an ethical dilemma to make a
atau masyarakat di mana profesi itu berada, lingku- morally right or morally wrong evaluation.” Pem-
ngan profesi, lingkungan organisasi dan pengalaman buatan keputusan etis merupakan sebuah proses
pribadi. Hudson dan Miller (2005) menemukan ada psikologis ketika menghadapi dilema etis dalam
sejumlah faktor yang mempengaruhi pengambilan membuat penilaian benar atau salah secara moral.
keputusan etis mahasiswa, salah satunya adalah latar Teori perkembangan moral menjelaskan bagaimana
belakang budaya. tahapan penalaran moral seseorang.
106
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
Studi Lawrence Kohlberg (1976) mengiden- yang terjadi, dimana konsultan pajak berfungsi untuk
tifikasi tiga tingkatan perkembangan moral. Seorang memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-
individu pada tingkat pertama (pre-conventional) undang pajak. Terkadang undang-undang pajak
perkembangan moral menganggap harapan masya- mengandung daerah 'abu-abu' atau hukum tidak jelas,
rakat menjadi eksternal untuk dirinya sendiri. Pada disitulah peran konsultan pajak diperlukan untuk
tingkat ini, outcome perilaku yang tampaknya etis memastikan tidak melanggar hukum pajak yang ada.
dapat termotivasi oleh keinginan individu untuk Perencanaan pajak/penghindaran (atau pencegahan)
menghindari hukuman atau hasilnya (outcome) terjadi ketika praktisi pajak berupaya untuk mene-
berada dalam kepentingan diri individu. Misalnya, mukan cara-cara untuk mengurangi kewajiban wajib
anak kecil biasanya berperilaku dengan cara tertentu pajak. Mardiasmo sebagaimana dikutip Jefriando
semata-mata untuk menerima imbalan atau untuk (2015) mengatakan, profesi konsultan pajak memiliki
menghindari hukuman. tanggung jawab yang besar. Sebab, konsultan pajak
Pada tingkat kedua (convensional), seorang indi- seringkali menjadi teladan bagi para wajib pajak
vidu bersangkutan dengan masyarakat, kesejahteraan sehingga harus memberikan masukan yang benar.
orang lain, dan persepsi orang lain untuk mora- Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang
litasnya. Misalnya, remaja yang umumnya dianggap disediakan oleh praktisi pajak kedalam dua jenis,
dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya yang yaitu rekomendasi kepatuhan pajak (tax compliance)
menunjukkan tingkat kedua kemampuan penalaran dan perencanaan/penghindaran pajak (tax planning/
moral. Seorang individu yang telah mencapai tingkat avoidance). Masih menurut Hughes dan Moizer
ketiga (post-conventional), dan akan bertindak atas (2015), jasa kepatuhan pajak biasanya melibatkan
nama, orang lain dalam masyarakat. Individu-individu persiapan perhitungan pajak untuk pelaporan atas
ini percaya bertindak untuk kepentingan publik dan nama wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan,
hak-hak individu yang ada secara independen dari dan berurusan dengan dan menyelesaikan setiap
masyarakat. Berdasarkan teori perkembangan moral pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian. Pada
di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat situasi ini pelibatan praktisi pajak bertujuan untuk
perkembangan moral seseorang, maka semakin tinggi memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-
tingkat moralitasnya (Jiwo, 2011). undang pajak. Sementara itu, undang-undang pajak
mungkin berisi daerah 'abu-abu' hukum tidak jelas,
Konsultan Pajak kadang-kadang situasi dimana undang-undang yang
diterapkan ambigu. Jasa perencanaan/penghindaran
Definisi konsultan pajak menurut Peraturan pajak (atau mitigasi) terjadi ketika praktisi pajak
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor mencoba untuk menemukan cara-cara untuk mengu-
111/PMK.03/2014 tentang konsultan pajak, adalah rangi kewajiban wajib pajak.
orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-
kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang konsultan
dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai pajak, pasal 3 menyatakan untuk dapat berpraktik
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. sebagai konsultan pajak, seorang konsultan pajak
Salah satu kewajiban Konsultan Pajak dalam pasal 23 yang telah memenuhi persyaratan, harus mempunyai
PMK No. 111/PMK. 03/2014 adalah memberikan izin praktik yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
jasa konsultasi kepada wajib pajak dalam melak- Pajak atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 4 ayat 1
sanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan menyatakan izin praktik yang diberikan kepada
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpa- konsultan pajak terdiri dari: izin praktik tingkat A;
jakan. Budileksmana (2000) dan Achmad (2014) izin praktik tingkat B; dan izin praktik tingkat C.
menyatakan konsultan pajak memiliki fungsi tax Pasal 4 ayat 2 menyatakan izin praktik tingkat A
consulting, tax settlement, tax mediation, attorney at diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki
tax law, dan agent of tax awareness. sertifikat konsultan pajak tingkat A. Pasal 4 ayat 3
Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang menyatakan izin praktik tingkat B diberikan kepada
disediakan oleh konsultan pajak menjadi dua jenis: konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan
kepatuhan pajak dan perencanaan pajak/penghin- pajak tingkat B.Pasal 4 ayat 4 menyatakan izin praktik
daran pajak. Kepatuhan pajak mencakup jasa yang tingkat C diberikan kepada konsultan pajak yang
melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk dise- memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat C.
rahkan mewakili wajib pajak kepada otoritas pajak Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-
yang relevan, dan berurusan dengan dan mengatasi nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang konsultan
setiap pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian yang pajak, pasal 8 menyatakan: sertifikat konsultan pajak
ada. Ini melibatkan pelaporan peristiwa ekonomi tingkat A, yaitu sertifikat konsultan pajak yang
107
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
menunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan untuk keberhasilan organisasi cenderung menjadi
jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang faktor penting dalam perilaku bisnis yang sebenarnya.
pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi Singhapakdi et al. (1995) meneliti pengaruh
kewajiban perpajakannya, kecuali wajib pajak yang nilai-nilai etika perusahaan dan filosofi moral pribadi
berdomisili di negara yang mempunyai persetujuan terhadap pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dari profesional pemasaran. Hasil penelitiannya
sertifikat konsultan pajak tingkat B, yaitu sertifikat menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
konsultan pajak yang menunjukkan tingkat keahlian nilai-nilai etika perusahaan pemasar dan persepsi-
untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada persepsinya mengenai pentingnya etika dan tanggung
wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan jawab sosial. Hasil penelitiannya juga mengung-
dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban kapkan bahwa persepsi pentingnya etika dan
perpajakannya, kecuali kepada wajib pajak penana- tanggung jawab sosial pemasar (marketers) sebagian
man modal asing, bentuk usaha tetap, dan wajib pajak dapat dijelaskan oleh filsafat moral mereka (idealisme
yang berdomisili di negara yang mempunyai dan relativisme). Singhapakdi et al. (1996) meng-
persetujuan penghindaran pajak berganda dengan embangkan intrumen yang handal dan valid untuk
Indonesia; dan sertifikat konsultan pajak tingkat C, mengukur bagaimana para pemasar (marketer)
yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan mempersepsikan peran etika dan tanggung jawab
tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang sosial dalam sebuah organisasi yang efektif.
perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan Kurpis et al. (2008) mencatat bahwa karena sifat
wajib pajak badan dalam melaksanakan hak dan khusus dari bisnis, profesional bisnis cenderung
memenuhi kewajiban perpajakannya. menghadapi dilema etika yang unik untuk profesi
mereka. Demikian juga dengan profesi konsultan
Persepsi Pentingnya Etika, Tanggung Jawab Sosial pajak. Isu pengambilan keputusan etis konsultan
dan Pembuatan Keputusan Etis pajak sebagai akibat dari adanya masalah dual agency
pada hubungan antara konsultan pajak dengan klien;
Gray et al. (2012) menjelaskan persepsi sebagai di satu sisi konsultan pajak perlu membina hubungan
berikut: baik dengan klien, namun disisi lain konsultan pajak
memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan pajak
“…mind perception entails ascribing mental capa- (Blanthorne et al., 2014).
cities to other entities, whereas moral judgment Shafer dan Simmons (2008) mengkaji pengaruh
entails labeling entities as good or bad or actions as perilaku terhadap persepsi pentingnya etika peru-
right or wrong. We suggest that mind perception is sahaan dan tanggung jawab sosial pada kesediaan
the essence of moral judgment.” praktisi pajak profesional untuk mengadvokasi skema
penghindaran agresif atas nama klien perusahaan.
Gray et al. (2012) juga menyatakan persepsi Studi Shafer dan Simmons (2008) berhipotesis bahwa
pikiran adalah hakikat penilaian moral. Kohlberg praktisi yang mempersepsikan etika perusahaan dan
(1976) mengidentifikasi tiga tingkatan perkembangan tanggung jawab sosial tersebut lebih penting akan
moral. Semakin tinggi tingkat perkembangan moral menilai penghindaran (avoidance) agresif kurang
seseorang, maka semakin tinggi tingkat moralitasnya. menguntungkan, dan karenanya akan memperki-
Sementara, Singhapakdi et al. (2001) menyatakan rakan kemungkinan yang lebih rendah dari perse-
bahwa: tujuan dalam skema tersebut. Temuan, berdasarkan
survei dari para profesional pajak di Hong Kong,
‘‘This is a pragmatic view based on an argument that
mendukung hipotesis. Jiwo (2011) menjelaskan
managers must first perceive ethics dan social
responsibility to be vital to organizational effec- bahwa konsultan pajak di Kantor Akuntan Publik
tiveness before their behaviors will become more (KAP) Semarang memiliki pemahaman etika yang
ethical dan reflect greater social responsibility. ’’ baik dalam menjalankan pekerjaannya konsultan
pajak mempunyai persepsi terhadap pentingnya etika
Dari kutipan di atas, seorang manajer dan tanggung jawab sosial yang tinggi dan baik. Oleh
mempersepsikan bahwa etika dan tanggung jawab karena itu, penelitian ini berupaya menguji bagai-
sosial menjadi penting untuk efektivitas organisasi manakah pengaruh persepsi konsultan perpajakan
sebelum perilaku mereka akan menjadi lebih etis dan atas pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
mencerminkan tanggung jawab sosial yang lebih terhadap pengambilan keputusan etis. Berdasarkan
besar. Dengan demikian, dari perspektif praktis, penjelasan-penjelasan tersebut, maka hipotesis satu
persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
108
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
H1: Persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab machiavellian kuat akan cenderung merasa bahwa
sosial berpengaruh positif terhadap pembuatan etika perusahaan dan tanggung jawab sosial itu
keputusan etis oleh konsultan pajak. penting, dan lebih cenderung menilai skema penghin-
daran pajak agresif menguntungkan. Temuan, berda-
Sifat Machiavellianisme dan Pembuatan Keputusan sarkan survei dari para profesional pajak di Hong
Etis Kong, mendukung hipotesis tersebut. Berangkat dari
temuan tersebut maka studi ini berupaya menguji
Teori pengambilan keputusan etis yang dimo- bagaimana pengaruh machiavellianisme terhadap
delkan Ferrell dan Gresham (1985) menjelaskan pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak di
bahwa apabila seseorang menghadapi sebuah dilema kota Surabaya. Sehingga hipotesis kedua dalam
etis, maka perilaku yang muncul dipengaruhi oleh penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu- H2: Sifat machiavellian berpengaruh negatif terhadap
bungan dengan individu. Individu machiavellian pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak.
digambarkan sebagai kurang melibatkan emosi
dengan orang lain, memiliki sedikit hubungan inter- Pertimbangan Etis dan Pembuatan Keputusan Etis
personal, dan cenderung lebih menolak norma-
norma etika untuk mencapai tujuan pribadi (Christie Ponemon (1992) menyatakan bahwa level
dan Geis, 1970). Rayburn dan Rayburn (1996) pertimbangan etis yang lebih tinggi akan meni-
meneliti hubungan antara karakter kepribadian (per- ngkatkan sensitifitas seorang individu untuk lebih
sonality traits) dan orientasi etis mahasiswa akuntansi. mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor
Rayburn dan Rayburn (1996) menemukan individu— dengan kapasitas pemikian etis yang tinggi akan lebih
dengan intelegensi yang tinggi—lebih machiavellian baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis, dan
dan berkepribadian tipe A tetapi berorientasi kurang lebih independen dalam membuat keputusan yang
etis daripada individu dengan kecerdasan lebih terkait dengan dilema etis. Sweeney dan Roberts
rendah. Machiavellians cenderung memiliki kepri- (1997) meneliti apakah pertimbangan etis berpe-
badian tipe A, tetapi cenderung berorientasi kurang ngaruh pada penilaian independensi seorang auditor.
etis dari Non machiavellians. Namun, individu Temuan yang paling signifikan adalah tingkat perke-
dengan kepribadian tipe A berorientasi lebih etis mbangan moral auditor mempengaruhi kepekaannya
daripada individu dengan kepribadian Tipe B. terhadap masalah etika dan keputusan independen.
Christie dan Geis (1970) menyatakan bahwa: Purnamasari (2006) menyatakan pertimbangan
“Machiavellianism as a construct represents a set of
etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi
behaviors that include lack of conventional morality, konflik dan dilema etis, bahwa individu yang lebih
negativism dan emotional detachment.” berkembang secara moral (pertimbangan etisnya
lebih tinggi) kemungkinannya akan lebih kecil untuk
Machiavellianism sebagai konstruk yang menyetujui perilaku yang tidak etis dan lebih
melambangkan serangkaian perilaku yang meliputi independen dalam membuat keputusan yang terkait
kurangnya moralitas, sikap negatif dan detasemen dengan dilema etis. Fleischman et al. (2007) meneliti
emosional. Richmond (2001) menjelaskan bahwa persepsi manajer profesional—dengan menggunakan
kecenderungan sifat machiavellian yang semakin dua sketsa situasional—untuk menyelidiki secara
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk berpe- empiris dua dari empat langkah dari Rest (1986)
rilaku tidak etis. Sebaliknya, jika kecenderungan sifat terkait proses pertimbangan etis dan menemukan
machiavellian rendah maka seseorang akan cende- indikasi bahwa proses pertimbangan etis secara
rung untuk berperilaku etis. Murphy (2012) mene- signifikan berhubungan dengan pengambilan kepu-
mukan bahwa akuntan machiavellian lebih cende- tusan etis.
rung melaporkan laporan keuangan secara keliru Jiwo (2011) menyatakan pertimbangan etis telah
dibandingkan dengan machiavellianism yang lebih menjadi komponen penting dalam studi mengenai
rendah. Purnamasari (2006) menjelaskan bahwa kepribadian dalam profesi akuntansi karena banyak
individu dengan sifat machiavellian tinggi cenderung pertimbangan profesional yang ditentukan berda-
memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntu- sarkan keyakinan dan nilai-nilai individual. Profesi
ngan pribadi dan lebih memiliki keinginan untuk akuntansi, termasuk dalam perpajakan, selalu berha-
tidak taat pada aturan. Penelitian yang ada secara dapan dengan tekanan untuk mempertahankan stan-
konsisten menemukan bahwa machiavellian menun- dar etika yang tinggi di tengah kompetisi yang terus
jukkan nilai-nilai etika yang rendah. meningkat. Beberapa penelitian terdahulu seperti
Studi Shafer dan Simmons (2008) berhipotesis yang terangkum. Jiwo (2011) menyarankan individu
bahwa praktisi pajak profesional dengan orientasi yang berkembang dengan moral yang lebih baik, kecil
109
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
kemungkinannya berperan dalam kepribadian yang (3) Integritas, yaitu melaksanakan semua tanggung
tidak etis. Blanthorne et al. (2014) menemukan jawab profesional dengan rasa integritas yang
bahwa pertimbangan moral mempengaruhi kepu- tinggi;
tusan pelaporan pajak agresif terpisah dari pengaruh (4) Obyektivitas dan independensi, yaitu memper-
tekanan klien. Karena tingkat pertimbangan moral tahankan obyektivitas dan terlepas dari konflik
meningkat, posisi pelaporan agresivitas ditemukan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab
juga menurun. Seorang konsultan pajak dengan per- profesional, serta independen dalam kenyataan
timbangan etis yang baik diharapkan dapat membuat dan penampilan pada waktu melaksanakan akti-
keputusan yang cenderung etis, sehingga hipotesis vitas jasanya;
ketiga penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. (5) Lingkup dan sifat jasa, yaitu mematuhi kode etik
H3: Pertimbangan etis berpengaruh terhadap pem- perilaku profesional untuk menentukan lingkup
buatan keputusan etis oleh konsultan pajak. dan sifat jasa yang akan diberikan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap
pentingnya kode etik perusahaan dan tanggung
METODE PENELITIAN jawab sosial memiliki pengaruh penting terhadap
proses pengambilan keputusan etis.
Sampel Penelitian
Indikator dari persepsi pentingnya etika dan
Sampel penelitian ini adalah 50 orang konsultan tanggung jawab sosial adalah: (1) konsultan pajak
pajak bersertifikat di kota Surabaya. Kriteria sampel bertanggung jawab atas profesinya; (2) konsultan
yang digunakan adalah: (1) warga negara Indonesia; pajak selalu sopan dan ramah; dan (3) konsultan
(2) berprofesi sebagai konsultan pajak; dan (3) pajak mematuhi kode etik. Variabel persepsi pen-
memiliki sertifikat konsultan pajak. Alasan kriteria tingnya etika dan tanggung jawab sosial akan diukur
sampel ini adalah sesuai dengan kriteria konsultan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan meng-
pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik gunakan skala Likert dari interval 1 (sangat tidak
Indonesia No. 111/PMK. 03/2014 tentang konsultan setuju) hingga interval 5 (sangat setuju).
pajak. Dalam penyebaran kuesioner tidak semua
Kantor Konsultan Pajak (KKP) di kota Surabaya mau Sifat Machiavellianisme
menerimanya. Terdapat 25 KKP yang tidak bersedia
menerima kuesioner dikarenakan konsultan pajaknya Machiavellianisme didefinisikan sebagai ”sebuah
tidak bersedia menjadi responden. Hanya terdapat 55 proses dimana manipulator mendapatkan lebih
KKP yang bersedia dalam menerima penyebaran banyak reward dibandingkan yang dia peroleh ketika
kuisioner yang berlokasi di Surabaya. Hasil akhir tidak melakukan manipulasi, ketika orang lain
sampel yang kembali dan dapat diolah adalah mendapatkan lebih kecil, minimal dalam jangka pen-
sebanyak 50 kuisioner. dek (Christie dan Geis, 1970). Etika mempunyai hu-
bungan dengan dimensi-dimensi etis seperti machia-
vellianisme. Machiavellian ini menjadi proksi peri-
Definisi Operasional Variabel Penelitian laku moral yang mempengaruhi perilaku pembuatan
keputusan etis. Tiga hal yang mendasari machia-
Variabel Independen vellianisme (Christie, 1970), yaitu: (1) taktik mani-
pulatif seperti tipu daya atau kebohongan; (2) pan-
Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial dangan atas manusia yang tak menyenangkan, yaitu
lemah, pengecut dan mudah dimanipulasi; dan (3)
Etika mengacu pada sistem atau kode perilaku kurangnya perhatian dengan moralitas konven-sional.
kewajiban moral yang menunjukan bagaimana seo- Indikator dari machiavellianisme adalah sebagai
rang individu harus berperilaku dalam masyarakat berikut: (1) memanipulasi data atau infor-masi; (2)
(Kurniawan dan Sadjiarto, 2013). Prinsip-prinsip mempunyai sifat machiavellianisme; dan (3)
etika profesional dinyatakan dalam lima butir prinsip kejujuran dalam memberi informasi. Variabel mach-
(Sukrisno, 1996) sebagai berikut: iavellianisme akan diukur dengan menggunakan skala
Likert dari interval 1 (sangat tidak setuju) hingga
(1) Tanggung jawab, yaitu mewujudkan kepekaan interval 5 (sangat setuju).
profesional dan pertimbangan moral dalam
semua aktivitas; Pertimbangan Etis
(2) Kepentingan masyarakat, yaitu menghargai kepe-
rcayaan masyarakat dan menunjukkan komit- Perilaku yang ditunjukkan oleh setiap indivi-
men pada profesionalisme; dupun banyak yang dipengaruhi oleh pertimbangan-
110
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
Pembuatan
Sifat Machiavellianisme
Keputusan Etis
Pertimbangan Etis
111
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
Tabel 4. Hasil Pengujian Reliabilitas jawab sosial lebih penting akan menilai penghin-
Variabel
Cronbach’s
Keterangan
daran (avoidance) agresif kurang menguntungkan,
Alpha dan karenanya akan memperkirakan kemungkinan
Persepsi pentingnya yang lebih rendah dari persetujuan dalam skema
etika dan tanggung 0,692 Reliabel tersebut. Hasil studi ini sejalan dengan Jiwo (2011)
jawab sosial yang mengatakan bahwa persepsi pentingnya etika
Machiavellanisme 0,675 Reliabel
dan tanggung jawab sosial berpengaruh terhadap
Pertimbangan Etis 0,648 Reliabel
Pembuatan pembuatan keputusan etis.
0,617 Reliabel Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi
Keputusan etis
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
Hasil Pengujian Hipotesis berpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan
etis oleh konsultan pajak. Jadi pada penelitian ini
Ringkasan hasil pengujian hipotesis ditunjukkan mempunyai pengaruh yang positif untuk konsultan
pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji hipotesis satu pajak dalam pembuatan keputusan etis. Dengan
ditemukan persepsi pentingnya etika dan tanggung pengaruh positif ini konsultan pajak dapat lebih
jawab sosial berpengaruh terhadap pembuatan banyak membuat persepsi-persepsi etika dalam
keputusan etis konsultan pajak, yang artinya hipotesis profesinya dan lebih bertanggung jawab lagi atas
satu diterima. jasanya agar tidak melanggar kode etik konsultan
pajak saat memberikan jasa pada kliennya. Namun
Tabel 5. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis hasil uji hipotesis pertama ini tidak sejalan dengan
Model t Sig. Krismanto (2014), menjelaskan persepsi pentingnya
x1 5.795 .000 etika dan tanggung sosial tidak berpengaruh pada
x2 -4.597 .000 pembuatan keputusan etis konsultan pajak, karena
x3 6.690 .000 konsultan pajak hanya berfokus pada legalitas tanpa
Adjusted R Square .734 .000 mempertimbangkan pada esensi sebenarnya yang ada
dalam undang-undang dan kode etik profesinya.
Hasil ini sejalan dengan Singhapakdi et al. Berdasarkan hasil uji hipotesis dua dapat
(2001) yang menyatakan bahwa manajer harus disimpulkan bahwa sifat machiavellianisme (X2)
terlebih dahulu mempersepsikan etika dan tanggung berpengaruh negatif terhadap pembuatan keputusan
jawab sosial menjadi penting untuk efektivitas etis (Y) oleh konsultan pajak, yang artinya hipotesis
organisasi sebelum perilaku mereka akan menjadi dua diterima. Hasil uji hipotesis 2 ini konsisten
lebih etis dan mencerminkan tanggung jawab sosial dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan
yang lebih besar. Hasil ini juga mendukung studi Richmond (2001), Purnamasari (2006) Shafer dan
Singhapakdi et al. (1995) yang juga menemukan ada Simmons (2008), Jiwo (2011), Murphy (2012), dan
hubungan positif antara nilai-nilai etika perusahaan Nida (2014) yang juga menemukan bahwa machia-
pemasar dan persepsi-persepsinya mengenai pen- vellian menunjukkan nilai-nilai etika yang rendah.
tingnya etika dan tanggung jawab sosial. Richmond (2001) menjelaskan bahwa kecende-
Di praktek perpajakan, hasil ini mendukung rungan sifat machiavellian yang semakin tinggi
studi Shafer dan Simmons (2008) yang menemukan menggiring seseorang untuk berperilaku tidak etis.
bahwa praktisi profesional pajak di Hong Kong yang Sebaliknya, jika kecenderungan sifat machiavellian
mempersepsikan etika perusahaan dan tanggung rendah maka seseorang akan cenderung untuk
112
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
berperilaku etis. Hasil studi ini juga sejalan dengan berkembang secara moral (pertimbangan etisnya
Purnamasari (2006), individu dengan sifat machia- lebih tinggi) kemungkinannya akan lebih kecil untuk
vellian tinggi cenderung memanfaatkan situasi untuk menyetujui perilaku yang tidak etis dan lebih
mendapatkan keuntungan pribadi dan lebih memiliki independen dalam membuat keputusan yang terkait
keinginan untuk tidak taat pada aturan. dengan dilema etis. Oleh karenanya, perlu dipastikan
Studi Shafer dan Simmons (2008)-yang menguji bahwa konsultan pajak yang mendapatkan ijin praktik
pengaruh machiavellianisme pada kesediaan praktisi adalah individu yang memiliki kematangan moral
pajak profesional di Hong Kong untuk mengadvokasi tertinggi (tahap post conventional).
skema penghindaran agresif atas nama klien peru- Berdasarkan analisis statistik diperoleh nilai
sahaan—juga menemukan bahwa praktisi pajak koefisien determinasi (R2) yang dilihat dari adjusted R
profesional dengan orientasi machiavellian kuat lebih square sebesar 0,743. Hal ini berarti 74,3% pem-
cenderung menilai skema penghindaran pajak agresif buatan keputusan etis yang diambil konsultan pajak
menguntungkan. Juga sejalan dengan hasil studi dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang terdiri dari
Murphy (2012) yang menemukan bahwa akuntan persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial,
machiavellian lebih cenderung melaporkan laporan machiavellanisme dan pertimbangan etis sedangkan
keuangan secara keliru dibandingkan dengan machia- sisanya yaitu 25,7% dipengaruhi oleh variabel lain
vellianism yang lebih rendah. Studi Jiwo (2011) yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
menemukan sifat machiavellian berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap pembuatan keputusan etis
oleh konsultan pajak di KAP di kota Semarang. Nida SIMPULAN
(2014) menemukan sifat machiavellian berpengaruh
negatif terhadap inde-pendensi auditor pada KAP Studi ini bertujuan untuk menguji pengaruh
yang terdaftar pada directory Institut Akuntan Publik faktor-faktor internal individual dalam pembuatan
Indonesia (IAPI) wilayah Bali. keputusan etis oleh konsultan pajak. Data diperoleh
Berdasarkan hasil studi ini, maka dapat dire- dari kuesioner yang disebar kepada 50 konsultan
komendasikan kepada Direktur Jenderal Pajak atau pajak bersertifikat, yang bekerja pada 50 KKP di kota
pejabat yang ditunjuk dalam menerbitkan izin praktik Surabaya. Simpulan yang dapat ditarik yaitu persepsi
konsultan pajak perlu melakukan suatu uji sifat
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial yang
machiavellianisme dari konsultan pajak tersebut.
merupakan faktor indi-vidual dari konsultan pajak
Tujuanya adalah agar kebijakan ini dapat memi-
nimalisir jumlah konsultan pajak yang memiliki sifat yang berpengaruh positif terhadap pembuatan
machiavellianisme yang cenderung tinggi. Hal itu keputusan etis. Artinya, bahwa tinggi atau tidaknya
dikarenakan jika konsultan pajak cenderung memiliki persepsi pentingnya etika dalam diri seseorang
sifat machiavellianisme maka akan dipandang buruk memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembuatan
oleh klien yang menggunakan jasanya dan sulit keputusan etis. Hal ini mengindikasikan, bahwa
dipercaya untuk kejujurannya. Kualitas seseorang seseorang yang berpersepsi tinggi dengan pentingnya
atau konsultan pajak pun dapat dinilai masyarakat etika dan tanggung jawab memicu orang tersebut
dalam hal tersebut. akan melakukan pembuatan keputusan yang etis.
Berdasarkan hasil uji hipotesis tiga ditemukan Selanjutnya, sifat machiavellianisme yang meru-
bahwa pertimbangan etis berpengaruh positif terha- pakan faktor individual dari konsultan pajak yang
dap pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak, berpengaruh negatif terhadap pembuatan keputusan
yang artinya hipotesis tiga diterima. Hasil dari
etis konsultan pajak. Hal ini berarti bahwa sifat
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertimbangan
etis berpengaruh positif pada pembuatan keputusan machiavellian yang tinggi pada seorang individu
etis. Hasil ini sejalan dengan penelitian Jiwo (2011) menyebabkan individu tersebut memiliki kemung-
menyarankan individu yang berkembang dengan kinan besar untuk membuat keputusan yang tidak
moral yang lebih baik, kecil kemungkinannya ber- etis. Studi ini juga menemukan bahwa pertimbangan
peran dalam kepribadian yang tidak etis. Dengan etis yang merupakan faktor individual dari konsultan
tingkat pertimbangan etis yang tinggi mampu untuk pajak berpengaruh positif terhadap pembuatan kepu-
mengambil pertimbangan etis secara independen tusan etis. Artinya meningkatnya pertimbangan etis
tanpa pengaruh dari klien maupun rekan kerja di dapat mendorong konsultan pajak untuk lebih
kantor dengan lebih baik. Penelitian ini juga sejalan banyak melakukan pertimbangan-pertimbangan yang
dengan Purnamasari (2006) pertimbangan etis berpe- baik agar dapat membuat keputusan etis secara benar
ngaruh tinggi akan lebih baik dalam menghadapi dan tidak dibenar-benarkan.
konflik dan dilema etis, bahwa individu yang lebih
113
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
DAFTAR PUSTAKA
114
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
115
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016
Konsultan Pajak. (Kajian Empiris pada ting, Organizations dan Society, 17 (3–4), 239-
Konsultan Pajak di KAP di Kota Semarang). 258.
SE Skripsi, Universitas Diponegoro Sema- Pramono, H. dan D. U. Ario. 2009. Pengaruh
rang. Personal Values terhadap Pengambilan Kepu-
Jones, T. M. 1991. Ethical Decision Making by tusan Etis Akuntan Publik. Among Makarti, 2
Individual in Organizations: An Issue-Contin- (4), 9-22.
gent Model. Academy of Management Review, Purnamasari, S. V. 2006. Sifat Machiavellian dan
16 (2), 366-39S. Pertimbangan Etis. Paper Dipresentasikan
Krismanto, F. I. J. 2014. Pengaruh Persepsi Pen- pada Acara Simposium Nasional Akuntansi
tingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat IX, Padang.
Machiavellian, dan Pertimbangan Etis Kon- Ramadhani, T. S. 2015. Pengaruh Sifat Machi-
sultan Pajak terhadap Pengambilan Keputusan avellian, Locus of Control , dan Equity Sensi-
Etis (Survey pada Konsultan Pajak dan Staff tivity terhadap Penghindaran Pajak dengan
Pajak di Beberapa Kantor Konsultan Pajak Keputusan Etis sebagai Variabel Intervening
Bandung). Skripsi, Universitas Widyatama. (Studi Empiris Pada Wajib pajak Orang
Kohlberg, L. 1976. Moral stages and moralization: Pribadi yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan
The cognitive-developmental approach. Moral Bebas yang Terdaftar di KPP Pratama
Development and Behavior: Theory, Pekanbaru Senapelan). Jom. FEKON, 2 (2), 1-
Research, And Social Issues, 31-53. 15.
Kurniawan, C. dan A. Sadjiarto. 2013. Pemahaman Rayburn, J. M. dan Rayburn, L. Gayle. 1996.
Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Mengenai Relationship Between Machiavellianism dan
Hubungan dengan Wajib pajak oleh Kon- Type A Personality dan Ethical-Orientation.
sultan Pajak di Surabaya. Tax & Accounting Journal of Business Ethics, 15 (11), 1209-1219.
Review, 1 (1), 55-62. Rest, J. R. 1979. Revised manual for the defining
Kurpis, L. V., M. S. Beqiri dan J. G. Helgeson. 2008. issues test. Unpublished manuscript, Univer-
The Effects of Commitment to Moral Self- sity of Minnesota.
improvement and Religiosity on Ethics of Rest, J. R. 1986. Moral development: Advances in
Business Students. Journal of Business Ethics, research and theory. Praeger Publishers.
80 (3), 447-463. Rest, J., S. J. Thoma, D. Narvaez dan M. J. Bebeau.
Murphy, P. R. 2012. Attitude, Machiavellianism and 1997. Alchemy and beyond: indexing the
the rationalization of misreporting. Accoun- Defining Issues Test. Journal of educational
ting, Organizations and Society, 37 (4), 242- psychology, 89 (3), 498.
259. Richmond, K. A. 2001. Ethical Reasoning,
Nida, D. R. P. P. 2014. Pengaruh Persaingan, Machiavellian Behavior, dan Gender: The
Pemberian Jasa Lain dan Sifat Machiavellian Impact on Accounting Students’ Ethical
pada Independensi Auditor. E-Jurnal Akun- Decision Making. Phd Dissertation, Virginia
tansi Universitas Udayana, 7 (3), 778-790. Polytechnic Institute dan State University.
Novianti, L. 1997. Penerapan System Self Assess- Safitri, A. 2013. Mengenai Pengaruh Etika, Motivasi,
ment terhadap Pemungutan PPh Orang Priba- Komitmen, Independensi dan Tenure terha-
di, Suatu Tinjauan Pelaksanaan Pemungutan dap Kinerja Auditor. Skripsi, Universitas Tru-
PPh Orang Pribadi pada Pemilik Rumah Kost. nojoyo Madura.
Skripsi, Universitas Airlangga . Sari, R. S. N., R. Zuhdi dan N. Herawati. 2012.
Nugrahaningsih, P. 2005. Analisis Perbedaan Perila- Tafsir Perilaku Etis Menurut Mahasiswa
ku Etis Auditor di KAP dalam Etika Profesi Akuntansi Berbasis Gender. Jurnal Akuntansi
(Studi terhadap Peran Faktor-Faktor Indivi- Multiaparadigma, 3 (1), 125-133.
dual: Locus of Control, Lama Pengalaman Shafer, W. E. dan R. S. Simmons. 2008. Social
Kerja, Gender, dan Equity Sensitivity). Paper Responsibility, Machiavellianism dan Tax
Dipresentasikan pada Acara Simposium Avoidance: A Study of Hong Kong Tax
Nasional Akuntansi VIII, Solo. Professionals, Accounting, Auditing & Accoun-
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tability Journal, 21 (5), 695 – 720.
Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Singhapakdi, A., K. Karande, C. P. Rao dan S. J.
Pajak. Vitell. 2001. How Important are Ethics dan
Ponemon, L. A. 1992. Ethical Reasoning dan Social Responsibility? A Multinational Study
Selection-Socialization in Accounting. Accoun- of Marketing Professionals. European Journal
of Marketing, 35 (1-2), 133, 134.
116
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak
Singhapakdi, A., K. L. Kraft, S. J. Vitell dan K. C. Sweeney, J. T. dan R. W. Roberts. 1997. Cognitive
Rallapalli. 1995. The Perceived Importance of Moral Development dan Auditor Indepen-
Ethics dan Social Responsibility on Organi- dence. Accounting, Organizations dan Society,
zational Effectiveness: A Survey of Marketers. 22 (3/4), 337-352.
Journal of the Academy of Marketing Science, Tan, L. M. 1999. Taxpayers' Preference for Type of
23 (1), 49-56. Advice from Tax Practitioner: A Preliminary
Singhapakdi, A., S. J. Vitell, K. C. Rallapalli dan K. Examination. Journal of Economic Psycho-
L. Kraft. 1996. The Perceived Role of Ethics logy, 20 (4), 431–447.
dan Social Responsibility: A Scale Develop- Tarjo dan I. Kusumawati. 2006. Analisis Perilaku
ment. Journal of Business Ethics, 15 (11), Wajib pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksa-
1131-1140. naan Self Assessment System: Suatu Studi di
Sofyani, H. dan R. Akbar. 2013. Hubungan Faktor Bangkalan. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Internal Institusi dan Implementasi Sistem Indonesia, 10 (1), 101 – 120.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Wakefield, R. L. 2008. Accounting dan Machia-
(SAKIP) di Pemerintah Daerah. Jurnal Akun- vellianism. Behavioral Research in Accounting,
tansi dan Keuangan Indonesia, 10 (2), 184- 20 (1), 115–129
205. Wisesa, A. 2011. Integritas Moral dalam Konteks
Sukrisno, A. 1996. Penegakan Kode Etik Akuntan Pengambilan Keputusan Etis. Jurnal Manaje-
Indonesia. Makalah dipresentasikan pada men Teknologi, 10 (1), 82-92.
acara KNA-KLB IAI, Semarang.
117