You are on page 1of 18

12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES

THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE


PRACTICES
Hukum Internasional

 7 November 2016

THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES

Arman Anwar

Abstract

The main objective of this research is to nd a proper legal principles of liability on the law of telemedicine.
To reach this objective, the statute, conceptual, comparative and case approach are used as tools of the research.
Some legal materials, such as Burgerlijk Wetboek (BW), Government Gazette No. 23 of 1847, Law No. 36 Year
2009 on Health, and Law No. 29 of 2004 regarding Medical Practice in conjunction with Regulation of the Minister
of Health of the Republic of Indonesia Number 2052/Menkes/PER/X/2011 on the Licence of Medical Practice, and
Law No. 44 Year 2009 on Hospitals are used as the factoring point of the research, and also the law of
telemedicine implemented by some other countries are used as the legal comparison to review such principles of
the present laws and to propose the future telemedicine law.

As the fact that the law of telemedicine still does not exist in Indonesia, it might be some problems for
Judges to decide cases related to liability of risk on the practice of telemedicine.Pursuant to Article 24 paragraph
(1) of the 1945 Constitution and Article 5 (1) of Law Number 48 of 2009 on Judicial Authority, to decide  a case
that appearing to him, the judge should explore and understand the legal values, as well as the social justice. Thus,
the application of paragraph 3 of Article 1367 BW and Article 46 of Law Number 44 of 2009 on Hospital, shouldbe
in the context of proportional justice, where the needs of the patiens for the safety medical services meets with
the professional liability of the telemedicine practitioners.

The theory of this dissertation is structured by the relationship among code of ethics, professional
standards, service standards and standard operating procedures that regulates the telemedicine practitiones

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 1/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

which his or her actions are legitimated by the delegation of power of the primary care physician (PCP).By this

structure, the liability of risk arises from the telemedicine practice of the subordinate does not necessarily to be
based on fault by the primary PCP or primary nurse as it is stated by doctrine of vicarious liability.Concept of
“proportional liability” on this disertation means the balance distribution of rights and obligations of the
professionals linked to a telemedicine practices, where the proportion liability to each party’s is based on
equitability, appropriate, reasonable and fair valuation. In line with the previous concept, the liability should based
on viewpoint of interactive justice, that means based on the values of professional expertise, austerity,
responsibility, and collegiality. This concept dedicated for the desire to do good for the sake of healing a patient
(doing good).

Keywords: Liability, Medical Practice, Telemedicine

I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah

Teknologi berperan penting dalam kehidupan umat manusia, hampir seluruh bangsa pada sudut manapun
di dunia, memanfaatkan teknologi dalam kehidupannya. Antara satu bangsa dengan bangsa yang lainnya pun bisa
terkoneksi dalam satu pola kehidupan juga adalah berkat bantuan teknologi. Akselerasi tersebut dalam berbagai
aspek telah mengubah yang tadinya kehidupan berjarak menjadi kehidupan yang bersatu. Implikasi dari
kehidupan yang bersatu inilah disebut globalisasi.[2] Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam
segala sektor makin lama makin luas dan globalisasi telah turut membawa pengaruh tersebut semakin kompleks
disegala bidang, tidak terkecuali juga dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan seperti telemedicine.
Kemajuan teknologi kesehatan telemedicine tidak terlepas dari adanya efek domino dari pesatnya perkembangan
teknologi informasi. Schumpeter menegaskan bahwa pengaruh industri teknologi informasi telah sampai pada
sektor kesehatan dan lain-lain. Hal ini karena industri teknologi informasi memiliki karakter dan pasar yang
berbeda dengan ekonomi kontemporer. Ia telah memprediksi bahwa inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi akan membangun suatu ekonomi baru (new economy) yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
[4]
World Health Association (WHO) mendefiniskan telemedicine sebagai:
“The delivery of health care services, where distance is a critical factor, by all health care professionals using
information and communication technologies for the exchange of valid information for diagnosis, treatment
and prevention of disease and injuries, research and evaluation, and for the continuing education of health
care providers, all in the interests of advancing the health of individuals and their communities” [6]
Dalam pandangan David Storey D, bahwa khusus di Amerika Serikat, sedikitnya ada lima permasalahan
hukum yang memerlukan pengaturan sebelum meluncurkan program telemedicine. Kelima masalah hukum
tersebut adalah licensure dari negara dan credentialing dari dokter, tanggung gugat dalam malpraktik dokter,
Peraturan FDA (US Food and Administration) dari Negara Bagian, keamanan data informasi kesehatan pasien,
serta masalah asuransi. Rumusan Masalah
                  Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan tersebut diatas maka masalah yang akan dikaji dan
sekaligus menjadi  legal issues Prinsip tanggung gugat risiko praktisi kedokteran telemedicine  (Rumah Sakit,
dokter spesialis, sub spesialis dan dokter PCP (primary care physician) serta tenaga kesehatan lainnya) secara
proporsional dalam praktik kedokteran telemedicine

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 2/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

1. Metode Penelitian

Tipe dan spesi kasi penelitian mengacu pada pendapat Peter Mahmud Marzuki bahwa penelitian hukum
adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.[10]

I. KARAKTERISTIK TELEMEDICINE DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN


1. Karakteristik “Internasional” Praktik Kedokteran Telemedicine

Model perdagangan jasa yang disebut dengan cross border mode of supply yaitu cara pemberian jasa
melewati batas wilayah dimana pemberi jasa dan penerima jasa berada di negara masing-masing, tetapi jasa
tersebut melampaui/melewati batas wilayah negara.Menyusun rencana strategis jangka panjang untuk
mengembangkan layanan e-health di berbagai bidang kesehatan baik untuk administrasi kesehatan,
kerangka hukum dan regulasi, infrastruktur serta mekanisme kemitraan publik dan swasta.
1. Mengembangkan infrastruktur TIK untuk e-health
2. Membangun kolaborasi dengan sektor swasta dan lembaga pro t untuk mendukung  e-health
3. Mengembangkan e-healh yang dapat menjangkau masyarakat, khususnya yang rawan terhadap permasalahan
kesehatan (vulnerable) dan sesuai dengan kebutuhan mereka,
4. Memobilisasi kerjasama lintas sektor dalam mengadopsi norma dan standar e-health, evaluasi,prinsip-prinsip
cost-effectiveness dalam e-health untuk menjamin mutu, etika dan keamanan dengan tetap mengedepankan
kerahasiaan, privasi, equity dan equality.
5. Mengembangkan center of excellence dan jejaring e-health,
6. Mengembangkan model sistem informasi kesehatan masyarakat untuk surveilans, respon dan emergency.

Rumusan pada resolusi WHO sebagaimana tersebut diatas maka dapat dilihat bahwa makna tanggung
jawab negara yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pemerintahan sangat besar dalam upaya
pembangunan kesehatan bangsanya. Pemerintah bertanggung jawab untuk merencanakan, mengatur,
menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan layanan e-health dengan menyiapkan semua yang
diperlukan baik administrasi kesehatan, kerangka hukum dan regulasi, infrastruktur serta mekanisme Resuolusi
WHO dimaksud mengharuskan pemerintah agar dalam mengembangkan e-Healh memberikan nilai kemanfaatan
bagi masyarkat marginal, khususnya yang rawan terhadap permasalahan kesehatan (vulnerable) dan sesuai
dengan kebutuhan mereka,
Terkait dengan liberalisasi bidang  jasa kesehatan di ASEAN, diatur dalam perjanjian ASEAN Framework
Agreement on services (AFAS). Salah satu dari tiga hal yang diperjanjikan adalah memfasilitasi arus bebas jasa
melalui pengaturan saling pengakuan kompetensi (mutual recognition arrengements/MRA). Sementara sampai
saat ini kemungkinan dokter asing dapat berpraktik lintas negara ASEAN masih dalam pembahasan dan
diperkirakan ASEAN belum akan mencapai persetujuan terkait hal itu dalam waktu dekat.[13]   Elias Mossialos,
Sarah Thomson dan Annemarie Ter Linden mengatakan bahwa untuk memfasilitasi layanan serti kasi lintas
batas negara harus dilakukan melalui saling pengakuan jasa serti kasi dari negara masing-masing asalkan
melalui persyaratan Directive dan telah terakreditasi, oleh lembaga yang diakui oleh Uni Eropa, atau diakui
berdasarkan perjanjian bilateral antara Uni Eropa dan negara-negara ketiga atau organisasi internasional.Praktik
Kedokteran Telemedicine di Indonesia

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 3/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Adanya kecendrungan sebagian pasien di Indonesia untuk memanfaatkan kecanggihan teknologi



telemedicine lintas negara, menyebabkan beberapa rumah sakt besar seperti Rumah Sakit Gading Pluit, RS Sahid,
dan RS JEC, serta di RSCM, telah menerapkan telemedicine yang dimplementasikan dalam bentuk seminar dan
operasi (surgery online).[16] dan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Soetomo.melakukan dalam bentuk teleradiologi,
[18]

Komitmen Indonesia dalam meningkatkan akses terhadap pengetahuan kesehatan dunia dan
layanan telemedicine, dapat dikatakan terlambat dalam penyiapan aturan regulasi tentang telemedicine.
Berbeda dengan Malaysia, India atau Amerika Serikat. Indonesia baru sebatas mengatur telematika secara
umum melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sementara khusus regulasi tentang telemedicine baru sebatas Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya
Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan Nomor: HK.02.03/V/ 0209/2013 Tanggal 31
Januari 2013 Tentang Pelaksanaan Pilot Project Telemedicine dan Penunjukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Telemedicine Bidang Teleradiologi dan Telekardiologi.

I. HAKIKAT HUBUNGAN HUKUM DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN TELEMEDICINE


1. Pengaturan Praktik Kedokteran Telemedicine dalam Hukum Kedokteran

Berdasarkan surat keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: HK.02.03/V/0209/2013 Tanggal 31 Januari 2013 Tentang Pelaksanaan Pilot
Project Telemedicine dan Penunjukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Telemedicine Bidang Teleradiologi dan
Telekardiologi. maka ditetapkan 2 (dua) fasilitas pelayanan kesehatan pengampu yaitu untuk bidang
telemedicine, fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), pengampunya adalah RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta dan untuk bidang telekardiologi, fasyankes pengampunya adalah RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta. Sedangkan fasyankes diampu terdiri atas 18 (delapan belas)
faskankes yang berupa RS Lapangan, Klinik Utama Kementerian Kesehatan, Ambulans, dan Puskesmas, serta
RSUD yang tersebar pada beberapa daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK).

Mempelajari surat keputusan diatas maka bentuk praktik kedokteran telemedicine yang dijadikan pilot
proyek adalah dalam bentuk store and forward (asynchronous telemedicine). Rumah sakit yang bertindak sebagai
lokasi khusus yaitu dimana dokter spesialis non klinis berada adalah rumah sakit yang ditunjuk sebagai
pengampu. Sedangkan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan yang diampu adalah rumah sakit atau
fasiltas pelayanan yang bertindak sebagai situs presentasi yaitu tempat dimana dokter klinis dan pasien berada.
Dipergunakannya istilah pengampu dan diampu dapat diartikan bahwa dalam kerjasama ini terkandung maksud
memberikan perlindungan, keamanan, dan pembinaan dari pengampu kepada diampu. Oleh karena itu, tersirat
adanya makna tanggung jawab dari pengampu kepada diampu.
Surat keputusan ini sifatnya hanyalah sebagai surat penunjukan dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia kepada rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesahatan yang dianggap telah memiliki sistem dan
perangkat teknologi telemedicine dan ketersediaan jaringan internet yang baik. Kerja sama yang diatur dalam
surat keputusan ini hanya mencakup pemberian pelayanan ekspertise dan konsultasi dibidang radiologi dan
kegawatdaruratan kardiovaskuler (terutama sindrom koroner akut). Untuk itu diatur mekanisme dan teknis
pengiriman transmisi elektronik gambar radiografi dan semua modalitas radiologi serta rekaman EKG yang disebut
dengan teleradiologi dan telekardiologi. Atas jasa pelayanan diagnostik, konsultasi medis foto polos konvensional,
Ct Scan dan MRI serta EKG maka ditetapkan besaran jasa dalam surat keputusan tersebut.

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 4/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Mengingat surat keputusan ini hanya bersifat penunjukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan maka

tentunya lebih ditekankan pada pengaturan aspek teknis pelayanannya daripada pengaturan tentang aspek
hubungan hukumnya. Oleh karena itu, maka sesuai dengan diktum ketujuh surat keputusan tersebut
menyebutkan bahwa pengaturan hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan Pilot Project Telemedicine
tersebut akan dituangkan lebih lanjut dalam perjanjian kerja sama tersendiri antara fasyankes pengampu dan
diampu dengan diketahui oleh Direkur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Namun hingga
kini perjanjian kerja sama dimaksud masih dalam proses perancangan (draffting).

1. Hubungan Hukum Para Pihak dalam Praktik Kedokteran Telemedicine


2. Praktik Kedokteran Telemedicine Berbentuk Real Time (Synchronous Telemedicine)

Hubungan hukum dalam praktik kedokteran telemedicine dapat dibedakan berdasarkan pada
pemilihan waktu, saat dimana informasi ditransmisikan atau interaksi antara individu yang terlibat dalam
praktik kedokteran telemedicine itu terjadi. Sehingga praktik kedokteran telemedicine dapat dibedakan atas
dua jenis yaitu real time (synchronous telemedicine) dan store-and-forward (asynchronous telemedicine).
[20] Selama konsultasi, orang yang ditunjuk di lokasi presentasi mengidentifikasi situs sebagai situs
presentasi, kemudian mengidentifikasi pasien dan memberikan spesialis informasi tentang nama dan nomor
telepon dokter yang merujuk pasien. Begitupun, situs presentasi akan memberikan informasi kepada primary
care physician/pcp yang merujuk pasien nama dan nomor spesialis, dan nomor fax untuk menjawab
pertanyaan spesifik primary care physician/pcp, yang mungkin ingin ditanyakan. Langkah selanjutnya adalah
orang yang ditunjuk di lokasi presentasi akan menyajikan pasien dan data medisnya. Pasien akan
dihubungkan secara on line menggunakan fasilitas video konsultasi (simultan) secara live dengan dibimbing
oleh perawat primer, atau dokter PCP (primary care physician) untuk berkonsultasi dengan spesialis pada
saat yang sama sehingga kondisi medis pasien dapat dibahas secara bersama dengan spesialis dalam praktik
kedokteran telemedicine dimaksud. Spesialis menggunakan video konferensi untuk mengevaluasi dan
mengimplementasi rencana pengobatan sebagai rekomendasi dari spesialis telemedicine. Setelah konsultasi
telemedicine selesai, spesialis telemedicine ini mengirim rekomendasi ke dokter yang merujuk melalui situs
presentasi atau oleh spesialis secara langsung. Dokter yang merujuk, bertanggung jawab untuk perawatan
pasien dan berperan melaksanakan rencana pengobatan yang dianjurkan untuk pasien, termasuk pemesanan
setiap tes dan resep. Dokter merujuk dapat menghubungi spesialis secara langsung untuk diskusi lebih lanjut
atau klarifikasi rekomendasi.
1. Praktik Kedokteran Telemedicine Berbentuk Store and Forward (Asynchronous telemedicine)

Hal yang membedakan bentuk ini dengan real time (synchronous telemedicine) adalah penggunaan
perangkat lunak oleh dokter klinis pada situs presentasi untuk menyimpan dan mengenkripsi gambar dan data
medis pasien. Data ini kemudian diamankan dan ditransmisikan secara elektronik ke dokter spesialis nonklinis
pada lokasi khusus untuk dikonsultasikan, direview dan dievaluasi secara offline. Oleh karena itu, Jenis
telemedicine ini bersifat non-interactive karena tidak memerlukan kehadiran kedua belah pihak (pasien, presenter
dan spesialis) dalam waktu yang sama. Dermatolog, radiolog, dan patalog adalah spesialis yang biasanya
menggunakan asynchronous telemedicine ini.
Adapun tahapan pelaksanaan dalam praktik kedokteran telemedicine jenis ini adalah mengumpulkan data
medis yang diperlukan (misalnya, data informasi klinis dan catatan medis pasien) dengan mengisi formulir
demograf dan menyertakan, informasi situs pengarah, nama dokter PCP, dan informasi pasien termasuk riwayat
penyakitnaya serta pertanyaan spesifik lainnya yang ingin ditanyakan kepada spesialis. selanjutnya meneruskan
https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 5/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

ke penyedia perawatan khusus dengan menggunakan e-mail terenkripsi oleh situs presentasi ke spesialis yang

diinginkan. Sebelum data medis pasien dikirim/ditransmisikan ke dokter spesialis (dokter non klinis) guna
dilakukan interpretasi citra medis, maka hal penting yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa selama dalam
tahap proses ini, tidak boleh terjadi kesalahan transmisi karena dapat menyebabkan hilangnya informasi citra
medis pasien dan/atau citra medis tersebut menjadi kurang jelas untuk diinterpretasi. Untuk itu akan pastikan
lebih dahulu bahwa sistem telemedicine dan instrumen medis bekerja dengan tepat. Setelah citra medis
diinterpretasi oleh spesilias selanjutnya hasil interpretasi citra medis tersebut akan dikirim/ditranfer kembali oleh
spesialis dilampiri dengan penjelasannya kepada dokter PCP. Jadi waktu untuk pengiriman gambar citra medis dan
informasi medis lainnya dengan waktu pembacaannya atau interpretasi oleh spesialis tidak dalam waktut yang
bersamaan.
I. TANGGUNG GUGAT RISIKO SECARA PROPORSIONAL DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN
TELEMEDICINE
2. Tanggung Gugat Risiko dalam Aspek Hukum Kedokteran

Pada hakikatnya prinsip tanggung gugat didasarkan atas penghormatan terhadap hak pasien yaitu hak
mendapatkan advokasi, dan perlindungan atas upaya penyelesaian sengkata medis sehingga bisa mendapatkan
kompensasi atau ganti rugi akibat malpraktik dokter. Pengaturan dalam hukum kesehatan tentang hak pasien
untuk menutut pertanggunggugatan dokter diatur dalam undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang
Tenaga Kesehatan
Pasal 58 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa setiap
orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya. Dalam hal kerugian dilakukan oleh Rumah Sakit atau kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan maka terdapat pertanggunggugatan corporate berdasarkan pada Pasal 32, dan
46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Pasal 32 point q. Menyebutkan bahwa, Setiap
pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan
pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara Perdata ataupun pidana. Sedangkan Pasal 46 menetukan
bahwa Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Oleh karena itu, terhadap dokter yang melakukan
kesalahan secara personal ataupun Rumah Sakit yang melakukan malpraktik dibebani pertanggunggugatan resiko
untuk membayar ganti rugi kepada pasien yang dirugikannya. Dalam hal pelimpahan tindakan medis dari tenaga
medis kepada tenaga kesehatan maka sesuai pasal 65 ayat (3) poin c Undang-Undang nomor 36 tahun 2014
tentang tenaga kesehatan disebutkan bahwa pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikannya.
J.H. Niuwenhuis, membagi tanggung gugat atas 3 (tiga) golongan yaitu: [22]
1. Adanya hubungan bawahan dan atasan. Yang menentukan disini adalah kewenangan memberikan perintah
(instruksi) kepada yang lain. Kewenangan ini dapat timbul dari perjanjian kerja, tetapi juga dapat dari hukum
publik (hubungan penguasa dan pegawai negeri).
2. Tanggung gugat tersebut bergantung pada keadaan bahwa perbuatan melanggar hukum itu dilakukan dalam
pelaksanaan tugas oleh bawahan. Pembatasan yang ditentukan pengadilan adalah mensyaratkan harus ada
hubungan antara perbuatan melanggar hukum dan tugas seorang bawahan. Majikan juga tetap bertanggung
https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 6/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

gugat atas perbuatan melanggar hukum oleh bawahannya ketika melaksanakan tugasnya meskipun kenyataan

bahwa majikan dengan tegas telah melarang perbuatan yang bersangkutan atau meskipun perbuatan itu diluar
jam dinas.
3. Untuk tanggung gugat Pasal 1367 ayat (3) disyaratkan adanya perbuatan melanggar hukum dan kesalahan
pihak bawahan.
4. Tanggung gugat tidak bergantung pada suatu pelanggaran norma atau kesalahan oleh majikan. Pihak yang
dirugikan cukup berpegangan pada bukti perbuatan melanggar hukum oleh bawahan, adanya hubungan
atasan-bawahan, dan fakta bahwa tugas bawahan menciptakan kesempatan untuk melakukan perbuatan
melanggar hukum.

Kasus bayi tertukar dapat dijadikan salah satu contoh dari tanggung gugat risiko dalam bidang kedokteran
khusus terkait dengan Pasal 1367 ayat (3) BW.Kontroversi Doktrin Vicarious Liability dalam
Pertanggunggugatan Risiko Dokter dan Rumah Sakit
Melalui ksi hukum tindakan hamba adalah tindakan tuan (master), maka dokterin vicarious liability, let the
master answer   atau dengan nama lain respondead superior menjadi lazim digunakan oleh para hakim untuk
mempertanggunggugatkan majikan atas kesalahan karyawannya. Doktrin ini juga diterapkan dalam hubungan
terapeutik antara dokter dan pasien untuk menyelesaikan kasus gugatan pasien atas malpraktek dokter, perawat
atau Rumah Sakit.[25] Kasus lainnya, Crown  v. Provost (1963). [27]
Demikianpun dengan pendapat W. Page Keeton yang menilai bahwa kebanyakan pengadilan hanya
berlindung di balik frasa “dia yang melakukan tindakan melalui orang lain dianggap melakukan sendiri tindakan
tersebut, seperti dalam pernyataannya bahwa:
“Most courts have made little or no effort to explain the result, and have taken refuge in rather empty
phrases’, such as ‘he who does a thing through another does it himshelf,’ or the endlessly repeated formula
of ‘respondeat superior’, which in itself means nothing more than ‘look to the man higher up.”[29] Frederic
Cunningham[31]serta J.W. Neyers,Prinsip Tanggung Gugat Risiko secara Proporsional

1. Penalaran Berdasarkan Pertimbangan Yuridis

Penalaran berdasarkan pertimbangan yuridis atau sering disebut juga penalaran hukum termasuk bagian
terpenting dalam ilmu hukum, konsep ini sangat menentukan bagaimana hukum diaplikasikan dalam langkah-
langkah praksis hukum. Istilah penalaran hukum dalam kosa kata bahasa Inggris disebut legal reasoning yang
bermakna argumentasi hukum, yakni penalaran tentang hukum. Menurut B. Arief Sidharta, legal reasoning atau
penalaran hukum adalah kegiatan ber kir problematis dari subyek hukum (manusia) sebagai mahkluk individu dan
sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Sekalipun demikian, penalaran hukum tidak mencari penyelesaian ke
ruang-ruang yang terbuka tanpa batas. Ada tuntunan bagi penalaran hukum untuk juga menjamin stabilitas dan
prediktabilitas putusannya dengan mengacu kepada sistem hukum positif. Berdasarkan pandangan ini, dengan
mengutip Heide, B. Arief Sidharta menyebut tipe argumentasi dalam penalaran hukum sebagai “ber kir
problematikal tersistematis” (gesystematiseerd probleemdenken).
Menurut Bahder Johan Nasution, profesi dokter atau dokter gigi merupakan kelompok fungsional yang
bekerja atas dasar profesionalisasinya tetapi secara administratif mereka adalah pegawai Rumah Sakit. Mereka
dalam melakukan tugasnya digaji oleh pemerintah atau pemilik Rumah Sakit untuk keahlian profesionalnya. Atas
dasar hubungan kerja yang demikian, secara hukum perbuatan staf medis adalah tanggung jawab Rumah Sakit.

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 7/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

[34]  Asas proporsionalitas atau disebut dengan istilah “equitability contract” (meminjam istilah Peter Mahmud

Marzuki) harus berunsur justice serta fairness. Makna “equitability” menunjukan suatu hubungan yang setara
(kesetaraan), tidak berat sebelah dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual tersebut pada dasarnya berlangsung
secara proporsional dan wajar. Dengan merujuk pada asas aequitas praestasionis, yaitu asas yang menghendaki
jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Tidak dapat disangkal
bahwa kesamaan para pihak tidak pernah ada. Sebaliknya, para pihak ketika masuk kedalam kontrak berada
dalam keadaan yang tidak sama. Akan tetapi ketidaksamaan tersebut tidak boleh dimanfaatkan  oleh pihak yang
dominan untuk memaksakan kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain. Dalam situasi semacam
inilah asas proporsionalitas bermakna equitability.Menunjukkan suatu komitmen bersama (sebagai maksud itikad
para pihak) yang didorong oleh suatu keinginan kerjasama profesional yang tulus untuk menciptakan hubungan
industrial yang harmonis di sektor kesehatan sehingga terwujud e siensi dalam industri jasa kesehatan nasional.
a. Sifat khusus dari kontrak kerja harus mengadung aturan dan nilai-niai khusus terutama yang paling penting
adalah bahwa “”dokter spesilais atau Rumah sakit sebagai majkan harus berjanji memperlakukan pegawainya
secara adil” dan sebaliknya “dokter atau perawat primer berjanji selaku pegawai untuk mewakili kepentingan
dokter spesilais atau Rumah Sakit sebagai tugas (duty) dari majikan yang harus dilakukan secara cermat
dengan penuh kehati-hatian, serta bekerja dengan itikad baik dan penuh profesional”
b. Majikan menyadari sepenuhnya bahwa sebagai seorang pengusaha ada konsekwensi untuk mengambil risiko
dari adanya keuntungan dan kerugian karena itu ia berdiri di depan keduanya. Sedangkan bagi pegawai karena
berada diantara keduanya (keuntungan dan kerugian) maka ada konsekwensi mendapatkan keuntungan dari
pekerjaannya, sekaligus juga ada risiko kerugian yang terkait dengan itu. 
c. Bahwa dalam rangka menghasilkan kerjasama yang bermanfaat, dan untuk menunjukkan keadilan dari dalam
kontrak, serta keharmonisan hubungan majikan-pegawai, atau keagenan maka .janji ganti rugi harus tersurat
maupun tersirat dimasukkan sebagai klausula yang penting ke dalam kontrak kerja,
d. Penganturan klausul ganti rugi harus dapat menjelaskan karakteristik dari tanggung gugat risiko berdasarkan
doktrin vicarious liability dengan tetap menghormati sepenuhnya asas kebebasan berkontrak
e. Bahwa setiap pengeksklusifan klausul menggantian kerugian akan sangat mungkin jika dianggap sebagai
pembatasan kemampuan kewajiban ganti rugi secara keseluruhan untuk situasi yang dinilai berdasarkan
kedudukan dan kekayaan masing-masing pihak dan menurut kedaaan (vide Pasal 1371 BW). Sebaliknya
apabila  membenarkan adanya pemberian ganti rugi yang tidak wajar akan merupakan beban yang sangat tidak
reasonable bagi pelaku
f. Aspek konseptual dan de nisional tentang tanggung gugat risiko yang didasarkan doktrinal vicarious liability
harus direduksi dari esensi prinsip kepercayaan dalam hubungan atasan-bawahan ataupun keagenan. Tidak
ada pertanggunggugatan vicariuos liability yang komprehensif jika terdapat penyalahgunaan kepercayaan.
Prinsip kepercayaan dalam hubungan individu antara majikan, karyawan maupun dengan pihak ketiga yang
tercipta karena adanya kepentingan dan keparcayaan adalah merupakan dasar dari tanggung gugat yang tidak
seharusnya disalahgunakan atau disalahtempatkan 
g. Inti yang mendasar dari sifat dan efek pelanggaran kontrak adalah dari ada atau tidaknya keinginan untuk
“mengambil tindakan yang sewajarnya guna mencegah kerugian atau yang menyebabkan akibat.” Sebaliknya
“tidak ada janji untuk mengganti kerugian yang disebabkan kelalaian yang disengaja, dilakukan dengan

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 8/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

serampangan atau dengan itikad buruk atau terlalu lalai sehingga mengakibatkan kerugian yang fatal dan atau

karena kecerobohan yang berulang”
viii. Gagal untuk mengawasi pegawai bukanlah alasan pemberian ganti rugi melainkan rasionalitas obyektifnya
adalah lebih kepada kegagalan bertanggung jawab atas pelaksanaan kontraknya sendiri secara personal.
i. Kondisi yang penting (strong condition) yang tercipta dari adanya “sebab” dan “kondisi” (cause and condition)
sebagai yang menjadi proximate cause dapat digunakan untuk menentukan tanggung gugat risiko atas
kerugian. Namun yang lebih penting lagi adalah pada sifat dari risiko dan penyebab intervensi (intervening
cause).
j. Pengadilan harus mengimplementasikan kondisi pengecualian terhadap penerapan tanggung gugat risiko yang
didasarkan doktrinal vicarious liability bilamana:
11.
12.

Prinsip tanggung gugat risiko yang proporisonal ini tidak bermaksud menghapuskan doktrin vicarious
liability melalui adanya syarat kontraktual. Namun sebaliknya, harus dilihat sebagai implementasi dalam konsep
kontraktual subrogasi dan ganti rugi untuk hubungan tertentu antara majikan, pegawai, dan korban yang dirugikan

a.
2.
3.
1.
4. 2. Penalaran Berdasarkan Pertimbangan loso s

Aspek loso s merupakan aspek yang berintikan pada kebenaran dan keadilan. Benyamin C. Zipursky
membagi teori keadilan dalam dua bagian yaitu teori keadilan distributif dan teori keadilan korektif. Keadilan
distributif pada dasarnya memeriksa aspek statik dari keadilan, khususnya negara, sementara keadilan korektif
memeriksa aspek dinamis dari keadilan. Sedangkan menurut Julian Lamont dan Christi Favour, teori keadilan
distributif pada hakikatnya adalah merupakan paham keadilan yang menuntut proporsionalitas hak individu atau
masyarakat terjamin sampai sesuai proporsinya dan satu sama lainnya tidak ada yang dirugikan.[37] Doktrin
tersebut bahkan dapat diperluas untuk perbuatan bawahan yang dilakukan dengan sengaja sepanjang dilakukan
dalam tugas pekerjaannya, tanpa memandang bahwa majikan telah mendeteksi adanya kesalahan tersebut atau
telah mengambil langkah-langkah untuk menghentikan terjadinya kerugian yang lebih besar.[39]
Walaupun terdengar tidak masuk akal namun menurut faham positivis, keputusan-keputusan hukum dapat
dideduksi secara logis dari peraturan-peraturan yang sudah ada lebih dahulu tanpa perlu menunjuk kepada
tujuan-tujuan sosial, kebajikan, serta moralitas, betapapun tidak adil dan terbatasnya bunyi undang-undang yang
ada. Hukum adalah perintah undang-undang dan dari situ kepastian hukum bisa ditegakkan.[41]
Keadilan hukum (legal justice) dalam pendekatan positivisme adalah keadilan berdasarkan hukum dan
perundang-undangan. Hal itu berarti hakim dalam memutuskan perkara hanya berdasarkan hukum positif dan
peraturan perundang-undangan. Dalam menegakkan keadilan ini, hakim atau pengadilan hanya sebagai pelaksana
undang-undang belaka. Hakim tidak perlu mencari sumber-sumber hukum diluar dari hukum tertulis dan hakim
hanya dipandang menerapkan undang-undang pada perkara-perkara konket rasional belaka, dengan kata lain,
hakim sebagai corong undang-undang.
https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 9/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Sistem hukum Indonesia memandang hukum tidak seperti itu. Keadilan hukum (legal justice) tidak harus

hanya berdasarkan pada undang-undang saja karena pada suatu kondisi bisa jadi justru akan menimbulkan
ketidakadilan bagi masyarakat, sebab undang-undang tertulis yang diciptakan mempunyai daya laku terbatas
dimana pada suatu saat daya laku tersebut akan mati seiring dengan terjadinya perubahan-perubahan nilai-nilai
keadilan masyarakat. Berdasarkan keadaan seperti itu maka keadilan moral (moral justice) dan keadilan sosial
(social justice) diterapkan oleh hakim Indonesia dengan suatu kewajiban bagi mereka untuk menggali nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat. (vide Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009) sebagai
implementasi amanat konstitusi Pasal 24 ayat 1 UUD 1945 yang menyebutkan kekuasaan kehakiman merupakan
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Satjipto
Rahardjo berpendapat bahwa didalam hukum terdapat moralitas hal itu dapat dilihat dari adanya asas-asas
hukum yang tidak hanya sekedar merupakan persyaratan adanya suatu sistem hukum tetapi juga merupakan
pengklasifikasian sistem hukum yang mengandung suatu moralitas tertentu.[43] Tanggung gugat risiko yang
dulunya menerapkan doktrin vicarius liability secara murni, kini mulai diterapkan dalam kasus-kasus secara ketat
dan terbatas.
1.
2.
3.
4. Penalaran Berdasarkan Pertimbangan Sosiologis

Sebagaimana ditulis Roscoe Pound, ahli hukum Jellinek menyatakan, jika suatu perintah hukum harus
berlaku dalam perbuatan, maka kegunaan secara sosial psikologis harus terjamin. Roscoe Pound melihat
fenomena bahwa kaidah-kaidah yang diciptakan pengadilan maupun undang-undang, keduanya terus menerus
mengalami kegagalan karena tidak adanya jaminan sosial psikologis sebagaimana dikemukakan Jellinek tersebut.
[45]
Kritik dari para ahli hukum diatas menunjukan bahwa aspek psikologi sosial menentukan kualitas hukum,
termasuk dalam putusan-putusan pengadilan, untuk terwujudnya efektifas hukum karena dukungan masyarakat.
Kenyataan tersebut menunjukan bahwa dunia sedang terus berubah di mana paradigma ilmu hukum murni yang
menolak sosiologi dan disiplin ilmu lainnya makin tidak relevan lagi. Hukum memang dibentuk oleh dan untuk
masyarakat sehingga hukum tak akan mampu berdiri sendiri tanpa faktor-faktor sosiologis. Di Barat sendiri juga
terus terjadi perubahan yang tak terelakan, paradigma legalistik barat klasik tersebut telah diubah di Amerika
Serikat sejak tahun 1950-an di masa reformasi peradilannya. Hakim Agung Holmes, Cordozo, Llewellyn, Frank,
Gray dan lain-lain. menjadi pelopor dalam paradigma social justice di masa itu.[47] Tanggung gugat untuk
membayar ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum karyawan yang selama ini dipandang adil jika dibayarkan
oleh majikannya, ternyata mulai mengalami perubahan karena tidak selalu dianggap adil. Dalam praktik
kehidupan sehari-hari mulai banyak dijumpai perilaku majikan dan bawahan yang menghendaki
pertanggunggugatan secara proporsional dalam kontrak (tertulis mupun tidak tertulis) yang tercermin dalam
hubungan kerja antara mereka.
1. Liabilitas Praktisi Kedokteran Telemedicine berdasarkan Keadilan Interaktif (Interactive Justice)
sebagai Prinsip Tanggung Gugat Risiko secara Proporsional.

Untuk menentukan bentuk pertanggunggugatan dalam praktik kedokteran telemedicine secara


proporsional terhadap Rumah Sakit, dokter spesialis, sub spesialis dan dokter perawatan primer/ PCP (primary
care physician), termasuk perawat praktisi atau asisten dokter yang bertindak sebagai perawat primer pasien

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 10/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

(dalam hal ini disebut dengan praktisi kedokteran telemedicine), maka diperlukan sebuah teori yang dapat

menentukan sejauh mana liabilitas praktisi kedokteran telemedicine tersebut dalam hal bilamana mereka
melakukan perbuatan melanggar hukum yang merugikan pasien. Mengingat karena hal tersebut terkait dengan
kewajiban bertanggung gugat untuk mengganti kerugian. maka menurut penulis sangat memiliki relevansi dengan
teori interactive justice.
Menurut Richrad Wright, bahwa teori interactive justice adalah teori tentang pertanggungjawaban
hukum (legal responsibility) terhadap setiap tindakan interaktif antar manusia sebagai konsekuensi hukum, karena
adanya penghargaan yang sama terhadap kebebasan eksternal (right to equal external) setiap orang.
Sebagaimana pendapat tersebut penulis kutip berikut ini:
“It is generally assumed that the basic purpose of law is or should be the implementation of justice: the
creation and maintenance of those conditions that are properly specifiable bay law for the flourishing and
fulfillment of each person in the community as a free and equal rational being. This flourishing depends upon
the promotion of each person’s equal freedom, which has an internal aspect and an external aspect. The
internal aspect, which law cannot and should not attempt to control, is a matter of personal virtue-one’s
shoping and living one’s life by choosing and acting in accordance with the morally proper ands. The external
aspect, which is the proper concern of justice and law, is one’s practical exersice of one’s freedom in the
external world, which must be consistent which the equal external freedom of every other person. As Kant
put in his supreme principle of right: [S] a act externally that the free use of your choice can coexist with
the freedom of everyone in accordance with a universal law.” [49] Richard Wright melihat bahwa
keberadaan kompensasi memainkan peranan penting dalam interactive justice untuk melindungi setiap orang
dari ‘harmful interaction’ yang umum diterapkan dalam perbuatan melanggar hukum (tort law) dan hukum
kontrak serta hukum perdata pada umumnya. Pada esensinya, Richard Wright berpendapat bahwa
tanggung jawab hukum dalam pidana dan perdata adalah sama yakni memberikan sanksi terhadap pihak
yang melakukan ‘harmful interaction’. Jika dalam perdata diistilahkan dengan ‘private wrongs’ yang
melanggar kontrak dan property seseorang sedangkan dalam pidana ‘public wrongs’ bentuknya adalah
terhadap martabat (dignity), norma masyarakat dan ketertiban umum (publik peace and order).Tanggung
jawab sebelum terjadinya suatu kejadian dan

a. Tanggung jawab setelah terjadiya suatu kejadian

Tanggung jawab sebelum kejadian (ex-ante liability) adalah tanggung jawab mematuhi semua undang-
undang dan/atau regulasi dalam rangka memberikan sesuatu yang layak kepada publik (contoh: safety regulation,
standar laik dagang/standard merhantability, standar layanan/quality of service, dan penerapan prinsip-prinsip tata
kelola yang baik terhadap penyelenggaraan sesuatu profesi). Sedangkan tentang tanggung jawab hukum setelah
kejadian (ex post liability) adalah kewajiban untuk memulihkan keadaan pihak yang dirugikan ke keadaan semula.
Pertanggungjawaban karena risiko merupakan kebalikan dari pada pertanggungjawaban karena
kesalahan. Pada kesalahan dicari hubungan sebab akibat yang kuat sementara risiko titik sentralnya adalah
mengatasi kerugian dengan menaikan standar kehati-hatian, kecuali terhadap risiko yang tidak dapat diperkirakan.
Oleh karena itu, standar profesi kedokteran maupun standar sistem penyelenggaraan sebuah Rumah Sakit
penyelenggara praktik kedokteran telemedicine perlu dibuat secara baik, upaya-upaya untuk mencegah
kemungkinan terjadinya kesalahan demi diminimalisasi risiko (risk manajement) atau potensi risiko maka
dibutuhkan jaminan pelayanan kesehatan kepada publik secara aman dan berkualitas. Aspek pertanggungjwaban
hukum harus menjadi perhatian utama dari praktisi kedokteran telemedicine.

V  PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Karakteristik telemedicine dalam praktik kedokteran membentuk konvergensi hukum telematika yang
dipadukan dengan hukum kesehatan. Kolaborasi kedua bidang ilmu ini membuat praktik kedokteran

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 11/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

telemedicine mengalami keterpaduan dengan kaidah-kaidah sains teknologi komunikasi informasi dan ilmu

kedokteran yang inovatif. Perkembangan tersebut  membawa perubahan yang memunculkan nilai-nilai baru
dalam hubungan terapeutik dimana memungkinkan hubungan terapeutik dilakukan tanpa bertemuan dokter
spesialis dan pasien. Hal ini berkonsekuensi hukum terhadap pertanggng gugatan dokter bilamana terjadi
malraktik medis akibat pelimpahan kewenangan yang dilakukan berdasarkan prinsip delegasi maupun
mandat. 
2. Hubungan hukum dalam praktik kedokteran telemedicine adalah hubungan kerja yang didasarkan pada
hubungan kontraktual maupun karena undang-undang. Pelimpahan tindakan medis dapat dilakukan oleh
dokter spesialis sebagai pihak pemberi kuasa kepada dokter primer sebagai pihak penerima kuasa.
Begitupun dalam konteks hubungan kerja antara Rumah Sakit dengan tenaga kesehatanny prinsip tanggung
gugat resiko (risico aanspraklijkheid) berdasarkan doktrin vicarious liability. Dasar hukumnya adalah Pasal
1367 ayat (3) B.W. dan Pasal 46 Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Pada praktiknya
hal ini menimbukan kontroversi dan ketidakadilan. Sehingga dalam penerapannya, hakim berkewajiban
menggali nilai-nilai keadilan dan hukum yang hidup dalam masyarakat (vide Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009).
3. Prinsip tanggung gugat resiko dalam praktik kedokteran telemedicine secara proporsional menunjuk pada
tanggung gugat profesional antar praktisi kedokteran telemedicine. Legitimasi teoritiknya didasarkan pada
hubungan profesional (profesional relationship) dalam pelimpahan tindakan medis yang berpedoman pada
kode etik, standar profesi, dan standar pelayanan, serta standar prosedur operasional. Sehingga konsekuansi
tanggung gugatnya tidak serta merta hanya didasarkan pada kesalahan dokter primer (primary care dokter/
PCP) atau perawat primer selaku bawahan sebagaimana maksud doktrin vicarious liability. Nomenklatur
“proporsional” dalam tanggung gugat resiko bermakna sebagai distribusi hak dan kewajiban para
profesional sesuai proporsi kesalahan masing-masing pihak didasarkan pada nilai-nilai kesetaraan
(equitability), kelayakan dan kepatutan (fair and reasionableness). Akuntabilitasnya berdasarkan pada sudut
pandang keadilan interaktif (interactive justice) yang didasarkan pada nilai-nilai keahlian profesi, kehati-hatian
atau kecermatan, tanggung jawab, dan kesejawatan serta keinginan berbuat baik demi kesembuhan pasien
(doing good).
B. Saran
3. Perlu dibuat standarisasi teknologi sistem elektronik telemedicine dan standarisasi pendidikan nasional
kedokteran telemedicine. Selain itu juga, perlu disusun standar prosedur operasional, standar praktik dan
standar kompetensi tenaga kesehatan, termasuk kemampuan sumber daya praktisi kedokteran telemedicine
dibidang forensic information technology/FIT (computer forensic).
4. Perlu dibuat kontrak kerja secara komprehensif terutama yang mengatur tentang tanggung gugat resiko yang
proporsional sebagai suatu bentuk tata kelola praktik kedokteran telemedicine yang baik. Hakim hendaknya
memiliki pengetahuan tentang praktik kedokteran dimaksud dan memiliki kepekaan untuk menyerap nilai-nilai,
dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dalam menerapkan Pasal 1367 ayat (3) BW. dan Pasal 46
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tenang Rumah Sakit
5. Perlu kebijakan legislasi sebagai bentuk tanggung jawab Negara (legal paternalism)  untuk mengatur,
melindungi dan memberikan pemenuhan atas hak-hak warga negara atas implikasi hukum dari medicolegal
https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 12/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

telemedicine. Peraturan dimaksud khususnya untuk memberikan kepastian hukum tentang



pertanggunggugatan dan kepatuhan hukum (legal complience) praktisi telemedicine dan/atau Rumah Sakit
sebagai penyelenggara sistem elektronik telemedicine dengan mengadopsi prinsip-prinsip penerapan yang
terbaik (best practices and good practice)  dan pemeriksaan hukum (legal audit), serta prinsip-prinsip umum
praktik kedokteran telemedicine internasional (general principles).

[2] Ibid, hlm.1

[4] Danrivanto Budhijanto, Hukum Telekomunikasi Penyiaran dan Teknologi Informasi Regulasi

dan Konvergen,Refika Aditama, Bandung,2010, hlm 1

[6] Gorea RK, (ed), “Legal aspects of telemedicine: Telemedical jurisprudence”, Journal of Punjab Academy of
Forensic Medicine & Toxicology,2005, Volume : 5, ISSN: 0972-5687. p. 3

[8] Kajian terhadap ‘legal issues,” lihat Joanne Banker Hames dan Yvone Ekern, Legal Research, Analysis,
and Writing, An Integrated Approach, Pearson Prentice Hall, New Jersey, 2006, hlm. 43.

[10] Terry Hutchinson, Op cit, p.32

[12] Agus Purwadianto, Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan Dan Globalisasi, “Praktisi

Medis Siap Bersaing dalam Masyarakat ASEAN.” Dalam Majalah Masyarakat ASEAN, Media Publikasi Direktorat
Kerja Sama ASEAN Kementrian Luar Negeri, Edisi 6, Desember 2014, hlm 65

[14] Ibid

[16] Wawancara dengan Anggraini dan M. Puguh Arifianto, Radiologists dan Operator/Provider Sistem

Elektronik R.S. Husada Utama, Kamis, 9 Februari 2012, jam 15.00-16.00 WIB

[18] Wawancara dengan Hisal Saragih, Kepala Bagian Hukum dan Organisasi RSUPN Dr. Cipto

Mangunkusomo, Selasa, 29 Oktober 2013, jam 09.00-10.00 WIB

[20] Authorization and Consent to Participate in a Telemedicine Consultation, Anthem Blue Cross Partnership

Plan. Independent licensees of the Blue Cross Association. ® ANTHEM is a registered trademark. ® The Blue Cross
name and symbol are registered marks of the Blue Cross Association. 0108 CAW2085 02/23/0

[22] Djasadin Saragih, Op cit, , hlm 118

[24] Kasus Vincent McDonald vs Aliquippa Hospital (1992), Dalam Ann Helm, Op cit, hlm 166. Lihat juga

Kasus Ward v. Gordon, 999 F.2d 1399 (9th Cir 1993) dan Alexander v. Mount Sinai Hospital Med. Ctr, 484 F. 3d

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 13/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

889 (7th Cir 2007), serta Karas v. Jackson, 582 F.Supp, 43 (ED.Pa. 1983), Dalam Marcia M. Boumil dan Paula A.

Hattis, Op cit, hlm 213

[26] Ibid, hlm 14

[28] W. Page Keeton et al dalam Henry Campbell Black, Op cit, h 1338

[30] Frederic Cunningham, “Respondeat Superior In Admiralty” (1905-06) 19 Harv. L. Rev. 445 at 445

[32] J.W. Neyers, “A Theory Of Vicarious Liability” dalam www.ucc.ie/law, diakses 21-10 2013

[34] Agus Yudha Hernoko, Op cit, hlm 89

[36] Julian Lamont dan Christi Favour, Distributive Justice, The Stanford Encyclopedia of Philosopy, (full

2008 Edition) Dalam Muhammad Yusuf, Eksistensi Kejaksaan Sebagai Pengacara Negara, Disertasi, Malang
2014

[38]PandanganMahkamah Agung Inggris dalam kasus Lister v Hesley Hall Ltd (1979) mendapat banyak

komentar, Sebagaimana ditulis olehPaula Giliker, Vicarious Liability in Tort: A Comparative Perspective, Cambridge
Studies in International and Comparative Law (No. 69), Cambridge University Press, Hlm 2 Dalam www.
cambridge.org, diakses tanggal 23 Oktober 2014, Hlm 3

[40] Prija Djatmika, “Problem Menegakkan Substantif”, Harian Jawa Pos, Rabu 10 Desember 2008, Hlm 4

[42] Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Alumni, Bandung, 1986, hlm 91-92

[44] Roscoe Pound, The Task of Law, Terjemahan Muhammad Radjab, Bharata, Jakarta, 1965, Hlm 76-

77

[46] Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (penyebab dan Solusi) Cipta Karya, Bandung,

2002, Hlm 478

[48] Richard W. Wright, Grounds And Extent of Legal Responsibility, Law Review: 40 San Diego L.

Rev 14252003, Dalam Edmon Makarim, Op cit, hlm 189

[50] Ibid,

 Tagged THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 14/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

 PERANAN MASYAR…
 Upacara Bendera Hari…

RELATED POSTS

FIR (Flight Information Region) Di Wilayah Udara Indonesia


 28 April 2015  FHukum CMSMaster

DAMPAK PERJANJIAN INDONESIA-RUSIA TENTANG KERJASAMA DI BIDANG SARANA PELUNCURAN


PESAWAT RUANG ANGKASA DAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI WARGA NEGARA INDONESIA
 6 May 2015  FHukum CMSMaster

Filsafat Hukum Dan HAM Internasional


 6 May 2015  FHukum CMSMaster

POSTING TERKINI

 Yudisium Periode II Tahun 2020 Fakultas Hukum Universitas Pattimura

 LBHKH Fakultas Hukum Laksanakan Pelatihan Paralegal Tingkat Dasar Dan Pelatihan Pembentukan Produk
Hukum Daerah.

 Dr. Andress Deny Bakarbessy, S.H., LL.M. dan Marselo Valentino Geovani Pariela , S.H., M.H. terpilih Menjadi
Ketua dan Sekretaris Senat Periode 2020-2023

 Kerjasama Pengawasan Potensi Pelanggaran Kekayaan Intelektual

 Pelantikan Para Ketua Dan Sekretaris Bagian Dalam Lingkungan Fakultas Hukum Periode 2020-2024

ARSIP

Select Month

KALENDER FH UNPATTI

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 15/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Hari ini Senin, 14 Desember


a s, ese be
Cuti Bersama (Malam Natal)
Jumat, 25 Desember
Hari Natal
Senin, 28 Desember
Cuti Bersama
Selasa, 29 Desember
Cuti Bersama
Rabu, 30 Desember
Cuti Bersama
Kamis, 31 Desember
Cuti Bersama
Malam Tahun Baru
Jumat, 1 Januari 2021
Hari Tahun Baru
M ilk i 1/15 Lih t l i
Jadwal acara ditampilkan dalam zona waktu: Waktu Indonesia Timur

Berita Terkini 12-12-2020 09:33

Kesembuhan Kumulatif COVID-19 Mencapai 496.886 Orang


GTPP Covid-19

Berita Terkini 11-12-2020 08:09

Testing Covid-19 Per Desember 2020 Mencapai 95,35 Persen


GTPP Covid-19

Berita Terkini 10-12-2020 20:04

Total Pasien Sembuh Sudah Berjumlah 491.975 Orang


GTPP Covid-19

Berita Terkini 10-12-2020 18:07

Satgas Covid-19: Jaga Kondusifitas Sampai Pilkada Selesai


GTPP Covid-19

Berita Terkini 10-12-2020 07:08

Kesembuhan Harian di Yogyakarta Meningkat


GTPP Covid-19

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 16/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

KONTAK

Fakultas Hukum Universitas Pattimura


Kampus UNPATTI Poka, Jalan Ir. M. Putuhena, Ambon, Maluku 97233
T. 62.911.382 5203
F. 62.911.382 5204
E. fhukum.unpatti@gmail.com

Ciptaan disebarluaskan di bawah


Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional.

PROFIL UNPATTI

Pro l Universitas Patti…


Patti…

00:00 10:29

FH MOBILE ANDROID

TAUTAN

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 17/18
12/14/2020 THE PRINCIPLES OF LIABILITY ON TELEMEDICINE PRACTICES - Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Hak Cipta © 2020 | Fakultas Hukum | Universitas Pattimura | Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-
NonKomersial-BerbagiSerupa 4.0 Internasional. | Theme: HamroClass by Themecentury.
Home

https://fhukum.unpatti.ac.id/the-principles-of-liability-on-telemedicine-practices/ 18/18

You might also like