You are on page 1of 14

KAJIAN TINGKAT KECELAKAAN FATAL,

PENCEGAHAN DAN MITIGASI KECELAKAAN KAPAL-KAPAL PENANGKAP


IKAN YANG BERBASIS OPERASI DI PPP TEGALSARI, PPN PEKALONGAN
DAN PPS CILACAP

(ASSESSMENT ON FATALITY ACCIDENTS RATE,


PREVENTIONS AND MITIGATIONS OF THE FISHING VESSELS ACCIDENT
FROM FISHING BASE AT TEGALSARI COASTAL FISHING PORT,
PEKALONGAN ARCHIPELAGIC FISHING PORT AND CILACAP OCEANIC
FISHING PORT)

Djodjo Suwardjo1, John Haluan2, Indra Jaya2 dan Soen’an H. Poernomo3

ABSTRACT
Safety performance of a fishing vessels fleet is indicated by the Fatality Accident Rate (FAR) of fishing vessels and the
position of risk on F-N Curve, wether the risk position at unacceptable risk, intermediate risk or acceptable risk. The FAR of the
fishing vessles, from fishing based at Tegalsari Coastal Fishing Port, Pekalongan Archipelagic Fishing Port and Cilacap Oceanic
Fishing Port are 115 persons death/missing at sea per 100.000 fishermen per year and if it is compared with the FAR of the world
fishing fleet, is still consider higher. Therefore, a necessary measures to reduce accident risk of fishing vessels accident with prevention and
mitigation are needed. Some of the measures that we suggest to encompass the problem related to the fatal accident are: (1) training of
navigation and safety competences for skippers and crew members;(2) increasing safety awareness for the fishing vessel owners, Fishing
Port harbour master, fishing vessel inpectors, fisheries extension workers, instructors of fisheries education and training, community local
leaders and fishermen families, (3)crews insurance, and (4) providing fishing vessel standard, ship manning standard and works in
fishing standard, education, training and certification standar and standar of works in fishing.
Key words: Safety performance, Fatality Accident Rate (FAR, prevention and mitigation, training of
navigation and safety competences, increasing of safety awareness.

ABSTRAK

Kinerja keselamatan armada kapal-kapal penangkap ikan ditunjukkan dengan tingkat kecelakaan fatal kapal
penangkap ikan dan posisi risiko kecelakaan armada kapal penangkap apakah berada pada posisi yang unacceptable
risk, intermediate risk atau acceptable risk. Tingkat Kecelakaan Fatal armada kapal di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan
dan PPS Cilacap menunjukkan angka 115 orang meninggal per 100.000 awak kapal pertahun dan masih lebih tinggi
bila dibanding tingkat kecelakaan fatal kapal penangkap ikan tingkat dunia, yakni 80 orang meninggal/100.000 awak
kapal. Posisi risiko kecelakaan berada pada posisi yang unacceptable risk artinya perlu upaya penurunan risiko
kecelakaan dalam kurun waktu satu tahun. Diperlukan upaya pencegahan dan mitigasi untuk menurunkan risiko
kecelakaan melalui berbagai hal, yaklni: (1) pelatihan kompetensi keselamatan dan pelayaran bagi para nakhoda dan
ABK, (2) peningkatan safety awareness bagi pemilik kapal, Syahbandar pelabuhan perikanan, pengawas kapal
perikanan, penyuluh perikanan tangkap, pengajar pada lembaga pendidikan dan pelatihan perikanan, pemuka
masyarakat nelayan dan keluarga nelayan, penegakan hukum atas keselamatan kapal perikanan, (3) asuransi awak
kapal, (4) membangun standar pendidikan dan pelatihan dan sertifikasi pelaut perikanan, standar kapal penangkap
ikan, standar pengawakan dan membangun sistem ketenagakerjaan pada kapal penangkap ikan.
Kata kunci: Kinerja keselamatan, Tingkat Kecelakaan Fatal, pencegahan dan mitigasi, pelatihan
kompetensi navigasi dan keselamatan, peningkatan safety awareness.

I. PENDAHULUAN dunia. FAO (2000), memperkirakan terdapat


36 juta orang yang terlibat dalam kegiatan
Penangkapan ikan di laut merupakan penangkapan ikan dan budidaya perikanan,
pekerjaan yang paling membahayakan di 15 juta diantaranya terlibat dalam

1
Staf Ditjen P2HP, Kementrian Kelautan dan Perikanan
2
Staf pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
3
Kepala Pusat Statistik dan Informasi, Sekjen KKP

Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah ......... (SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 61
kegiatan penangkapan ikan dan budidaya Memperhatikan ukuran kapal yang
perikanan, 15 juta diantaranya terlibat relatif kecil dan kondisi cuaca yang tidak
dalam penangkapan ikan di laut, 90% menentu dimungkinkan akibat pemanasan
nelayan bekerja pada kapal-kapal global, serta kapal diawaki dengan jumlah
berukuran panjang kurang dari 24 m. orang yang melebihi kapasitas karena
Profesi pelaut kapal penangkap ikan menggunakan teknologi sederhana maka
memiliki karakteristik pekerjaan bersifat kemungkinan terjadi kecelakaan pada kapal
“3d” yaitu: membahayakan (dangerous), penangkap ikan sangat besar.
kotor (dirty) dan sulit (difficult). ILO Permasalahan keselamatan pada setiap
memperkirakan terdapat 24.000 kapal dan setiap pengoperasian masing-
kecelakaan fatal pertahun di seluruh dunia. masing jenis alat tangkap memiliki tingkat
Pelaut kapal penangkap ikan berlayar keselamatan berbeda.
menempuh alur pelayaran yang tidak Menurut Jennifer et al. ( 2002) bahwa
menentu, tidak seperti alur pelayaran keselamatan kapal penangkap ikan
kapal-kapal niaga, namun disesuaikan merupakan interaksi faktor-faktor yang
dengan daerah penangkapan ikan yang kompleks yakni human factor (nakhoda dan
menjadi sasaran penengkapan yang kerap anak buah kapal), machines (kapal dan
berpindah-pindah. Adapun lama pelayaran peralatan keselamatan) dan environmental
kapal-kapal penangkap ikan sangat (cuaca dan skim pengelolaan sumberdaya
bervariasi tergantung ukuran kapal, musim perikanan). Permasalahan keselamatan
penangkapan atau faktor lain seperti cuaca atau kecelakaan akan timbul apabila salah
yang tidak memungkinkan untuk melaut. satu elemen dari human factor, machines
Kapal-kapal berukuran kecil biasanya atau enviromental factor tersebut tidak
berlayar hanya satu hari (one day fishing) berfungsi. Banyak faktor yang dapat
sedangkan kapal besar bisa mencapai meningkatkan risiko kecelakaan adalah:
hingga tiga bulan mengingat perbekalan kondisi jam kerja yang relatif lama sehingga
dan bahan bakar biasanya disuplai kapal menyebabkan kelelahan; kondisi kapal yang
pengangkut ikan. tua dan kurang terawat; ruang kerja yang
Armada kapal penangkap ikan dunia sempit; bahaya yang melekat pada
didominasi kapal-kapal berukuran panjang pekerjaan (seperti kondisi cuaca); kurang
kurang dari 24 m atau 98% berukuran kecil terampil dan kurang pelatihan; kurangnya
(Petursdattir et al., 2001). Di Indonesia, monitoring dan performance keselamatan
pada tahun 2008 armada kapal panangkap kapal; produk yang ditangani
ikan berjumlah 555.190 unit kapal dan membahayakan seperti ikan berbisa;
94% diantaranya berukuran di bawah 60 kurangnya peralatan dan penggunaan
GT dengan jumlah nelayan sebanyak 3,4 peralatan keselamatan.
juta orang (Direktorat Jenderal Perikanan, Pendataan dan investigasi kecelakaan
2009). Diantara kapal-kapal berukuran kapal penangkap ikan masih kurang
kecil tersebut diantaranya kapal cantrang mendapat perhatian. Melalui pendataan
(dogol), kapal purse-seine, kapal longline dan investigasi dapat diketahui faktor-
dan kapal gillnet. faktor penyebab terjadi kecelakaan,
Kapal-kapal berukuran antara 10–30 bagaimana kecelakaan terjadi, tindakan-
GT yang berbasis di PPP Tegalsari tindakan yang dilakukan nakhoda dan
didominasi kapal-kapal cantrang dan gillnet anak buah kapal untuk menghindari dan
banyak dioprasikan disepanjang pantai mengatasi kecelakaan, probabilitas
utara Pulau Jawa, Perairan Madura, kejadian, konsekuensi atau tingkat
Perairan Pulau Masalembo bahkan ada kerusakan terhadap kapal dan lingkungan,
yang berlayar sampai di perairan risiko terhadap awak kapal, kerugian jiwa,
Kalimantan. Kapal-kapal yang berbasis di harta dan lingkungan, tingkat kecelakaan
Pekalongan umunya memiliki ukuran kapal fatal (Fatality Accidents Rate, FAR) serta
20-120 GT didominasi kapal purse-seine kinerja keselamatan suatu armada
beroperasi lebih jauh, yakni ke perairan penangkapan ikan.
Natuna, Bangka Belitung, Pulau Risk Index menggambarkan tingkat
Masalembu, Selat Makasar, Perairan risiko kegiatan penangkapan ikan oleh
Matasiri. Adapun kapal-kapal penangkap kapal-kapal dalam suatu unit armada,
ikan di perairan Cilacap berukuran 10–60 memberikan gambaran apakah tingkat
GT berperasi disekitar perairan Cilacap, risiko berada pada tingkat: unacceptable
Perairan selatan Gombong dan perairan risk, intermediate risk, atau acceptable risk.
selatan Pangandaran. Apabila tingkat risiko dan penyebab

62 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72


kecelakaan diketahui maka kegiatan lokasi kecelakaan, jumlah korban
penangkapan bisa saja terpaksa dihentikan meninggal/hilang dan indentifikasi korban,
karena berada pada posisi sangat jenis kecelakaan dan uang duka yang
membahayakan, atau kegiatan diperoleh keluaraga korban. Kecelakaan
penangkapan dapat dilanjutkan dengan kapal penangkap ikan yang didata hanya
melalui upaya pencegahan dan mitigasi kecelakaan fatal yakni kecelakaan kapal
guna menurunkan risiko kecelakaan. Selain yang mengakibatkan meninggal/hilangnya
risk index juga dapat diketahui dari suatu awak kapal dan atau hilangnya kapal, tidak
armada perikanan tangkap. FAR termasuk kecelakaan berat dan ringan.
merupakan perbandingan jumlah awak Analisis risiko kecelakaan dilakukan
kapal yang meinggal atau hilang di laut dengan menghitung FAR dan RI dari data
setiap 100.000 orang awak kapal. kecelakaan yang ada dalam tiga tahun
Dalam makalah ini diuraikan hasil: terakhir. Penyebab kecelakaan kematian
(1) Identifikasi profil Nakhoda kapal sebagai awak kapal, kemampuan awak kapal dalam
pemegang komando di atas kapal menghadapi kecelakaan, ketrampilan awak
penangkap ikan dan kondisi peralatan kapal dalam menangani kecelakaan,
keselamatan kapal; kondisi dan informasi cuaca, waktu
(2) Identifikasi dan analisis risiko kejadian penting untuk diketahui guna
kecelakaan fatal yang terjadi pada merancang tindakan-tindakan pencegahan
armada kapal penangkap ikan yang dan mitigasi kecelakaan kapal.
berbasis operasi di PPP Tegalsari, PPN Pengukuran FAR dengan memban-
Pekalongan dan PPS Cilacap; dan dingkan jumlah korban meninggal/hilang
(3) Analisis alternatif solusi pencegahan pertahun dengan jumlah awak kapal aktif
dan mitigasi risiko kecelakaan kapal per 100.000 awak kapal. Pengukuran Risk
penangkap ikan. Index dari suatu armada penangkapan
dengan menggambarkan peluang
II. METODE PENELITIAN kecelakaan dan tingkat konsekuensi pada
Kurva F-N. Risiko suatu kecelakaan kapal
Pengumpulan data primer dilakukan merupakan perkalian antara Frekuensi
melalui institusi terkait yakni Syahbandar (Probability) dan Konsekuensi atau tingkat
Pelabuhan Perikanan, Himpunan Nelayan pengaruh kecelakaan terhadap korban
Seluruh Indonesia (HNSI), Satuan Polair, manusia dan/atau kapal.
Dinas Kelautan dan Perikanan dan institusi Risiko = Frekuensi x Konsekuensi
terkait lainnya, sedangkan data sekunder atau
dikumpulkan dari berbagai sumber. Log (Risiko) = log (Frekuensi) + log
Identifikasi kecelakaan yang (Konsekuensi)
dikumpulkan dari data kecelakaan yang Pada Tabel 1 menggambarkan Konsekuensi
tersedia dalam kurun waktu tiga tahun. (Severity Index,SI) yang menunjukkan
Kecelakaan kapal didata oleh Satuan Polisi tingkat efek kecelakaan kepada manusia
Air di pelabuhan dan HNSI cabang dan kapal dan Tabel 2 menggambarkan
Kabupaten/Kota dengan format berbeda frekuensi indeks.
dan kelengkapan data belum memadai.
Data kecelakaan meliputi nama kapal,

Tabel 1 Logaritmic Severity Index (Paulsson 1999, dalam Forsman, 2004)

Tingkat Kekerasan Pengaruh kepada Pengaruh terhadap S (equivalent


Kecelakaan keselamatan awak kapal kapal fatalities)
(Severity)
Sangat ringan Satu luka ringan Perlengkapan kapal 0.01
(Minor) rusak ringan
Ringan Banyak luka ringan atau Kapal rusak ringan 0.1
beberapa luka berat
Sedang (Major) Satu awak kapal meninggal Kapal rusak berat 1
atau banyak luka berat
Berat Awak kapal meninggal Kapal rusak sangat 10
meninggal 2–10 orang berat
Sangat berat Awak kapal meninggal >10 Kapal tenggelam 100
(Catastrophic) orang (Total loss)

Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah ......... (SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 63
Tabel 2 Frequency Index (FI) (Paulsson dalam Forsman, 2004)

Frequency Definition F (per ship year)


Sangat tinggi Kecelakaan terjadi > 10% dari armada kapal 10
pertahun
Tinggi Kecelakaan terjadi 1 - <10% pertahun 1
Sedang Kecelakaan terjadi 1kapal pertahun 0.1
Jarang Kecelakaan terjadi 1 kapal per 10 tahun 0.01
Sangat Jarang Kecelakaan terjadi 1 kapal per 100 tahun 0.001

Tabel 3 berikut menggambarkan langkah/tindakan yang diperlukan dalam


risk matrix berdasarkan Tabel 1 dan Tabel kurun satu tahun, sedangkan angka RI
2, yang menghasilkan Risk Index (RI). Risk bernilai 7-10 menunjukkan tingkat
Index menunjukkan posisi tingkat risiko kecelakaan dengan risiko paling
penangkapan secara agregat sehingga para membahayakan (unacceptable risk)
pemangku kepentingan dapat melakukan memerlukan tindakan pencegahan dan
upaya-upaya preventif dan mitigasi. Angka mitigasi sesegera mungkin.
RI bernilai 2-4 menunjukkan bahwa risiko Alternatif pencegahan dan mitigasi
kecelakaan dapat diterima, kegiatan dapat terhadap kecelakaan kapal ditinjau dari
dilanjutkan tetapi harus yakin bahwa aspek sumberdaya manusia awak kapal,
keadaan tidak akan lebih buruk, angkat RI perlengkapan keselamatan dan
bernilai 5-6 berada pada tingkat kelembagaan.
intermediate risk, perlu mengambil

Tabel 3 Risk Index (RI) (Paulsson dalam Forsman, 2004)

Risk Index (RI)


FI Frequency Sangat ringan Ringan Sedang Berat Sangat Berat
(Minor) (Major) (Catastrophic)
5 Sangat tinggi (Frequent) 6 7 8 9 10
4 Tinggi (Reasonably 5 6 7 8 9
Probable)
3 Sedang (probable) 4 5 6 7 8
2 Rendah (remote) 3 4 5 6 7
1 Sangat rendah (Extremely 2 3 4 5 6
remote)

III. HASIL PENELITIAN pelatihan Basic Safety Training for Fishing


Vessel Personnel (BST-F), yang meliputi
3.1. Profil Nakhoda Kapal Penangkap materi: 1) Teknik penyelamatan diri
Ikan termasuk penggunaan jaket penolong (life
Nakhoda kapal adalah seseorang jacket) dan baju cebur (immersion suits); 2)
dari awak kapal yang mempunyai Pencegahan dan pemadaman kebakaran;
kewenangan komando di atas sebuah 3) Prosedur darurat; 4) Pertolongan
kapal dan memiliki tanggung jawab atas Pertama Pada Kecelakaan (P3K); 5)
keselamatan awak kapal dan kapal yang Pencegahan polusi laut; dan 6)
dioperasikannya (UU 17 Tahun 2008 Pencegahan kecelakaan di atas kapal.
tentang Pelayaran). Nakhoda dan awak Menurut IMO (1995), Nakhoda dan
kapal penangkap ikan harus memiliki perwira jaga kapal penangkap ikan harus
kepedulian keselamatan (safety memiliki pengetahuan dan ketrampilan
awareness), keahlian bernavigasi, minimal sesuai dengan ukuran kapal dan
ketrampilan keselamatan, ketrampilan daerah pelayaran. Semakin besar ukuran
komunikasi radio, ketrampilan kapal dan beroperasi di perairan laut lepas
penangkapan dan penanganan hasil atau unlimited waters maka kesulitan
tangkapan (STCW-F 1995, KM 9 Tahun pelayaran semakin tinggi sehingga
2005). Pada Bab III STCW-F 1995 Pasal 1 minimal pengetahuan dan keahlian yang
menyatakan bahwa sebelum harus dimiliki seorang nakhoda dan
melaksanakan tugas-tugas di atas kapal perwira jaga semakin kompleks.
penangkap ikan, seluruh awak kapal Kemampuan keahlian harus dibuktikan
penangkap ikan diwajibkan menerima

64 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72


dengan sertifikat kompetensi dan sertifikat (9.) Pencegahan kecelakaan;
profisiensi berstandar internasional. (10.) Peraturan Pencegahan Tubrukan di
Menurut IMO (2007), Nakhoda kapal Laut;
kecil harus memiliki kompetensi kerja (11.) Memahami dan meminimalkan risiko
yang memadai dalam mengoperasikan operasi penangkapan ikan.
kapal secara aman dan selamat, mengelola Untuk menguasai keahlian atau
kapal dengan baik secara terus menerus, ketrampilan tersebut maka seorang
meliputi: nakhoda kapal minimum berpendidikan
(1.) Pengoperasian dan perawatan mesin; menengah perikanan seperti Sekolah
(2.) Menangani keadaan darurat dan Usaha Perikanan Menengah atau
menggunakan radio komunikasi pendidikan SLTA umum ditambah
untuk meminta pertolongan; pelatihan kepelautan meliputi pelayaran
(3.) Pertolongan Pertama pada Kecelakaan dan pengoperasian kapal, keselamatan
(P3K); dan penangkapan ikan.
(4.) Mengolah gerak kapal di laut, di Hasil penelitian menunjukkan
pelabuhan dan selama operasi bahwa latar pendidikan para Nakhoda
penangkapan; kapal penangkap ikan yang berbasis
(5.) Navigasi; operasi di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan
(6.) Kondisi cuaca dan ramalan cuaca; dan PPS Cilacap dengan ukuran bobot
(7.) Stabilitas kapal; kapal 10 - <120 GT, seperti pada Tabel 4.
(8.) Penggunaan sistem signal;

Tabel 4 Latar Belakang Pendidikan Formal Nakhoda Kapal Penangkap Ikan di PPP
Tegalsari, PPN Pekalongan dan PPS Cilacap

No. Tingkat Pendidikan Prosentase


1. Tidak tamat SD 14,0 %
2. SD 70,3%
3. SLTP 10,9%
4. SLTA 4,8%
5. Perguruan Tinggi 0%

Untuk memenuhi persyaratan para Akibat dari tidak dimilikinya


Nahkoda telah memiliki sertifikat kompetensi keselamatan oleh para
kompetensi kepelautan sesuai dengan Nakhoda maka kesadaran terhadap
ukuran kapal dan daerah operasi pentingnya keselamatan pelayaran dan
penangkapannya, seperti SKK 60 mil Plus, penangkapan ikan (safety awareness) bagi
SKK 60 mil atau SKK 30 mil, yang awak kapal masih rendah.
diterbitkan oleh Syahbandar pelabuhan Setelah diberlakukannya Undang-
niaga dan masih sangat sedikit yang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
sudah memiliki sertifikat ANKAPIN-III. Pelayaran, para perwira pada kapal yang
Sertifikat ANKAPIN-III diterbitkan sesuai berukuran panjang kurang dari 12 m
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 harus memiliki sertifikat kepelautan
Tahun 2000 diterbitkan oleh Direktorat ANKAPIN-III untuk bagian dek dan
Jenderal Perhubungan Laut, yang ATKAPIN-III untuk bagian mesin,
didahului dengan pelatihan yang sementara itu seluruh awak kapal
diselenggarakan oleh Balai Pendidikan dan (Nakhoda dan ABK) kapal penangkap ikan
Pelatihan Perikanan (BPPP), Departemen diwajibkan memiliki kompetensi
Kelautan dan Perikanan atau balai latihan keselamatan. yang diperoleh melalui
perikanan lainnya. Setelah Desember 2009 Pelatihan Keselamatan Tingkat Dasar
sertifikat kompetensi kepelautan yang (Basic Safety Training, BST).
diharuskan dimiliki Nakhoda ANKAPIN-III Salah satu persyaratan peserta
untuk bagian dek dan ATKAPIN-III untuk untuk mengikuti pelatihan BST harus
bagian mesin. lulusan SLTP maka hal ini menimbulkan
Walaupun sudah memiliki sertifikat masalah di masyarakat nelayan dimana
kompetensi di atas, dari hasil penelitian para Nakhoda dan ABK kapal penangkap
para Nakhoda belum memenuhi ikan 84,3% tidak berpendidikan SLTP
kualifikasi kompetensi minimal yang atau hanya 15,7% dari Nakhoda yang
disyaratkan dalam STCW-F 1995 (KM layak mengikuti pelatihan BST.
09/2005).
Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah ......... (SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 65
Kemampuan menangkap ikan yang Kapal cantrang yang berbasis
dimiliki para nelayan sudah memadai operasi di PPP Tegalsari dari jumlah
namun kemampuan bernavigasi dan sampling sebanyak 21 kapal, dengan
keselamatan masih memerlukan bobot kapal antara 12–30 GT, ukuran
peningkatan. Hasil penelitian panjang kapal keseluruhan (LOA) 8–20 m,
menunjukkan bahwa penguasaan sebanyak tiga unit kapal atau 14,29%
kompetensi navigasi dan keselamatan, telah memenuhi persyaratan peralatan
sebagai berikut: 37,92% sangat kurang keselamatan, 18 unit kapal atau 85,71%
kompeten, 36,16 kurang kompeten, tidak memenuhi persyaratan peralatan
14,50% cukup kompeten, 9,62% kompeten keselamatan. Kekurangan peralatan pada
dan 1,8% sangat kompeten. kapal-kapal minipurse-seine, diantaranya
Setiap Nakhoda rata-rata menanggung jumlah jaket penolong (life jacket) tidak
beban hidup anggota keluarga sebanyak 7 sesuai dengan jumlah awak kapal, jumlah
orang, dan belum ada asuarnsi kecelakaan pelampung penolong (life buoy) kurang,
atau asuransi jiwa bagi Nakhoda dan ABK. tidak dilengkapi alat pemadam kebakaran,
tidak ada rakit penolong, tidak dilengkapi
3.2. Kondisi Peralatan Keselamatan helm, sepatu kerja dan pakaian kerja,
Kapal Penangkap Ikan yang Berbasis kotak P3K kurang lengkap.
Operasi di PPP Tegalsari, PPN (2.) Kapal-kapal purse-seine di PPN
Pekalongan dan PPS Cilacap Pekalongan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kapal-kapal purse-seine yang
Perhubungan Nomor KM 46 tahun 1996 berbasis operasi di PPN Pekalongan
yang masih dijadikan dasar hukum untuk memiliki bobot antara 29–129 GT dengan
penerbitan Sertifikat Kelaiklautan dan LOA 19,95–26,5 m. Dari sampling kapal
Pengawakan Kapal Penangkap Ikan, maka sebanyak 22 kapal menunjukkan
perlengkapan keselamatan yang harus sebanyak empat unit kapal atau sebanyak
tersedia di kapal penangkap ikan 18,18% telah dilengkapi peralatan
menyangkut jumlah, kapasitas, atau keselamatan. Sementara sebanyak 18
penempatan pada lambung kiri atau unit kapal atau 81,82% tidak memenuhi
lambung kanan kapal, adalah: skoci persyaratan keselamatan. Kekurangan
penolong (life boat), skoci kerja (work peralatan pada kapal-kapal mini purse-
boat), rakit penolong kembung (inflatable seine, diantaranya jumlah jaket penolong
liferaft), rakit penolong tegar (rigid liferaft), (life jacket) tidak sesuai dengan jumlah
baju/jaket penolong (life jacket), baju awak kapal, jumlah pelampung penolong
cebur (immersion suits), sarana pelindung (life buoy) kurang, tidak dilengkapi alat
panas (thermal protective aids), pemadam kebakaran, tidak ada rakit
pelampung penolong dengan lampu dan penolong, tidak dilengkapi helem, sepatu
asap (life buoy with light and smoke), kerja dan pakaian kerja, kotak P3K kurang
pelampung penolong dengan lampu dan lengkap.
tali (life buoy with light and line), (3.) Keragaan Peralatan Keselamatan
pelampung penolong biasa (ordinary life Kapal-kapal Minilongline di PPS
buoy), perangkat telekomunikasi radio Cilacap
teleponi (Radio telephone apparatus), Kapal-kapal Minilongline di PPS
perangkat telekomunikasi radio VHF (VHF Cilacap dengan sampling 21 unit kapal,
radio telephone apparatus), perangkat kisaran bobot kapal antara 22-56 GT, LOA
EPIRB (EPIRB apparatus), perangkat 15,8–22 m, menunjukkan bahwa kapal
komunikasi VHF radio telephone dua arah telah memenuhi perlengkapan kapal dan
(two way VHF radio telephone apparatus), peralatan keselamatan sebanyak 12 kapal
transfonder radar 9GHz (radar transfonder atau sebesar 57,14% dan 9 kapal atau
9 GHz), pesawat penerima NAVTEX 42,86% tidak memenuhi persyaratan
(NAVTEX receiver), peralatan pencegahan peralatan keselamatan kapal.
minyak (oil pollution prevention equipment). Kekurangan peralatan keselamatan
Pada daftar perlengkapan tersebut tidak pada kapal-kapal minilongline yang
tercantum perlengkapan kesehatan dan berbasis operasi di PPS Cilacap,
obat-obatan, helem kerja, baju kerja, diantaranya kekurangan jumlah jaket
sarung tangan, dan sepatu kerja. penolong (life jacket) belum sesuai dengan
Hasil penelitian menunjukkan, sebagai jumlah awak kapal, alat pemadam
berikut: kebakaran, rakit penolong, dan pelampung
(1.) Kapal-kapal Cantrang di PPP Tegalsari penolong (life buoy). Selain itu masih ada

66 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72


beberapa kapal yang tidak dilengkapi alat Prosentase kapal-kapal penangkap
komunikasi Radio SSB dan alat navigasi ikan yang layak /tidak layak, yang
seperti penentu posisi kapal Global berbasis operasi di PPP Tegalsari, PPN
Positioning Systems (GPS). Pekalongan dan PPS Cilacap sebagaimana
pada Gambar 1 dan Tabel 5.

Gambar 1 Grafik Kondisi Kelayakan Kapal Penangkap Ikan 10-129 GT yang berbasis
Operasi di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan dan PPS Cilacap.

Tabel 5 Kondisi kelaiklautan kapal Cantrang, Minipurse-seine dan Minilongline menurut


kondisi peralatan keselamatan

No Jenis Kapal Layak Tidak Layak


Jumlah % Layak Tidak Layak
1. Cantrang 3 14,29 18 85,71%
2. Minipurse-seine 4 18,18 18 81,82%
3. Minilongline 12 57,14 9 42,86%
Jumlah 19 29,69 45 70,31%

Kapal dikategorikan laiklaut kapal berbasis operasi di PPP Tegalsari,


penangkap ikan apabila kapal penangkap Kota Tegal. PPN Pekalongan dan
ikan telah memenuhi persyaratan kapal PPS Cilacap.
yang meliputi: Statistik kecelakaan kapal dan
(1.) Konstruksi dan tata susunan kapal; investigasi kecelakaan kapal sangat
(2.) Stabilitas dan garis muat kapal; diperlukan dalam pengembangan sistem
(3.) Perlengkapan kapal termasuk pencegahan dan mitigasi guna
peralatan keselamatan; menurunkan tingkat kecelakaan. Safety
(4.) Permesinan dan listrik kapal; performance dari armada kapal penangkap
(5.) Sistem dan perlengkapan pencegahan ikan secara agregat perlu diketahui
dan pemadam kebakaran; dengan cara melakukan analisis terhadap
(6.) Sistem dan perlengkapan pencegahan berbagai aspek yang mendukung tingkat
pencemaran dari kapal; keselamatan dan kejadian-kejadian
(7.) Alat tangkap, cara menangkap, kecelakaan kapal penangkap ikan.
penanganan hasil tangkap sesuai Masing-masing kapal penangkap
peraturan yang berlaku; ikan sebagai individu memiliki tingkat
(8.) Jumlah dan susunan awak kapal. keselamatan berbeda tergantung kepada
Kapal dinyatakan laiklaut dibuktikan penguasaan kompetensi keselamatan oleh
dengan dokumen berupa sertifikat Nakhoda dan ABK-nya, kondisi kelaikan
kelaiklautan kapal, yakni: Surat Laut kapal dan perlengkapannya, kondisi alat
untuk kapal yang memiliki volume kotor tangkap, serta faktor luar seperti cuaca
500 m3 atau 175 GT; Pas Tahunan bagi dan kondisi perairan.
kapal yang memiliki volume kotor kapal 20 Indonesia belum memiliki data Laju
m3 atau 7 GT; Pas Putih : isi kotor kapal Kecelakaan Fatal atau FR baik tingkat
≥ 10 - < 20 m3, dan Pas Biru bagi kapal kabupaten, provinsi atau nasional, hal ini
yang memiliki volume kotor < 10 m3 atau disebabkan masih belum terstrukturnya
3 GT. pendataan kecelakaan kapal penangkap
ikan dan instansi apa yang memiliki
3.3. Laju Kecelakaan Fatal (LKF) atau kewenangan untuk melaksanakan
Fatality Accident Rate (FAR) kapal- pendataan pada tingkaat kabupaten/kota,
kapal penangkap ikan yang provinsi dan nasional.

Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah ......... (SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 67
Hasil penelusuran di lapangan, Di Australia, antara tahun 1982
pendataan kecelakaan kapal di tiga lokasi sampai 1984, tingkat kecelakaan fatal
penelitian yaitu di PPP Tegalsari, PPN sebesar 18 kali lebih tinggi dari rata-rata
Pekalongan dan PPS Cilacap, pendataan tingkat kecelakaan nasional Australia
kecelakaan kapal penangkap ikan (143/100.000 orang dibanding
dilakukan oleh Himpunan Nelayan 8.1/100,000); di Denmark, dari tahun
Seluruh Indonesia (HNSI) cabang 1989 sampai 1996, tingkat kecelakaan
kabupaten/kota dikaitkan dengan pada kapal penangkap ikan 25-30 kali
pengeluaran dana sosial uang duka dari lebih tinggi disbanding tingkat kecelakaan
koperasi nelayan dan Satuan POLAIR. pekerja di daratan. Di negara-negara
Pencatatan data kecelakaan kapal Nordic menunjukkan bahwa kecelakaan
tersebut hanya data kecelakaan dengan fatal antara 90 sampai 150 orang per
korban meninggal atau hilang dan 100.000 pekerja. Upaya-upaya
kecelakaan yang menyebabkan kapal pencegahan kecelakaan, pelatihan survival
tenggelam walaupun awak kapal dapat dan pelayanan SAR di negara tersebut
diselamatkan, namun belum termasuk termasuk salah satu diantara negara-
kecelakaan dengan korban luka-luka berat negara yang terbaik di dunia. Selanjutnya
dan luka ringan. disebutkan dari negara berkembang
Jumlah kecelakaan fatal kapal seperti Sri Lanka untuk perikanan
penangkap ikan yang terjadi dilokasi tangkap laut dalam (offshore fishing) 10
penelitian dari tahun 2006 sampai 2008, kali lebih tinggi dibanding kecelakaan fatal
sebanyak 61 kali kecelakaan fatal dengan di Norwegia. Studi kecelakaan fatal
korban awak kapal meninggal/hilang di penangkapan, dengan perahu kano di
laut sebanyak 68 orang atau rata-rata Guinea tahun 1991-1994 menunjukkan
pertahun korban meninggal/hilang 500 orang per 100.000 pekerja; di
sebanyak 32 orang dari jumlah awak sepanjang pantai Afrika Barat,
kapal aktif sebanyak 19.640 orang. Kapal penangkapan ikan tradisional dengan
dan alat tangkap yang tenggelam/hilang di kano, kecelakaan fatal antara 300–1000
laut sebanyak 22 unit kapal atau rata- orang per 100.000 pekerja. Di Afrika
rata kapal hilang sebanyak 7 unit/tahun. Selatan angka kecelakaan fatal 585 orang
Laju Kecelakaan Fatal (LKF) atau per 100.000 nelayan.
Fatality Rate (FR) dihitung jumlah korban Menurut Petursdottir (2001), di
meninggal/hilang per 100.000 nelayan. Amerika Serikat tahun 1996 tingkat
LKF di masing-masing lokasi penelitian kematian dalam perikanan diperkirakan
sebagai berikut: di PPP Tegalsari 123 delapan kali lebih tinggi dibanding orang
orang meninggal/100.000 orang awak yang mengoperasikan kendaraan dan 16
kapal, PPN Pekalongan 46 orang kali lebih tinggi dibanding petugas
meninggal/100.000 orang awak kapal, pemadam kebakaran dan polisi, serta 40
dan PPS Cilacap 235 orang kali dari rata-rata kecelakaan fatal
meninggal/100.000 awak kapal. Rata-rata nasional. Laju kecelakaan fatal lainnya
LKF di tiga lokasi penelitian tersebut (dimana x merupakan rata-rata laju
adalah 115 orang meninggal/100.000 kecelakaan fatal nasional negara tersebut);
nelayan. Republik Korea (15 x); Estonia (11 x); Italy
Bila dibandingkan dengan rata-rata (21 x); Lithuania (11 x); Polandia (9 x);
tingkat kecelakaan fatal kapal penangkap Spanyol (6 x) dan Canada (3,5 x). Di
ikan dunia pekerjaan nelayan atau awak Australia, kecelakaan yang terjadi antara
kapal penangkap ikan mencapai 1982 sampai 1984, laju kecelakaan fatal
80/100.000 awak kapal pertahun (ILO, (fatality rate) nelayan adalah 18 kali lebih
FAO (2000) dalam Jennifer et al., (2002) tinggi rata-rata kecelakaan fatal secara
memperkirakan 7% dari seluruh nasional (143/100.000 orang-tahun
kecelakaan kerja fatal di dunia terjadi dibanding 8,1/100.000).
pada industri perikanan tangkap. Pada Perbandingan tingkat kecelakaan
industri perikanan tangkap di seluruh fatal kapal penangkap ikan yang berbasis
dunia berdasarkan pengalaman, terdapat operasi di Pantai Utara Jawa dan Selatan
24.000 kecelakaan fatal. Jawa ditunjukkan pada Tabel 6.

68 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72


Tabel 6 Perbandingan Kecelakaan Fatal Perairan Utara Jawa (PPP Tegalsari dan PPN
Pekalongan) dan perairan Selatan Jawa (PPS Cilacap) Tahun 2006–2008

Uraian Perairan Utara Jawa Perairan Selatan Jawa


LKF (jumlah meninggal/hilang 78 235
per 100.000 awak kapal)
Jumlah kecelakaan fatal 36 24
Jumlah korban meninggal/hilang 35 33
Unit Kapal dan alat tangkap 3 4
hilang/tahun
Prosentase Kecelakaan kapal per 1,8 1,2
100 kapal
Waktu kecelakaan relatif tertinggi November, Desember, Juli
(bulan) Januari, Februari

Kecelakaan fatal kapal-kapal yang penangkap ikan di Kota Tegal adalah: 7


beroperasi di perairan Selatan Pulau Jawa orang atau 30,43% terjatuh ke laut (man
lebih tinggi dibandingkan dengan over board) pada saat melakukan
kecelakaan kapal yang berbasis operasi di penangkapan dan pelayaran, 7 orang atau
perairan Utara Pulau Jawa. LKF di 30,43% karena sakit, 6 orang atau
Perairan Selatan Jawa 235/100.000 orang, 26,09% meninggal karena kapal terbalik
jumlah rata-rata kapal tenggelam/hilang 4 disebabkan ombak besar dan terjepit
unit kapal per tahun prosentase kapal gardan penarik tali slambar sebanyak 3
yang hilang. orang atau 13,04%.
Penyebab korban meninggal/
hilangnya 23 orang korban pada kapal

Tabel 7 Jenis kecelakaan fatal di atas kapal penangkap ikan kapal-kapal yang berbasis
operasi di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan, PPS Cilacap

No Jenis kecelakaan PPP PPN Pekalongan PPS


Tegalsari Cilacap
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Jatuh/hilang di 7 30,43 3 25.00 8 24,24
laut
2. Sakit 7 30,43 7 58,33 -
3. Kapal terbalik 6 26,09 - 25 75,76
4. Penanganan alat
tangkap ikan/
pengo- perasian
alat winch/gardan 3 13,04 2 16,67 - -
5. Jatuh di atas kapal - - - - - -
6. Pekerjaan - - - - - -
permesinan
7. Asphyxiasi - - - - - -
Jumlah korban 23 100 12 100 33 100

Jenis kecelakaan yang kapal, ukuran kapal dan tingginya


mengakibatkan 68 korban meninggal/ gelombang laut saat operasi penangkapan
hilang adalah: meninggal/hilang akibat atau pelayaran.
kapal terbalik sebanyak 31 orang atau Prosentase korban meninggal/hilang
sebesar 45,59%, 18 orang atau 26,47% akibat jatuh ke laut (man over board)
meninggal/hilang jatuh ke laut, 14 orang sebanyak 18 orang atau 26,4%, terdiri
atau 20,50% meninggal karena sakit dan dari: jatuh ke laut pada kapal-kapal
kelelahan dan 5 orang meninggal/hilang minilongline, gillnet dan lampara di
atau 7,35% terjadi saat penanganan alat Cilacap sebanyak 8 orang atau 44,44%,
tangkap. pada kapal cantrang di Tegal sebanyak 7
Dari prosentase tersebut korban orang atau 38,89% dan pada kapal
meninggal/hilang akibat kapal terbalik purseseine sebanyak 3 orang atau 16,67%.
terjadi di Cilacap sebesar 80,65%, di Tegal Salah satu penyebab awak kapal jatuh ke
19,35% di Pekalongan tidak terjadi. Hal laut disebabkan kapal yang dioperasikan
ini berkaitan dengan kondisi stabilitas

Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah(SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 69


untuk menangkap ikan yang berbasis akibatkan meninggalnya awak kapal
operasi di PPP Tegal dan PPS Cilacap lebih menunjukan 7,35%, namun luka-luka
kecil dibanding kapal-kapal yang berbasis berat dan ringan tidak ada data. Kejadian
operasi di PPN Pekalongan. kecelakaan diakibatkan kurangnya
Prosentase meninggal di atas kapal pengalaman awak kapal atau awak kapal
karena sakit perlu mendapat perhatian baru bekerja tanpa mendapat pelatihan
karena data penelitian menunjukkan terlebih dahulu, awak kapal kurang peduli
tingginya angka tersebut. Kapal-kapal atau tidak diberikan arahan dari nakhoda
yang berbasis operasi di PPN Pekalongan posisi-posisi yang membahayakan pada
sebanyak 58,33% akibat sakit, dan secara saat operasi penangkapan atau penyebab
keseluruhan yang meninggal akibat sakit lain seperti kurangnya penerangan pada
20,50% dari keseluruhan korban. Periode saat penurunan alat tangkap pada malam
berlayar kapal purseseine yang berbasis hari. IMO Model course 1.33 tentang
operasi antara 34 hari sampai 89 hari keselamatan operasi penangkapan bagi
dengan rata-rata berlayar 60 hari di laut. awak kapal dapat dijadikan acuan untuk
Menurut konvensi ILO (2007) dalam melatih awak kapal penangkap ikan selain
konvesi ILO Nomor 188 menyebutkan pelatihan BST.
bahwa awak kapal penangkap ikan yang
berlayar di laut lebih dari tiga hari harus 3.4. Posisi Risiko Kecelakaan Kapal
memiliki kartu sehat dan di atas kapal Penangkap Ikan di PPP Tegalsari,
harus tersedia obat-obatan dan awak PPN Pekalongan dan PPS Cilacap
kapal yang memiliki kompetensi Data kecelakaan armada kapal
perawatan medis (medical care), makanan penangkap ikan yang berbasis operasi di
dan air minum harus higienis. PPP Tegal, PPN Pekalongan dan PPS
Pemeriksaan kesehatan bagi awak kapal Cilacap tahun 2006–2008 setelah
sebelum berangkat belum terkontrol dilukiskan pada kura F-N sebagaimana
dengan baik. ditunjukkan pada Gambar 2 .
Jenis kecelakaan pada saat
penanganan alat tangkap yang meng-

FREKUENSI
Kecelakaan >10 SANGAT Mitigasi UN-ACCEPT-
% dari armada TINGGI ABLE RISK
kapal/tahun
Kecelakaan TINGGI
1- <10% dari
armada kapal/
tahun
1 kapal per MEDIUM INTER-
tahun MEDIATE

1 kapal per 10 RENDAH


tahun

1 kapal per 100 SANGAT


tahun RENDAH ACCEPT- Pence-
ABLE Gahan
RISKRISK

Sangat Ringan Sedang Berat Sangat Berat


ringan (Major) (Catastro-
(Minor) phic)

KONSEKUENSI
Kerusaka Luka-luka Beberapa 2-10 >10 awak
n ringan, ringan terluka orang kapal
keterlam- berat, dan meningga meninggal
batan 1 orang l/ hilang dan kapal
meningga tenggelam
l/hilang

Gambar 2 Kurva F- N Posisi Risiko Kecelakaan Kapal Penangkap Ikan di PPP Tegalsari,
PPN Pekalongan dan PPS Cilacap.

70 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72


Pada kurva F-N menunjukkan (1.) Perlu dibangun sistem statistik
bahwa kinerja keselamatan armada kapal- kecelakaan kapal penangkap ikan
kapal penangkap ikan yang berbasis secara nasional dan bila perlu
operasi di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan investigasi kecelakaan kapal
dan PPS Cilacap pada posisi risiko yang penangkap ikan, menyelenggarakan
tidak dapat diterima. Posisi risiko risk assessment kecelakaan kapal
kecelakaan kapal-kapal penangkap ikan di penangkap ikan.
PPN Pekalongan relatif lebih rendah (2.) Peningkatan kualitas sumberdaya
dibandingkan posisi keselamatan kapal- manusia Nakhoda dan ABK kapal
kapal yang berbasis operasi di PPP penangkap ikan dan calon awak kapal
Tegalsari dan PPS Cilacap pada posisi penangkap ikan ukuran kurang dari
unacceptable risk. 150 GT melalui paket pelatihan BST
khusus untuk awak kapal penangkap
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ikan yang disesuaikan dengan kondisi
tingkat pendidikan formal
Dari hasil penelitian dapat nelayan/awak kapal, kondisi kapal
disimpulkan: dan daerah pelayaran.
(1.) Nakhoda - nakhoda kapal-kapal (3.) Peningkatan safety awareness
penangkap ikan yang berbasis operasi melalui penyuluhan terhadap unsur
di PPP Tegalsari, PPN Pekalongan dan terkait, seperti petugas Syahbandar
PPS Cilacap belum memiliki Pelabuhan Perikanan, Pengawas
kompetensi sesuai standar minimum Kapal Perikanan, Penyuluh Perikanan
yang dipersyaratkan nasional dan Tangkap, Pegawai Dinas Perikanan
internasional ditinjau dari kompetensi dan Kelautan, tenaga pengajar pada
navigasi, komunikasi dan keselamatan pendidikan dan pelatihan kepelautan
pelayaran dan penangkapan ikan. perikanan; unsur non pemerintah
(2.) Kapal-kapal penangkap ikan seperti pemilik kapal, asosiasi pelaut
berukuran 10–129 GT di tiga lokasi perikanan, pemuka masyarakat
penelitian, yang telah memenuhi nelayan, keluarga nelayan, perencana
peralatan keselamatan minimal di kapal dan pihak perencana dan
lokasi penelitian baru mencapai pembuat kapal;
29,69%, sebanyak 70,31% belum (4.) Meninjau ulang dan penegakan
dilengkapi peralatan keselamatan hukum atas peraturan tentang
sesuai persyaratan minimal. keselamatan kapal penangkap ikan
(3.) Fatality Accident Rate (FAR) sebesar terkait dengan: standar pendidikan
115 orang atau 115 orang dan pelatihan, ujian dan sertifikasi
meninggal/hilang di laut per 100.000 pelaut perikanan; standar
awak kapal per tahun, angka tersebut pengawakan kapal penangkap ikan,
lebih tinggi dari FAR kapal penangkap standar kelaiklautan berbagai kelas
ikan dunia 80 orang kapal penangkap ikan dan sistem
meninggal/100.000 awak kapal. ketenagakerjaan pada kapal
(4.) Secara agregat posisi risiko penangkap ikan;
kecelakaan kapal penangkap ikan di (5.) Mengembangkan sistem kesehatan
tiga lokasi penelitian berada pada kerja dan asuransi kecelakaan bagi
posisi unacceptable risk artinya dalam awak kapal penangkap ikan.
kurun waktu satu tahun harus ada (6.) Mengembangkan sistem Search And
upaya-upaya penurunan risiko Rescue.
kecelakaan kapal-kapal yang berbasis
operasi di PPP Tegalsari, PPN DAFTAR PUSTAKA
Pekalongan dan PPS Cilacap.
Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap,
Rekomendasi upaya pencegahan dan 2009. Statistik Perikanan Tangkap
mitigasi penurunanan risiko kecelakaan Indonesia 2009. Direktorat Jenderal
kapal penangkap ikan atas kondisi Perikanan Tangkap. Departemen
tingginya tingkat kecelakaan kapal-kapal Kelautan dan Perikanan.
penangkap ikan di PPP Tegalsari, PPN
Departemen Perhubungan, 1996.
Pekalongan dan PPS Cilacap,sebagai
Keputusan Menteri Perhubungan
berikut:
Nomor KM 46 Tahun 1996 tentang

Kajian Tingkat Kecelakaan Fatal Serasah........................ (SUWARDJO, HALUAN, JAYA dan POERNOMO) 71
Sertifikasi Kelaiklautan Kapal International Maritime Organization, 2007.
Penangkap Ikan. Jakarta. Any Othre Business. Outcome of SLF
50.STW 39/11/1. Sub Committee on
FAO, 2000. The State of World Fisheries
Standard of Training and
and Aquaculture. Part 2 Selected
Watchkeeping. 39th Session. London.
Issues Facing Fishers and
Aquaculturists. Rome. Italy. International Maritime Organization, 1995.
1993 Torremolinos Protocol and
Forsman, Bjӧrn (2004). Application of Risk
Torremolinos International Convention
Assessment Tools in the Maritime
for the Safety of Fishing Vessels,
Safety Management Process. MSM-
Consolidated Edition, 1995. London.
2004.SIDA. Sweden.
International Maritime Organization, 1996.
Gurdun Petursdottir, Olafur Hannibalson
International Convention on Standars
dan Jeremy MM. Turner (2001).
of Training, Certification and
Safety At Sea as an Integral Part of
Watchkeeping for Fishing Vessel
Fisheries Management. Food and
Personnel, 1995. London.
Agriculture Organization of the United
Nation. Rome. Jennifer M. Lincoln, Diana S. Hudson,
George A. Conway and Rachel
International Maritime Organization, 2005.
Pescatore, 2002. Proceeding of the
IMO Model Course 1.33. Safety of
International Fishing Industry Safety
Fishing Operations (Support Level).
and Health Conference. US
2005 Edition. Course + Compedium.
Department of Health and Human
London.
Services.

72 MARITEK. Vol 10. No 1. Maret 2010: 61-72

You might also like