You are on page 1of 9

PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

Patrisia Puspapriyanti1, Sudarmanta2 , Yana Supriatna2

Residen Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada


1

2
Staf Pengajar Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

ROLE OF ANGIOPLASTY AS THE TREATMENT OF RENAL ARTERY STENOSIS (RAS)

ABSTRACT
Renal Artery Stenosis (RAS) is a narrowing of the diameter renal artery diameter by more than or equal to 50%. Renal Artery Stenosis (RAS) is
an important cause of secondary hypertension and progressive renal insufficiency. The narrowing of the renal artery lumen may be due to
various causes, with the most common causes are atherosclerosis and fibromuscular dysplasia (FMD).

Percutaneous Transluminal Renal Angioplasty (PTRA) is one of the alternative treatments for RAS performed by interventional radiologist. This
technique is done by inserting a small balloon in the area of the blocked renal artery. When the balloon is developed, the plaque from the fat
or blockage will be pressed towards the arterial wall and dilated blood vessel diameter so that it can increase blood flow to the heart.

Uncontrolled hypertension and FMD treated with PTRA have a success rate of 82-100%. The use of stenting improves effectiveness with
94-100% success rate. This method is less effective for atherosclerotic RAS, due to its severity of RAS lesion and its potential to cause arterial
dissection.

Compared with revascularization of the renal artery with surgery, PTRA is preferred because it is not invasive, has faster hospitalization and
lower complications. Therefore, PTRA is considered a treatment option that is quite effective in treating hypertension, especially in patients
with uncontrolled hypertension and fibromuscular dysplasia.

Keywords: Stenosis, Renal Artery, Angioplasty, Atherosclerosis, Fibromuscular Dysplasia

ABSTRAK
Stenosis Arteri Renalis (SAR) adalah suatu kondisi penyempitan dari arteri renalis penyempitan diameter lumen sejumlah lebih atau sama
dengan 50%.2 Stenosis Arteri Renalis (SAR) merupakan penyebab penting dari hipertensi sekunder dan insufisiensi renal yang progresif.
Penyempitan lumen arteri renalis dapat disebabkan berbagai hal, dengan penyebab utamanya adalah aterosklerosis atau fibromuscular
dysplasia (FMD).

Percutaneous Transluminal Renal Angioplasty (PTRA) adalah salah satu alternative penanganan SAR yang dilakukan dokter spesialis radiologi
intervensi. Teknik ini dilakukan dengan memasukkan balon kecil pada daerah arteri renalis yang tersumbat. Ketika balon dikembangkan, plak
dari lemak atau sumbatan akan tertekan ke arah dinding arteri dan diameter pembuluh darah melebar (dilatasi) sehingga dapat meningkatkan
aliran darah ke jantung.

Hipertensi yang tidak terkontrol dan FMD yang diterapi dengan PTRA memiliki angka kesuksesan 82-100%. Penggunaan stenting meningkatkan
efektivitas dengan kesuksesan 94-100%. Metode ini kurang efektif untuk SAR aterosklerotik, dikarenakan kakunya lesi SAR serta potensinya
untuk menimbulkan diseksi arteri.

95 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017


Patrisia Puspapriyanti, Sudarmanta, Yana Supriatna

Dibandingkan revaskularisasi arteri renalis dengan bedah, PTRA adalah prosedur invasif minimal untuk memperbaiki aliran
lebih dipilih dikarenakan tidak invasif, rawat inap yang lebih cepat darah pada arteri dan vena. Angioplasti dapat digunakan
dan komplikasi yang lebih rendah. Oleh karena itu, PTRA dianggap untuk memperbaiki beberapa kondisi, di antaranya
sebagai pilihan terapi yang cukup efektif menangani hipertensi, penyempitan arteri besar karena aterosklerosis, fibromuscular
dysplasia (FMD), penyakit arteri perifer atau PAD (Peripheral
terutama pada pasien hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular
Artery Disease), stenosis arteri karotis, coronary artery disease,
dysplasia.
penyempitan vena atau fistula dialysis atau graft, dan juga
untuk hipertensi vaskular ginjal.2,5
Kata kunci : Stenosis, Arteri Renalis, Angioplasti, Aterosklerosis,
Fibromuscular Dysplasia

Epidemiologi

Prevalensi SAR aterosklerotik meningkat seiring dengan


PENDAHULUAN
pertambahan umur, terutama pada pasien dengan diabetes
Hipertensi adalah salah satu faktor resiko terjadinya mellitus, hyperlipidemia, pengidap penyakit aterosklerosis
penyakit kardiovaskuler seperti stroke dan penyakit lain, dan hipertensi. SAR aterosklerotik terdapat pada 1-5%
jantung koroner. Menurut WHO dan International Society pada 60 juta orang Amerika Serikat penderita hipertensi, dan
of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita pada 30% pasien dengan coronary artery disease (CAD), 7% di
hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal atas usia 65 tahun dan sampai 50% dari pasien tua dengan
setiap tahunnya. Penyakit renovaskuler, dalam hal ini Stenosis diffuse atherosclerotic disease.4,6
Arteri Renalis (SAR) merupakan penyebab penting dari
SAR muncul dua kali pada laki-laki daripada wanita
hipertensi sekunder dan insufisiensi renal yang progresif.1,2
serta orang tua, dan meningkat mencapai 53% pada pasien
Penyebab paling sering dari SAR adalah aterosklerosis dengan riwayat hipertensi diastolic >100mmHg. SAR
dan fibromuscular dysplasia. Pada populasi dewasa, penyebab merupakan penyebab end-stage renal disease dan insufisiensi
SAR tersering adalah aterosklerosis, sedangkan fibromuscular renal, serta penyebab sekunder dari hipertensi.4
dysplasia lebih sering ditemukan pada pasien usia muda.
Pasien dengan hipertensi dan SAR sering ditangani dengan
tindakan revaskularisasi ginjal, yaitu menghilangkan obstruksi Etiologi
arteri renalis ke ginjal, salah satunya dengan tindakan radiologi
intervensi Percutaneous Transluminal Renal Angioplasti Penyempitan lumen arteri renalis dapat disebabkan
(PTRA).3,4 beberapa hal, di antaranya atherosclerosis, fibromuscular
dysplasia (FMD), vasculitis, neurofibromatosis, congenital
bands, kompresi ekstrinsik, dan radiasi. Selain itu, penyebab
SAR lain yang lebih jarang adalah vaskulitis arteri yang besar
Definisi (Takayasu arteritis), antiphospholipid syndrome dan mid aortic
syndrome. Dua penyebab utama SAR adalah aterosklerosis
Hipertensi menurut WHO tahun 1999 adalah kondisi di atau FMD (Gambar 3).7,8
mana tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih, tekanan
darah diastolic 90 mmHg atau lebih, dan di atas angka tersebut SAR aterosklerotik terjadi pada lebih dari 90% kasus
pada pasien yang tidak meminum obat antihipertensi. Stenosis SAR. SAR aterosklerotik biasanya terjadi pada ostium dan
Arteri Renalis (SAR) adalah suatu kondisi penyempitan dari atau sepertiga proximal dari arteri renalis dan juga aorta yang
arteri renalis, yang disebabkan oleh berbagai etiologi. Definisi berdekatan. Prevalensi dari SAR aterosklerotik meningkat
stenosis arteri renalis Menurut American College of Radiology dengan pertambahan usia, terutama pada pasien dengan
(ACR) adalah penyempitan diameter lumen arteri renalis diabetes, aortoiliac occlusive disease, penyakit jantung koroner
sejumlah lebih atau sama dengan 50%, di mana parameternya atau hipertensi.8,9
adalah persentasi diameter dari normal pembuluh darah
renal, contohnya % SAR = 100 x (1-(diameter lumen yang Fibromuscular dysplasia (FMD) adalah penyakit vaskular
menyempit / diameter pembuluh darah normal )).2 non aterosklerotik dan non inflamasi yang dapat menyebabkan
stenosis arteri, oklusi, aneurisma atau diseksi. Penyebab dari
Stenosis arteri renalis ostial adalah penyempitan FMD dan prevalensinya belum diketahui secara pasti, namun
anatomis di proksimal 5 mm dari arteri. Stenosis arteri truncal terdapat beberapa penelitian yang menghubungkan FMD
adalah SAR non ostial yang terjadi proksimal dari cabang dengan kelainan genetik. Berdasarkan US Registry, 91%
arteri renalis. Angioplasti dengan atau tanpa stent vaskuler penderita FMD adalah wanita. FMD dilaporkan mengenai

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017 96


PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

arterial bed tapi biasanya mengenai arteri renalis dan arteri Diagnosis
carotis externa pada lebih dari 65% kasus.8,10
Pencitraan radiologi merupakan modalitas yang dipilih
untuk mengidentifikasi SAR, seperti Magnetic resonance
angiography (MRA), helical computed tomographic angiography
(CTA), Doppler ultrasonography, renal scintigraphy, invasive
angiography,merupakan pemeriksaan pencitraan radiologis
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi SAR.3,12

Terapi

Terdapat 2 jenis penanganan yang diberikan untuk SAR,


yaitu terapi obat dan revaskularisasi.Terapi obat lebih dipilih
untuk digunakan pada pasien dengan SAR aterosklerosis
dan penyakit ginjal yang berat seperti gagal ginjal kronis,
proteinuria > 1 g/dl, diffuse intrarenal vascular disease, dan
atrofi ginjal, dibandingkan dengan revaskularisasi renal.11
Penggunaan angiotensin-converting enzyme inhibitor (ACE-I)
dan angiotensin receptor blocker (ARB) untuk menghambat
sistem renin-angiotensin dan simpatis, direkomendasikan
untuk mengontrol hipertensi dan untuk mengurangi
gejala klinis pada pasien yang diketahui memiliki penyakit
Gambar 1. Gambaran arteriografi pada multifocal fibromuscular kardiovaskuler.11
dysplasia pada distal arteri carotis interna (A) dan renalis (B)
berdasarkan klasifikasi American Heart Association. Terdapat Terdapat dua jenis teknik revaskularisasi arteri renalis,
beberapa area dari stenosis dan dilatasi (string of beads). C. Gambaran yaitu dengan metode bedah dan radiologi intervensi.
fotomikrograf menunjukkan gap pada tunika media arteri.10 Revaskularisasi bedah dilakukan dengan teknik unilateral
aortorenal bypass surgery atau extra-anatomic bypass dari
arteri coeliaca atau cabang mesenterium. Revaskularisasi
renal dengan angioplasti sering juga disebut conventional
Gambaran Klinis PTRA (Percutaneus Transluminal Renal Angioplasti) tanpa atau
dengan pemasangan stent. Angioplasti dengan balon adalah
Manifestasi klinis dari stenosis arteri renalis bervariasi prosedur dimana balon kecil pada ujungnya yang dimasukkan
tergantung dari penyebabnya. Pada SAR aterosklerotik, gejala dekat daerah yang menyempit atau tersumbat pada arteri.
paling umum adalah hipertensi dengan onset kurang dari Secara teknis angioplasti pada arteri renalis dengan balon
30 tahun atau hipertensi berat setelah 55 tahun, yang terus disebut Percutaneous Transluminal Renal Angioplasti (PTRA).
berakselerasi dan resisten terhadap obat. Selain itu terdapat Ketika balon dikembangkan, plak dari lemak atau sumbatan
perburukan fungsi ginjal setelah pemberian ACE inhibitor, akan tertekan ke arah dinding arteri dan diameter pembuluh
atrofi ginjal, edema pulmonum, serta congestive heart failure darah melebar (dilatasi) sehingga dapat meningkatkan aliran
yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.3,11 darah ke jantung.2,12-14

Pada SAR yang disebabkan oleh renal fibromuscular


dysplasia, gejala klinis bergantung dari distribusi pembuluh
darah yang terlibat, tipe FMD dan tingkat keparahan lesi
vaskuler. Gejala yang paling umum adalah hipertensi yang
berpotensi muncul pada umur yang lebih muda (di bawah 35
tahun) dan resisten terhadap obat. Selain hipertensi, gejala lain
yang umum ditemukan adalah bruit pada regio epigastrium
(17.5% pasien) atau bruit pada flank (6.1% pasien).10

97 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017


Patrisia Puspapriyanti, Sudarmanta, Yana Supriatna

Gambar 2. Angiogram ginjal. (Gambar Kiri) Stenosis ostial arteri renalis kanan yang berat. (Gambar Kanan). Setelah prosedur PTRA dan
implantasi stent pada stenosis arteri renalis tersebut.11

Indikasi dan kontraindikasi PTRA angulasi arteri renalis, adanya fibromuscular dysplasia dan
ukuran ginjal dari pole superior ke pole inferior. Informasi
Indikasi untuk angioplasti pada fibromuscular disease tambahan yang berpengaruh adalah keberadaan aneurisma
menurut ACR dan SIR 2,15 (Treshold – 95%) adalah: (1) aorta abdominalis dengan atau tanpa mural thrombus,
Gambaran angiografi SAR yang signifikan secara hemodinamik, kalsifikasi aorta dan aterosklerosia arteri iliaca. Informasi
(2) Stenosis yang signifikan secara hemodinamik, di mana tambahan ini berpengaruh terhadap pilihan akses untuk
terdapat 10% mean pressure gradient pada SAR, atau 20 mmHg angiografi dan revaskularisasi, yaitu melalui radial, brachial
mean pressure gradient dengan stimulasi dopamine pada SAR. atau femoral.16

Indikasi dilakukan angioplasti dan stenting pada ASVD Pasien diharuskan puasa minimal 6 jam sebelum
(Atherosclerotic vascular disease) adalah: (1) Stenosis lebih prosedur, namun pasien diperbolehkan minum air putih
dari 50% diameter atau penyempitan lebih dari 75% pada sampai 2 jam sebelum tindakan. Pasien harus dicek tanda
cross sectional area, atau (2) Stenosis yang signifikan secara vital, laboratorium darah lengkap dan fungsi ginjalnya. Pasien
hemodinamik, dengan 10% mean pressure gradient pada juga harus dicek apakah memiliki alergi terhadap kontras.
SAR, atau 20 mmHg mean pressure gradient dengan stimulasi Untuk pasien yang merokok, tidak diperbolehkan merokok
dopamine pada SAR.2,15 dalam waktu 24 jam sebelum tindakan.17

Sesaat sebelum tindakan, pasien akan dipasang IV


Persiapan PTRA (Intravenous) line untuk memasukkan obat. Rambut di region
pubis akan dicukur kemudian akan disuntikkan anestesi local
Sebelum dilakukan PTRA, perlu dilakukan beberapa pada lokasi puncture. Bila diperlukan akan diberikan injeksi
persiapan. Persiapan yang paling penting adalah memastikan antibiotik dan kortikosteroid di bangsal sebelum tindakan
adanya indikasi untuk dilakukan angioplasti melalui konfirmasi dimulai.17
beberapa pemeriksaan diagnostik non invasif maupun invasif.
Pemeriksaan diagnostik tersebut harus juga melihat adanya
aterosklerosis aorta, arteri renal asesorius, lokasi dari SAR,

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017 98


PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

Alat dan Bahan

Alat yang perlu digunakan untuk tindakan PTRA adalah jarum untuk puncture, introducer sheath, guide catheter, balon
angioplasti, dan stent. Guide wire akan memandu kateter melalui pembuluh darah, di mana bentuknya kaku dan mengatur
tempat di mana angiogram akan dilaksanakan. Guide wire yang digunakan pada angiografi selektif pasien dewasa biasanya
memiliki panjang 100-150 cm dengan diameter 0.014 inchi.18,19

Untuk memasukkan kateter, diperlukan jarum untuk puncture pembuluh darah arteri. Ukuran jarum yang biasa
digunakan adalah 18 G, 19 G, 20 G, dan 21 G untuk pasien dewasa. Jarum tersebut akan ditusukkan dengan teknik Seldinger
(Gambar 3).

Gambar 3. Teknik Seldinger untuk memasukkan catheter pada angiografi dan PTRA. 23

Balon kateter dapat berupa balon yang halus dan


elastis seperti balon untuk oklusi atau balon Fogarty untuk
membersihkan thrombosis, dapat juga kaku dan digunakan
untuk dilatasi atau angioplasti. Balon untuk dilatasi dapat
dibagi menjadi dua bagian besar bergantung dari ukuran
guide wire-nya, yaitu 0.018 inchi atau 0.035 inchi. Makin
kecil lumen guide wire-nya maka balon akan semakin kecil.
FDA (Food and Drug Administration) dari Amerika Serikat
menyetujui tiga balon kateter dengan stent ukuran 0.014 inchi
(Express SD, Boston Scientific, Natick, MA, USA; Formula, Cook
Incorporated, Bloomington, IN, USA; Herculink Elite, Abbott
Vascular, Santa Clara, CA, USA) (Gambar 4).16,17,18

Drug eluting stent adalah stent untuk coroner


maupun perifer yang perlahan akan melepaskan obat untuk
menghambat proliferasi sel (Gambar 20). Obat ini akan
mencegah fibrosis, yang bila bergabung dengan thrombus,
dapat menutup arteri yang sudah dipasang stent, yang sering
disebut proses restenosis. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa drug eluting stent memiliki efektivitas yang lebih baik
daripada bare-metal stent untuk penanganan SAR. 20

Gambar 4. Balon kateter22

99 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017


Patrisia Puspapriyanti, Sudarmanta, Yana Supriatna

Teknik PTRA Tanpa dan Dengan Stenting Balon ditahan selama beberapa detik untuk memberikan
tekanan sirkumferensial pada segmen arteri renalis dan
Sebelum dilakukan tindakan PTRA, pasien disiapkan kemudian dikempeskan dan akhirnya ditarik kembali ke guide
dengan sterilisasi area yang akan dilakukan puncture, catheter.14
kemudian diberikan anestesi local berupa lidokain 1% atau
2% yang diberikan pada akses femoral. Kemudian dimasukkan Angiogram diambil setelah PTRA dan setelah balon
sheath arteri yang ditempatkan pada arteri femoralis, dan kateter diambil, untuk memastikan diameter lumen arteri
guide catheter dimasukkan pada 0.035 inchi guide wire renalis yang stenosis telah melebar > 50%. Setelah pelebaran
dengan panduan fluoroskopi. Setelah ujung dari guide arteri renalis, aliran darah ke aorta akan bertambah, dan perlu
catheter diposisikan pada ostium dari arteri renalis, dibuat dilihat apakah ada diseksi pada dinding vaskuler atau apakah
gambar angiogram. ada filling defect yang menunjukkan kemungkinan thrombus.
Aliran darah ke cabang dari arteri renalis harus baik, dengan
Setelah guide wire dilepas, ujung proksimal dari guide penyangatan parenkim yang baik.1
catheter dihubungkan dengan manifold, kontras water soluble
sebanyak lebih kurang 4-8 ml diinjeksikan secara manual saat Untuk teknik PTRA dengan pemasangan stent, stent
rekaman cineangiographic. Material antithrombotic intravena, dipasang dengan memberi tekanan negatif pada balon dan
biasanya heparin, diberikan sebelum ahli radiologi intervensi kemudian diinflasikan dengan menginjeksikan campuran
melakukan angioplasti.14 kontras dan saline melalui device inflasi. Stent diinflasikan
untuk beberapa detik pada tekanan 5-10 bars. Balon kemudian
Guide wire berukuran 0.018 inchi dimasukkan melalui dikempeskan dan ditarik sedangkan stent tetap pada lesi.
sheath 6 French pada stenosis renal. Masuknya guide wire dan (Gambar 4)
injeksi sedikit kontras dipantau dengan fluoroskopi. (Gambar
23) Sebuah balon berukuran 6x18 mm diposisikan pada lesi
melalui guide wire. Balon kemudian dikembangkan dengan
memberi tekanan positif sampai lebih kurang 4-8 atmosfer.

Gambar 5. Tahapan PTRA dengan pengembangan balon dan pemasangan stent.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017 100


PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

Evaluasi

Secara teknis, keluaran terapi PTRA yang berhasil


adalah: (1) batas minimal sisa diameter stenosis < 30% yang
diukur pada titik tersempit dari lumen vaskuler dan gradient
tekanan kurang dari threshold untuk intervensi, atau gradient
sistolik < 10 mmHg, (2) Lesi bifurcatio awal tidak dimasukkan
pada analisa ini.2,13

Secara klinis, hipertensi renovaskuler atau ischemia Gambar 6. Diseksi aorta bagian distal setelah pemasangan stent
dari arteri renalis kiri.21
dianggap sembuh bila tekanan darah kembali di bawah
140/90 mmHg dan pasien tidak lagi meminum obat anti
hipertensi. Untuk insufisiensi renal, dikatakan sembuh bila
eGFR kembali pada tingkat normal. Sedangkan hasil tindakan Diskusi
dikatakan partial response jika terdapat pengurangan
tekanan darah sistolik atau diastolic 10 mmHg, atau tekanan Walaupun PTRA dianggap sebagai pilihan terapi untuk
darah tetap stabil bila obat anti hipertensi dikurangi setelah pasien dengan hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular
dilakukan tindakan intervensi. Renal insufisiensi dikatakan dysplasia, metode ini kurang begitu efektif untuk pasien
mengalami partial response bila eGFR mengalami perbaikan dengan SAR aterosklerotik, dikarenakan kakunya lesi
atau stabilisasi.2,13 SAR serta potensinya untuk menimbulkan diseksi arteri.
Dibandingkan dengan fibromuscular dysplasia, pasien dengan
Tidak ada standar yang jelas untuk follow-up rutin SAR aterosklerotik memiliki angka survival yang lebih rendah
setelah pemasangan stent pada arteri renalis. Kebanyakan dan patensi pembuluh darahnya kurang baik. Pasien dengan
ahli radiologi intervensi menggunakan RADUS (Renal Artery SAR saja tanpa kelainan hipertensi dapat mendapatkan
Duplex Ultrasonography) untuk evaluasi. Menurut guideline keuntungan dari revaskularisasi untuk mencegah hilangnya
dari AU (Appropriate Use) untuk ultrasonografi vaskuler bagian ginjal yang berfungsi baik.
perifer menyarankan ultrasonografi dilakukan 1 bulan setelah
tindakan. PTRA konvensional (Percutaneus Transluminal Renal
Angioplasti) dianggap sebagai terapi pilihan untuk pasien
dengan hipertensi yang tidak terkontrol dan FMD. Prosedur
Komplikasi ini sukses pada 82-100% pasien, dan stenosis kembali muncul
pada 10-11 % pasien. Metode ini kurang efektif untuk SAR
Komplikasi pada Percutaneus Renal Revascularization aterosklerotik, karena potensi untuk diseksi dan elastic
dibagi menjadi komplikasi mayor dan komplikasi minor. Pasien recoil pada lesi ostial, dengan insidensi restenosis 10-47%.
yang mengalami komplikasi mayor memerlukan penanganan Penggunaan stenting meningkatkan efektivitas dari teknik
di rumah sakit, peningkatan penanganan, bertambah lamanya endovaskuler dengan kesuksesan 94-100%, residual diameter
waktu rawat inap, sequele yang permanen sampai kematian. stenosis < 10%, dan angka terjadinya re-stenosis 11-23%
Komplikasi minor tidak menyebabkan sequele, komplikasi ini dalam jangka waktu 1 tahun. Dibandingkan dengan teknik
mungkin memerlukan rawat inap untuk observasi, biasanya 1 revaskularisasi arteri renalis dengan bedah, PTRA lebih dipilih
hari saja. dikarenakan tidak invasif, dengan lama rawat inap yang lebih
cepat dan tingkat komplikasi yang lebih rendah.2
Komplikasi yang paling sering terjadi adalah hematoma
pada regio iliaca dan trauma pada tempat puncture, dengan Menurut Daloul dan Morrison (2016), terdapat
laporan sebanyak 3-5%. Selain itu, komplikasi mayor yang dua kriteria yang harus ditemukan sehingga kita dapat
paling banyak terjadi adalah perburukan dari fungsi ginjal merekomendasikan stenting endovascular pada pasien
(4%), oklusi pada arteri renalis (2-3%), infark segmental (1-2%), dengan SAR aterosklerosis. Kriteria pertama adalah adanya
kebutuhan untuk intervensi bedah seperti nefrektomi (2%) presentasi klinis yang disebabkan SAR aterosklerosis, yaitu
dan kematian (1%). 2,13 hpertensi maligna atau hipertensi akselerasi dengan atau
tanpa gagal ginjal akut pada pasien dengan tekanan darah
yang sebelumnya terkontrol. Keberadaan hipertensi maligna
ini kemungkinan besar disebabkan oleh iskemik ginjal akut
yang berat, yang mungkin disebabkan oleh diseksi arteri
renalis atau rupture plak. Selain itu perburukan akut pada
pasien yang sebelumnya tekanan darahnya stabil tanpa

101 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017


Patrisia Puspapriyanti, Sudarmanta, Yana Supriatna

ada penjelasan yang cukup, serta penurunan fungsi ginjal [Internet]. 2009;6(3):176–90. Available from: http://www.
yang cepat (penurunan eGFR (Glomerular Filtration Rate) > ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19234498
30% dalam waktu ≤ 3 bulan pada pasien yang sebelumnya 5. Granata A, Fiorini F, Andrulli S, Logias F, Gallieni M, Romano
mengalami penyakit ginjal dengan progresi lambat atau G, et al. Doppler ultrasound and renal artery stenosis: An
stabil, serta adanya flash pulmonary edema (FPE) rekuren overview. J Ultrasound. 2009;12(4):133–43.
(sindroma Pickering) pada pasien SAR aterosklerotik. Kriteria 6. Dubel GJ, Murphy TP. The role of percutaneous
kedua adalah lesi fungsional yang ditunjukkan dengan revascularization for renal artery stenosis. Vasc Med
ultrasonografi Doppler ginjal. Kedua kriteria ini dapat menjadi [Internet]. 2008;13(2):141–56. Available from: http://www.
acuan kapan dilakukan tindakan intervensi pada pasien ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18593803
dengan SAR aterosklerotik.21 7. Dubel GJ, Murphy TP. The role of percutaneous
revascularization for renal artery stenosis. Vasc Med
[Internet]. 2008;13(2):141–56. Available from: http://www.
KESIMPULAN ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18593803
8. Baumgartner I, Lerman LO. Renovascular hypertension:
Stenosis arteri renalis (SAR) sebagai penyakit Screening and modern management. Eur Heart J.
renovaskuler merupakan penyebab penting dari hipertensi 2011;32(13):1590–8.
sekunder dan insufisiensi renal yang progresif dengan etiologi 9. Cheuck L. Kidney Anatomy. [Internet]. 2013 Oct [cited
utamanya adalah aterosklerosis dan fibromuscular dysplasia. 2017 May 12]. Available from: http:// http://emedicine.
Secara garis besar, SAR dapat ditangani dengan dua metode, medscape.com/article/1948775-overview
yaitu terapi obat dan revaskularisasi arteri renalis.Terdapat 10. Olin JW, Gornik HL, Bacharach JM, Biller J, Fine LJ, Gray BH,
dua jenis teknik revaskularisasi arteri renalis, yaitu dengan et al. Fibromuscular dysplasia: State of the science and
metode bedah dan dengan metode radiologi intervensi. critical unanswered questions: A scientific statement from
Revaskularisasi renal dengan angioplasti sering juga disebut the American Heart Association. Vol. 129, Circulation.
conventional PTRA (Percutaneus Transluminal Renal Angioplasti) 2014. 1048-1078 p.
tanpa atau dengan stenting. 11. Lao D, Parasher PS, Cho KC, Yeghiazarians Y. Atherosclerotic
renal artery stenosis--diagnosis and treatment. Mayo
PTRA dianggap lebih baik dibandingkan dengan teknik Clin Proc [Internet]. 2011;86(7):649–57. Available
revaskularisasi arteri renalis dengan bedah untuk penanganan from: http://www.mayoclinicproceedings.org/article/
SAR. PTRA dianggap sebagai terapi pilihan untuk pasien S0025619611600700/fulltext
dengan hipertensi tak terkontrol dan fibromuscular dysplasia, 12. Safian R. Renal artery stenosis. Nejm. 2001;344(6):431–42.
namun kurang efektif untuk pasien dengan SAR aterosklerotik. 13. Granata A, Fiorini F, Andrulli S, Logias F, Gallieni M, Romano
Dikarenakan pentingnya tindakan PTRA sebagai salah satu G, et al. Doppler ultrasound and renal artery stenosis: An
terapi alternative SAR, seorang dokter radiologi sebaiknya overview. J Ultrasound. 2009;12(4):133–43.
memahami teknik PTRA sebagai salah satu tindakan radiologi 14. Singh VN. Renal Artery Angioplasti . [Internet]. 2016 Jun
intervensi. [cited 2017 May 17]. Available from: http://emedicine.
medscape.com/article/1817671-overview
15. Martin LG, Rundback JH, Wallace MJ, Cardella JF, Angle
DAFTAR PUSTAKA JF, Kundu S, et al. Quality Improvement Guidelines for
Angiography, Angioplasti, and Stent Placement for the
1. Kemenkes RI. Infodatin : Situasi Kesehatan Jantung. Pus Diagnosis and Treatment of Renal Artery Stenosis in Adults.
Data dan Inf Kementeri Kesehat RI [Internet]. 2014;1–8. J Vasc Interv Radiol [Internet]. 2010;21(4):421–30. Available
Available from: http://www.depkes.go.id/download. from: http://dx.doi.org/10.1016/ j.jvir.2009.12.391
php?file=download/pusdatin/infodatin/infodatin- 16. Parikh SA, Shishehbor MH, Gray BH, White CJ, Jaff
jantung.pdf MR. SCAI expert consensus statement for renal artery
2. American College of Radiology. Acr – Sir Practice Guideline stenting appropriate use. Catheter Cardiovasc Interv.
for the Performance of Angiography , Angioplasti , and 2014;84(7):1163–71.
Stenting for the Diagnosis and Treatment of Renal Artery 17. University of Washington Medical Center. [Internet]. 2006
Stenosis in Adults. 2009;1076(Revised 2008):1–21. March [cited 2017 May 18]. Available from: http://www.
3. Vashist A, Heller EN, Brown EJ, Alhaddad IA. Renal artery uwmedicine.org/services/radiology/documents/Articles/
stenosis: A cardiovascular perspective. Am Heart J. Renal-Angiogram.pdf
2002;143(4):559–64. 18. Brant WE, Helms CA. 2007. Fundamentals of Diagnostic
4. White CJ, Olin JW. Diagnosis and management of Radiology. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
atherosclerotic renal artery stenosis: improving patient 2007. P 672-3
selection and outcomes. Nat Clin Pract Cardiovasc Med 19. Freed R, Urdaneta A, Darflinger R, Vatakencherry G.

Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017 102


PERANAN ANGIOPLASTI PADA STENOSIS ARTERI RENALIS (SAR)

Angiographic catheters: a comprehensive review for the


interventionalist in-training. [Internet]. 2006 March [cited
2017 May 18]. Available from: http://www.ciraweb.org/
uploads/files/pdf/angio-catheters.pdf
20. Parikh SA, Shishehbor MH, Gray BH, White CJ, Jaff
MR. SCAI expert consensus statement for renal artery
stenting appropriate use. Catheter Cardiovasc Interv.
2014;84(7):1163–71.
21. Daloul R, Morrison AR. Approach to atherosclerotic
renovascular disease: 2016. Clin Kidney J. 2016;9(5):713–
21.

103 Jurnal Radiologi Indonesia Volume 2 Nomor 2, Januari 2017

You might also like