You are on page 1of 14

Jurnal Akuntansi dan Investasi, Vol. 17 No.

2, Hlm: 104-117, Juli 2016


Artikel ini tersedia di website: http://journal.umy.ac.id/index.php/ai
DOI: 10.18196/jai.2016.0048.104-117

Faktor-Faktor Internal Individual dalam Pembuatan Keputusan


Etis: Studi pada Konsultan Pajak di Kota Surabaya
Martana Arrazaqu Arestanti; Nurul Herawati*; Emi Rahmawati
Program Studi Akuntansi Universitas Trunojoyo Madura, Jl. Raya Telang, Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Indonesia

ARTICLE INFO ABSTRAC T

Article history: This study aims to examine the influence of individual factors (perception of the
received 15 Nov 2015 importance of ethical and social responsibility; machiavellianism; ethical reasoning) toward
revised 25 Feb 2016 ethical decision making of tax consultants. This study used 50 tax consultants as the study
accepted 17 Mar 2016 samples in Tax Consultant Office in Surabaya. The method of data analysis using
regression analysis. This study reveals perception of the importance of ethical and social
responsibility have positive influence toward ethical decision making by tax consultant,
machiavellianism have negative influence toward ethical decision making by tax consultant
Keywords: and ethical reasoning have positive imfluence toward ethical decision making. The
Perception, Ethics, implication of this study is a person who has a high perception of the importance of ethical
Social Responsibility, and responsibility supporting that person to conduct ethical decision making. The General
Machiavellianism, Director of Taxation or the official which is delegated in issuing tax practical license
Ethical Reasoning,
Ethical Decision Making
needed to conduct a machiavellianism trait test from tax consultant itself. Besides, it also
takes to be ensured that the tax consultant who have had the licence is an individual who
has a high moral maturity (post conventional stage), so that the possibilities will be less to
approve the non-ethical act and more independent in decision making which is related to
ethical dilemma.
© 2016 JAI. All rights reserved

PENDAHULUAN banyak yang tidak menghitung sendiri pajak ter-


utangnya meskipun dalam fungsi membayar sudah
Indonesia menggunakan self assessment system baik karena wajib pajak telah menyetorkan pajak
dalam penerapan perpajakannya. Sistem ini meru- terutangnya sebelum jatuh tempo, tetapi ada wajib
pakan sistem pemungutan pajak yang memberikan pajak yang membayar pajak terutang tidak sesuai
kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, dengan penghitungannya. Sedangkan dalam kasus
membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang pelaporan pajak, meskipun wajib pajak sudah
terutang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang melaksanakan pelaporan, namun hal itu dilakukan
berlaku. Namun beberapa studi seperti Noviati bukan karena kesadaran mereka sendiri tetapi karena
(1997); Damayanti (2004); dan Tarjo dan Kusu- adanya denda.
mawati (2006) menemukan bahwa pelaksanaan self Menurut studi Tarjo dan Kusumawati (2006)
assessment system belum berjalan baik. Studi terhadap 56 wajib pajak di Bangkalan (lihat Tabel 1),
Novianti (1997) menemukan bahwa pelaksanaan self tidak semua wajib pajak mengerti dan memahami
assessment belum bisa diterapkan oleh wajib pajak peraturan perpajakan dan implementasinya. Pro-
Orang Pribadi terutama pemilik koskosan, karena sentase wajib pajak yang tidak memiliki pengetahuan
mereka sering kali tidak melaporkan atau men- mengenai tarif pajak yang berlaku sebesar 69,6%.
cantumkan pajak penghasilannya pada Surat Pembe- Prosentase wajib pajak yang tidak mengetahui peru-
ritahuan (SPT). Studi Damayanti (2004) menun- bahan peraturan perpajakan sebesar 78,6%. Pro-
jukkan bahwa self assessment system untuk wajib sentase wajib pajak yang tidak mampu menghitung
pajak badan di Salatiga belum berjalan dengan baik. pajak sebesar 57,1%. Prosentase wajib pajak yang
Studi Tarjo dan Kusumawati (2006) menemukan pernah melakukan kesalahan dalam perhitungan
bahwa self assessement system di Bangkalan belum pajak penghasilan sebesar 53,6%. Sementara, Tingkat
terlaksana dengan baik. Karena wajib pajak masih kesalahan yang pernah dibuat oleh wajib pajak sebe-

*Corresponding author, e_mail adrress: herawati@trunojoyo.ac.id


Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

Tabel 1. Partisipasi Wajib pajak untuk Menghitung Besarnya Pajak Terutang


N Prosentase
Pengetahuan Mengenai Tarfi Pajak yang Berlaku
Mengetahui 17 30,6
Tidak 39 69,6
Pengetahuan Perubahan Peraturan Perpajakan
Mengetahui 12 21,4
Tidak 44 78,6
Kemampuan Menghitung Pajak
Mampu 24 42,9
Tidak Mampu 32 57,1
Pembuatan Catatan Keuangan/Penghasilan
Ya 24 42,9
Tidak 32 57,1
Penghitung Pajak Terutang
Intern 24 42,9
Fiskus 22 39,3
Konsultan 10 17,8
Kesalahan yang Pernah Dilakukan oleh Wajib Pajak dalam Perhitungan Pajak Penghasilan
Pernah 30 53,6
Tidak 26 46,4
Sumber: Tarjo dan Kusumawati (2006)

sar 53,6%. Tingkat kesalahan ini cukup tinggi pajak, yang adalah pemilik bisnis yang didominasi
sehingga bisa jadi menjadi alasan kenapa wajib pajak kecil, lebih setuju dengan rekomendasi konservatif
menggunakan jasa konsultan pajak dalam perhi- yang diberikan oleh konsultan pajak. Menariknya,
tungan pajaknya. Menurut Sugianto (Jawa Pos, 2008), wajib pajak juga setuju, meskipun kurang kuat,
jasa konsultasi pajak terus berkembang dan semakin dengan rekomendasi agresif dari konsultan pajak
diminati wajib pajak. Sugianto (Jawa Pos, 2008) juga mereka. Sekjen Komwas Perpajakan dalam Achmad
mengatakan tahun 2008, secara kumulatif, jasa (2014) menyatakan:
konsultasinya melayani lebih dari 150 perusahaan,
”Profesi ideal konsultan pajak harus memiliki inde-
dengan sekitar 500 penugasan dan trendnya terus pendensi, profesionalisme, dan integritas dalam men-
meningkat. jalankan bisnis industrinya”.
Sugiono menyatakan maraknya pengguna jasa
konsultan pajak juga disebabkan banyaknya aturan Konsultan pajak memiliki kode etik untuk men-
baru yang terbit tahun 2008 (Jawa Pos, 2008). Devos jaga independensi, profesionalisme, dan integritasnya
(2012) menyatakan wajib pajak menggunakan kon- dalam menjalankan profesinya. Disisi lain, studi Tan
sultan pajak—untuk mewakilinya—dengan sejumlah (1999) menunjukkan bahwa ada kecenderungan bagi
alasan. Alasan-alasan yang dinyatakan Devos (2012) klien yang tidak setuju dengan rekomendasi kon-
antara lain: keinginan untuk melaporkan SPT yang sultan pajaknya dan memilih untuk mengakhiri
akurat terutama karena kurangnya pengetahuan penggunaan jasanya, meskipun tidak ada bukti yang
pajak mereka berdasarkan kompleksitas hukum jelas untuk menunjukkan bahwa ini hanya terjadi
pajak saat ini, keinginan untuk meminimalkan pajak ketika keinginan mereka untuk rekomendasi kon-
mereka yang diwajibkan untuk dibayar, ketakutan servatif tidak terpenuhi. Disinilah dibutuhkan pem-
mereka akan membuat kesalahan dan dikenai sanksi, buatan keputusan etis oleh seorang konsultan pajak.
atau hanya karena kurangnya waktu untuk menye- Blanthorne et al. (2014) menyatakan bahwa isu ini
lesaikannya. Cash et al. (2007) menyatakan kon- muncul sebagai akibat dari adanya masalah dual
sultan pajak harus terus memberikan pelayanan agency pada hubungan antara konsultan pajak dengan
terbaik yang mereka bisa untuk kliennya, termasuk klien; di satu sisi konsultan pajak perlu membina
pengurangan pajak ketika hal itu dapat dilakukan hubungan baik dengan klien, namun disisi lain
dengan cara yang etis dan berdasarkan hukum dan konsultan pajak memiliki kewajiban untuk mematuhi
dalam kepentingan terbaik dari klien. peraturan pajak.
Gupta (2015) menemukan bahwa klien lebih Purnamasari (2006) memaparkan bahwa kepri-
memilih penjelasan yang terbatas dari implikasi badian individu mempengaruhi perilaku etis. Pene-
peraturan perpajakan terkait dengan urusan pajak litian terkait dengan perilaku etis telah banyak
mereka dan kewajiban mereka berdasarkan hukum dilakukan. Penelitian yang meneliti perilaku etis
pajaknya. Studi Tan (1999) menemukan bahwa wajib mahasiswa dan akuntan dilakukan oleh Richmond

105
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

(2001), Chrismastuti dan Purnamasari (2004), Anton Kota Surabaya merupakan kota metropolitan
(2012), Sari et al. (2012) dan Arif et al. (2014). kedua setelah ibu kota Jakarta. Kota Surabaya
Sementara, penelitian yang meneliti perilaku etis memiliki beragam kebudayaan dari Madura, Islam,
auditor dalam menghadapi dilema etika dan konflik Arab, Tionghoa, dan etnis lainnya yang berdiam di
yang dapat menurunkan independensi, seperti Nug- Surabaya. Keanekaragaman budaya inilah yang
rahaningsih (2005), Purnamasari (2006), Pramono menarik untuk diuji kembali faktor internal individu
dan Ario (2009), Safitri (2013). Penelitian perilaku konsultan pajaknya di kota Surabaya. Selain itu,
etis wajib pajak pernah dilakukan oleh Ramadhani terdapat kemungkinan hasil penelitian yang berbeda
(2015). Penelitian perilaku etis konsultan pajak dalam terkait dengan faktor internal individu konsultan
menghadapi dilema etika dan konflik yang dapat pajak di lingkungan budaya atau masyarakat di kota
menurunkan independensi dilakukan oleh Burns dan Surabaya.
Kiecker (1995), Shafer dan Simmons (2008), Bobek
et al. (2010), Doyle et al. (2013), Doyle et al. (2014),
Hughes et al. (2016). Di Indonesia juga telah TINJAUAN LITERATUR DAN
dilakukan oleh Jiwo (2011), dan Krismanto (2014). PERUMUSAN HIPOTESIS
Jiwo (2011) meneliti konsultan pajak di KAP di kota
Semarang, sedangkan Kris-manto (2014) meneliti Teori Pengambilan Keputusan Etis dan Teori
konsultan pajak dan staff pajak di beberapa Kantor Perkembangan Moral
Konsultan Pajak Bandung.
Studi ini merupakan penelitian replikasi dari Definisi keputusan etis menurut Sparks dan Pan
Shafer dan Simmons (2008) dan Jiwo (2011), dengan (2009) “ethical decision is an individual’s selection of
menguji kembali pengaruh faktor-faktor yang the most ethical decision among the different
mempengaruhi pembuatan keputusan etis seorang alternatives.” Individu memiliki beberapa alternatif
konsultan pajak, khususnya yang berada di kota pilihan dan pemilihan yang paling etis merupakan
Surabaya. Studi ini meliputi persepsi pentingnya etika keputusan etis. Ferrell dan Gresham (1985) menyu-
dan tanggung jawab sosial, sifat machiavellian dan sun sebuah kerangka untuk memahami proses peng-
pertimbangan etis dalam pembuatan keputusan etis. ambilan keputusan etis. Model mendemonstrasikan
Dua pertimbangan yang membuat penelitian ini bagaimana riset-riset sebelumnya dapat diintegrasikan
penting dilakukan adalah karena kasus-kasus perpa- untuk mengungkapkan keputusan etis, dimoderasi
jakan yang ada telah menjadi fenomena tersendiri dengan faktor individu, signifikan dengan setting
dalam dunia perpajakan. Di Surabaya, terdapat kasus organisasi dan kesempatan untuk melakukannya.
13 konsultan pajak dijebloskan ke penjara Kerangka tersebut memberikan simpulan bahwa
(Amarullah, 2010) karena memalsukan SSP dan apabila seseorang menghadapi sebuah dilema etis,
uangnya tidak disetorkan tapi untuk keperluan maka perilaku yang muncul dipengaruhi oleh
pribadi serta berkonspirasi dengan lima PNS Pajak interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu-
yang bertugas di lingkungan Kanwil Direktorat bungan dengan individu dan faktor di luar individu.
Jenderal Pajak Jatim I Jl Jagir. Di tingkat nasional, Hunt dan Vitell (1986) mendefinisikan pengambilan
kasus dugaan korupsi pajak dan pencucian uang keputusan etis sebagai pengambilan keputusan den-
Dhana Widyatmika pada tahun 2012 melibatkan gan pemahaman mengenai sebuah tindakan benar
konsultan pajak (Beritasatu.com 2012). Perusahaan secara moral atau tidak.
(Wajib pajak) diduga melibatkan konsultan pajak dan Pengambilan keputusan etis melibatkan proses
Dhana Widyatmika (aparatur pajak) menangani penalaran etis yang di dalamnya mengolaborasi kesa-
resititusi pajak perusahaannya. daran moral dan kemampuan moral kognitif sese-
Pertimbangan lainnya adalah perbedaan budaya orang yang pada akhirnya diwujudkan di dalam
yang ada di setiap masyarakat dimana profesi itu proses tindakan sebagai bentuk implementasi kepu-
berada. Hunt dan Vitell (1986) menyebutkan kem- tusan yang diambil (Wisesa, 2011). Pengambilan
ampuan seorang profesional untuk dapat mengerti keputusan etis menurut Rest et al. (1997) adalah “a
dan sensitif akan adanya masalah-masalah etika da- psychologically structured process which causes an
lam profesinya dipengaruhi oleh lingkungan budaya individual facing an ethical dilemma to make a
atau masyarakat di mana profesi itu berada, lingku- morally right or morally wrong evaluation.” Pem-
ngan profesi, lingkungan organisasi dan pengalaman buatan keputusan etis merupakan sebuah proses
pribadi. Hudson dan Miller (2005) menemukan ada psikologis ketika menghadapi dilema etis dalam
sejumlah faktor yang mempengaruhi pengambilan membuat penilaian benar atau salah secara moral.
keputusan etis mahasiswa, salah satunya adalah latar Teori perkembangan moral menjelaskan bagaimana
belakang budaya. tahapan penalaran moral seseorang.

106
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

Studi Lawrence Kohlberg (1976) mengiden- yang terjadi, dimana konsultan pajak berfungsi untuk
tifikasi tiga tingkatan perkembangan moral. Seorang memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-
individu pada tingkat pertama (pre-conventional) undang pajak. Terkadang undang-undang pajak
perkembangan moral menganggap harapan masya- mengandung daerah 'abu-abu' atau hukum tidak jelas,
rakat menjadi eksternal untuk dirinya sendiri. Pada disitulah peran konsultan pajak diperlukan untuk
tingkat ini, outcome perilaku yang tampaknya etis memastikan tidak melanggar hukum pajak yang ada.
dapat termotivasi oleh keinginan individu untuk Perencanaan pajak/penghindaran (atau pencegahan)
menghindari hukuman atau hasilnya (outcome) terjadi ketika praktisi pajak berupaya untuk mene-
berada dalam kepentingan diri individu. Misalnya, mukan cara-cara untuk mengurangi kewajiban wajib
anak kecil biasanya berperilaku dengan cara tertentu pajak. Mardiasmo sebagaimana dikutip Jefriando
semata-mata untuk menerima imbalan atau untuk (2015) mengatakan, profesi konsultan pajak memiliki
menghindari hukuman. tanggung jawab yang besar. Sebab, konsultan pajak
Pada tingkat kedua (convensional), seorang indi- seringkali menjadi teladan bagi para wajib pajak
vidu bersangkutan dengan masyarakat, kesejahteraan sehingga harus memberikan masukan yang benar.
orang lain, dan persepsi orang lain untuk mora- Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang
litasnya. Misalnya, remaja yang umumnya dianggap disediakan oleh praktisi pajak kedalam dua jenis,
dipengaruhi oleh tekanan teman sebaya yang yaitu rekomendasi kepatuhan pajak (tax compliance)
menunjukkan tingkat kedua kemampuan penalaran dan perencanaan/penghindaran pajak (tax planning/
moral. Seorang individu yang telah mencapai tingkat avoidance). Masih menurut Hughes dan Moizer
ketiga (post-conventional), dan akan bertindak atas (2015), jasa kepatuhan pajak biasanya melibatkan
nama, orang lain dalam masyarakat. Individu-individu persiapan perhitungan pajak untuk pelaporan atas
ini percaya bertindak untuk kepentingan publik dan nama wajib pajak kepada otoritas pajak yang relevan,
hak-hak individu yang ada secara independen dari dan berurusan dengan dan menyelesaikan setiap
masyarakat. Berdasarkan teori perkembangan moral pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian. Pada
di atas, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat situasi ini pelibatan praktisi pajak bertujuan untuk
perkembangan moral seseorang, maka semakin tinggi memastikan bahwa pelaporan sesuai dengan undang-
tingkat moralitasnya (Jiwo, 2011). undang pajak. Sementara itu, undang-undang pajak
mungkin berisi daerah 'abu-abu' hukum tidak jelas,
Konsultan Pajak kadang-kadang situasi dimana undang-undang yang
diterapkan ambigu. Jasa perencanaan/penghindaran
Definisi konsultan pajak menurut Peraturan pajak (atau mitigasi) terjadi ketika praktisi pajak
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor mencoba untuk menemukan cara-cara untuk mengu-
111/PMK.03/2014 tentang konsultan pajak, adalah rangi kewajiban wajib pajak.
orang yang memberikan jasa konsultasi perpajakan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-
kepada wajib pajak dalam rangka melaksanakan hak nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang konsultan
dan memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai pajak, pasal 3 menyatakan untuk dapat berpraktik
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan. sebagai konsultan pajak, seorang konsultan pajak
Salah satu kewajiban Konsultan Pajak dalam pasal 23 yang telah memenuhi persyaratan, harus mempunyai
PMK No. 111/PMK. 03/2014 adalah memberikan izin praktik yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
jasa konsultasi kepada wajib pajak dalam melak- Pajak atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 4 ayat 1
sanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan menyatakan izin praktik yang diberikan kepada
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpa- konsultan pajak terdiri dari: izin praktik tingkat A;
jakan. Budileksmana (2000) dan Achmad (2014) izin praktik tingkat B; dan izin praktik tingkat C.
menyatakan konsultan pajak memiliki fungsi tax Pasal 4 ayat 2 menyatakan izin praktik tingkat A
consulting, tax settlement, tax mediation, attorney at diberikan kepada konsultan pajak yang memiliki
tax law, dan agent of tax awareness. sertifikat konsultan pajak tingkat A. Pasal 4 ayat 3
Hughes dan Moizer (2015) membagi jasa yang menyatakan izin praktik tingkat B diberikan kepada
disediakan oleh konsultan pajak menjadi dua jenis: konsultan pajak yang memiliki sertifikat konsultan
kepatuhan pajak dan perencanaan pajak/penghin- pajak tingkat B.Pasal 4 ayat 4 menyatakan izin praktik
daran pajak. Kepatuhan pajak mencakup jasa yang tingkat C diberikan kepada konsultan pajak yang
melibatkan persiapan perhitungan pajak untuk dise- memiliki sertifikat konsultan pajak tingkat C.
rahkan mewakili wajib pajak kepada otoritas pajak Peraturan Menteri Keuangan Republik Indo-
yang relevan, dan berurusan dengan dan mengatasi nesia Nomor 111/PMK.03/2014 tentang konsultan
setiap pertanyaan berikutnya dan ketidakpastian yang pajak, pasal 8 menyatakan: sertifikat konsultan pajak
ada. Ini melibatkan pelaporan peristiwa ekonomi tingkat A, yaitu sertifikat konsultan pajak yang

107
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

menunjukkan tingkat keahlian untuk memberikan untuk keberhasilan organisasi cenderung menjadi
jasa di bidang perpajakan kepada wajib pajak orang faktor penting dalam perilaku bisnis yang sebenarnya.
pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi Singhapakdi et al. (1995) meneliti pengaruh
kewajiban perpajakannya, kecuali wajib pajak yang nilai-nilai etika perusahaan dan filosofi moral pribadi
berdomisili di negara yang mempunyai persetujuan terhadap pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
penghindaran pajak berganda dengan Indonesia; dari profesional pemasaran. Hasil penelitiannya
sertifikat konsultan pajak tingkat B, yaitu sertifikat menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara
konsultan pajak yang menunjukkan tingkat keahlian nilai-nilai etika perusahaan pemasar dan persepsi-
untuk memberikan jasa di bidang perpajakan kepada persepsinya mengenai pentingnya etika dan tanggung
wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan jawab sosial. Hasil penelitiannya juga mengung-
dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban kapkan bahwa persepsi pentingnya etika dan
perpajakannya, kecuali kepada wajib pajak penana- tanggung jawab sosial pemasar (marketers) sebagian
man modal asing, bentuk usaha tetap, dan wajib pajak dapat dijelaskan oleh filsafat moral mereka (idealisme
yang berdomisili di negara yang mempunyai dan relativisme). Singhapakdi et al. (1996) meng-
persetujuan penghindaran pajak berganda dengan embangkan intrumen yang handal dan valid untuk
Indonesia; dan sertifikat konsultan pajak tingkat C, mengukur bagaimana para pemasar (marketer)
yaitu sertifikat konsultan pajak yang menunjukkan mempersepsikan peran etika dan tanggung jawab
tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang sosial dalam sebuah organisasi yang efektif.
perpajakan kepada wajib pajak orang pribadi dan Kurpis et al. (2008) mencatat bahwa karena sifat
wajib pajak badan dalam melaksanakan hak dan khusus dari bisnis, profesional bisnis cenderung
memenuhi kewajiban perpajakannya. menghadapi dilema etika yang unik untuk profesi
mereka. Demikian juga dengan profesi konsultan
Persepsi Pentingnya Etika, Tanggung Jawab Sosial pajak. Isu pengambilan keputusan etis konsultan
dan Pembuatan Keputusan Etis pajak sebagai akibat dari adanya masalah dual agency
pada hubungan antara konsultan pajak dengan klien;
Gray et al. (2012) menjelaskan persepsi sebagai di satu sisi konsultan pajak perlu membina hubungan
berikut: baik dengan klien, namun disisi lain konsultan pajak
memiliki kewajiban untuk mematuhi peraturan pajak
“…mind perception entails ascribing mental capa- (Blanthorne et al., 2014).
cities to other entities, whereas moral judgment Shafer dan Simmons (2008) mengkaji pengaruh
entails labeling entities as good or bad or actions as perilaku terhadap persepsi pentingnya etika peru-
right or wrong. We suggest that mind perception is sahaan dan tanggung jawab sosial pada kesediaan
the essence of moral judgment.” praktisi pajak profesional untuk mengadvokasi skema
penghindaran agresif atas nama klien perusahaan.
Gray et al. (2012) juga menyatakan persepsi Studi Shafer dan Simmons (2008) berhipotesis bahwa
pikiran adalah hakikat penilaian moral. Kohlberg praktisi yang mempersepsikan etika perusahaan dan
(1976) mengidentifikasi tiga tingkatan perkembangan tanggung jawab sosial tersebut lebih penting akan
moral. Semakin tinggi tingkat perkembangan moral menilai penghindaran (avoidance) agresif kurang
seseorang, maka semakin tinggi tingkat moralitasnya. menguntungkan, dan karenanya akan memperki-
Sementara, Singhapakdi et al. (2001) menyatakan rakan kemungkinan yang lebih rendah dari perse-
bahwa: tujuan dalam skema tersebut. Temuan, berdasarkan
survei dari para profesional pajak di Hong Kong,
‘‘This is a pragmatic view based on an argument that
mendukung hipotesis. Jiwo (2011) menjelaskan
managers must first perceive ethics dan social
responsibility to be vital to organizational effec- bahwa konsultan pajak di Kantor Akuntan Publik
tiveness before their behaviors will become more (KAP) Semarang memiliki pemahaman etika yang
ethical dan reflect greater social responsibility. ’’ baik dalam menjalankan pekerjaannya konsultan
pajak mempunyai persepsi terhadap pentingnya etika
Dari kutipan di atas, seorang manajer dan tanggung jawab sosial yang tinggi dan baik. Oleh
mempersepsikan bahwa etika dan tanggung jawab karena itu, penelitian ini berupaya menguji bagai-
sosial menjadi penting untuk efektivitas organisasi manakah pengaruh persepsi konsultan perpajakan
sebelum perilaku mereka akan menjadi lebih etis dan atas pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
mencerminkan tanggung jawab sosial yang lebih terhadap pengambilan keputusan etis. Berdasarkan
besar. Dengan demikian, dari perspektif praktis, penjelasan-penjelasan tersebut, maka hipotesis satu
persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial yang dirumuskan adalah sebagai berikut:

108
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

H1: Persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab machiavellian kuat akan cenderung merasa bahwa
sosial berpengaruh positif terhadap pembuatan etika perusahaan dan tanggung jawab sosial itu
keputusan etis oleh konsultan pajak. penting, dan lebih cenderung menilai skema penghin-
daran pajak agresif menguntungkan. Temuan, berda-
Sifat Machiavellianisme dan Pembuatan Keputusan sarkan survei dari para profesional pajak di Hong
Etis Kong, mendukung hipotesis tersebut. Berangkat dari
temuan tersebut maka studi ini berupaya menguji
Teori pengambilan keputusan etis yang dimo- bagaimana pengaruh machiavellianisme terhadap
delkan Ferrell dan Gresham (1985) menjelaskan pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak di
bahwa apabila seseorang menghadapi sebuah dilema kota Surabaya. Sehingga hipotesis kedua dalam
etis, maka perilaku yang muncul dipengaruhi oleh penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
interaksi antara karakteristik-karakteristik yang berhu- H2: Sifat machiavellian berpengaruh negatif terhadap
bungan dengan individu. Individu machiavellian pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak.
digambarkan sebagai kurang melibatkan emosi
dengan orang lain, memiliki sedikit hubungan inter- Pertimbangan Etis dan Pembuatan Keputusan Etis
personal, dan cenderung lebih menolak norma-
norma etika untuk mencapai tujuan pribadi (Christie Ponemon (1992) menyatakan bahwa level
dan Geis, 1970). Rayburn dan Rayburn (1996) pertimbangan etis yang lebih tinggi akan meni-
meneliti hubungan antara karakter kepribadian (per- ngkatkan sensitifitas seorang individu untuk lebih
sonality traits) dan orientasi etis mahasiswa akuntansi. mengkritisi kejadian, masalah dan konflik. Auditor
Rayburn dan Rayburn (1996) menemukan individu— dengan kapasitas pemikian etis yang tinggi akan lebih
dengan intelegensi yang tinggi—lebih machiavellian baik dalam menghadapi konflik dan dilema etis, dan
dan berkepribadian tipe A tetapi berorientasi kurang lebih independen dalam membuat keputusan yang
etis daripada individu dengan kecerdasan lebih terkait dengan dilema etis. Sweeney dan Roberts
rendah. Machiavellians cenderung memiliki kepri- (1997) meneliti apakah pertimbangan etis berpe-
badian tipe A, tetapi cenderung berorientasi kurang ngaruh pada penilaian independensi seorang auditor.
etis dari Non machiavellians. Namun, individu Temuan yang paling signifikan adalah tingkat perke-
dengan kepribadian tipe A berorientasi lebih etis mbangan moral auditor mempengaruhi kepekaannya
daripada individu dengan kepribadian Tipe B. terhadap masalah etika dan keputusan independen.
Christie dan Geis (1970) menyatakan bahwa: Purnamasari (2006) menyatakan pertimbangan
“Machiavellianism as a construct represents a set of
etis yang tinggi akan lebih baik dalam menghadapi
behaviors that include lack of conventional morality, konflik dan dilema etis, bahwa individu yang lebih
negativism dan emotional detachment.” berkembang secara moral (pertimbangan etisnya
lebih tinggi) kemungkinannya akan lebih kecil untuk
Machiavellianism sebagai konstruk yang menyetujui perilaku yang tidak etis dan lebih
melambangkan serangkaian perilaku yang meliputi independen dalam membuat keputusan yang terkait
kurangnya moralitas, sikap negatif dan detasemen dengan dilema etis. Fleischman et al. (2007) meneliti
emosional. Richmond (2001) menjelaskan bahwa persepsi manajer profesional—dengan menggunakan
kecenderungan sifat machiavellian yang semakin dua sketsa situasional—untuk menyelidiki secara
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk berpe- empiris dua dari empat langkah dari Rest (1986)
rilaku tidak etis. Sebaliknya, jika kecenderungan sifat terkait proses pertimbangan etis dan menemukan
machiavellian rendah maka seseorang akan cende- indikasi bahwa proses pertimbangan etis secara
rung untuk berperilaku etis. Murphy (2012) mene- signifikan berhubungan dengan pengambilan kepu-
mukan bahwa akuntan machiavellian lebih cende- tusan etis.
rung melaporkan laporan keuangan secara keliru Jiwo (2011) menyatakan pertimbangan etis telah
dibandingkan dengan machiavellianism yang lebih menjadi komponen penting dalam studi mengenai
rendah. Purnamasari (2006) menjelaskan bahwa kepribadian dalam profesi akuntansi karena banyak
individu dengan sifat machiavellian tinggi cenderung pertimbangan profesional yang ditentukan berda-
memanfaatkan situasi untuk mendapatkan keuntu- sarkan keyakinan dan nilai-nilai individual. Profesi
ngan pribadi dan lebih memiliki keinginan untuk akuntansi, termasuk dalam perpajakan, selalu berha-
tidak taat pada aturan. Penelitian yang ada secara dapan dengan tekanan untuk mempertahankan stan-
konsisten menemukan bahwa machiavellian menun- dar etika yang tinggi di tengah kompetisi yang terus
jukkan nilai-nilai etika yang rendah. meningkat. Beberapa penelitian terdahulu seperti
Studi Shafer dan Simmons (2008) berhipotesis yang terangkum. Jiwo (2011) menyarankan individu
bahwa praktisi pajak profesional dengan orientasi yang berkembang dengan moral yang lebih baik, kecil

109
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

kemungkinannya berperan dalam kepribadian yang (3) Integritas, yaitu melaksanakan semua tanggung
tidak etis. Blanthorne et al. (2014) menemukan jawab profesional dengan rasa integritas yang
bahwa pertimbangan moral mempengaruhi kepu- tinggi;
tusan pelaporan pajak agresif terpisah dari pengaruh (4) Obyektivitas dan independensi, yaitu memper-
tekanan klien. Karena tingkat pertimbangan moral tahankan obyektivitas dan terlepas dari konflik
meningkat, posisi pelaporan agresivitas ditemukan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab
juga menurun. Seorang konsultan pajak dengan per- profesional, serta independen dalam kenyataan
timbangan etis yang baik diharapkan dapat membuat dan penampilan pada waktu melaksanakan akti-
keputusan yang cenderung etis, sehingga hipotesis vitas jasanya;
ketiga penelitian ini dirumuskan sebagai berikut. (5) Lingkup dan sifat jasa, yaitu mematuhi kode etik
H3: Pertimbangan etis berpengaruh terhadap pem- perilaku profesional untuk menentukan lingkup
buatan keputusan etis oleh konsultan pajak. dan sifat jasa yang akan diberikan. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap
pentingnya kode etik perusahaan dan tanggung
METODE PENELITIAN jawab sosial memiliki pengaruh penting terhadap
proses pengambilan keputusan etis.
Sampel Penelitian
Indikator dari persepsi pentingnya etika dan
Sampel penelitian ini adalah 50 orang konsultan tanggung jawab sosial adalah: (1) konsultan pajak
pajak bersertifikat di kota Surabaya. Kriteria sampel bertanggung jawab atas profesinya; (2) konsultan
yang digunakan adalah: (1) warga negara Indonesia; pajak selalu sopan dan ramah; dan (3) konsultan
(2) berprofesi sebagai konsultan pajak; dan (3) pajak mematuhi kode etik. Variabel persepsi pen-
memiliki sertifikat konsultan pajak. Alasan kriteria tingnya etika dan tanggung jawab sosial akan diukur
sampel ini adalah sesuai dengan kriteria konsultan dengan cara menyebarkan kuesioner dengan meng-
pajak dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik gunakan skala Likert dari interval 1 (sangat tidak
Indonesia No. 111/PMK. 03/2014 tentang konsultan setuju) hingga interval 5 (sangat setuju).
pajak. Dalam penyebaran kuesioner tidak semua
Kantor Konsultan Pajak (KKP) di kota Surabaya mau Sifat Machiavellianisme
menerimanya. Terdapat 25 KKP yang tidak bersedia
menerima kuesioner dikarenakan konsultan pajaknya Machiavellianisme didefinisikan sebagai ”sebuah
tidak bersedia menjadi responden. Hanya terdapat 55 proses dimana manipulator mendapatkan lebih
KKP yang bersedia dalam menerima penyebaran banyak reward dibandingkan yang dia peroleh ketika
kuisioner yang berlokasi di Surabaya. Hasil akhir tidak melakukan manipulasi, ketika orang lain
sampel yang kembali dan dapat diolah adalah mendapatkan lebih kecil, minimal dalam jangka pen-
sebanyak 50 kuisioner. dek (Christie dan Geis, 1970). Etika mempunyai hu-
bungan dengan dimensi-dimensi etis seperti machia-
vellianisme. Machiavellian ini menjadi proksi peri-
Definisi Operasional Variabel Penelitian laku moral yang mempengaruhi perilaku pembuatan
keputusan etis. Tiga hal yang mendasari machia-
Variabel Independen vellianisme (Christie, 1970), yaitu: (1) taktik mani-
pulatif seperti tipu daya atau kebohongan; (2) pan-
Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial dangan atas manusia yang tak menyenangkan, yaitu
lemah, pengecut dan mudah dimanipulasi; dan (3)
Etika mengacu pada sistem atau kode perilaku kurangnya perhatian dengan moralitas konven-sional.
kewajiban moral yang menunjukan bagaimana seo- Indikator dari machiavellianisme adalah sebagai
rang individu harus berperilaku dalam masyarakat berikut: (1) memanipulasi data atau infor-masi; (2)
(Kurniawan dan Sadjiarto, 2013). Prinsip-prinsip mempunyai sifat machiavellianisme; dan (3)
etika profesional dinyatakan dalam lima butir prinsip kejujuran dalam memberi informasi. Variabel mach-
(Sukrisno, 1996) sebagai berikut: iavellianisme akan diukur dengan menggunakan skala
Likert dari interval 1 (sangat tidak setuju) hingga
(1) Tanggung jawab, yaitu mewujudkan kepekaan interval 5 (sangat setuju).
profesional dan pertimbangan moral dalam
semua aktivitas; Pertimbangan Etis
(2) Kepentingan masyarakat, yaitu menghargai kepe-
rcayaan masyarakat dan menunjukkan komit- Perilaku yang ditunjukkan oleh setiap indivi-
men pada profesionalisme; dupun banyak yang dipengaruhi oleh pertimbangan-

110
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

Persepsi Pentingnya Etika dan


tantanggung Jawab Sosial

Pembuatan
Sifat Machiavellianisme
Keputusan Etis

Pertimbangan Etis

Gambar 1. Model Penelitian

pertimbangan etis. Semakin tinggi pertimbangan etis HASIL DAN PEMBAHASAN


diharapkan semakin bermoral pula keputusan-kepu-
tusan yang diambilnya itu.Rest (1979) menyatakan Berdasarkan data penelitian yang telah terkum-pul
bahwa pertimbangan etis didefinisikan sebagai per- sebanyak 50 responden, maka diperoleh data tentang
timbangan-pertimbangan yang harus dilakukan untuk demografi responden yang terdiri dari: (1) jenis
mengantisipasi dilema etis. Pertimbangan etis diukur kelamin, (2) usia responden, (3) masa kerja
menggunakan empat buah sketsa dilema etika, yang responden, (5) jumlah sertifikat konsultan pajak yang
mungkin dihadapi oleh para konsultan pajak profe- dimiliki (lihat Tabel 2). Sebelum uji hipotesis
sional. Indikator dari pertimbangan etis meliputi: (1) dilakukan, instrument penelitian diuji validi tas dan
bersikap objektif; (2) bukti yang memadai; dan (3) reliabilitasnya terlebih dahulu. Pengujian vali-ditas
sesuai standart dan etika yang berlaku. Variabel dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi
pertimbangan etis diukur dengan menggunakan skala product moment. Hasil pengujian validitas menun-
Likert dari interval 1 (sangat tidak setuju) hingga jukkan bahwa semua item yang terdiri dari pen-
interval 5 (sangat setuju). tingnya persepsi etika dan tanggung jawab sosial, sifat
machiavellianisme, pertimbangan etis dan pembu-
Variabel Dependen atan keputusan etis masuk kartegori valid (lihat Tabel
3). Sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan
Jones (1991) mendefinisikan keputusan etis rumus cronbach alpha sebagaimana yang ditun-
(ethical decision) sebagai sebuah keputusan yang baik jukkan Tabel 4. Hasil uji cronbach alpha ditemukan
secara moral maupun legal dapat diterima oleh nilai lebih dari 0,5. Sehingga dapat disimpulkan hasil
masyarakat luas. Indikator dari pembuatan keputusan uji reliabilitas instrument juga lolos dan instrumen
etis (Jones, 1991) adalah sebagai berikut: (1) isu dapat dikatan reliable (Sofyani dan Akbar, 2013).
moral; (2) pertimbangan moral; dan (3) perilaku Selain uji instrumen, dilakukan pula uji asumsi
klasik meliputi: uji normalitas, multikolinieritas, dan
moral. Variabel keputusan etis diukur dengan meng-
heteroskedastisitas. Dari hasil uji asumsi kalsik dite-
gunakan skala Likert dari interval 1 (sangat tidak mukan bahwa data penelitian tidak mengalami
setuju) hingga interval 5 (sangat setuju). masalah asumsi klasik. Hal ini dapat disimak dari titik
sebaran data penelitian yang berada disekitar garis ,
titik scatter plot yang menyebar merata, dan nilai VIF
yang lebih dari 1.

Tabel 2. Demografi Responden


Jumlah Sertifikat
Lama Menjadi
Usia Responden (Tahun) Konsultan Pajak
Jenis Kelamin Konsultan (Tahun)
yang Dimiliki
Perem-
Kriteria Laki-Laki 20-30 31-40 41-50 >50 ≤2 2-5 >5 1 2–3
puan
Jumlah 37 13 8 15 20 7 10 17 23 47 3

111
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

Tabel 3. Hasil Pengujian Validitas


No. Indikator Item r Hitung r Tabel Keterangan
1. Persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab X1.1 0,809 0,279 Valid
sosial (X )
1 X1.2 0,754 0,279
X1.3 0,801 0,279
2. Machiavellianisme (X )
2 X2.1 0,799 0,279 Valid
X2.2 0,701 0,279
X2.3 0,836 0,279
3. Pertimbangan Etis (X3) X3.1 0,714 0,279 Valid
X3.2 0,817 0,279
X3.3 0,769 0,279
4. Pembuatan Keputusan etis (Y) Y1 0,698 0,279 Valid
Y2 0,821 0,279
Y3 0,735 0,279

Tabel 4. Hasil Pengujian Reliabilitas jawab sosial lebih penting akan menilai penghin-
Variabel
Cronbach’s
Keterangan
daran (avoidance) agresif kurang menguntungkan,
Alpha dan karenanya akan memperkirakan kemungkinan
Persepsi pentingnya yang lebih rendah dari persetujuan dalam skema
etika dan tanggung 0,692 Reliabel tersebut. Hasil studi ini sejalan dengan Jiwo (2011)
jawab sosial yang mengatakan bahwa persepsi pentingnya etika
Machiavellanisme 0,675 Reliabel
dan tanggung jawab sosial berpengaruh terhadap
Pertimbangan Etis 0,648 Reliabel
Pembuatan pembuatan keputusan etis.
0,617 Reliabel Hasil penelitian ini menyatakan bahwa persepsi
Keputusan etis
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial
Hasil Pengujian Hipotesis berpengaruh positif terhadap pembuatan keputusan
etis oleh konsultan pajak. Jadi pada penelitian ini
Ringkasan hasil pengujian hipotesis ditunjukkan mempunyai pengaruh yang positif untuk konsultan
pada Tabel 5. Berdasarkan hasil uji hipotesis satu pajak dalam pembuatan keputusan etis. Dengan
ditemukan persepsi pentingnya etika dan tanggung pengaruh positif ini konsultan pajak dapat lebih
jawab sosial berpengaruh terhadap pembuatan banyak membuat persepsi-persepsi etika dalam
keputusan etis konsultan pajak, yang artinya hipotesis profesinya dan lebih bertanggung jawab lagi atas
satu diterima. jasanya agar tidak melanggar kode etik konsultan
pajak saat memberikan jasa pada kliennya. Namun
Tabel 5. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis hasil uji hipotesis pertama ini tidak sejalan dengan
Model t Sig. Krismanto (2014), menjelaskan persepsi pentingnya
x1 5.795 .000 etika dan tanggung sosial tidak berpengaruh pada
x2 -4.597 .000 pembuatan keputusan etis konsultan pajak, karena
x3 6.690 .000 konsultan pajak hanya berfokus pada legalitas tanpa
Adjusted R Square .734 .000 mempertimbangkan pada esensi sebenarnya yang ada
dalam undang-undang dan kode etik profesinya.
Hasil ini sejalan dengan Singhapakdi et al. Berdasarkan hasil uji hipotesis dua dapat
(2001) yang menyatakan bahwa manajer harus disimpulkan bahwa sifat machiavellianisme (X2)
terlebih dahulu mempersepsikan etika dan tanggung berpengaruh negatif terhadap pembuatan keputusan
jawab sosial menjadi penting untuk efektivitas etis (Y) oleh konsultan pajak, yang artinya hipotesis
organisasi sebelum perilaku mereka akan menjadi dua diterima. Hasil uji hipotesis 2 ini konsisten
lebih etis dan mencerminkan tanggung jawab sosial dengan hasil studi sebelumnya yang dilakukan
yang lebih besar. Hasil ini juga mendukung studi Richmond (2001), Purnamasari (2006) Shafer dan
Singhapakdi et al. (1995) yang juga menemukan ada Simmons (2008), Jiwo (2011), Murphy (2012), dan
hubungan positif antara nilai-nilai etika perusahaan Nida (2014) yang juga menemukan bahwa machia-
pemasar dan persepsi-persepsinya mengenai pen- vellian menunjukkan nilai-nilai etika yang rendah.
tingnya etika dan tanggung jawab sosial. Richmond (2001) menjelaskan bahwa kecende-
Di praktek perpajakan, hasil ini mendukung rungan sifat machiavellian yang semakin tinggi
studi Shafer dan Simmons (2008) yang menemukan menggiring seseorang untuk berperilaku tidak etis.
bahwa praktisi profesional pajak di Hong Kong yang Sebaliknya, jika kecenderungan sifat machiavellian
mempersepsikan etika perusahaan dan tanggung rendah maka seseorang akan cenderung untuk

112
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

berperilaku etis. Hasil studi ini juga sejalan dengan berkembang secara moral (pertimbangan etisnya
Purnamasari (2006), individu dengan sifat machia- lebih tinggi) kemungkinannya akan lebih kecil untuk
vellian tinggi cenderung memanfaatkan situasi untuk menyetujui perilaku yang tidak etis dan lebih
mendapatkan keuntungan pribadi dan lebih memiliki independen dalam membuat keputusan yang terkait
keinginan untuk tidak taat pada aturan. dengan dilema etis. Oleh karenanya, perlu dipastikan
Studi Shafer dan Simmons (2008)-yang menguji bahwa konsultan pajak yang mendapatkan ijin praktik
pengaruh machiavellianisme pada kesediaan praktisi adalah individu yang memiliki kematangan moral
pajak profesional di Hong Kong untuk mengadvokasi tertinggi (tahap post conventional).
skema penghindaran agresif atas nama klien peru- Berdasarkan analisis statistik diperoleh nilai
sahaan—juga menemukan bahwa praktisi pajak koefisien determinasi (R2) yang dilihat dari adjusted R
profesional dengan orientasi machiavellian kuat lebih square sebesar 0,743. Hal ini berarti 74,3% pem-
cenderung menilai skema penghindaran pajak agresif buatan keputusan etis yang diambil konsultan pajak
menguntungkan. Juga sejalan dengan hasil studi dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang terdiri dari
Murphy (2012) yang menemukan bahwa akuntan persepsi pentingnya etika dan tanggung jawab sosial,
machiavellian lebih cenderung melaporkan laporan machiavellanisme dan pertimbangan etis sedangkan
keuangan secara keliru dibandingkan dengan machia- sisanya yaitu 25,7% dipengaruhi oleh variabel lain
vellianism yang lebih rendah. Studi Jiwo (2011) yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
menemukan sifat machiavellian berpengaruh negatif
secara signifikan terhadap pembuatan keputusan etis
oleh konsultan pajak di KAP di kota Semarang. Nida SIMPULAN
(2014) menemukan sifat machiavellian berpengaruh
negatif terhadap inde-pendensi auditor pada KAP Studi ini bertujuan untuk menguji pengaruh
yang terdaftar pada directory Institut Akuntan Publik faktor-faktor internal individual dalam pembuatan
Indonesia (IAPI) wilayah Bali. keputusan etis oleh konsultan pajak. Data diperoleh
Berdasarkan hasil studi ini, maka dapat dire- dari kuesioner yang disebar kepada 50 konsultan
komendasikan kepada Direktur Jenderal Pajak atau pajak bersertifikat, yang bekerja pada 50 KKP di kota
pejabat yang ditunjuk dalam menerbitkan izin praktik Surabaya. Simpulan yang dapat ditarik yaitu persepsi
konsultan pajak perlu melakukan suatu uji sifat
pentingnya etika dan tanggung jawab sosial yang
machiavellianisme dari konsultan pajak tersebut.
merupakan faktor indi-vidual dari konsultan pajak
Tujuanya adalah agar kebijakan ini dapat memi-
nimalisir jumlah konsultan pajak yang memiliki sifat yang berpengaruh positif terhadap pembuatan
machiavellianisme yang cenderung tinggi. Hal itu keputusan etis. Artinya, bahwa tinggi atau tidaknya
dikarenakan jika konsultan pajak cenderung memiliki persepsi pentingnya etika dalam diri seseorang
sifat machiavellianisme maka akan dipandang buruk memiliki pengaruh yang kuat terhadap pembuatan
oleh klien yang menggunakan jasanya dan sulit keputusan etis. Hal ini mengindikasikan, bahwa
dipercaya untuk kejujurannya. Kualitas seseorang seseorang yang berpersepsi tinggi dengan pentingnya
atau konsultan pajak pun dapat dinilai masyarakat etika dan tanggung jawab memicu orang tersebut
dalam hal tersebut. akan melakukan pembuatan keputusan yang etis.
Berdasarkan hasil uji hipotesis tiga ditemukan Selanjutnya, sifat machiavellianisme yang meru-
bahwa pertimbangan etis berpengaruh positif terha- pakan faktor individual dari konsultan pajak yang
dap pembuatan keputusan etis oleh konsultan pajak, berpengaruh negatif terhadap pembuatan keputusan
yang artinya hipotesis tiga diterima. Hasil dari
etis konsultan pajak. Hal ini berarti bahwa sifat
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pertimbangan
etis berpengaruh positif pada pembuatan keputusan machiavellian yang tinggi pada seorang individu
etis. Hasil ini sejalan dengan penelitian Jiwo (2011) menyebabkan individu tersebut memiliki kemung-
menyarankan individu yang berkembang dengan kinan besar untuk membuat keputusan yang tidak
moral yang lebih baik, kecil kemungkinannya ber- etis. Studi ini juga menemukan bahwa pertimbangan
peran dalam kepribadian yang tidak etis. Dengan etis yang merupakan faktor individual dari konsultan
tingkat pertimbangan etis yang tinggi mampu untuk pajak berpengaruh positif terhadap pembuatan kepu-
mengambil pertimbangan etis secara independen tusan etis. Artinya meningkatnya pertimbangan etis
tanpa pengaruh dari klien maupun rekan kerja di dapat mendorong konsultan pajak untuk lebih
kantor dengan lebih baik. Penelitian ini juga sejalan banyak melakukan pertimbangan-pertimbangan yang
dengan Purnamasari (2006) pertimbangan etis berpe- baik agar dapat membuat keputusan etis secara benar
ngaruh tinggi akan lebih baik dalam menghadapi dan tidak dibenar-benarkan.
konflik dan dilema etis, bahwa individu yang lebih

113
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

Studi ini memiliki kontribusi sebagai berikut: LAMPIRAN


pertama, persepsi pentingnya etika dan tanggung
jawab sosial, sifat machiavellianisme, pertimbangan Intrumen Penelitian
etis dapat menjelaskan pengaruh terhadap pem-
buatan keputusan etis oleh konsultan pajak. Hal ini Persepsi Pentingnya Etika dan Tanggung Jawab
Sosial
mempunyai kontribusi teori yaitu menerapkan teori
pengambilan keputusan etis (Ferrell dan Gresham,
(1) Sebagai seorang konsultan pajak, saya berta-
1985) terkait dengan faktor individual. Kedua, hasil nggungjawab terhadap profesi yang telah saya
studi ini dapat dimanfaatkan oleh Direktur Jenderal pilih.
Pajak atau pejabat yang ditunjuk dalam menerbitkan (2) Prinsip kehati-hatian dalam bekerja selalu
izin praktik konsultan pajak. Perlu melakukan suatu saya terapkan saat bekerja.
uji sifat machiavellianisme dari konsultan pajak (3) Saat memberikan jasa pada client, saya
tersebut. Tujuanya agar meminimalisir jumlah kon- bekerja sesuai dengan kode etik yang
sultan pajak yang memiliki sifat machiavellianisme ditetapkan.
yang cenderung tinggi. Selain itu, juga perlu dipas-
tikan bahwa konsultan pajak yang mendapatkan ijin Machiavellianisme
praktik adalah individu yang memiliki kematangan
moral tertinggi (tahap post conventional), sehingga (1) Saya mampu menghadapi situasi penuh teka-
kemungkinannya akan lebih kecil untuk menyetujui nan.
perilaku yang tidak etis dan lebih independen dalam (2) Kejujuran adalah hal terbaik dalam kondisi
membuat keputusan yang terkait dengan dilema etis. apapun.
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, (3) Dalam segala hal rendah hati dan jujur lebih
baik daripada terpandang (berkuasa) dan
yakitu: sampel penelitian ini hanya menggunakan
tidak jujur
konsultan pajak bersertifikat di KKP kota Surabaya.
Penelitian selanjutnya, dapat memperluas populasi di Pertimbangan Etis
seluruh KKP di wilayah Jawa Timur bahkan seluruh
Indonesia. Selanjutnya, sampel penelitian ini 94% (1) Saat membuat keputusan, saya bersikap ob-
merupakan konsultan pajak bersertifikat A dan hanya jektif.
6% merupakan konsultan pajak bersertifikat B dan C. (2) Penarikan kesimpulan saya yang saya ambil
Klasifikasi sertifikat konsultan pajak menunjukkan didukung sejumlah bukti yang memadai.
tingkat keahlian untuk memberikan jasa di bidang (3) Saat dilemma membuat keputusan, saya
perpajakan kepada wajib pajaknya. Tingkat dilema harus berpegang teguh kepada standart dan
keputusan etis yang akan dibuat antara konsultan etika yang berlaku dengan tetap memper-
pajak bersertifikat A kemungkinan akan berbeda timbangkan agar rekomendasi dilaksanakan.
dengan konsultan pajak bersertifikat B dan C. Oleh
karenanya, penelitian selanjutnya dapat diuji kembali Keputusan Etis
dengan mempertimbangkan klasifikasi sertifikat
konsultan pajak yang dimiliki konsultan pajak. (1) Saya menerapkan sikap kejujuran dalam
menjalankan tugas.
Terakhir, penelitian ini belum menguji faktor ekter-
(2) Keputusan etis yang saya buat berpegang
nal yang juga mempengaruhi pembuatan keputusan
teguh pada kebenaran data yang saya dapat-
etis oleh konsultan pajak. Oleh karenanya, penelitian kan.
selanjutnya dapat menambahkan faktor eksternal (3) Saya menghindari pelanggaran aturan dalam
yang mempengaruhi pembuatan keputusan etis oleh bekerja
konsultan pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, T. 2014. Menjadikan Konsultan Pajak


sebagai Agents of Tax Compliance. Website:
http://www. pajak.go.id/ content/article/

114
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

menjadikan-konsultan-pajak-sebagai-agents-tax- Damayanti, T. W. 2004. Pelaksanaan Self Assesment


compliance System menurut Persepsi Wajib pajak (Studi
Amarullah, A. 2010. 13 Konsultan Pajak di Surabaya pada Wajib pajak Badan Salatiga). Jurnal
Ditahan. Website: http:// nasional.news.viva. Ekonomi dan Bisnis (Dian Ekonomi), X (1),
co.id/news/read/148362-13_konsultan_pajak_ 109-128.
di_surabaya_ditahan Devos, K. 2012. The Impact of Tax Professionals
Anton. 2012. Analisis Persepsi Akuntan Publik dan Upon the Compliance Behavior of Australian
Mahasiswa Akuntansi terhadap Kode Etik Individual Taxpayers, Revenue Law Journal,
Ikatan Akuntan Indonesia (Studi Kasus pada 22 (1), 1-26.
Beberapa Universitas serta Beberapa Kantor Doyle, E., J. F. Hughes dan B. Summers. 2013. An
Akuntan Publik di Semarang). Makalah Ilmiah Empirical Analysis of the Ethical Reasoning of
INFORMATIKA, 3 (2), 1-34. Tax Practitioners, Journal of Business Ethics,
Arif, M. L. S., R. Aulia dan N. Herawati. 2014. 114 (2), 325–339.
Bagaimanakah Persepsi Mahasiswa Akuntansi Doyle, E., J. F. Hughes dan B. Summers. 2014.
tentang Praktik Akuntansi Kreatif Ditinjau dari Ethics in Tax Practice: A Study of the Effect of
Teori Etika Bisnis?. Jurnal Akuntansi Practitioner Firm Size. Journal of Business
Multiaparadigma, 5 (1), 96-112. Ethics, 122 (4), 623–641.
Beritasatu. 2012. Konsultan Pajak Jadi Tersangka Ferrell O. C. dan L. G. Gresham. 1985. A
Baru Kasus Dhana Widyatmika. Website: Contingency Framework for Understanding
http://www. beritasatu.com/nasional/57766- Ethical Decision Making in Marketing. Journal
konsultan-pajak-jadi-tersangka-baru-kasus- of Marketing, 49 (3), 87-96.
dhana-widyatmika.html Fleischman, G. M., S. Valentine dan D. W. Finn.
Blanthorne, C., H. A. Burton dan Fisher, D. 2014. 2007. Ethical Reasoning dan Equitable Relief.
The Aggressiveness of Tax Professional Behavioral Research in Accounting, 19 (1),
Reporting: Examining the Influence of Moral 107–132.
Reasoning. Advances in Accounting Beha- Hughes, F. J. dan P. Moizer. 2015. Assessing the
vioral Research, 16, 149 – 181. quality of services provided by UK tax prac-
Bobek, D. D., A. M. Hageman dan R. R. Radtke. titioners. eJournal of Tax Research, 13 (1), 51-
2010. The Ethical Environment of Tax 75.
Professionals: Partner dan Non-Partner Per- Gray, K., L. Young dan A. Waytz. 2012. Mind
ceptions dan Experiences. Journal of Business Perception Is the Essence of Morality. Psycho-
Ethics, 92 (4), 637–654. logical Inquiry, 23, 101–124.
Budileksmana, A. 2000. Manfaat dan Peranan Gupta, R. 2015. Relational Impact of Tax Practi-
Konsultan Pajak dalam Era Self Assesment tioners’ Behavioural Interaction dan Service
Perpajakan. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 1 Satisfaction: Evidence from New Zealand.
(2), 77-84. eJournal of Tax Research, 13 (1), 76-107.
Burns, J. O. dan P. Kiecker. 1995. Tax Practitioner Hudson, S. dan G. Miller. 2005. Ethical Orientation
Ethics: An Empirical Investigation of dan Awareness of Tourism Students. Journal
Organizational Consequences. The Journal of of Business Ethics, 62 (4), 383-396.
the American Taxation Association, 17 (2), 20- Hunt, S. dan S. Vitell. 1986. A General Theory of
49. Marketing Ethics. Journal of Macromarketing,
Cash, L. S., T. L. Dickens dan M. E. Mowrey 2007. 6 (5), 5-16.
The Ethics Environment in Which Tax Jawa Pos, 15 Desember 2008. Aturan Baru, Saatnya
Professionals Practice. Taxes—The Tax Konsultan Pajak Panen. Website:http://www.
Magazine, 43-55. antikorupsi.org/id/content/aturan-baru-saatnya-
Chrismastuti, A. A. dan S. V. Purnamasari. 2004. konsultan-pajak-panen
Hubungan Sifat Machiavellian, Pembelajaran Jefriando, M. 2015. Konsultan Pajak yang Seperti Ini
Etika dalam Mata Kuliah Etika, dan Sikap Etis Harusnya Masuk Neraka Paling Bawah.
Akuntan: Suatu Analisis Perilaku Etis Akuntan Detikfinance Selasa, 27/01/2015, Website:
dan Mahasiswa Akuntansi di Semarang. Paper http://finance. detik.com/read/ 2015/01/27/
Dipresentasikan pada Acara Simposium 120118/2815038/4/konsultan-pajak-yang-
Nasional Akuntansi VII, Denpasar. seperti-ini-harusnya-masuk-neraka-paling-
Christie, R., dan F. L. Geis. 1970. Machiavellianism. bawah
Academic Press, Incorporated. Jiwo, P. 2011. Analisis Faktor-Faktor Individual
dalam Pengambilan Keputusan Etis oleh

115
Jurnal Akuntansi dan Investasi, 17 (2), 104-117, Juli 2016

Konsultan Pajak. (Kajian Empiris pada ting, Organizations dan Society, 17 (3–4), 239-
Konsultan Pajak di KAP di Kota Semarang). 258.
SE Skripsi, Universitas Diponegoro Sema- Pramono, H. dan D. U. Ario. 2009. Pengaruh
rang. Personal Values terhadap Pengambilan Kepu-
Jones, T. M. 1991. Ethical Decision Making by tusan Etis Akuntan Publik. Among Makarti, 2
Individual in Organizations: An Issue-Contin- (4), 9-22.
gent Model. Academy of Management Review, Purnamasari, S. V. 2006. Sifat Machiavellian dan
16 (2), 366-39S. Pertimbangan Etis. Paper Dipresentasikan
Krismanto, F. I. J. 2014. Pengaruh Persepsi Pen- pada Acara Simposium Nasional Akuntansi
tingnya Etika dan Tanggung Jawab Sosial, Sifat IX, Padang.
Machiavellian, dan Pertimbangan Etis Kon- Ramadhani, T. S. 2015. Pengaruh Sifat Machi-
sultan Pajak terhadap Pengambilan Keputusan avellian, Locus of Control , dan Equity Sensi-
Etis (Survey pada Konsultan Pajak dan Staff tivity terhadap Penghindaran Pajak dengan
Pajak di Beberapa Kantor Konsultan Pajak Keputusan Etis sebagai Variabel Intervening
Bandung). Skripsi, Universitas Widyatama. (Studi Empiris Pada Wajib pajak Orang
Kohlberg, L. 1976. Moral stages and moralization: Pribadi yang Melakukan Usaha dan Pekerjaan
The cognitive-developmental approach. Moral Bebas yang Terdaftar di KPP Pratama
Development and Behavior: Theory, Pekanbaru Senapelan). Jom. FEKON, 2 (2), 1-
Research, And Social Issues, 31-53. 15.
Kurniawan, C. dan A. Sadjiarto. 2013. Pemahaman Rayburn, J. M. dan Rayburn, L. Gayle. 1996.
Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Mengenai Relationship Between Machiavellianism dan
Hubungan dengan Wajib pajak oleh Kon- Type A Personality dan Ethical-Orientation.
sultan Pajak di Surabaya. Tax & Accounting Journal of Business Ethics, 15 (11), 1209-1219.
Review, 1 (1), 55-62. Rest, J. R. 1979. Revised manual for the defining
Kurpis, L. V., M. S. Beqiri dan J. G. Helgeson. 2008. issues test. Unpublished manuscript, Univer-
The Effects of Commitment to Moral Self- sity of Minnesota.
improvement and Religiosity on Ethics of Rest, J. R. 1986. Moral development: Advances in
Business Students. Journal of Business Ethics, research and theory. Praeger Publishers.
80 (3), 447-463. Rest, J., S. J. Thoma, D. Narvaez dan M. J. Bebeau.
Murphy, P. R. 2012. Attitude, Machiavellianism and 1997. Alchemy and beyond: indexing the
the rationalization of misreporting. Accoun- Defining Issues Test. Journal of educational
ting, Organizations and Society, 37 (4), 242- psychology, 89 (3), 498.
259. Richmond, K. A. 2001. Ethical Reasoning,
Nida, D. R. P. P. 2014. Pengaruh Persaingan, Machiavellian Behavior, dan Gender: The
Pemberian Jasa Lain dan Sifat Machiavellian Impact on Accounting Students’ Ethical
pada Independensi Auditor. E-Jurnal Akun- Decision Making. Phd Dissertation, Virginia
tansi Universitas Udayana, 7 (3), 778-790. Polytechnic Institute dan State University.
Novianti, L. 1997. Penerapan System Self Assess- Safitri, A. 2013. Mengenai Pengaruh Etika, Motivasi,
ment terhadap Pemungutan PPh Orang Priba- Komitmen, Independensi dan Tenure terha-
di, Suatu Tinjauan Pelaksanaan Pemungutan dap Kinerja Auditor. Skripsi, Universitas Tru-
PPh Orang Pribadi pada Pemilik Rumah Kost. nojoyo Madura.
Skripsi, Universitas Airlangga . Sari, R. S. N., R. Zuhdi dan N. Herawati. 2012.
Nugrahaningsih, P. 2005. Analisis Perbedaan Perila- Tafsir Perilaku Etis Menurut Mahasiswa
ku Etis Auditor di KAP dalam Etika Profesi Akuntansi Berbasis Gender. Jurnal Akuntansi
(Studi terhadap Peran Faktor-Faktor Indivi- Multiaparadigma, 3 (1), 125-133.
dual: Locus of Control, Lama Pengalaman Shafer, W. E. dan R. S. Simmons. 2008. Social
Kerja, Gender, dan Equity Sensitivity). Paper Responsibility, Machiavellianism dan Tax
Dipresentasikan pada Acara Simposium Avoidance: A Study of Hong Kong Tax
Nasional Akuntansi VIII, Solo. Professionals, Accounting, Auditing & Accoun-
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia tability Journal, 21 (5), 695 – 720.
Nomor 111/PMK.03/2014 tentang Konsultan Singhapakdi, A., K. Karande, C. P. Rao dan S. J.
Pajak. Vitell. 2001. How Important are Ethics dan
Ponemon, L. A. 1992. Ethical Reasoning dan Social Responsibility? A Multinational Study
Selection-Socialization in Accounting. Accoun- of Marketing Professionals. European Journal
of Marketing, 35 (1-2), 133, 134.

116
Arestanti et al. – Pembuatan Keputusan Etis Konsultan Pajak

Singhapakdi, A., K. L. Kraft, S. J. Vitell dan K. C. Sweeney, J. T. dan R. W. Roberts. 1997. Cognitive
Rallapalli. 1995. The Perceived Importance of Moral Development dan Auditor Indepen-
Ethics dan Social Responsibility on Organi- dence. Accounting, Organizations dan Society,
zational Effectiveness: A Survey of Marketers. 22 (3/4), 337-352.
Journal of the Academy of Marketing Science, Tan, L. M. 1999. Taxpayers' Preference for Type of
23 (1), 49-56. Advice from Tax Practitioner: A Preliminary
Singhapakdi, A., S. J. Vitell, K. C. Rallapalli dan K. Examination. Journal of Economic Psycho-
L. Kraft. 1996. The Perceived Role of Ethics logy, 20 (4), 431–447.
dan Social Responsibility: A Scale Develop- Tarjo dan I. Kusumawati. 2006. Analisis Perilaku
ment. Journal of Business Ethics, 15 (11), Wajib pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksa-
1131-1140. naan Self Assessment System: Suatu Studi di
Sofyani, H. dan R. Akbar. 2013. Hubungan Faktor Bangkalan. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Internal Institusi dan Implementasi Sistem Indonesia, 10 (1), 101 – 120.
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Wakefield, R. L. 2008. Accounting dan Machia-
(SAKIP) di Pemerintah Daerah. Jurnal Akun- vellianism. Behavioral Research in Accounting,
tansi dan Keuangan Indonesia, 10 (2), 184- 20 (1), 115–129
205. Wisesa, A. 2011. Integritas Moral dalam Konteks
Sukrisno, A. 1996. Penegakan Kode Etik Akuntan Pengambilan Keputusan Etis. Jurnal Manaje-
Indonesia. Makalah dipresentasikan pada men Teknologi, 10 (1), 82-92.
acara KNA-KLB IAI, Semarang.

117

You might also like