Professional Documents
Culture Documents
Tingkat Kesehatan Di Manggarai
Tingkat Kesehatan Di Manggarai
POSITIVE DEVIA
VIANCE STATUS GIZI DAN KESEHAT
ATAN ANAK
BALITA DAN FA
FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMIMAN KUMUH
MA
MANGGARAI, JAKARTA SELATAN
RELINA KUSUMAWARDHANI
ABSTRACT
RELINA KUSUMAWARDHANI. Positive deviance nutritional status and health of
children under five years and the determinants in slum area Manggarai, Jakarta
Selatan. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and DADANG SUKANDAR
RINGKASAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu
positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh
Manggarai, Jakarta. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1)
mengidentifikasi karakteristik anak balita; 2) mengidentifikasi status gizi dan
status kesehatan anak balita; 3) mengidentifikasi karakteristik keluarga balita; 4)
mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu; 5)
mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku
gizi, dan PHBS; 6) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status
gizi dan status kesehatan anak balita; 7) menganalisis hubungan pengetahuan
gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu dengan status gizi dan status
kesehatan.
Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian “Studi
Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh”
yang dilakukan Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor bekerjasama
dengan DIKTI Kemendiknas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional study. Lokasi penelitian dilaksanakan di Manggarai, Jakarta Selatan,
yang dilakukan pada bulan April hingga Oktober 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang tinggal di
pemukiman kumuh di Manggarai. Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita
dengan responden adalah ibu contoh. Besar contoh diperoleh dengan
menggunakan formula Cochran (1982) dan diperoleh sebanyak 100 contoh.
Namun berdasarkan kriteria inklusi yaitu rumah tangga yan memiliki anak balita
dan responden bersedia diwawancarai, sehingga contoh yang digunakan dalam
penelitian ini hanya 41 contoh.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan menggunakan
kuesioner dan observasi secara langsung. Data primer meliputi karakteristik anak
balita, karakteristik keluarga balita, data antropometri anak balita, riwayat
penyakit anak balita, pengetahuan gizi ibu, sikap gizi ibu, perilaku gizi ibu, dan
PHBS ibu, kondisi fisik rumah dan lingkungan, dan sumber air. Data sekunder
berupa karkteristik tempat penelitian dan keadaan umum wilayah yang diperoleh
dari data dasar profil desa. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis.
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 meliputi coding, entry,
editing, cleaning, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS for
Windows versi 16.0. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif, korelasi
Spearman, dan korelasi Pearso.
Sebagian besar anak balita berjenis kelamin perempuan (51.2%).
Sebagian besar anak balita berumur antara 24-35 bulan (43.9%). Sebagian
besar rumah tangga merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota ≤4 yaitu
dengan proporsi 63.4%. Baik umur ayah maupun umur ibu, sebagian besar
berada pada umur antara 20-40 tahun. Tingkat pendidikan orangtua masih
tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah yaitu SD dengan proporsi
sebesar 40.0%, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar adalah
SD (41.5%). Pekerjaan ayah sebagian besar bekerja dibidang jasa (25%)
contohnya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan sebagian besar ibu berstatus
4
sebagai ibu rumah tangga (85.4%). Rata-rata pendapatan per kapita anggota
keluarga anak balita adalah Rp 533.388,00 dengan standar deviasi adalah Rp
294.027,00. Apabila dibandingkan dengan GK Jakarta 2012 yaitu sebesar Rp
379.052, maka sebagian besar (61%) responden termasuk keluarga tidak miskin
dengan pendapatan perkapita anggota rumah tangga ≥Rp 379.052.
Berdasarkan indeks BB/U ternyata di daerah pemukiman kumuh status
gizi anak balita sebagian besar tergolong dalam kategori gizi baik. Begitu pula
berdasarkan indeks TB/U dan BB/TB, sebagian besar status gizi anak balita
tergolong normal. Sebagian besar anak balita (61.0%) pernah mengalami sakit,
namun masih terdapat sebanyak 39.0% anak balita tidak mengalami sakit
selama dua minggu terakhir. Jenis penyakit yang sering dialami anak balita
adalah batuk (46.3%). Sebagian besar anak balita menderita sakit selama 1-3
hari. Frekuensi sakit anak balita selama dua minggu terakhir yaitu pada frekuensi
1 kali. Skor status kesehatan diperoleh dari hasil perkalian antara lama sakit
dalam hari dengan frekuensi penyakit pada setiap jenis penyakit. skor kesehatan
anak balita sebagian besar berada pada kategori tinggi (73.2%).
Sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi sedang dengan
proporsi 58.5%. Sikap gizi yang dimiliki ibu berada dalam kategori sedang
sebanyak 41.5%. Sebagian besar perilaku gizi ibu yang memiliki anak balita
berada dalam kategori sedang (43.9%). Secara umum perilaku hidup bersih dan
sehat ibu yang memiliki anak balita sebagian besar tergolong sedang (41.5%).
Sebagian besar sanitasi lingkungan rumah tangga masih tergolong rendah.
Sebagian besar responden (70.7%) menggunakan air galon untuk minum,
sedangkan untuk masak sebanyak 63.4% responden menggunakan air
sumur/mata air. Sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci, sebagian
besar responden (97.6%) menggunakan sumber air sumur/mata air.
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan signifikan dengan perilaku gizi (r=0.315, p<0.05) dan PHBS
(r=0.530, p<0.05). Karakteristik ibu yaitu pendidikan dan umur tidak berhubungan
dengan status gizi dan status kesehatan. Berdasarkan analisis Pearson terdapat
hubungan antara status gizi ibu (IMT) dengan status gizi anak (r=0.302, p<0.05).
Tingkat kemiskinan, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi tidak
berhubungan dengan status gizi. Namun PHBS berhubungan positif dan
signifikan dengan status gizi terhadap indikator BB/U (r=0.330, p<0.05) dan
BB/TB (r= 0.317, p<0.05) serta berhubungan dengan status kesehatan
(r=0.381,p<0.05). Sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan status
kesehatan. Status kesehatan tidak berhubungan signifikan dengan status gizi.
5
RELINA KUSUMAWARDHANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
D E P AR T E M E N G I Z I M AS Y A R AK A T
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
6
Judul : Positive Deviance Status Gizi dan Kesehatan Anak Balita dan
Faktor Penentunya di Pemukiman Kumuh Manggarai, Jakarta
Selatan
Nama : Relina Kusumawardhani
NIM : I14104011
Menyetujui :
Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M.Sc Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
NIP. 19510719 198403 2 001 NIP.19590725 198609 1 001
Mengetahui :
Ketua
Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus:
i
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Positive Deviance Status Gizi
dan Kesehatan Anak Balita dan Faktor Penentunya di Pemukiman Kumuh
Manggarai, Jakarta Selatan” dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan
syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu
Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut
Pertanian Bogor. Terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan
dukungan banyak pihak. Oleh karena itu, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. drh. Clara M Kusharto, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar,
M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah senantiasa sabar
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi.
2. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji yang telah memberikan kritikan dan masukan terhadap penyusunan
skripsi.
3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen akademik yang telah memberikan
arahan dan masukan kepada penulis selama perkuliahan.
4. Departemen Gizi Masyarakat, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen,
dan DIKTI Kemendiknas atas bantuan penelitian yang telah diberikan
kepada penulis.
5. Kedua orang tua yang terkasih, atas doa yang selalu dipanjatkan untuk
keberhasilan penulis. Semoga ini menjadi persembahan terbaik.
6. Kakak dan adik tersayang yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan
semangat dengan penuh kasih sayang.
7. Keluarga besar Rd.Priyo Hartono yang senantiasa memberikan doa,
dukungan dan semangat.
8. Muhamad Reza Saputra yang telah memberikan banyak warna dalam hidup
selama 3 tahun terakhir.
9. Erni, Stacey, dan Resita yang telah menjadi sahabat yang selalu
mendengarkan keluh dan kesah penulis selama masa perkuliahan dan
selama penyusunan skripsi.
10. Mba Wi, Evi, Rachmat, Mba Rian, Mba Iin, Mba Okta, Riza, Adel, Erpan, dan
Zaenal yang selalu kompak dan solid selama turun lapang.
ii
11. Mba Rian dan Mas Aris yang telah membantu penulis dalam penyusunan
skripsi.
12. Teman-teman kostan Cibanteng, Amel, Ririd, Puspa, Riana, Suri, Tya, Kiki,
dan Diena yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan doa di saat-
saat terakhir.
13. Teman-teman seperjuangan alih jenis Gizi Masyarakat (GM) angkatan ke-4.
14. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan
serta keterbatasan dalam penyusunannya. Akhir kata, besar harapan penulis
semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis
pribadi dan semua pihak pada umumnya. Penulis juga berharap agar skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
PENDAHULUAN.............................................................................................. 10
Latar belakang ............................................................................................. 10
Tujuan .......................................................................................................... 11
Tujuan Umum ........................................................................................... 11
Tujuan Khusus.......................................................................................... 12
Hipotesis ...................................................................................................... 12
Kegunaan Penelitian .................................................................................... 12
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 13
Anak Balita ................................................................................................... 13
Jenis Kelamin ........................................................................................... 13
Umur ........................................................................................................ 13
Berat Badan ............................................................................................. 14
Karakteristik Keluarga .................................................................................. 14
Besar Keluarga ......................................................................................... 14
Umur Orangtua ......................................................................................... 14
Pendidikan Orangtua ................................................................................ 15
Pekerjaan Orangtua.................................................................................. 15
Pendapatan dan Pengeluaran Orangtua................................................... 15
Status Gizi.................................................................................................... 16
Status Kesehatan Anak Balita ...................................................................... 17
Pengetahuan Gizi......................................................................................... 18
Sikap Gizi ..................................................................................................... 19
Perilaku Gizi ................................................................................................. 19
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ..................................................... 20
Positive Deviance......................................................................................... 22
Sanitasi Lingkungan ..................................................................................... 23
Sanitasi Air ............................................................................................... 24
Sanitasi Lingkungan Perumahan .............................................................. 25
Pembuangan Limbah Manusia ................................................................. 26
Pembuangan Sampah Air Limbah Rumah Tangga ................................... 26
Pemukiman Kumuh ...................................................................................... 26
v
Kemiskinan .................................................................................................. 27
KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................................ 29
METODE PENELITIAN.................................................................................... 32
Desain, Tempat, dan Waktu ......................................................................... 32
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh............................................................. 32
Jenis dan Cara Pengambilan Data ............................................................... 33
Pengolahan dan Analisis Data ..................................................................... 34
Definisi Operasional ..................................................................................... 38
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 40
Keadaan Umum Manggarai.......................................................................... 40
Karakteristik Anak Balita .............................................................................. 41
Status Gizi Anak Balita ................................................................................. 42
Status Kesehatan ......................................................................................... 43
Karakteristik Keluarga Balita ........................................................................ 46
Besar Keluarga ......................................................................................... 46
Umur Orangtua ......................................................................................... 47
Pendidikan Orangtua ................................................................................ 47
Pekerjaan Orangtua.................................................................................. 48
Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga ................................................... 49
Pengetahuan Gizi Ibu ................................................................................... 50
Sikap Gizi Ibu ............................................................................................... 50
Perilaku Gizi Ibu ........................................................................................... 51
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Ibu ............................................................ 51
Sanitasi Lingkungan ..................................................................................... 52
Sumber Air ................................................................................................... 54
Positive Deviance......................................................................................... 54
Hubungan Antar Variabel ............................................................................. 59
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Perilaku Gizi .................................. 59
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan PHBS ............................................ 60
Hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi ................................. 61
Hubungan tingkat kemiskinan dengan status gizi balita ............................ 62
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi ..................................... 64
Hubungan Sikap Gizi dengan Status Gizi ................................................. 65
Hubungan Perilaku Gizi dengan Status Gizi Anak Balita .......................... 66
Hubungan PHBS dengan Status Gizi Anak Balita..................................... 67
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan cara pengumpulan data .............................................................. 33
2 Kalsifikasi status gizi berdasarkan Depkes RI 2010 .................................... 35
3 Pengkategorian variable penelitian ............................................................. 36
4 Sebaran anak balita berdasarkan jenis kelamin dan umur .......................... 41
5 Sebaran status gizi anak balita (BB/U) berdasarkan jenis kelamin .............. 42
6 Sebaran status gizi anak balita (TB/U) berdasarkan jenis kelamin .............. 43
7 Sebaran status gizi anak balita (BB/TB) berdasarkan jenis kelamin ............ 43
8 Sebaran anak balita berdasarkan status kesehatan .................................... 44
9 Sebaran anak balita berdasarkan jenis penyakit ......................................... 44
10 Sebaran anak balita berdasarkan lama sakit (hari) ..................................... 45
11 Sebaran anak balita berdasarkan frekuensi sakit ........................................ 45
12 Sebaran anak balita berdasarkan skor kesehatan ...................................... 45
13 Sebaran anak balita yang sakit berdasarkan tindakan pengobatan............. 46
14 Sebaran responden berdasarkan besar keluarga ....................................... 46
15 Sebaran orangtua berdasarkan umur ......................................................... 47
16 Sebaran orangtua berdasarkan pendidikan ................................................ 48
17 Sebaran orangtua berdasarkan pekerjaan .................................................. 48
18 Sebaran responden berdasarkan pendapatan keluarga.............................. 49
19 Sebaran responden berdasarkan pengeluaran pangan .............................. 49
20 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi .................................... 50
21 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ................................................ 50
22 Sebaran responden berdasarkan perilaku gizi ............................................ 51
23 Sebaran responden berdasarkan PHBS ..................................................... 52
24 Sebaran responden berdasarkan kondisi fisik rumah .................................. 53
25 Sebaran responden berdasarkan sanitasi lingkungan ................................. 54
26 Sebaran responden berdasarkan sumber air .............................................. 54
27 Sebaran responden berdasarkan pengetahuan gizi .................................... 55
28 Sebaran responden berdasarkan sikap gizi ibu........................................... 56
29 Sebaran responden berdasarkan perilaku gizi ibu ...................................... 57
30 Sebaran responden berdasarkan PHBS ibu ............................................... 58
31 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dengan perilaku gizi .......... 59
32 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan PHBS ......................... 60
33 Sebaran responden menurut karakteristik ibu dan status gizi ..................... 61
34 Sebaranresponden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi .................. 62
35 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi ................ 63
36 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi ................ 63
37 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan status gizi ................... 64
38 Sebaran responden menurut sikap gizi dan status gizi ............................... 65
39 Sebaran responden menurut perilaku gizi dan status gizi ........................... 66
40 Sebaran responden menurut PHBS dan status gizi .................................... 67
41 Sebaran responden menurut karakteristik dengan status kesehatan .......... 68
42 Sebaran responden menurut PHBS dan status kesehatan ........................ 69
43 Sebaran responden menurut sanitasi lingkungan dan status kesehatan ..... 70
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran faktor-faktor penentu positive deviance status gizi
dan status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai
Jakarta ........................................................................................................ 31
2 Peta Administrasi Wilayah Manggarai ......................................................... 40
3 Kawasan bantaran sungai……………………………………………………… 77
4 Kawasan bantaran sungai........................................................................... 777
5 Anak balita di pemukiman kumuh……………………………………………… 77
6 MCK di pemukiman kumuh ......................................................................... 77
7 MCK di pemukiman kumuh………………………………………………………. 77
8 Saluran pembuangan limbah ...................................................................... 77
9 Kondisi rumah…………………………………………………………………… . 77
10 Kepadatan rumah penduduk ....................................................................... 77
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Dokumentasi wilayah Manggarai .................................................................. 767
2 Hasil uji statistik ............................................................................................ 78
10
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
setiap warga negaranya yang tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan (SDM). Upaya peningkatan
kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ukuran
kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat
pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakatnya (Bappenas 2007).
Kualitas fisik penduduk dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk.
Kesehatan merupakan aspek yang sangat menentukan dalam membangun
unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing
di era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang. Indikator
derajat kesehatan penduduk yaitu angka kematian bayi dan angka harapan
hidup.
Gambaran masalah kesehatan anak di Indonesia ditandai dengan masih
tingginya angka kejadian penyakit dan gangguan gizi yang disertai dengan
kondisi fisik dan sosial yang belum menunjang kesehatan secara optimal.
Berdasarkan Kemenkes (2010), prevalensi penyakit yang terjadi di Jakarta
sebanyak 33,81 % mengalami keluhan kesehatan seperti panas, batuk, pilek,
diare, sakit kepala, dan lainnya. Berdasarkan Riskesdas (2007) diare merupakan
penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Namun masih
adanya penduduk yang hidup di pemukiman kumuh yang memperhatikan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga penduduk tersebut tidak
mengalami penyakit infeksi. Sekitar 42,4% masyarakat Jakarta yang
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Riskesdas 2007).
Pemukiman kumuh adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi di sebuah kota yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat miskin.
Pemukiman kumuh dapat ditemukan di berbagai kota besar di dunia. Pemukiman
kumuh umumnya dihubungkan dengan kemiskinan dan pengangguran tinggi.
Pemukiman kumuh juga bisa menjadi sumber masalah sosial, yaitu, kejahatan,
narkoba, dan minuman keras. Di banyak negara miskin, kawasan kumuh juga
menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisi tidak higienis.
Di Jakarta daerah kumuh banyak ditemukan, di mana orang tinggal di
sudut-sudut bangunan. Sekitar 200.000 orang tinggal di hanya 20 hektar lahan
11
dihuni oleh sekitar 150.000 rumah yang sulit dikendalikan. oleh karena itu alam
bagi masyarakat untuk dihantui oleh rasa takut, antara lain, adanya penyakit
infeksi seperti ISPA dan diare serta gizi buruk disebabkan oleh kebiasaan makan
yang buruk dalam rumah tangga.
Kemiskinan pada kenyataannya merupakan akar dari permasalahan gizi.
Tetapi, hal ini menjadi lebih buruk dengan rendahnya pengetahuan gizi dan
minimnya usaha dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari (Khomsan et al. 2009). Berdasarkan Kemenkes tahun 2011
prevalensi gizi buruk (BB/U) di Jakarta sebesar 2.6% dan 8.7% gizi kurang.
Kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata
terdapat balita dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut
merupakan bentuk penyimpangan positif yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu: faktor perilaku ibu dan keluarga,
keamanan pangan, kondisi ekonomi, pola asuh, pekerjaan, pendapatan,
pengeluaran untuk konsumsi, keputusan pemberian makan, kepuasan hidup;
faktor asupan zat gizi dan penyakit infeksi, faktor ibu, pola asuh anak, status
kesehatan anak dan status gizi ibu; faktor lingkungan, sanitasi, sarana dan
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan suatu
keluarga berhasil dalam merawat dan mengasuh anaknya pada status
ekonomi yang sama. Faktor yang dimaksud mendukung keberhasilan ibu
dalam merawat dan mengasuh anak adalah faktor penyimpangan positif.
Menurut Zeitin et al. (1990) dikatakan bahwa secara khusus
penyimpangan positif dapat dipakai untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi status kesehatan anak balita yang hidup dalam keluarga
miskin di lingkungan miskin (kumuh) sementara sebagian besar anak lainnya
menderita gangguan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang menentukan positive deviance
status gizi dan status kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di Jakarta.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu
positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di
Manggarai, Jakarta Selatan.
12
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik anak balita.
2. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak balita.
3. Mengidentifikasi karakteristik keluarga.
4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
5. Mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi,
perilaku gizi, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
6. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi dan status
kesehatan anak balita.
7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan
PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan status gizi dan
status kesehatan anak balita.
2. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan
PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan anak balita.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu referensi untuk keperluan membuat kebijakan
yang berkaitan dengan perbaikan kondisi lingkungan di Kota Manggarai dan
perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat terutama anak balita. Serta
diharapkan dapat memberikan informasi kepada warga Manggarai mengenai
gambaran kondisi warga yang ditinjau dari status kesehatan anak balita.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Balita
Usia balita lebih dikenal sebagai golden age karena masa ini sangat
menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak balita
adalah bayi sampai anak berusia lima tahun atau biasa yang disebut dengan
anak bawah lima tahun. Anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dalam ilmu gizi
dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan
gizi termasuk Kekurangan Energi Protein (KEP). Oleh karena masalah gizi pada
umumnya, khususnya KEP banyak terjadi pada anak balita maka perhatian lebih
besar pada masalah KEP anak balita (Soekirman 2000).
Masa balita hampir seluruh waktu anak berada ditangan orang tua dan
sangat tergantung padanya. Orangtua selain berperan sebagai pengasuh dan
pendidik anak dalam keluarga juga berperan penting dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak karena orangtua yang lebih mengenal
anaknya. Balita merupakan golongan yang rawan terkena masalah gizi.
Makanan bergizi sangat penting diberikan kepada bayi sejak masih dalam
kandungan.
Jenis Kelamin
Anak perempuan khususnya anak sulung diharapkan membantu
pekerjaan rumah tangga dan menjaga adik-adiknya. Sedangkan jika anak yang
lahir pertama kali adalah anak laki-laki, maka mereka memiliki keistimewaan
karena memperoleh pekerjaan rumah tangga yang lebih sedikit dibandingkan
yang perempuan serta diberi kesempatan untuk mengabaikannya (Hurlock
1980).
Umur
Menurut Hurlock (1980), sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang
dibentuk selama bertahun-tahun pertama sangat menentukkan seberapa jauh
individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka
bertambah tua. Pada tahun kedua tingkat pertumbuhan cepat menurun. Akan
tetapi, selama tahun pertama peningkatan berat badan lebih besar daripada
peningkatan tinggi.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling ideal untuk mulai
memperkenalkan kepada anak tentang perilaku-perilaku dasar yang
berhubungan dengan gaya hidup sehat. Orang tua harus dapat memanfaatkan
rasa ingin tahu anak dan menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan
14
kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah
1997).
Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan
kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin
besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan
perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan
(Suhardjo 1989).
Kelompok yang berpendapatan rendah pada umunya mempunyai
proporsi paling besar untuk pengeluaran pangan. Berlawanan, dengan kelompok
masyarakat berpendapat tinggi, mereka mengalokasikan lebih pendapatan untuk
non pangan (Sukandar 2007). Di negara-negara berkembang, orang-orang
miskin hampir membelanjakan pendapatannya untuk makanan. Di India Selatan
keluarga-keluarga yang miskin menghabiskan 80 persen anggaran belanjanya
untuk makanan, sedangkan di negara-negara maju hanya 45 persen (Berg
1986).
Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variable tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa 2002). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang
atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs)
dan penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara,
salah satunya dengan antropometri (Riyadi 1995). Menurut Almatsier (2006),
status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara
efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi
mungkin.
Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Jellife dan Jellife 1989). Pengukuran status gizi dengan
menggunakan antropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB).
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
17
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa et
al. 2002).
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Indeks ini menggambarkan status gizi pada masa lalu. Beaton dan Bengoa
(1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping
memeberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi. Menurut Supariasa (2002) berat badan memiliki
hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks
yang independen terhadap umur.
Status Kesehatan Anak Balita
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka
kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan
sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak
balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi
status gizi (BPS 2002).
Status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu perilaku,
lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan faktor
yang memiliki presentase terbesar dibandingkan yang lain, yaitu sebesar 40%,
sedangkan lingkungan sebesar 30%, keturunan sebesar 20%, dan pelayanan
kesehatan sebesar 10% (Bloem 1974 dalam Notoatmodjo 2007). Status
kesehatan seseorang berkaitan dengan keadaan penyakit yang dideritanya dan
merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor host, agen penyakit, dan
lingkungan. Penyakit sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keadaan gizi
dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et al 2009).
Lingkungan keluarga yang miskin umumnya hidup dalam kondisi yang kurang
bersih dan memiliki perilaku hidup yang kurang sehat. Hal ini dapat berdampak
18
Sikap Gizi
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah suatu reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak,
dan perilaku berikutnya.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku
yang terbuka (Notoatmodjo 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Sikap positif memiliki kecenderungan tindakan mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, dan tidak
menyukai objek tertentu. Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam
membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan perilaku yang positif
dan sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif.
Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat
membentuk sikap, kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktek yang
sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi menurut Sumintarsih et al. (2000),
menyatakan bahwa meskipun didukung oleh pengetahuan yang menumbuhkan
suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang
akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung
dapat dinyatakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek, serta
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis
yang kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo
2007).
Perilaku Gizi
Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Faktor genetik dan
20
beragam), dan keikutsertaan dalam dana sehat melalui askes dan jaminan
pemeliharaan masyarakat (Depkes 2007). Indikator perilaku hidup bersih dan
sehat diantaranya adalah:
1. Persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga
para medis lainnya) menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya
(Depkes 2007). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan diharapkan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi (Proverawati & Rahmawati 2012)
2. Kebiasaan merokok
Perokok terdiri dari perokok pasif dan perokok aktif. Keduanya sama-sama
berbahaya, yakni dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti
kerontokan rambut, gangguan pada mata, menyebabkan penyakit paru-paru
kronik, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi, kanker
rahim, dan keguguran (Depkes 2007).
3. Imunisasi
Imunisasi bertujuan agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004). Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi ialah TBC, dipteria, pertusis, tetanus, polio dan
campak, melalui kegiatan vaksinasi BCG, DPT, Polio dan campak pada
umur dibawah 14 bulan, vaksinasi DPT pada anak-anak SD kelas 1, dan
vaksinasi TT pada anak SD kelas 4 (Sukarni 1989).
4. Penimbangan Balita
Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai
5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui balita tumbuh sehat atau
tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta dapat diketahui bayi yang
dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007).
5. Kebiasaan sarapan
Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas pada pagi hari.
Manfaat sarapan adalah dapat menyediakan karbohidrat yang siap
digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah.
22
6. Peserta Akes/JPKM
Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
7. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.
8. Kebiasaan menggosok gigi
Membiasakan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan
salah satu contok praktik higiene perorangan. Kegiatan menggosok gigi
bertujuan untuk membersihkan mulut dari sisa makanan yang dapat
membentuk plak pada gigi.
9. Kebiasaan Olahraga
Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk kesehatan, kebugaran, rekreasi,
pendidikan, dan prestasi (Irianto 2011).
10. Makan Seimbang
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi
yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan
produktif. Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam
jumlah yang mencukupi.
Positive Deviance
Positive deviance merupakan suatu keadaan penyimpangan positif yang
berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
tertentu dengan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga
yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat digunakan untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi
yang baik dari anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dan hidup di
lingkungan miskin (kumuh), dimana sebagian besar anak lainnnya menderita
gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi
kurang (Zeitlin et al. 1990).
23
Konsep positive deviance pertama kali muncul dalam penelitian gizi pada
1970-an. Para peneliti mengamati bahwa meskipun kemiskinan di masyarakat,
beberapa keluarga miskin memiliki anak bergizi baik. Menurut Sternin (2007)
dalam Sab’atmaja (2010) positive deviance adalah suatu pendekatan
pengembangan yang berbasis masyarakat. Berdasarkan keyakinan bahwa
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat pada prinsipnya telah ada dalam
masyarakat itu sendiri.
Menurut Aryastami (2006), Positive Deviance (PD) adalah suatu metode
pengembangan masyarakat melalui pendekatan komunitas. Di bidang gizi
masyarakat, metode ini dapat dianalogkan sebagai anak yang memiliki status
gizi baik telah dibesarkan dimana banyak keluarga dan masyarakatnya
menderita gizi buruk dan rawan penyakit. Pada dasarnya metode PD ini bisa
diterapkan untuk berbagai permasalahan yang didalamnya memerlukan
perubahan sosial atau perilaku di mana sudah ada individu-individu di dalam
masyarakat tersebut yang berhasil menemukan strategi untuk mengatasi
masalah yang sama. Seringkali solusi permasalahan tersebut tidak disadari,
padahal secara nyata ada di dalam budaya setempat.
Positive deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk
mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati
untuk dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada, dari perilaku
masyarakat tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan
kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki
kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak umum yang memungkinkan mereka
dapat menemukan cara-cara yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan gizi
dibandingkan tetangga mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi
tidak memiliki perilaku yang termasuk penyimpangan positif. Kebiasaan keluarga
yang menguntungkan sebagai inti positif deviance dibagi menjadi tiga atau empat
kategori utama yaitu pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan
mendapatkan pelayanan kesehatan (Core 2003).
Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial,
dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang
berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki
dan dihilangkan (Entjang 2000). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai
kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar
24
Menurut Subandriyo et al. (1997) sumber air minum yang bersih dan
sehat dapat diperoleh dari air pompa, air ledeng, sumur yang terlindungi, dan
mata air yang terlindungi. Sumur yang baik harus memenuhi syarat antara lain
jarak sumur dengan kamar mandi minimum 10 meter dan dinding sumur 1 meter
di atas tanah dan 3 meter dalam tanah serta harus dibuat dari tembok yang tidak
tembus air agar perembesan air dari sekitar tidak terjadi.
Sanitasi Lingkungan Perumahan
Rumah adalah tempat manusia berlindung dari panas terik matahari,
hujan, dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan
kenyamanan manusia. Kondisi rumah adalah salah satu faktor yang menentukan
keadaan sanitasi lingkungan. Menurut Winslow dalam Entjang (2000), rumah
yang tidak sehat dapat mengakibatkan pula tingginya kejadian infeksi penyakit
dalam masyarakat. Rumah yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologis serta dapat menghindar terjadi kecelakaan dan penyakit. Rumah
dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:
1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari
keramik, tegel atau semen dan kayu atau bamboo. Lantai tanah tidak
memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit
seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut.
2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes,
dan seng.
3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan
dibersihkan dengan mudah.
4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang
angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar udara
di dalam ruangan tetpa bersih dan segar.
5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat.
6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota
keluarga. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau
WC.
7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah
8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga
kebersihan dan kesehatannya.
26
memenuhi syarat teknis dan kesehatan, hunian dibangun diatas tanah milik
negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.
Di kota-kota besar biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau
pemukiman miskin. Perkembangan lingkungan pemukiman di daerah perkotaan
tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor
pertumbuhan penduduk secara alami maupun proses urbanisasi. Pertumbuhan
penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin
berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada
para pendatang. Rumah-rumah petak kecil tersebut kemudian berkembang
menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum
area) (Gusmaini 2010).
Biasanya penghuni pemukiman kumuh menempati kawasan yang
sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman, oleh penduduk
miskin kawasan tersebut diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti
bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik
atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Pemukiman kumuh biasanya memiliki
tingkat kepadatan populasi tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya
dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang,
pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya.
Kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena
kondisinya yang tidak higienis. Ciri yang menonjol dari pemukiman kumuh yang
berada di gang sempit, adalah kerapatan bangunannya yang tinggi, diindikasi
oleh jarak antar bangunan yang relatif dekat (bersebelahan dan berhadapan)
dengan kontruksi bangunan permanen. Dampak dari kerapatan bangunan yang
tinggi, adalah kondisi ventilasi yang menjadi buruk akibat kurangnya sirkulasi
udara; drainase-nya menjadi sempit dan dangkal karena lahan terbatas,
akibatnya pada saat musim hujan pemukiman tersebut sangat potensi
mengalami kebanjiran; tata letak tidak teratur dan jalan sempit menyebabkan
surkulasi pergerakan tidak terarah, bigitu pula dengan sanitasi lingkungan
(sampah dan air limbah) menjadi tidak baik (Suparlan 1984).
Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
28
KERANGKA PEMIKIRAN
diderita anak balita adalah batuk, pilek, diare, dan panas badan. Penyakit yang
diderita oleh anak balita akan mempengaruhi status gizinya, sehingga akan
berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Namun terdapat
kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata terdapat balita
dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut merupakan positive
deviance yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari skema pada Gambar 1.
31
Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor penentu positive deviance status gizi dan
status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai Jakarta
32
METODE PENELITIAN
Di mana:
n = besar sampel
N = ukuran populasi rumah tangga
s 2 t α2 ( v )
n0 =
d 2
s2 = ragam pendapatan rumah tangga (Rp/capita/month)
tα/2(v) = nilai peubah acak t-student, sehingga : P(|t|>tα/2(v))=α; v = derajat
bebas dari t
d = akurasi antara parameter rata-rata pendapatan dengan rata-rata
pendapatan rumah tangga di daerah kumuh, sehingga | x -µ| < d
x = rata-rata pendapatan contoh rumah tangga di daerah kumuh
µ = rata-rata pendapatan populasi rumah tangga di daerah kumuh
103244 2 x1.96 2
n0 = = 99.71 ≈ 100
202652
ns = n0 = 100
Kriteria inklusi contoh adalah balita perempuan atau laki-laki, berusia 12-
60 bulan yang tinggal di pemukiman kumuh, dan responden bersedia untuk
diwawancarai. Berdasarkan kriteria tersebut, dari 100 sampel yang ada, diambil
sebanyak 41 sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan contoh
dilakukan dengan metode acak sederhana (Simple Random Sampling) yang
dilakukan di beberapa rumah tangga yang terdapat di daerah Manggarai.
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Berdasarkan Tabel 1 data primer meliputi data karakteristik anak balita, status
gizi, dan kesehatan anak balita, karakteristik keluarga (besar keluarga, umur,
pendidikan, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga), pengetahuan gizi
ibu contoh, pola asuh makan, dan pola asuh kesehatan, PHBS dan sanitasi
lingkungan. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian dan data
penunjang lainnya. Pengumpulan data dibedakan berdasarkan sumber data.
Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan
kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan setempat.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Cara pengmpulan
No. Variabel Data Jenis Data
data
1. Karakteristik anak • Jenis kelamin Primer Wawancara
balita • Umur
• Berat badan
• Tinggi Badan
2. Status gizi anak • BB/TB Primer Penimbangan dan
balita • BB/U pengukuran
• TB/U
34
Z-Score=
Nilai Z-Score kemudian dikonversi dengan tabel baku WHO 2005 (Anthro 2009).
Status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB dikategorikan menjadi tiga
menurut standar baku Depkes RI 2010, yaitu :
35
interval yaitu PHBS rendah (5-8), PHBS sedang (9-12), dan PHBS tinggi (13-16).
Pengkategorian variable penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengkategorian variable penelitian
No. Variabel Sub Variabel Kategori
• Jenis kelamin
Definisi Operasional
Balita adalah anak usia 12-60 bulan yang tinggal di pemukiman kumuh.
Karakteristik anak balita adalah ciri yang ditentukan berdasarkan berat badan
anak balita yang dinyatakan dalam satuan kilogram, umur dalam bulan,
dan jenis kelamin, serta riwayat penyakit.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari
pengelolaan sumberdaya yang sama.
Pendapatan keluarga adalah gabungan penghasilan ayah, ibu, dan anggota
keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah serta penghasilan yang
didapat dari pinjaman atau pemberian oranglain.
Status gizi anak balita adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbs) dan penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan
berbagai cara, salah satunya dengan antropometri. Indikator status gizi
yang digunakan adalah BB/U, TB/U, dan BB/TB.
Status kesehatan anak balita adalah kondisi kesehatan (riwayat sakit) anak
balita dalam dua minggu terakhir meliputi jenis penyakit, lama sakit, dan
frekuensi penyakit.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikan oleh ibu dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan serta berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya.
Sanitasi lingkungan adalah keadaan tempat tinggal yang meliputi sanitasi
lingkungan pemukiman, ketersediaan air bersih, sarana pembuangan
limbah dan sampah.
Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan yang berkaitan dengan gizi dan
kesehatan yang dimiliki oleh ibu.
39
G
Gambar 2 Peta Administrasi Wilayah Manggarai
Luas wilayah
ah Manggarai sesuai dengan keputusan Gubernur
G KDKI
ahun 1989 adalah 0,953 km2. Manggarai mem
Jakarta No. 1815 tah miliki batas-batas
wilayah, yaitu:
• Sebelah Utara ber
erbatasan dengan Kali CIliwung
• Sebelah Selatan berbatasan
b dengan Kelurahan Manggarai Se
elatan
• Sebelah Barat ber
erbatasan dengan Pasaraya Manggarai
• Sebelah Timur ber
erbatasan dengan Kelurahan Bukit Duri
Total jumlah
ah penduduk di Wilayah Manggarai pad
da tahun 2010
sebanyak 29.535 jiw
iwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 7.3
.368 dengan total
sar 0,953 km2. Sehingga kepadatan pendudu
luas wilayah sebesa duk di Manggarai
sebesar 30.991 Jiwa
wa/Km2. Manggarai terdiri dari 12 rukun wa
arga. Kepadatan
penduduk pada Keca
camatan Tebet tertinggi diantara berbagai
ai kecamatan di
41
adalah usia dimana anak menuju pada penggunaan bahasa, motorik, dan
kemandirian.
Status Gizi Anak Balita
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorb) dan
penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara, salah
satunya dengan antropometri.
Indeks status gizi balita antara lain berat badan (BB), tinggi badan (TB),
dan umur (U). Status gizi dinilai berdasarkan indikator berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Pemantauan status gizi anak balita menggunakan baku Depkes
RI (2008) dan dihitung berdasarkan skor simpang baku (z-skor). Status gizi anak
balita dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran status gizi anak balita (BB/U) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Buruk 2 10 2 9.5 4 9.8
Kurang 2 10 4 19.0 6 14.6
Baik 16 80 15 71.4 31 75.6
Total 20 100 21 100 41 100
Status gizi anak balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U)
sebagian besar berstatus gizi baik (75.6%) yang tersebar seimbang pada balita
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sedangkan sisanya memiliki status gizi
buruk (9.8%) dan status gizi kurang (14.6%).
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa
2002).
43
Tabel 6 Sebaran status gizi anak balita (TB/U) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat pendek 4 20 4 19.0 8 19.5
Pendek 6 30 4 19.0 10 24.4
Normal 10 50 13 61.9 23 56.1
Total 20 100 21 100 41 100
Status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur pada
Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa anak balita memiliki status gizi normal dengan
proporsi sebanyak 23%, sedangkan yang berstatus gizi sangat pendek sebanyak
19.5% dan status gizi pendek sebanyak 24.%.
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Indeks ini menggambarkan status gizi pada masa lalu. Beaton dan Bengoa
(1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping
memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi.
Tabel 7 Sebaran status gizi anak balita (BB/TB) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Kurus 2 10 1 4.8 3 7.3
Normal 18 90 20 95.2 38 92.7
Total 20 100 21 100 41 100
keadaan gizi dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et
al 2009).
Status kesehatan yang diteliti pada anak balita adalah kejadian sakit,
jenis penyakit, frekuensi penyakit, dan lama sakit yang pernah diderita selama
dua minggu terakhir. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita
(61.0%) pernah mengalami sakit dan sebanyak 39.0% anak balita tidak
mengalami sakit selama dua minggu terakhir. Menurut Notoatmodjo (2007)
menyatakan bahwa indikator kesehatan individu adalah bebas dari penyakit atau
tidak sakit, dan tidak cacat.
Tabel 8 Sebaran anak balita berdasarkan status kesehatan
Status Kesehatan n %
Sehat 16 39.0
Sakit 25 61.0
Total 41 100
Jumlah anggota keluarga anak balita berkisar antara 2-9 orang dengan
rata-rata 4.6±1.6. Sebagian besar contoh merupakan keluarga kecil dengan
jumlah anggota ≤4 yaitu dengan proporsi 63.4%. Sebagian kecil anak balita
merupakan keluarga sedang (22%) dan keluarga besar (14.6%). Menurut
Sukarni (1989), besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau
keluarga karena akan mempengaruhi pula kesehatan anak-anak. Rumah yang
padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan
memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo 2007).
Umur Orangtua
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas
seseorang. Orang yang masih muda memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Hal
ini disebabkan oleh kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima
(Khomsan et al. 2007). Dilihat dari umur, baik ayah maupun ibu balita masih
berada dalam usia produktif, yaitu rata-rata ayah 34.5 tahun dan rata-rata ibu
30.3. sebaran umur orangtua anak balita dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran orangtua berdasarkan umur
Ibu Ayah
Kategori Umur
n % n %
<20 tahun 1 2.4 0 0.0
20-40 tahun 36 87.8 32 80.0
41-65 tahun 4 9.8 8 20.0
Total 41 100.0 40 100.0
Rata-rata±Stdev 30.3±8.3 34.5±8.3
sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989). Tabel
16 menunjukkan sebaran responden berdasarkan pendidikannya.
Tabel 16 Sebaran orangtua berdasarkan pendidikan
Ayah Ibu
Tingkat Pendidikan
n % N %
SD 16 40.0 17 41.5
SMP 7 17.5 10 24.4
SMA 14 35.0 14 34.1
Perguruan Tinggi 3 7.5 0 0
Total 40 100 41 100
Tidak bekerja 0 0 0 0
Pedagang 6 15 2 4.8
Buruh 8 20 1 2.3
Pemulung 3 7.5 0 0
Jasa 11 27.5 1 2.3
IRT 0 0 37 92.6
Lainnya 4 10 0 0
PNS/ABRI/Polisi 1 2.5 0 0
Karyawan 7 17.5 0 0
Total 40 100 41 100
49
menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu contok
praktik higiene perorangan. Kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk
membersihkan mulut dari sisa makanan yang dapat membentuk plak pada gigi.
Ibu juga membiasakan anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah buang air besar menggunakan sabun (68.3%). Mencuci tangan dengan
sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari
jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman.
Tabel 30 Sebaran responden berdasarkan PHBS ibu
Positif Negatif
Pertanyaan
n % n %
Kesehatan
1. Anggota dana sehat 8 19.5 33 80.5
2. Persalinan di tenaga kesehatan 38 92.7 3 7.3
3. Penimbangan balita 37 90.2 4 9.8
4. Imunisasi balita 37 90.2 4 9.8
5. Anggota keluarga merokok 35 85.4 6 14.6
6. Olahraga teratur 6 14.6 35 85.4
Kebersihan Diri
1. Menggosok gigi 24 58.5 17 41.5
2. Mencuci tangan 28 68.3 13 31.7
Makanan bergizi
1. Sarapan pagi 25 61.0 16 39
2. Makanan beranekaragam 9 22.0 32 78
Sanitasi Lingkungan
1. Menggunakan air bersih 31 75.6 10 24.4
2. Saluran pembuangan limbah 16 39.0 25 61
3. Tukang sampah di lingkungan 11 26.8 30 73.2
4. Limbah di buang ke sungai 40 97.6 1 2.4
5. BAB di WC 26 63.4 15 36.6
Kondisi Rumah
1. Memiliki kamar mandi 19 46.3 22 53.7
2. Memiliki jamban 16 39.0 25 61
3. Memiliki septi tank 0 0.0 41 100
4. Ventilasi memadai 12 29.3 29 70.7
2
5. Luas ruangan 7-10m /orang 6 14.6 35 85.4
Umur (tahun)
<20 0 0.0 0 0.0 1 3.2 1 2.4
20-40 3 75.0 5 83.3 28 90.3 36 87.8
41-65 1 25.0 1 16.7 2 6.5 4 9.8
Total 4 100 6 100 31 100 41 100
baik pada keluarga tidak miskin (Zhit=0,669). Nilai Zhit tidak berada dalam wilayah
kritik (Z<-1.96).
Tabel 35 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi TB/U
Status Gizi (TB/U)
Total
Kemiskinan Sangat Pendek Pendek Normal
n % n % n % n %
Miskin 4 25 3 18.8 9 56.2 16 100
Tidak Miskin 4 16 7 28.0 14 56.0 25 100
Total 8 19.5 10 24.4 23 56.1 41 100
proporsi menujukkan bahwa proporsi status gizi normal pada keluarga miskin
sama dengan proporsi status gizi normal pada keluarga tidak miskin (Zhit=1.719).
Nilai Zhit tidak berada dalam wilayah kritik (Z<-1.96).
Pengeluaran rumah tangga yaitu pulsa telepon terdapat hubungan negatif
dan signifikan terhadap status gizi anak balita menurut TB/U (r=-0.317, p<0.05).
Hal tersebut berarti semakin besar rumah tangga mengeluarkan uang untuk
membeli pulsa, maka status gizi anak balita berdasarkan TB/U akan semakin
menurun. Walaupun dalam penelitian ini sebagian besar rumah tangga termasuk
dalam kategori tidak miskin, karena perilaku tersebut tidak menutup
kemungkinan anak balitanya akan mengalami status gizi buruk atau kurang.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi
Pada Tabel 37 menunjukkan bahwa balita dengan status gizi baik 58.1%
memiliki seorang ibu dengan pengetahuan gizi yang sedang sedangkan anak
balita dengan status gizi kurang memiliki seorang ibu dengan pengetahuan gizi
yang kurang (33.0%). Sebagian besar balita sangat pendek, pendek, dan normal
juga memiliki ibu dengan pengetahuan gizi sedang yaitu 62.5%, 50.0%, dan
60.9%. Namun, pada balita kurus sebagian besar (66.7%) memiliki ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik.
Tabel 37 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Pengetahuan Total
Buruk Kurang Baik
Gizi
n % n % n % n %
Kurang 0 0.0 2 33.3 2 6.5 4 9.8
Sedang 3 75.0 3 50.0 18 58.1 24 58.5
Baik 1 25.0 1 16.7 11 35.5 13 31.7
Total 4 100.0 6 100.0 31 100.0 41 100
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 1 12.5 2 20.0 1 4.3 4 9.8
Sedang 5 62.5 5 50.0 14 60.9 24 58.5
Baik 2 25.0 3 30.0 8 34.8 13 31.7
Total 8 100 10 100 23 100 41 100
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 0 0.0 4 10.5 4 9.8
Sedang 1 33.3 23 60.5 24 58.5
Baik 2 66.7 11 28.9 13 31.7
Total 3 100 38 100 41 100
Berdasarkan analisis korelasi Spearman bahwa sikap gizi ibu dan status
gizi tidak terdapat hubungan dengan nilai p>0.05. Pada Tabel 38 di atas juga
dapat dilihat semakin tinggi sikap gizi ibu justru memiliki anak dengan status gizi
yang kurus terhadap indikator BB/TB. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku
yang terbuka (Notoatmodjo 2007). Jadi walaupun seorang ibu menyadari hal
tersebut baik, belum tentu ibu melakukan hal tersebut, sehingga mempengaruhi
status gizi anak balitanya.
Hubungan Perilaku Gizi dengan Status Gizi Anak Balita
Pada Tabel 39 diatas menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi
baik sebesar 45.1% memiliki ibu dengan perilaku gizi tinggi. Pada indikator TB/U
sebanyak 43.5% anak balita dengan status gizi normal memiliki ibu dengan
perilaku gizi yang baik. Pada indikator BB/TB sebanyak 42.1% anak balita
dengan status gizi normal memiliki ibu dengan perilaku gizi baik. Namun terdapat
anak balita dengan status gizi buruk yang memiliki ibu dengan perilaku baik
(50.0%), baik status gizi pada indikator BB/U, TB/U, ataupun BB/TB.
Tabel 39 Sebaran responden menurut perilaku gizi dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Total
Perilaku Gizi Buruk Kurang Baik
n % N % n % n %
Kurang 1 25.0 2 33.3 6 19.4 9 21.9
Sedang 1 25.0 2 33.3 11 35.5 14 34.1
Baik 2 50.0 2 33.3 14 45.1 18 44.0
Total 4 100.0 6 100.0 31 100.0 41 100.0
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 2 25.0 3 30.0 4 17.4 9 21.9
Sedang 2 25.0 3 30.0 9 39.1 14 34.1
Baik 4 50.0 4 40.0 10 43.5 18 44.0
Total 8 100.0 10 100.0 23 100.0 41 100.0
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 0 0.0 9 23.7 9 21.9
Sedang 1 33.3 13 34.2 14 34.1
Baik 2 66.7 16 42.1 18 44.0
Total 3 100.0 38 100.0 41 100.0
tersebut diduga disebabkan oleh banyak faktor lain seperti penyakit infeksi dan
lingkungan. Menurut Mardiana (2009), kondisi ekonomi yang lemah ditambah
dengan tindakan ibu yang salah misalnya dengan membatasi anak dalam
mengkonsumsi makanan bergizi karena alasan-alasan sosial budaya dapat
memperburuk status gizinya.
Hubungan PHBS dengan Status Gizi Anak Balita
Pada Tabel 40 menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi baik
memiliki ibu dengan PHBS sedang (45.2%). Anak balita dengan status gizi buruk
memiliki ibu dengan PHBS yang kurang pula (75.0%) berdasarkan indikator
BB/U. Berdasarkan TB/U sebagian besar anak balita dengan status gizi normal
memiliki ibu dengan PBHS yang baik (39.1%). Berdasarkan BB/TB anak balita
normal juga memiliki ibu dengan PHBS yang sedang (42.1%).
Tabel 40 Sebaran responden menurut PHBS dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Total
PHBS Buruk Kurang Baik
n % n % n % n %
Kurang 3 75.0 2 33.3 6 19.4 11 26.8
Sedang 0 0.0 3 50.0 14 45.2 17 41.5
Baik 1 25.0 1 16.7 11 35.4 13 31.7
Total 4 100 6 100 31 100 41 100
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 2 25.0 3 30.0 6 26.1 11 26.8
Sedang 5 62.5 4 40.0 8 34.8 17 41.5
Baik 1 12.5 3 30.0 9 39.1 13 31.7
Total 8 100 10 100.0 23 100 41 100
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 1 33.3 10 26.3 11 26.8
Sedang 1 33.3 16 42.1 17 41.5
Baik 1 33.3 12 31.6 13 31.7
Total 3 100 38 100 41 100
Perilaku hidup sehat ibu seperti penimbangan balita (93.5%) dan balita
mendapat imunisasi lengkap (90.3%), sebagian besar ibu yang memiliki balita
dengan status gizi baik melakukan hal tersebut. Balita dengan status gizi normal
berkaitan dengan perilaku pemberian makan gizi seimbang. Balita dengan status
gizi normal sebagian besar mendapatkan makanan seimbang dari ibunya
dibandingkan dengan anak balita dengan status gizi pendek berdasarkan
indikator TB/U. Ibu dengan anak balita status gizi baik membiasakan anak
balitanya buang air besar di WC (71.0%) dibandingkan dengan anak balita
berstatus gizi kurang (50.0%) dan buruk (10.0%). Keadaan rumah dengan
ventilasi yang memadai hanya dimiliki responden sebanyak 32.3% pada
respoden dengan anak balita berstatus gizi baik dibandingkan dengan responden
dengan anak balita berstatus gizi buruk dan kurang. Ventilasi yang memadai
berfungsi untuk pertukaran udara agar udara di dalam ruangan tetap bersih dan
segar.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Kesehatan
Tabel 41 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (44.0%)
dengan tingkat pendidikan rendah (SD/sederajat) memiliki anak balita dengan
status kesehatan sakit. Responden dengan tingkat pendidikan SMP/sederajat
sebagian besar (32.0%) juga memiliki anak balita dengan status kesehatan sakit,
namun responden dengan tingkat pendidikan tinggi (SMA/sederajat) sebagian
besar responden (50.0%) memiliki anak balita dengan status kesehatan sehat.
Berdasarkan analisis Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan status kesehatan anak balita (p>0.05),
Tabel 41 Sebaran responden menurut karakteristik ibu dengan status kesehatan
Status kesehatan
Total
Karakteristik Keluarga Sehat Sakit
n % n % n %
Tingkat Pendidikan ibu
SD 6 37.5 11 44.0 17 41.5
SMP 2 12.5 8 32.0 10 24.4
SMA 8 50.0 6 24.0 14 34.1
Total 16 100.0 25 100.0 41 100.0
Umur (tahun)
<20 0 0.0 1 4.0 1 2.4
20-40 13 81.3 23 92.0 36 87.8
41-65 3 18.7 1 4.0 4 9.8
Total 16 100 25 100 41 100
kecil responden berusia <20 tahun (4.0%) memiliki anak balita dengan status
kesehatan sakit. Namun terdapat sebanyak 18.7% berusia 41-65 tahun memiliki
anak balita dengan status kesehatan yang sehat. Berdasarkan analisis
Spearman bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu dengan status
kesehatan anak.
Hubungan PBHS dengan Status Kesehatan
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka
kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan
sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari.
Tabel 42 Sebaran responden menurut PHBS dan status kesehatan
Status kesehatan
Total
Kategori PHBS Sehat Sakit
n % n % n %
Kurang 3 18.8 8 32.0 11 26.8
Sedang 4 25.0 13 52.0 17 41.5
Baik 9 56.2 4 16.0 13 31.7
Total 16 100.0 25 100.0 41 100
yang memiliki anak balita sebagian besar masih tergolong sedang (41.5%),
sebagian kecil sudah baik (31.7%), namun masih ada yang tergolong rendah
(26.8%).Sebagian besar sanitasi lingkungan responden berada pada kategori
rendah (51.2%). Sebagian besar responden menggunakan air galon untuk
sumber air minum (70.7%), sedangkan untuk masak sebagian besar
menggunakan air sumur/mata air (63.4%), dan untuk lain-lain sebagian besar
responden menggunakan sumur/mata air sebanyak 97.6%.
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan signifikan dengan perilaku gizi (r=0.315, p<0.05) dan PHBS
(r=0.530, p<0.05). Karakteristik ibu yaitu pendidikan dan umur tidak berhubungan
dengan status gizi dan status kesehatan. Berdasarkan analisis Pearson terdapat
hubungan antara status gizi ibu (IMT) dengan status gizi anak (r=0.302, p<0.05).
Tingkat kemiskinan, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi tidak
berhubungan dengan status gizi. Namun PHBS berhubungan positif dan
signifikan dengan status gizi terhadap indikator BB/U (r=0.330, p<0.05) dan
BB/TB (r=0.317, p<0.05) serta berhubungan dengan status kesehatan
(r=0.381,p<0.05). Sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan status
kesehatan. Status kesehatan tidak berhubungan signifikan dengan status gizi.
Variabel yang berhubungan signifikan adalah pengetahuan gizi dengan
perilaku gizi dan PHBS serta PHBS dengan status gizi dan status kesehatan.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng sehingga akan
mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku hidup bersih
sehat yang baik tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan
serta meningkatkan status gizi anak balita, namun harus didukung dengan
fasilitas dan sarana yang baik pula.
Saran
Saran yang diberikan yaitu masih diperlukannya perhatian pemerintah
terhadap lingkungan pemukiman kumuh di Manggarai mengingat buruknya
sanitasi lingkungan tersebut. Peningkatan kesadaran orangtua khususnya ibu
dalam memperhatikan anak-anaknya yaitu dengan memberikan tambahan
pengetahuan dengan penyuluhan mengenai gizi dan kesehatan oleh tenaga
kesehatan. Peningkatan fasilitas dan sarana untuk mendukung terciptanya suatu
perilaku yang lebih baik untuk meningkatkan status gizi anak balita. Perlu
penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam tentang positive deviance pada status
gizi dan status kesehatan anak balita.
73
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Tebet Dalam Angka 2011. Jakarta: BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data dan Informasi Kemiskinan. [terhubung
berkala]. http//www.bps.go.id [12 September 2012]
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2007. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Dijaissyah N. 2011. Riwayat pemberian makan, status gizi, dan status kesehatan
siswa PAUD [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah. 1997. Ekonomi Gizi. Diktat Mata Kuliah. Jurusan Ilmu Gizi
Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Hardinsya dan Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
Hartriyanti Y dan Triyanti. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Jayanti LD. 2011. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) serta perilaku gizi
seimbang ibu kaitannya dengan status gizi dan status kesehatan balita di
Kabupaten Bojonegoro [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Kemenkes RI. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia 2011. Kemenkes, Jakarta.
Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Khomsan A dan Tin Herawati. 2010. Pola Asuh dan Tumbuh Kembang Anak Di
Berbagai Propinsi dan Kabupaten. Bogor: Institut Pertanian Bogor
__________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, & Sukandar S. 2009. Studi Aspek Sosial Ekonomi
dan Faktor Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kesehatan dan Status
Gizi Anak Jalanan. Laporan Penelitian. Neys-Van Hoogstraten Foundation
(NHF) dan Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Pryer JA. 2003. The epidemiology of good nutritional status among children from
a population with a high prevalence of malnutrition. Public Health
Nutrition: 7(2), 311–317
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Diktat Departemen
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Safitri S A. 2010. Pola asuh balita dan sanitasi lingkungan kaitannya dengan
status gizi balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [Skripsi]. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi Depdiknas
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Ulfah I M. 2008. Perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi dan pola
asuh kaitannya dengan diare anak balita, di Desa Cikarawang Bogor
[Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
77
ABSTRACT
RELINA KUSUMAWARDHANI. Positive deviance nutritional status and health of
children under five years and the determinants in slum area Manggarai, Jakarta
Selatan. Supervised by CLARA M. KUSHARTO and DADANG SUKANDAR
RINGKASAN
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu
positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh
Manggarai, Jakarta. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1)
mengidentifikasi karakteristik anak balita; 2) mengidentifikasi status gizi dan
status kesehatan anak balita; 3) mengidentifikasi karakteristik keluarga balita; 4)
mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu; 5)
mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku
gizi, dan PHBS; 6) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status
gizi dan status kesehatan anak balita; 7) menganalisis hubungan pengetahuan
gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan PHBS ibu dengan status gizi dan status
kesehatan.
Penelitian ini merupakan bagian dari data baseline pada kajian “Studi
Ketahanan Pangan dan Coping Mechanism Rumah Tangga di Daerah Kumuh”
yang dilakukan Departemen Gizi Masyarakat dan Departemen Ilmu Keluarga dan
Konsumen Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor bekerjasama
dengan DIKTI Kemendiknas. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross
sectional study. Lokasi penelitian dilaksanakan di Manggarai, Jakarta Selatan,
yang dilakukan pada bulan April hingga Oktober 2012.
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang tinggal di
pemukiman kumuh di Manggarai. Contoh dalam penelitian ini adalah anak balita
dengan responden adalah ibu contoh. Besar contoh diperoleh dengan
menggunakan formula Cochran (1982) dan diperoleh sebanyak 100 contoh.
Namun berdasarkan kriteria inklusi yaitu rumah tangga yan memiliki anak balita
dan responden bersedia diwawancarai, sehingga contoh yang digunakan dalam
penelitian ini hanya 41 contoh.
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.
Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan menggunakan
kuesioner dan observasi secara langsung. Data primer meliputi karakteristik anak
balita, karakteristik keluarga balita, data antropometri anak balita, riwayat
penyakit anak balita, pengetahuan gizi ibu, sikap gizi ibu, perilaku gizi ibu, dan
PHBS ibu, kondisi fisik rumah dan lingkungan, dan sumber air. Data sekunder
berupa karkteristik tempat penelitian dan keadaan umum wilayah yang diperoleh
dari data dasar profil desa. Data-data yang diperoleh diolah dan dianalisis.
Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 meliputi coding, entry,
editing, cleaning, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS for
Windows versi 16.0. Selanjutnya data dianalisis secara deskriptif, korelasi
Spearman, dan korelasi Pearso.
Sebagian besar anak balita berjenis kelamin perempuan (51.2%).
Sebagian besar anak balita berumur antara 24-35 bulan (43.9%). Sebagian
besar rumah tangga merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota ≤4 yaitu
dengan proporsi 63.4%. Baik umur ayah maupun umur ibu, sebagian besar
berada pada umur antara 20-40 tahun. Tingkat pendidikan orangtua masih
tergolong rendah. Sebagian besar pendidikan ayah yaitu SD dengan proporsi
sebesar 40.0%, begitu pula dengan pendidikan ibu yang sebagian besar adalah
SD (41.5%). Pekerjaan ayah sebagian besar bekerja dibidang jasa (25%)
contohnya bekerja sebagai tukang ojek, sedangkan sebagian besar ibu berstatus
4
sebagai ibu rumah tangga (85.4%). Rata-rata pendapatan per kapita anggota
keluarga anak balita adalah Rp 533.388,00 dengan standar deviasi adalah Rp
294.027,00. Apabila dibandingkan dengan GK Jakarta 2012 yaitu sebesar Rp
379.052, maka sebagian besar (61%) responden termasuk keluarga tidak miskin
dengan pendapatan perkapita anggota rumah tangga ≥Rp 379.052.
Berdasarkan indeks BB/U ternyata di daerah pemukiman kumuh status
gizi anak balita sebagian besar tergolong dalam kategori gizi baik. Begitu pula
berdasarkan indeks TB/U dan BB/TB, sebagian besar status gizi anak balita
tergolong normal. Sebagian besar anak balita (61.0%) pernah mengalami sakit,
namun masih terdapat sebanyak 39.0% anak balita tidak mengalami sakit
selama dua minggu terakhir. Jenis penyakit yang sering dialami anak balita
adalah batuk (46.3%). Sebagian besar anak balita menderita sakit selama 1-3
hari. Frekuensi sakit anak balita selama dua minggu terakhir yaitu pada frekuensi
1 kali. Skor status kesehatan diperoleh dari hasil perkalian antara lama sakit
dalam hari dengan frekuensi penyakit pada setiap jenis penyakit. skor kesehatan
anak balita sebagian besar berada pada kategori tinggi (73.2%).
Sebagian besar responden memiliki pengetahuan gizi sedang dengan
proporsi 58.5%. Sikap gizi yang dimiliki ibu berada dalam kategori sedang
sebanyak 41.5%. Sebagian besar perilaku gizi ibu yang memiliki anak balita
berada dalam kategori sedang (43.9%). Secara umum perilaku hidup bersih dan
sehat ibu yang memiliki anak balita sebagian besar tergolong sedang (41.5%).
Sebagian besar sanitasi lingkungan rumah tangga masih tergolong rendah.
Sebagian besar responden (70.7%) menggunakan air galon untuk minum,
sedangkan untuk masak sebanyak 63.4% responden menggunakan air
sumur/mata air. Sumber air yang digunakan untuk mandi dan mencuci, sebagian
besar responden (97.6%) menggunakan sumber air sumur/mata air.
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan signifikan dengan perilaku gizi (r=0.315, p<0.05) dan PHBS
(r=0.530, p<0.05). Karakteristik ibu yaitu pendidikan dan umur tidak berhubungan
dengan status gizi dan status kesehatan. Berdasarkan analisis Pearson terdapat
hubungan antara status gizi ibu (IMT) dengan status gizi anak (r=0.302, p<0.05).
Tingkat kemiskinan, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi tidak
berhubungan dengan status gizi. Namun PHBS berhubungan positif dan
signifikan dengan status gizi terhadap indikator BB/U (r=0.330, p<0.05) dan
BB/TB (r= 0.317, p<0.05) serta berhubungan dengan status kesehatan
(r=0.381,p<0.05). Sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan status
kesehatan. Status kesehatan tidak berhubungan signifikan dengan status gizi.
10
PENDAHULUAN
Latar belakang
Pembangunan Nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
setiap warga negaranya yang tergantung pada kemampuan dan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan (SDM). Upaya peningkatan
kualitas SDM dimulai dengan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Ukuran
kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat pada Indeks Pembangunan Manusia
(IPM), sedangkan ukuran kesejahteraan masyarakat antara lain dapat dilihat
pada tingkat kemiskinan dan status gizi masyarakatnya (Bappenas 2007).
Kualitas fisik penduduk dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk.
Kesehatan merupakan aspek yang sangat menentukan dalam membangun
unsur manusia agar memiliki kualitas seperti yang diharapkan, mampu bersaing
di era yang penuh tantangan saat ini maupun masa yang akan datang. Indikator
derajat kesehatan penduduk yaitu angka kematian bayi dan angka harapan
hidup.
Gambaran masalah kesehatan anak di Indonesia ditandai dengan masih
tingginya angka kejadian penyakit dan gangguan gizi yang disertai dengan
kondisi fisik dan sosial yang belum menunjang kesehatan secara optimal.
Berdasarkan Kemenkes (2010), prevalensi penyakit yang terjadi di Jakarta
sebanyak 33,81 % mengalami keluhan kesehatan seperti panas, batuk, pilek,
diare, sakit kepala, dan lainnya. Berdasarkan Riskesdas (2007) diare merupakan
penyebab utama kematian bayi (31,4%) dan anak balita (25,2%). Namun masih
adanya penduduk yang hidup di pemukiman kumuh yang memperhatikan
perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sehingga penduduk tersebut tidak
mengalami penyakit infeksi. Sekitar 42,4% masyarakat Jakarta yang
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) (Riskesdas 2007).
Pemukiman kumuh adalah daerah dengan kepadatan penduduk yang
tinggi di sebuah kota yang sebagian besar dihuni oleh masyarakat miskin.
Pemukiman kumuh dapat ditemukan di berbagai kota besar di dunia. Pemukiman
kumuh umumnya dihubungkan dengan kemiskinan dan pengangguran tinggi.
Pemukiman kumuh juga bisa menjadi sumber masalah sosial, yaitu, kejahatan,
narkoba, dan minuman keras. Di banyak negara miskin, kawasan kumuh juga
menjadi pusat masalah kesehatan karena kondisi tidak higienis.
Di Jakarta daerah kumuh banyak ditemukan, di mana orang tinggal di
sudut-sudut bangunan. Sekitar 200.000 orang tinggal di hanya 20 hektar lahan
11
dihuni oleh sekitar 150.000 rumah yang sulit dikendalikan. oleh karena itu alam
bagi masyarakat untuk dihantui oleh rasa takut, antara lain, adanya penyakit
infeksi seperti ISPA dan diare serta gizi buruk disebabkan oleh kebiasaan makan
yang buruk dalam rumah tangga.
Kemiskinan pada kenyataannya merupakan akar dari permasalahan gizi.
Tetapi, hal ini menjadi lebih buruk dengan rendahnya pengetahuan gizi dan
minimnya usaha dalam menerapkan pengetahuan tersebut dalam kehidupan
sehari-hari (Khomsan et al. 2009). Berdasarkan Kemenkes tahun 2011
prevalensi gizi buruk (BB/U) di Jakarta sebesar 2.6% dan 8.7% gizi kurang.
Kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata
terdapat balita dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut
merupakan bentuk penyimpangan positif yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain yaitu: faktor perilaku ibu dan keluarga,
keamanan pangan, kondisi ekonomi, pola asuh, pekerjaan, pendapatan,
pengeluaran untuk konsumsi, keputusan pemberian makan, kepuasan hidup;
faktor asupan zat gizi dan penyakit infeksi, faktor ibu, pola asuh anak, status
kesehatan anak dan status gizi ibu; faktor lingkungan, sanitasi, sarana dan
pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut yang membedakan suatu
keluarga berhasil dalam merawat dan mengasuh anaknya pada status
ekonomi yang sama. Faktor yang dimaksud mendukung keberhasilan ibu
dalam merawat dan mengasuh anak adalah faktor penyimpangan positif.
Menurut Zeitin et al. (1990) dikatakan bahwa secara khusus
penyimpangan positif dapat dipakai untuk menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi status kesehatan anak balita yang hidup dalam keluarga
miskin di lingkungan miskin (kumuh) sementara sebagian besar anak lainnya
menderita gangguan penyakit. Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian mengenai faktor yang menentukan positive deviance
status gizi dan status kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di Jakarta.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor penentu
positive deviance status gizi dan kesehatan anak balita di pemukiman kumuh di
Manggarai, Jakarta Selatan.
12
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi karakteristik anak balita.
2. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan anak balita.
3. Mengidentifikasi karakteristik keluarga.
4. Mengidentifikasi pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
5. Mengidentifikasi positive deviance pada pengetahuan gizi, sikap gizi,
perilaku gizi, dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu
6. Menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi dan status
kesehatan anak balita.
7. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan
PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan.
Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara karakteristik keluarga dengan status gizi dan
status kesehatan anak balita.
2. Terdapat hubungan antara pengetahuan gizi, sikap gizi, perilaku gizi, dan
PHBS ibu dengan status gizi dan status kesehatan anak balita.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang dapat
digunakan sebagai salah satu referensi untuk keperluan membuat kebijakan
yang berkaitan dengan perbaikan kondisi lingkungan di Kota Manggarai dan
perbaikan status gizi dan kesehatan masyarakat terutama anak balita. Serta
diharapkan dapat memberikan informasi kepada warga Manggarai mengenai
gambaran kondisi warga yang ditinjau dari status kesehatan anak balita.
13
TINJAUAN PUSTAKA
Anak Balita
Usia balita lebih dikenal sebagai golden age karena masa ini sangat
menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya. Anak balita
adalah bayi sampai anak berusia lima tahun atau biasa yang disebut dengan
anak bawah lima tahun. Anak balita, ibu hamil, dan ibu menyusui dalam ilmu gizi
dikelompokkan sebagai golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan
gizi termasuk Kekurangan Energi Protein (KEP). Oleh karena masalah gizi pada
umumnya, khususnya KEP banyak terjadi pada anak balita maka perhatian lebih
besar pada masalah KEP anak balita (Soekirman 2000).
Masa balita hampir seluruh waktu anak berada ditangan orang tua dan
sangat tergantung padanya. Orangtua selain berperan sebagai pengasuh dan
pendidik anak dalam keluarga juga berperan penting dalam mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak karena orangtua yang lebih mengenal
anaknya. Balita merupakan golongan yang rawan terkena masalah gizi.
Makanan bergizi sangat penting diberikan kepada bayi sejak masih dalam
kandungan.
Jenis Kelamin
Anak perempuan khususnya anak sulung diharapkan membantu
pekerjaan rumah tangga dan menjaga adik-adiknya. Sedangkan jika anak yang
lahir pertama kali adalah anak laki-laki, maka mereka memiliki keistimewaan
karena memperoleh pekerjaan rumah tangga yang lebih sedikit dibandingkan
yang perempuan serta diberi kesempatan untuk mengabaikannya (Hurlock
1980).
Umur
Menurut Hurlock (1980), sikap, kebiasaan, dan pola perilaku yang
dibentuk selama bertahun-tahun pertama sangat menentukkan seberapa jauh
individu-individu berhasil menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka
bertambah tua. Pada tahun kedua tingkat pertumbuhan cepat menurun. Akan
tetapi, selama tahun pertama peningkatan berat badan lebih besar daripada
peningkatan tinggi.
Masa kanak-kanak merupakan masa yang paling ideal untuk mulai
memperkenalkan kepada anak tentang perilaku-perilaku dasar yang
berhubungan dengan gaya hidup sehat. Orang tua harus dapat memanfaatkan
rasa ingin tahu anak dan menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan
14
kesehatan anak yang rentan terhadap gangguan kesehatan dan gizi (Hardinsyah
1997).
Pendapatan juga merupakan faktor yang menentukan kuantitas dan
kualitas makanan yang dikonsumsi. Semakin tinggi pendapatan maka semakin
besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan
perorangan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan
(Suhardjo 1989).
Kelompok yang berpendapatan rendah pada umunya mempunyai
proporsi paling besar untuk pengeluaran pangan. Berlawanan, dengan kelompok
masyarakat berpendapat tinggi, mereka mengalokasikan lebih pendapatan untuk
non pangan (Sukandar 2007). Di negara-negara berkembang, orang-orang
miskin hampir membelanjakan pendapatannya untuk makanan. Di India Selatan
keluarga-keluarga yang miskin menghabiskan 80 persen anggaran belanjanya
untuk makanan, sedangkan di negara-negara maju hanya 45 persen (Berg
1986).
Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variable tertentu, atau perwujudan dari zat gizi dalam bentuk variabel tertentu
(Supariasa 2002). Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang
atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbs)
dan penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara,
salah satunya dengan antropometri (Riyadi 1995). Menurut Almatsier (2006),
status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh digunakan secara
efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat yang setinggi
mungkin.
Antropometri adalah yang berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi (Jellife dan Jellife 1989). Pengukuran status gizi dengan
menggunakan antropometri adalah dengan indeks berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB).
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
17
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa et
al. 2002).
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relative kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Indeks ini menggambarkan status gizi pada masa lalu. Beaton dan Bengoa
(1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping
memeberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi. Menurut Supariasa (2002) berat badan memiliki
hubungan yang linier dengan tinggi badan. Indeks BB/TB merupakan indikator
yang baik untuk menilai status gizi saat ini. Indeks BB/TB merupakan indeks
yang independen terhadap umur.
Status Kesehatan Anak Balita
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka
kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan
sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari. Status kesehatan anak
balita merupakan aspek dari kualitas fisik anak balita yang dapat mempengaruhi
status gizi (BPS 2002).
Status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu perilaku,
lingkungan, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Perilaku merupakan faktor
yang memiliki presentase terbesar dibandingkan yang lain, yaitu sebesar 40%,
sedangkan lingkungan sebesar 30%, keturunan sebesar 20%, dan pelayanan
kesehatan sebesar 10% (Bloem 1974 dalam Notoatmodjo 2007). Status
kesehatan seseorang berkaitan dengan keadaan penyakit yang dideritanya dan
merupakan hasil dari proses interaksi antara faktor host, agen penyakit, dan
lingkungan. Penyakit sendiri dipengaruhi oleh faktor lingkungan, keadaan gizi
dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et al 2009).
Lingkungan keluarga yang miskin umumnya hidup dalam kondisi yang kurang
bersih dan memiliki perilaku hidup yang kurang sehat. Hal ini dapat berdampak
18
Sikap Gizi
Menurut Notoatmodjo (2007), sikap adalah suatu reaksi atau respon yang
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu. Sikap akan mempengaruhi proses berpikir, respon afeksi, kehendak,
dan perilaku berikutnya.
Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku
yang terbuka (Notoatmodjo 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula
bersifat negatif. Sikap positif memiliki kecenderungan tindakan mendekati,
menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu. Sedangkan sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindar, membenci, dan tidak
menyukai objek tertentu. Sikap biasanya memainkan peranan utama dalam
membentuk perilaku. Sikap yang positif akan menumbuhkan perilaku yang positif
dan sikap negatif akan menumbuhkan perilaku yang negatif.
Melalui proses belajar akan diperoleh pengalaman yang nantinya dapat
membentuk sikap, kemudian sikap akan dicerminkan dalam bentuk praktek yang
sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi menurut Sumintarsih et al. (2000),
menyatakan bahwa meskipun didukung oleh pengetahuan yang menumbuhkan
suatu sikap dan keyakinan atas sesuatu, belum menjamin bahwa seseorang
akan bertindak sesuai dengan apa yang diketahui dan dipahaminya. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung
dapat dinyatakan bagaimana pendapat responden terhadap suatu objek, serta
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis
yang kemudian ditanyakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo
2007).
Perilaku Gizi
Perilaku dipandang dari segi biologi adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme yang bersangkutan. Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
organisme tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung atau secara tidak
langsung. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme
dipengaruhi oleh faktor genetik (keturunan) dan lingkungan. Faktor genetik dan
20
beragam), dan keikutsertaan dalam dana sehat melalui askes dan jaminan
pemeliharaan masyarakat (Depkes 2007). Indikator perilaku hidup bersih dan
sehat diantaranya adalah:
1. Persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan
Persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter, bidan, dan tenaga
para medis lainnya) menggunakan peralatan yang aman, bersih, dan steril
sehingga mencegah terjadinya infeksi dan bahaya kesehatan lainnya
(Depkes 2007). Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan diharapkan dapat
menurunkan angka kematian ibu dan bayi (Proverawati & Rahmawati 2012)
2. Kebiasaan merokok
Perokok terdiri dari perokok pasif dan perokok aktif. Keduanya sama-sama
berbahaya, yakni dapat menyebabkan masalah kesehatan seperti
kerontokan rambut, gangguan pada mata, menyebabkan penyakit paru-paru
kronik, merusak gigi, stroke, kanker kulit, kemandulan, impotensi, kanker
rahim, dan keguguran (Depkes 2007).
3. Imunisasi
Imunisasi bertujuan agar anak menjadi kebal terhadap penyakit sehingga
dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi
kecacatan akibat penyakit tertentu (Hidayat 2004). Penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi ialah TBC, dipteria, pertusis, tetanus, polio dan
campak, melalui kegiatan vaksinasi BCG, DPT, Polio dan campak pada
umur dibawah 14 bulan, vaksinasi DPT pada anak-anak SD kelas 1, dan
vaksinasi TT pada anak SD kelas 4 (Sukarni 1989).
4. Penimbangan Balita
Penimbangan bayi dan balita dimaksudkan untuk memantau pertumbuhan
setiap bulan. Penimbangan bayi dan balita dimulai dari umur 1 bulan sampai
5 tahun di Posyandu sehingga dapat diketahui balita tumbuh sehat atau
tidak dan mengetahui kelengkapan imunisasi serta dapat diketahui bayi yang
dicurigai menderita gizi buruk (Depkes 2007).
5. Kebiasaan sarapan
Sarapan penting dilakukan sebelum melakukan aktivitas pada pagi hari.
Manfaat sarapan adalah dapat menyediakan karbohidrat yang siap
digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah.
22
6. Peserta Akes/JPKM
Program jaminan kesehatan untuk masyarakat miskin penting untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
7. Kebiasaan Mencuci Tangan dengan Sabun
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh
manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Mencuci
tangan dengan sabun dikenal juga sebagai salah satu upaya pencegahan
penyakit. Hal ini dilakukan karena tangan seringkali menjadi agen yang
membawa kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke
orang lain, baik dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung.
8. Kebiasaan menggosok gigi
Membiasakan menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan
salah satu contok praktik higiene perorangan. Kegiatan menggosok gigi
bertujuan untuk membersihkan mulut dari sisa makanan yang dapat
membentuk plak pada gigi.
9. Kebiasaan Olahraga
Olahraga merupakan aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur untuk
berbagai tujuan, antara lain untuk kesehatan, kebugaran, rekreasi,
pendidikan, dan prestasi (Irianto 2011).
10. Makan Seimbang
Tidak ada satupun jenis makanan yang mengandung lengkap semua zat gizi
yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang, dan
produktif. Setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan dalam
jumlah yang mencukupi.
Positive Deviance
Positive deviance merupakan suatu keadaan penyimpangan positif yang
berkaitan dengan kesehatan, pertumbuhan dan perkembangan anak-anak
tertentu dengan anak-anak lain di dalam lingkungan masyarakat atau keluarga
yang sama. Secara khusus pengertian positive deviance dapat digunakan untuk
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi
yang baik dari anak-anak yang hidup di dalam keluarga miskin dan hidup di
lingkungan miskin (kumuh), dimana sebagian besar anak lainnnya menderita
gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi mengalami gizi
kurang (Zeitlin et al. 1990).
23
Konsep positive deviance pertama kali muncul dalam penelitian gizi pada
1970-an. Para peneliti mengamati bahwa meskipun kemiskinan di masyarakat,
beberapa keluarga miskin memiliki anak bergizi baik. Menurut Sternin (2007)
dalam Sab’atmaja (2010) positive deviance adalah suatu pendekatan
pengembangan yang berbasis masyarakat. Berdasarkan keyakinan bahwa
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat pada prinsipnya telah ada dalam
masyarakat itu sendiri.
Menurut Aryastami (2006), Positive Deviance (PD) adalah suatu metode
pengembangan masyarakat melalui pendekatan komunitas. Di bidang gizi
masyarakat, metode ini dapat dianalogkan sebagai anak yang memiliki status
gizi baik telah dibesarkan dimana banyak keluarga dan masyarakatnya
menderita gizi buruk dan rawan penyakit. Pada dasarnya metode PD ini bisa
diterapkan untuk berbagai permasalahan yang didalamnya memerlukan
perubahan sosial atau perilaku di mana sudah ada individu-individu di dalam
masyarakat tersebut yang berhasil menemukan strategi untuk mengatasi
masalah yang sama. Seringkali solusi permasalahan tersebut tidak disadari,
padahal secara nyata ada di dalam budaya setempat.
Positive deviance didasarkan pada asumsi bahwa beberapa solusi untuk
mengatasi masalah gizi sudah ada di dalam masyarakat, hanya perlu diamati
untuk dapat diketahui bentuk penyimpangan positif yang ada, dari perilaku
masyarakat tersebut. Upaya yang dilakukan dapat dengan memanfaatkan
kearifan lokal yang berbasis pada keyakinan bahwa setiap individu memiliki
kebiasaan dan perilaku khusus, atau tidak umum yang memungkinkan mereka
dapat menemukan cara-cara yang lebih baik, untuk mencegah kekurangan gizi
dibandingkan tetangga mereka yang memiliki kondisi ekonomi yang sama tetapi
tidak memiliki perilaku yang termasuk penyimpangan positif. Kebiasaan keluarga
yang menguntungkan sebagai inti positif deviance dibagi menjadi tiga atau empat
kategori utama yaitu pemberian makan, pengasuhan, kebersihan, dan
mendapatkan pelayanan kesehatan (Core 2003).
Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial,
dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang
berguna ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki
dan dihilangkan (Entjang 2000). Sanitasi lingkungan dapat pula diartikan sebagai
kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan dan mempertahankan standar
24
Menurut Subandriyo et al. (1997) sumber air minum yang bersih dan
sehat dapat diperoleh dari air pompa, air ledeng, sumur yang terlindungi, dan
mata air yang terlindungi. Sumur yang baik harus memenuhi syarat antara lain
jarak sumur dengan kamar mandi minimum 10 meter dan dinding sumur 1 meter
di atas tanah dan 3 meter dalam tanah serta harus dibuat dari tembok yang tidak
tembus air agar perembesan air dari sekitar tidak terjadi.
Sanitasi Lingkungan Perumahan
Rumah adalah tempat manusia berlindung dari panas terik matahari,
hujan, dan hal-hal lain yang dapat mengganggu kesehatan, keamanan, dan
kenyamanan manusia. Kondisi rumah adalah salah satu faktor yang menentukan
keadaan sanitasi lingkungan. Menurut Winslow dalam Entjang (2000), rumah
yang tidak sehat dapat mengakibatkan pula tingginya kejadian infeksi penyakit
dalam masyarakat. Rumah yang sehat harus memenuhi kebutuhan fisiologis dan
psikologis serta dapat menghindar terjadi kecelakaan dan penyakit. Rumah
dikatakan sehat jika memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya:
1. Lantai rumah harus mudah dibersihkan misalnya lantai yang terbuat dari
keramik, tegel atau semen dan kayu atau bamboo. Lantai tanah tidak
memenuhi syarat kesehatan karena dapat menjadi sumber penyakit
seperti cacing dan bakteri penyebab sakit perut.
2. Atap rumah harus kuat dan tidak mudah bocor misalnya genteng, asbes,
dan seng.
3. Dinding rumah yang baik adalah tembok yang dapat dicat dan
dibersihkan dengan mudah.
4. Ventilasi udara biasanya berupa jendela yang dilengkapi dengan lubang
angin. Fungsi ventilasi udara adalah untuk pertukaran udara agar udara
di dalam ruangan tetpa bersih dan segar.
5. Rumah harus memiliki sumber air bersih dan sehat.
6. Jumlah kamar mandi sebaiknya disesuaikan dengan jumlah anggota
keluarga. Setiap kamar mandi biasanya dilengkapi dengan jamban atau
WC.
7. Rumah harus memiliki sarana pembuangan air limbah dan sampah
8. Kandang ternak harus terpisah cukup jauh dari rumah agar rumah terjaga
kebersihan dan kesehatannya.
26
memenuhi syarat teknis dan kesehatan, hunian dibangun diatas tanah milik
negara atau orang lain dan diluar perundang-undangan yang berlaku.
Di kota-kota besar biasa ditemukan adanya daerah kumuh atau
pemukiman miskin. Perkembangan lingkungan pemukiman di daerah perkotaan
tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk baik karena faktor
pertumbuhan penduduk secara alami maupun proses urbanisasi. Pertumbuhan
penduduk dan terbatasnya lahan di daerah perkotaan menyebabkan semakin
berkembangnya rumah petak kecil yang diperjualbelikan dan disewakan kepada
para pendatang. Rumah-rumah petak kecil tersebut kemudian berkembang
menjadi kawasan padat dan kumuh yang disebut dengan kawasan kumuh (slum
area) (Gusmaini 2010).
Biasanya penghuni pemukiman kumuh menempati kawasan yang
sesungguhnya tidak diperuntukkan sebagai daerah pemukiman, oleh penduduk
miskin kawasan tersebut diokupasi untuk dijadikan tempat tinggal, seperti
bantaran sungai, di pinggir rel kereta api, tanah-tanah kosong di sekitar pabrik
atau pusat kota, dan di bawah jembatan. Pemukiman kumuh biasanya memiliki
tingkat kepadatan populasi tinggi dan berpenduduk miskin karena umumnya
dihuni oleh orang-orang yang memiliki penghasilan sangat rendah, terbelakang,
pendidikan rendah, jorok, dan lain sebagainya.
Kawasan kumuh juga menjadi pusat masalah kesehatan karena
kondisinya yang tidak higienis. Ciri yang menonjol dari pemukiman kumuh yang
berada di gang sempit, adalah kerapatan bangunannya yang tinggi, diindikasi
oleh jarak antar bangunan yang relatif dekat (bersebelahan dan berhadapan)
dengan kontruksi bangunan permanen. Dampak dari kerapatan bangunan yang
tinggi, adalah kondisi ventilasi yang menjadi buruk akibat kurangnya sirkulasi
udara; drainase-nya menjadi sempit dan dangkal karena lahan terbatas,
akibatnya pada saat musim hujan pemukiman tersebut sangat potensi
mengalami kebanjiran; tata letak tidak teratur dan jalan sempit menyebabkan
surkulasi pergerakan tidak terarah, bigitu pula dengan sanitasi lingkungan
(sampah dan air limbah) menjadi tidak baik (Suparlan 1984).
Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk
memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung,
pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat
28
KERANGKA PEMIKIRAN
diderita anak balita adalah batuk, pilek, diare, dan panas badan. Penyakit yang
diderita oleh anak balita akan mempengaruhi status gizinya, sehingga akan
berdampak pada proses pertumbuhan dan perkembangannya. Namun terdapat
kejadian yang menarik ditemukan di pemukiman kumuh, ternyata terdapat balita
dengan status gizi dan status kesehatan baik. Hal tersebut merupakan positive
deviance yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dari skema pada Gambar 1.
31
Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor penentu positive deviance status gizi dan
status kesehatan pada anak balita di pemukiman kumuh Manggarai Jakarta
32
METODE PENELITIAN
Di mana:
n = besar sampel
N = ukuran populasi rumah tangga
s 2 t α2 ( v )
n0 =
d 2
s2 = ragam pendapatan rumah tangga (Rp/capita/month)
tα/2(v) = nilai peubah acak t-student, sehingga : P(|t|>tα/2(v))=α; v = derajat
bebas dari t
d = akurasi antara parameter rata-rata pendapatan dengan rata-rata
pendapatan rumah tangga di daerah kumuh, sehingga | x -µ| < d
x = rata-rata pendapatan contoh rumah tangga di daerah kumuh
µ = rata-rata pendapatan populasi rumah tangga di daerah kumuh
103244 2 x1.96 2
n0 = = 99.71 ≈ 100
202652
ns = n0 = 100
Kriteria inklusi contoh adalah balita perempuan atau laki-laki, berusia 12-
60 bulan yang tinggal di pemukiman kumuh, dan responden bersedia untuk
diwawancarai. Berdasarkan kriteria tersebut, dari 100 sampel yang ada, diambil
sebanyak 41 sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Pengambilan contoh
dilakukan dengan metode acak sederhana (Simple Random Sampling) yang
dilakukan di beberapa rumah tangga yang terdapat di daerah Manggarai.
Jenis dan Cara Pengambilan Data
Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.
Berdasarkan Tabel 1 data primer meliputi data karakteristik anak balita, status
gizi, dan kesehatan anak balita, karakteristik keluarga (besar keluarga, umur,
pendidikan, pekerjaan orang tua, dan pendapatan keluarga), pengetahuan gizi
ibu contoh, pola asuh makan, dan pola asuh kesehatan, PHBS dan sanitasi
lingkungan. Data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian dan data
penunjang lainnya. Pengumpulan data dibedakan berdasarkan sumber data.
Pengambilan data primer dilakukan dengan teknik wawancara menggunakan
kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari kantor kelurahan setempat.
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Cara pengmpulan
No. Variabel Data Jenis Data
data
1. Karakteristik anak • Jenis kelamin Primer Wawancara
balita • Umur
• Berat badan
• Tinggi Badan
2. Status gizi anak • BB/TB Primer Penimbangan dan
balita • BB/U pengukuran
• TB/U
34
Z-Score=
Nilai Z-Score kemudian dikonversi dengan tabel baku WHO 2005 (Anthro 2009).
Status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB dikategorikan menjadi tiga
menurut standar baku Depkes RI 2010, yaitu :
35
interval yaitu PHBS rendah (5-8), PHBS sedang (9-12), dan PHBS tinggi (13-16).
Pengkategorian variable penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Pengkategorian variable penelitian
No. Variabel Sub Variabel Kategori
• Jenis kelamin
Definisi Operasional
Balita adalah anak usia 12-60 bulan yang tinggal di pemukiman kumuh.
Karakteristik anak balita adalah ciri yang ditentukan berdasarkan berat badan
anak balita yang dinyatakan dalam satuan kilogram, umur dalam bulan,
dan jenis kelamin, serta riwayat penyakit.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu,
anak, dan anggota lain yang tinggal bersama dalam satu rumah dari
pengelolaan sumberdaya yang sama.
Pendapatan keluarga adalah gabungan penghasilan ayah, ibu, dan anggota
keluarga lain yang tinggal dalam satu rumah serta penghasilan yang
didapat dari pinjaman atau pemberian oranglain.
Status gizi anak balita adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan
(absorbs) dan penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan
berbagai cara, salah satunya dengan antropometri. Indikator status gizi
yang digunakan adalah BB/U, TB/U, dan BB/TB.
Status kesehatan anak balita adalah kondisi kesehatan (riwayat sakit) anak
balita dalam dua minggu terakhir meliputi jenis penyakit, lama sakit, dan
frekuensi penyakit.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ibu adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikan oleh ibu dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan serta berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya.
Sanitasi lingkungan adalah keadaan tempat tinggal yang meliputi sanitasi
lingkungan pemukiman, ketersediaan air bersih, sarana pembuangan
limbah dan sampah.
Pengetahuan gizi ibu adalah pengetahuan yang berkaitan dengan gizi dan
kesehatan yang dimiliki oleh ibu.
39
G
Gambar 2 Peta Administrasi Wilayah Manggarai
Luas wilayah
ah Manggarai sesuai dengan keputusan Gubernur
G KDKI
ahun 1989 adalah 0,953 km2. Manggarai mem
Jakarta No. 1815 tah miliki batas-batas
wilayah, yaitu:
• Sebelah Utara ber
erbatasan dengan Kali CIliwung
• Sebelah Selatan berbatasan
b dengan Kelurahan Manggarai Se
elatan
• Sebelah Barat ber
erbatasan dengan Pasaraya Manggarai
• Sebelah Timur ber
erbatasan dengan Kelurahan Bukit Duri
Total jumlah
ah penduduk di Wilayah Manggarai pad
da tahun 2010
sebanyak 29.535 jiw
iwa dan jumlah rumah tangga sebanyak 7.3
.368 dengan total
sar 0,953 km2. Sehingga kepadatan pendudu
luas wilayah sebesa duk di Manggarai
sebesar 30.991 Jiwa
wa/Km2. Manggarai terdiri dari 12 rukun wa
arga. Kepadatan
penduduk pada Keca
camatan Tebet tertinggi diantara berbagai
ai kecamatan di
41
adalah usia dimana anak menuju pada penggunaan bahasa, motorik, dan
kemandirian.
Status Gizi Anak Balita
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorb) dan
penggunaan zat gizi makanan yang dapat dinilai dengan berbagai cara, salah
satunya dengan antropometri.
Indeks status gizi balita antara lain berat badan (BB), tinggi badan (TB),
dan umur (U). Status gizi dinilai berdasarkan indikator berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Pemantauan status gizi anak balita menggunakan baku Depkes
RI (2008) dan dihitung berdasarkan skor simpang baku (z-skor). Status gizi anak
balita dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Sebaran status gizi anak balita (BB/U) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Buruk 2 10 2 9.5 4 9.8
Kurang 2 10 4 19.0 6 14.6
Baik 16 80 15 71.4 31 75.6
Total 20 100 21 100 41 100
Status gizi anak balita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U)
sebagian besar berstatus gizi baik (75.6%) yang tersebar seimbang pada balita
berjenis kelamin laki-laki dan perempuan, sedangkan sisanya memiliki status gizi
buruk (9.8%) dan status gizi kurang (14.6%).
Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang
mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu
makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah
parameter antropometri yang sangat labil. Berdasarkan karakteristik berat badan,
maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara
pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka
indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (Supariasa
2002).
43
Tabel 6 Sebaran status gizi anak balita (TB/U) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Sangat pendek 4 20 4 19.0 8 19.5
Pendek 6 30 4 19.0 10 24.4
Normal 10 50 13 61.9 23 56.1
Total 20 100 21 100 41 100
Status gizi anak balita berdasarkan tinggi badan menurut umur pada
Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa anak balita memiliki status gizi normal dengan
proporsi sebanyak 23%, sedangkan yang berstatus gizi sangat pendek sebanyak
19.5% dan status gizi pendek sebanyak 24.%.
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan
pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring
dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan,
relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu pendek.
Indeks ini menggambarkan status gizi pada masa lalu. Beaton dan Bengoa
(1973) dalam Supariasa (2002) menyatakan bahwa indeks TB/U disamping
memberikan gambaran status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya
dengan status sosial ekonomi.
Tabel 7 Sebaran status gizi anak balita (BB/TB) berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
Kurus 2 10 1 4.8 3 7.3
Normal 18 90 20 95.2 38 92.7
Total 20 100 21 100 41 100
keadaan gizi dan imunitas serta akses terhadap layanan kesehatan (Patriasih et
al 2009).
Status kesehatan yang diteliti pada anak balita adalah kejadian sakit,
jenis penyakit, frekuensi penyakit, dan lama sakit yang pernah diderita selama
dua minggu terakhir. Tabel 8 menunjukkan bahwa sebagian besar anak balita
(61.0%) pernah mengalami sakit dan sebanyak 39.0% anak balita tidak
mengalami sakit selama dua minggu terakhir. Menurut Notoatmodjo (2007)
menyatakan bahwa indikator kesehatan individu adalah bebas dari penyakit atau
tidak sakit, dan tidak cacat.
Tabel 8 Sebaran anak balita berdasarkan status kesehatan
Status Kesehatan n %
Sehat 16 39.0
Sakit 25 61.0
Total 41 100
Jumlah anggota keluarga anak balita berkisar antara 2-9 orang dengan
rata-rata 4.6±1.6. Sebagian besar contoh merupakan keluarga kecil dengan
jumlah anggota ≤4 yaitu dengan proporsi 63.4%. Sebagian kecil anak balita
merupakan keluarga sedang (22%) dan keluarga besar (14.6%). Menurut
Sukarni (1989), besar keluarga mempengaruhi kesehatan seseorang atau
keluarga karena akan mempengaruhi pula kesehatan anak-anak. Rumah yang
padat penghuninya akan menyebabkan berkurangnya konsumsi oksigen dan
memudahkan penularan penyakit (Notoatmodjo 2007).
Umur Orangtua
Umur merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas
seseorang. Orang yang masih muda memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Hal
ini disebabkan oleh kondisi fisik dan kesehatan orang muda yang masih prima
(Khomsan et al. 2007). Dilihat dari umur, baik ayah maupun ibu balita masih
berada dalam usia produktif, yaitu rata-rata ayah 34.5 tahun dan rata-rata ibu
30.3. sebaran umur orangtua anak balita dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran orangtua berdasarkan umur
Ibu Ayah
Kategori Umur
n % n %
<20 tahun 1 2.4 0 0.0
20-40 tahun 36 87.8 32 80.0
41-65 tahun 4 9.8 8 20.0
Total 41 100.0 40 100.0
Rata-rata±Stdev 30.3±8.3 34.5±8.3
sehingga kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik (Suhardjo 1989). Tabel
16 menunjukkan sebaran responden berdasarkan pendidikannya.
Tabel 16 Sebaran orangtua berdasarkan pendidikan
Ayah Ibu
Tingkat Pendidikan
n % N %
SD 16 40.0 17 41.5
SMP 7 17.5 10 24.4
SMA 14 35.0 14 34.1
Perguruan Tinggi 3 7.5 0 0
Total 40 100 41 100
Tidak bekerja 0 0 0 0
Pedagang 6 15 2 4.8
Buruh 8 20 1 2.3
Pemulung 3 7.5 0 0
Jasa 11 27.5 1 2.3
IRT 0 0 37 92.6
Lainnya 4 10 0 0
PNS/ABRI/Polisi 1 2.5 0 0
Karyawan 7 17.5 0 0
Total 40 100 41 100
49
menggosok gigi sebelum tidur dan setelah makan merupakan salah satu contok
praktik higiene perorangan. Kegiatan menggosok gigi bertujuan untuk
membersihkan mulut dari sisa makanan yang dapat membentuk plak pada gigi.
Ibu juga membiasakan anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah buang air besar menggunakan sabun (68.3%). Mencuci tangan dengan
sabun adalah salah satu tindakan sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari
jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan
memutuskan mata rantai kuman.
Tabel 30 Sebaran responden berdasarkan PHBS ibu
Positif Negatif
Pertanyaan
n % n %
Kesehatan
1. Anggota dana sehat 8 19.5 33 80.5
2. Persalinan di tenaga kesehatan 38 92.7 3 7.3
3. Penimbangan balita 37 90.2 4 9.8
4. Imunisasi balita 37 90.2 4 9.8
5. Anggota keluarga merokok 35 85.4 6 14.6
6. Olahraga teratur 6 14.6 35 85.4
Kebersihan Diri
1. Menggosok gigi 24 58.5 17 41.5
2. Mencuci tangan 28 68.3 13 31.7
Makanan bergizi
1. Sarapan pagi 25 61.0 16 39
2. Makanan beranekaragam 9 22.0 32 78
Sanitasi Lingkungan
1. Menggunakan air bersih 31 75.6 10 24.4
2. Saluran pembuangan limbah 16 39.0 25 61
3. Tukang sampah di lingkungan 11 26.8 30 73.2
4. Limbah di buang ke sungai 40 97.6 1 2.4
5. BAB di WC 26 63.4 15 36.6
Kondisi Rumah
1. Memiliki kamar mandi 19 46.3 22 53.7
2. Memiliki jamban 16 39.0 25 61
3. Memiliki septi tank 0 0.0 41 100
4. Ventilasi memadai 12 29.3 29 70.7
2
5. Luas ruangan 7-10m /orang 6 14.6 35 85.4
Umur (tahun)
<20 0 0.0 0 0.0 1 3.2 1 2.4
20-40 3 75.0 5 83.3 28 90.3 36 87.8
41-65 1 25.0 1 16.7 2 6.5 4 9.8
Total 4 100 6 100 31 100 41 100
baik pada keluarga tidak miskin (Zhit=0,669). Nilai Zhit tidak berada dalam wilayah
kritik (Z<-1.96).
Tabel 35 Sebaran responden menurut tingkat kemiskinan dan status gizi TB/U
Status Gizi (TB/U)
Total
Kemiskinan Sangat Pendek Pendek Normal
n % n % n % n %
Miskin 4 25 3 18.8 9 56.2 16 100
Tidak Miskin 4 16 7 28.0 14 56.0 25 100
Total 8 19.5 10 24.4 23 56.1 41 100
proporsi menujukkan bahwa proporsi status gizi normal pada keluarga miskin
sama dengan proporsi status gizi normal pada keluarga tidak miskin (Zhit=1.719).
Nilai Zhit tidak berada dalam wilayah kritik (Z<-1.96).
Pengeluaran rumah tangga yaitu pulsa telepon terdapat hubungan negatif
dan signifikan terhadap status gizi anak balita menurut TB/U (r=-0.317, p<0.05).
Hal tersebut berarti semakin besar rumah tangga mengeluarkan uang untuk
membeli pulsa, maka status gizi anak balita berdasarkan TB/U akan semakin
menurun. Walaupun dalam penelitian ini sebagian besar rumah tangga termasuk
dalam kategori tidak miskin, karena perilaku tersebut tidak menutup
kemungkinan anak balitanya akan mengalami status gizi buruk atau kurang.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi
Pada Tabel 37 menunjukkan bahwa balita dengan status gizi baik 58.1%
memiliki seorang ibu dengan pengetahuan gizi yang sedang sedangkan anak
balita dengan status gizi kurang memiliki seorang ibu dengan pengetahuan gizi
yang kurang (33.0%). Sebagian besar balita sangat pendek, pendek, dan normal
juga memiliki ibu dengan pengetahuan gizi sedang yaitu 62.5%, 50.0%, dan
60.9%. Namun, pada balita kurus sebagian besar (66.7%) memiliki ibu dengan
pengetahuan gizi yang baik.
Tabel 37 Sebaran responden menurut pengetahuan gizi dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Pengetahuan Total
Buruk Kurang Baik
Gizi
n % n % n % n %
Kurang 0 0.0 2 33.3 2 6.5 4 9.8
Sedang 3 75.0 3 50.0 18 58.1 24 58.5
Baik 1 25.0 1 16.7 11 35.5 13 31.7
Total 4 100.0 6 100.0 31 100.0 41 100
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 1 12.5 2 20.0 1 4.3 4 9.8
Sedang 5 62.5 5 50.0 14 60.9 24 58.5
Baik 2 25.0 3 30.0 8 34.8 13 31.7
Total 8 100 10 100 23 100 41 100
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 0 0.0 4 10.5 4 9.8
Sedang 1 33.3 23 60.5 24 58.5
Baik 2 66.7 11 28.9 13 31.7
Total 3 100 38 100 41 100
Berdasarkan analisis korelasi Spearman bahwa sikap gizi ibu dan status
gizi tidak terdapat hubungan dengan nilai p>0.05. Pada Tabel 38 di atas juga
dapat dilihat semakin tinggi sikap gizi ibu justru memiliki anak dengan status gizi
yang kurus terhadap indikator BB/TB. Sikap belum merupakan suatu tindakan
atau aktivitas, akan tetapi merupakan pre-disposisi tindakan atau perilaku. Sikap
masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku
yang terbuka (Notoatmodjo 2007). Jadi walaupun seorang ibu menyadari hal
tersebut baik, belum tentu ibu melakukan hal tersebut, sehingga mempengaruhi
status gizi anak balitanya.
Hubungan Perilaku Gizi dengan Status Gizi Anak Balita
Pada Tabel 39 diatas menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi
baik sebesar 45.1% memiliki ibu dengan perilaku gizi tinggi. Pada indikator TB/U
sebanyak 43.5% anak balita dengan status gizi normal memiliki ibu dengan
perilaku gizi yang baik. Pada indikator BB/TB sebanyak 42.1% anak balita
dengan status gizi normal memiliki ibu dengan perilaku gizi baik. Namun terdapat
anak balita dengan status gizi buruk yang memiliki ibu dengan perilaku baik
(50.0%), baik status gizi pada indikator BB/U, TB/U, ataupun BB/TB.
Tabel 39 Sebaran responden menurut perilaku gizi dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Total
Perilaku Gizi Buruk Kurang Baik
n % N % n % n %
Kurang 1 25.0 2 33.3 6 19.4 9 21.9
Sedang 1 25.0 2 33.3 11 35.5 14 34.1
Baik 2 50.0 2 33.3 14 45.1 18 44.0
Total 4 100.0 6 100.0 31 100.0 41 100.0
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 2 25.0 3 30.0 4 17.4 9 21.9
Sedang 2 25.0 3 30.0 9 39.1 14 34.1
Baik 4 50.0 4 40.0 10 43.5 18 44.0
Total 8 100.0 10 100.0 23 100.0 41 100.0
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 0 0.0 9 23.7 9 21.9
Sedang 1 33.3 13 34.2 14 34.1
Baik 2 66.7 16 42.1 18 44.0
Total 3 100.0 38 100.0 41 100.0
tersebut diduga disebabkan oleh banyak faktor lain seperti penyakit infeksi dan
lingkungan. Menurut Mardiana (2009), kondisi ekonomi yang lemah ditambah
dengan tindakan ibu yang salah misalnya dengan membatasi anak dalam
mengkonsumsi makanan bergizi karena alasan-alasan sosial budaya dapat
memperburuk status gizinya.
Hubungan PHBS dengan Status Gizi Anak Balita
Pada Tabel 40 menunjukkan bahwa anak balita dengan status gizi baik
memiliki ibu dengan PHBS sedang (45.2%). Anak balita dengan status gizi buruk
memiliki ibu dengan PHBS yang kurang pula (75.0%) berdasarkan indikator
BB/U. Berdasarkan TB/U sebagian besar anak balita dengan status gizi normal
memiliki ibu dengan PBHS yang baik (39.1%). Berdasarkan BB/TB anak balita
normal juga memiliki ibu dengan PHBS yang sedang (42.1%).
Tabel 40 Sebaran responden menurut PHBS dan status gizi
Status Gizi (BB/U)
Total
PHBS Buruk Kurang Baik
n % n % n % n %
Kurang 3 75.0 2 33.3 6 19.4 11 26.8
Sedang 0 0.0 3 50.0 14 45.2 17 41.5
Baik 1 25.0 1 16.7 11 35.4 13 31.7
Total 4 100 6 100 31 100 41 100
Status Gizi (TB/U)
Sangat Pendek Pendek Normal
Kurang 2 25.0 3 30.0 6 26.1 11 26.8
Sedang 5 62.5 4 40.0 8 34.8 17 41.5
Baik 1 12.5 3 30.0 9 39.1 13 31.7
Total 8 100 10 100.0 23 100 41 100
Status Gizi (BB/TB)
Kurus Normal
Kurang 1 33.3 10 26.3 11 26.8
Sedang 1 33.3 16 42.1 17 41.5
Baik 1 33.3 12 31.6 13 31.7
Total 3 100 38 100 41 100
Perilaku hidup sehat ibu seperti penimbangan balita (93.5%) dan balita
mendapat imunisasi lengkap (90.3%), sebagian besar ibu yang memiliki balita
dengan status gizi baik melakukan hal tersebut. Balita dengan status gizi normal
berkaitan dengan perilaku pemberian makan gizi seimbang. Balita dengan status
gizi normal sebagian besar mendapatkan makanan seimbang dari ibunya
dibandingkan dengan anak balita dengan status gizi pendek berdasarkan
indikator TB/U. Ibu dengan anak balita status gizi baik membiasakan anak
balitanya buang air besar di WC (71.0%) dibandingkan dengan anak balita
berstatus gizi kurang (50.0%) dan buruk (10.0%). Keadaan rumah dengan
ventilasi yang memadai hanya dimiliki responden sebanyak 32.3% pada
respoden dengan anak balita berstatus gizi baik dibandingkan dengan responden
dengan anak balita berstatus gizi buruk dan kurang. Ventilasi yang memadai
berfungsi untuk pertukaran udara agar udara di dalam ruangan tetap bersih dan
segar.
Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Kesehatan
Tabel 41 menunjukkan bahwa sebagian besar responden (44.0%)
dengan tingkat pendidikan rendah (SD/sederajat) memiliki anak balita dengan
status kesehatan sakit. Responden dengan tingkat pendidikan SMP/sederajat
sebagian besar (32.0%) juga memiliki anak balita dengan status kesehatan sakit,
namun responden dengan tingkat pendidikan tinggi (SMA/sederajat) sebagian
besar responden (50.0%) memiliki anak balita dengan status kesehatan sehat.
Berdasarkan analisis Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
antara tingkat pendidikan ibu dengan status kesehatan anak balita (p>0.05),
Tabel 41 Sebaran responden menurut karakteristik ibu dengan status kesehatan
Status kesehatan
Total
Karakteristik Keluarga Sehat Sakit
n % n % n %
Tingkat Pendidikan ibu
SD 6 37.5 11 44.0 17 41.5
SMP 2 12.5 8 32.0 10 24.4
SMA 8 50.0 6 24.0 14 34.1
Total 16 100.0 25 100.0 41 100.0
Umur (tahun)
<20 0 0.0 1 4.0 1 2.4
20-40 13 81.3 23 92.0 36 87.8
41-65 3 18.7 1 4.0 4 9.8
Total 16 100 25 100 41 100
kecil responden berusia <20 tahun (4.0%) memiliki anak balita dengan status
kesehatan sakit. Namun terdapat sebanyak 18.7% berusia 41-65 tahun memiliki
anak balita dengan status kesehatan yang sehat. Berdasarkan analisis
Spearman bahwa tidak terdapat hubungan antara umur ibu dengan status
kesehatan anak.
Hubungan PBHS dengan Status Kesehatan
Status kesehatan penduduk memberikan gambaran mengenai kondisi
kesehatan penduduk dan biasanya dapat dilihat melalui indikator angka
kesakitan yaitu persentase penduduk yang mengalami gangguan kesehatan
sehingga mampu mengganggu aktivitas sehari-hari.
Tabel 42 Sebaran responden menurut PHBS dan status kesehatan
Status kesehatan
Total
Kategori PHBS Sehat Sakit
n % n % n %
Kurang 3 18.8 8 32.0 11 26.8
Sedang 4 25.0 13 52.0 17 41.5
Baik 9 56.2 4 16.0 13 31.7
Total 16 100.0 25 100.0 41 100
yang memiliki anak balita sebagian besar masih tergolong sedang (41.5%),
sebagian kecil sudah baik (31.7%), namun masih ada yang tergolong rendah
(26.8%).Sebagian besar sanitasi lingkungan responden berada pada kategori
rendah (51.2%). Sebagian besar responden menggunakan air galon untuk
sumber air minum (70.7%), sedangkan untuk masak sebagian besar
menggunakan air sumur/mata air (63.4%), dan untuk lain-lain sebagian besar
responden menggunakan sumur/mata air sebanyak 97.6%.
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan bahwa pengetahuan gizi
berhubungan signifikan dengan perilaku gizi (r=0.315, p<0.05) dan PHBS
(r=0.530, p<0.05). Karakteristik ibu yaitu pendidikan dan umur tidak berhubungan
dengan status gizi dan status kesehatan. Berdasarkan analisis Pearson terdapat
hubungan antara status gizi ibu (IMT) dengan status gizi anak (r=0.302, p<0.05).
Tingkat kemiskinan, pengetahuan gizi, sikap gizi, dan perilaku gizi tidak
berhubungan dengan status gizi. Namun PHBS berhubungan positif dan
signifikan dengan status gizi terhadap indikator BB/U (r=0.330, p<0.05) dan
BB/TB (r=0.317, p<0.05) serta berhubungan dengan status kesehatan
(r=0.381,p<0.05). Sanitasi lingkungan tidak berhubungan dengan status
kesehatan. Status kesehatan tidak berhubungan signifikan dengan status gizi.
Variabel yang berhubungan signifikan adalah pengetahuan gizi dengan
perilaku gizi dan PHBS serta PHBS dengan status gizi dan status kesehatan.
Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng sehingga akan
mempengaruhi perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku hidup bersih
sehat yang baik tersebut pada akhirnya dapat meningkatkan status kesehatan
serta meningkatkan status gizi anak balita, namun harus didukung dengan
fasilitas dan sarana yang baik pula.
Saran
Saran yang diberikan yaitu masih diperlukannya perhatian pemerintah
terhadap lingkungan pemukiman kumuh di Manggarai mengingat buruknya
sanitasi lingkungan tersebut. Peningkatan kesadaran orangtua khususnya ibu
dalam memperhatikan anak-anaknya yaitu dengan memberikan tambahan
pengetahuan dengan penyuluhan mengenai gizi dan kesehatan oleh tenaga
kesehatan. Peningkatan fasilitas dan sarana untuk mendukung terciptanya suatu
perilaku yang lebih baik untuk meningkatkan status gizi anak balita. Perlu
penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam tentang positive deviance pada status
gizi dan status kesehatan anak balita.
1
POSITIVE DEVIA
VIANCE STATUS GIZI DAN KESEHAT
ATAN ANAK
BALITA DAN FA
FAKTOR PENENTUNYA DI PEMUKIMIMAN KUMUH
MA
MANGGARAI, JAKARTA SELATAN
RELINA KUSUMAWARDHANI
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Tebet Dalam Angka 2011. Jakarta: BPS
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Data dan Informasi Kemiskinan. [terhubung
berkala]. http//www.bps.go.id [12 September 2012]
[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2007. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat.
Jakarta: Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Dijaissyah N. 2011. Riwayat pemberian makan, status gizi, dan status kesehatan
siswa PAUD [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah. 1997. Ekonomi Gizi. Diktat Mata Kuliah. Jurusan Ilmu Gizi
Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Hardinsya dan Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: PAU Pangan dan Gizi
Hartriyanti Y dan Triyanti. 2010. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada
Jayanti LD. 2011. Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) serta perilaku gizi
seimbang ibu kaitannya dengan status gizi dan status kesehatan balita di
Kabupaten Bojonegoro [Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.
Kemenkes RI. 2012. Profil Data Kesehatan Indonesia 2011. Kemenkes, Jakarta.
Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Bogor: Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Khomsan A dan Tin Herawati. 2010. Pola Asuh dan Tumbuh Kembang Anak Di
Berbagai Propinsi dan Kabupaten. Bogor: Institut Pertanian Bogor
__________. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta
Patriasih R, Widiaty I, Dewi M, & Sukandar S. 2009. Studi Aspek Sosial Ekonomi
dan Faktor Lingkungan yang Berpengaruh terhadap Kesehatan dan Status
Gizi Anak Jalanan. Laporan Penelitian. Neys-Van Hoogstraten Foundation
(NHF) dan Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Fakultas
Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Pryer JA. 2003. The epidemiology of good nutritional status among children from
a population with a high prevalence of malnutrition. Public Health
Nutrition: 7(2), 311–317
Riyadi H. 1995. Prinsip dan Petunjuk Penilaian Status Gizi. Diktat Departemen
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Safitri S A. 2010. Pola asuh balita dan sanitasi lingkungan kaitannya dengan
status gizi balita di Kelurahan Kertamaya, Bogor Selatan [Skripsi]. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Dirjen Perguruan Tinggi Depdiknas
Sukandar D. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi.
Bogor: Institut Pertanian Bogor
Ulfah I M. 2008. Perilaku hidup bersih dan sehat, pengetahuan gizi dan pola
asuh kaitannya dengan diare anak balita, di Desa Cikarawang Bogor
[Skripsi]. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
77