You are on page 1of 21
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia dan Implikasinya bagi Indonesia Faisal Kasryno Keverasien pengembangan dan adopsi teknologi maju pertanian selama empat dasawarsa terakhir umumnya terjadi pada agroeko- sistem beririgasi dan daerah dengan curah hujan cukup. Hal ini antara lain disebabkan oleh lebin responsifnya teknologi baru (Revolusi Hijau) bila diaplikasikan pada lahan beritigasi atau daerah yang memiliki curah hujan relatif tinggi. Jagung sebagai komoditas palawija umumnya ditanam pada lahan marginal dalam arti fisik (agroekosistem lahan kering, lahan sawah tadah hujan, dan lahan pasang surut) dan ekonomi (infrastruktur kurang memadai). Padahal, pada awal pertumbuhan dan pembungaan, jagung sangat sensitif terhadap kekeringan. Kenyataan ini merupakan salah satu penyebab lambatnya penyebaran varietas unggul dan perbaikan teknik budi daya jagung dibanding padi sawah (Heisey dan Edmeades, 1999), Produksi jagung dunia cenderung meningkat dan fluktuatif karena fluktuasi areal panen dan produktivitas yang berkaitan dengan fluktuasi harga dan kebijakan pemerintah. Di negara berkembang, pertumbuhan pro- duksi disebabkan oleh peningkatan produktivitas dan areal tanam. Volume perdagangan jagung dunia meningkat pesat pada periode 1960-1980. Puncaknya terjadi pada tahun 1980 yang mencapai 82 juta ton atau 20% dari produksi dunia. Setelah itu, volume perdagangan terus menurun walaupun produksi meningkat. Pada tahun 2000, volume ekspor hanya mencapai 80 juta ton atau 13% dari produksi jagung dunia, ‘Setelah tahun 1980, ketergantungan negara berkembang pada impor jagung ‘semakin meningkat Karena tingginya penggunaan jagung untuk pa-kan, yang didorong oleh peningkatan produksi peternakan, terutama ayam, sapi, dan babi. Negara berkembang menjadi net importir dengan jumiah yang cenderung ‘membesar, karena laju peningkatan konsumsi lebih cepat dari laju peningkatan produksi domestik. Diperkirakan sampai tahun 2020 ketergantungan ini akan semakin besar (Rosegrant et al, 2001) sehingga untuk mengatasinya dipertukan terobosan teknologi dan kebijakan yang tepat. Indonesia merupakan produsen jagung terbesar di kawasan Asia Tenggara. Karena jumlah penduduknya juga terbesar maka permintaan Ekonomi Jagung indonesia 15 akan jagung juga tinggi. Sebagai bahan makanan pokok, posisi jagung me- nurun dan disubstitusi dengan beras melalui kebijakan harga beras murah yang diterapkan oleh pemerintah. Sebaliknya, permintaan jagung untuk pa- kan meningkat pesat yang dipacu oleh permintaan daging dan telur. Tinggi- nya peningkatan permintaan jagung untuk pakan, melebihi laju penurunan permintaan jagung untuk bahan makanan dan laju peningkatan produksi, menyebabkan Indonesia menjadi net importir jagung dengan laju yang cukup tinggi mulai tahun 1980-an. Tulisan ini mengulas ekonomi jagung dunia dan negara berkembang selama empat dekade terakhir, kemudian menganalisis pengaruhnya terhadap ekonomi jagung Indonesia. Dibahas pula prospek ekonomi jagung Indonesia menjelang 2020 serta arternatif kebijakan yang diperlukan. PRODUKSI DAN PERDAGANGAN JAGUNG DUNIA ‘Selama empat dekade terakhir, produksi jagung dunia meningkat dengan laju 2,9% per tahun dan sebagian besar dari kenaikan tersebut disebabkan oleh peningkatan produktivitas (terkenal dengan istilah Revolusi Hijau). Amerika Serikat, Cina, Brasil, Meksiko, dan Argentina merupakan negara produsen utama jagung dunia sementara Masyarakat Ekonomi Eropa secara kelompok hanya rmemproduksi sedikit lebih tinggi dari Brasil (Tabel 1). Dominasi Amerika Serikat terlihat lebih menonjol lagi dalam perdagangan jagung dunia dengan pangsa mencapai 68%, dikuti oleh Argentina 14%, dan Cina 9% Peran negara berkembang dalam produksi jagung dunia hampir sa- ma, sekitar 50%. Pada tahun 1997, produksi jagung negara berkembang sudah menyamai produksi negara maju (Gambar 1). Meski demikian fluk- ‘abo! 1. Produksi jagung serta volume ekspor dan impor (uta t) negara produsen utama, rata- rata 1997-2001 "Negara produsen jagung Produksi Pangsa Volume Volume produksi —_ekspor impor dunia (%) ‘Amerika Serkat 241,98 409 47,80 0,30 ina 115,53 195 615 026 Masy. Ekonomi Eropa 37,98 Ba ot 253 Brasil 34,19 58 1150 1105 Meksiko 18.11 31 ols 5,30 Argentina 1641 28 10.02, 0.01 India 11.29 19 0,02 018 Ata Selatan 850 14 124 08 Rumania 362 18 ols2 os Kanada 832 14 0,36 1158 Negara lainnya 4447 143 434 59,08 “otaljagung dunia 591,90 40,0 70,62, 70,62 ‘Sumber: USDA (20028). 18 _Kesryno: Perkembangan Produksi dan Konsumst tuasi produksi jagung dunia ternyata lebih dipengaruhi oleh fluktuasi pro- duksi jagung negara maju. Hal ini lebih disebabkan oleh fluktuasi luas areal tanam, karena dengan adopsi teknologi baru, produktivitas jagung me- ningkat, Mulai tahun 1976, negara berkembang secara agregat menjadi net importir jagung dengan jumlah yang relatif meningkat cepat, karena produksi tidak mampu memenuhi peningkatan permintaan dalam negeri Gambar 2 memperlihatkan pesatnya peningkatan volume perdagang- ‘an jagung dunia sejak tahun 1962. Hal ini tampaknya lebih disebabkan oleh meningkatnya permintaan jagung negara berkembang. Pertumbuhan impor yang cepat diperlihatkan oleh negara di Asia, yang secara agregat selalu ‘sebagai net importir jagung. Selain itu, net impor jagung juga terjadi pada negara-negara di Afrika setelah tahun 1980, Amerika Latin setelah 1986, dan Uni Eropa (15 negara) mulai tahun 1990. Jagung yang diperdagangkan di pasar dunia pada tahun 1960-an hanya sekitar 10% dari produksi dunia. Peningkatan produksi jagung yang cepat di negara maju, terutama Amerika Serikat, dan meningkatnya laju pertumbuhan peternakan di negara berkembang telah memperbesar volume Perdagangan dunia dari 12,4% (32 juta ton) pada tahun 1970-an menjadi 15,4% (71 juta ton) pada tahun 1980-an dan tahun 1990-an. Walaupun produksi dan permintaan jagung dunia meningkat di masa depan, diperkira- kan volume jagung di pasar dunia hanya sekitar 13-15% dari produksinya Kondisi ini memberi tantangan bagi negara berkembang untuk mampu meningkatkan produksi jagung dalam negeri. Karena perluasan areal tanam stat 700 600 500 400 ‘konsumsi negara berkembang, 300 200 100 Perdagangan dunia 1962 887480859298 200 Sumber: USDA (20028). ‘Gambar 1. Perkembangan produksijagung dunia, 1962-2001, Ekonomi Jagung Indonesia 17 stat 100 Eksporjagung dunia 60 Impor negara berkembang Timpor negara Asia ° 16177375 ‘Sumber: USDA (2002a). Gambar2. Perkembangan volume perdagangan jagung dunia, 1961-2001 relatif terbatas, maka peningkatan produksi terutama dicapai melalui pe- ningkatan produktivitas (Pingali dan Pandey, 2001), Tabel 2 menyajikan produksi, konsumsi, dan perdagangan jagung dunia tahun 1997 dan perkiraan tahun 2020. Volume jagung di pasar dunia hampir tidak berubah, sekitar 11% dari produksi jagung dunia. Ketergan- tungan negara Asia Tenggara dan Asia Timur pada impor akan semakin besar karena konsumsi jagung meningkat cukup tinggi (83%) selama peri- ode 1997-2020, sedangkan produksi hanya bertambah 63,5%. Jika pada tahun 1997 kawasan ini hanya mengimpor 8,7% dari konsumsinya maka pada tahun 2020, angka itu meningkat menjadi 17.5%. Pada tahun 2020, diperkirakan sebagian besar (68%) jagung di pasar dunia akan diserap oleh kawasan Asia Tenggara. Sebaliknya, negara Amerika Latin diperkirakan akan berubah dari negara net importir menjadi net eksportir jagung. Surplus produksi jagung negara maju juga akan meningkat dari 8.4% menjadi 16,3%, dan terbesar berasal dari Amerika Serikat, Data pada Tabel 2 juga memperlihatkan bahwa negara berkembang, terutama di Asia, secara agregat belum bisa mencukupi kebutuhan akan jagung. Sekitar 50% dari impor jagung negara berkembang adalah untuk ne- gara di kawasan Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan) dan Asia Tenggara terutama Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Filipina. Thailand yang semula net ekspor berubah menjadi net impor mulai akhir tahun 1990- an. 18 —_Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Perkembangan impor jagung beberapa negara sampai tahun 2010 berdasarkan perkiraan USDA (2002b) disajikan pada Tabel 3. Perkiraan ini didasarkan atas mulai pulihnya ekonomi di kawasan Asia mulai tahun 2003. Negara importir jagung terbesar dunia adalah Jepang diikuti oleh Korea Selatan, Meksiko, Taiwan dan Mesir. Masyarakat Ekonomi Eropa secara keseluruhan net impor 2,1 juta ton per tahun atau 2,6% dari jagung yang diperdagangkan di dunia (USDA, 2002b). Permintaan jagung untuk makanan pokok di negara berkembang mulai menurun dan sebaliknya permintaan untuk pakan ternak akan terus ‘meningkat. Untuk negara maju, permintaan relatif tidak banyak berubah. Negara eksportir jagung dunia menjelang 2010 tetap didominasi oleh Tabel2._Produksi dan konsumstjagung dunia (utat) tahun 1997 dan perkicaan 2020, Kons tahun 1997, Perkiraan tahun 2020 Droduksi Konsumsi net rade _‘produksl _Konsumsi net trade Negara Negaramaju 929,36 290,83 27,51 41065 343,68 66,97 USA 238,76 183.08 44.81 297,19 227,33 69/86 UniEropa 36.95 37.63 -1:17 ©3913, 4002 0.89, Bekas Rusia 709 746-0300 10357872178 Negara berkembang 266,95 294,98 27,61 440,98. 507,95 86,97 ‘Amerika Latin 74:09 “2301232011812 «5.08 Sahara Afrika 26,22 “584558 52,11 ‘Asia BaratAka Utara 9,49 ‘7013412778 ‘Asia Selatan 13.22 010 18,78 18,97 ‘Asia Tgra/Asia Timur 143,31 “13,77 240,02 280,88 Dunia 595,70 595,70 088163 851,63, 0 ‘Sumber: Rosegrant ofa. (2001). Tabel3, impor jagung (uta ) rataxata 1997-2001, dan perkiraan impor jagung tahun 2002, 2006, dan 2010 oleh beberapa negara importirutama, Rata-rata impor Perkiraan mapor Negara imponir 1997-2001 2002 2005 2010 Jepang 16,11 15,30 15.40 18,00 Korea Selatan 7,90 750 730 770 Meksiko 527 5150 640 8,90 Mesir 448 470 8,70 750 Taiwan 474 ara 5,00, 5110 Malaysia 235 235 270 3,10 UniEtopa 252 50 250 ‘Arab Sausi 440 180 207 Koiumbia 180 1.80 1180 ‘80 Indonesia 096 096 1180 220 Filipina 023 023 045 0,50 Neg. lainnya 277 27 26.25 34.43 Total dunia 70,62 69.25 7.10 28,50 Sumber: USDA (20025), EkonomiJagung indonesia 19 ‘Amerika Serikat dengan pangsa ekspor 68%, disusul oleh Argentina dengan pangsa 19% dari produksi jagung dunia. Kemampuan Cina untuk mengekspor jagung akan menurun karena meningkatnya permintaan dalam neger Volume jagung yang diperdagangkan di pasar dunia pada tahun 2010 diperkirakan mencapai 89 juta ton, atau naik 13 juta ton dibanding tahun 2000. Sebagian besar (10 juta ton) dari kenaikan ini berasal dari Amerika Serikat (Rosegrant et al., 2001; USDA, 2002b). Masalahnya mengapa negara di kawasan Asia belum mampu mengurangi ketergantungan pada impor jagung dari Amerika Serikat. Untuk mendapat gambaran ekonomi jagung negara eksportir utama Jagung dunia, Tabel 4 menyajikan data biaya produksi dan harga FOB jagung Amerika Serikat dan Argentina, Perbedaan biaya produksi antara petani Amerika Serikat dan petani Argentina terletak pada tingkat peng- gunaan pupuk, herbisida, pestisida, dan biaya mekanisasi pertanian pada saat panen. Biaya pemasaran jagung dari tingkat petani sampai tingkat pe- dagang besar (elevator) yang tinggi untuk Argentina (US$33,70 per ton) di- banding Amerika Serikat (US$11,30 per ton) antara lain disebabkan oleh besarnya biaya transportasi. Di Argetina, transportasi menggunakan truk sehingga kurang efisien, sedangkan di Amerika Serikat menggunakan angkutan sungai dan kereta api yang lebih murah dan efisien (Lence, 2000) Namun, petani Argentina lebih berdiversifikasi. Seorang petani biasanya menanam jagung, kedelai, dan gandum serta memelihara sapi potong dalam pola usahataninya. Kombinasi tanaman dan ternak ini berguna untuk menjaga kesuburan tanah. Secara keseluruhan, harga tingkat FOB Argen- tina masih di bawah harga Amerika Serikat. ‘Tabel4, Struktur biaya produks| jagung di Amerika Serkat dan Argentina, rata-ata tahun 1998-1998. Komponen “Amerika Serkat ‘Argentina USgIha USSR —_US$iha uss ‘Alsintan prapanen 70,45 870 76,60 11,10 Bit 64,25 7.90 65,50 9150 an20 13,70 27,20 3.95 74,45 8.05 23,50 345 47:30 215 1.25 0.20 140.85 4730 128,50 18,60 47820 5880 321,30 48,75 h 313,80 38,60 129,75 18,90 Hasil(Una) pipilankering 8.13 - 6,90 : Totalbiaya 792,00 97.40 484,05 65,70 argatingkat ped. besar (US SM) 108,70 700.40 Harga FOB (US$t) 128,75 118,90 ‘Sumber: Lence (2000), 20 Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia PERKEMBANGAN PRODUKS! DAN PERMINTAAN JAGUNG o . NEGARA BERKEMBANG Dati 140 juta Hektat areal Beftainaman’ jagung dunia pada tahun’1999, sekitar 96 jute hekta? (69%) beraida di negara berkeinbang: Empat negara yang memiliki-arealteriuas berturut-turut adalah Cina 26 juta hektar, Brasil 12 juta hektar, Meksiko 7,5 jutafhektar-dan India 6 juta hektar. Areal.jagung keempat negara ini.mencakup»64% areal-jagung negara: berkembang. Namun, karena produktivitas jagung negara berkembang lebih rendah dari negara maju (Gambar 3),-maka pangsa negara berkembang pada produks! jagung dunia hanya 46% {USDA,2002a). Di negara maju, produktivitas per hektar mencapai 8 ton sedangkan di negara berkembang hanya:3 ton. Hal inidisebabkan oleh perbedaan.teknologidan lingkungan ~ ilmsedang, atau temperate dengan iki tropis(Pingall den Pandey, 2004). 259 ¢ abaigka di negara berkeribany hanyé 25%, Yang terdapat di Cina dan jagung nega cae area ia okosis- nagepe yes 70 75 BO BBO 9507 BROGOEM. ‘Sumber: USDA (20028). ress 8 Gambar3. Produktvitas jagung negara produsen utema dUiia dan indonesia, 1968-2000.” Te Ekonomi Jagung Indonesia 21 Tabel 5 menyajikan Kondisi hasil yang dicapai petani dan potensi hasil yang mungkin dapat dicapai pada berbagai agroekosistem negara berkembang. Dari data ini terlihat bahwa peluang untuk meningkatkan produksi jagung negara berkembang masih cukup besar apabila petani dapat mengadopsi teknologi maju dan melakukan intensifikasi. Di Amerika Latin, sebagian besar jagung diproduksi oleh perusahaan Pertanian komersial. Negara eksportir jagung terbesar di Amerika Latin adalah Argentina. Luas pertanaman jagung Argentina sekitar 3,1 juta hek- tar, sebagian besar berada pada iklim sedang dan subtropis dan didominasi oleh perusahaan pertanian komersial. Oleh karena itu, produktivitasnya cukup tinggi (6 ton per hektar pada tahun 2000). Di Brasil, pertanaman Jagung mencapai 11,7 juta hektar, sebagian besar terdapat di wilayah tropis dengan produktivitas hanya 2,8 ton per hektar. Brasil merupakan negara importir jagung terbesar di Amerika Latin dengan perkembangan perminta- an yang cepat akibat tingginya pertumbuhan subsektor peternakan. Bagi negara ini, produk peternakan merupakan komoditas ekspor yang berperan besar terhadap pendapatan devisa. Secara keseluruhan, negara Amerika Latin masih net impor jagung. Dinamika perkembangan jagung di Brasil dan Argentina sangat dipengaruhi oleh dinamika pertumbuhan produktivitas serta harga jagung, Kedelai, dan gandum (Schnepf et al., 2001). Keberha- silan Brasil meningkatkan produksi jagung di masa depan akan sangat mempengaruhi perdagangan jagung dunia (Schnepf et al., 2001; USDA, 2002b). Tingginya laju peningkatan permintaan untuk pakan (5% per tahun) telah mendorong laju permintaan jagung negara berkembang sebesar 3,4% er tahun. Sementara itu permintaan jagung untuk konsumsi makanan Pokok hanya meningkat 1,7% per tahun, di bawah laju pertambahan Penduduk, yang cenderung meningkat setelah tahun 1990 (Gambar 4). ‘Tabel 5. Potensi dan rata-rata has yang dicapal petani jagung (Uha) pada berbagal agro- cekosister negara berkembang, Witayeh Dataran tingat ‘Subtropis __Dataran rendah tropis. otensirata-rata olensi rata-rata potensi ata petani petani etani 50 35 80 58 22 ‘Asia Selatan 50 (07 70 45 ta ‘Afrika Barat & Sel - : 45 32 - : Sub-Sahara 500870 45 Or ‘Amerika Latin 60 11004050 15 22 Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsums! Jagung Dunia uta 500 400 300 200 100 TWaKaran negara berkembang akan negara beckembang 1962 87 727788872000 ‘Sumber: USDA (2002a). Gambar4, Perkembangan konsums!jagung dunia untuk pakan ternak dan untuk ‘makanan negara berkembang, 1962-2000. Harga jagung di pasar dunia cenderung menurun. Pada tahun 2000, harga rill jagung hanya sekitar 50% dari harga tahun 1960 (Gambar 5). Harga jagung yang sangat tinggi terjadi pada tahun 1973, saat terjadi krisis, pangan dunia dan krisis energi. Kemudian harga rl jagung terus menurun ‘sampai tahun 2000 sejalan dengan harga yang diterima oleh petani. Apabila laju peningkatan produktivitas lebih besar dari laju penurunan harga, maka pendapatan petani masih akan meningkat. Tabel 6 menyajikan harga riil bahan baku pakan dan harga daging sapi dan ayam pada tahun 1970-1996 dan proyeksi harga sampai tahun 2020. Harga rill bahan baku pakan turun hampir separuh selama hampir 30 tahun, sedangkan harga daging sapi tahun 1996 hanya sepertiga harga tahun 1970. Data ini mengindikasikan bahwa kesejahteraan dan daya beli konsumen produk peternakan meningkat. Penurunan harga produk peter- akan yang tajam antara lain disebabkan oleh penurunan harga pakan dan peningkatan produktivitas produk peternakan. Pada tahun 1980-1996, harga daging sapi dan ayam masing-masing turun 50% dan 25%, Ekonomi Jagung indonesia 23 ussn 350 300 250 150. 100. 50. 55 60 65 70 75 80 8 90 95 2000 ‘Sumber: Aquino et al. (1998) Gambar 5. Perkembangan harga riljagung dunia, 1960-2000. ‘Tabel6. Perkembangan harga il komoditas pertanian 1970-1996 ( US $M) dan proyeksi hharga rilrya sampal tahun 2020 (harga konstan tahun 1990), Tahun Beras Jagung Kedelai_—-Bungkll_~—‘Daging aging edelsi —sapi_——_ aya s970-72 526 215 478 45 5.144 tad 1980-82 534 ‘169 384 3803538 1.474 1990-92 288 104 234 1952585 1.139 1994-98 270 116 238 121761 1.113 2010 293 127 244 yo 1.835 1.175 2020 282 123 234 1961628 1.074 ‘Sumber: Delgado et al (1999); Rosegrant ef al. (2001). KEBIJAKAN PEMERINTAH BEBERAPA NEGARA UNTUK MELINDUNGI PETANI Menghadapi penurunan harga jagung di pasar dunia, beberapa negara me- ngeluarkan berbagai kebijakan untuk memberikan insentif berproduksi kepada petani. Umumnya kebijakan itu berupa jaminan harga minimum. Pada musim tanam (MT) 2000/2001, India dan Polandia memberikan jamin- an harga minimum untuk jagung senilai US$95 per ton. Amerika Serikat memberikan jaminan harga US$7S per ton ditambah kompensasi berupa marketing loan rate. Meksiko memberikan jaminan harga paling tinggi se- besar US$150 (FAO, 2001), 24 Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Kebijakan yang juga umum dilakukan oleh beberapa negara adalah memberikan kredit bersubsidi dan asuransi produksi. Menyadari bahwa pe- nurunan harga jagung akan menyebabkan menurunnya kemampuan petani untuk membayar kredit, maka beberapa negara melakukan penghapusan dan penjadwatan pembayaran hutang petani. Kebijakan ini dilakukan antara lain oleh Brasil dan beberapa negara Amerika Latin lainnya, Brasil membe- rikan potongan hutang 30% bagi petani yang berhutang sampai US$5.000, dan potongan 15% bagi petani yang memiliki hutang US$100.000 atau lebih (FAO, 2001). Kebijakan lainnya adalah tarif dan kuota impor (TRQ). Pada bulan ‘Oktober 2000, Filipina mengeluarkan peraturan untuk mengenakan tarif 35% bagi impor jagung berkualitas tinggi dan 65% untuk yang berkualitas rendah. Thailand mengenakan tarif impor jagung US$4,70 per ton dengan kuota impor bulanan 53.543 ton. India mengenakan TRQ 15% untuk impor jagung dengan kuota impor 350,000 ton. Apabila impor melebihi kuota tersebut dikenakan tarif 50%. Kolumbia yang sebelumnya mengenakan tarif impor jagung untuk pakan sebesar 80% kini hanya mengenakan 37% karena meningkatnya pemintaan jagung untuk pakan (FAO, 2001). Harga rata-rata yang diterima oleh petani jagung Amerika Serikat pada tahun 1992-1998 adalah US$96,10 per ton. Apabila ditambahkan ber- agai intervensi pemerintah berupa guaranted minimum price support and income transfer maka harga yang diterima adalah US$111,40 per ton. Pe- tani Argentina pada periode yang sama menerima harga jagung US$91,70 per ton. Intervensi pemerintah ini menyebabkan harga yang diterima oleh petani jagung Amerika Serikat lebin stabil (koefisien variasi 9,1%) diban- ding petani Argentina dengan koefisien variasi 24% (Lence, 2000). Kebijak- an tersebut telah dapat memberikan insentif berproduksi bagi petani DINAMIKA PRODUKSI DAN KONSUMSI JAGUNG INDONESIA ‘Selama 40 tahun, luas panen jagung Indonesia relatif tidak banyak meng- alami perubahan, walaupun variabilitas antartahun cukup besar (Gambar 6), Selama periode tersebut, produksi jagung meningkat rata-rata 2,29% per tahun (Tabel 7), terutama disebabkan oleh peningkatan produktivitas yang hampir dua kali lipat Jagung sebagian besar (60-65%) ditanam di lahan kering dan 35-40% ditanam di lahan sawah, 10-15% di antaranya diperkirakan ditanam di lahan sawah beririgasi. Di Thailand dan Filipina, hanya 5% jagung yang ditanam di lahan beririgasi. Selama periode 1970-1980, areal beririgasi meningkat cepat dalam rangka mencapai swasembada beras. Akibatnya, luas lahan sawah tadah hujan menurun, yang berarti berkurang pula lahan yang ditanami jJagung. Setelah swasembada beras dicapai pada tahun 1984, investasi baru irigasi dihentikan. Peningkatan lahan tadah hujan setelah tahun 1990-an ‘memberikan peluang bagi pengembangan jagung, Ekonomi Jagung Indonesia 25 roduksi (tat) ‘Areal panen (uta ha) ol ‘Sumber: USDA (20028). Gambar6. Perkembangan areal panen dan produ! jagung Indonesia, 1961-2000. ‘Tabel7.Perkembangan produksidan net trade komoditas jagung Indonesia, 1961-2000. Periods Produktivtas Produks! Net trade (hha) (000 (000) 1961-70, 758) 1971-80 405 4981-90 10.4 1991-00 745; ‘Sumber: USDA (20028). Lambannya peningkatan produktivitas jagung (1,3% per tahun) pada tahun 1970-an menyebabkan kurangnya insentif bagi petani untuk mena- nam jagung. Pada tahun 1980-an, laju peningkatan produktivitas relatif tinggi (4,4% per tahun) dengan adopsi teknologi baru (Revolusi Hijau) se- hingga petani terdorong untuk memperiuas areal pertanaman jagung. Di samping itu, pada periode 1980-an dan 1990-an, permintaan jagung untuk pakan meningkat cepat yang dipacu oleh perkembangan produksi ayam ras yang mencapai 10% per tahun (Ditjen Peternakan, 2001). Kondisi ini telah ula mendorong petani untuk menanam jagung. 26 —_Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsums! Jagung Dunia Apabila dihitung dengan metode moving average tiga tahunan, variasi areal panen dan produksi menjadi berkurang. Dari segi wilayah, areal jagung di Jawa, Nusa Tenggara, dan Sulawesi cenderung menurun karena berkurangnya areal sawah tadah hujan disertai oleh peningkatan lahan beririgasi. Sebaliknya, areal jagung di Sumatera meningkat dengan pesat karena baik lahan beririgasi maupun lahan sawah tadah hujan dan lahan kering mengalami_peningkatan. Selain itu, pengembangan pabrik pakan juga meningkat cepat di Sumatera. ‘Sampai tahun 1971, produktivitas jagung relatif tetap sekitar 1 ton per hektar, kemudian meningkat dengan laju 3% per tahun selama periode 1974-1990, lalu melambat dengan laju hanya 1,2% per tahun pada periode 1990-2001. Areal tanam juga relatif konstan sebelum tahun 1970, kemudian meningkat dengan laju 0,5% per tahun pada periode 1971-1990, dan ‘meningkat dengan laju 1,6% per tahun selama periode 1990-2001 Selama periode 1960-2001 telah dilepas berbagai varietas unggul dengan potensi hasil per hektar yang terus meningkat dari 1,10-1,70 ton pa- da periode sebelum 1960 menjadi 3,20-4,30 ton pada 1960-1980 (Nugraha et al., 2002). Harapan Baru dan Arjuna merupakan varietas yang dilepas ada periode itu dan sampai saat ini masih populer di beberapa daerah Pada periode berikutnya, 1980-2001, dilepas pula sejumlah varietas unggul jagung komposit yang berdaya hasil sekitar 5 ton per hektar serta lebin dari 40 varietas hibrida yang berdaya hasil lebih tinggi (6-9 ton per hektar), Kalingga dan Bisma adalah varietas unggul komposit yang populer di kalangan sebagian petani, sedangkan untuk jagung hibrida petani telah mengenal berbagai varietas seperti C-1, C-2, CP-1, BISI, Pioneer, Semar, dan A-4. Dengan memperhatikan data pelepasan jagung unggul ini dapat impulkan bahwa inovasi dan adopsi jagung unggul baru inilah yang menyebabkan meningkatnya produksi jagung Indonesia. Penyebaran jagung hibrida sampai tahun 2001 baru mencapai 30- 40% dari areal pertanaman jagung. Lambannya adopsi jagung hibrida ini antara lain disebabkan oleh tingginya biaya tunai untuk membeli sarana produksi (bibit dan pupuk) yang mencapai Rp1-1,3 juta per hektar. Untuk jagung unggul komposit, biaya tersebut hanya Rp500.000-Rp600.000 per hektar (Simatupang, 2002; Sumaryanto, 2002) Biaya tunai produksi jagung Indonesia sekitar Rp460-Rp670 (US$53- 77 per ton) per kg jagung pipilan. Di Amerika Serikat, biaya tunai ini se- besar Rp515 per kg (US$59per ton) dan di Argentina Rp420 per kg (USS47 per ton). Jika sewa lahan dan upah tenaga kerja dalam keluarga diper- hitungkan, maka biaya produksi jagung Indonesia sebesar Rp630-Rp770 per kg (USS72-88 per ton), di Amerika Serikat US$97 per ton, dan di Argen- tina US$66 per ton (Simatupang, 2002; Sumaryanto, 2002). Biaya transportasi dan asuransi dari Amerika Serikat dan Argentina ke Indonesi: sebesar US$20-25 per ton. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa produksi jagung di Indonesia memiliki keunggulan kompetitif dengan negara Ekonomi Jagung Indonesia 27 ‘eksportir dunia (Gonzales et al., 1992; Simatupang, 2002). Harga dasar dan pengaturan tata niaga jagung pernah diterapkan di Indonesia, namun dinilai tidak efektif dan akhimnya dicabut pada tahun 1990. Tabel 8 menyajikan perkembangan areal panen jagung di sentra produksi jagung di Indonesia selama tiga dasa warsa terakhir. Perkembang- an areal panen jagung yang mencolok terjadi di Sumatera Utara dan Lam- ung. Di Sumatera Utara, areal panen total tanaman pangan per tahun naik fata-rata 2,22% dengan areal panen padi dan jagung masing-masing me- ningkat 1,62% dan 8,1%. Untuk Lampung, areal panen total tanaman pangan per tahun naik 4,2%, dengan areal panen padi dan jagung masing- masing meningkat 2,73 dan 6,02% selama tiga dasawarsa terakhir. Untuk Jawa Tengah dan Jawa Timur, areal panen jagung relatif konstan meskipun areal panen total tanaman pangan dan areal panen padi sedikit meningkat. Di Sulawesi Selatan, areal panen jagung cenderung menurun meski areal panen total tanaman pangan dan areal panen padi meningkat masing- masing 1,1% dan 1,4% per tahun. Untuk Nusa Tenggara Timur, peningkatan areal panen total tanaman pangan sebesar 1,34%, padi 1,16%, dan jagung 4,2% per tahun. Untuk agregat Indonesia, areal panen total tanaman pa- gan naik dengan laju hanya 1% per tahun dengan areal panen padi dan jagung masing-masing meningkat 1,2% dan 0,9% per tahun. Perluasan areal jagung secara konsisten terjadi di Sumatera, sedangkan di Nusa Tenggara Timur areal jagung cenderung meningkat lebih tinggi dari padi, karena jagung merupakan bahan makanan pokok. Di ‘Sulawesi Selatan, areal jagung menurun selama empat dasawarsa terakhir meski jagung digunakan sebagai bahan makanan pokok oleh sebagian penduduk. Jawa sebagai daerah penghasil jagung utama, arealnya menurun secara konsisten sampai tahun 1990, selanjutnya cenderung meningkat sampai tahun 2001. Inovasi dan introduksi varietas unggul baru jagung yang cepat setelah tahun 1990 ini diduga telah berhasil meningkatkan areal Jagung di Jawa dan Sumatera. ‘Tabel8. Perkembangan luas panen (000 ha) dan hasil(Uha) jagung i berbagei wilayah Indo- nesia, 1968-2000. Tahun Jawa Sumatera NusaTenggara Sulawesi Indonesia ‘aBal Hasil Lua Has LuasHasll panen panen anen panen 107.8 1,04 261.5 0.93 437.7 0,85 2687.2 1,00 4204 1,24 2499 0,98 376.7 0,98 2.658,3 1,09 1087 1124 2608 1,17 408.6 1,12 26029 1:33 $672 1,60 286.9 1.23 421.8 1134 27110 1/66 342,7 2.01 281.4 1132 430.1 1/66 3.0534 2101 467.0 2.10 292.4 1143 438.7 1,74 3,249.1 2.20 733,7_2.43 3227 1169 439.9 1/88 3,833.5 2.60 28 —_Kasryno: Perkembangan Produksi dan Konsumsi Jagung Dunia Perkembangan areal jagung di Sumatera nampaknya juga didorong oleh inovasi teknologi maju, yang ditunjukkan oleh relatif cepatnya laju Peningkatan produktivitas dibanding daerah lainnya. Di Sumatera Utara, laju peningkatan produktivitas jagung selama tiga dasawarsa terakhir sekitar 3,4% per tahun, di Lampung 4,7% per tahun, di Jawa 3,3% per tahun, dan untuk Indonesia sebesar 3,2% per tahun. Peningkatan produksi Jagung di Sumatera Utara, Lampung, dan Jawa antara lain didorong oleh perkembangan pabrik pakan ternak yang sangat cepat. Pada periode 1990-2000, produksi jagung Indonesia meningkat dengan laju hanya 1,4% per tahun padahal permintaan jagung bertambah 3,4% per tahun. Kekurangan pasokan ini ditutup dengan impor yang terus meningkat sejak tahun 1990. Industri pakan berkembang pesat setelah tahun 1980. Sebagian be- sar pabrik pakan ini berlokasi di Jawa Timur, Jawa Barat, Lampung, dan ‘Sumatera Utara (Tabel 9). Lokasi pabrik pakan ini berhubungan dengan pasokan jagung, Laju peningkatan kapasitas terpasang pabrik pakan dalam sepuluh tahun terakhir mencapai 15% per tahun dan merupakan salah satu ciri dari Revolusi Peternakan. Kalau Revolusi Hijau pada padi, gandum, dan jagung bersifat supply driven, atau terjadi karena adanya inovasi teknologi biologi/bibit unggul dan kimia, Revolusi Peternakan adalah demand driven, yang terjadi karena perubahan pola konsumsi masyarakat dengan mening- katnya konsumsi daging, telur, dan susu (Delgado et a/,, 1999). Revolusi Hijau di Indonesia memang telah meningkatkan pendapatan petani. Pangsa tanaman pangan pada Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian naik dari 59% tahun 1974 menjadi 62% tahun 1984, kemudian turun menjadi 53% tahun 1994. Untuk peternakan, pangsanya terhadap PDB sektor pertanian naik dari 7% pada tahun 1974 menjadi 10% pada tahun 1984, dan menjadi 11% pada tahun 1994. ‘Tabel 9. Kapasitas terpasang industri pakan di beberapa propinsi i Indonesia, 1983-2000. Propins! Kapasitas terpasang pabrik pakan (Vth) 9% 1987 1902 7996 2000 SumateraUtara «126.450.205.457 443.300 967.260 1.144.000 Lampung 118800 137.685 204.000 © 370.800 640.000 ‘Sumatera lainaya 4.020 5.138 - 10.000 10.000 Dt Jakarta 180.450 217.752.387.000 415.500 603.200 awa Barat 360,300 558.244 912442 1.409.080 3.274.960 ‘awa Tengah 409.900 186.707 203.900 763.323 1.022.323 ‘Jawa Timur 316.450 585.267 974700 2.864.000 3.285.708, Sulawesi Selatan : 29.074 13.408 14.000 37.800, Kalimantan : 3.278 : : : Totallndonesia 1.517.650 1.898.590 3.148.648 6.638.943 10.018.791 ‘Sumber: Ditjen Peternakan (1986, 1990, 1996, dan 200), Ekonomi Jagung Indonesia 29 Gambar 7 menyajikan perkembangan konsumsi jagung sebagai ba- han makanan dan pakan berdasarkan data yang dikumpulkan oleh USDA. Konsumsi jagung sebagai bahan makanan mulai menurun sejak tahun 1983, sedangkan konsumsi jagung untuk pakan meningkat pesat mulai tahun 1982. Dengan laju peningkatan kapasitas pabrik pakan sebesar 8% per tahun pada periode 1987-2000, diperkirakan laju peningkatan perminta- aan jagung untuk pakan juga akan tumbuh minimal 8-10% per tahun. Pada tahun 1991, penggunaan jagung untuk pakan mencapai 4 juta ton ‘Sebelum krisis ekonomi tahun 1997, produksi rill pakan sebesar 4,45, juta ton, Produksi ini menurun menjadi hanya 2,09 juta ton pada tahun 1998 dan 2,77 juta ton pada tahun 1999. Tahun 2000, produksinya kembali menjadi 4,5 juta ton (Ditjen Peternakan, 2001). Dengan impor bungkil kedelai 1,67 juta ton pada tahun 2000, dan 1,5 juta ton pada tahun 2001, serta rasio jagung dan bungkil kedelai pada ransum pakan di atas 2, maka konsumsi jagung untuk pakan pada tahun 2000 diperkirakan 3-35 juta ton. ‘Angka ini hampir sama dengan angka perkiraan USDA (USDA, 2002a). USDA memperkirakan konsumsi jagung untuk pakan tahun 2000 sekitar 4,1 juta ton (termasuk untuk ayam buras dan bibit), sedangkan konsumsi jagung sebagai bahan makanan sekitar 3 juta ton Permintaan jagung untuk bahan makanan pokok cenderung menurun sejak tahun 1984, akan tetapi relatif Konstan mulai tahun 1990, yaitu se- kitar 3 juta ton per tahun. Ada kecenderungan bahwa krisis ekonomi yang

You might also like