You are on page 1of 17
13 _ SINERGI OPOSIS! BINER: ULASI TUJUAN DASAR LAPORAN OTEUANGAN AKUNTANSI SYARIAH Beberapa waktu terakhir ini, wacana akuntansi syariah terasa semakin menampakkan getarannya, mulai dari kajian filosofis hingga pada kajian teoretis (lihat misalnya Harahap, 1997; Triyuwono, 1997; 2000a; 2000b; Triyuwono dan As'udi, 2001; lihat juga Gambling and Karim 1991; Baydoun and Willett, 1994). Wacana ini memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perkembangan akuntansi khususnya di Indonesia. Paling tidak kajlan ini “meleburkan" dinding pembatas antara disiplin akuntansi dan nilai-nilai agama, ‘Triyuwono dan As'udi (2001), misalnya, mencoba untuk “turun” mewa- canakan akuntansi syariah Pada tingkat yang lebih konkret pada tataran teori (lihat juga Harahap, 1997), yaitu Mengonsep laba dalam konteks met fora zakat, Wacana yang dikembangkan pada dasarnya menekankan pad@ metde penilaian income, Kajian ini tentunya berasumsi bahwa akuntansi Crews ea “bentuk’ dirinya berdasarkan pada nilai-nilai zakat Setiabudi dan Triyuw ie ee Cite c entity theo) wo (2002), misalnya, secara implisit “menge™! . "y untuk melihat dan Menjusti . satansi ekeuitas dari sudut Pandang Islam, § bali Justifikasi konsep akuitans! igi ebaliknya, Slamet (2001) justru mengeu"™* enterprise th ct Bam) unary omeean dimodifikasi dengan mengintem2ls?, ma . tersebut memiliki dasar Temeanekan teori akuntansi syariah. Kedu ws SOfis yang berbeda, sehingga keduanya memi 330 : karakter yang berbeda. Den an, memiliki tujuan yang berbeda ne tersebut, Bab ini mencoba untuk me akuntanst syariah dengan donee yuan dasar pada entity theory dan enterprise theory seeana dengan analisis kritis terhadap entitytheoryr, enterprise theory. Kemudian, bab ini mendes mudian a biner” yang dijadikan dasar justifi ri kasi untuk m Japoran kevangan akuntansi syariah, ae “epistemologi posisi "mformulasikan tujuan dasar Entity Theory: Unifikasi Kekuasaan Ekonomi Ide utama dari entity theory ini adalah memaha entitas yang terpisah dari pemiliknya, Teori ini mengurangi kelemahan-kelemahan yang ada dal; mi perusahaan sebagai Muncul dengan maksud : a . lam proprietary theory di mana proprietor (pemilik) menjadi pusat perhatian (Kam, 1990: 302-306) Namun demikian, entity theory pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan teori pendahulunya, proprietary theory. 2 Dalam konteks teori ini, terdapat dua pandangan yang berbeda wa- laupun keduanya mengarah kepada konklusi yang sama, yaitu stewardship atau pertanggungjawaban (accountability) (Kam, 1990: 306). Versi pertama adalah versi tradisional yang memandang bahwa perusahaan’beroperasi untuk keuntungan pemegang saham, yaitu orang-orang yang menanamkan dananya dalam perusahaan. Entitas bisnis, dengan demikian, memperlakukan akuntansi sebagai laporan kepada pemegang saham tentang status Gan, konsekuensi dari investasi mereka. Sementara itu, versi eae pandangan yang lebih baru terhadap entity he Sern sebuah entitas adalah bisnis untuk dirinya senditt vat Paton jatig terhadap kelangsungan hidup dan perkembanganny. dikutip Kam dikatakan bahwa: steeper and acount tt Itis ‘the business” whose financial history Be te nts ae the recoTd of ts trying to record and analyzed; the books os ail financial condlton a business”; the periodic statements of P20 reports of “the business” (1990: 306). entitas bisnis 7 dan exspansh ka Karena dikonsentrasikan untulc eae jam han oer memberikan laporan akuntansi kepada Beto an ball ubung' Memenuhi persyaratan legal dan untul wn 331 axunransi ea ks bahwa sejumlah dana tambahan mungkin dibutuhian mereka dalam konte! di masa depan.* Meskipun kedua independen, namun tel Pandangan tradisional “partisipan” (associates), mereka sebagai pihak luar ( informasi dari laporan akuntansi yang Konsep entity theory merupakan pengembangan dari konsep proprietary theory, namun bila diinterpretasikan secara kritis (khususnya dalam konteks konsep kepemilikan), sebagian besar muatannya tetap berbasiskan aspek- aspekideologis yang sama dengan konsep proprietary theory. Beberapa aspek ideologis ini dapat diterangkan dengan cara, seperti: pertama, walaupun konsep entity tidak mengekspresikan diri sebagai konsep kepemilikan mutlak, tetapi konsep ini tetap melanjutkan proyek sebelumnya yang mengemban semangat perolehan dan akumulasi kekayaan tanpa batas. Absoluditas kepemilikan individu yang disimbolisasikan oleh konsep proprietary tidak digunakan lagi, hak dan kewajiban pemilik menjadi terbatas terhadap kekayaan perusahaan. Sebagai gantinya, entitas bisnislah yang sekarang memiliki kekuasaan untuk memanfaatkan pendapatan dan kekayaannya sendiri, tentu saja dengan orientasi tetap untuk kesejahteraan pemilik Perusahaan. Artinya sama saja, Entitas bisnis akhirnya berperan sebagai agen pemilik perusahaan dengan orientasi perolehan dan kekayaan secara tak terbatas, baik untuk kesejahteraan pemilik maupun untuk survivalitas dan perkembangannya sendiri, Bahkan lebih mengerikan lagi, kehendak akumulasi kekayaan ini sekarang harus diatributkan kepada entitas bisnis yang berake ae Paste tanpa pertimbangan etis, karena ia hany perilakunya, 'pOk Orang yang harus bertanggung jawab atas darietika kemanusiaan Trrsere Pate tetbebasnya kekuasaan tersebvt . nsformasi pusat perhatian dan orientasi kekaY22" t menempatkan entitas sebagaj unit perbedaan konsep di antara keduanya, masih_memosisikan pemegang saham sebagai sementara sudut pandang baru lebih memosisikan outsiders). Tetapt ini tidak memengaruhi muatay disajikan olch entitas tersebut. versi tersebu! dapat sedikit 332 BAB 13:SINERGI OPOSis} BINER a nilai-nilai etika tentang harta kekayaan remperhitungkan lgitimasi semacam ny yarns? 0 Ban dak 8 netral dan memiliki personalitas tersendirj rena {a diangeap alat epentingan perorangan. Sementara itu, Problem Je ity Independen dari eayaan pemilik dianggap bukan Merupakan cone gitimasi Normatifetis em ik cianggaP sebagai pihak eksternal (outsiders). konsep ini Karena Ketiga, sudut pandang konsep entitas den; tosis *rasionalitas” baru terhadap orientast k Jegitimasi “normatif-etis” dengan bentuk pers: tungan rasional, konsep entitas menawarkan b: gan demikian Memberikan ekayaan tak terbatas, yaitu amaannya itu. Selain perhi- asis rasionalitas ba iegitimasi, yaitu perilaku kapitalistis entitasbisnisyang mempercleectines asi gus perilakunya itu hingge menjadi sah secara etis, Ini terjadi justru karena yetigdaan dasar normatif-ctisitu sendiri schingga secara logis dapatdikatakan jamemperolch legitimasi normatif-etis dengan cara itu, karena ia tidak perlu memenuhi unsur-unsur ctis apa pun. Dengan sifatnya yang “nonetis", ia tidak perlu legitimasi normatif-ctis. Maka wajarlah bila konsep ini kemudian menimbulkan paradoks yang tampak “rasional” dalam makna “ekuitas’, di mana dengan definisi dan pencantumannya sebagai “hak kepemilikan” dalam zhuntansi ia secharusnya didasarkan pada teori ctis tertentu. Tetapi di sisi hin, Karena konsep ini memisahkan pemilik dengan entitas bisnisnya, hak kepemilikan pemilik dianggap berada di luar wilayahnya dan diposisikan sebagai nilai residu yang tidak perlu dilegitimasi secara tersendiri. Baik implisit atau eksplisit, dalam entity theory terlihatadanya principal ogent relationship, yaitu hubungan antara pemilik (shareholders) dan agen (management) yang dalam mainstream accounting dianggap konsep yanB sbiektif dan netral (bebas nilai) (Chwastiak, 1999). Dalam hei ane konsep ini sebetulnya tidak netral, sebagaimana dikatakan oleh Chwastla’ ‘a mt istic . st =the theory [principal-agent relationship) actually impo se aes and Subjectivity on the object of the research, labor, and in so sii cal strength Sgitimizes exploitation...the principal-agent model's idea varius mS ‘eilience lies in its ability to rationalize, normalize, and legi as iflabor benefits Feontrolling the labor process in such a way that it appears rom its own degradation and exploitation (199% 425)- 7 rsebut 52! Pati Komentar gi atas dapat dilihat bahwa konseP ters * nil “chichtif dan netral, tapi sebaliknya ia saret dengan tatif. principal-agent relationship seary Kk merasionalkan, menormalisasi, dan ang digunakan untuk mengen, buruh yang sseolah-olah kaum puruh memperoleh banyak manfaay dalikan burv ra sangat eksploitatif. dari sistem yang re 1988 29) y enjelaakan bala dgan ni an indakan manusia dilakukan dengan cara yang “rasional* tersebut semua tin aya vasionalitas meniadakan inetremen “asa dan Padahal, dalam kenyata We manusi, serta menia dakan mutual assistance alam masyarakat. Rasionalitas, dengan Ae ecm mmangidenttaskan dirinya pada Togika Kuantitatif dan kallalat yang terpisah dari unsur-unsur “irrasional (atau superrasional), Sikap vai tidake memberikan tempat pada trust dan fairness yang sebetuiya juga merupakan perilaku manusia yang hakiki (Chwastiak, 1999: 429; Baiman, 1990: 345). Rasionalitas principal-agent relacionship tidak lebih dari rasionalitas utilitarianisme di mana semua kalkulasi berpulang pada utilitas-hedonis yang implikasinya memang dapat memarginalkan sifat-sifat “feminin” manusia (seperti: rasa, intuisi, spiritual, saling membantu, saling menghormati, saling percaya, jujur, dan Jain-lainnya). Loi yang dalam faktany@ sangat oe samar memiliki kemampuan u melegitimasi berbagal Mae “intuisi” yang ada dalam di n dan reciprocal recpect yang hidup 4 Pengaruh rasionalitas ini juga terlihat pada formulasi dari tujuan laporan keuangan yang didefinisikan oleh, accounting body di Amerika Serikat seperti yang terlihat di bawah ini: “The basic objective of financial statements is to provide i i ; f finan provide information useful for making economic decision’(Mathews dan Perera, 1993; “ay * ; Fs dasar laporan keuangan seperti yang diungkapkan di atas secara mp i haere kepentingan investor (atau stockholders sebagai fo pha ates manfeat ekonomi dari apa yang telah diinvestasikan. Unt saeebnant es a membutuhkan informasi akuntansi untuk pengambilan van mia nya untuk tetap melakukan investasi atau tidak). jauh ji js | memerhattian ieee bahwa Japoran keuangan tidak sa bawah ini: investoru, tetapi juga kreditor, seperti terlihat di An objective o . and creditors prone Statements is ‘ edicting them in terms of \9, Com, 1993: 76), oF amount, imi 0 provide information useful t0 inst % Paring, and evaluating potential cash flows 9, Gnd related uncertainty (Mathews dan Pere! 334 BAB 13:SINERGI OPO cic) a. secara khusus dapat dikatakan bahwa thy info, ada du pina ook “modal” dan ‘editor, di ae Auntans, di pak yang mem cn " (sebagai “pemilit ne Keduanya moraikan ganmereka mengharaPkan a0anya return yang merc) Pada pen 8 telsh mereka investasikan, Sebagai pem:; aSok m canta nate saestor dan kreditor menghendaki ada al (atau sebapar Pav=8 i 01 nya inf . i emen (agent) telah mengelola 5 OTMaSI tentang eq nea, mana . ne ‘umber daya tag; eberapa jauh yarena it, tidakaneh bila tujuan yang Jain, darilaporan be BN balk Oleh, sebagai berdieut: “angan dinyatakan “the objective of financial statements is to s is management's ability to utilize enterprise rot ee ormatic ‘on useful in i, ‘ Me “esoul ve jude primary enterprise goals” (Mathews dan Perera 1950¢5 yn Ochiving Jadi, laporan keuangan merupakan instrumen yang digunak, memberikan informasi tentang kinerja dari Manajemen, Dengn . - untuk tersebut penilaian kinerja manajemen dilakukan oleh principal; da int ormasi sekaligus dapat mengambil keputusan. ne eeeipa Dari tiga macam tujuan laporan keuangan yang telah diungkapkan di atas, dapat diketahui bahwa formula tujuan laporan Keuangan sesungguhnya tidaklah benar-benar netral. Formula tersebut memiliki bias nilai, yaitu mementingkan kepentingan pemilik modal, yang pada dasarnya tetap menghegemoni pihak “lain” (the others). Yang menjadi kepentingan pemilik modal di sini adalah memperta- hankan modal yang ditanam (capital maintenance) sekaligus mendapatkan leba yang maksimal, Dalam konteks ini Chwastiak (1999: 437) mengatakan bahwa: Accounting, as currently practiced, helps to maintain a culture of ane ty depicting benefit as being created through negation and by So tio human and natural diversity to the monolithic objective of profit mt rag them Such a measure of value denies the inherent worth in objects bys a aoe {oq capitalistic subjectivity and, as previously mentioned, this in the efficacy of exploitati ‘ploitation. tansi menjadi kendaraan Hal yang krusial di sini adalah bahwa akun! omni apitalis) mana 320 dikuasai oleh pemilik modal (dalam sistem ekon i ‘akuntansiakhirty? tenga UnBal ekonomi berada pada tangan Keapitalis ae int iddk 9218 itasi ini HAAS dig cE Memperkuat budaya eksploitasi. Dan oe ssploitast sftkan terhadap pihakepihake lain dar stakeholders © ‘hadap alam, AKUNTANS! svantad iversifikasi Kekuasaan Ekonomi i ta principal-agent relationship) ie entity theory (sel Proprietary Oe Seal instrumen bisnis pada masa lalu yang masih Ki ue se al aaa merupakan a stars kapitalisme). Pada kondisi bisnis yang sederhana sederhana S roprietary atau owner (principal) sangat sentra dan penting. tersebut pos sheen adalah satu-satunya person yang meni i kekuasaan se pe misahoan dan bisnis yang dilakukannya dan di tangannya pula atas per keberlangsungan hidup perusahaan bergantung. 7 ntemporer sekarang ini sangat Namun sebaliknya, model bisnis ko , berbeda dengan model bisnis masa lalu. Artinya, keberlangsungan hidup perusahaan tidak ditentukan oleh pemilik perusahaan, tetapi oleh banyak pihak (seperti: pelanggan, kreditor, manajemen, pegawal, pemasok, peme- rintah, dan lain-lainnya yang kemudian disebut stakeholders) yang juga sama-sama memiliki kepentingan terhadap perusahaan, Dengan kata lain, berhasil-tidaknya sebuah perusahaan sebetulnya bergantung pada keharmonisan interaksi antara pihak-pihak yang berkepentingan, yaitu stakeholders. Konsep ini menunjukkan bahwa kekuasaan ekonomi tidak lagi berada dalam satu tangan (shareholders), melainkan berada pada banyak tangan, yaitu stakeholders, Diversifikasi kekuasaan ekonoini ini dalam konsep syariah sangat direkomendasikan, mengingat syariah melarang beredarnya kekayaan hanya di kalangan tertentu saja, Oleh karena itu, proprietary theory dan entity theory tidak akan mampu semen kemajemukan masyarakat (stakeholders) dan bisnis yang ada saat tn Untul mengatasi hal ini diperlukan wadah alternatif. yang lebih tepat dan sesuai dengan lingkungannya, Wadah tersebut, seperti yang disampaikan te beberapa penulis (Harahap, 1997; Triyuwono, 200 Ob) adalah enterprise ry. Enterprise Theory:D veh apa enterprise theory ini Harahap (1997; 154-155) berpendapat eori tersebut lebih lengkap dibandingkan dengan teori yang lain, karena ia melingkupi z j ‘ i aspek sosial dan pertai : 7 aaa diungkapkan dalam pernyataan berileut ne nggungjawaban sebagaimam Kalau ada perm itu make fant ah yop Postulat, konsep, dan prinsip akuntansi Islam me dibayangkan, Tentunya fe fed adalah masalah ini tidak semudah cman. Yang jelas literatur samy i erumus| ae ‘ari postulat, konsep, mpal saat ini b »dan prinsip yang ada da elum bisa menjelaskannya. T#P pat kita saring mana yang se/2!@" 336 BAB TSISINERG! OPOSISI BineR gone” onse] Islam. Misalnya konsey el a ae tueerprise theory mena? pc a akan 2 Yate, Pan sal pemilik perusahaan, tetapj lugs asp a tangs 2st pendapat serupa juga diungkapkan oleh Sindee TUS melayan fi Ro (2000p, 4 ects th P Yan, saxuntanst syariah tidak saja sebagai bentuk alantatn B cone adn pel prstn cy akuntabilita ‘ermasuk alam) dan The Mea sebapat Dengan memerhatikan beberapa pendapatdi atas, maka d pahwa konsep teoretis yang mampu memberikan dasar dalam en dipahami prinsip dan teknik akuntansi yang menghasilkan bentuk aa informasi yang dibutuhkan oleh stakeholders adalah enterprise theo itas dan Konsep ini memang sangat dekat dengan syariah, Namun, ne sudut pandang syariah, ia belum mengakui adanya partisipan lain yang ‘oom tidak langsung (indirect participants) memberikan kontribusi ekonomi Artinya, konsep ini belum bisa dijadikan sebuah justifikasi bahwa enterprise theory telah menjadi konsep teoretis akuntansi syariah sebelum teori tersebut mengakui eksistensi dari indirect participants. Mengapa demikian? Secara normatif, indirect participants ini mempunyai hak atas nilai tambah yang diciptakan oleh perusahaan. Oleh karena itu, Triyuwono (2002) dan Samet (2001) mengajukan konsep shari’ah enterprise theory dengan jalan memasukkan kepentingan indirect participants ke dalam “elit” kekuasaan economi direct participants (seperti, shareholders, management, employess, Customers, suppliers, government, ect) dalam distribusi nilai tambah (value added) (Iihat juga Baydoun dan Willett, 1994). ®histemologi Sinergi Oposisi Biner se ; lik pe Diskusi di atas secara implisit menunjukkan batwe Fe sk yen Si dalam proprietary theory dan entity thet ee ein bt at Penting dan sentral, Sementara enterprise ee 7 tk pervsehar (ines cara mengakui “pihak lain” (the others) se Oe penting basi leg, Olders) sebagai pihak yang j¥8 memegang P Sina ™bungan hidup perusahaan. ain” dalam enterprise theory diakuj dan nya “yang lain” ke “yang sentra» ; dalam satu wadah, Masul 4 : ckomodasi te posmodernisme sering dikenal dengan istilah dekonstruks, (deconstruction). Posmodernisme sebagai anti-tesis dari modernisme tidak menyepakati pola pikir oposisi biner (misalnya, bentuk/substansi, salah/ benar, egoistik/altruistik, kompetisi/kooperasi, dan lain-lainnya) yang “yang sentral” dan “yang |: diadopsi oleh modernisme. Dengan pola pikir oposisi biner ini posisi yang’ satu cenderung meniadakan atau memarginalkan posisi yang lain, misalnya “pentuk’ memarginalkan “substansi,” atau “kompetisi” memarginalkan “koo- perasi,” atau shareholders memarginalkan manajemen, pegawai, pelanggan, kreditor, pemerintah, dan lain-lain. Sehubungan dengan itu, Hines (1992: 328) berpendapat bahwa akuntansi modern—sebagai produk dari budaya modernitas—cenderung untuk memarginalkan the negative spaces (seperti, pauses, punctuations, rests, breaths and silences) atau “yang lain” dari sebuah totalitas. Dan memang itulah budaya modernitas; ia sangat sarat dengan nilai-nilai maskulin, dan sebaliknya memarginalkan nilai-nilai feminin, Budaya semacain ini jelas akan merusak peradaban manusia itu sendiri dan lingkungannya. Kearifan tradisi Islam telah mengajarkan asas “berpasangan” dalam takaran yang seimbang (QS 36: 36). Kearifan tradisi Tao juga berpegang pada konsep berpasangan, yaitu Yin (feminin) dan Yang (maskulin). Konsep ini sebetulnya adalah Sunnatullah. Namun, budaya modernitas cenderung mengabaikan nilai-nilai feminin dari segala aspek kehidupan; demikian juga di dunia akuntansi seperti yang dikatakan Hines (1992; 328) di bawah ini: The language of accounting is the arch: of unbalanced Yang consciousness, soci Yang iety, and environment... it is hard, drys impersonal, objective, explicit, outer-focus, action: quantitative, liner, rationalist, reductionist and mai communicators and social constructor terialist. Dengan karakter semacam ini, al kuntansi menjadi “ ” “impersonal” dan “materialis.” Karakter inilah Jad “keras “imp yang sebetulnya dipancarkan oleh akuntansi Sayangnya pengguna informas! 338 BAB 13:SINERGI OPOsIS! EINER -oriented, analytic, dualistic, Secara ideal, Oposisi bj sebagaimana kearifan tradisi yang “bertentangan" dalam pada “penggabungan” aliran merasakan manfaat yang lu; sama sekali tidak bermanfa; Demikian juga dengan nilai-nilai yan, dengan altruistik, antara kuantitatif personal, objektif dengan subjektif, ini). iner harus didudul Islam dan Tao, Arti Posisi yang sinergis, sel listrik, “negatif” dengan eda ini, mustahil Peradab; far biasa dari aliran listrik, fat tanpa dikawinkan dengar Kkan secara berpasangan nya, mendudukkan sesuatu bagaimana ditemukan “positif” Tanpa peng- an manusia saat ini Aliran listrik “negatif” naliran listrik “positif” g lain, seperti dengan kualitatif, impersonal dengan dan lain-lainnya (lihat tabel di bawah Tabel 13.1 Kualitas Nilai-nilal Maskulin (Yong) dan Feminin (Yn) Yong Sumber: Hines (1992: 327; dimodifikasi) Akuntansi modern yang sampal tansi memiliki sifat-sifat maskin ba Sangat aneh bila akuntansi menga' a terlihat pada contoh yang disajikan Yin ‘Action Stillness, slence Cause-effect ‘Synchronicity Consciousness Unconsciousness Doing Being Dry Moist Eqoistic altruistic Exterior fatertor Full eS Hard Soft Impersonal Pe —_ Intuition Logic/rational a Spltuah Objective sae. A a tive Receptive rodui Integration Progress cae Providing onan Suen “Simulteneous Sequentiol alien ‘Standardization ini i praktik akun- ini mendominasi in ‘alam dunia modernitas tampaleys j nilai-nilai feminin. Keanehan vn h Hines (1992: 330) berikut ini: saa AKUNTANSISYARIAH 339 . i I in the dividin, _ se objectives and impersona’ in ine, 9 UP ond accounting practice IS oe les Payments and distributions of entities are fs i all of en! 5; “ a a Le a rag tbe economic entities fort aoe sand the environment, and so it would not e ao resonable” to make distribution based on needs. xan di atas, sebuah entitas bisnis—yang dibaha. dak dapat survive dan tumbuh dengan memberj g lain” (masyarakat yang tidak memiliki hubungan langsung dengan perusahaan, hewan, dan lingkungan alam). ‘Akuntansi modern, dengan demikian, memang objective dan impersonal, Karakter maskulin yang diadopsi akuntansi modern ini jelas mereduksi realitas yang sebenarnya. fa menjadi sangat parsial. Oleh karena itu, diper- lukan suatu upaya yang dapat membuat akuntansi menjadi lebih holistik sehingga dapat merepresentasikan realitas yang kompleks secara lebih tepat. Langkah yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengawinkan sifat- sifat yang bertentangan (oposisi biner) ke dalam satu kesatuan. Misalnya, mengawinkan sifat egoistik dengan altruistik, sifat materialistik dengan spiritualistik, rasional dengan intuisi, impersonal dengan personal, kuantitatif dengan kualitatif, standardisasi dengan proliferasi, dan Jain-lainnya (Jihat Tabel 13.1). Inilah yang dimaksud dengan sinergi oposisi biner. Dengan sinergi ini diharapkan bahwa akuntansi dapat memiliki power yang lebih kuat melalui pancaran informasi akuntansi yang dihasilkannya untuk kemudian membentuk realitas yang lebih humanis, emansipatoris, transendental, dan teleologikal. Sebagaimana diungkap! sakan dengan akuntansi—ti “makan" dan “memelihara” “yan lustrasi di atas menghantarkan kita pada suatu konsep bahwa pada dasarnya akuntansi syariah secara epistemologis mengadopsi sinergi oposisi biner. Dengan epistemologi ini pula akuntansi syariah dapat memformula- sikan tujuan dasar laporan keuangannya. Secara normatif tujuan laporan keuangan akuntansi syariah dapat difor- mulasikan sebagai perpaduan antara aspek-aspek yang bersifat materialisk dan spiritualistik; perpaduan “materi” dan “spirit.” Akuntansi modern tel memiliki sifat materialistik, yaitu sifat maskul @ be ane aspek ekonomi, pengukuran: in yang beroriona : , -pengukuran yang eksak, kantitatif, dan | sebagainya seperti yang diutarakan oleh Hines (1992: 328) di bawah ink: jain 340 BAB 43:SINERG! OPOSIS} BINER. From the viewpoint of accounting practice there is a“ he vie accoun 7 . o a qhere is. an ‘economy in society, and in that amy tate or joes and ich are quantifiable, inasmuch as accounting prctcescan pounded “entities” wl em, in hard numbers. Measurements can be made of their “size” (€.9- measure” ch ross assets, net assets, turnover), “health” (e.g. capi row! nover}, .g. capital plus net worth), “ " t..) and their “yield” (e.g. dividends to profit, or net a fea: net profi akuntan, dan peng- mekanis, dan kering dari nilai-nilai kemanusiaan in terjadi disfunctional behaviour dari manusia dari fitrahnya. Semuanya ini disebabkan karena kan oleh akuntansi modern. Pandangan ini 38) yang mengatakan bahwa: Ith created or Ketidakseimbangan ini akan menjadikan akuntansi, gunanya menjadi keras, ng. utuh. Singkatnya, aka ng utuh, alienasi manusia adanya reduksi nilai yang dilakul didukung oleh Chwastiak (1999: # Accounting limits the concept of gain and loss to the financial weal depleted by corporate actions. In so doing, it assists with perpetuating the myth thet human happiness Ties in acquiring material possessions. For accounting (0 playa transforming role, its energy’ must be converted, [from a force that ensnares the human mind set to the status quo toone thatengagesand expands the. Auman being’s infinite possibilities. Hence rather than positing the accumulation of wealth as the only rational reason for engaging in economic action, accounting could play a reformacive role by representing value as being created by economic te merit in others and nature. activities that: respectand enhance the inna! elah melakukan reduksi dengan mengonsep taba an saja, atau aspek materi saja. Konsep ini n itu adalah perolehan ia bahwa kebahagiaal roleh seseorang, maka semakin ya tidak demikian, materi ‘Akuntansi memang t dan rugi pada aspek keuangs memperkuat persepsi manusi materi, Semakin banyak materi yang diper bahagia orang tersebut. Tetapi dalam kenyataann} bukan satu-satunya aspek dari kebahagiaan. Oleh karena itu, akuntansi mempunyai peluang untuk melakukan perubahan dengan menggunakan men Pe yr dengn mension ” pada yang ada di“sentral” Dengan kata lain, perlu mengawinkal i” (ekonomi, uanBs in “materi struktur, dan lain-lainnya) denga" “spirit” (etika, kasih sayan& dan lain Jainnya), Dengan demikian, tujuan dasar dari lapor@ nsi n keuangan akuntal syariah adalah perpaduan antara “materi” dan “spirit” riah an dasar Japoran tuk pemberian h untuk akun- Akuntansi sya sikan bahwa tuju “materi” adalah uni rsifat “spirit” adalal pstSYARIAH 347 Tujuan Dasar Laporan Keuangan Dari diskusi di atas dapat kita formula! ang bersifat keuangan akuntansi syariah yé kan yang be! infe . formasi (akuntansi), sedané AKUNTA un dan Willett, 1994), Kedua a {nt mutually Mclusiv dak dapat meniadakan yang lain; keduany : berada dalay, ebagaimana bersatunya badan dan ruh Kita, Pemberi hn vah merupakan “padan,’ sedangkan akuntabilitas adalah kan eksis tanpa “ruh” Demikian juga sebaliknya, “rahe tabilitas (cf. Baydo tujuan yang satu 0 kesatuan (unity) $ informasi seen “uh” “Badan” tidak al 2 tilakdapat membum tanpa “badan- + ked ; materi” dan “spirit” memang berbeda, ue ai snes ‘eae dapat dipisahkan. Dalam wacana filsafat ideatisme, se 7 an lebih abag; dibandingkan dengan “materi.” Persisnya, menurul t eal sme Jerman dika. takan bahwa “the ultimate reality of the universe is spiritual rather thay material in nature (Burrell dan Morgan, 1979; 326). Hal yang sama juga diungkapkan Triyuwono (2000c: 243; lihat juga Dhaouadi, 1993) bahwat “the spiritual dimension is the departing point and more powerful than the materialistic one in their continuing dynamic interaction. However, they are complementary with a preferential difference." Meskipun “spirit” lebih tinggi dan lebih kuat dibanding “materi,” tetapiia tidak terpisah dengan “materi.” Kalau kita kembalikan lagi dalam konteks akuntansi syariah, maka dapat kita katakan bahwa posisi akuntabilitas lebih substansial, atau menjadi ‘“jiwa,” atau menjadi dasar “etika,’ dari(pada) pemberian informasi, Dengan demikian, akuntabilitas merupakan spirit(ualitas) akuntansi syariah, Tanpa akuntabilitas, akuntansi syariah menjadi instrumen “mati” yang mekanis sebagaimana kita temukan pada akuntansi modern. Konsep akuntabilitas di sini sangat terkait dengan tradisi dan pemahaman Islam tentang Tuhan, manusia, dan alam semesta (lihat Triyuwono, 1997). a aoe, mek manusia adalah khalifatullah fil ardh (wakil Tuba? “tmenyebarkan eo eteah (2h: 30; Fathir [35]: 39) dengan mis khus¥ dan raha aahmat bag selurh alam" (QS Shad {3}: 26) sebagl =n lola bumi Derdasars ie Khnsus ini, manusia diberi amanah untuk mens* iifanusta bethewaiinn keinginan Tuhan (the will of God). Ini artinya be (Triyuwono, 1997; th mengelola bumi berdasarkan pada etika sya? jawabkan kepada The yang konsekuensinya harus dipertanéé™™ in. Ini . . ijitas yaitu akuntabilitas vertical Merupakan Premis utama dari akuntabi} Dalam konteks , Tuhan. Dalam one tS manusiaseolah-oah mengikatkontake™ tersebut Tuhan sebagai (The Ultimate princi 342 BAB 13:SINERG) OPOSIS! BINED monugaskan manusia untuk Menyebarkan rab Ta entuk ekonomi, sosial, spiritual, politi eh Wat kesea # ai in Tan (dalam ng iain (smhenaleerd dan alam (natural envire 'lainnya) pada mano manusia memang arus bertanggung jawab atas emer Konselniensinns kepada quhan (lihat Triyuwono dan Roekhuddi 82S yang dibebankan an hukum-hukum-Nya—akuntabilitas vertal Geran 157-164) ber is ertical 7 sarki Accountability), Namun, harus diakui bahwa tugas manusia it membumi. Tugas tersebut menyangkut pen pian den ad kepada manusia yang lain dan lingkungan alam dalam fone rahmat Dalam konteks mikro dapat diartikan bahwa sebuah Oeteton melakukan kontrak sosial (social contract) dengan masjid ot arena itu, hubungan antara seorang agent (manajemen) dengan age on dan alam tidak dapat dijustifikasi dengan entity theory atau srihlplagent relationship, tetapi dengan konsep shari‘ah enterprise theory seperti yang telah disinggung di atas. Sebagai konsekuensi dari kontrak tersebut, seorang agent harus bertanggung jawab kepada masyarakat (stakeholders) dan alam t Triyuwono dan Roekhuddin, 2000: 157-164). Hubungan kan akuntabilitas horizontal lalah tugas yang (universe) (lihal pertanggungjawaban pada tingkat ini dinamal (horizontal accountability). Jadi, pada dasarnya akuntansi syariah mi litas yang digunakan oleh manajemen kepada stakeholders, dan alam (akuntabilitas horizontal). Pem y dua implikasi. Pertama, akuntansi syariah harus dibangun sedemikian rupa berdasarkan nilai-nilai etika (dalam hal ini adalah etika syariah), sehingga “bentuk” akuntansi syariah (dan konsekuensinya informasi ne disajikan) menjadi Jebih adil; tidak perat sebelah, sebagaimane it bal pada akuntansi modern yang memihak : i dan memenangkan nilai-nilai maskulin. Kedua, praktil yang dilakukan manajemen jug@ harus be! ada. syariah, Sehingga, jika dua implikasi ini penar-benar aga ay denga" Yang dilakukan oleh manajemen adalah akauntabilitas ane oe ada Tuhans kata lain, manajemen menyajikan “persembalian a an ridha Inilah dan sebaliknya Tuhan menerima persembahan scr gia kepad? Tuhanny® stbetulnya bentuk “peribadatan” yang "0 is Uinat QS Al-Dzariyat [51]:56)- erupakan instrumen akuntabi- ‘Tuhan (akuntabilitas vertikal), ikiran ini mempunyai jones Dari penjelasan di atas kita dapat memahami bahwa aleun memang merupakan spirit dari bentuk akuntansi syariah Sekaligus Suga merupakan spirit dari praktik bisnis dan atcuntansl yang dilakukan ale manajemen. Lalu bagaimana dengan pemberian informasi? Akuntabilitas sebagai representasi dari “spirit” merupakan satu sina dari Satu wang lopay akuntansi syariah, Sisi yang lain adalah pemberian informasi—sebags perwujudan dari “materi” Pemberian informasi sebetulnya Merupakan konsekuensi logis dari adanya akuntabilitas, Akuntabilitas (dengan dasar nilai etika syariah) menjadi spirit yang mendasari bentuk akuntansj dan informasi akuntansi, Bentuk dan informasi akuntansi dengan spirit etikg syariah ini digunakan untuk pengambilan keputusan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Karena bentuk dan informasi akuntansi tersebut berds. sarkan etika syariah, maka keputusan-keputusan yang diambil juga akan mengandung nilai-nilai syariah; dan konsekuensinya, realitas yang diciptakan adalah realitas yang bernuansa syariah. Realitas yang demikian inilah yang dimaksud dengan realitas yang bertauhid (lihat Triyuwono, 1996: 57-58). Perlu diketahui bahwa dalam pemikiran ini, pemberian informasi tidak terbatas pada pemberian informasi kuantitatif, sebagaimana pada akun- tansi modern, tetapi juga melingkupi informasi kualitatif, baik yang bersifat ekonomi maupun yang bersifat sosial, spiritual, dan politik bisnis (tetap Konsisten dengan epistemologi sinergi oposisi biner). Hal ini demikian, karena dalam tradisi Islam, konsep kesejahteraan (wealth) tidak saja meliputi kesejahteraan ekonomi, tetapi juga kesejahteraan sosial, spiritual, dan politi Ini berbeda dengan konsep kapitalisme yang mereduksi kesejahteraan ke dalam bentuk kesejahteraan ekonomi saja (lihat juga Hines, 1992; Chwastiak 1999). tabilita, Penutup Akuntansi syariah tidak dapat dipahami melalui pendekatan konve sional, karena fa merupakan instrumen bisnis yang terkait dengan ‘tue manusia, dan alam. Keterkaitannya dengan Tuhan, manusia, dan alam i telah membedakan akuntanst syarih dengan akuntansi modem 5° Signifikan, balk pada nilai yang terkandung di dalamnya maupun pada ber teori dan tujuan dasarnya (the basic objecti ve). 344 BAB 13:SINERGIOPOSISI BNE, teks bahasan ini, manusia di palam kon lasumsi h Tuhan ” Sehagay ang membawa amanal untuk men, kha fil esi seluruh alam. Pandangan ciptakan dan m, atu ‘ui en) gai khalifatullah fil ardh membawa rons a an Tuhan dan penghormatan manusia terhada rghaas nn ini sangat berbeda dengan Pandangan dunia m e sia sebagai “penguasa” alam. Pandangan . a censi pada bentuk akuntansj modern ia atas manusia dan eksploitasi manusia tovastiak, 1999). Menganggap manusia sebagai khalifatullah fil ardh dengan wajah yang lebih humanis, emansipatoris, fransendental, dan teleologikal yang kemudian terlihat pada tujuan dasamya, yaitu akuntabflitas dan pemberian informasi. Formulasi tujuan dasar inj diderivasi. dari epistemologi sinergi oposisi biner, yaitu epistemologi bernuansa syatiah, Dengan tujuan dasar semacam ini, bentuk dan informasi akuntansi syariah diharapkan dapat memengaruhi terciptanya realitas kehidupan bisnis yang sarat dengan nilai-nilai etika syariah dan dapat menghantarkan manusia pada “kesadaran ketuhanan” (God-consciousness). Yang melih, dunia Semacam inj menbang Yang melakukan eksploitasj atas alam Gihat Hines, 1993; membawa akuntans} Pokok Pikiran Secara umum dapat dikatakan bahwa akuntansi moder bersifat a julin, Hal ini misalnya terlihat secara implisit pada proprietary wile entity theory i mana pemilik individu dan Kelompok merupatan PSST Sangat penting dan sentral. Sementara enterprise theory ease dengan pengakuan adanya “pihak lain” (the athe) se penting bagi (hareholders) sebagai pihak yang juga memegang peran fesinambungan hidup perusahaan. a menghendaki Akuntansi syariah dengan konsep “perpasangen 7° wa hal yan bentuk Yang berbeda, yaitu dengan cara aananeie yong lebih berbeda (Sinergi oposisi biner) untuk menghasilkan eign nara i dikawinkan "sar. Dengan konsep ini, nilai-nilai maskulin dikat *minin, yeuntans! spat i uangan 20 in bal yard eta konteks ini, tujuan dasar laporan ke : fat matert ® Perpaduan dari suatu hal yang bersi crian informasi dan akuntabilitas b putadalah pem / sah wujud dari materi, sementara akuntabilitas formasi yang diberikan oleh akuntans; a i (informasi kuantitatif) q, i | yang bersifat mater! (in! i an ene informas aaa). Akuntabilitas meliputi akuntabilitas oe Tuhan) dan akuntabilitas horizontal (hubungan persifat spirit Tuan CF an ii asi adal Pemberian informas! 2°" merupakan wujud dart spirit. In syariah f bersifat nonmatert vertikal (hubungan dengan stakeholders dan alam). Pertanyaan Tingkat Dasar $$$ 1. Apa yang dimaksud dengan proprietary theory, entity theory, dan enterprise theory? 2. Nilai apa yang terkandung dalam proprietary theory dan entity theory? Jelaskan! 3. Apa tujuan dasar laporan keuangan akuntansi syariah? 4. Dalam konstruksi akuntansi syariah, akuntabilitas kepada Tuhan diwu- judkan dalam bentuk apa? Pertanyaan Tingkat Menengah 3, Mengapa dalam merumuskan tujuan dasar laporan keuangan akun- tansi syariah menggunakan Sinergi Oposisi Biner? Mengapa umat Islam memerlukan ilmu sosial profetik semacam akuntansi syariah? Pertanyaan Tingkat Atas a 1. Buatlah kritik terhadap konsep tu; tansi syariah! 2. Buatlah kor i ss ones dasar laporan keuangan akuntansi syariah vers! P menggunakan alat Sinergi Oposisi Biner! Daftar Pustaka juan dasar laporan keuangan aku” Baiman, S. 1990. Agency research in Accounting, Or, }, Organizations, an? « Baydoun. Wand pee ee aH

You might also like