Professional Documents
Culture Documents
15815-Article Text-47353-1-10-20170331
15815-Article Text-47353-1-10-20170331
Mempelajari Pertumbuhan dan Produktivitas Tebu (Saccharum Officinarum. L) dengan Masa Tanam
Sama pada Tipologi Lahan Berbeda
Study Growth and Productivity of Sugar Cane (Saccharum officinarum L.) With a Period of Planting is
Same at Different Typology of Land
ABSTRACT
The apprentice activities was held in PG. Cepiring, Kendal, Central of Java in 4 months which was
started from February 14th 2011 until June 14th 2011. The purpose of this activity is to study the management
of sugarcane cultivation growth and productivity at the same plant in different typologies of low land
irrigated and dry land. The differences of two land cultivation is an aspect of sewer mantenence. In irrigated
fields gutter maintenance is very important because if not done will result desruption of sewer deepening
cane growth.Primary data is data obtained that had an effect on growth and productivity of sugarcane
namely estimation production, stem height, stem diameter, number of segments, number of stems, stem
weight, and brix value. The observations show that the condition of irrigated land and rainfed land or
upland did not show significantly different effect on the variables plant height, number of segments. While
the time for sugarcane mill that accord with the planting of sugarcane is not maximized so that the growth of
plants is not correspond with the time of planting because not according to the typologi of land.
ABSTRAK
Kegiatan magang dilaksanakan di PG. Cepiring, Kendal, Jawa Tengah dalam 4 bulan yang dimulai
dari 14 Februari 2011 sampai 14 Juni 2011. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempelajari
pengelolaan budidaya tebu dan produktivitas di pabrik yang sama di berbagai tipologi dataran rendah
irigasi dan lahan kering. Perbedaan dari dua budidaya lahan merupakan aspek pemeliharaan saluran
pembuangan. Di sawah irigasi pemeliharaan selokan sangat penting karena jika tidak dilakukan akan
mengakibatkan terganggunya memperdalam saluran pembuangan pertumbuhan tebu. Data primer adalah
data yang diperoleh dari efek pertumbuhan dan produktivitas tebu yaitu estimasi produksi, tinggi batang,
diameter, jumlah segmen batang, jumlah batang, batang berat, dan nilai brix. Pengamatan menunjukkan
bahwa kondisi lahan irigasi dan tadah hujan atau lahan kering tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda
secara signifikan pada variabel tinggi tanaman dan jumlah segmen. Sedangkan waktu yang selaras untuk
pabrik tebu dengan penanaman tebu belum maksimal sehingga pertumbuhan tanaman tidak sesuai dengan
waktu tanam karena tidak sesuai dengan Typologi tanah.
APTRI, serta memanfaatkan pihak – pihak yang tanam A bertepatan dengan musim kemarau,
dulu pernah mengikuti program TRI. selain itu karena pada saat musim hujan tiba
Adanya persaingan dengan komoditas lain kondisi tebu pada masa tanam A sudah mencapai
menyebabkan terjadinya keterlambatan proses umur 4 – 5 bulan. Hal ini berbeda dengan masa
penyerahan lahan. Lamanya masa negosiasi antara tanam B (Oktober – Desember) yang dilakukan di
pihak PG dan petani menyebabkan masa tanam awal musim penghujan. Kondisi tebu pada masa
tebu menjadi mundur. Masa tanam terbagi tanam B baru berumur 1 bulan sehingga solusinya
menjadi masa tanam A dan B. Masa tanam A adalah kegiatan pendalaman got harus dilakukan
merupakan masa tanam tebu yang dilakukan pada sekaligus, hal ini untuk menghindari terjadinya
awal musim kemarau dan berakhir pada awal banjir di lahan.Hal ini terjadi pada kebun
musim hujan (bulan Mei – Agustus) sedangkan Ngasinan (sawah irigasi), sehingga kebun tersebut
pada masa tanam B masa tanam tebu yang terjadi banjir dan terpaksa melakukan penanaman
dilakukan pada awal musim hujan (bulan Oktober ulang. Tindakan penanggulangan pada lahan yang
– Desember). Pada masa tanam pola A budidaya drainasenya kurang lancar sangat dibutuhkan.
tebu dilakukan pada lahan sawah berpengairan Menurut Suhadi et. al (1989) tindakan pertama
atau cukup irigasi sedangkan pada pola B adalah memperbaiki sistem drainase yaitu dengan
budidaya tebu dilakukan pada lahan menurunkan permukaan air tanah, setelah itu
kering/tegalan/sawah tegalan yang mengandalkan pengolahan tanah yang dalam serta perbaikan
pengairan dari curah hujan. saluran drainase.
Proses keterlambatan penyerahan lahan Menurut Indriani dan Sumiarsih (1992)
mengakibatkan pergeseran masa tanam A dapat kerugian apabila tebu ditanam di lahan sawah
berubah menjadi masa tanam B. Pergeseran masa irigasi pada saat masa tanam B adalah
tanam karena keterlambatan penyerahan lahan ketersediaan air yang terlampau banyak karena
dapat menyebabkan produktivitas lahan tidak selain mendapatkan aliran air dari irigasi, air dari
maksimal. Kondisi lingkungan tumbuh menjadi curah hujan akan memperbanyak ketersediaan air
salah satu faktor yang sangat menentukan tinggi yang berakibat pertumbuhan tebu tidak maksimal.
atau rendahnya produktivitas lahan tersebut. Selanjutnya Yusuf dan Hidayat (1989)
Penyerahan lahan untuk masa tanam A menyatakan lahan tegalanapabila ditanam pada
dilakukan paling lambat pada bulan Januari – masa tanam B maka keuntungannya adalah
Februari, sehingga proses negosiasi lahan harus ketersediaan air yang cukup karena pengaruh
sudah dilakukan antara bulan Oktober – curah hujan dimanfaatkan untuk fase
September sedangkan penyerahan lahan untuk pertumbuhan terutama pertumbuhan tunas.
masa tanam B dilakukan paling lambat bulan Mubyarto dan Daryati (1991)
April – Mei dengan proses negosiasi dimulai pada mengemukakan bahwa perbedaan mendasar kedua
bulan Januari. Manajemen waktu yang baik jenis lahan tersebut adalahkondisi tanah (drainase)
dengan target yang jelas akan memperbaiki yang membawa konsekuensi pada jenis budidaya
ketersedian lahan untuk penanaman. yang diharapkan dapat memberikan kondisi yang
cocok bagi pertumbuhan tanaman. Pada lahan
Pergeseran masa tanam sawah penanaman tebu pada masa tanam B
mempunyai dampak negatif karena apabila terjadi
Proses keterlambatan penyerahan lahan kondisi banjir, kondisi tanaman masih muda atau
mengakibatkan pergeseran masa tanam A dapat belum mencapai pertumbuhan yang maksimum.
berubah menjadi masa tanam B. Pergeseran masa Drainase yang baik ditandai dengan
tanam karena keterlambatan penyerahan lahan kondisi tanah yang dipenuhi air secara berlebih
dapat menyebabkan produktivitas lahan tidak mengalami penurunan kadar air tidak lebih dari 24
maksimal. Masa tanam A (Mei – Agustus) jam. Drainase buruk ditandai dengan kondisi
dilakukan di lahan sawah irigasi pada awal musim tanah yang dipenuhi air mengalami penurunan
kemarau. Pengelolaan budidaya di lahan sawah kadar air jenuh dalam waktu lama. Faktor
irigasi pada masa tanam A berbeda dibandingkan penyebab utama drainase yang buruk diantaranya
dengan masa tanam B. Perbedaan budidaya adalah muka air tanah yang dangkal dan
terletak pada pengaturan sistem tata air (drainase), pemadatan tanah.
yaitu melakukan pendalaman got. Drainase yang buruk menyebabkan
Pada masa tanam A ketersediaan air dampak yang tidak menguntungkan terhadap
berasal dari air irigasi sehingga ketersediaan perkembangan akar tanaman tebu. Akar akan
airnya dapat diatur sedemikian rupa. Kegiatan berkembang secara horizontal sehingga sangat
pendalaman got pada masa tanam A dapat peka terhadap kekeringan sewaktu tanaman muda
dilakukan secara bertahap karena pada masa dan karena tanah kekurangan oksigen pada musim
hujan akar segera membusuk, peka terhadap rayungandari kebun bibit maupun bibit awildari
penyakit terutama bakteorosis dan kemudian juringan yang banyak terdapat tunas yang tumbuh.
berlanjut pada kematian pada tebunya (Pamenan, Kebun Gondang adalah kebun dengan tipe
et. al, 1989). Tebu merupakan tanaman yang lahan tegalan. Kebun ini terdiri dari empat blok
menghendaki air yang cukup banyak.Kebutuhan yaitu blok A, B, C dan D. Secara keseluruhan
air (irigasi) untuk tebu berbanding lurus dengan kondisi di kebun Gondang blok D cukup baik jika
sifat fase pertumbuhan karena tanaman ini dibandingan dengan kebun Ngasinan.
memerlukan air yang cukup banyak pada awal Pertumbuhan tebu lebih baik dilihat dari tinggi
sampai dengan pertengahan waktu biologis batang, diameter batang, dan jumlah batang pada
pertumbuhan. Setelah itu,pada fase kemasakan pengamatan terakhir. Kegiatan pemeliharaan di
menghendaki kebutuhan air yang sangat sedikit. kebun Ngasinan dan kebun Gondang sama tetapi
dilihat dari pertumbuhannya berbeda karena lahan
Kondisi kebun Ngasinan dan kebun Gondang untuk kebun Gondang yang terletak di lahan
tegalan yang pengairannya mengandalkan dari
Kebun Ngasinan merupakan salah satu turunnya air hujan telah sesuai dengan pola tanam.
kebun PG. Cepiring yang ditanami varietas BL Masalah pada kebun Gondang D adalah
dengan jenis tanaman PC.Kebun Ngasinan pada saat awal penanaman lahan harus menunggu
merupakan kebun dengan sawah irigasi teknis datangnya air hujan sehingga pertumbuhan pada
sehingga pola budidayanya menggunakan sistem masa awal sedikit terganggu.Sedangkan masalah
reynoso.Penggunaan sistem reynosoyang utama pada kebun ini adalah banyaknya gulma
dilakukan di lahan berpengairan idealnya yang tumbuh.Hal ini dikarenakan penanaman
dilakukan penanaman pda masa tanam I yaitu yang bertepatan dengan musim penghujan
pada bulan Mei – Agustus. Akan tetapi budidaya sehingga pengendalian secara kimiawi tidak
di kebun Ngasinan dilakukan pada masa tanam B mampu mengendalikan pertumbuhan gulma
yaitu pada bulan Oktober sehingga terdapat 2 blok dengan baik.Kondisi ini berakibat pengendalian
dari 3 blok yang terkendala pertumbuhannya gulma bertumpu pada penyiangan yang dilakukan
karena masalah drainase tersebut. secara manual.
Masalah utama yang terdapat di kebun Pada fase pertumbuhan data primer yang
Ngasinan adalah kendala pembuangan air.Awal diamati adalah tinggi tanaman, jumlah batang per
tanam kebun Ngasinan adalah pada awal musim juring, jumlah ruas per batang, diameter batang
penghujan sehingga berakibat pasokan air yang dan bobot batang per meter (Tabel 8). Dengan
berlebihan di lahan, selain itu juga lahan ini mengamati peubah pertumbuhan dapat diketahui
berdekatan dengan lahan persawahan petani sejauh mana karakter pertumbuhan masing –
sehingga menyulitkan dalam pembuangan masing mampu beradaptasi pada berbagai kondisi
air.Pembuangan air pada kebun Ngasinan masa tanam, yang pada gilirannya akan
merupakan pemasukan air bagi kebun petani. menentukan hasil panen. Menurut Sumantri
Seringkali saluran air ditutup oleh petani sehingga (1989), komponen pertumbuhan tanaman yang
air menggenang di got dan menyebabkan menentukan hasil tebu antara lain tinggi batang,
kandungan air tanah yang tinggi yang jumlah batang, dan diameter batang. Kontribusi
menghambat pertumbuhan tebu pada tahap awal. tiga komponen tersebut terutama terhadap hasil
Pemeliharaan yang dilakukan untuk mengatasi bobot tebu.
masalah drainase ini dengan memperdalam Perpanjangan tinggi batang memegang
seluruh got serta melakukan pengecekan seriap peranan penting dalam menentukan perolehan
hari dan saat terjadi hujan pada saluran bobot tebu dan rendemen. Proses pemanjangan
pembuangan. Hal ini untuk mengantisipasi batang merupakan pertumbuhan yang didukung
tingginya air pada lahan. dengan perkembangan beberapa bagian tanaman
Pada kondisi drainase yang tidak baik perkembangan tajuk daun, perkembangan akar,
pertunasan bibit bagal yang ditanam tidak terlalu dan pemanjangan batang. Hasil pengamatan tinggi
baik sehingga membutuhkan penanaman tanaman memperlihatkan adanya perbedaan
ulang.Hal ini diakibatkan karena keadaan tanah kecepatan pertumbuhan tanaman pada masing –
yang terlalu banyak mengandung air dan kondisi masing tipologi lahan.Pada kebun Ngasinan
tanah yang terlalu banyak lempung, padahal pertumbuhan terlihat lebih lambat jika
varietas BL tidak menyukai drainase yang buruk dibandingkan dengan kebun Gondang.
serta lahan berat. Setelah penanaman ulang juga Hal ini dikarenakan pada waktu fase
terdapat kendala yang sama, namun tidak separah pemanjangan batang, intensitas sinar matahari
penanaman yang pertama. Dengan kondisi yang sedikit mengakibatkan pemanjangan batang
tersebut dilakukan penyulaman menggunakan tidak optimal. Sinar matahari sangat diperlukan
dalam proses fotosintesis yang selanjutnya akan bulan.Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan
berpengaruh dalam pertumbuhan dan hasil panen dapat dilihat bahwa pembentukan ruas tebu
tebu. Menurut Williams (1979) bahwa tanaman normal yaitu sekitar 3 – 4 ruas tebu per bulan.Hal
tebu adalah tanaman yang menyenangi ini menunjukkan tipologi lahan tidak berpengaruh
matahari.Selain itu perbedaan kecepatan nyata terhadap pertumbuhan jumlah ruas.
pertumbuhan tinggi tanaman disebabkan oleh Faktor pemeliharaan tebu yaitu
ketersediaan air pada masing – masing pemupukan dan pembumbunan sangat
lahan.Masalah drainase menghambat berpengaruh terhadap besar atau kecilnya
pemanjangan batang pada lahan kebun Ngasinan diameter batang.Pengamatan diameter batang
karena tingginya curah hujan tidak diimbangi dilakukan padawatu tebu berumur 23 MST – 35
dengan pemeliharaan saluran pembuangan yang MST. Hasil pengamatan disajikan pada Tabel
baik.Tetapi melalui uji-ttipologi tanaman tidak 8.Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada
menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata antara awal pengamatan hingga akhir pengamatan
kedua lahan tersebut terhadap tinggi tanaman. menunjukkan bahwa diameter tebu kebun
Proses pemanjangan batang sangat Gondang lebih besar dan berbeda nyata dengan
berkaitan dengan proses pembentukan ruas tebu. diameter tebu kebun Ngasinan. Hasil ini
Pembentukan ruas tebu selama fase pemanjangan menujukkan pengaruh pemeliharaan terhadap
batang dengan panjang ruas rata – rata mencapai pertumbuhan diameter batang.
15 – 20 cm. Fase ini berlangsung pada 3 – 9
Jumlah Ngasinan 73 a 70 a 61 a 49 a
Batang Gondang 73 a 64 b 61 a 58 b
Sumber : Hasil Pengamatan (2011)
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada Uji-t 5%
rata – rata kebun Ngasinan terdapat 49 batang per alat hand refractometer, yaitu alat yang digunakan
juringan sedangkan kebun Gondang rata – rata untuk mengukur padatan yang terlarut dalam
terdapat batang per juringan sebanyak 58 suatu larutan. Cara pengukurannya adalah dengan
batang.Hal ini menunjukkan bahwa menjelang meneteskan nira yang terkandung di dalam batang
tebang jumlah batang sebagian besar banyak yang tebu ke kaca berwarna biru kemudian ditutup
mati. Penurunan jumlah batang ini ditentukan oleh menggunakan penutup dan kemudian angka hasil
jumlah anakan yang terbentuk selama proses proses brix dapat terbaca dengan melihat lubang
pertumbuhan dan persaingan antar anakan dalam yang terdapat pada bagian bawah alat tersebut.
perebutan unsur hara dan faktor tumbuh lainnya. Pengukuran brix pada tebu terbagi menjadi 3
Berdasarkan uji-t pada taraf nyata 5% bagian batang yaitu bagian atas, tengah dan
dapat dilihat bahwa tinggi tanaman, jumlah ruas bawah. Tebu dikatakan mempunyai tingkat
dan jumlah batang pada 3 pengamatan awal kemasakan yang baik apabila nilai brix pada
menunjukkan perbedaan tipologi lahan tidak setiap bagian batang sama. Menurut standar dari
mempunyai pengaruh nyata terhadap PG. Cepiring, tebu dapat ditebang apabila nilai
pertumbuhan tanaman sedangkan pada peubah brixdi atas angka 25.
diameter batang, bobot per meter dan pengamatan Hasil pengamatan pada nilai brix
terakhir pada jumlah batang menunjukkan menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada
perbedaan tipologi lahan mempunyai pengaruh kedua kebun (Tabel 10).Kebun Gondang
yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan mempunyai nilai brix yang lebih baik.Hasil
tanaman. Pada pengamatan terakhir jumlah perhitungan brix juga dapat digunakan untuk
batang, jumlah batang berbeda nyata sehingga menghitung rendemen secara cepat atau rendemen
harus dilakukan pemeliharaan yang lebih baik sementara. Menurut Purwono (2003) terdapat
dengan cara waktu pemupukan yang lebih tepat korelasi yang nyata antara nilai brix (B) yang
serta penggunaan bibit yang bermutu. diukur dengan rendemen (R) dengan r2 = 0.82 dan
Perhitungan brix digunakan untuk persamaan regresinya adalah R = -0.0254 +
menghitung besarnya nilai padatan terlarut. Cara 0.4746 B.
perhitungan brix dilakukan dengan menggunakan
Komponen hasil hablur secara teoritis tegalan memberikan hasil hablur yang berbeda
merupakan perkalian dari hasil bobot tebu dengan nyata dengan kebun Ngasinan. Produktivitas
nilai rendemen. Berdasarkan hasil perhitungan hablur di kebun Ngasinan sebesar 4.13 ton/ha
rendemen sementara terlihat adanya interaksi sedangkan kebun Gondang sebesar 7.91 ton/ha.
antara masa tanam tebu dengankondisi lahan Produktivitas tebu yang dihasilkan kebun
terhadap produktivitas hasil hablur yang Ngasinan sebesar 55.96 ton/ha sedangkan untuk
dihasilkan. Pada Tabel 3 menunjukkan masa kebun Gondang sebesar 79.59 ton/ha.
tanam B pada kebun Gondang dengan lahan
Potensi produktivitas antara lahan sawah pertumbuhan tebu sangat dipengaruhi oleh faktor
irigasi dengan lahan tegalan tidak jauh berbeda sanitasi kebun. Kebun Gondang yang tidak
jika ditanam sesuai dengan masa tanam. Tetapi terkendala pada masalah got menunjukkan
apabila penanaman dilakukan sesuai dengan masa pertumbuhan tebu yang lebih baik dibandingkan
tanam maka potensi produktivitas akan berbeda. dengan kebun Ngasinan. Sedangkan perbedaan
Hal ini karena lahan tidak bisa dipaksa untuk tipologi lahan pada masa tanam yang sama tidak
memberikan potensi produktivitas yang tinggi jika menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada
kesesuaian lingkungan tidak mendukung untuk peubah tinggi tanaman, dan jumlah ruas pada fase
pertumbuhan. pertumbuhan.
Tingginya harga sewa tanah karena
KESIMPULAN persaingan dengan komoditi lain pada lahan
sawah mengakibatkan keterlambatan penanaman
Pengelolaan budidaya tebu di kebun kebun tebu giling dari masa tanam A ke masa
Ngasinan (sawah irigasi) pada masa tanam B tanam B yang menyebabkan produktivitas tebu
berbeda dengan masa tanam A. Perbedaan terletak dan gula di lahan sawah lebih rendah daripada
pada perlakuan teknis tata air yaitu kegiatan lahan tegalan.
pendalaman got. Pada masa tanam B pendalaman
harus dilakukan sekaligus untuk mengantisipasi DAFTAR PUSTAKA
datangnya musim penghujan yang bertepatan
dengan awal tumbuh tanaman, berbeda dengan Dewan Gula Indonesia. 2011. Ketersedian Gula
masa tanam A yang pendalaman got dilakukan Nasional Tahun 2011. Jakarta (ID) : Dewan
berangsur karena awal penanaman dilakukan pada Gula Indonesia
musim kemarau. Kondisi di kebun Ngasinan
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2011. Pertemuan
menunjukkan bahwa pengaturan drainase pada
Koordinasi Persiapan Pelaksanaan. Kegiatan
kebun Ngasinan belum maksimal karena proses Tanaman Semusim Tahun
pendalaman got telat dan dilakukan secara 2011[Internet].[Diunduh 2011 Juli 15].
berangsur sehingga menyebabkan terjadinya Tersedia pada :
banjir dan pertumbuhan vegetatif awal terganggu. http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/.
Hasil pengamatan pada kedua kebun
menunjukkan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi produktivitas tebu adalah peubah
jumlah batang dan bobot batang sedangkan
Mempelajari Pertumbuhan dan… 364
Bul. Agrohorti 3 (3) : 357 – 365 (2015)
Djojosoewardhono, S. A. 1989. Peranan tebu dan Setyamidjaja, D., Azharni, H. 1992. Tebu Bercocok
faktor lingkungan tumbuh terhadap tingkat Tanam dan Pasca Panen. CV. Jakarta (ID) :
produktivitas bagi tebu di lahan kering. Yasaguna. 152 hal.
Pasuruan (ID) : Prosiding Seminar Budidaya
Lahan Kering. Pasurua Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri – Ciri Tanah. Bogor
(ID) : Departemen Ilmu Tanah, Institut
Indrajati, R. P. 2008. Evaluasi perubahan kualitas tanah Pertanian Bogor. 591 hal.
sawah irigasi teknis di kawasan industri sub
das Bengawan Solo daerah Kabupaten Sudiatso, S. 1988. Bertanam Tebu. Bogor (ID) :
Karanganyar. [skripsi]. Surakarta (ID) : Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Universitas Sebelas Maret. Institut Pertanian Bogor. 43 hal.
Indriani, Y. H., Sumiarsih, E. 1992. Pembudidayaan Suhadi, Sumoyo, Pawirosemadi, M 1989. Beberapa
Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Jakarta Masalah Tanah di Perkebunan Tebu di
(ID) : Penebar Swadaya. Lahan Kering di Luar Jawa. Pasuruan (ID) :
Prosiding Seminar Budidaya Lahan Kering.
Kuntohartono, T. 1987. Budidaya tebu lahan kering dan 360 – 367.
pengairannya. Majalah Gula Indonesia. XVI (1):
F 16 – 22. Sumantri, A. 1989. Interaksi Varietas Tebu dan Masa
Tanam di Lahan Tegalan PG. Jatiroto.
Manggabarani, A. 2008. Momentum seabad Pasuruan (ID) : Prosiding Seminar Budidaya
kebangkitan nasional. Gula Indonesia. Vol Lahan Kering. Pasuruan.428 – 435.
XXXII (1):3-5.
Sutardjo, E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu.
Mubyarto, Daryati. 1991. Gula: Kajian Sosial – Jakarta (ID) : Bumi Aksara. 76 hal.
Ekonomi. Jogjakarta (ID) : Aditya Media.
Yusuf, L., Hidayat, T. 1989. Pengalihan Budidaya
Pamenan, S. B., D. Siahaan, Lannita. 1989. Tebu Lahan Sawah ke Lahan Kering di PG.
Pengembangan Tebu Lahan Kering. Sindang Laut, PTP XIV Cirebon. Pasuruan
Pasuruan (ID) : Prosiding Seminar Budidaya (ID) : Prosiding Seminar Budidaya Lahan
Lahan Kering. 615 – 627. Kering. 628 – 631.
Purwono. 2003. Penentuan Rendemen Gula Tebu Williams, N. C. 1979. Sugarcane is The Agronomy of
Secara Cepat. Paper Individu. Institut The Maajor Tropical. New York (USA) :
Pertanian Bogor. Bogor. 6 hal. Oxford University Press. 50 – 64.
PT. Perkebunan Nusantara VII. 1997. Vademecum
Tanaman Tebu. PT. Perkebunan Nusantara
VII Lampung. Lampung (ID) : PPN VII.