Professional Documents
Culture Documents
Analisis Produksi Dan Pemasaran Gambir Di Sumbar
Analisis Produksi Dan Pemasaran Gambir Di Sumbar
RONI AFRIZAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini
perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
Roni Afrizal
NRP. H353070091
ABSTRACT
RONI AFRIZAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS
(Dosen Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
Ketua Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
RONI AFRIZAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini
perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
Roni Afrizal
NRP. H353070091
ABSTRACT
RONI AFRIZAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS
(Dosen Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
Ketua Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto,
MEc dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku Komisi Pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang
sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi
Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Prof. Dr. Ir.
Kuntjoro sebagai Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan
Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan bagi
3. Seluruh staf Mayor EPN, Mba Ruby, Mba Yani, Mba Aam, Ibu Kokom, Ibu
Siti dan Pak Husen yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk
serta keluarga besar Mess Universitas Andalas di Bogor, Edi Syafri dan
besar Mas Sugiman di Solok Bio-bio Harau dan keluarga besar Uda Bakar di
6. Istriku Resa Yulita dan yang tersayang anakku Atikah dan Hafizh.
Teman-teman EPN angkatan 2007, Dian, Mba Wiwiek, Mba Desi, Wanti,
Mba Asri, Fitri, Mba Ries, Mas Ambar, Mas Fer, Pak Narta, Pak Zul, Pak
Suryadi, Pak Adi, Non Dewi dan Uni Aida untuk kebersamaan selama
perkuliahan dan proses penulisan tesis ini, juga pada pihak-pihak lain yang
namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak
memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB.
pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Roni Afrizal
RIWAYAT HIDUP
Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 April 1977 dari Ayah M. Husnan
Tahun 1996 lulus dari SMA Negeri 1 Luhak dan diterima sebagai
melanjutkan studi S2 tahun 2007 pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu
Andalas sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang. Mata kuliah yang pernah
Yulita binti Emris Jakfar dan telah dikaruniai dua orang anak, Atikah
Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................. xvi
I. PENDAHULUAN………………….…………………….…..…..… 1
xiv
Halaman
6.1.1. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Gambir............................................................................... 88
6.1.2. Pengujian Fungsi Produksi Gambir.................................. 93
6.1.3. Analisis Efisiensi Alokatif Produksi Gambir.................... 103
6.2. Analisis Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota..... 106
6.2.1. Struktur Pasar Gambir....................................................... 106
6.2.1.1. Jumlah Partisipan dan Derajat Konsentrasi Pasar 106
6.2.1.2. Hambatan Keluar Masuk Pasar............................ 109
6.2.1.3. Kondisi dan Keadaan Produk............................... 110
6.2.1.4. Lembaga Pemasaran............................................. 111
6.2.2. Perilaku Pasar Gambir....................................................... 125
6.2.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan........................ 125
6.2.2.2. Proses Pembentukan Harga.................................. 128
6.2.2.3. Kerjasama Antarlembaga Pemasaran................... 130
6.2.3. Kinerja Pasar Gambir........................................................ 131
6.2.3.1. Bagian Harga yang Diterima Petani..................... 131
6.2.3.2. Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi
Harga.................................................................... 133
6.3. Implikasi Kebijakan.................................................................... 139
LAMPIRAN....................................................................................... 150
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
18. Tingkat Hubungan Integrasi Pasar dalam Analisis Korelasi .... 137
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xix
I. PENDAHULUAN
merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas
rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama
provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera
Barat, disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di
provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera
Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al.
mata pencaharian bagi lebih kurang 125 000 kepala keluarga petani atau sekitar
Luas areal dan produksi gambir di Sumatera Barat (Sumbar) menurut data
Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar, untuk tahun 2005 adalah 19 658 hektar
dengan produksi total mencapai 13 249 ton. Daerah penghasil utama tanaman ini
adalah Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat 11 daerah tingkat dua, dari 19
kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumbar, yang memproduksi gambir.
tahun 2002. Menurut Dinas Perkebunan Sumbar hal ini disebabkan banyaknya
lahan baru untuk penanaman gambir pada tahun 2002 namun mengalami
kegagalan, sehingga luas areal tanaman gambir mengalami penurunan pada tahun
2003 (Gambar 1). Sedangkan dari Gambar 2, terlihat bahwa produksi gambir
Hektar
24000
21812
22000
19427 19457 19851,75 19121 19350
20000
18000 16811
16000
16145
14000
13749,75 13156
12000 13286 13306 13261
12612
10000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Tahun 2006 produksi gambir Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai 9 181
ton atau naik 4.08 persen dari tahun 2005 dengan luas areal tanam gambir
mencapai 13 156 ha. Luas areal perkebunan gambir di Kabupaten Lima Puluh
Kota pada tahun 2007 mencapai 13 261 ha atau 68.53 persen dari total luas areal
perkebunan gambir Sumatera Barat. Pada tahun yang sama, dari total produksi
3
gambir Sumbar yang mencapai 13 115 ton, sekitar 70.45 persennya atau sebanyak
Ton
14000
13000
13249 13115
12000 12973
12346 12436
11000
10000 10584 10729
9000
9181 9240
8000 8821
8505 8444 8443 8451
7000
6000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambir yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagai salah satu daerah
tingkat dua penghasil gambir yang ada di Sumbar, memiliki karakteristik yang
relatif sama dengan gambir yang diproduksi di daerah tingkat dua lainnya.
Karakteristik yang dimaksud meliputi produk, pola usahatani yang dilakukan oleh
perkebunan rakyat, yang tahap proses produksinya mulai dari budidaya dan
tingginya variasi gambir kering yang dihasilkan petani, bervariasi dari segi bentuk
Produk gambir yang dijual petani masih dalam bentuk gambir mentah
karena belum memiliki standar kualitas yang jelas, baik standar menurut pasar
atau pun standar menurut orientasi kegunaan dan pemakaiannya. Belum ada
satu komoditas perkebunan rakyat yang menjadi produk andalan Kabupaten Lima
Puluh Kota dan sekaligus sebagai daerah sentra produksi untuk Sumbar, namun
industri gambir masih tergolong dalam industri rumahtangga yang dikelola secara
Kota khususnya, masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan
pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Sejalan dengan berkembangnya jenis-
jenis barang industri yang memerlukan bahan baku dari gambir, maka kebutuhan
akan gambir dalam industri akan semakin meningkat pula. Sebagai contoh, India
Berdasarkan data ekspor impor Sumbar untuk tahun 2006 dan 2007, ekspor
gambir kering dari pelabuhan Teluk Bayur berturut-turut mencapai 36 003 ton
dan 471 000 ton dengan nilai transaksi USD 48 738 dan USD 829 565 (BPS,
2008d). Ini belum termasuk jumlah produksi gambir asal Sumatera Barat yang di
berarti, baik bagi daerah maupun bagi petaninya sendiri. Nazir (2000),
mengemukakan bahwa sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi
ekonomi budaya. Hal ini terlihat jelas dari cara bercocok tanam petani yang masih
tradisional, jenis dan mutu produk tidak banyak mengalami perubahan dari waktu
ke waktu. Agar produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat
di lapangan.
Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar
(ton/ha )
0,750
0,702
0,674
0,700
0,723
0,674 0,635 0,642
0,650 0,618
0,550
0,523
0,500
0,505 0,478
0,450
0,400
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Ta hun
Sumber: BPS, Diolah dari Data Produksi Gambir Tahun 1996 – 2007
Gambar 3. Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 1996 –
2007
6
yang diolah dari data BPS dari tahun 1996 – 2007. Produktivitas gambir daerah
ini masih dibawah rata-rata produktivitas yang seharusnya, seperti hasil penelitian
kering mencapai 0.75 ton per hektar untuk petani yang memanen kurang dari 3
kali setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gambir di daerah ini masih
Salah satu indikator dari efisiensi adalah respon jumlah produksi terhadap
produksi yang digunakan, maka kegiatan produksi yang demikian akan menuju
pada produksi yang efisien, begitu juga sebaliknya. Dari permasalahan di atas
Perkembangan areal tanam dan produksi gambir telah menarik banyak pihak
petani belum memiliki standar yang jelas. Hal ini akan mempengaruhi proses
petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga. Seberapa besar
dampak harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran gambir, sangat tergantung
7
menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani produsen. Pola pemasaran yang
yang ada sekarang adalah melalui pedagang pengumpul, pedagang besar dan
eksportir, merupakan pola pemasaran gambir yang secara tradisional masih tetap
Daya tawar petani juga cenderung rendah karena jumlah petani sangat
banyak dan tersebar di berbagai wilayah, belum adanya koordinasi dan kerjasama
gambir yang jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai
distribusi yang jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku gambir,
ditambah lagi dengan masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di
atas. Petani tidak akan menjadi penentu harga. Perilaku harga akan cenderung
dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran gambir yang jumlahnya
jauh lebih sedikit. Hal tersebut mengindikasi bahwa pasar gambir bersifat
oligopsoni. Selama ini hasil panen hanya ditampung oleh pedagang besar atau
pasar luar negeri. Saluran pemasaran gambir yang terbentuk cenderung dikuasai
gambir bisa berubah dengan cepat dan cenderung fluktuatif yang menimbulkan
ketidakpastian bagi petani. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang muncul yang
perlu dijawab adalah bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir,
partisipan dalam pasar gambir serta pengaruhnya pada kinerja pasar gambir akan
sebagai berikut:
Puluh Kota, bagaimana tingkat keterpaduan pasar gambir dan apakah kegiatan
di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek
9
komoditas pertanian (off farm) yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem
harga gambir yang merupakan sinyal bagi produsen dan konsumen. Sehingga
dengan adanya penelitian ini diperoleh informasi mengenai keragaan produksi dan
gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara spesifik tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
usahatani perkebunan rakyat mulai dari on farm sampai off farm dan
10
perilaku partisipan yang dibandingkan dengan kinerja pasar yang terjadi, akan
mengelola dan memperbaiki pasar gambir sebagai satu kesatuan dalam sistem
yang utuh, mulai dari sisi petani produsen serta dari sisi pemasaran gambir
menggunakan regresi linear berganda dan dilanjutkan dengan uji efisiensi alokatif.
penelitian yang ingin dibuktikan atau dicari hubungannya. Harga input dan harga
output yang digunakan dalam analisis adalah harga yang berlaku pada saat
dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah gambir yang telah melalui proses
produksi gambir seutuhnya yang langsung dihasilkan dari tanaman gambir. Nilai
variabel yang diuji telah disetarakan untuk satu tahun produksi, karena pada saat
untuk satu tahun sehingga biaya yang tidak dikeluarkan dalam tahun tersebut tidak
produksi gambir lebih dari 20 tahun, sedangkan gambaran produksi gambir dari
waktu, serta tujuan penelitian yang berbeda, tapi menyimpulkan hal yang sama
sebagai daerah sampel yang dipilih secara sengaja karena merupakan desa sentra
yang dilakukan oleh Ermiati (2004), juga mengambil satu desa sebagai sampel
yaitu Desa Solok Bio-bio di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota.
keduanya adalah: (1) adopsi teknologi yang dilakukan petani masih rendah, (2)
usahatani yang dilakukan petani tergolong tidak intensif, (3) kegiatan pemupukan
dan pemberantasan hama dan penyakit belum pernah dilakukan, (4) pemeliharaan
alih teknologi sulit dilakukan, dan (8) biaya usahatani yang terbesar adalah biaya
relatif sama dengan yang disimpulkan oleh Yuhono dan Ermiati. Bahwa walaupun
gambir termasuk salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pakpak Bharat, tetapi
prospek yang baik terhadap permintaan gambir di dalam maupun di luar negeri
belum disertai dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini
tiga kecamatan sebagai daerah studi yang ditetapkan secara sengaja yaitu
Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kerajaan dan Tinada. Hal yang berdeda dalam
usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat adalah, produk yang dijual oleh petani di
daerah ini selain dalam bentuk gambir kering, juga dalam bentuk daun dan ranting
muda (tanpa pengolahan) dan getah basah (bubur gambir yang belum dicetak dan
dikeringkan). Hasil analisis pendapatan dari ketiga bentuk output yang dijual
umum belum diusahakan secara intensif tetapi tetap menguntungkan serta layak
usahatani gambir Rp 9 763 523, Internal Rate of Return (IRR) 57 persen dengan
14
discount factor 15 persen. Titik impas investasi (Break Even Point/BEP) 3.27
tahun dengan nilai investasi Rp 3 282 500 per hektar serta nilai R/C
(Revenue/Cost Ratio) 1.61 (Ermiati, 2004). Yuhono (2004), yang juga melakukan
penelitian usahatani gambir memperoleh R/C rasio 1.69 terhadap biaya total dan
2.11 terhadap biaya tunai, serta margin harga yang diterima petani sebesar 67
untuk diusahakan, dengan perolehan pendapatan bersih petani Rp 11 476 200 jika
panen dalam bentuk daun dan ranting muda, Rp 14 073 200 untuk output getah
basah, serta Rp 15 129 200 untuk menjual dalam bentuk gambir kering.
yang konsisten dengan hasil analisis fungsi keuntungan translog, bahwa kondisi
usaha dan produksi salak pondoh adalah increasing return to scale, artinya
faktor produksi. Pengusahaan dalam skala lebih dari seribu rumpun lebih efisien
dan produksi di Desa Girikerto dan Wonokerto lebih efisien dibandingkan dua
desa lainnya.
15
Lampung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yang mencakup tiga kabupaten
Produksi kakao rakyat sangat dipengaruhi oleh input tenaga kerja, pupuk kandang,
pestisida, luas lahan, jumlah dan umur tanaman kakao, serta penggunaan klon
input produksi dapat meningkatkan produksi kakao rakyat dengan proporsi yang
sama yang ditunjukkan oleh ekonomi skala usaha yang cenderung pada kondisi
(Harsoyo, 1999), kakao (Slameto, 2003; Sahara et al. 2006), sawit (Hasiholan,
2005), lada (Sahara et al. 2004; Sahara dan Sahardi, 2005), (2) lima penelitian
merah (Sukiyono, 2005), ubi kayu (Asnawi, 2003), bawang merah (Suciaty,
2004), padi (Jauhari, 1999; Sahara dan Idris, 2005), melon (Yekti, 2004), dan (3)
dari sebelas penelitian tersebut hanya satu penelitian yang memakai pendekatan
yang terbentuk pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran
tiga macam output gambir (daun/ranting muda, bubur gambir dan gambir kering)
sudah cukup seimbang dan efisien, sedangkan bagian harga yang diterima petani
juga lebih dari 75 persen. Yuhono dengan menggunakan pendekatan yang sama,
serta saluran pemasaran gambir sudah efisien, akan tetapi semuanya belum tentu
tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta
elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan
17
petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis
bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen.
pemasaran jambu mete dengan daerah sampel dua kecamatan di Kabupaten Buton
SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang
gelondongan maupun kacang mete masih panjang dan melibatkan banyak pelaku
mutu super dengan non super masih terjadi di pasar kacang mete. Keuntungan
pemasaran sebagian besar masih dinikmati oleh pedagang. Farmer’s share belum
adil jika ditinjau dari aspek resiko karena resiko paling besar ditanggung petani.
Jika ditinjau dari hasil analisis keterpaduan pasar kacang mete, dominasi
harga.
18
pedagang gaharu (kota) adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah
gaharu.
struktur pasar cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar cenderung
terjadi transaksi pada pedagang yang sama. Harga ditentukan pedagang dan belum
dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik
dimana hubungan antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (eksportir)
kurang padu, sehingga harga yang terjadi tidak ditransmisikan secara sempurna ke
petani dan saluran pemasaran yang efisien adalah petani - pedagang pengumpul
Harsoyo (1999) dan kakao yang diteliti oleh Slameto (2003). Seperti halnya
dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana struktur pasar dan mekanisme
itu penggabungan analisis kedua aspek (produksi dan pemasaran) dalam satu
kajian, bertujuan agar dapat memberikan alternatif solusi yang lebih menyeluruh
menyangkut semua partisipan dalam pasar, mulai dari petani, lembaga pemasaran
dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi
penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut
dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3)
variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data cross section
akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi
keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih
produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat
yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil
pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga
produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga
kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada
validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap
variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi
asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda,
tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa
tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan
komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu
fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor
produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per
satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
dimana:
Q = Output atau produksi
X1, X2, X3, ...Xn = Input tidak tetap ke-1, 2, 3, ..., n
23
keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan
dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan
Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu
mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan
dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga
tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada
menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu
barang-barang lainnya.
sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar
(efisiensi alokasi).
hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang
produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya,
efisiensi harga.
bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor
produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat
tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga
dengan harganya.
Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi
demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi
produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu
mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah
yang dirancang secara khusus untuk memperoleh data bagi pendugaan fungsi
27
produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan
ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam
analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2)
sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih
beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang
hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai,
yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya
a1 a2 a
Y = ax x
0 1 2
,..., x n n .................................................(2)
dimana:
terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel
yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang
biasanya adalah dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh
28
berikut:
ln Y = ln a0 + a1 ln x1 + a2 ln x2 + ... + an ln xn + ε ...……..(3)
dimana:
ln = Logaritma natural
ε = Error term atau disturbance term
produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah
lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara
analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi
tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk
kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya
dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah
dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil
hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin
nilai produk marjinal suatu input (NPMx) dengan harga inputnya (Px).
Kegiatan produksi dan pemasaran seperti dua sisi mata uang. Upaya
oleh kegiatan pemasaran yang baik, karena kedua kegiatan ini merupakan satu
kesatuan yang berkaitan dan saling memperkuat. Hasil akhir dari suatu proses
efisien, akan memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1)
perdagangan domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara efektif dan
meninggalkan titik awal produksi. Hal ini disebut dengan pendekatan gerbang
semua bentuk kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan
jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua
produk dan jasa tersebut di tangan konsumen. Sedangkan Dahl dan Hammond
dibutuhkan konsumen.
31
yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), yaitu sebagai semua kegiatan
bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang terlibat
dalam arus komoditas gambir, mulai dari titik awal produksi/petani produsen
mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta atau dibutuhkan oleh
konsumen. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan
tempat dan pasar. Hal tersebut di atas akan mempengaruhi penawaran dan
harga yang dibayar konsumen atau hubungan antar tingkat pasar, akan erat
sekali. Keadaan ini merupakan salah satu cermin dari sistem pemasaran yang
efisien.
Sinyal harga menjadi pesan dari konsumen kepada produsen. Bila suatu
produk atau mutu tertentu dari suatu produk sangat dibutuhkan oleh
konsumen, maka harganya menjadi relatif lebih tinggi. Sinyal harga ini
sampai ke produsen dan mendorong respon yang dikehendaki yaitu: (1) nilai
penafsiran yang umum atau sama mengenai harga produk tersebut, (2)
untuk mempengaruhi harga atau segi-segi lain dalam perdagangan, harus sama
untuk pembeli dan penjual, dan (3) harga tidak terlalu mudah berubah-ubah
pada tingkatan produsen atau tingkat lain dalam sistem pemasaran sehingga
barang atau komoditas mulai dari titik produksi sampai pada titik konsumsi.
tersebut bisa ditangani dengan lebih efisien. Misalnya tentang sifat khas dari
sekecil mungkin terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efisiensi
dengan total nilai produk yang dipasarkan. Ada beberapa faktor yang dapat
harga yang diterima petani, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi
pasar.
dengan pemasaran yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis
agar dapat mempertahankan kesesuaian antara apa yang diproduksi dan apa
tidak melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar, atau
pedagang perantara dan konsumen) kepuasan balas jasa yang seimbang sesuai
proporsional).
sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan struktur, perilaku dan
menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari
jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan
kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga
seperti potongan harga. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori
utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan
maupun kriteria yang dipakai. Setidaknya ada dua kesulitan untuk menilai
Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan sekaligus juga
a. Struktur Pasar
dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang
pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan
37
ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan
masuk dan keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat
dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar
dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak
bersaing sempurna.
kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi
yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di
pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi
pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada
persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar,
dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar
adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya
pasar oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika
lain, maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar
konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut
dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar
dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu
perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah
situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau
petani karena dampak dari mekanisme pembentukan harga yang terjadi adalah
tidak ada harga terbaik, pembeli membeli hasil panen di bawah harga pasar
yang seharusnya (harga pada PPS) sehingga bagian harga yang seharusnya
yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan
Hirchman Index (HHI). Jika nilai HHI antara 1000-1800 dinyatakan sebagai
CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang
akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total
b. Perilaku Pasar
dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara
hubungan pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada
terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga
pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar
promosi. Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun
c. Kinerja Pasar
pengaruh dari struktur dan perilaku pasar yang dalam realita dapat terlihat dari
produk atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Misalnya
efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan, termasuk nilai
kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan
menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya
margin pemasaran. Bentuk pasar yang terjadi dalam struktur suatu pasar akan
pembentukan harga, transmisi harga dan bagian harga yang diterima petani.
Jadi secara implisit struktur pasar akan berdampak terhadap kinerja integrasi
pemasaran yang kondusif akan mendorong adopsi teknologi dan bagian harga
2003).
penjual dan pembeli bertemu langsung, harga hanya ditentukan oleh kekuatan
dibayarkan oleh konsumen sama dengan jumlah yang diterima produsen. Hal
ini memberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara harga di antara
pengecer dan konsumen akhir. Perbedaan yang terjadi inilah yang disebut
dalam pemasaran (Cramer et al. 1997). Bila dalam pemasaran suatu produk
distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun
tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran
terlibat, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada
dalam hal ini tidak memberikan keuntungan yang wajar, baik bagi petani
menjadi tinggi.
untuk tiap produk mempunyai jasa pemasaran yang berbeda-beda dan tiap
lanjut Dahl dan Hammond (1977), mengemukakan nilai marjin pemasaran ini
umumnya ditetapkan dalam bentuk absolut seperti dalam persen. Dalam hal
ini pedagang besar dalam memberikan tambahan harga (mark up) biasanya
dalam bentuk konstan yaitu persen yang disebut sebagai biaya marjin tetap
(margin fixed cost) dan untuk pengecer dalam menetapkan tambahan harga
berikut: (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga
yang diterima oleh produsen, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh
43
ditentukan oleh respon dari kepuasan konsumen, yang tercermin dalam harga
pertanian dengan input tataniaga (misalnya tenaga kerja) adalah nol, dan (2)
jumlah produk di tingkat petani atau Qf, sama dengan jumlah produk di tingkat
tersebut tidak digunakan, maka kemiringan (slope) atau koefisien arah kurva
digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah atau
belum efisien. Tinggi rendahnya margin dapat disebabkan oleh berbagai faktor
semakin panjang saluran pemasaran atau pihak yang terlibat dalam saluran
petani sebagai dasar (Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di
tingkat konsumen akhir (Pr) dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna
dinikmati oleh petani. Besar farmer’s share (FS) menurut Kohls dan Uhl
(2002), dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transportasi, (3)
Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani
tingkat pengecer (Pr) terhadap perubahan relatif harga di tingkat produsen (Pf)
(George dan King, 1971). Pengertian ini erat kaitannya dengan anggapan
selisih dari harga di tingkat pedagang eceran dengan harga di tingkat petani.
Pr Pr Pr P
Et = = x f .....................................(4)
Pf Pf Pf Pr
dimana:
oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga
melalui regresi sederhana, analisis korelasi harga di setiap tingkat baik secara
vertikal maupun horizontal dan melalui elastisitas transmisi harga (Et). Dalam
suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya korelasi positif
yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986). Pada
setempat terpadu dan efisien. Dalam hal ini kelancaran informasi dan
46
hipotesis yang berguna. Harga-harga pada suatu sistem pasar yang efisien
cenderung bergerak bersama-sama, tetapi hal ini dapat terjadi karena sebab-
sebab yang lain. Pergerakan harga umum, musim bersama atau setiap faktor
produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh
pasar tertentu dengan harga di pasar atau tingkat lainnya. Analisis ini dapat
PAt adalah harga di pasar acuan waktu t, maka model dapat dirumuskan
sebagai berikut:
adalah fungsi dari selisih harga pasar setempat dengan pasar acuan pada waktu
Apabila pasar acuan kita anggap berada pada keseimbangan jangka panjang
relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan harga
dari harga, maka pasar-pasar ini terintegrasi dengan baik. Artinya keadaan
pasar atau Index of Market Connection (IMC) atau disebut juga indek yang
48
1 b1
IMC = .................................................(9)
b 3 b1
Secara umum, semakin dekat indek tersebut ke-0 atau koefisien bernilai
Kegiatan produksi dan pemasaran tidak bisa berjalan sendiri karena saling
ketergantungan usahatani tanaman tropis ini pada faktor alam. Kondisi alam
seperti curah hujan, karakteristik tanah, kesuburan tanah serta faktor lainnya
faktor alam, teknologi yang digunakan petani dalam proses produksi, kondisi
sosial ekonomi dan kelembagaan serta situasi pasar yang berkaitan dengan
GAMBIR
Salah Satu Komoditas Unggulan Sumatera Barat
dan Kabupaten Lima Puluh Kota
Untuk Ekspor
Bagaimana keterkaitan antara sektor on farm dengan off farm usahatani gambir
yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran serta peranannya dalam
menentukan harga gambir
bersifat tetap dan input tidak tetap. Faktor yang akan diuji sebagai hipotesis
penelitian adalah bagaimana pengaruh luas areal tanam, jumlah pohon dan
umur tanaman, tenaga kerja (curahan waktu kerja) serta penerapan faktor
dan sudah efisien dalam pengalokasiannya. Disamping itu akan dilakukan juga
Puluh Kota.
IV. METODE PENELITIAN
sekitar 70.45 persen produksi gambir Sumbar berasal dari kabupaten ini.
2006).
Selanjutnya dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipilih lagi tiga kecamatan
Kecamatan Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau. Penentuan lokasi
produksi, (2) untuk melihat keragaman dan keragaan usahatani dan pemasaran
gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (3) supaya tidak terjadi
Kabupaten Lima Puluh Kota dengan kontribusi tertinggi terhadap luas areal
tanam dan produksi gambir, masing-masing sebesar 44.11 persen dan 43.05
kecamatan ini adalah kecamatan dengan akses yang paling baik dan paling
dekat dengan Kota Payakumbuh sebagai salah satu pasar utama gambir di
pemerintahan daerah Sumatera Barat, yang setingkat dengan desa. Kapur IX,
Lareh Sago Halaban dan Harau merupakan kecamatan terpilih sebagai lokasi
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk data
cross section maupun time series. Data cross section bersumber dari
pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir gambir. Data primer ini
gambir mulai tahun 1994-2007. Sumber data dan informasi berupa laporan-
laporan ataupun dokumentasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas
berada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Sumatera Barat.
dan pedagang gambir yang ada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota.
sesuai dengan standar Sensus Pertanian tahun 2003 (ST 2003) yang dilakukan
BPS, yaitu petani yang memiliki minimal 135 pohon gambir yang sudah
berproduksi (BPS, 2003). Petani atau produsen dalam penelitian ini mungkin
saja memiliki lebih dari satu usaha atau memiliki garapan usahatani dengan
10.40 persen atau 942 rumahtangga di Kecamatan Harau dan 35.89 persen
ragam populasi, yaitu: (1) jika populasi besar, sampel dapat diambil dengan
persentase kecil dan jika populasi kecil dapat diambil persentase besar, (2)
ukuran sampel sebaiknya tidak kurang dari 30 satuan, dan (3) jumlah sampel
populasi terwakili dalam contoh yang akan terpilih (Juanda, 2009). Dari hasil
rumahtangga petani sampel atau 1.06 persen dari populasi yang dianalisis
stratifikasi terhadap rumahtangga petani yang memiliki lebih dari satu lokasi
perkebunan gambir dengan usia tanam yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan
lagi menurut usia tanaman gambir yang diusahakan, menjadi 133 sampel.
pedagang yang diambil adalah pedagang gambir dari setiap kecamatan yang
dipilih secara sengaja (purposive) dari pedagang gambir yang ada di wilayah
adalah yang dianggap dapat mewakili karakteristik populasi dan kinerja dari
sampel petani dan pedagang gambir yang terpilih. Teknik pengumpulan data
dilakukan pada bulan Maret dan April 2009. Data yang dikumpulkan untuk
luas lahan, pola tanam dan usia tanaman gambir yang diusahakan, input dan
output usahatani per panen, curahan tenaga kerja, kegiatan pemasaran yang
menduga hubungan antara variabel tak bebas dan bebas dari suatu fungsi
dalam usahatani gambir, yang sesuai dengan kriteria model yang baik dengan
baik adalah terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang
57
yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Ada dua parameter statistik
yang penting dan diperlukan, yaitu: (1) koefisien determinasi atau R2 yaitu
oleh variabel penjelas, dan (2) uji t pada masing-masing variabel penjelas
sudah dipilih di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Model penduga fungsi
berikut:
7 5
ln Y ln c0 d k ln X k ei Di u ....................(10)
k 1 i 1
dimana:
d1, d2, d3, d4, d5, d6, d7, e1, e2, e3, e4, e5 > 0
dimana terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan
H0 : α0 = α1 = ... αi = 0
(Tidak ada X yang berpengaruh terhadap Y atau model tidak dapat
menjelaskan keragaman produksi gambir)
H1 : αi 0
(Minimal ada satu X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau model
dapat menjelaskan keragaman produksi gambir)
koefisien model regresi untuk melihat faktor apa saja yang berpengaruh nyata
H0 : αi=0
(Variabel ke-i tidak berpengaruh terhadap Y atau produksi gambir)
H1 : αi0
(Variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap Y atau produksi gambir)
dengan menggunakan uji dua arah (two-tailed test), dimana luas daerah kritis
atau daerah penolakan H0 pada tiap ujung adalah 1/2 α. Nilai level signifikansi
yang digunakan atau derajat α adalah pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10
persen). Jika probabilitas (sign.) lebih kecil dari taraf nyata (α=5 persen),
(OLS) untuk melihat apakah model yang ada sudah menghasilkan estimator
yang linier, tidak bias dengan varian yang minimum, atau model regresi sudah
ekonomi skala usaha. Data untuk analisis produksi adalah data cross section,
maka uji asumsi OLS pada model fungsi produksi komoditas gambir di
1. Uji kenormalan residual (nilai galat) untuk melihat apakah galat menyebar
normal (H0) atau tidak menyebar normal (H1). Galat atau error term
adalah selisih dari nilai Y aktual (Yt) dengan nilai Y ketika data X
error kecil, yang berarti model yang ada mendekati kondisi sebenarnya.
variabel independen dalam satu model. Salah satu indikator yang bisa
Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil pendugaan model. Jika nilai
VIF kecil dari sepuluh (VIF < 10) berarti tidak terjadi multikolinieritas
dalam model.
Return to Scale (RTS) diketahui jika jumlah parameter elastisitasnya > 1 maka
H0 : α=1
(Model sudah memenuhi constant return to scale)
H1 : α1
(Model tidak memenuhi constant return to scale)
Jika F hitung < F tabel terima H0, dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate, artinya
sehingga untuk data pengamatan yang bernilai nol maka cara mengatasinya
adalah mengganti nilai variabel yang bernilai nol tersebut dengan bilangan
yang sangat kecil sehingga diharapkan tidak berpengaruh besar terhadap hasil
analisis (Soekartawi et al. 1986). Hal ini karena analisis menggunakan model
Cobb-Douglas yang telah diubah menjadi bentuk double log (ln) tidak
menghendaki faktor yang bernilai nol karena perhitungan tidak bisa dilakukan
sistem atau proses untuk setiap unit masukan (Downey dan Erickson, 1992).
Efisiensi produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input atau faktor
mampu mengupayakan Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk suatu input (X)
Kriterianya adalah: (1) jika NPMx/Px = 1 artinya pada tingkat harga yang
pada tingkat yang optimum atau sudah efisien, (2) NPMx/Px > 1 artinya
optimum input X perlu ditambah, dan (3) NPMx/Px < 1 artinya penggunaan
faktor produksi tidak efisien atau sudah melebihi tingkat optimum, sehingga
untuk mencapai efisien input X harus dikurangi (Rahim dan Retno, 2007).
dan pendugaan secara statistik dengan metode regresi. Data berasal dari
Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat
(CR4) sesuai yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Penghitungan
nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima
pedagang terbesar terhadap total volume gambir atau output yang dibeli oleh
4
CR 4 S
i 1
ij ...............................................(12)
dimana Sij adalah pangsa pasar (market share) empat pedagang gambir yang
terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota. Market share (MSi) didapat dengan:
Si
MSi x 100 ...............................................(13)
S total
64
dimana:
indikator Minimum Efficiency Scale (MES). Salah satu penyebab yang dapat
telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari nilai
MES yang diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total
output industri. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru
untuk memasuki pasar. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan
analisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh partisipan
pasar gambir, hal yang harus dijelaskan sehubungan dengan analisis SCP
banyak unit pedagang kecil yang berkompetisi ataukah didominasi oleh sedikit
pembelian, penjualan dan penentuan harga gambir, (3) apakah ada hambatan
untuk masuk pasar, apa saja faktor utama penghambat tersebut, (4) apakah ada
informasi pasar, dan (5) bagaimana struktur, perilaku pasar serta kendala-
perbedaan harga di tingkat petani produsen (harga beli) dengan harga ditingkat
konsumen akhir (harga jual). Margin tataniaga adalah harga dari semua nilai
dimana:
Bagian harga konsumen yang diterima petani (farmer’s share atau FS)
harga yang dinikmati petani dari harga yang berlaku di tingkat eksportir.
dimana:
perubahan bagian harga yang diterima petani (Pf) akibat perubahan harga di
67
Pf = a + b Pe + u2 ...............................................(19)
Keterpaduan pasar atau tingkat integrasi suatu pasar dapat dinilai dengan
harga atau Et, dimana jika nilainya mendekati satu maka dikatakan pasar
gambir yang dihasilkan oleh petani (Pf), sedangkan harga di pasar acuan
adalah harga gambir yang berlaku di tingkat eksportir (Pe), sehingga model
dimana:
Pft = Harga gambir di tingkat petani (waktu t)
Pft-1 = Harga gambir di tingkat petani (waktu t-1)
68
yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai
(1 b1 )
IMC = .......................................................................(22)
(b3 b1 )
keterpaduan pasar jangka panjang antara harga pasar di tingkat petani dengan
2. Tingkat harga beli dihitung dari harga rata-rata pembelian gambir (Rp/kg).
69
(Rp/kg).
4. Tingkat harga di petani adalah harga jual gambir yang diterima petani
(FOB).
dari petani dan menjualnya kepada pedagang besar dan volume penjualan
rata-ratanya 100 kg/hari atau tidak lebih dari 1 ton per minggu.
lebih dari 1 ton per minggu dan hanya melakukan penjualan untuk pasar
6. Upah tenaga kerja adalah upah yang dihitung dalam satuan rupiah per hari
7. Luas areal tanam gambir merupakan jumlah areal gambir yang dimiliki
8. Produk atau output gambir merupakan hasil produksi gambir kering dalam
Kabupaten Lima Puluh Kota secara geografis terletak antara 0o 25’ 28.71”
Lintang Utara dan 0o 22’ 14.52” Lintang Selatan serta 100o 15’ 44.10” - 100o 50’
47.80” Bujur Timur dengan luas 3 354.30 km2 atau 7.93 persen dari wilayah
Sumatera Barat. Kabupaten ini terletak di bagian tengah Pulau Sumatera yang
berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau
memiliki tiga buah gunung ini adalah berbukit atau cenderung bergelombang
dengan ketinggian rata-rata 110 - 791 m dpl. Curah hujan per tahunnya 3 120.80
temurun dan sangat sesuai dengan iklim dan topografi daerah Lima Puluh Kota.
Tanaman ini merupakan tanaman spesifik lokasi, dapat tumbuh dan berkembang
baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah
sekitar 500 m dpl dan rata-rata curah hujan sekitar 3 000 - 3 353 mm per tahun
(Tinambunan, 2007).
72
Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13 kecamatan dimana ada 76 nagari
dan 384 jorong dengan 8 kecamatan diantaranya adalah daerah sentra penghasil
penduduk kabupaten ini sebanyak 297 256 jiwa, tahun 2006 dan 2007 berturut-
turut diperkirakan 330 536 jiwa dan 331 674 jiwa yang terdiri dari 86 009
rumahtangga, 163 450 jiwa penduduk laki-laki dan 168 224 perempuan.
Sensus Pertanian terakhir (ST tahun 2003) yang dilakukan BPS memberikan
dan 46 729 perempuan yang berusaha di sektor pertanian atau 26.75 persen jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Lima Puluh Kota tahun 2007. Sebanyak
20 586 diantaranya bekerja di subsektor perkebunan atau 6.21 persen dari jumlah
penduduk tahun 2007, dengan jumlah petani gambir 9 056 rumahtangga atau 44
yang ada. Hanya lima kecamatan yang bukan merupakan sentra produksi gambir
di kabupaten ini yaitu: Akabiluru, Luak, Situjuah Lima Nagari, Suliki dan
Gunuang Omeh. Tiga kecamatan yang dijadikan sampel adalah Kecamatan Lareh
Puluh Kota mencapai 1 607.43 km2 atau 47.92 persen dari luas wilayah dan
kawasan lindung seluas 1 746.87 km2 atau 52.08 persen dari luas wilayah.
hutan rakyat, 1 104 ha untuk kolam atau empang dan 2 726 ha padang
kabupaten ini bekerja di sektor pertanian berdasarkan data Sensus Pertanian 2003.
Lima Puluh Kota menurut data BPS adalah komoditas gambir, kelapa, karet, kopi,
sektor pertanian pada tahun 2007 sebesar 34.58 persen dan subsektor tanaman
perkebunan menyumbangkan 9.22 persen, naik dari tahun sebelumnya yang hanya
Lima Puluh Kota masih sangat prospektif. Adanya tren meningkat dari permintaan
dengan kinerja produksi yang baik oleh petani gambir untuk mendapatkan hasil
negeri Sumatera Barat. Berdasarkan klasifikasi tarif Indonesia tahun 1989 tentang
adalah: 3201.90.100, dengan nama dagang gambier atau gambier extract. Potensi
ini, dengan daerah sentra produksi di Kecamatan Kapur IX, Pangkalan Kotobaru,
Bukik Barisan, Mungka, Payakumbuh, Harau, Lareh Sago Halaban dan Guguak.
Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 96 orang
dari 9 056 populasi berdasarkan data sensus pertanian terakhir (BPS, 2003) atau
sebesar 1.06 persen populasi. Tabel berikut ini memberikan informasi deskripsi
Pendidikan responden 44.79 persen sekolah hanya sampai tingkat dasar dan
pendidikan yang lebih tinggi. Umumnya responden memiliki pekerjaan lain selain
komoditas pertanian lain selain gambir. Sebanyak 79.17 persen responden bekerja
sampingan sebagai buruh tani dengan menerima upah harian atau dari sektor jasa
77
lainnya, sebanyak 12.5 persen berdagang dan sisanya memiliki usaha pertanian
tahun lebih. Usia responden 77.08 persennya didominasi oleh usia produktif yang
berada pada kisaran 15 – 54 tahun. Sisanya sebesar 22.92 persen sudah tergolong
lanjut usia, berumur 55 tahun ke atas. Responden yang sudah berkeluarga dan
kepemilikan lahan 97.92 persen lahan petani adalah lahan milik sendiri dan 2.08
persen sisanya adalah lahan tanah ulayat milik bersama kelompok tani, dengan
perdu, dan dalam taksonomi termasuk famili Rubiaceae atau kopi-kopian. Gambir
dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan
gambir dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala.
Bentuk cetakan biasanya silinder dalam ukuran kecil. Warnanya coklat kehitaman.
Bentuk lainnya adalah bubuk atau berbentuk seperti koin. Nama lainnya adalah
asam kateku (catechu tanat) dan kuersetin (quercetine). Selain itu gambir juga
78
mengandung zat tamim, flouresin, lendir, lemak dan lilin. Saat ini penggunaan
pada umumnya digunakan pada saat menyirih dan sebagai ramuan obat
tradisional, salah satunya obat untuk sakit perut (Dhalimi, 2006). Berikut ini
1. Penyiapan Lahan
dengan cara manual dengan membawa kelompok tani untuk bergotong royong
dikumpulkan, setelah kering kemudian dibakar. Selain syarat tumbuh seperti yang
diuraikan di awal bab ini, tanaman gambir juga memiliki sifat yang toleran
yang baik. Umumnya gambir ditanam di tanah berlereng di sekitar Gunung Sago
dan Bukit Barisan di Kecamatan Lareh Sago Halaban yang memiliki ketinggian
rata-rata 500 - 700 m dpl, Bukit Barisan di Kecamatan Harau dengan ketinggian
rata-rata juga 500 - 700 m dpl. Lahan di Bukit Barisan dan perbukitan serta
Bibit yang digunakan petani di daerah penelitian umumnya bukan dari jenis
bibit yang unggul secara keseluruhan. Umumnya petani tidak mengetahui varietas
bibit unggul dan kesulitan untuk memurnikan pembibitan ketiga jenis varietas
yang ada. Hanya 3 persen petani yang menggunakan bibit unggul, sisanya
sebanyak 97 persen sampel menggunakan bibit campuran. Ada tiga jenis varietas
gambir yaitu varietas udang, riau dan cubadak. Menurut literatur, varietas udang
merupakan bibit jenis unggul karena memberikan hasil produksi yang lebih baik.
Petani umumnya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli, karena ada
dengan biji dan vegetatif dengan cara mencangkok, stek dan layering, tetapi cara
yang umum dilakukan adalah dengan biji karena mempunyai tingkat keberhasilan
semakin lama benih disimpan maka tingkat keberhasilan makin rendah. Tanaman
gambir mempunyai biji yang sangat halus, biji diambil dari tanaman yang tidak
tumbuh 15 hari setelah tanam dan setelah bibit berumur 2 bulan sudah bisa
3. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah lahan siap dan bibit sudah cukup umur.
ditugal. Bibit gambir ditanam di pertengahan lobang tugal dengan arah yang
80
m, 2 x 1 m dan 1.5 x 1.5 m atau kombinasi lainnya. Tanaman yang mati disulam
41.35 persen petani menanam dengan sistem monokultur atau gambir saja dan
sisanya sebesar 58.65 persen menanam dengan sistem tumpang sari. Mayoritas
petani yang melakukan tumpang sari menanam gambir dengan karet, besarnya
4. Pemeliharaan
pupuk kimia, sisanya sebanyak 39.1 persen hanya menggunakan pupuk organik
pupuk kimia biasanya hanya dilakukan sekali setahun, terutama pada pokok
tanaman yang kurang subur. Jenis pupuk konsentrat yang digunakan didominasi
oleh Urea dan sedikit sekali yang menambahkan dengan pupuk majemuk seperti
pupuk KCL, TSP dan SP18. Ada juga petani yang menggunakan pupuk ZA untuk
pengganti Urea. Tetapi untuk kebutuhan penelitian ini data yang disurvei terbatas
88.72 persen petani dan sisanya sama sekali tidak menggunakan pestisida.
selesai panen, dua atau tiga kali setahun, tergantung frekwensi panen. Besar biaya
pemeliharaan rata-rata di lokasi penelitian mencapai 37.68 persen dari biaya total
per tahunnya.
sedangkan masa hidup tanaman gambir bisa mencapai lebih dari 70 tahun.
karakteristik spesifik daerah dan iklim. Berturut-turut ada 36.09 persen petani dan
63.91 persen petani yang melakukan panen 3 kali dan 2 kali setahun.
Tanaman mulai dipanen setelah berumur 1.5 tahun dengan cara memotong
ranting bersama daunnya sepanjang lebih kurang 50 cm. Panen berupa daun dan
ranting kecil, dipotong dengan sabit atau tuai pada jarak 5 – 15 cm dari pangkal
beberapa bulan berikutnya dapat tumbuh lebih baik. Kegiatan panen dan
dipanen langsung diolah (dikampo) hari itu juga. Petani yang memiliki lahan 2
hektar atau lebih, biasanya bisa melakukan kegiatan pengolahan sepanjang tahun.
adalah pada proses pengolahan atau mencapai 57.58 persen dari biaya total atau
82
38.13 persen dari penjualan per hektar per tahunnya. Pengolahan daun menjadi
gambir disebut dengan istilah mangampo. Keseluruhan petani yang ada dalam
dengan sistem bagi hasil. Masing-masing pemilik lahan dan tenaga kerja sewa
pengolahan gambir yang terletak di lahan yang umumnya jauh dari rumah petani.
Anak kampo biasanya terdiri dari 2 atau 3 orang. Petani masih menggunakan alat
pengolahan sederhana, berupa alat kempa yang dirakit sendiri dengan sistem
dongkrak.
sedangkan 18.8 persen petani menyewa dan 6.76 persen sisanya memakai
kampaan milik kelompok. Bagi petani yang menyewa, sistem sewa kampaan
dengan hasil panen yaitu 1 kg gambir kering per hari, sistem sewa cash dan ada
Sebanyak 62.5 persen petani menghasilkan gambir campur dan 37.5 persen
petani memproduksi gambir murni. Gambir campur adalah gambir yang dalam
proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir seperti:
tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dan umumnya air limbah
lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk
ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning
kecoklatan. Gambir murni ini dikenal dengan banyak nama diantaranya gambir
83
kuning, halaban satu, halaban godang, tolang, lumpang. Jenis gambir ini
tertentu, sebagiannya ada juga yang di ekspor. Perbandingan berat gambir murni
kadar zat yang dikandung oleh gambir. Pengolahan yang tidak sempurna akan
oleh petani umumnya masih sangat tradisional. Secara rinci teknis pengolahan
memiliki semacam jala rajut dan direbus dengan air yang sudah dididihkan
gambir kering atau rata-rata 12 kg gambir per hari, sedangkan untuk gambir
hari. Lama perebusan berkisar antara 1 – 1.5 jam. Selama proses perebusan
lebih encer.
d. Penirisan. Getah dalam bentuk pasta encer disaring dengan kain, diikat dan
dipres lagi dengan alat pemberat supaya pasta menjadi lebih pekat, padat
lokasi penelitian memiliki budaya dan aturan sendiri dalam memasarkan gambir.
Sebanyak 42.71 persen petani menjual hasil panennya di rumah, 35.42 persen
menjual ke pasar yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh peraturan nagari,
2.08 persen menjual ke tempat lainnya. Hari pasar tradisional di daerah setempat
umumnya dijadikan sebagai hari patokan untuk menjual hasil panen oleh petani
dan pedagang.
85
Kabupaten Lima Puluh Kota rata-rata mempunyai luas 1.41 ha dengan jenis bibit
yang digunakan adalah campuran dari ketiga jenis varietas yang ada. Tabel 6
penelitian yang dimiliki petani adalah seluas 0.25 ha dengan rata-rata umur
tanaman masih dalam usia produktif dan rata-rata populasi tanaman 4 569 pohon
per hektar. Keragaman petani dalam menggunakan pupuk kimia jenis Urea sangat
tinggi, nilai simpangan bakunya jauh lebih tinggi dari rata-rata. Salah satu
lokasi penelitian.
dilakukan di daerah ini merupakan warisan dari generasi sebelumnya dan hingga
86
kini usahatani gambir menjadi salah satu andalan untuk menopang hidup keluarga
petani.
daerah penelitian sebesar 1 053.38 kg per tahun. Untuk melihat keragaan produksi
gambir ini, data bisa dikelompokkan menurut karakteristik tertentu seperti yang
bisa dilihat di Tabel 7 dimana sampel awal telah diklasifikasikan lagi berdasarkan
variasi panen, jenis gambir yang diproduksi, cara tanam, klasifikasi luas lahan
secara umum jumlah petani yang bisa melakukan panen tiga kali setahun 36.09
persen dan yang kurang dari tiga kali sebesar 63.91 persen. Ada 58.65 petani yang
menanam dengan cara tumpang sari dan umumnya petani luas lahan petani antara
0.5 – 1 hektar atau kurang dari itu, yaitu 58.65 persen, serta 74.44 persen umur
87
tanaman gambir yang dibudidayakan masih berada dalam rentang produktif atau
Kabupaten Lima Puluh Kota berdasarkan hasil penelitian Ermiati (2004) yang
digunakan sebagai pembanding produksi daun dan ranting muda pada beberapa
tingkatan umur per hektar per tahun mulai dari tahun awal penanaman.
Tabel 8. Kelayakan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota per Hektar
Produksi Present Value 15%
Gambir Harga
Tahun Kering Penerimaan Biaya Manfaat
(Rp)
Penerimaan Biaya Manfaat
(kg)
1 0 7 500 0 3 282 500 (3 282 500) 0 2 854 347 (2 854 347)
2 300 7 500 2 250 000 1 625 000 625 000 1 701 323 1 228 734 472 590
3 675 7 500 5 062 500 3 031 250 2 031 250 3 328 675 1 993 095 1 335 580
4 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 3 216 112 1 893 931 1 322 179
5 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 796 619 1 646 897 1 149 720
6 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 431 842 1 432 083 999 757
7 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 114 645 1 245 291 869 453
8 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 838 822 1 082 861 755 960
9 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 598 976 941 618 657 357
10 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 390 413 818 880 571 614
11 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 209 055 711 999 497 056
12 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 051 352 240 035 383 874
7 725 57 937 500 37 751 250 20 186 250 25 853 303 16 089 771 9 763 532
manfaat yang diperoleh bernilai positif pada tingkat discount factor 15 persen.
sekaligus dipakai sebagai asumsi bagi analisis produksi usahatani gambir dalam
penelitian ini, dimana umur tanaman yang digunakan untuk menilai tingkat skala
produksi usahatani gambir adalah umur rata-rata dari umur tanaman keseluruhan
responden.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi komoditas pertanian (on farm) merupakan tahapan awal yang akan
penangkapan dan beternak (Rahim dan Retno, 2007). Proses produksi dalam
penelitian ini merupakan kegiatan budidaya gambir sebagai salah satu komoditas
kaidah hasil yang berkurang (law of deminising return), dimana tiap tambahan
unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin
Data yang dipakai untuk analisis adalah data cross section yang berasal dari
hasil survei terhadap usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah
menggunakan data produksi dan berbagai data masukan yang dikumpulkan dari
independen yang tepat, (2) pemilihan bentuk fungsi yang tepat, dan (3) error term
yang bersifat stokastik (Sarwoko, 2005). Berikut ini penjelasan tentang cara
1. Tenaga Kerja
Secara umum semakin banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses
produksi usahatani maka akan semakin besar jumlah yang diproduksi atau
benar dipakai dalam proses produksi, digolongkan dalam satuan unit kerja
Hari Orang Kerja (HOK), dimana satu HOK adalah setara dengan 7 jam
bekerja per hari. Nilai satu unit HOK dihitung dengan upah setara kerja pria.
2. Luas Lahan
oleh lahan tersebut. Ukuran lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hektar (1 ha = 10 000 m2) atau are. Responden penelitian ini ada yang
3. Jumlah Tanaman
produksi, semakin banyak jumlah pohon maka akan semakin besar produksi.
90
satuan lahan yang digarap. Pohon yang dihitung adalah dari lahan gambir
4. Umur Tanaman
setelah berumur minimal 1.5 tahun, dengan masa hidup bisa lebih dari 70
5. Pengalaman Petani
usahatani gambir maka akan semakin tinggi produksi usahataninya. Hal ini
Jenis pupuk kimia yang umumnya diaplikasikan petani dan diukur untuk
penelitian ini adalah jenis Urea. Sebagian petani di lokasi penelitian hanya
menggunakan pupuk organik yang berasal dari ampas gambir yang sudah
dipres getahnya, pupuk kimia hanya dipakai pada kondisi tertentu saja karena
91
keterbatasan dana dan adanya anggapan dari petani kalau pemberian pupuk
getahnya. Cara penghitungan pupuk Urea adalah dalam satuan fisik, bukan
nilainya.
7. Penggunaan Pestisida
pendidikan petani yang lebih tinggi dari 6 tahun akan memberikan hasil
produksi usahatani yang lebih besar dan variabel dummy-nya diberi bobot 1
9. Frekwensi Panen
umumnya melakukan panen kurang dari tiga kali setahun, walaupun ada yang
92
bisa panen tiga kali setahun dikarenakan karena faktor spesifik dari derah
Asumsinya adalah petani yang panen tiga kali akan menghasilkan produksi
yang lebih tinggi yang dalam model dijadikan dummy dengan bobot 1 (satu).
Petani yang panen kurang dari tiga kali setahun dummy-nya dibobot 0 (nol).
Ada dua jenis gambir kering yang dihasilakan petani yaitu gambir campur dan
gambir murni. Karena gambir campur relatif lebih berat dari yang murni,
maka label dummy-nya adalah 1 (satu) dan 0 (nol) untuk responden yang
Asumsinya adalah produksi gambir akan lebih tinggi jika petani menanam
dengan sistem monokultur (nilai dummy satu) dan relatif lebih rendah jika
12. Bibit
Petani yang menanam dengan bibit unggul atau varietas udang produksinya
akan relatif lebih tinggikan jika dibandingkan dengan petani yang mencampur
menggunakan semua varietas bibit, yaitu udang, riau dan cubadak. Bobot
dummy bibit unggul 1 (satu). Petani yang menggunakan bibit campuran dari
ketiga bibit yang ada bobot dummy-nya adalah 0 (nol). Responden umumnya
mengetahui bahwa ada beberapa jenis bibit gambir, tetapi mereka belum dapat
membedakannya satu dengan yang lain dan belum mengetahui bibit mana
keadaan yang sebenarnya, mudah diukur atau dihitung secara statistik serta dapat
dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun
fungsi produksi tersebut (Soekartawi et al, 1986). Model yang digunakan dalam
lebih baik karena fungsi produksi usahatani umumnya mencakup lebih dari dua
Persamaan (2) Bab III, dimana terdapat tujuh variabel independen dan lima
variabel dummy yang diduga mempengaruhi produksi gambir yaitu: tenaga kerja
(X1), luas lahan (X2), jumlah pohon gambir (X3), umur tanaman gambir (X4),
pestisida (X7), dummy lama pendidikan petani (D1), dummy frekwensi panen (D2),
dummy jenis gambir yang diproduksi (D3), dummy cara tanam (D4) dan terakhir
linier berganda seperti pada Persamaan (10) Bab IV. Model kemudian dianalisis
Square). Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SAS 9.1. Pengujian
sudah sesuai, dengan P_value atau significance mendekati nol. Nilai P (0.0001) <
α 1 persen, artinya tolak Ho dimana minimal ada satu variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap Y pada taraf nyata pengujian 99 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa model yang dibentuk sudah baik, terjadi hubungan yang
logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan.
Hasil analisis regresi berganda dengan metode OLS terhadap faktor-faktor yang
koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi yaitu 0.937. Nilai koefisien tersebut
berarti 94 persen keragaman dari produksi gambir (Y) dapat dijelaskan oleh
oleh faktor lain di luar model. Nilai R2 – Adjusted sebesar 93.13 persen.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian model dengan uji-F adalah bahwa
independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau
produksi gambir seperti pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara statistik ada
bebas tersebut lima diantaranya yaitu: tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), umur
tanaman gambir (X4), dummy frekwensi panen (D2) dan dummy cara tanam (D4),
berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada taraf nyata
5 persen pada keragaman produksi gambir, yaitu: jumlah pohon gambir (X3) dan
95
ditoleransi pada tingkat α = 15 persen, dummy jenis gambir yang diproduksi (D3)
Sedangkan dummy lama pendidikan petani (D1) dan terakhir dummy bibit (D5),
tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata pada keragaman produksi gambir.
Pengujian model dilanjutkan dengan uji asumsi OLS dan didapatkan bahwa
model yang ada sudah menghasilkan estimator yang linier, tidak bias, dengan
gambir apakah model sudah memenuhi Constant Return to Scale (CRS), dimana
hipotesis H0 adalah model sudah memenuhi CRS (H0: αi = 1). Hasilnya terlihat
bahwa nilai F hitung < F tabel dengan nilai P (0,6013) > α 5 persen. Artinya
model sudah memenuhi kaidah constant return to scale. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate,
produksi gambir yang diperoleh. Bisa juga dikatakan bahwa model fungsi
produksi gambir yang diduga telah memenuhi asumsi awal bahwa produksi
96
gambir secara rata-rata berdasarkan data survei berada pada tahapan rational
keragaman produksi gambir di Lima Puluh Kota. Berikut ini hasil analisis
Parameter P_value
Variabel Bebas
Dugaan (Significance)
Intersep atau Konstanta 2.178976 0.0001
Tenaga Kerja (X1) 0.984008 0.0001 ***
Luas Lahan (X2) -0.24430 0.0002 ***
Jumlah Pohon Gambir (X3) 0.139619 0.0399 **
Umur Tanaman Gambir (X4) 0.119963 0.0076 ***
Pengalaman Bertani Gambir (X5) -0.09065 0.0605 *
Penggunaan Pupuk Urea (X6) 0.020102 0.1375
Penggunaan Pestisida (X7) 0.096378 0.0227 **
Dummy Lama Pendidikan Petani (D1) 0.009477 0.8295
Dummy Frekwensi Panen (D2) 0.192806 0.0005 ***
Dummy Jenis Gambir yang Diproduksi (D3) 0.050393 0.3312
Dummy Cara Tanam (D4) 0.193012 0.0001 ***
Dummy Bibit (D5) -0.05349 0.6617
F – Hitung 150.12 0.0001 ***
Koefisien Determinasi (R2) 0.93755
2
R – Adjusted 0.93130
Jumlah Sampel 133
Keterangan: *** : Signifikan pada α 1 persen
** : Signifikan pada α 5 persen
* : Signifikan pada α 10 persen
kerja (X1) berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada
taraf nyata pengujian α 1 persen dengan nilai parameter dugaan 0.98. Artinya
bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 persen, produksi gambir akan
naik sebesar 0.98 persen, cateris paribus, atau dengan asumsi yang sama, 98
persen produksi gambir dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan.
pemeliharaan yaitu 38.13 persen dan 23.06 persen dari penerimaan per hektarnya
karena tenaga kerja digunakan disetiap tahapan produksi. Seluruh responden yang
disurvei mempekerjakan 2 - 3 orang tenaga kerja dari luar keluarga untuk kegiatan
mengusahakan lebih dari satu komoditas pertanian sehingga untuk tenaga kerja di
yang sudah bisa terpercaya dalam melakukan kegiatan pengolahan gambir yang
juga terkait erat dengan jumlah produksi, semakin tinggi produksi maka jumlah
Luas lahan (X2) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter
dugaan adalah -0.24. Tanda koefisien arah regresinya negatif. Hal ini bertentangan
dengan dengan asumsi awal atau teori produksi dimana seharusnya nilai
parameter dugaannya bernilai positif karena pertambahan luas lahan berarti terjadi
98
bertambahnya jumlah tanaman. Penyebab hal ini adalah karena dalam budidaya
tanaman perkebunan tahunan, selain luas lahan, ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi produksi gambir yang terkait secara tidak langsung dengan luas
lahan seperti: jumlah pohon yang ditanam, pemeliharaan yang dilakukan, cara
tanam dan umur tanaman. Populasi atau jumlah pohon yang ada dalam lahan juga
dipengaruhi oleh jarak tanam. Jumlah pohon gambir yang sudah berproduksi yang
Jumlah pohon gambir (X3) berpengaruh nyata pada α 5 persen dengan nilai
persen, cateris paribus. Jumlah pohon secara tidak langsung juga dipengaruhi
oleh cara tanam yang dilakukan petani, apakah dengan cara monokultur atau
tumpang sari. Rata-rata populasi pohon per hektar di lokasi penelitian adalah
sebesar 4 569.55 pohon dengan simpangan baku 3 270.92 atau tingkat variasi
Umur tanaman gambir (X4) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai
parameter dugaan 0.12. Artinya setiap 1 persen peningkatan pada umur tanaman
terhadap produksi gambir yang akan meningkat sebesar 0.12 persen. Umur
sampel adalah 12.27 tahun atau masih berada dalam masa produksi optimal.
99
dengan nilai parameter dugaan -0.09. Tanda koefisien arah regresi yang negatif
dugaannya bernilai positif. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh faktor sosial
ekonomi lainnya selain pengalaman petani, yang juga akan berpengaruh pada
tingkat produksi gambir baik secara langsung maupun tidak seperti: usia petani,
lama pendidikan dan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan gambir.
Dari hasil survei ditemukan bahwa semua responden petani dalam kegiatan
bagi hasil, sehingga petani yang tidak berpengalaman pun relatif bisa melakukan
lokasi penelitian adalah 46.38 tahun atau sudah tidak muda lagi untuk melakukan
kegiatan pengolahan dengan pendidikan rata-rata hanya 7 tahun atau tamat SD,
maka secara tidak langsung hal ini menyebabkan pengalaman tidak terlalu
secara parsial berpengaruh pada produksi tetapi nilai pengaruhnya sangat kecil
yaitu 0.02 persen. Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitian, hanya 54.17
persen petani yang melakukan pemupukan Urea dan jumlah pupuk yang
digunakan pun relatif sedikit. Pemberian pupuk Urea yang dilakukan petani rata-
rata hanya 30.08 kg per petani atau 21.34 kg per hektarnya. Variasi responden
juga sangat tinggi dengan standar deviasi 37.27 jauh lebih tinggi dari rata-rata
100
30.08. Artinya data yang ada sangat beragam atau sangat tinggi variasinya.
berasal dari ampas gambir yang sudah dipres getahnya. Pupuk Urea dipakai pada
kondisi tertentu saja dan hanya diaplikasikan sekali per tahun. Hal ini terjadi
karena keterbatasan dana petani untuk membeli pupuk dan adanya anggapan dari
sebagian petani bahwa pupuk kimia dalam jangka panjang akan membuat
produksi turun, walaupun jumlah daun bertambah dengan adanya pupuk kimia,
tetapi getah yang dihasilkan daun tanaman yang dipupuk menggunakan Urea
menjadi jauh berkurang. Selain itu faktor jarak lahan dari pemukiman yang rata-
ratanya mencapai 1.5 km, infrastruktur jalan yang kurang memadai, lokasi sentra
produksi yang berada dilahan pegunungan juga menyebabkan sulit bagi petani
untuk melakukan pemupukan dengan pupuk kimia (Urea). Semua petani juga
untuk membeli pupuk kimia lebih diprioritaskan pada komoditas yang dianggap
lebih menguntungkan.
pemeliharaan, jumlah yang digunakan pun sedikit, rata-rata 3.11 liter per petani
atau 2.2 liter per hektarnya dengan standar deviasi 2.4. Jenis pestisida yang
digunakan adalah herbisida untuk gulma berdaun sempit seperti rumput, semak
dan alang-alang. Hal ini dikarenakan tanaman gambir relatif tidak memiliki
juga akan berakibat tidak baik pada tanaman gambir. Petani lebih banyak
adalah pada nilai intersep atau nilai konstanta dari model fungsi produksi.
Dummy lama pendidikan petani (D1), tidak berpengaruh nyata dengan nilai
P-value (0.83). Hal ini dikarenakan rata-rata pendidikan petani hanya 7.92 atau
sampai kelas dua SMP. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil produksi gambir
yang nyata antara kelompok petani yang berpendidikan SMP ke atas dengan
nilai parameter dugaan 0.19. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan hasil
produksi yang nyata antara kelompok petani yang bisa panen tiga kali per tahun
dengan petani yang panen kurang dari tiga kali setahun. Artinya jumlah produksi
petani yang panen tiga kali relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan petani
lainnya. Tetapi jumlah petani yang bisa panen tiga kali setahun disebabkan
pengaruh spesifik dari daerah tersebut seperti jenis tanah, kondisi alam dan iklim.
Hanya ada dua daerah sentra produksi, dari delapan sentra produksi yang
ada di Lima Puluh Kota yang sebagian besar petaninya bisa panen tiga kali
setahun. Walaupun tidak seluruh populasi petani gambir yang ada di kecamatan
sampel. Petani yang panen tiga kali pertahun mencapai 36.1 persen dari seluruh
dengan nilai parameter dugaan 0.05. Berarti ada perbedaan jumlah produksi antara
gambir murni. Petani yang menghasilkan gambir campur relatif lebih banyak
campur.
Dummy cara tanam (D4) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai
parameter dugaan 0.19. Hal ini semakin membuktikan bahwa jumlah pohon yang
produksinya relatif lebih banyak dari petani yang menanam dengan cara tumpang
sari. Ada 41.35 persen petani yang menanam dengan cara monokultur dan 58.65
persen menanam dengan cara tumpang sari. Tumpang sari terbanyak dilakukan
dengan tanaman karet yaitu sebanyak 50 persen, dengan sawit, kakao dan kopi
Dummy bibit (D5) tidak berpengaruh secara nyata pada produksi gambir.
Berarti tidak ada perbedaan jumlah produksi antara kelompok petani yang murni
campuran semua varietas bibit yang ada. Hal ini disebabkan karena petani sulit
mendapatkan bibit dari jenis unggul untuk dibudidayakan. Umumnya petani tidak
memperhatikan apakah bibit yang mereka gunakan dari jenis unggul atau tidak.
103
Hal ini karena petani kesulitan untuk memurnikan pembibitan dari ketiga jenis
varietas yang ada dan belum ada sosialisasi mengenai hal ini dari instansi terkait
kepada petani. Petani biasanya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli ke
memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri. Dari data yang diperoleh hanya 3 persen
sampel petani yang memakai bibit unggul jenis udang, 97 persen petani
gambir.
mengalokasikan secara tepat sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas agar
maksimal akan tercapai jika semua faktor produksi sudah dialokasikan secara
optimal (Nicholson, 2002). Berkaitan dengan masalah efisiensi ini maka ada satu
pendekatan yang dapat mengukur efisiensi ini yaitu pendekatan produk marginal.
Uji efisiensi alokasi penggunaan sarana produksi ini secara matematis ditulis
seperti Persamaan (11) di Bab IV dimana: NPMxi = Pxi atau NPMxi / Pxi = 1.
tenaga kerja, luas lahan, pupuk kimia (Urea) dan pestisida. Hasilnya terlihat
bahwa nilai produk marginal (NPMx) tidak sama dengan (Px) atau harga inputnya.
104
Tabel 10. Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani
Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009
Jenis Rata-Rata
PMx NPMx Px NPMx/Px
Input Input Output
Tenaga
271.03 1 053.38 3.82 96 481.01 60 000 1.61
Kerja
Luas
1.41 1 053.38 -182.51 -4 604 304.79 2 500 000 -1.84
Lahan
Pupuk
30.08 1 053.38 0.70 17 757.34 2 200 8.07
Urea
Pestisida 3.11 1 053.38 32.64 823 542.93 80 000 10.29
Input tenaga kerja, pupuk Urea dan pestisida NPMx/Px > 1, artinya
penggunaan ketiga input tersebut belum efisien. Pemakaian ketiga input tersebut
masih sangat sedikit dengan rasio jauh lebih besar dari satu. Hal ini antara lain
disebabkan oleh:
1. Petani tidak memiliki insentif yang cukup dari hasil penjualan gambir yang
ini hanya dilakukan sekali setahun atau pada saat petani mendapatkan harga
jual yang relatif baik. Hal ini disebabkan karena fluktuasi harga gambir di
tingkat petani sangat tinggi sehingga tidak ada kepastian dalam berusahatani.
dalam usahatani gambir. Dari hasil survei diketahui hanya 10 persen petani
3. Daerah sentra produksi gambir umumnya jauh dari pemukiman. Lokasi lahan
perkebunan gambir rata-rata berjarak 1.5 km dari rumah petani dan berada
dengan sarana jalan yang tidak memadai bagi alat transportasi. Jalan menuju
lahan umumnya jalan setapak. Hal ini menyebabkan harga pupuk dan
pestisida ditingkat petani menjadi relatif mahal dan petani kesulitan dalam
utama ini yang relatif lebih banyak menyumbangkan pendapatan pada petani
secara keseluruhan.
pemanfaatan lahan sudah tidak efisien lagi. Hal ini tidak berarti petani harus
mengurangi penggunaan lahan untuk mencapai efisiensi. Lahan yang sudah ada
untuk meningkatkan hasil produksi gambir juga sudah sangat tidak efisien lagi.
pengendalian hama yang optimal, serta cara tanam yang dipilih, akan lebih
indikator utama yaitu: (1) jumlah partisipan dan derajat konsentrasi pasar, (2)
barrier to entry atau kondisi keluar masuk pasar, (3) kondisi dan keadaan produk,
dan (4) lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir. Langsung
produsen ke konsumen yang dinilai dari margin pemasaran dan farmer’s share.
Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat
industry, seperti yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Salah satu
antara jumlah petani sebagai produsen dengan jumlah pedagang yang terlibat
petani sebagai produsen gambir sangat tidak seimbang. Sampel pedagang hasil
eksportir yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan 1 ketua asosiasi
pedagang gambir sekaligus juga merupakan eksportir gambir yang berada di Kota
Padang (Ibukota Provinsi Sumatera Barat). Berikut ini gambaran klasifikasi dan
Tabel 12. Klasifikasi dan Market Share Sampel Pedagang Gambir di Kabupaten
Lima Puluh Kota Tahun 2009
Berdasarkan informasi dari Tabel 11 dan 12, terlihat bahwa jumlah petani
dikatakan bahwa struktur pasar gambir yang terbentuk adalah pasar oligopsoni
dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika
menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah
ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani dalam menentukan harga
relatif rendah.
bila dilihat lagi di level pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya
jumlah pedagang besar yang ada di suatu wilayah. Umumnya pedagang besar
yang ada di lokasi penelitian, memiliki daerah operasional yang tidak hanya
terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan
sentra produksi lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun
yang besar juga berpengaruh terhadap kondisi ini seperti yang akan dijelaskan di
sub bab berikutnya. Akibat situasi ini pedagang pengumpul juga cenderung
menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah
mengarah pada oligopsoni atau lebih dekat ke monopsoni dari sudut pembeli,
dimana daya tawar pedagang besar relatif kecil. Eksportirlah yang bertindak
terlihat bahwa pasar gambir di lokasi penelitian berada dalam struktur pasar
nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima
dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), struktur pasar gambir di wilayah
Kabupaten Lima Puluh Kota berada dalam kondisi weak oligopsony market
structure.
perdagangan gambir secara spesifik tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar
dalam pemasaran gambir sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki
oleh lembaga pemasaran yang terlibat, misalnya untuk akses pada fasilitas
pengalaman yang cukup lama (lebih dari 10 tahun), memiliki modal yang besar
masih baru, terutama untuk pemasaran gambir ke luar negeri. Hal tersebut
gambir yang akan di ekspor. Hambatan masuk pasar bisa juga diartikan sebagai
sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang
Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan
perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini
dapat dilihat dari nilai Minimum Efficiency Scale (MES). Hasil perhitungan
terhadap nilai MES di lokasi penelitian adalah sebesar 17.869 persen. Artinya ada
indikasi bahwa hambatan untuk masuk ke pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh
Kota relatif besar karena nilai MES > 10. Tidak mudah bagi pendatang baru untuk
masuk ke dalam pasar. Pendatang baru disamping harus memiliki modal yang
sangat besar untuk melakoni transaksi jual beli gambir, untuk membeli peralatan,
dan penjualan, perizinan dan gudang serta lokasi penjemuran yang memadai, ia
juga harus memiliki jaringan yang kuat dengan partisipan pasar lainnya.
karena belum ada standarisasi yang baku di tingkat petani. Hal ini terutama
manipulasi kualitas sering terjadi baik atas kesadaran petani sendiri maupun atas
Getah gambir kering yang diperdagangkan secara umum terbagi atas dua,
yaitu gambir murni dan gambir campur. Gambir campur adalah gambir yang
dalam proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir
seperti tepung tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dimana air
relatif lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri
(untuk ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning
kecoklatan. Gambir murni biasanya untuk konsumsi pasar dalam negeri dan
berdasarkan jenis gambir dan tingkat kekeringan/kadar air gambir. Selain itu tidak
ada proses penambahan nilai pada gambir yang diperdagangkan baik untuk
Proses pengolahan dari daun dan ranting muda tanaman gambir menjadi
produk gambir kering dilakukan sejalan dengan saat panen. Sebelum dipasarkan
gambir harus melalui terlebih proses pengolahan terlebih dahulu di ladang petani
yang tersebar dan relatif jauh dari lokasi pemukiman. Jauhnya jarak antara pusat
produksi dengan konsumen gambir serta lokasi ladang yang umumnya terpencar
112
pemasarannya.
Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa terdapat empat saluran pemasaran yang
penelitian adalah salah satunya dipengaruhi oleh jenis gambir yang diproduksi
oleh petani. Saluran I dan II digunakan oleh petani jika di daerah tempatnya
berdomisili tidak terdapat pedagang besar dikarenakan: (1) keadaan atau kondisi
spesifik daerah yang terisolir dibandingkan daerah sentra produksi lain dan
113
untuk mengumpulkan hasil panen dari lokasi yang terpisah-pisah, dan (3) telah
pemasaran I atau III dalam pemasarannya, dimana sebagian besar gambir murni
umumnya di ekspor untuk konsumen luar negeri dan menggunakan semua saluran
pemasaran yang ada (I, II, III dan IV) dalam pemasarannya.
yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat (75 persen). Artinya tidak banyak
114
petani yang memiliki akses untuk menjual hasil produksinya langsung kepada
pedagang besar, apalagi ke pasar konsumen yang jaraknya sangat jauh dari sentra
produksi. Faktor yang menjadi pertimbangan utama bagi petani dalam memilih
saluran pemasaran yang akan digunakan adalah: (1) jauhnya jarak antara pusat
(2) sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan petani relatif kecil, serta (3)
kondisi geografis wilayah dimana lokasi ladang yang umumnya terpencar dan
relatif jauh dari lokasi pemukiman, ditambah dengan sarana jalan ke lahan yang
hanya berupa jalan setapak. Faktor di atas membuat pilihan petani menjadi
keterkaitan antara struktur pasar dengan perilaku dan keragaan pasar gambir di
dari pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang dengan jarak rata-rata dari sentra
produksi yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota lebih dari 200 km. Sedangkan
gambir yang dijual ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat
dengan saluran I dan II. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan di lokasi
penelitian terhadap harga yang diterima petani relatif tidak jauh berbeda antara
menjual langsung ke pedagang besar ataupun lewat pedagang pengumpul. Hal ini
pedagang besar dalam menetapkan harga gambir ke petani karena sebagian besar
dari pedagang pengumpul merupakan armada dari pedagang besar yang sudah
petani. Kondisi tersebut semakin menegaskan bahwa tidak ada harga terbaik bagi
petani dalam kondisi pasar tidak bersaing sempurna atau oligopsoni, seperti yang
Selain hal di atas juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar
terbatas dan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pedagang. Harga biasanya
ditentukan oleh pedagang pada saat penimbangan akan dilakukan. Petani hanya
menerima harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal yang bisa dilakukan oleh
petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah membatalkan
transaksi, sama sekali tidak menjual, atau menjual ke pedagang lain walaupun
adalah pilihan petani menjadi sangat terbatas karena faktor alami seperti sebaran
geografis dan situasi serta kondisi spesifik dari daerah setempat yang tidak
dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan gambir, karena
lembaga yang terlibat dalam proses transaksi, serta kompensasi dan konsekwensi
tersebut.
Metode yang digunakan untuk melihat apakah saluran pemasaran yang ada
sudah efisien dan adil dalam pendistribusiannya, maka analisis perlu dilengkapi
dengan informasi fungsi-fungsi pemasaran apa saja yang dilakukan oleh setiap
yang ada (Tabel 13) serta margin pemasaran yang diperoleh masing-masing
Beli
Pengolahan
Pengemasan
Penyimpanan
Transportasi
Grading
Sortasi /
Resiko
Pembiayaan
Pasar
Informasi
Lembaga
Pemasaran
Saluran I
Petani v - v v - v - v - -
PP v v - - v v - v v v
PB v v - v v v v v v v
PLP* v v - v v v v v v v
Saluran II
Petani v - v v - v - v - -
PP v v - - v v - v v v
PB v v - v v v v v v v
XL** v v - v v v v v v v
Saluran III
Petani v - v v - v - v - -
PB v v - v v v v v v v
PLP v v - v v v v v v v
Saluran IV
Petani v - v v - v - v - -
PB v v - v v v v v v v
XL v v - v v v v v v v
Keterangan: (v) : Melakukan fungsi pemasaran
(-) : Tidak melakukan
* PLP : Pedagang di luar provinsi Sumbar
** XL : Eksportir lokal
117
masing komponen yang terlibat dalam sistem pemasaran. Ini dipakai untuk
tertentu dan berapa kompensasi serta bagaimana konsekwensi yang diperoleh dari
yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat di setiap tingkat dan di semua saluran
yang ada, serta kaitannya dengan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan
sehubungan kegiatan yang dilakukan lembaga tersebut pada tiap tingkat di semua
langsung dan tunai karena volume produksi yang diperdagangkan relatif kecil.
dilakukan setiap minggu. Sebagian besar petani yang ada di lokasi penelitian tidak
memiliki ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses jual beli petani
memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa mereka ingin menjual
pada setiap saluran pemasaran yang ada. Kegiatan pengemasan juga dilakukan
hanya sebagai perantara pada pedagang besar, sehingga masih bisa menggunakan
biaya retribusi oleh nagari setempat, begitu juga pedagang pengumpul. Khusus
untuk saluran pemasaran II dan IV, pedagang besar tidak mengeluarkan lagi biaya
retribusi.
Kegiatan pengolahan hanya dilakukan oleh petani, artinya sama sekali tidak
tingkat pasar eksportir dan pedagang luar Provinsi Sumbar. Gambir yang ada
adalah gambir yang sama dengan gambir dijual petani, sama sekali tidak terjadi
saluran pemasaran yang ada. Proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada
penelitian, cakupan analisis pemasaran dalam penelitian ini tidak mencakup kajian
pemasaran pada level tersebut, hanya sampai tingkat pasar eksportir saja.
Fungsi fasilitas sortasi atau grading tidak dilakukan pada tingkat petani dan
pedagang pengumpul, karena biasanya gambir yang dihasilkan relatif seragam dan
sudah dibersihkan oleh pekerja yang diupah petani untuk melakukan kegiatan
perbedaan baik dari segi ukuran, warna dan bentuknya. Sortasi hanya dilakukan
pada tingkat pedagang besar, sedangkan grading dilakukan oleh eksportir lokal
dan pedagang di luar Sumbar. Grading yang dilakukan tersebut untuk mengukur
119
kadar air dan abu, kadar bahan yang tidak larut dalam air dan dalam alkohol,
kadar catechin gambir, serta tampilan fisiknya dari segi bentuk dan warna.
kegagalan panen dan fluktuasi harga yang relatif tinggi sehingga tidak ada
finansial yang bisa diakibatkan kesalahan dalam menaksir kadar air gambir saat
finansial akibat tidak terpenuhinya nilai kontrak sesuai spesifikasi yang diminta
importir serta resiko nilai tukar (kurs rupiah terhadap dolar). Petani tidak memiliki
akses pada informasi pasar, seperti tingkat harga yang berlaku karenanya hanya
yang umumnya berasal dari pembiayaan, biasanya diberikan oleh pedagang pada
yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran gambir terlihat
bahwa mekanisme pemasaran gambir yang terjadi banyak ditentukan oleh nilai
guna bentuk, tempat (pasar) dan kepemilikan, dengan kata lain proses pemasaran
daerah sentra produksi dan konsumennya juga terpencar di daerah yang berlainan,
menjadi layak jual. Hal ini terlihat dari saat proses produksi gambir oleh petani
yang dimulai dengan pengolahan dari daun dan ranting tanaman gambir menjadi
dikeluarkan lembaga pemasaran yang terlibat serta margin pedagang. Produk ini
di tingkat pasar konsumen akhir diubah lagi sesuai dengan kebutuhan pasar karena
produk yang diperdagangkan sampai tingkat pasar eksportir masih dalam bentuk
waktu tidak terlalu menentukan dalam pemasaran gambir karena gambir yang
diproduksi petani tidak tergantung pada musim. Hal ini disebabkan waktu panen
delapan kecamatan, sehingga untuk wilayah kabupaten selalu ada petani yang
standar tertentu dan siap dijual. Tabel 14 memberikan gambaran rinci tentang
besarnya margin pemasaran untuk setiap saluran pemasaran gambir yang ada guna
Tabel 14. Margin Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2009
Saluran Saluran Saluran Saluran
Pemasaran I Pemasaran II Pemasaran III Pemasaran IV
Pelaku Pasar
Nilai Nilai Nilai Nilai
Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg %
1. Petani
transportasi 300 0.85 300 0.81 300 0.85 300 0.81
pengemasan 25 0.07 25 0.07 25 0.07 25 0.07
retribusi 252.28 0.71 252.28 0.68 252.28 0.71 252.28 0.68
harga jual 23 680.97 66.71 23 680.97 64.00 26 500.33 74.65 26 500.33 71.62
2. Pedagang
Pengumpul
harga beli 23 680.97 66.71 23 680.97 64.00
bongkar muat 100 0.28 100 0.27
transportasi 300 0.85 300 0.81
b. penjemuran 200 0.56 200 0.54
pengeringan 1 261.38 3.55 1 261.38 3.41
gudang 100 0.28 100 0.27
keuntungan 4 403.10 12.40 4 403.10 11.90
margin pemasaran 6 364.48 17.93 6 364.48 17.20
harga jual 30 045.45 84.64 30 045.45 81.20
3. Pedagang
Besar
harga beli 30 045.45 84.64 30 045.45 81.20 26 500.33 74.65 26 500.33 71.62
bongkar muat 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
transportasi 700 1.97 300 0.81 700 1.97 300 0.81
b. penjemuran 100 0.28 100 0.27 200 0.56 200 0.54
pengeringan 280.91 0.79 280.91 0.76 1 261.38 3.55 1 261.38 3.41
sortasi 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
gudang 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
pengemasan 75 0.21 50 0.14 75 0.21 50 0.14
keuntungan 2 498.64 7.04 1 923.64 5.20 4 963.29 13.98 4 388.29 11.86
margin pemasaran 3 954.55 11.14 2 954.55 7.99 7 499.67 21.13 6 499.67 17.57
harga jual 34 000 95.77 33 000 89.19 34 000 95.77 33 000 89.19
4. Pedagang
di luar
Sumbar
harga beli 34 000 95.77 34 000 95.77
bongkar muat 100 0.28 100 0.28
grading 100 0.28 100 0.28
gudang 100 0.28 100 0.28
pengemasan 50 0.14 50 0.14
keuntungan 1 150 3.24 1 150 3.24
margin pemasaran 1 500 4.23 1 500 4.23
harga jual 35 500 100 35 500 100
5. Eksportir
Lokal
harga beli 33 000 89.19 33 000 89.19
biaya ekspor 1 400 3.78 1 400 3.78
grading 100 0.27 100 0.27
biaya lainnya 400 1.08 400 1.08
keuntungan 2 100 5.68 2 100 5.68
margin pemasaran 4 000 10.81 4 000 10.81
harga jual 37 000 100 37 000 100
harga jual di tingkat pedagang akhir dengan harga jual di tingkat petani. Saluran
pemasaran I dan II secara umum mempunyai margin pemasaran yang lebih besar
122
persen dari harga akhir. Hal ini dikarenakan: (1) perbedaan jumlah lembaga
pemasaran yang terlibat, (2) perbedaan harga jual yang diterima petani untuk
setiap pilihan saluran, apakah menjual kepada pedagang pengumpul atau langsung
pada pedagang besar, dan (3) perbedaan harga jual di tingkat akhir.
keuntungan yang diambil oleh setiap pelaku pasar tersebut. Artinya margin
pemasaran di saluran itu akan bertambah besar. Berikut ini perbandingan rasio
Tabel 15. Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima
Puluh Kota Tahun 2009
Keuntungan Biaya Rasio
Lembaga Pemasaran Pemasaran Pemasaran Keuntungan
(Rp/kg) (Rp/kg) Biaya
Saluran I
Pedagang Pengumpul 4 403.10 1 961.38 2.24
Pedagang Besar 2 498.64 1 455.91 1.72
Pedagang di Luar Sumbar 1 150 350 3.29
Jumlah 8 051.74 3 767.29 7.25
Saluran II
Pedagang Pengumpul 4 403.10 1 961.38 2.24
Pedagang Besar 1 923.64 1 030.91 1.87
Eksportir Lokal 2 100 1 900 1.11
Jumlah 8 426.74 4 892.29 5.22
Saluran III
Pedagang Besar 4 963.29 2 536.38 1.96
Pedagang di Luar Sumbar 1 150 350 3.29
Jumlah 6 113.29 2 886.38 5.25
Saluran IV
Pedagang Besar 4 388.29 2 111.38 2.08
Eksportir Lokal 2 100 1 900 1.11
Jumlah 6 488.29 4 011.38 3.19
123
adalah sebesar Rp 8 051.74/kg atau mencapai 22.68 persen dari harga di tingkat
pedagang akhir atau mencapai 68.13 persen bila dibandingkan dengan besarnya
sebesar Rp 3 767.29/kg atau 10.61 persen dari harga di tingkat pedagang akhir
pedagang gambir yang berada di luar Sumbar yaitu sebesar 3.29. Jumlah
keuntungan yang diambil oleh pedagang di saluran pemasaran II, III dan IV
pedagang akhir, Rp 6 113.29/kg atau 17.22 persen dari harga di tingkat pedagang
akhir dan Rp 6 488.29/kg atau 17.54 persen dari harga di tingkat pedagang akhir.
saluran maka besarnya berturut-turut di saluran pemasaran II, III dan IV adalah
II adalah sebesar Rp 4 892.29/kg atau 13.22 persen dari harga di tingkat pedagang
akhir atau 36.73 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan
sebesar 2.24.
sebesar Rp 2 886.38/kg atau 8.13 persen dari harga di tingkat pedagang akhir atau
32.07 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya
tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang gambir yang berada di luar
124
Sumbar yaitu sebesar 3.29. Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di saluran
tingkat pedagang akhir atau 38.20 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio
keuntungan dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang besar
mendistribusikan gambir, terlihat bahwa saluran pemasaran III relatif lebih baik
dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya
margin pemasaran, tingginya persentase harga jual akhir yang ikut dinikmati
share terendah untuk petani. Walaupun demikian dikarenakan alasan yang telah
pemasaran I dan II dan pedagang besar di saluran III dan IV relatif lebih tinggi
dari yang diterima oleh pedagang lainnya disebabkan aktivitas yang dilakukan
wilayah sentra produksi lebih banyak. Resiko kerugian finansial yang ditanggung
juga lebih tinggi sehubungan dengan kegiatan penimbangan dan penaksiran kadar
air gambir. Hal ini akan dijelaskan lebih rinci di sub bab perilaku pasar gambir.
125
berdasarkan empat indikator utama, yaitu: (1) praktek pembelian dan penjualan,
(2) proses pembentukan harga, (3) praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran
yang sudah dibahas dalam analisis struktur pasar sub bab lembaga pemasaran,
Kecendrungan yang dijumpai dari praktek jual beli yang dilakukan petani
dan pedagang di lokasi penelitian adalah bahwa petani cenderung menjual hasil
panennya kepada pedagang lokal yang sudah dikenal baik atau minimal sudah
pernah bertransaksi sebelumnya. Hal ini terjadi karena: (1) adanya hubungan baik
pedagang yang berasal dari daerah di luar wilayahnya, dan (3) adanya
pedagang, serta pemotongan kadar air yang ditawarkan pedagang, atau dengan
menjadi acuan petani dalam melakukan transaksi, terutama petani yang tidak
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: (1) kebiasaan daerah dan nagari masing-
masing petani, (2) infrastruktur jalan menuju lahan, (3) jarak dari rumah ke lahan,
serta (4) ada tidaknya peraturan di nagari yang bersangkutan sehubungan dengan
penjualan gambir.
oleh sebagian besar petani responden dan biasanya dilakukan bersamaan dengan
hari pasar tradisional di daerah yang bersangkutan. Pola perilaku jual beli gambir
memiliki hari pasar yang dipusatkan di nagari tertentu yang berada di kecamatan
yaitu setiap hari Minggu, Selasa dan Rabu, di Kecamatan Harau ada 2 kenagarian
yang memiliki pasar tradisional yaitu setiap hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu,
serta di Kecamatan Kapur IX semua nagari memiliki pasar tradisional dimana ada
6 hari pasar dari hari Minggu sampai Jumat (BPS, 2008b; 2008e; 2008f).
Hari pasar juga merupakan hari istirahat bagi petani pada umumnya.
Perilaku ini disebabkan karena: (1) petani memerlukan uang tunai dari hasil
panennya yang akan digunakan untuk membiayai keperluan hidup sehari-hari dan
berbelanja saat hari pasar, (2) untuk membiayai operasional modal kerja selama
pengolahan atau kegiatan mangampo dilakukan, dan (3) adanya resiko potential
loss jika petani menyimpan hasil panennya untuk dijual sekaligus di satu waktu.
Hal ini akibat tidak adanya kepastian harga untuk penjualan di minggu berikutnya
Berdasarkan data survei, terdapat 42.71 persen petani yang menjual hasil
transaksi gambir yang telah ditetapkan dengan peraturan nagari setempat dan
sebanyak 2.08 persen sisanya menjual ke tempat lain seperti di antar langsung ke
rumah toke atau pedagang pengumpul setempat, seperti yang dilakukan petani di
yang akan membeli hasil panennya dan sisanya sebanyak 25 persen petani
1. Pengolahan gambir yang dilakukan petani dibiayai oleh pedagang, misal untuk
biaya anak kampo dan modal kerja selama mangampo ditanggung oleh
pengolahan.
keperluannya.
4. Antara petani dengan pedagang memang sudah ada perjanjian untuk menjalin
harga gambir diantaranya adalah tingkat kompetisi antarpelaku pasar yang salah
satunya dipengaruhi oleh bentuk struktur pasar komoditas tersebut, regulasi atau
aturan yang ada, baik dari pemerintah pusat dan daerah maupun nagari, serta
preferensi dari pembeli atau konsumen. Berdasarkan fenomena yang ada, selain
adalah:
Semakin tinggi persentase kadar air gambir yang dihasilkan, maka harga rata-
rata per kilogram gambir yang diterima petani akan semakin rendah.
standar kualitas yang diinginkan dan ditetapkan pasar. Tuntutan akan uang
tunai supaya bisa menjual setiap minggu selama panen, maka pengeringan
selain dengan cara penjemuran alami, juga dilakukan petani di atas tungku api
pengumpul untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Kadar air gambir
yang berasal dari petani umumnya berkisar antara 5 – 6 persen per kilo, tetapi
sampai 15 persen.
Sebanyak 62.5 persen petani menghasilkan gambir campur dan 37.5 persen
petani memproduksi gambir murni. Gambir campur relatif lebih berat dan
129
berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk ekspor).
Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning kecoklatan.
berat gambir murni lebih ringan dari gambir campur, tetapi dari segi harga
sebelumnya dan akan tetap selama jumlah kontrak antara eksportir dengan
dimana rantai pemasaran gambir dikuasai oleh sedikit pedagang besar akan
4. Waktu Penjualan
menjelang sore berpengaruh terhadap harga pembelian. Harga di pagi hari saat
hari pasar tradisional biasanya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
harga disaat siang dan sore hari, karena di pagi hari ada tuntutan yang sangat
mendesak bagi petani akan uang tunai yang digunakan untuk berbelanja
130
Harau. Di Kecamatan Kapur IX hal tersebut tidak berlaku karena sudah ada
peraturan nagari yang baku dalam mengatur tempat dan hari penimbangan
yang semuanya sudah dikelola oleh nagari. Justru penawaran harga tertinggi di
peroleh saat awal transaksi sudah dibuka secara resmi oleh aparatur nagari.
Semakin lama gambir dijual maka penawaran harga akan cenderung lebih
Ada perilaku yang berbeda dalam praktek jual beli gambir diantara
rumah dan ketergantungan kepada pemodal. Rata-rata petani yang tidak memiliki
Lareh Sago Halaban, dimana hanya 33.33 persen responden yang memiliki rumah
pengolahan sendiri.
pengumpul tanpa beban bunga. Pengembalian biasanya dilakukan pada saat panen
gambir dengan cara mengurangi dari hasil panen yang dibayarkan kepada petani.
Hal ini akan mengikat petani sehingga harus menjual hasil panennya kepada
besar/eksportir). Pinjaman biasanya tanpa bunga dan tanpa adanya suatu ikatan
hukum, hanya berdasarkan kepercayaan dan hubungan yang sudah lama terjalin.
Jadi bentuk kerjasama yang terjadi di antara lembaga pemasaran yang terlibat
Kinerja pasar sangat dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Indikator
yang dijadikan ukuran untuk menilai kinerja pasar gambir di lokasi penelitian,
yaitu: (1) untuk efisiensi operasional yang merupakan ukuran dari biaya minimum
dinilai dengan ukuran margin pemasaran yang sudah dibahas langsung dalam
diterima petani/farmer’s share, dan (2) untuk efisiensi harga yang menyangkut
Bagian harga yang diterima petani adalah bagian harga yang dibayarkan
oleh konsumen (dalam hal ini pedagang akhir dan eksportir) yang dapat dinikmati
oleh petani sebagai produsen. Besarnya farmer’s share secara umum dipengaruhi
oleh saluran pemasaran, semakin panjang saluran akan menyebabkan biaya dan
132
margin bertambah besar. Semakin besar margin pemasaran maka bagian harga
yang diterima petani akan semakin kecil seperti yang terjadi pada saluran
pemasaran II. Selain itu untuk komoditas pertanian faktor tingkat pengolahan
yang dilakukan petani, biaya transportasi, keawetan dan mutu serta jumlah
produksi juga akan berpengaruh pada farmer’s share. Berikut ini gambaran
besarnya bagian harga yang diterima oleh petani pada setiap saluran pemasaran
Tabel 16. Farmer’s Share Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2009
memberikan bagian harga yang diterima petani lebih tinggi yaitu sebesar 74.65
dan 71.62 persen bila dibandingkan dengan saluran pemasaran I dan II yang hanya
sebesar 66.71 persen dan 64 persen. Jumlah lembaga pemasaran yang terlibat
dalam saluran pemasaran I dan II lebih banyak dari saluran III dan IV dikarenakan
pemasaran yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan saluran lainnya yaitu
Saluran pemasaran III dengan demikian bisa dikatakan relatif lebih efisien
bagi petani jika dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya karena bagian
harga yang diterima petani lebih tinggi dan bisa menjual dengan biaya pemasaran
dan keuntungan yang diambil oleh pedagang dengan lebih rendah. Hanya saja
tidak semua petani bisa memilih saluran pemasaran III dalam memasarkan hasil
panennya, hanya 42.71 persen petani yang bisa menggunakan saluran ini dengan
(2) volume penjualan gambir yang ditransaksikan, semakin kecil volume maka
menyangkut jalan dan jarak yang tidak memungkinkan pedagang tertentu masuk
(5) adanya perjanjian dan ikatan menyangkut modal, kerjasama dan hubungan
menjadi faktor penekan posisi tawar petani ketika berhadapan dengan pedagang.
pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya), yang
134
dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau
lebih. Model yang digunakan untuk menganalisis aspek keterpaduan pasar dalam
penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan
autoregresive antara harga di tingkat petani dengan harga di pasar acuan yaitu
harga ditingkat eksportir. Data yang digunakan untuk analisis integrasi dan
Uji statistik terhadap kesesuaian model diperoleh nilai F hitung sangat nyata
model cukup baik karena variabel bebas dapat menjelaskan keragaman variabel
terikat. Keragaman harga gambir di tingkat petani (Pft) dapat dijelaskan oleh
sebesar 98.6 persen dan sisanya sebanyak 1.4 persen dijelaskan oleh faktor lain di
independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau
berpengaruh nyata terhadap harga gambir di tingkat petani. Hanya satu variabel
yang signifikan pada taraf nyata pengujian α 1 persen, yaitu variabel Pft-1 atau
bedakala satu tahun harga gambir di tingkat petani. Variabel independen lainnya
tidak berpengaruh nyata pada harga gambir di tingkat petani. Selisih harga gambir
persen.
135
distributed lag antara harga gambir di tingkat petani dengan harga gambir di
Parameter P_value
Variabel Bebas
Dugaan (Significance)
Bedakala harga gambir di tingkat petani (Pft-1) 0.92842 0.0001 ***
Selisih harga gambir di tingkat eksportir (DPe) 0.06519 0.2204
Bedakala harga gambir di tingkat eksportir (Pet-1) 0.06707 0.4150
F – hitung 235.31 0.0001 ***
Koefisien determinasi (R2) 0.9860
R2 – adjusted 0.9818
IMC 13.851
yang merupakan nilai elastisitas transmisi harga yaitu seberapa jauh perubahan
parameter b2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Nilai dugaan
parameter b2 dari hasil analisis di atas, berarti bahwa jika terjadi perubahan harga
sebesar 10 satuan harga (rupiah) di tingkat eksportir, maka perubahan harga yang
akan diteruskan sampai ke tingkat petani hanya sebesar 0.65 rupiah saja, cateris
paribus. Hal ini mencerminkan tidak simetrisnya transmisi harga oleh pihak
yang berlaku sekarang di tingkat petani memiliki nilai kurang dari satu. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode
petani yang berlaku saat ini, dibandingkan dengan pengaruh harga di tingkat
eksportir pada periode sebelumnya. Pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani
pada periode sebelumnya terhadap pembentukan harga pasar di tingkat petani saat
ini adalah sebesar 0.928. Sedangkan pengaruh perubahan harga yang berlaku di
petani yang berlaku saat ini juga kurang dari satu, hanya saja pengaruhnya jauh
lebih kecil, yaitu sebesar 0.067. Hal ini mengindikasikan bahwa ada stok tertentu
yang disimpan di gudang oleh pedagang sampai pada tingkatan jumlah tertentu
sebelum gambir dijual lagi ke pedagang yang berada di atasnya sesuai dengan
dengan pengaruh harga pasar acuan di tingkat eksportir pada periode sebelumnya,
akan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keterpaduan antara kedua pasar yang
dicerminkan oleh besarnya Index of Market Connection (IMC). Nilai IMC yang
dengan kata lain terjadi integrasi jangka panjang antarpasar lokal di tingkat petani
tinggi yaitu 13.851, artinya pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi
137
dengan baik. Integrasi pasar yang terjadi lemah. Pasar dalam kondisi persaingan
tidak sempurna dan sistem pemasaran gambir tidak efisien. Ini juga berarti dalam
praktek penentuan harga komoditas gambir, perubahan harga hanya sedikit yang
diteruskan oleh eksportir sampai ke tingkat petani. Perubahan harga pada tingkat
dapat juga dipakai untuk melihat tingkat persaingan dan integrasi antara dua
integrasi pasar dapat dipakai sebagai ukuran struktur pasar yang efisien (Rahim
harga gambir di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat eksportir (Pe) dari data
time series tahun 1994 - 2007 dengan Pearson correlation’s adalah 0.635 pada
Implikasi lain dari besaran nilai IMC dan nilai korelasi adalah, faktor yang
menjadi penentu bagi pembentukan harga gambir yang berlaku saat ini di tingkat
petani adalah harga gambir yang berlaku pada periode sebelumnya pada tingkat
138
petani. Kondisi ini sejalan dengan praktek pembentukan harga gambir di lokasi
penelitian, dimana harga gambir saat ini biasanya mengacu pada harga gambir
saat panen sebelumnya. Eksportir atau pedagang besar yang menentukan harga.
Harga gambir relatif stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini salah satunya diduga
pembeli atau importir di luar negeri, maka harga yang ditentukan eksportir
cendrung mengacu pada harga gambir sebelumnya dan akan tetap selama jumlah
kontrak belum terpenuhi. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dimana
Posisi tawar petani dalam pembentukan harga sangat lemah. Petani hanya
bertindak sebagai penerima harga dari pedagang. Penyebab kondisi di atas adalah:
(1) kondisi pasar gambir tidak bersaingan, struktur yang terbentuk di pasar gambir
Lima Puluh Kota adalah pasar oligopsoni, dalam kondisi tersebut tidak akan ada
harga terbaik bagi petani karena daya tawar petani sangat rendah dalam
menghadapi pedagang, (2) kondisi fisik lokasi sentra produksi usahatani gambir
yang banyak berada di daerah pedesaan yang relatif terpencil dan relatif terbatas
harga dalam transaksi jual beli gambir, (3) lokasi konsumen akhir berada sangat
jauh dari sentra produksi, Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pelabuhan bagi
eksportir lokal yang merupakan pasar acuan dalam analisis ini juga relatif jauh
dari sentra produksi gambir, dan (4) secara kelembagaan, petani di lokasi
139
penelitian belum terorgasisasi dengan baik, hanya 23.96 persen petani yang
tergabung dalam kelompok tani dan semua responden tidak ada yang menjadi
memiliki koperasi khusus petani gambir. Kelompok tani yang ada pun
menjadi tidak terberdayakan, petani tidak lebih dari individu (bukan kesatuan
pemasaran komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti yang telah
1. Mengingat input tetap luas lahan dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien
dan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan di masa depan, maka harus
lahan yang ada sekarang. Karena itu kebijakan penggunaan input yang
berpengaruh secara nyata pada produksi seperti tenaga kerja, jumlah tanaman
dioptimalkan.
140
efektif dan efisien perlu diupayakan dalam jangka panjang oleh pihak terkait.
Sehingga bisa menjamin ketersediaan bibit jenis unggul yang mudah didapat
dan terjangkau oleh petani. Produk yang homogen dari segi mutu dan
mutu gambir yang dibutuhkan oleh konsumen akhir atau industri yang
dengan jelas dan diaplikasikan dengan baik sampai di tingkat petani produsen.
pupuk buatan maupun pupuk organik, dan pestisida, sehingga kedua input ini
dalam usahatani gambir. Pemerintah dan pihak terkait di daerah penelitian bisa
dihasilkan dan dibutuhkan anggotanya, kelompok tani ini juga hendaknya bisa
secara horizontal. Secara kelembagaan lembaga ini harus formal dan didukung
7.1. Kesimpulan
produksi dan pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dapat disimpulan
bahwa:
nyata sebagai input adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah tanaman gambir
gambir, frekwensi panen dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi
Faktor lain yang berpengaruh secara tidak langsung pada tingkat produktivitas
lahan dalam usahatani gambir adalah jarak tanam dan cara penanaman. Faktor
sosial ekonomi lain yang berpengaruh pada tingkat produksi gambir baik
secara langsung maupun tidak adalah usia petani, lama pendidikan dan
2. Pengalokasian input tenaga kerja, pupuk kimia (Urea) dan pestisida belum
kondisi petani yang tidak memiliki cukup insentif untuk membeli pupuk dan
sehingga tidak ada kepastian dalam berusahatani. Input tetap luas lahan dalam
pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi. Hal ini tidak berarti petani harus
luas lahan lagi untuk meningkatkan hasil produksi gambir, karena dengan
3. Struktur pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah weak oligopsony
market structure atau pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini ditandai oleh
sangat tidak seimbangnya rasio petani dan pedagang yang ditunjukkan oleh
untuk masuk pasar bagi pedagang baru yang tergambar dari tingginya nilai
MES. Perilaku pasar sangat dipengaruhi oleh bentuk struktur pasar yang
menentukan harga relatif kuat dan dominan jika dibandingkan dengan petani
tempat penjualan tersebar, transaksi jual beli tidak serentak dan cenderung
pada pedagang yang sama, jumlah yang dipanen masing-masing petani relatif
keterbatasan modal, produk yang dihasilkan relatif beragam dan belum adanya
sedangkan pasar akhir gambir atau konsumen akhir sebagian besarnya berada
144
di tempat yang sangat jauh dari sentra produksi. Kinerja pemasaran gambir di
Kabupaten Lima Puluh Kota belum efisien. Hal ini terlihat berdasarkan
indikator adanya kolusi antar pedagang di tingkat pasar yang berbeda dalam
menentukan harga sehingga harga yang terjadi pada pasar eksportir tidak
petani dan eksportir belum terintegrasi dengan baik dimana integrasi pasar
yang terjadi lemah. Kondisi tersebut mengakibatkan tidak akan ada harga
terbaik yang akan berlaku bagi petani, walaupun kinerja pasar gambir
dan rasio harga yang diterima petani relatif tinggi. Akhirnya hal tersebut di
7.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai produktivitas gambir yang menganalisis
diperoleh gambaran dan perbandingan yang lebih baik dan memadai untuk
yang membahas tentang aspek permintaan dan penawaran gambir oleh industri
yang melakukan pengolahan lebih lanjut pada gambir mentah yang diproduksi
Cramer, G.L., C.W. Jensen and D.D. Southgate, Jr. 1997. Agricultural Economics
and Agribusiness. Seventh Edition. John Wiley & Sons, New York.
Dahl, D.C. and J.W. Hammond. 1977. Marketing and Price Analysis: The
Agriculture Industries. Macgraw Hill Book Company, New York.
Dessalegn, G., T.S. Jayne and J.D. Shaffer. 1998. Market Structure, Conduct and
Performance: Constraints on Performance of Ethiopian Grain Markets.
Working Paper. Grain Market Research Project. Ministry of Economic
Development and Cooperation, Addis Ababa.
Doll, J.P. and F. Orazem. 1984. Production Economics: Theory with Applications.
John Wiley and Son, New York.
George, P.S. and G.A. King. 1971. Consumer Demand for Food Commodities in
The United States with Projection for 1980. Giannini Foundation
Monograph Number 26. Department of Agricultural and Resource
Economics, University of California, Davis.
Heytens, P.J. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies,
20(1): 25-41.
Hukama, L.A. 2003. Analisis Pemasaran Jambu Mete: Studi Kasus Kabupaten
Buton dan Muna. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
147
Irawan dan Sudjoni. 2001. Pemasaran: Prinsip dan Kasus. Edisi Kedua. Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Institut
Pertanian Bogor Press, Bogor.
Kohls, R.L. and J.N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth
Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Lamb, C.W., J.F. Hair dan M. Daniel. 2001. Pemasaran. Terjemahan. Salemba
Empat, Jakarta.
Lau, L.J. and P.A. Yotopoulus. 1971. A Test for Relative Efficiency and
Application to Indian Agricultural. American Economic Review, 61(1): 94-
109.
Parel, C.P., G.C. Caldito, P.L. Ferrer, G.G. Degusman, C.S. Sinsioco and R.H.
Tan. 1973. Sampling Design and Procedures. Philippine Social Science
Council, Quezon City.
Rahim, A. dan D.R.D. Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar Teori dan
Kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.
148
Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi dan T. Sudaryanto. 2003. Struktur Pasar dan
Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Sahara, D., Yusuf dan Sahardi. 2004. Pengaruh Faktor Produksi pada Usahatani
Lada di Sulawesi Tenggara: Kasus Integrasi Lada-Ternak di Kecamatan
Landono Kabupaten Kendari. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 7(2): 139-145.
_________. dan Sahardi. 2005. Efisiensi Faktor Produksi Lada pada Pola
Usahatani Integrasi dan Pola Tradisional di Sulawesi Tenggara. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 8(2): 242-249.
_________. dan Idris. 2005. Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Padi pada Lahan
Sawah Irigasi Teknis. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Tenggara, Kendari.
_________. Z. Abidin dan A. Syam. 2006. Profil Usahatani dan Analisis Produksi
Kakao di Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 9(2): 154-161.
Soekartawi, A. Soehardjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Tomek, W. and K.L. Robinson. 1977. Agricultural Product Prices. Third Edition.
Cornel University Press, Ithaca.
Yuhono, J.T. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Gambir. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Buletin TRO, 15(2): 9-21.
LAMPIRAN
151
Uji F
Analysis of Variance
Lampiran 1. Lanjutan
Uji t
Parameter Estimates
Lampiran 2. Hasil Uji Asumsi OLS pada Model Fungsi Produksi Komoditas
Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
k e n o r m a la n
Norm al
9 9 ,9
M ean 1 ,9 3 6 6 3 0 E - 1 6
S tD e v 0 ,2 1 5 8
99
N 1 3 3
KS 0 ,0 5 3
95 P - V a lu e > 0 ,1 5 0
90
8 0
7 0
Pe r ce n t
6 0
5 0
4 0
3 0
2 0
10
5
0 ,1
-0 ,5 0 -0 ,2 5 0 ,0 0 0 ,2 5 0 ,5 0 0 ,7 5
R ES I 1
0,50
0,25
Residual
0,00
- 0,25
- 0,50
4 5 6 7 8
Fit t e d Va lue
154
Lampiran 2. Lanjutan
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 0,20518 0,01710 0,95 0,503
Residual Error 120 2,16521 0,01804
Total 132 2,37038
3. Uji Multikolinieritas
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10, tidak ada multikolinieritas
Kesimpulan:
Model regresi sudah memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
155
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 92,3023 7,6919 150,12 0,000
Residual Error 120 6,1486 0,0512
Total 132 98,4509
Hipotesis:
Karena F hitung < F tabel atau nilai P (0,6013) > alpha 5% maka terima H0,
data roni;
input PF PE PFt DPE PEt;
cards;
3475.98 2268.8 * * *
2896.76 3103.1 3475.98 834.3 2268.8
3500.89 4052.2 2896.76 949.1 3103.1
6377 8291.7 3500.89 4239.6 4052.2
7200 29139.6 6377 20847.8 8291.7
6790 10133.1 7200 -19006.4 29139.6
6867.67 16843.5 6790 6710.4 10133.1
8375 14467.9 6867.67 -2375.7 16843.5
9083 12570.1 8375 -1897.7 14467.9
8234 10378.3 9083 -2191.8 12570.1
8192.58 14302.2 8234 3923.9 10378.3
9089.78 19991.7 8192.58 5689.4 14302.2
9703.24 12365.1 9089.78 -7626.6 19991.7
9967.04 15938.6 9703.24 3573.5 12365.1
;
proc reg data=roni;
model PF = PFt DPE PEt;
restrict intercep = 0;
run;
Lampiran 4. Lanjutan
Analysis of Variance
Parameter Estimates
Harga Harga
Harga Gambir Gambir Gambir Nilai Tukar Harga Gambir
Petani Mata Uang Eksportir
Tahun FOB FOB
(Rp/kg) (Rp/USD) (Rp/kg)
(USD/ton) (USD/kg)
PF PFOB ER PE
1994 3475,98 1047,92 1,05 2160,75 2268,79
1995 2896,76 1378,77 1,38 2248,61 3103,08
1996 3500,89 1734,67 1,73 2342,30 4052,18
1997 6377,00 2848,34 2,85 2909,38 8291,73
1998 7200,00 2908,60 2,91 10013,60 29139,58
1999 6790,00 1287,34 1,29 7855,15 10133,14
2000 6867,67 1997,00 2,00 8421,77 16843,54
2001 8375,00 1408,07 1,41 10260,90 14467,87
2002 9083,00 1350,26 1,35 9311,20 12570,12
2003 8234,00 1206,30 1,21 8577,10 10378,29
2004 8192,58 1597,87 1,60 8938,90 14302,24
2005 9089,78 2055,00 2,06 9704,70 19991,68
2006 9703,24 1353,72 1,35 9159,30 12365,06
2007 9967,04 1761,28 1,76 9056,00 15938,56
Sumber: Diolah dari Statistik Perkebunan Sumatera Barat dan BPS, 2008d
159
Lampiran 6. Data Primer untuk Analisis Produksi Usahatani Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun
2009
Volume Penggunaan Luas Jumlah Umur Pengalaman Penggunaan Penggunaan Dummy Dummy Dummy Dummy Dummy
Produksi Tenaga Lahan Pohon Tanaman Bertani Pupuk Pestisida Pendidikan Frekwensi Jenis Cara Budidaya Bibit
Gambir Kerja Gambir Gambir Gambir Urea 1. > 6 tahun Panen Gambir 1. Gambir saja 1. Unggul
Nomor Nama per Tahun Menghasilkan 0. < 6 tahun per Tahun 1. Campur 0. Tumpang sari 0. Campuran
Responden Petani Jorong/Kanagarian/Kecamatan 1. Tiga kali 0. Murni
(HOK) (ha) (batang) (tahun) (tahun) (kg) (liter) 0. < 3 kali
PROG TKER LLHN JUMP UMUR PNGA PPUK PPES DPEND FREP JENG CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
1 Zulfahmi Lambuak/Halaban/Lareh Sago Halaban 600 230 1 2500 12 15 0 2 1 0 0 0 0
2 Amir Sawin Padang Tangah/Halaban/L. S. Halaban 1400 390 1,5 3700 12 12 0 3 1 0 0 0 0
3 Amir Sawin II " 1000 280 1 3000 5 12 0 2 1 0 0 1 0
4 Dalius Kapalo Koto/Halaban/LSH 2000 698 5 6500 39 40 0 4 0 0 0 0 0
5 Dalius II " 3000 1030 7 8000 34 40 0 6 0 0 0 0 0
6 Syaiful " 1400 468 3 4000 12 13 0 4 1 0 0 0 0
7 Dailami " 600 190 3 2500 54 54 0 4 0 0 0 0 0
8 Ermiati " 2000 610 1 5000 10 10 0 3 1 0 0 0 0
9 Bunani BS " 1200 570 4 4000 39 50 0 5 0 0 0 0 0
10 Bunani BS II " 600 270 2 3000 34 50 0 3 0 0 0 0 0
11 Nawar Lambuak/Halaban/LSH 220 88 0,7 3500 10 10 0 2 0 0 0 0 0
12 Firdaus " 700 240 1,5 4500 5 5 0 3 1 0 0 0 0
13 Masrizal Padang Tangah/Halaban/LSH 450 180 1,5 3000 12 12 0 3 1 0 0 0 0
14 Ernawati Lambuak/Halaban/LSH 1000 326 2 6500 20 20 0 4 1 0 0 1 0
15 Bulkhaini " 1200 380 2 6500 5 32 0 4 0 0 0 1 0
16 Bulkhaini II " 800 290 2 5000 32 32 0 4 0 0 0 0 0
17 Anwar Padang Tangah/Halaban/L. S. Halaban 300 112 1 4000 2 10 20 2 0 0 0 0 0
18 Anwar II " 600 190 1 4000 10 10 30 2 0 0 0 0 0
19 Helmi Kabun/Halaban/LSH 100 34,4 0,56 2500 4 4 0 0 1 0 0 0 0
20 Julidar " 1956 692 5 18000 13 13 0 8 1 0 0 0 0
21 Zalmi " 240 94,4 0,86 2500 4 4 0 2 1 0 0 0 0
22 Ismed " 100 44 0,5 2000 4 4 0 1 1 0 0 0 0
23 Arius " 500 206 2 5000 3 3 0 5 0 0 0 0 0
24 Ali Amran (on) " 100 44 0,5 2000 5 5 0 0 1 0 0 0 0
25 Africhan " 50 22 1 1500 5 5 0 0 1 0 0 0 0
26 Juswati " 240 88 0,8 2000 10 10 0 0 1 0 0 0 0
27 M. Natsir " 600 230 1 3000 3 3 0 0 0 0 0 0 0
28 Armen-Reni " 1000 332 1 4200 6 6 0 2 1 0 0 1 0
29 Jainis " 340 170 1 3500 5 5 0 0 1 0 0 0 0
30 Yunirman " 172 57 1 3000 5 5 0 0 1 0 0 0 0
31 Masri " 200 84 1,5 4200 5 5 0 2 1 0 0 0 0
32 Nurpen " 300 118 2 3000 6 6 0 2 1 0 0 0 0
33 Ondra Wira " 100 30 0,25 1200 4 4 0 0 1 0 0 0 0
34 Nedi Coran/Sitanang/LSH 1000 220 1 2500 4 4 50 3 1 0 1 1 0
35 Dasril " 1600 368 2 5500 10 10 70 5 1 0 1 1 0
160
Lampiran 6. Lanjutan
Volum e Penggunaan Luas Jum lah Um ur Pengalam an Penggunaan Penggunaan Dum m y Dum m y Dum m y Dum m y Dum m y
Produksi Tenaga Lahan Pohon Tanam an Bertani Pupuk Pestisida Pendidikan Frekwensi Jenis Cara Budidaya Bibit
G am bir Kerja G am bir G am bir G am bir Urea 1. > 6 tahun Panen G am bir 1. G am bir saja 1. Unggul
Nom or Nam a per Tahun M enghasilkan 0. < 6 tahun per Tahun 1. Cam pur 0. Tum pang sari 0. Cam puran
Responden Petani Jorong/Kanagarian/Kecam atan 1. Tiga kali 0. M urni
(HO K) (ha) (batang) (tahun) (tahun) (kg) (liter) 0. < 3 kali
PRO G TKER LLHN JUM P UM UR PNG A PPUK PPES DPEND FREP JENG CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
36 Sugim an Bio-bio/Solok Bio-bio/Harau 600 104 0,5 1250 13 13 0 1 1 0 0 0 0
37 Khaidir " 900 268 1 4200 12 12 100 2 0 0 1 0 0
38 Jasril Padang Laweh/Solok Bio-bio/Harau 1200 280 1 6500 14 14 50 2 0 0 1 0 0
39 Yusuf Bio-bio/Solok Bio-bio/Harau 2200 510 2,5 10500 12 12 250 4 0 0 1 1 0
40 Yusuf II " 800 200 1 4200 11 12 100 2 0 0 1 1 0
41 Yusuf III " 1100 290 1,5 6000 10 12 150 2 0 0 1 1 0
42 W ardi " 1160 240 1 4200 10 10 30 3 0 0 1 1 0
43 Jon Azizar " 900 256 1 4200 19 19 0 1 0 0 1 1 0
44 Jon Azizar II " 1400 420 1,5 6300 14 19 0 1 0 0 1 1 0
45 Jon Azizar III " 1200 310 1 4200 10 19 0 1 0 0 1 1 0
46 Yondesrizal " 1400 540 3 9500 29 19 50 9 1 0 1 1 0
47 Yondesrizal II " 1200 410 2 6500 4 19 50 6 1 0 1 1 0
48 Edi " 200 58 1 4000 2 2 0 0 0 0 1 1 1
49 Pen Dt. Putiah " 1200 330 1,5 6500 2 2 50 2 1 0 1 1 0
50 Peniwidia " 600 124 1,5 2000 30 5 0 2 1 0 1 1 0
51 Asm ardi N. " 2800 788 3,2 10400 29 29 100 6 1 0 1 1 0
52 Nurjas-Nildawati " 600 138 1 2500 39 39 0 0 1 0 1 1 0
53 Nurjas-Nildawati II " 1600 462 3 9500 15 39 0 0 1 0 1 1 0
54 Rism an-Des " 1760 310 1 6500 16 16 50 4 0 0 0 1 0
55 Rism an-Des II " 2400 460 1 6500 12 16 50 4 0 0 0 1 0
56 Tin Syofiani " 1000 280 1 4200 12 12 50 2 1 0 0 1 0
57 Tin Syofiani II " 1200 310 1 4200 9 12 50 2 1 0 0 1 0
58 Jasri " 900 215 0,65 3000 29 29 0 3 0 0 1 1 0
59 Erni-Zulfikar " 240 58 2 4000 29 7 50 2 1 0 1 1 0
60 Irm an-M edrawati " 700 180 1 4000 16 16 30 2 1 0 1 1 0
61 Irm an-M edrawati II " 1600 370 2,25 8500 4 16 70 5 1 0 1 1 0
62 Elidawarti-N. Nasri " 400 102 1 3000 29 29 50 3 0 0 1 1 0
63 Yanto-M ulia Fitri " 500 84 0,6 2500 6 6 0 2 0 0 1 1 0
64 Naldi-Irawati " 720 129 1,5 5000 15 15 0 2 1 0 1 1 0
65 Aliyunir-Nam ina " 600 198 1 4200 19 19 50 2 0 0 1 1 0
66 M elly-Eldi " 400 76 0,5 2500 9 9 25 2 1 0 1 1 0
67 Syafri Dt. Kuniang " 1600 520 2 7500 30 36 80 5 1 0 1 1 0
68 Syafri Dt. Kuniang II " 1000 320 2 5000 10 36 80 5 1 0 1 1 0
69 Syafri Dt. Kuniang III " 1600 320 1,5 6500 15 36 40 5 1 0 1 1 0
70 Rustam " 1000 176 1 4500 15 15 50 5 0 0 1 0 0
71 Alinis-Ratna Juina " 600 129 0,5 2000 16 16 10 1 0 1 1 1 0
72 Alinis-Ratna Juina II " 1600 330 1,5 6000 7 16 50 4 0 0 1 1 0
73 Jam alus " 1000 220 1 4000 40 50 20 5 0 0 1 1 0
74 Jam alus II " 600 110 0,5 2000 25 50 10 2 0 0 1 1 0
75 Jam alus III " 1000 220 1 4000 47 50 20 5 0 0 1 1 0
76 Edison " 300 56 0,5 2000 13 13 25 1 1 0 1 0 0
77 Edison II " 300 56 0,5 2000 15 13 25 1 1 0 1 0 0
78 Rism an " 600 140 1 3000 10 10 30 2 1 0 1 1 0
79 Ali Am ran " 1000 280 1 4000 15 15 50 2 0 0 1 1 0
80 Jum ar Dedi " 1900 436 1 7500 6 6 100 7 0 0 1 1 0
81 Alizar-Dar " 3000 444 2 8200 9 9 50 15 0 0 1 1 0
82 M usranandi (iwan) " 1200 250 1 6000 7 7 0 2 1 0 1 1 0
161
Lampiran 6. Lanjutan
V o lu m e Penggunaan Luas J u m la h U m ur P e n g a la m a n Penggunaan Penggunaan D um m y D um m y D um m y D um m y D um m y
P ro d u k s i T e n a g a Lahan Pohon T a n a m a n B e rta n i Pupuk P e s tis id a P e n d id ik a n F re k w e n s i J e n is C a ra B u d id a ya B ib it
G a m b ir K e rja G a m b ir G a m b ir G a m b ir U re a 1 . > 6 ta h u n Panen G a m b ir 1 . G a m b ir s a ja 1. U nggul
N om or N am a per Tahun M e n g h a s ilk a n 0 . < 6 ta h u n per Tahun 1. C am pur 0 . T u m p a n g s a ri 0 . C a m p u ra n
R esponden P e ta n i J o ro n g /K a n a g a ria n /K e c a m a ta n 1 . T ig a k a li 0 . M u rn i
(H O K ) (h a ) (b a ta n g ) (ta h u n ) (ta h u n ) (k g ) (lite r) 0 . < 3 k a li
PROG TKER LLH N JU M P UMUR PNGA PPUK PPES DPEND FREP JEN G CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
83 S yu h a d a J o ro n g D u a /K o to B a n g u n /K a p u r IX 1200 226 0 ,7 5 3500 8 8 50 3 0 1 1 0 0
84 S yu h a d a II " 1500 312 1 4200 3 8 100 6 0 1 1 0 0
85 M a jid " 1800 316 0 ,7 5 3150 16 16 75 3 0 1 1 0 0
86 R o h ya t " 900 226 0 ,7 5 3000 16 16 50 1 0 1 1 0 0
87 R o h ya t II " 150 66 0 ,2 5 1050 3 16 50 1 0 1 1 0 0
88 M am an " 450 126 0 ,7 5 3000 15 15 0 1 0 1 1 0 0
89 Agus " 900 289 0 ,7 5 3100 8 8 10 3 0 1 1 0 0
90 A g u s II " 2100 420 1 4000 6 8 30 6 0 1 1 0 0
91 A g u s III " 2100 420 1 4000 3 8 30 6 0 1 1 0 0
92 T e d y M u lya d i " 1350 297 2 ,2 5 6000 12 12 100 4 1 1 1 0 0
93 A b d u l H a m id " 1500 495 1 ,5 6200 11 11 150 5 0 1 1 0 0
94 B o e rh a n a fi " 2400 585 1 ,5 6300 12 12 20 2 0 1 1 0 0
95 B o e rh a n a fi II " 3000 660 2 8400 10 12 30 3 0 1 1 0 0
96 Januar " 750 154 0 ,7 5 3000 12 12 20 4 0 1 1 0 0
97 N a n a n g B a h ro m " 450 123 1 ,5 3000 16 16 30 5 1 1 1 0 0
98 D ju fri " 2400 570 2 6400 4 13 75 10 0 1 1 0 0
99 D ju fri II " 2400 630 1 ,5 6400 13 13 75 6 0 1 1 0 0
100 Supan " 400 114 0 ,7 5 2500 16 16 50 2 1 0 1 0 0
101 S u p a n II " 300 62 0 ,5 2000 9 16 50 2 1 0 1 0 0
102 H a rd is " 450 6 7 ,5 0 ,2 5 800 4 4 20 1 ,5 1 1 0 1 0
103 A s w a rti " 600 87 0 ,7 5 2400 12 12 40 0 0 1 0 0 0
104 A s w a rti II " 210 47 0 ,2 5 500 3 12 10 0 0 1 0 1 0
105 W a h yu d i " 900 284 1 ,5 3500 3 3 30 4 1 1 1 1 0
106 R a h m a t H id a ya t " 1350 240 1 5000 3 3 0 8 1 1 1 0 0
107 J a s ril " 1800 468 2 7000 2 2 50 2 0 1 1 0 0
108 M a s n i-E t " 1400 410 2 8200 10 10 50 4 1 0 0 0 0
109 M a s n i-E t II " 2250 615 2 8200 3 10 50 3 1 1 1 0 0
110 Z u lh e rm a n (ic u n ) " 600 156 1 3000 3 3 0 2 1 0 1 0 0
111 Iya t S u rya d i " 600 177 0 ,7 5 2200 9 13 0 3 0 1 1 0 0
112 S u k ri " 600 123 0 ,7 5 2100 13 13 20 3 0 1 1 0 0
113 A a M u lya n a " 450 163 0 ,7 5 2000 6 6 10 1 1 1 1 0 0
114 A a M u lya n a II " 1800 489 2 3500 4 6 40 4 1 1 1 0 0
115 D e d e k M u lya m in " 105 33 0 ,7 5 500 5 5 20 0 1 1 1 0 0
116 S u d ju d " 240 72 0 ,7 5 1000 14 14 20 4 0 1 1 0 1
117 A e p S ya ifu l K h o lid " 780 150 0 ,7 5 2500 12 12 55 4 1 1 1 0 0
118 A e p S ya ifu l K h o lid II " 780 150 0 ,7 5 2500 11 12 55 4 1 1 1 0 0
119 P o e rw a n to " 240 81 0 ,7 5 2000 12 12 20 2 1 1 1 0 0
120 P o e rw a n to II " 600 180 2 3000 3 12 30 5 1 1 1 0 0
121 S ya fril B u yu n g " 900 181 0 ,7 5 2000 10 10 20 2 1 1 1 1 1
122 W a h id " 261 51 0 ,7 5 2000 2 2 0 1 ,5 0 1 1 0 0
123 D adang H am dani " 1545 402 2 4500 5 5 0 5 1 1 1 0 1
124 A h m a d R u s ta n d i " 240 81 0 ,7 5 1500 14 14 20 2 0 1 1 0 0
125 A h m a d R u s ta n d i II " 1350 300 2 4500 8 14 30 4 0 1 1 0 0
126 A h m a d R u s ta n d i III " 1800 360 1 ,2 5 4500 12 14 30 4 0 1 1 0 0
127 M u rs a l K a m p u n g D a la m /M u a ro P a iti/K a p u r IX 3300 840 3 28000 12 17 0 0 0 1 0 1 0
128 Y e ld i K a m p u n g B a ru /K o to B a n g u n /K a p u r IX 1500 312 1 4200 5 5 50 4 1 1 1 0 0
129 M a w a rd i " 900 300 3 6500 12 12 0 10 0 1 1 0 0
130 M a w a rd i II " 900 270 2 6500 10 12 0 10 0 1 1 0 0
131 Z a in a l N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 3000 450 3 12500 6 6 50 3 1 1 0 1 0
132 Z a in a l II N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 2550 328 2 8400 5 6 50 3 1 1 0 1 0
133 Z a in a l III N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 600 206 1 4000 3 6 20 1 1 1 0 1 0
ANALISIS PRODUKSI DAN PEMASARAN GAMBIR
DI KABUPATEN LIMA PULUH KOTA
PROVINSI SUMATERA BARAT
RONI AFRIZAL
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
SURAT PERNYATAAN
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan
Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini
perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
Roni Afrizal
NRP. H353070091
ABSTRACT
RONI AFRIZAL
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS
(Dosen Departemen Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Menyetujui,
1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto, MEc Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc
Ketua Anggota
Mengetahui,
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Heny K.S. Daryanto,
MEc dan Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, MAEc selaku Komisi Pembimbing yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan yang
sangat membantu selama penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA selaku Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi
Pertanian dan seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dalam
2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS selaku Penguji Luar Komisi dan Prof. Dr. Ir.
Kuntjoro sebagai Penguji yang mewakili Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan
Pimpinan Sidang pada Ujian Tesis, yang telah memberikan masukan bagi
3. Seluruh staf Mayor EPN, Mba Ruby, Mba Yani, Mba Aam, Ibu Kokom, Ibu
Siti dan Pak Husen yang selalu sabar dan menyediakan waktu untuk
serta keluarga besar Mess Universitas Andalas di Bogor, Edi Syafri dan
besar Mas Sugiman di Solok Bio-bio Harau dan keluarga besar Uda Bakar di
6. Istriku Resa Yulita dan yang tersayang anakku Atikah dan Hafizh.
Teman-teman EPN angkatan 2007, Dian, Mba Wiwiek, Mba Desi, Wanti,
Mba Asri, Fitri, Mba Ries, Mas Ambar, Mas Fer, Pak Narta, Pak Zul, Pak
Suryadi, Pak Adi, Non Dewi dan Uni Aida untuk kebersamaan selama
perkuliahan dan proses penulisan tesis ini, juga pada pihak-pihak lain yang
namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak
memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama penulis kuliah di IPB.
pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak
yang membutuhkannya.
Roni Afrizal
RIWAYAT HIDUP
Kabupaten Lima Puluh Kota pada tanggal 1 April 1977 dari Ayah M. Husnan
Tahun 1996 lulus dari SMA Negeri 1 Luhak dan diterima sebagai
melanjutkan studi S2 tahun 2007 pada Program Magister Sains di Mayor Ilmu
Andalas sejak tahun 2002 sampai dengan sekarang. Mata kuliah yang pernah
Yulita binti Emris Jakfar dan telah dikaruniai dua orang anak, Atikah
Halaman
DAFTAR TABEL.............................................................................. xvi
I. PENDAHULUAN………………….…………………….…..…..… 1
xiv
Halaman
6.1.1. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi
Gambir............................................................................... 88
6.1.2. Pengujian Fungsi Produksi Gambir.................................. 93
6.1.3. Analisis Efisiensi Alokatif Produksi Gambir.................... 103
6.2. Analisis Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota..... 106
6.2.1. Struktur Pasar Gambir....................................................... 106
6.2.1.1. Jumlah Partisipan dan Derajat Konsentrasi Pasar 106
6.2.1.2. Hambatan Keluar Masuk Pasar............................ 109
6.2.1.3. Kondisi dan Keadaan Produk............................... 110
6.2.1.4. Lembaga Pemasaran............................................. 111
6.2.2. Perilaku Pasar Gambir....................................................... 125
6.2.2.1. Praktek Pembelian dan Penjualan........................ 125
6.2.2.2. Proses Pembentukan Harga.................................. 128
6.2.2.3. Kerjasama Antarlembaga Pemasaran................... 130
6.2.3. Kinerja Pasar Gambir........................................................ 131
6.2.3.1. Bagian Harga yang Diterima Petani..................... 131
6.2.3.2. Keterpaduan Pasar dan Elastisitas Transmisi
Harga.................................................................... 133
6.3. Implikasi Kebijakan.................................................................... 139
LAMPIRAN....................................................................................... 150
xv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
18. Tingkat Hubungan Integrasi Pasar dalam Analisis Korelasi .... 137
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
xix
I. PENDAHULUAN
merupakan daerah sentra produksi gambir. Komoditas ini termasuk tanaman khas
rakyat di Sumatera Barat dan termasuk dalam sepuluh komoditas ekspor utama
provinsi ini. Ekspor gambir Indonesia lebih dari 80 persen berasal dari Sumatera
Barat, disamping itu gambir juga diusahakan dalam skala yang lebih kecil di
provinsi lain seperti Aceh, Sumatera Utara, Riau, Bengkulu, Jambi, Sumatera
Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Maluku dan Papua (Nazir et al.
mata pencaharian bagi lebih kurang 125 000 kepala keluarga petani atau sekitar
Luas areal dan produksi gambir di Sumatera Barat (Sumbar) menurut data
Dinas Perkebunan Provinsi Sumbar, untuk tahun 2005 adalah 19 658 hektar
dengan produksi total mencapai 13 249 ton. Daerah penghasil utama tanaman ini
adalah Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat 11 daerah tingkat dua, dari 19
kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sumbar, yang memproduksi gambir.
tahun 2002. Menurut Dinas Perkebunan Sumbar hal ini disebabkan banyaknya
lahan baru untuk penanaman gambir pada tahun 2002 namun mengalami
kegagalan, sehingga luas areal tanaman gambir mengalami penurunan pada tahun
2003 (Gambar 1). Sedangkan dari Gambar 2, terlihat bahwa produksi gambir
Hektar
24000
21812
22000
19427 19457 19851,75 19121 19350
20000
18000 16811
16000
16145
14000
13749,75 13156
12000 13286 13306 13261
12612
10000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Tahun 2006 produksi gambir Kabupaten Lima Puluh Kota mencapai 9 181
ton atau naik 4.08 persen dari tahun 2005 dengan luas areal tanam gambir
mencapai 13 156 ha. Luas areal perkebunan gambir di Kabupaten Lima Puluh
Kota pada tahun 2007 mencapai 13 261 ha atau 68.53 persen dari total luas areal
perkebunan gambir Sumatera Barat. Pada tahun yang sama, dari total produksi
3
gambir Sumbar yang mencapai 13 115 ton, sekitar 70.45 persennya atau sebanyak
Ton
14000
13000
13249 13115
12000 12973
12346 12436
11000
10000 10584 10729
9000
9181 9240
8000 8821
8505 8444 8443 8451
7000
6000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Tahun
Gambir yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, sebagai salah satu daerah
tingkat dua penghasil gambir yang ada di Sumbar, memiliki karakteristik yang
relatif sama dengan gambir yang diproduksi di daerah tingkat dua lainnya.
Karakteristik yang dimaksud meliputi produk, pola usahatani yang dilakukan oleh
perkebunan rakyat, yang tahap proses produksinya mulai dari budidaya dan
tingginya variasi gambir kering yang dihasilkan petani, bervariasi dari segi bentuk
Produk gambir yang dijual petani masih dalam bentuk gambir mentah
karena belum memiliki standar kualitas yang jelas, baik standar menurut pasar
atau pun standar menurut orientasi kegunaan dan pemakaiannya. Belum ada
satu komoditas perkebunan rakyat yang menjadi produk andalan Kabupaten Lima
Puluh Kota dan sekaligus sebagai daerah sentra produksi untuk Sumbar, namun
industri gambir masih tergolong dalam industri rumahtangga yang dikelola secara
Kota khususnya, masih sangat prospektif bila dilihat dari potensi produksi dan
pemasaran pada pasar domestik dan ekspor. Sejalan dengan berkembangnya jenis-
jenis barang industri yang memerlukan bahan baku dari gambir, maka kebutuhan
akan gambir dalam industri akan semakin meningkat pula. Sebagai contoh, India
Berdasarkan data ekspor impor Sumbar untuk tahun 2006 dan 2007, ekspor
gambir kering dari pelabuhan Teluk Bayur berturut-turut mencapai 36 003 ton
dan 471 000 ton dengan nilai transaksi USD 48 738 dan USD 829 565 (BPS,
2008d). Ini belum termasuk jumlah produksi gambir asal Sumatera Barat yang di
berarti, baik bagi daerah maupun bagi petaninya sendiri. Nazir (2000),
mengemukakan bahwa sampai saat ini masih banyak permasalahan yang dihadapi
ekonomi budaya. Hal ini terlihat jelas dari cara bercocok tanam petani yang masih
tradisional, jenis dan mutu produk tidak banyak mengalami perubahan dari waktu
ke waktu. Agar produktifitas dapat ditingkatkan dan kualitas mutu olahan dapat
di lapangan.
Prospek yang potensial terhadap permintaan gambir di pasar dalam dan luar
(ton/ha )
0,750
0,702
0,674
0,700
0,723
0,674 0,635 0,642
0,650 0,618
0,550
0,523
0,500
0,505 0,478
0,450
0,400
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Ta hun
Sumber: BPS, Diolah dari Data Produksi Gambir Tahun 1996 – 2007
Gambar 3. Produktivitas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 1996 –
2007
6
yang diolah dari data BPS dari tahun 1996 – 2007. Produktivitas gambir daerah
ini masih dibawah rata-rata produktivitas yang seharusnya, seperti hasil penelitian
kering mencapai 0.75 ton per hektar untuk petani yang memanen kurang dari 3
kali setahun. Hal ini menunjukkan bahwa produksi gambir di daerah ini masih
Salah satu indikator dari efisiensi adalah respon jumlah produksi terhadap
produksi yang digunakan, maka kegiatan produksi yang demikian akan menuju
pada produksi yang efisien, begitu juga sebaliknya. Dari permasalahan di atas
Perkembangan areal tanam dan produksi gambir telah menarik banyak pihak
petani belum memiliki standar yang jelas. Hal ini akan mempengaruhi proses
petani sendiri, adalah pihak yang akan terkena dampak harga. Seberapa besar
dampak harga yang dihadapi oleh lembaga pemasaran gambir, sangat tergantung
7
menimbulkan masalah dan bisa merugikan petani produsen. Pola pemasaran yang
yang ada sekarang adalah melalui pedagang pengumpul, pedagang besar dan
eksportir, merupakan pola pemasaran gambir yang secara tradisional masih tetap
Daya tawar petani juga cenderung rendah karena jumlah petani sangat
banyak dan tersebar di berbagai wilayah, belum adanya koordinasi dan kerjasama
gambir yang jauh dari sentra produksi (di luar negeri) dan belum adanya rantai
distribusi yang jelas dari petani sampai ke industri berbahan baku gambir,
ditambah lagi dengan masalah produksi dan mutu seperti yang telah diuraikan di
atas. Petani tidak akan menjadi penentu harga. Perilaku harga akan cenderung
dan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran gambir yang jumlahnya
jauh lebih sedikit. Hal tersebut mengindikasi bahwa pasar gambir bersifat
oligopsoni. Selama ini hasil panen hanya ditampung oleh pedagang besar atau
pasar luar negeri. Saluran pemasaran gambir yang terbentuk cenderung dikuasai
gambir bisa berubah dengan cepat dan cenderung fluktuatif yang menimbulkan
ketidakpastian bagi petani. Dari uraian tersebut, pertanyaan yang muncul yang
perlu dijawab adalah bagaimana struktur, perilaku dan kinerja pasar gambir,
partisipan dalam pasar gambir serta pengaruhnya pada kinerja pasar gambir akan
sebagai berikut:
Puluh Kota, bagaimana tingkat keterpaduan pasar gambir dan apakah kegiatan
di masa yang akan datang, maka perlu dilakukan penelitian mengenai aspek
9
komoditas pertanian (off farm) yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem
harga gambir yang merupakan sinyal bagi produsen dan konsumen. Sehingga
dengan adanya penelitian ini diperoleh informasi mengenai keragaan produksi dan
gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Secara spesifik tujuan penelitian adalah
sebagai berikut:
usahatani perkebunan rakyat mulai dari on farm sampai off farm dan
10
perilaku partisipan yang dibandingkan dengan kinerja pasar yang terjadi, akan
mengelola dan memperbaiki pasar gambir sebagai satu kesatuan dalam sistem
yang utuh, mulai dari sisi petani produsen serta dari sisi pemasaran gambir
menggunakan regresi linear berganda dan dilanjutkan dengan uji efisiensi alokatif.
penelitian yang ingin dibuktikan atau dicari hubungannya. Harga input dan harga
output yang digunakan dalam analisis adalah harga yang berlaku pada saat
dalam fungsi produksi Cobb-Douglas adalah gambir yang telah melalui proses
produksi gambir seutuhnya yang langsung dihasilkan dari tanaman gambir. Nilai
variabel yang diuji telah disetarakan untuk satu tahun produksi, karena pada saat
untuk satu tahun sehingga biaya yang tidak dikeluarkan dalam tahun tersebut tidak
produksi gambir lebih dari 20 tahun, sedangkan gambaran produksi gambir dari
waktu, serta tujuan penelitian yang berbeda, tapi menyimpulkan hal yang sama
sebagai daerah sampel yang dipilih secara sengaja karena merupakan desa sentra
yang dilakukan oleh Ermiati (2004), juga mengambil satu desa sebagai sampel
yaitu Desa Solok Bio-bio di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota.
keduanya adalah: (1) adopsi teknologi yang dilakukan petani masih rendah, (2)
usahatani yang dilakukan petani tergolong tidak intensif, (3) kegiatan pemupukan
dan pemberantasan hama dan penyakit belum pernah dilakukan, (4) pemeliharaan
alih teknologi sulit dilakukan, dan (8) biaya usahatani yang terbesar adalah biaya
relatif sama dengan yang disimpulkan oleh Yuhono dan Ermiati. Bahwa walaupun
gambir termasuk salah satu komoditas unggulan Kabupaten Pakpak Bharat, tetapi
prospek yang baik terhadap permintaan gambir di dalam maupun di luar negeri
belum disertai dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani. Hal ini
tiga kecamatan sebagai daerah studi yang ditetapkan secara sengaja yaitu
Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe, Kerajaan dan Tinada. Hal yang berdeda dalam
usahatani di Kabupaten Pakpak Bharat adalah, produk yang dijual oleh petani di
daerah ini selain dalam bentuk gambir kering, juga dalam bentuk daun dan ranting
muda (tanpa pengolahan) dan getah basah (bubur gambir yang belum dicetak dan
dikeringkan). Hasil analisis pendapatan dari ketiga bentuk output yang dijual
umum belum diusahakan secara intensif tetapi tetap menguntungkan serta layak
usahatani gambir Rp 9 763 523, Internal Rate of Return (IRR) 57 persen dengan
14
discount factor 15 persen. Titik impas investasi (Break Even Point/BEP) 3.27
tahun dengan nilai investasi Rp 3 282 500 per hektar serta nilai R/C
(Revenue/Cost Ratio) 1.61 (Ermiati, 2004). Yuhono (2004), yang juga melakukan
penelitian usahatani gambir memperoleh R/C rasio 1.69 terhadap biaya total dan
2.11 terhadap biaya tunai, serta margin harga yang diterima petani sebesar 67
untuk diusahakan, dengan perolehan pendapatan bersih petani Rp 11 476 200 jika
panen dalam bentuk daun dan ranting muda, Rp 14 073 200 untuk output getah
basah, serta Rp 15 129 200 untuk menjual dalam bentuk gambir kering.
yang konsisten dengan hasil analisis fungsi keuntungan translog, bahwa kondisi
usaha dan produksi salak pondoh adalah increasing return to scale, artinya
faktor produksi. Pengusahaan dalam skala lebih dari seribu rumpun lebih efisien
dan produksi di Desa Girikerto dan Wonokerto lebih efisien dibandingkan dua
desa lainnya.
15
Lampung. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja yang mencakup tiga kabupaten
Produksi kakao rakyat sangat dipengaruhi oleh input tenaga kerja, pupuk kandang,
pestisida, luas lahan, jumlah dan umur tanaman kakao, serta penggunaan klon
input produksi dapat meningkatkan produksi kakao rakyat dengan proporsi yang
sama yang ditunjukkan oleh ekonomi skala usaha yang cenderung pada kondisi
(Harsoyo, 1999), kakao (Slameto, 2003; Sahara et al. 2006), sawit (Hasiholan,
2005), lada (Sahara et al. 2004; Sahara dan Sahardi, 2005), (2) lima penelitian
merah (Sukiyono, 2005), ubi kayu (Asnawi, 2003), bawang merah (Suciaty,
2004), padi (Jauhari, 1999; Sahara dan Idris, 2005), melon (Yekti, 2004), dan (3)
dari sebelas penelitian tersebut hanya satu penelitian yang memakai pendekatan
yang terbentuk pada lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran
tiga macam output gambir (daun/ranting muda, bubur gambir dan gambir kering)
sudah cukup seimbang dan efisien, sedangkan bagian harga yang diterima petani
juga lebih dari 75 persen. Yuhono dengan menggunakan pendekatan yang sama,
serta saluran pemasaran gambir sudah efisien, akan tetapi semuanya belum tentu
tingkat petani, apakah pasar salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta
elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran dan
17
petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut dan dari analisis
bagian harga yang dinikmati petani sudah cukup besar, yaitu lebih dari 70 persen.
pemasaran jambu mete dengan daerah sampel dua kecamatan di Kabupaten Buton
SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang
gelondongan maupun kacang mete masih panjang dan melibatkan banyak pelaku
mutu super dengan non super masih terjadi di pasar kacang mete. Keuntungan
pemasaran sebagian besar masih dinikmati oleh pedagang. Farmer’s share belum
adil jika ditinjau dari aspek resiko karena resiko paling besar ditanggung petani.
Jika ditinjau dari hasil analisis keterpaduan pasar kacang mete, dominasi
harga.
18
pedagang gaharu (kota) adalah oligopsoni. Hasil lain yang dikemukakan adalah
gaharu.
struktur pasar cenderung pada kondisi oligopoli dengan perilaku pasar cenderung
terjadi transaksi pada pedagang yang sama. Harga ditentukan pedagang dan belum
dipatuhinya grading dan standarisasi produk. Keragaan pasar kakao belum baik
dimana hubungan antara pasar lokal (petani) dengan pasar acuan (eksportir)
kurang padu, sehingga harga yang terjadi tidak ditransmisikan secara sempurna ke
petani dan saluran pemasaran yang efisien adalah petani - pedagang pengumpul
Harsoyo (1999) dan kakao yang diteliti oleh Slameto (2003). Seperti halnya
dihadapkan pada situasi dan kondisi dimana struktur pasar dan mekanisme
itu penggabungan analisis kedua aspek (produksi dan pemasaran) dalam satu
kajian, bertujuan agar dapat memberikan alternatif solusi yang lebih menyeluruh
menyangkut semua partisipan dalam pasar, mulai dari petani, lembaga pemasaran
dalam memilih model atau bentuk fungsi produksi yaitu: (1) identifikasi
penjelas dan apa variabel yang dijelaskannya, (2) tindakan pertama tersebut
dengan pengalaman sendiri serta belajar dari penelitian lain, dan (3)
variabel bebas yang dimasukkan adalah kuantitas dari input, data cross section
akan lebih tepat dianalisis dengan fungsi produksi dibandingkan dengan fungsi
keuntungan, (2) dalam penerapan secara empiris lebih sederhana dan lebih
produksi dan ekonomi skala usaha, dan (3) dari fungsi tersebut dapat
yang lain karena dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linier, (2) hasil
pendugaan garis fungsi ini menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga
produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Hal ini juga
kuadrat terkecil, (2) kesalahan pengukuran variabel, hal ini terletak pada
validitas data apakah terlalu ekstrim ke atas atau ke bawah, (3) bias terhadap
variabel independen yang lain, dan (4) multikolinearitas. Selain itu ada asumsi
asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intercept boleh berbeda,
tetapi slope garis penduga Cobb-Douglas dianggap sama dan asumsi bahwa
tertentu. Fungsi produksi merupakan fungsi dari kuantitas input tidak tetap dan
komoditas. Atau bisa juga dikatakan bahwa fungsi produksi adalah suatu
fungsi atau persamaan yang menunjukan hubungan teknis antara jumlah faktor
produksi yang digunakan dengan jumlah hasil produksi yang dihasilkan per
satuan waktu. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
dimana:
Q = Output atau produksi
X1, X2, X3, ...Xn = Input tidak tetap ke-1, 2, 3, ..., n
23
keterkaitan antara hasil produksi (Q) yang dalam grafik dilambangkan dengan
dilihat dari hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marginal (PM) dan
Produk Total (PT) merupakan produksi total yang dihasilakan oleh suatu
mencapai suatu tingkat tertentu, produksi tambahan yang akan diperoleh akan
dengan jumlah input variabel yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga
tahap daerah produksi, yaitu: (1) daerah I yang terjadi pada saat PR naik
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala usahatani pada
menurunkan produksi jenis barang lainnya. Jadi efisiensi teknis adalah suatu
barang-barang lainnya.
sama dengan biaya marginal sosial yang sebenarnya pada setiap pasar
(efisiensi alokasi).
hasil produksi yang dapat dicapai untuk suatu kombinasi faktor produksi yang
produk marginal setiap faktor produksi yang diberikan dengan harga inputnya,
efisiensi harga.
bila penerimaan marginal hasil lebih besar daripada biaya marginal faktor
produksi. Karena itu diperlukan efisiensi usaha dimana efisiensi itu dapat
tertentu, atau minimisasi biaya untuk mendapatkan output tertentu. Bisa juga
dengan harganya.
Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi
demikian ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi
produksi yang baik dan benar yaitu: (1) bentuk aljabar fungsi produksi itu
mempunyai dasar yang logik secara fisik maupun ekonomi, (3) mudah
yang dirancang secara khusus untuk memperoleh data bagi pendugaan fungsi
27
produksi, hal yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan
ini adalah: (1) variasi dari berbagai variabel yang tidak disertakan dalam
analisis seperti jenis tanah, cara bercocok tanam, iklim, hendaknya kecil, (2)
sebaliknya variasi dari kombinasi masukan yang dipakai oleh sampel lebih
beragam, misalnya tidak semua sampel memakai pupuk dalam dosis yang
hampir sama, dan (3) jumlah sampel yang digunakan harus memadai,
yang telah digunakan secara luas untuk analisis usahatani, salah satunya
a1 a2 a
Y = ax x
0 1 2
,..., x n n .................................................(2)
dimana:
terdiri dari dua variabel atau lebih, dimana variabel yang satu disebut variabel
yang dijelaskan Y (variabel tak bebas) dan yang lain disebut variabel yang
biasanya adalah dengan cara regresi dimana variasi Y akan dipengaruhi oleh
28
berikut:
ln Y = ln a0 + a1 ln x1 + a2 ln x2 + ... + an ln xn + ε ...……..(3)
dimana:
ln = Logaritma natural
ε = Error term atau disturbance term
produk marjinal. Dalam fungsi produksi ini sebagai variabel bebas adalah
lahan garapan, bibit, pupuk buatan, pestisida dan tenaga kerja. Dengan cara
analisis ini dapat diketahui sampai sejauh mana kontribusi faktor produksi
tersebut ditunjukkan oleh kenaikan hasil, karena itu terdapat tiga bentuk
kenaikan hasil dalam fungsi produksi yaitu: (1) kenaikan hasil tetap artinya
dengan kata lain produk marjinal naiknya tetap, (2) kenaikan hasil bertambah
dengan kata lain produk marjinal semakin meningkat, dan (3) kenaikan hasil
hasil yang semakin berkurang dengan kata lain produk marjinal semakin
nilai produk marjinal suatu input (NPMx) dengan harga inputnya (Px).
Kegiatan produksi dan pemasaran seperti dua sisi mata uang. Upaya
oleh kegiatan pemasaran yang baik, karena kedua kegiatan ini merupakan satu
kesatuan yang berkaitan dan saling memperkuat. Hasil akhir dari suatu proses
efisien, akan memberikan kontribusi positif terhadap beberapa aspek yaitu: (1)
perdagangan domestik dan internasional (ekspor dan impor) secara efektif dan
meninggalkan titik awal produksi. Hal ini disebut dengan pendekatan gerbang
semua bentuk kegiatan bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan
jasa-jasa yang ada, mulai dari titik awal produksi pertanian sampai semua
produk dan jasa tersebut di tangan konsumen. Sedangkan Dahl dan Hammond
dibutuhkan konsumen.
31
yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), yaitu sebagai semua kegiatan
bisnis yang meliputi seluruh sistem aliran produk dan jasa-jasa yang terlibat
dalam arus komoditas gambir, mulai dari titik awal produksi/petani produsen
mempertinggi nilai guna dari suatu barang yang diminta atau dibutuhkan oleh
konsumen. Fungsi penting lainnya dalam pemasaran ialah sistem harga dan
tempat dan pasar. Hal tersebut di atas akan mempengaruhi penawaran dan
harga yang dibayar konsumen atau hubungan antar tingkat pasar, akan erat
sekali. Keadaan ini merupakan salah satu cermin dari sistem pemasaran yang
efisien.
Sinyal harga menjadi pesan dari konsumen kepada produsen. Bila suatu
produk atau mutu tertentu dari suatu produk sangat dibutuhkan oleh
konsumen, maka harganya menjadi relatif lebih tinggi. Sinyal harga ini
sampai ke produsen dan mendorong respon yang dikehendaki yaitu: (1) nilai
penafsiran yang umum atau sama mengenai harga produk tersebut, (2)
untuk mempengaruhi harga atau segi-segi lain dalam perdagangan, harus sama
untuk pembeli dan penjual, dan (3) harga tidak terlalu mudah berubah-ubah
pada tingkatan produsen atau tingkat lain dalam sistem pemasaran sehingga
barang atau komoditas mulai dari titik produksi sampai pada titik konsumsi.
tersebut bisa ditangani dengan lebih efisien. Misalnya tentang sifat khas dari
sekecil mungkin terhadap barang atau jasa yang diminta konsumen. Efisiensi
dengan total nilai produk yang dipasarkan. Ada beberapa faktor yang dapat
harga yang diterima petani, tersedianya fasilitas fisik pemasaran dan kompetisi
pasar.
dengan pemasaran yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis
agar dapat mempertahankan kesesuaian antara apa yang diproduksi dan apa
tidak melakukan suatu upaya rekayasa untuk mempengaruhi harga pasar, atau
pedagang perantara dan konsumen) kepuasan balas jasa yang seimbang sesuai
proporsional).
sistem pemasaran dapat juga dikaji melalui pendekatan struktur, perilaku dan
menentukan hubungan antara penjual dengan pembeli yang dapat dilihat dari
jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, pangsa pasar, konsentrasi pasar dan
kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga
seperti potongan harga. Struktur, perilaku dan kinerja merupakan tiga kategori
utama yang digunakan untuk melihat kondisi struktur pasar dan persaingan
maupun kriteria yang dipakai. Setidaknya ada dua kesulitan untuk menilai
Dalam hal ini untuk meningkatkan efisiensi pemasaran dan sekaligus juga
a. Struktur Pasar
dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar tersebut yang
pasar. Antara lain ada empat faktor yang menjadi penentu yaitu: jumlah dan
37
ukuran perusahaan (isu pangsa pasar dan konsentrasi pasar), kondisi dan
masuk dan keluar pasar atau industri (barrier to entry) dan tingkat
dapat juga diartikan sebagai tipe dan jenis-jenis pasar, yang secara garis besar
dibagi atas dua kelompok, yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar tidak
bersaing sempurna.
kompetitif yang berjalan dengan efektif dan efisien dengan beberapa asumsi
yang harus terpenuhi yaitu: (1) ada sangat banyak penjual dan pembeli di
pasar, (2) tidak ada pelaku pasar yang dominan yang dapat mempengaruhi
pesaingnya di pasar, (3) penjual dan pembeli hanya price taker serta tidak ada
persaingan di luar harga, (4) tidak ada hambatan untuk masuk/keluar pasar,
dan (5) jenis produk homogen dan identik, serta semua partisipan pasar
adalah pasar monopoli dimana pasar dikuasai oleh satu penjual, berikutnya
pasar oligopoli (sedikit penjual) dan pasar monopolistik (banyak penjual). Jika
lain, maka struktur pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, pasar
konsumen, sehingga selain ketiga jenis pasar tidak bersaing sempurna tersebut
dan oligopsoni. Pasar monopsoni menurut Kohls dan Uhl (2002), adalah pasar
dimana hanya terdapat satu pembeli atau kondisi dimana hanya ada satu
perusahaan pengguna pada pasar input tertentu dan oligopsoni adalah sebuah
situasi pasar dimana hanya ada beberapa pembeli dari satu produk atau
petani karena dampak dari mekanisme pembentukan harga yang terjadi adalah
tidak ada harga terbaik, pembeli membeli hasil panen di bawah harga pasar
yang seharusnya (harga pada PPS) sehingga bagian harga yang seharusnya
yang berbeda-beda berkisar antara 0 hingga 100 persen dari total penjualan
Hirchman Index (HHI). Jika nilai HHI antara 1000-1800 dinyatakan sebagai
CR3, CR4 dan lainnya, tergantung kebutuhan dan kondisi struktur pasar yang
akumulasi share perusahaan utama dalam industri, atau persentase dari total
b. Perilaku Pasar
dan penjual), strategi atau reaksi yang dilakukan partisipan pasar secara
hubungan pembeli dan penjual adalah hubungan persaingan, tetapi setelah ada
terdiri dari kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pelaku pasar dan juga
pesaingnya, terutama dalam hal harga dan karakteristik produk. Perilaku pasar
promosi. Perilaku antara lain juga bisa dilihat dari tingkat persaingan ataupun
c. Kinerja Pasar
pengaruh dari struktur dan perilaku pasar yang dalam realita dapat terlihat dari
produk atau output, harga dan biaya pada pasar-pasar tertentu. Misalnya
efisiensi harga atau biaya produksi, biaya promosi penjualan, termasuk nilai
kinerja suatu industri diukur antara lain dari derajat inovasi, efisiensi dan
menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan harga, biaya
margin pemasaran. Bentuk pasar yang terjadi dalam struktur suatu pasar akan
pembentukan harga, transmisi harga dan bagian harga yang diterima petani.
Jadi secara implisit struktur pasar akan berdampak terhadap kinerja integrasi
pemasaran yang kondusif akan mendorong adopsi teknologi dan bagian harga
2003).
penjual dan pembeli bertemu langsung, harga hanya ditentukan oleh kekuatan
dibayarkan oleh konsumen sama dengan jumlah yang diterima produsen. Hal
ini memberikan kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan antara harga di antara
pengecer dan konsumen akhir. Perbedaan yang terjadi inilah yang disebut
dalam pemasaran (Cramer et al. 1997). Bila dalam pemasaran suatu produk
distribusi barang dan tingkat harga yang diterima oleh produsen ataupun
tingkat harga yang harus dibayar oleh konsumen. Jika dalam penyaluran
terlibat, maka akan semakin besar perbedaan harga komoditas tersebut pada
dalam hal ini tidak memberikan keuntungan yang wajar, baik bagi petani
menjadi tinggi.
untuk tiap produk mempunyai jasa pemasaran yang berbeda-beda dan tiap
lanjut Dahl dan Hammond (1977), mengemukakan nilai marjin pemasaran ini
umumnya ditetapkan dalam bentuk absolut seperti dalam persen. Dalam hal
ini pedagang besar dalam memberikan tambahan harga (mark up) biasanya
dalam bentuk konstan yaitu persen yang disebut sebagai biaya marjin tetap
(margin fixed cost) dan untuk pengecer dalam menetapkan tambahan harga
berikut: (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga
yang diterima oleh produsen, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh
43
ditentukan oleh respon dari kepuasan konsumen, yang tercermin dalam harga
pertanian dengan input tataniaga (misalnya tenaga kerja) adalah nol, dan (2)
jumlah produk di tingkat petani atau Qf, sama dengan jumlah produk di tingkat
tersebut tidak digunakan, maka kemiringan (slope) atau koefisien arah kurva
digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah atau
belum efisien. Tinggi rendahnya margin dapat disebabkan oleh berbagai faktor
semakin panjang saluran pemasaran atau pihak yang terlibat dalam saluran
petani sebagai dasar (Pf) dan dibandingkan dengan harga beli pedagang di
tingkat konsumen akhir (Pr) dikalikan dengan 100 persen. Hal ini berguna
dinikmati oleh petani. Besar farmer’s share (FS) menurut Kohls dan Uhl
(2002), dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transportasi, (3)
Apabila dari hasil pengujian diperoleh bagian harga yang diterima petani
tingkat pengecer (Pr) terhadap perubahan relatif harga di tingkat produsen (Pf)
(George dan King, 1971). Pengertian ini erat kaitannya dengan anggapan
selisih dari harga di tingkat pedagang eceran dengan harga di tingkat petani.
Pr Pr Pr P
Et = = x f .....................................(4)
Pf Pf Pf Pr
dimana:
oleh harga di tingkat lembaga pemasaran lainnya. Pengaruh ini dapat diduga
melalui regresi sederhana, analisis korelasi harga di setiap tingkat baik secara
vertikal maupun horizontal dan melalui elastisitas transmisi harga (Et). Dalam
suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya korelasi positif
yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986). Pada
setempat terpadu dan efisien. Dalam hal ini kelancaran informasi dan
46
hipotesis yang berguna. Harga-harga pada suatu sistem pasar yang efisien
cenderung bergerak bersama-sama, tetapi hal ini dapat terjadi karena sebab-
sebab yang lain. Pergerakan harga umum, musim bersama atau setiap faktor
produsen bergerak pada waktu yang sama. Model ini dikembangkan oleh
pasar tertentu dengan harga di pasar atau tingkat lainnya. Analisis ini dapat
PAt adalah harga di pasar acuan waktu t, maka model dapat dirumuskan
sebagai berikut:
adalah fungsi dari selisih harga pasar setempat dengan pasar acuan pada waktu
Apabila pasar acuan kita anggap berada pada keseimbangan jangka panjang
relatif harga pasar setempat dan acuan terdahulu terhadap pembentukan harga
dari harga, maka pasar-pasar ini terintegrasi dengan baik. Artinya keadaan
pasar atau Index of Market Connection (IMC) atau disebut juga indek yang
48
1 b1
IMC = .................................................(9)
b 3 b1
Secara umum, semakin dekat indek tersebut ke-0 atau koefisien bernilai
Kegiatan produksi dan pemasaran tidak bisa berjalan sendiri karena saling
ketergantungan usahatani tanaman tropis ini pada faktor alam. Kondisi alam
seperti curah hujan, karakteristik tanah, kesuburan tanah serta faktor lainnya
faktor alam, teknologi yang digunakan petani dalam proses produksi, kondisi
sosial ekonomi dan kelembagaan serta situasi pasar yang berkaitan dengan
GAMBIR
Salah Satu Komoditas Unggulan Sumatera Barat
dan Kabupaten Lima Puluh Kota
Untuk Ekspor
Bagaimana keterkaitan antara sektor on farm dengan off farm usahatani gambir
yang terhubung dalam suatu kesatuan sistem pemasaran serta peranannya dalam
menentukan harga gambir
bersifat tetap dan input tidak tetap. Faktor yang akan diuji sebagai hipotesis
penelitian adalah bagaimana pengaruh luas areal tanam, jumlah pohon dan
umur tanaman, tenaga kerja (curahan waktu kerja) serta penerapan faktor
dan sudah efisien dalam pengalokasiannya. Disamping itu akan dilakukan juga
Puluh Kota.
IV. METODE PENELITIAN
sekitar 70.45 persen produksi gambir Sumbar berasal dari kabupaten ini.
2006).
Selanjutnya dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipilih lagi tiga kecamatan
Kecamatan Kapur IX, Lareh Sago Halaban dan Harau. Penentuan lokasi
produksi, (2) untuk melihat keragaman dan keragaan usahatani dan pemasaran
gambir di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, dan (3) supaya tidak terjadi
Kabupaten Lima Puluh Kota dengan kontribusi tertinggi terhadap luas areal
tanam dan produksi gambir, masing-masing sebesar 44.11 persen dan 43.05
kecamatan ini adalah kecamatan dengan akses yang paling baik dan paling
dekat dengan Kota Payakumbuh sebagai salah satu pasar utama gambir di
pemerintahan daerah Sumatera Barat, yang setingkat dengan desa. Kapur IX,
Lareh Sago Halaban dan Harau merupakan kecamatan terpilih sebagai lokasi
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder dalam bentuk data
cross section maupun time series. Data cross section bersumber dari
pedagang pengumpul, pedagang besar dan eksportir gambir. Data primer ini
gambir mulai tahun 1994-2007. Sumber data dan informasi berupa laporan-
laporan ataupun dokumentasi yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Dinas
berada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Provinsi Sumatera Barat.
dan pedagang gambir yang ada di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota.
sesuai dengan standar Sensus Pertanian tahun 2003 (ST 2003) yang dilakukan
BPS, yaitu petani yang memiliki minimal 135 pohon gambir yang sudah
berproduksi (BPS, 2003). Petani atau produsen dalam penelitian ini mungkin
saja memiliki lebih dari satu usaha atau memiliki garapan usahatani dengan
10.40 persen atau 942 rumahtangga di Kecamatan Harau dan 35.89 persen
ragam populasi, yaitu: (1) jika populasi besar, sampel dapat diambil dengan
persentase kecil dan jika populasi kecil dapat diambil persentase besar, (2)
ukuran sampel sebaiknya tidak kurang dari 30 satuan, dan (3) jumlah sampel
populasi terwakili dalam contoh yang akan terpilih (Juanda, 2009). Dari hasil
rumahtangga petani sampel atau 1.06 persen dari populasi yang dianalisis
stratifikasi terhadap rumahtangga petani yang memiliki lebih dari satu lokasi
perkebunan gambir dengan usia tanam yang berbeda-beda. Hal ini dilakukan
lagi menurut usia tanaman gambir yang diusahakan, menjadi 133 sampel.
pedagang yang diambil adalah pedagang gambir dari setiap kecamatan yang
dipilih secara sengaja (purposive) dari pedagang gambir yang ada di wilayah
adalah yang dianggap dapat mewakili karakteristik populasi dan kinerja dari
sampel petani dan pedagang gambir yang terpilih. Teknik pengumpulan data
dilakukan pada bulan Maret dan April 2009. Data yang dikumpulkan untuk
luas lahan, pola tanam dan usia tanaman gambir yang diusahakan, input dan
output usahatani per panen, curahan tenaga kerja, kegiatan pemasaran yang
menduga hubungan antara variabel tak bebas dan bebas dari suatu fungsi
dalam usahatani gambir, yang sesuai dengan kriteria model yang baik dengan
baik adalah terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang
57
yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi. Ada dua parameter statistik
yang penting dan diperlukan, yaitu: (1) koefisien determinasi atau R2 yaitu
oleh variabel penjelas, dan (2) uji t pada masing-masing variabel penjelas
sudah dipilih di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota. Model penduga fungsi
berikut:
7 5
ln Y ln c0 d k ln X k ei Di u ....................(10)
k 1 i 1
dimana:
d1, d2, d3, d4, d5, d6, d7, e1, e2, e3, e4, e5 > 0
dimana terjadi hubungan yang logis dan benar antara variabel yang dijelaskan
H0 : α0 = α1 = ... αi = 0
(Tidak ada X yang berpengaruh terhadap Y atau model tidak dapat
menjelaskan keragaman produksi gambir)
H1 : αi 0
(Minimal ada satu X yang berpengaruh nyata terhadap Y atau model
dapat menjelaskan keragaman produksi gambir)
koefisien model regresi untuk melihat faktor apa saja yang berpengaruh nyata
H0 : αi=0
(Variabel ke-i tidak berpengaruh terhadap Y atau produksi gambir)
H1 : αi0
(Variabel ke-i berpengaruh nyata terhadap Y atau produksi gambir)
dengan menggunakan uji dua arah (two-tailed test), dimana luas daerah kritis
atau daerah penolakan H0 pada tiap ujung adalah 1/2 α. Nilai level signifikansi
yang digunakan atau derajat α adalah pada taraf 1 persen, 5 persen dan 10
persen). Jika probabilitas (sign.) lebih kecil dari taraf nyata (α=5 persen),
(OLS) untuk melihat apakah model yang ada sudah menghasilkan estimator
yang linier, tidak bias dengan varian yang minimum, atau model regresi sudah
ekonomi skala usaha. Data untuk analisis produksi adalah data cross section,
maka uji asumsi OLS pada model fungsi produksi komoditas gambir di
1. Uji kenormalan residual (nilai galat) untuk melihat apakah galat menyebar
normal (H0) atau tidak menyebar normal (H1). Galat atau error term
adalah selisih dari nilai Y aktual (Yt) dengan nilai Y ketika data X
error kecil, yang berarti model yang ada mendekati kondisi sebenarnya.
variabel independen dalam satu model. Salah satu indikator yang bisa
Variance Inflation Factor (VIF) dari hasil pendugaan model. Jika nilai
VIF kecil dari sepuluh (VIF < 10) berarti tidak terjadi multikolinieritas
dalam model.
Return to Scale (RTS) diketahui jika jumlah parameter elastisitasnya > 1 maka
H0 : α=1
(Model sudah memenuhi constant return to scale)
H1 : α1
(Model tidak memenuhi constant return to scale)
Jika F hitung < F tabel terima H0, dengan demikian dapat dinyatakan
bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate, artinya
sehingga untuk data pengamatan yang bernilai nol maka cara mengatasinya
adalah mengganti nilai variabel yang bernilai nol tersebut dengan bilangan
yang sangat kecil sehingga diharapkan tidak berpengaruh besar terhadap hasil
analisis (Soekartawi et al. 1986). Hal ini karena analisis menggunakan model
Cobb-Douglas yang telah diubah menjadi bentuk double log (ln) tidak
menghendaki faktor yang bernilai nol karena perhitungan tidak bisa dilakukan
sistem atau proses untuk setiap unit masukan (Downey dan Erickson, 1992).
Efisiensi produksi dapat diartikan sebagai upaya penggunaan input atau faktor
mampu mengupayakan Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk suatu input (X)
Kriterianya adalah: (1) jika NPMx/Px = 1 artinya pada tingkat harga yang
pada tingkat yang optimum atau sudah efisien, (2) NPMx/Px > 1 artinya
optimum input X perlu ditambah, dan (3) NPMx/Px < 1 artinya penggunaan
faktor produksi tidak efisien atau sudah melebihi tingkat optimum, sehingga
untuk mencapai efisien input X harus dikurangi (Rahim dan Retno, 2007).
dan pendugaan secara statistik dengan metode regresi. Data berasal dari
Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat
(CR4) sesuai yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Penghitungan
nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima
pedagang terbesar terhadap total volume gambir atau output yang dibeli oleh
4
CR 4 S
i 1
ij ...............................................(12)
dimana Sij adalah pangsa pasar (market share) empat pedagang gambir yang
terbesar di Kabupaten Lima Puluh Kota. Market share (MSi) didapat dengan:
Si
MSi x 100 ...............................................(13)
S total
64
dimana:
indikator Minimum Efficiency Scale (MES). Salah satu penyebab yang dapat
telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini dapat dilihat dari nilai
MES yang diperoleh dari persentase output perusahaan terbesar terhadap total
output industri. Tingginya MES dapat menjadi penghalang bagi pesaing baru
untuk memasuki pasar. MES yang lebih besar dari 10 persen menggambarkan
analisis tingkah laku serta penerapan strategi yang digunakan oleh partisipan
pasar gambir, hal yang harus dijelaskan sehubungan dengan analisis SCP
banyak unit pedagang kecil yang berkompetisi ataukah didominasi oleh sedikit
pembelian, penjualan dan penentuan harga gambir, (3) apakah ada hambatan
untuk masuk pasar, apa saja faktor utama penghambat tersebut, (4) apakah ada
informasi pasar, dan (5) bagaimana struktur, perilaku pasar serta kendala-
perbedaan harga di tingkat petani produsen (harga beli) dengan harga ditingkat
konsumen akhir (harga jual). Margin tataniaga adalah harga dari semua nilai
dimana:
Bagian harga konsumen yang diterima petani (farmer’s share atau FS)
harga yang dinikmati petani dari harga yang berlaku di tingkat eksportir.
dimana:
perubahan bagian harga yang diterima petani (Pf) akibat perubahan harga di
67
Pf = a + b Pe + u2 ...............................................(19)
Keterpaduan pasar atau tingkat integrasi suatu pasar dapat dinilai dengan
harga atau Et, dimana jika nilainya mendekati satu maka dikatakan pasar
gambir yang dihasilkan oleh petani (Pf), sedangkan harga di pasar acuan
adalah harga gambir yang berlaku di tingkat eksportir (Pe), sehingga model
dimana:
Pft = Harga gambir di tingkat petani (waktu t)
Pft-1 = Harga gambir di tingkat petani (waktu t-1)
68
yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu semakin dekat nilai
(1 b1 )
IMC = .......................................................................(22)
(b3 b1 )
keterpaduan pasar jangka panjang antara harga pasar di tingkat petani dengan
2. Tingkat harga beli dihitung dari harga rata-rata pembelian gambir (Rp/kg).
69
(Rp/kg).
4. Tingkat harga di petani adalah harga jual gambir yang diterima petani
(FOB).
dari petani dan menjualnya kepada pedagang besar dan volume penjualan
rata-ratanya 100 kg/hari atau tidak lebih dari 1 ton per minggu.
lebih dari 1 ton per minggu dan hanya melakukan penjualan untuk pasar
6. Upah tenaga kerja adalah upah yang dihitung dalam satuan rupiah per hari
7. Luas areal tanam gambir merupakan jumlah areal gambir yang dimiliki
8. Produk atau output gambir merupakan hasil produksi gambir kering dalam
Kabupaten Lima Puluh Kota secara geografis terletak antara 0o 25’ 28.71”
Lintang Utara dan 0o 22’ 14.52” Lintang Selatan serta 100o 15’ 44.10” - 100o 50’
47.80” Bujur Timur dengan luas 3 354.30 km2 atau 7.93 persen dari wilayah
Sumatera Barat. Kabupaten ini terletak di bagian tengah Pulau Sumatera yang
berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar Provinsi Riau
memiliki tiga buah gunung ini adalah berbukit atau cenderung bergelombang
dengan ketinggian rata-rata 110 - 791 m dpl. Curah hujan per tahunnya 3 120.80
temurun dan sangat sesuai dengan iklim dan topografi daerah Lima Puluh Kota.
Tanaman ini merupakan tanaman spesifik lokasi, dapat tumbuh dan berkembang
baik pada kondisi lahan dengan jenis tanah podsolik merah kuning sampai merah
sekitar 500 m dpl dan rata-rata curah hujan sekitar 3 000 - 3 353 mm per tahun
(Tinambunan, 2007).
72
Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari 13 kecamatan dimana ada 76 nagari
dan 384 jorong dengan 8 kecamatan diantaranya adalah daerah sentra penghasil
penduduk kabupaten ini sebanyak 297 256 jiwa, tahun 2006 dan 2007 berturut-
turut diperkirakan 330 536 jiwa dan 331 674 jiwa yang terdiri dari 86 009
rumahtangga, 163 450 jiwa penduduk laki-laki dan 168 224 perempuan.
Sensus Pertanian terakhir (ST tahun 2003) yang dilakukan BPS memberikan
dan 46 729 perempuan yang berusaha di sektor pertanian atau 26.75 persen jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk Lima Puluh Kota tahun 2007. Sebanyak
20 586 diantaranya bekerja di subsektor perkebunan atau 6.21 persen dari jumlah
penduduk tahun 2007, dengan jumlah petani gambir 9 056 rumahtangga atau 44
yang ada. Hanya lima kecamatan yang bukan merupakan sentra produksi gambir
di kabupaten ini yaitu: Akabiluru, Luak, Situjuah Lima Nagari, Suliki dan
Gunuang Omeh. Tiga kecamatan yang dijadikan sampel adalah Kecamatan Lareh
Puluh Kota mencapai 1 607.43 km2 atau 47.92 persen dari luas wilayah dan
kawasan lindung seluas 1 746.87 km2 atau 52.08 persen dari luas wilayah.
hutan rakyat, 1 104 ha untuk kolam atau empang dan 2 726 ha padang
kabupaten ini bekerja di sektor pertanian berdasarkan data Sensus Pertanian 2003.
Lima Puluh Kota menurut data BPS adalah komoditas gambir, kelapa, karet, kopi,
sektor pertanian pada tahun 2007 sebesar 34.58 persen dan subsektor tanaman
perkebunan menyumbangkan 9.22 persen, naik dari tahun sebelumnya yang hanya
Lima Puluh Kota masih sangat prospektif. Adanya tren meningkat dari permintaan
dengan kinerja produksi yang baik oleh petani gambir untuk mendapatkan hasil
negeri Sumatera Barat. Berdasarkan klasifikasi tarif Indonesia tahun 1989 tentang
adalah: 3201.90.100, dengan nama dagang gambier atau gambier extract. Potensi
ini, dengan daerah sentra produksi di Kecamatan Kapur IX, Pangkalan Kotobaru,
Bukik Barisan, Mungka, Payakumbuh, Harau, Lareh Sago Halaban dan Guguak.
Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 96 orang
dari 9 056 populasi berdasarkan data sensus pertanian terakhir (BPS, 2003) atau
sebesar 1.06 persen populasi. Tabel berikut ini memberikan informasi deskripsi
Pendidikan responden 44.79 persen sekolah hanya sampai tingkat dasar dan
pendidikan yang lebih tinggi. Umumnya responden memiliki pekerjaan lain selain
komoditas pertanian lain selain gambir. Sebanyak 79.17 persen responden bekerja
sampingan sebagai buruh tani dengan menerima upah harian atau dari sektor jasa
77
lainnya, sebanyak 12.5 persen berdagang dan sisanya memiliki usaha pertanian
tahun lebih. Usia responden 77.08 persennya didominasi oleh usia produktif yang
berada pada kisaran 15 – 54 tahun. Sisanya sebesar 22.92 persen sudah tergolong
lanjut usia, berumur 55 tahun ke atas. Responden yang sudah berkeluarga dan
kepemilikan lahan 97.92 persen lahan petani adalah lahan milik sendiri dan 2.08
persen sisanya adalah lahan tanah ulayat milik bersama kelompok tani, dengan
perdu, dan dalam taksonomi termasuk famili Rubiaceae atau kopi-kopian. Gambir
dikeringkan yang berasal dari ekstrak remasan daun dan ranting tumbuhan
gambir dibuat menjadi produk ini, yang dinamakan betel bite atau plan masala.
Bentuk cetakan biasanya silinder dalam ukuran kecil. Warnanya coklat kehitaman.
Bentuk lainnya adalah bubuk atau berbentuk seperti koin. Nama lainnya adalah
asam kateku (catechu tanat) dan kuersetin (quercetine). Selain itu gambir juga
78
mengandung zat tamim, flouresin, lendir, lemak dan lilin. Saat ini penggunaan
pada umumnya digunakan pada saat menyirih dan sebagai ramuan obat
tradisional, salah satunya obat untuk sakit perut (Dhalimi, 2006). Berikut ini
1. Penyiapan Lahan
dengan cara manual dengan membawa kelompok tani untuk bergotong royong
dikumpulkan, setelah kering kemudian dibakar. Selain syarat tumbuh seperti yang
diuraikan di awal bab ini, tanaman gambir juga memiliki sifat yang toleran
yang baik. Umumnya gambir ditanam di tanah berlereng di sekitar Gunung Sago
dan Bukit Barisan di Kecamatan Lareh Sago Halaban yang memiliki ketinggian
rata-rata 500 - 700 m dpl, Bukit Barisan di Kecamatan Harau dengan ketinggian
rata-rata juga 500 - 700 m dpl. Lahan di Bukit Barisan dan perbukitan serta
Bibit yang digunakan petani di daerah penelitian umumnya bukan dari jenis
bibit yang unggul secara keseluruhan. Umumnya petani tidak mengetahui varietas
bibit unggul dan kesulitan untuk memurnikan pembibitan ketiga jenis varietas
yang ada. Hanya 3 persen petani yang menggunakan bibit unggul, sisanya
sebanyak 97 persen sampel menggunakan bibit campuran. Ada tiga jenis varietas
gambir yaitu varietas udang, riau dan cubadak. Menurut literatur, varietas udang
merupakan bibit jenis unggul karena memberikan hasil produksi yang lebih baik.
Petani umumnya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli, karena ada
dengan biji dan vegetatif dengan cara mencangkok, stek dan layering, tetapi cara
yang umum dilakukan adalah dengan biji karena mempunyai tingkat keberhasilan
semakin lama benih disimpan maka tingkat keberhasilan makin rendah. Tanaman
gambir mempunyai biji yang sangat halus, biji diambil dari tanaman yang tidak
tumbuh 15 hari setelah tanam dan setelah bibit berumur 2 bulan sudah bisa
3. Penanaman
Penanaman dilakukan setelah lahan siap dan bibit sudah cukup umur.
ditugal. Bibit gambir ditanam di pertengahan lobang tugal dengan arah yang
80
m, 2 x 1 m dan 1.5 x 1.5 m atau kombinasi lainnya. Tanaman yang mati disulam
41.35 persen petani menanam dengan sistem monokultur atau gambir saja dan
sisanya sebesar 58.65 persen menanam dengan sistem tumpang sari. Mayoritas
petani yang melakukan tumpang sari menanam gambir dengan karet, besarnya
4. Pemeliharaan
pupuk kimia, sisanya sebanyak 39.1 persen hanya menggunakan pupuk organik
pupuk kimia biasanya hanya dilakukan sekali setahun, terutama pada pokok
tanaman yang kurang subur. Jenis pupuk konsentrat yang digunakan didominasi
oleh Urea dan sedikit sekali yang menambahkan dengan pupuk majemuk seperti
pupuk KCL, TSP dan SP18. Ada juga petani yang menggunakan pupuk ZA untuk
pengganti Urea. Tetapi untuk kebutuhan penelitian ini data yang disurvei terbatas
88.72 persen petani dan sisanya sama sekali tidak menggunakan pestisida.
selesai panen, dua atau tiga kali setahun, tergantung frekwensi panen. Besar biaya
pemeliharaan rata-rata di lokasi penelitian mencapai 37.68 persen dari biaya total
per tahunnya.
sedangkan masa hidup tanaman gambir bisa mencapai lebih dari 70 tahun.
karakteristik spesifik daerah dan iklim. Berturut-turut ada 36.09 persen petani dan
63.91 persen petani yang melakukan panen 3 kali dan 2 kali setahun.
Tanaman mulai dipanen setelah berumur 1.5 tahun dengan cara memotong
ranting bersama daunnya sepanjang lebih kurang 50 cm. Panen berupa daun dan
ranting kecil, dipotong dengan sabit atau tuai pada jarak 5 – 15 cm dari pangkal
beberapa bulan berikutnya dapat tumbuh lebih baik. Kegiatan panen dan
dipanen langsung diolah (dikampo) hari itu juga. Petani yang memiliki lahan 2
hektar atau lebih, biasanya bisa melakukan kegiatan pengolahan sepanjang tahun.
adalah pada proses pengolahan atau mencapai 57.58 persen dari biaya total atau
82
38.13 persen dari penjualan per hektar per tahunnya. Pengolahan daun menjadi
gambir disebut dengan istilah mangampo. Keseluruhan petani yang ada dalam
dengan sistem bagi hasil. Masing-masing pemilik lahan dan tenaga kerja sewa
pengolahan gambir yang terletak di lahan yang umumnya jauh dari rumah petani.
Anak kampo biasanya terdiri dari 2 atau 3 orang. Petani masih menggunakan alat
pengolahan sederhana, berupa alat kempa yang dirakit sendiri dengan sistem
dongkrak.
sedangkan 18.8 persen petani menyewa dan 6.76 persen sisanya memakai
kampaan milik kelompok. Bagi petani yang menyewa, sistem sewa kampaan
dengan hasil panen yaitu 1 kg gambir kering per hari, sistem sewa cash dan ada
Sebanyak 62.5 persen petani menghasilkan gambir campur dan 37.5 persen
petani memproduksi gambir murni. Gambir campur adalah gambir yang dalam
proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir seperti:
tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dan umumnya air limbah
lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk
ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning
kecoklatan. Gambir murni ini dikenal dengan banyak nama diantaranya gambir
83
kuning, halaban satu, halaban godang, tolang, lumpang. Jenis gambir ini
tertentu, sebagiannya ada juga yang di ekspor. Perbandingan berat gambir murni
kadar zat yang dikandung oleh gambir. Pengolahan yang tidak sempurna akan
oleh petani umumnya masih sangat tradisional. Secara rinci teknis pengolahan
memiliki semacam jala rajut dan direbus dengan air yang sudah dididihkan
gambir kering atau rata-rata 12 kg gambir per hari, sedangkan untuk gambir
hari. Lama perebusan berkisar antara 1 – 1.5 jam. Selama proses perebusan
lebih encer.
d. Penirisan. Getah dalam bentuk pasta encer disaring dengan kain, diikat dan
dipres lagi dengan alat pemberat supaya pasta menjadi lebih pekat, padat
lokasi penelitian memiliki budaya dan aturan sendiri dalam memasarkan gambir.
Sebanyak 42.71 persen petani menjual hasil panennya di rumah, 35.42 persen
menjual ke pasar yang sudah ditentukan dan ditetapkan oleh peraturan nagari,
2.08 persen menjual ke tempat lainnya. Hari pasar tradisional di daerah setempat
umumnya dijadikan sebagai hari patokan untuk menjual hasil panen oleh petani
dan pedagang.
85
Kabupaten Lima Puluh Kota rata-rata mempunyai luas 1.41 ha dengan jenis bibit
yang digunakan adalah campuran dari ketiga jenis varietas yang ada. Tabel 6
penelitian yang dimiliki petani adalah seluas 0.25 ha dengan rata-rata umur
tanaman masih dalam usia produktif dan rata-rata populasi tanaman 4 569 pohon
per hektar. Keragaman petani dalam menggunakan pupuk kimia jenis Urea sangat
tinggi, nilai simpangan bakunya jauh lebih tinggi dari rata-rata. Salah satu
lokasi penelitian.
dilakukan di daerah ini merupakan warisan dari generasi sebelumnya dan hingga
86
kini usahatani gambir menjadi salah satu andalan untuk menopang hidup keluarga
petani.
daerah penelitian sebesar 1 053.38 kg per tahun. Untuk melihat keragaan produksi
gambir ini, data bisa dikelompokkan menurut karakteristik tertentu seperti yang
bisa dilihat di Tabel 7 dimana sampel awal telah diklasifikasikan lagi berdasarkan
variasi panen, jenis gambir yang diproduksi, cara tanam, klasifikasi luas lahan
secara umum jumlah petani yang bisa melakukan panen tiga kali setahun 36.09
persen dan yang kurang dari tiga kali sebesar 63.91 persen. Ada 58.65 petani yang
menanam dengan cara tumpang sari dan umumnya petani luas lahan petani antara
0.5 – 1 hektar atau kurang dari itu, yaitu 58.65 persen, serta 74.44 persen umur
87
tanaman gambir yang dibudidayakan masih berada dalam rentang produktif atau
Kabupaten Lima Puluh Kota berdasarkan hasil penelitian Ermiati (2004) yang
digunakan sebagai pembanding produksi daun dan ranting muda pada beberapa
tingkatan umur per hektar per tahun mulai dari tahun awal penanaman.
Tabel 8. Kelayakan Usahatani Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota per Hektar
Produksi Present Value 15%
Gambir Harga
Tahun Kering Penerimaan Biaya Manfaat
(Rp)
Penerimaan Biaya Manfaat
(kg)
1 0 7 500 0 3 282 500 (3 282 500) 0 2 854 347 (2 854 347)
2 300 7 500 2 250 000 1 625 000 625 000 1 701 323 1 228 734 472 590
3 675 7 500 5 062 500 3 031 250 2 031 250 3 328 675 1 993 095 1 335 580
4 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 3 216 112 1 893 931 1 322 179
5 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 796 619 1 646 897 1 149 720
6 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 431 842 1 432 083 999 757
7 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 2 114 645 1 245 291 869 453
8 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 838 822 1 082 861 755 960
9 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 598 976 941 618 657 357
10 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 390 413 818 880 571 614
11 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 209 055 711 999 497 056
12 750 7 500 5 625 000 3 312 500 2 312 500 1 051 352 240 035 383 874
7 725 57 937 500 37 751 250 20 186 250 25 853 303 16 089 771 9 763 532
manfaat yang diperoleh bernilai positif pada tingkat discount factor 15 persen.
sekaligus dipakai sebagai asumsi bagi analisis produksi usahatani gambir dalam
penelitian ini, dimana umur tanaman yang digunakan untuk menilai tingkat skala
produksi usahatani gambir adalah umur rata-rata dari umur tanaman keseluruhan
responden.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Produksi komoditas pertanian (on farm) merupakan tahapan awal yang akan
penangkapan dan beternak (Rahim dan Retno, 2007). Proses produksi dalam
penelitian ini merupakan kegiatan budidaya gambir sebagai salah satu komoditas
kaidah hasil yang berkurang (law of deminising return), dimana tiap tambahan
unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin
Data yang dipakai untuk analisis adalah data cross section yang berasal dari
hasil survei terhadap usahatani gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota yang telah
menggunakan data produksi dan berbagai data masukan yang dikumpulkan dari
independen yang tepat, (2) pemilihan bentuk fungsi yang tepat, dan (3) error term
yang bersifat stokastik (Sarwoko, 2005). Berikut ini penjelasan tentang cara
1. Tenaga Kerja
Secara umum semakin banyak tenaga kerja yang dilibatkan dalam proses
produksi usahatani maka akan semakin besar jumlah yang diproduksi atau
benar dipakai dalam proses produksi, digolongkan dalam satuan unit kerja
Hari Orang Kerja (HOK), dimana satu HOK adalah setara dengan 7 jam
bekerja per hari. Nilai satu unit HOK dihitung dengan upah setara kerja pria.
2. Luas Lahan
oleh lahan tersebut. Ukuran lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hektar (1 ha = 10 000 m2) atau are. Responden penelitian ini ada yang
3. Jumlah Tanaman
produksi, semakin banyak jumlah pohon maka akan semakin besar produksi.
90
satuan lahan yang digarap. Pohon yang dihitung adalah dari lahan gambir
4. Umur Tanaman
setelah berumur minimal 1.5 tahun, dengan masa hidup bisa lebih dari 70
5. Pengalaman Petani
usahatani gambir maka akan semakin tinggi produksi usahataninya. Hal ini
Jenis pupuk kimia yang umumnya diaplikasikan petani dan diukur untuk
penelitian ini adalah jenis Urea. Sebagian petani di lokasi penelitian hanya
menggunakan pupuk organik yang berasal dari ampas gambir yang sudah
dipres getahnya, pupuk kimia hanya dipakai pada kondisi tertentu saja karena
91
keterbatasan dana dan adanya anggapan dari petani kalau pemberian pupuk
getahnya. Cara penghitungan pupuk Urea adalah dalam satuan fisik, bukan
nilainya.
7. Penggunaan Pestisida
pendidikan petani yang lebih tinggi dari 6 tahun akan memberikan hasil
produksi usahatani yang lebih besar dan variabel dummy-nya diberi bobot 1
9. Frekwensi Panen
umumnya melakukan panen kurang dari tiga kali setahun, walaupun ada yang
92
bisa panen tiga kali setahun dikarenakan karena faktor spesifik dari derah
Asumsinya adalah petani yang panen tiga kali akan menghasilkan produksi
yang lebih tinggi yang dalam model dijadikan dummy dengan bobot 1 (satu).
Petani yang panen kurang dari tiga kali setahun dummy-nya dibobot 0 (nol).
Ada dua jenis gambir kering yang dihasilakan petani yaitu gambir campur dan
gambir murni. Karena gambir campur relatif lebih berat dari yang murni,
maka label dummy-nya adalah 1 (satu) dan 0 (nol) untuk responden yang
Asumsinya adalah produksi gambir akan lebih tinggi jika petani menanam
dengan sistem monokultur (nilai dummy satu) dan relatif lebih rendah jika
12. Bibit
Petani yang menanam dengan bibit unggul atau varietas udang produksinya
akan relatif lebih tinggikan jika dibandingkan dengan petani yang mencampur
menggunakan semua varietas bibit, yaitu udang, riau dan cubadak. Bobot
dummy bibit unggul 1 (satu). Petani yang menggunakan bibit campuran dari
ketiga bibit yang ada bobot dummy-nya adalah 0 (nol). Responden umumnya
mengetahui bahwa ada beberapa jenis bibit gambir, tetapi mereka belum dapat
membedakannya satu dengan yang lain dan belum mengetahui bibit mana
keadaan yang sebenarnya, mudah diukur atau dihitung secara statistik serta dapat
dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun
fungsi produksi tersebut (Soekartawi et al, 1986). Model yang digunakan dalam
lebih baik karena fungsi produksi usahatani umumnya mencakup lebih dari dua
Persamaan (2) Bab III, dimana terdapat tujuh variabel independen dan lima
variabel dummy yang diduga mempengaruhi produksi gambir yaitu: tenaga kerja
(X1), luas lahan (X2), jumlah pohon gambir (X3), umur tanaman gambir (X4),
pestisida (X7), dummy lama pendidikan petani (D1), dummy frekwensi panen (D2),
dummy jenis gambir yang diproduksi (D3), dummy cara tanam (D4) dan terakhir
linier berganda seperti pada Persamaan (10) Bab IV. Model kemudian dianalisis
Square). Pengolahan data dilakukan dengan bantuan program SAS 9.1. Pengujian
sudah sesuai, dengan P_value atau significance mendekati nol. Nilai P (0.0001) <
α 1 persen, artinya tolak Ho dimana minimal ada satu variabel independen yang
berpengaruh nyata terhadap Y pada taraf nyata pengujian 99 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa model yang dibentuk sudah baik, terjadi hubungan yang
logis dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan.
Hasil analisis regresi berganda dengan metode OLS terhadap faktor-faktor yang
koefisien determinasi (R2) yang cukup tinggi yaitu 0.937. Nilai koefisien tersebut
berarti 94 persen keragaman dari produksi gambir (Y) dapat dijelaskan oleh
oleh faktor lain di luar model. Nilai R2 – Adjusted sebesar 93.13 persen.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengujian model dengan uji-F adalah bahwa
independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau
produksi gambir seperti pada Tabel 9 memperlihatkan bahwa secara statistik ada
bebas tersebut lima diantaranya yaitu: tenaga kerja (X1), luas lahan (X2), umur
tanaman gambir (X4), dummy frekwensi panen (D2) dan dummy cara tanam (D4),
berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada taraf nyata
5 persen pada keragaman produksi gambir, yaitu: jumlah pohon gambir (X3) dan
95
ditoleransi pada tingkat α = 15 persen, dummy jenis gambir yang diproduksi (D3)
Sedangkan dummy lama pendidikan petani (D1) dan terakhir dummy bibit (D5),
tidak signifikan atau tidak berpengaruh nyata pada keragaman produksi gambir.
Pengujian model dilanjutkan dengan uji asumsi OLS dan didapatkan bahwa
model yang ada sudah menghasilkan estimator yang linier, tidak bias, dengan
gambir apakah model sudah memenuhi Constant Return to Scale (CRS), dimana
hipotesis H0 adalah model sudah memenuhi CRS (H0: αi = 1). Hasilnya terlihat
bahwa nilai F hitung < F tabel dengan nilai P (0,6013) > α 5 persen. Artinya
model sudah memenuhi kaidah constant return to scale. Dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa penggunaan faktor produksi berada pada tahap constant rate,
produksi gambir yang diperoleh. Bisa juga dikatakan bahwa model fungsi
produksi gambir yang diduga telah memenuhi asumsi awal bahwa produksi
96
gambir secara rata-rata berdasarkan data survei berada pada tahapan rational
keragaman produksi gambir di Lima Puluh Kota. Berikut ini hasil analisis
Parameter P_value
Variabel Bebas
Dugaan (Significance)
Intersep atau Konstanta 2.178976 0.0001
Tenaga Kerja (X1) 0.984008 0.0001 ***
Luas Lahan (X2) -0.24430 0.0002 ***
Jumlah Pohon Gambir (X3) 0.139619 0.0399 **
Umur Tanaman Gambir (X4) 0.119963 0.0076 ***
Pengalaman Bertani Gambir (X5) -0.09065 0.0605 *
Penggunaan Pupuk Urea (X6) 0.020102 0.1375
Penggunaan Pestisida (X7) 0.096378 0.0227 **
Dummy Lama Pendidikan Petani (D1) 0.009477 0.8295
Dummy Frekwensi Panen (D2) 0.192806 0.0005 ***
Dummy Jenis Gambir yang Diproduksi (D3) 0.050393 0.3312
Dummy Cara Tanam (D4) 0.193012 0.0001 ***
Dummy Bibit (D5) -0.05349 0.6617
F – Hitung 150.12 0.0001 ***
Koefisien Determinasi (R2) 0.93755
2
R – Adjusted 0.93130
Jumlah Sampel 133
Keterangan: *** : Signifikan pada α 1 persen
** : Signifikan pada α 5 persen
* : Signifikan pada α 10 persen
kerja (X1) berpengaruh sangat signifikan pada keragaman produksi gambir pada
taraf nyata pengujian α 1 persen dengan nilai parameter dugaan 0.98. Artinya
bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar 1 persen, produksi gambir akan
naik sebesar 0.98 persen, cateris paribus, atau dengan asumsi yang sama, 98
persen produksi gambir dipengaruhi oleh jumlah tenaga kerja yang digunakan.
pemeliharaan yaitu 38.13 persen dan 23.06 persen dari penerimaan per hektarnya
karena tenaga kerja digunakan disetiap tahapan produksi. Seluruh responden yang
disurvei mempekerjakan 2 - 3 orang tenaga kerja dari luar keluarga untuk kegiatan
mengusahakan lebih dari satu komoditas pertanian sehingga untuk tenaga kerja di
yang sudah bisa terpercaya dalam melakukan kegiatan pengolahan gambir yang
juga terkait erat dengan jumlah produksi, semakin tinggi produksi maka jumlah
Luas lahan (X2) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai parameter
dugaan adalah -0.24. Tanda koefisien arah regresinya negatif. Hal ini bertentangan
dengan dengan asumsi awal atau teori produksi dimana seharusnya nilai
parameter dugaannya bernilai positif karena pertambahan luas lahan berarti terjadi
98
bertambahnya jumlah tanaman. Penyebab hal ini adalah karena dalam budidaya
tanaman perkebunan tahunan, selain luas lahan, ada banyak faktor lain yang
mempengaruhi produksi gambir yang terkait secara tidak langsung dengan luas
lahan seperti: jumlah pohon yang ditanam, pemeliharaan yang dilakukan, cara
tanam dan umur tanaman. Populasi atau jumlah pohon yang ada dalam lahan juga
dipengaruhi oleh jarak tanam. Jumlah pohon gambir yang sudah berproduksi yang
Jumlah pohon gambir (X3) berpengaruh nyata pada α 5 persen dengan nilai
persen, cateris paribus. Jumlah pohon secara tidak langsung juga dipengaruhi
oleh cara tanam yang dilakukan petani, apakah dengan cara monokultur atau
tumpang sari. Rata-rata populasi pohon per hektar di lokasi penelitian adalah
sebesar 4 569.55 pohon dengan simpangan baku 3 270.92 atau tingkat variasi
Umur tanaman gambir (X4) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai
parameter dugaan 0.12. Artinya setiap 1 persen peningkatan pada umur tanaman
terhadap produksi gambir yang akan meningkat sebesar 0.12 persen. Umur
sampel adalah 12.27 tahun atau masih berada dalam masa produksi optimal.
99
dengan nilai parameter dugaan -0.09. Tanda koefisien arah regresi yang negatif
dugaannya bernilai positif. Hal ini diduga disebabkan oleh pengaruh faktor sosial
ekonomi lainnya selain pengalaman petani, yang juga akan berpengaruh pada
tingkat produksi gambir baik secara langsung maupun tidak seperti: usia petani,
lama pendidikan dan teknologi yang digunakan dalam proses pengolahan gambir.
Dari hasil survei ditemukan bahwa semua responden petani dalam kegiatan
bagi hasil, sehingga petani yang tidak berpengalaman pun relatif bisa melakukan
lokasi penelitian adalah 46.38 tahun atau sudah tidak muda lagi untuk melakukan
kegiatan pengolahan dengan pendidikan rata-rata hanya 7 tahun atau tamat SD,
maka secara tidak langsung hal ini menyebabkan pengalaman tidak terlalu
secara parsial berpengaruh pada produksi tetapi nilai pengaruhnya sangat kecil
yaitu 0.02 persen. Berdasarkan hasil survei di lokasi penelitian, hanya 54.17
persen petani yang melakukan pemupukan Urea dan jumlah pupuk yang
digunakan pun relatif sedikit. Pemberian pupuk Urea yang dilakukan petani rata-
rata hanya 30.08 kg per petani atau 21.34 kg per hektarnya. Variasi responden
juga sangat tinggi dengan standar deviasi 37.27 jauh lebih tinggi dari rata-rata
100
30.08. Artinya data yang ada sangat beragam atau sangat tinggi variasinya.
berasal dari ampas gambir yang sudah dipres getahnya. Pupuk Urea dipakai pada
kondisi tertentu saja dan hanya diaplikasikan sekali per tahun. Hal ini terjadi
karena keterbatasan dana petani untuk membeli pupuk dan adanya anggapan dari
sebagian petani bahwa pupuk kimia dalam jangka panjang akan membuat
produksi turun, walaupun jumlah daun bertambah dengan adanya pupuk kimia,
tetapi getah yang dihasilkan daun tanaman yang dipupuk menggunakan Urea
menjadi jauh berkurang. Selain itu faktor jarak lahan dari pemukiman yang rata-
ratanya mencapai 1.5 km, infrastruktur jalan yang kurang memadai, lokasi sentra
produksi yang berada dilahan pegunungan juga menyebabkan sulit bagi petani
untuk melakukan pemupukan dengan pupuk kimia (Urea). Semua petani juga
untuk membeli pupuk kimia lebih diprioritaskan pada komoditas yang dianggap
lebih menguntungkan.
pemeliharaan, jumlah yang digunakan pun sedikit, rata-rata 3.11 liter per petani
atau 2.2 liter per hektarnya dengan standar deviasi 2.4. Jenis pestisida yang
digunakan adalah herbisida untuk gulma berdaun sempit seperti rumput, semak
dan alang-alang. Hal ini dikarenakan tanaman gambir relatif tidak memiliki
juga akan berakibat tidak baik pada tanaman gambir. Petani lebih banyak
adalah pada nilai intersep atau nilai konstanta dari model fungsi produksi.
Dummy lama pendidikan petani (D1), tidak berpengaruh nyata dengan nilai
P-value (0.83). Hal ini dikarenakan rata-rata pendidikan petani hanya 7.92 atau
sampai kelas dua SMP. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil produksi gambir
yang nyata antara kelompok petani yang berpendidikan SMP ke atas dengan
nilai parameter dugaan 0.19. Hal tersebut berarti terdapat perbedaan hasil
produksi yang nyata antara kelompok petani yang bisa panen tiga kali per tahun
dengan petani yang panen kurang dari tiga kali setahun. Artinya jumlah produksi
petani yang panen tiga kali relatif lebih banyak jika dibandingkan dengan petani
lainnya. Tetapi jumlah petani yang bisa panen tiga kali setahun disebabkan
pengaruh spesifik dari daerah tersebut seperti jenis tanah, kondisi alam dan iklim.
Hanya ada dua daerah sentra produksi, dari delapan sentra produksi yang
ada di Lima Puluh Kota yang sebagian besar petaninya bisa panen tiga kali
setahun. Walaupun tidak seluruh populasi petani gambir yang ada di kecamatan
sampel. Petani yang panen tiga kali pertahun mencapai 36.1 persen dari seluruh
dengan nilai parameter dugaan 0.05. Berarti ada perbedaan jumlah produksi antara
gambir murni. Petani yang menghasilkan gambir campur relatif lebih banyak
campur.
Dummy cara tanam (D4) berpengaruh nyata pada α 1 persen dengan nilai
parameter dugaan 0.19. Hal ini semakin membuktikan bahwa jumlah pohon yang
produksinya relatif lebih banyak dari petani yang menanam dengan cara tumpang
sari. Ada 41.35 persen petani yang menanam dengan cara monokultur dan 58.65
persen menanam dengan cara tumpang sari. Tumpang sari terbanyak dilakukan
dengan tanaman karet yaitu sebanyak 50 persen, dengan sawit, kakao dan kopi
Dummy bibit (D5) tidak berpengaruh secara nyata pada produksi gambir.
Berarti tidak ada perbedaan jumlah produksi antara kelompok petani yang murni
campuran semua varietas bibit yang ada. Hal ini disebabkan karena petani sulit
mendapatkan bibit dari jenis unggul untuk dibudidayakan. Umumnya petani tidak
memperhatikan apakah bibit yang mereka gunakan dari jenis unggul atau tidak.
103
Hal ini karena petani kesulitan untuk memurnikan pembibitan dari ketiga jenis
varietas yang ada dan belum ada sosialisasi mengenai hal ini dari instansi terkait
kepada petani. Petani biasanya menyiapkan bibit di kebun sendiri atau dibeli ke
memenuhi kebutuhan lingkungan sendiri. Dari data yang diperoleh hanya 3 persen
sampel petani yang memakai bibit unggul jenis udang, 97 persen petani
gambir.
mengalokasikan secara tepat sumberdaya atau faktor produksi yang terbatas agar
maksimal akan tercapai jika semua faktor produksi sudah dialokasikan secara
optimal (Nicholson, 2002). Berkaitan dengan masalah efisiensi ini maka ada satu
pendekatan yang dapat mengukur efisiensi ini yaitu pendekatan produk marginal.
Uji efisiensi alokasi penggunaan sarana produksi ini secara matematis ditulis
seperti Persamaan (11) di Bab IV dimana: NPMxi = Pxi atau NPMxi / Pxi = 1.
tenaga kerja, luas lahan, pupuk kimia (Urea) dan pestisida. Hasilnya terlihat
bahwa nilai produk marginal (NPMx) tidak sama dengan (Px) atau harga inputnya.
104
Tabel 10. Tingkat Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani
Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2009
Jenis Rata-Rata
PMx NPMx Px NPMx/Px
Input Input Output
Tenaga
271.03 1 053.38 3.82 96 481.01 60 000 1.61
Kerja
Luas
1.41 1 053.38 -182.51 -4 604 304.79 2 500 000 -1.84
Lahan
Pupuk
30.08 1 053.38 0.70 17 757.34 2 200 8.07
Urea
Pestisida 3.11 1 053.38 32.64 823 542.93 80 000 10.29
Input tenaga kerja, pupuk Urea dan pestisida NPMx/Px > 1, artinya
penggunaan ketiga input tersebut belum efisien. Pemakaian ketiga input tersebut
masih sangat sedikit dengan rasio jauh lebih besar dari satu. Hal ini antara lain
disebabkan oleh:
1. Petani tidak memiliki insentif yang cukup dari hasil penjualan gambir yang
ini hanya dilakukan sekali setahun atau pada saat petani mendapatkan harga
jual yang relatif baik. Hal ini disebabkan karena fluktuasi harga gambir di
tingkat petani sangat tinggi sehingga tidak ada kepastian dalam berusahatani.
dalam usahatani gambir. Dari hasil survei diketahui hanya 10 persen petani
3. Daerah sentra produksi gambir umumnya jauh dari pemukiman. Lokasi lahan
perkebunan gambir rata-rata berjarak 1.5 km dari rumah petani dan berada
dengan sarana jalan yang tidak memadai bagi alat transportasi. Jalan menuju
lahan umumnya jalan setapak. Hal ini menyebabkan harga pupuk dan
pestisida ditingkat petani menjadi relatif mahal dan petani kesulitan dalam
utama ini yang relatif lebih banyak menyumbangkan pendapatan pada petani
secara keseluruhan.
pemanfaatan lahan sudah tidak efisien lagi. Hal ini tidak berarti petani harus
mengurangi penggunaan lahan untuk mencapai efisiensi. Lahan yang sudah ada
untuk meningkatkan hasil produksi gambir juga sudah sangat tidak efisien lagi.
pengendalian hama yang optimal, serta cara tanam yang dipilih, akan lebih
indikator utama yaitu: (1) jumlah partisipan dan derajat konsentrasi pasar, (2)
barrier to entry atau kondisi keluar masuk pasar, (3) kondisi dan keadaan produk,
dan (4) lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran gambir. Langsung
produsen ke konsumen yang dinilai dari margin pemasaran dan farmer’s share.
Metode yang dipilih untuk analisis struktur pasar adalah dengan melihat
industry, seperti yang dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002). Salah satu
antara jumlah petani sebagai produsen dengan jumlah pedagang yang terlibat
petani sebagai produsen gambir sangat tidak seimbang. Sampel pedagang hasil
eksportir yang berada di Kabupaten Lima Puluh Kota dan 1 ketua asosiasi
pedagang gambir sekaligus juga merupakan eksportir gambir yang berada di Kota
Padang (Ibukota Provinsi Sumatera Barat). Berikut ini gambaran klasifikasi dan
Tabel 12. Klasifikasi dan Market Share Sampel Pedagang Gambir di Kabupaten
Lima Puluh Kota Tahun 2009
Berdasarkan informasi dari Tabel 11 dan 12, terlihat bahwa jumlah petani
dikatakan bahwa struktur pasar gambir yang terbentuk adalah pasar oligopsoni
dari sisi pembeli. Hal ini dikarenakan jumlah petani jauh lebih banyak jika
menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah
ditetapkan oleh pedagang pengumpul, daya tawar petani dalam menentukan harga
relatif rendah.
bila dilihat lagi di level pasar berikutnya juga berbanding jauh sehingga juga
cenderung mengarah pada pasar oligopsoni. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya
jumlah pedagang besar yang ada di suatu wilayah. Umumnya pedagang besar
yang ada di lokasi penelitian, memiliki daerah operasional yang tidak hanya
terbatas di daerah domisilinya saja, tetapi juga masuk ke daerah atau kecamatan
sentra produksi lainnya baik secara langsung dengan armada sendiri, maupun
yang besar juga berpengaruh terhadap kondisi ini seperti yang akan dijelaskan di
sub bab berikutnya. Akibat situasi ini pedagang pengumpul juga cenderung
menjadi pihak penerima harga (price taker) sesuai dengan harga yang telah
mengarah pada oligopsoni atau lebih dekat ke monopsoni dari sudut pembeli,
dimana daya tawar pedagang besar relatif kecil. Eksportirlah yang bertindak
terlihat bahwa pasar gambir di lokasi penelitian berada dalam struktur pasar
nilai CR4 dilakukan pada empat pedagang gambir terbesar di Kabupaten Lima
dikemukakan oleh Kohls dan Uhl (2002), struktur pasar gambir di wilayah
Kabupaten Lima Puluh Kota berada dalam kondisi weak oligopsony market
structure.
perdagangan gambir secara spesifik tidak ada. Hambatan keluar masuk pasar
dalam pemasaran gambir sangat dipengaruhi oleh besarnya modal yang dimiliki
oleh lembaga pemasaran yang terlibat, misalnya untuk akses pada fasilitas
pengalaman yang cukup lama (lebih dari 10 tahun), memiliki modal yang besar
masih baru, terutama untuk pemasaran gambir ke luar negeri. Hal tersebut
gambir yang akan di ekspor. Hambatan masuk pasar bisa juga diartikan sebagai
sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang
Salah satu yang dapat menjadi hambatan masuk pasar adalah keberadaan
perusahaan terbesar yang telah ada sebelumnya dalam sebuah industri. Hal ini
dapat dilihat dari nilai Minimum Efficiency Scale (MES). Hasil perhitungan
terhadap nilai MES di lokasi penelitian adalah sebesar 17.869 persen. Artinya ada
indikasi bahwa hambatan untuk masuk ke pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh
Kota relatif besar karena nilai MES > 10. Tidak mudah bagi pendatang baru untuk
masuk ke dalam pasar. Pendatang baru disamping harus memiliki modal yang
sangat besar untuk melakoni transaksi jual beli gambir, untuk membeli peralatan,
dan penjualan, perizinan dan gudang serta lokasi penjemuran yang memadai, ia
juga harus memiliki jaringan yang kuat dengan partisipan pasar lainnya.
karena belum ada standarisasi yang baku di tingkat petani. Hal ini terutama
manipulasi kualitas sering terjadi baik atas kesadaran petani sendiri maupun atas
Getah gambir kering yang diperdagangkan secara umum terbagi atas dua,
yaitu gambir murni dan gambir campur. Gambir campur adalah gambir yang
dalam proses pengolahannya dicampur dengan material lain selain getah gambir
seperti tepung tanah lempung, ketapang/limbah rebusan daun gambir dimana air
relatif lebih berat dan berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri
(untuk ekspor). Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning
kecoklatan. Gambir murni biasanya untuk konsumsi pasar dalam negeri dan
berdasarkan jenis gambir dan tingkat kekeringan/kadar air gambir. Selain itu tidak
ada proses penambahan nilai pada gambir yang diperdagangkan baik untuk
Proses pengolahan dari daun dan ranting muda tanaman gambir menjadi
produk gambir kering dilakukan sejalan dengan saat panen. Sebelum dipasarkan
gambir harus melalui terlebih proses pengolahan terlebih dahulu di ladang petani
yang tersebar dan relatif jauh dari lokasi pemukiman. Jauhnya jarak antara pusat
produksi dengan konsumen gambir serta lokasi ladang yang umumnya terpencar
112
pemasarannya.
Berdasarkan data penelitian terlihat bahwa terdapat empat saluran pemasaran yang
penelitian adalah salah satunya dipengaruhi oleh jenis gambir yang diproduksi
oleh petani. Saluran I dan II digunakan oleh petani jika di daerah tempatnya
berdomisili tidak terdapat pedagang besar dikarenakan: (1) keadaan atau kondisi
spesifik daerah yang terisolir dibandingkan daerah sentra produksi lain dan
113
untuk mengumpulkan hasil panen dari lokasi yang terpisah-pisah, dan (3) telah
pemasaran I atau III dalam pemasarannya, dimana sebagian besar gambir murni
umumnya di ekspor untuk konsumen luar negeri dan menggunakan semua saluran
pemasaran yang ada (I, II, III dan IV) dalam pemasarannya.
yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat (75 persen). Artinya tidak banyak
114
petani yang memiliki akses untuk menjual hasil produksinya langsung kepada
pedagang besar, apalagi ke pasar konsumen yang jaraknya sangat jauh dari sentra
produksi. Faktor yang menjadi pertimbangan utama bagi petani dalam memilih
saluran pemasaran yang akan digunakan adalah: (1) jauhnya jarak antara pusat
(2) sedangkan jumlah produksi yang dihasilkan petani relatif kecil, serta (3)
kondisi geografis wilayah dimana lokasi ladang yang umumnya terpencar dan
relatif jauh dari lokasi pemukiman, ditambah dengan sarana jalan ke lahan yang
hanya berupa jalan setapak. Faktor di atas membuat pilihan petani menjadi
keterkaitan antara struktur pasar dengan perilaku dan keragaan pasar gambir di
dari pelabuhan Teluk Bayur di Kota Padang dengan jarak rata-rata dari sentra
produksi yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota lebih dari 200 km. Sedangkan
gambir yang dijual ke pedagang yang berada di luar Provinsi Sumatera Barat
dengan saluran I dan II. Tetapi berdasarkan survei yang dilakukan di lokasi
penelitian terhadap harga yang diterima petani relatif tidak jauh berbeda antara
menjual langsung ke pedagang besar ataupun lewat pedagang pengumpul. Hal ini
pedagang besar dalam menetapkan harga gambir ke petani karena sebagian besar
dari pedagang pengumpul merupakan armada dari pedagang besar yang sudah
petani. Kondisi tersebut semakin menegaskan bahwa tidak ada harga terbaik bagi
petani dalam kondisi pasar tidak bersaing sempurna atau oligopsoni, seperti yang
Selain hal di atas juga terdapat perbedaan pengetahuan yang cukup besar
terbatas dan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan pedagang. Harga biasanya
ditentukan oleh pedagang pada saat penimbangan akan dilakukan. Petani hanya
menerima harga yang ditawarkan oleh pedagang. Hal yang bisa dilakukan oleh
petani jika tidak menyetujui penawaran harga satu pedagang adalah membatalkan
transaksi, sama sekali tidak menjual, atau menjual ke pedagang lain walaupun
adalah pilihan petani menjadi sangat terbatas karena faktor alami seperti sebaran
geografis dan situasi serta kondisi spesifik dari daerah setempat yang tidak
dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat dalam memasarkan gambir, karena
lembaga yang terlibat dalam proses transaksi, serta kompensasi dan konsekwensi
tersebut.
Metode yang digunakan untuk melihat apakah saluran pemasaran yang ada
sudah efisien dan adil dalam pendistribusiannya, maka analisis perlu dilengkapi
dengan informasi fungsi-fungsi pemasaran apa saja yang dilakukan oleh setiap
yang ada (Tabel 13) serta margin pemasaran yang diperoleh masing-masing
Beli
Pengolahan
Pengemasan
Penyimpanan
Transportasi
Grading
Sortasi /
Resiko
Pembiayaan
Pasar
Informasi
Lembaga
Pemasaran
Saluran I
Petani v - v v - v - v - -
PP v v - - v v - v v v
PB v v - v v v v v v v
PLP* v v - v v v v v v v
Saluran II
Petani v - v v - v - v - -
PP v v - - v v - v v v
PB v v - v v v v v v v
XL** v v - v v v v v v v
Saluran III
Petani v - v v - v - v - -
PB v v - v v v v v v v
PLP v v - v v v v v v v
Saluran IV
Petani v - v v - v - v - -
PB v v - v v v v v v v
XL v v - v v v v v v v
Keterangan: (v) : Melakukan fungsi pemasaran
(-) : Tidak melakukan
* PLP : Pedagang di luar provinsi Sumbar
** XL : Eksportir lokal
117
masing komponen yang terlibat dalam sistem pemasaran. Ini dipakai untuk
tertentu dan berapa kompensasi serta bagaimana konsekwensi yang diperoleh dari
yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat di setiap tingkat dan di semua saluran
yang ada, serta kaitannya dengan biaya pemasaran yang harus dikeluarkan
sehubungan kegiatan yang dilakukan lembaga tersebut pada tiap tingkat di semua
langsung dan tunai karena volume produksi yang diperdagangkan relatif kecil.
dilakukan setiap minggu. Sebagian besar petani yang ada di lokasi penelitian tidak
memiliki ikatan tertentu kepada pedagang sehingga dalam proses jual beli petani
memiliki kebebasan penuh dalam menentukan kepada siapa mereka ingin menjual
pada setiap saluran pemasaran yang ada. Kegiatan pengemasan juga dilakukan
hanya sebagai perantara pada pedagang besar, sehingga masih bisa menggunakan
biaya retribusi oleh nagari setempat, begitu juga pedagang pengumpul. Khusus
untuk saluran pemasaran II dan IV, pedagang besar tidak mengeluarkan lagi biaya
retribusi.
Kegiatan pengolahan hanya dilakukan oleh petani, artinya sama sekali tidak
tingkat pasar eksportir dan pedagang luar Provinsi Sumbar. Gambir yang ada
adalah gambir yang sama dengan gambir dijual petani, sama sekali tidak terjadi
saluran pemasaran yang ada. Proses perubahan bentuk dan penambahan nilai pada
penelitian, cakupan analisis pemasaran dalam penelitian ini tidak mencakup kajian
pemasaran pada level tersebut, hanya sampai tingkat pasar eksportir saja.
Fungsi fasilitas sortasi atau grading tidak dilakukan pada tingkat petani dan
pedagang pengumpul, karena biasanya gambir yang dihasilkan relatif seragam dan
sudah dibersihkan oleh pekerja yang diupah petani untuk melakukan kegiatan
perbedaan baik dari segi ukuran, warna dan bentuknya. Sortasi hanya dilakukan
pada tingkat pedagang besar, sedangkan grading dilakukan oleh eksportir lokal
dan pedagang di luar Sumbar. Grading yang dilakukan tersebut untuk mengukur
119
kadar air dan abu, kadar bahan yang tidak larut dalam air dan dalam alkohol,
kadar catechin gambir, serta tampilan fisiknya dari segi bentuk dan warna.
kegagalan panen dan fluktuasi harga yang relatif tinggi sehingga tidak ada
finansial yang bisa diakibatkan kesalahan dalam menaksir kadar air gambir saat
finansial akibat tidak terpenuhinya nilai kontrak sesuai spesifikasi yang diminta
importir serta resiko nilai tukar (kurs rupiah terhadap dolar). Petani tidak memiliki
akses pada informasi pasar, seperti tingkat harga yang berlaku karenanya hanya
yang umumnya berasal dari pembiayaan, biasanya diberikan oleh pedagang pada
yang dilakukan oleh lembaga yang terlibat dalam pemasaran gambir terlihat
bahwa mekanisme pemasaran gambir yang terjadi banyak ditentukan oleh nilai
guna bentuk, tempat (pasar) dan kepemilikan, dengan kata lain proses pemasaran
daerah sentra produksi dan konsumennya juga terpencar di daerah yang berlainan,
menjadi layak jual. Hal ini terlihat dari saat proses produksi gambir oleh petani
yang dimulai dengan pengolahan dari daun dan ranting tanaman gambir menjadi
dikeluarkan lembaga pemasaran yang terlibat serta margin pedagang. Produk ini
di tingkat pasar konsumen akhir diubah lagi sesuai dengan kebutuhan pasar karena
produk yang diperdagangkan sampai tingkat pasar eksportir masih dalam bentuk
waktu tidak terlalu menentukan dalam pemasaran gambir karena gambir yang
diproduksi petani tidak tergantung pada musim. Hal ini disebabkan waktu panen
delapan kecamatan, sehingga untuk wilayah kabupaten selalu ada petani yang
standar tertentu dan siap dijual. Tabel 14 memberikan gambaran rinci tentang
besarnya margin pemasaran untuk setiap saluran pemasaran gambir yang ada guna
Tabel 14. Margin Pemasaran Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2009
Saluran Saluran Saluran Saluran
Pemasaran I Pemasaran II Pemasaran III Pemasaran IV
Pelaku Pasar
Nilai Nilai Nilai Nilai
Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg % Rp/kg %
1. Petani
transportasi 300 0.85 300 0.81 300 0.85 300 0.81
pengemasan 25 0.07 25 0.07 25 0.07 25 0.07
retribusi 252.28 0.71 252.28 0.68 252.28 0.71 252.28 0.68
harga jual 23 680.97 66.71 23 680.97 64.00 26 500.33 74.65 26 500.33 71.62
2. Pedagang
Pengumpul
harga beli 23 680.97 66.71 23 680.97 64.00
bongkar muat 100 0.28 100 0.27
transportasi 300 0.85 300 0.81
b. penjemuran 200 0.56 200 0.54
pengeringan 1 261.38 3.55 1 261.38 3.41
gudang 100 0.28 100 0.27
keuntungan 4 403.10 12.40 4 403.10 11.90
margin pemasaran 6 364.48 17.93 6 364.48 17.20
harga jual 30 045.45 84.64 30 045.45 81.20
3. Pedagang
Besar
harga beli 30 045.45 84.64 30 045.45 81.20 26 500.33 74.65 26 500.33 71.62
bongkar muat 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
transportasi 700 1.97 300 0.81 700 1.97 300 0.81
b. penjemuran 100 0.28 100 0.27 200 0.56 200 0.54
pengeringan 280.91 0.79 280.91 0.76 1 261.38 3.55 1 261.38 3.41
sortasi 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
gudang 100 0.28 100 0.27 100 0.28 100 0.27
pengemasan 75 0.21 50 0.14 75 0.21 50 0.14
keuntungan 2 498.64 7.04 1 923.64 5.20 4 963.29 13.98 4 388.29 11.86
margin pemasaran 3 954.55 11.14 2 954.55 7.99 7 499.67 21.13 6 499.67 17.57
harga jual 34 000 95.77 33 000 89.19 34 000 95.77 33 000 89.19
4. Pedagang
di luar
Sumbar
harga beli 34 000 95.77 34 000 95.77
bongkar muat 100 0.28 100 0.28
grading 100 0.28 100 0.28
gudang 100 0.28 100 0.28
pengemasan 50 0.14 50 0.14
keuntungan 1 150 3.24 1 150 3.24
margin pemasaran 1 500 4.23 1 500 4.23
harga jual 35 500 100 35 500 100
5. Eksportir
Lokal
harga beli 33 000 89.19 33 000 89.19
biaya ekspor 1 400 3.78 1 400 3.78
grading 100 0.27 100 0.27
biaya lainnya 400 1.08 400 1.08
keuntungan 2 100 5.68 2 100 5.68
margin pemasaran 4 000 10.81 4 000 10.81
harga jual 37 000 100 37 000 100
harga jual di tingkat pedagang akhir dengan harga jual di tingkat petani. Saluran
pemasaran I dan II secara umum mempunyai margin pemasaran yang lebih besar
122
persen dari harga akhir. Hal ini dikarenakan: (1) perbedaan jumlah lembaga
pemasaran yang terlibat, (2) perbedaan harga jual yang diterima petani untuk
setiap pilihan saluran, apakah menjual kepada pedagang pengumpul atau langsung
pada pedagang besar, dan (3) perbedaan harga jual di tingkat akhir.
keuntungan yang diambil oleh setiap pelaku pasar tersebut. Artinya margin
pemasaran di saluran itu akan bertambah besar. Berikut ini perbandingan rasio
Tabel 15. Rasio Keuntungan dan Biaya Pemasaran Gambir di Kabupaten Lima
Puluh Kota Tahun 2009
Keuntungan Biaya Rasio
Lembaga Pemasaran Pemasaran Pemasaran Keuntungan
(Rp/kg) (Rp/kg) Biaya
Saluran I
Pedagang Pengumpul 4 403.10 1 961.38 2.24
Pedagang Besar 2 498.64 1 455.91 1.72
Pedagang di Luar Sumbar 1 150 350 3.29
Jumlah 8 051.74 3 767.29 7.25
Saluran II
Pedagang Pengumpul 4 403.10 1 961.38 2.24
Pedagang Besar 1 923.64 1 030.91 1.87
Eksportir Lokal 2 100 1 900 1.11
Jumlah 8 426.74 4 892.29 5.22
Saluran III
Pedagang Besar 4 963.29 2 536.38 1.96
Pedagang di Luar Sumbar 1 150 350 3.29
Jumlah 6 113.29 2 886.38 5.25
Saluran IV
Pedagang Besar 4 388.29 2 111.38 2.08
Eksportir Lokal 2 100 1 900 1.11
Jumlah 6 488.29 4 011.38 3.19
123
adalah sebesar Rp 8 051.74/kg atau mencapai 22.68 persen dari harga di tingkat
pedagang akhir atau mencapai 68.13 persen bila dibandingkan dengan besarnya
sebesar Rp 3 767.29/kg atau 10.61 persen dari harga di tingkat pedagang akhir
pedagang gambir yang berada di luar Sumbar yaitu sebesar 3.29. Jumlah
keuntungan yang diambil oleh pedagang di saluran pemasaran II, III dan IV
pedagang akhir, Rp 6 113.29/kg atau 17.22 persen dari harga di tingkat pedagang
akhir dan Rp 6 488.29/kg atau 17.54 persen dari harga di tingkat pedagang akhir.
saluran maka besarnya berturut-turut di saluran pemasaran II, III dan IV adalah
II adalah sebesar Rp 4 892.29/kg atau 13.22 persen dari harga di tingkat pedagang
akhir atau 36.73 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan
sebesar 2.24.
sebesar Rp 2 886.38/kg atau 8.13 persen dari harga di tingkat pedagang akhir atau
32.07 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya
tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang gambir yang berada di luar
124
Sumbar yaitu sebesar 3.29. Jumlah biaya yang dikorbankan pedagang di saluran
tingkat pedagang akhir atau 38.20 persen dari besarnya margin pemasaran. Rasio
keuntungan dan biaya tertinggi di saluran pemasaran ini diperoleh pedagang besar
mendistribusikan gambir, terlihat bahwa saluran pemasaran III relatif lebih baik
dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya
margin pemasaran, tingginya persentase harga jual akhir yang ikut dinikmati
share terendah untuk petani. Walaupun demikian dikarenakan alasan yang telah
pemasaran I dan II dan pedagang besar di saluran III dan IV relatif lebih tinggi
dari yang diterima oleh pedagang lainnya disebabkan aktivitas yang dilakukan
wilayah sentra produksi lebih banyak. Resiko kerugian finansial yang ditanggung
juga lebih tinggi sehubungan dengan kegiatan penimbangan dan penaksiran kadar
air gambir. Hal ini akan dijelaskan lebih rinci di sub bab perilaku pasar gambir.
125
berdasarkan empat indikator utama, yaitu: (1) praktek pembelian dan penjualan,
(2) proses pembentukan harga, (3) praktek dalam menjalankan fungsi pemasaran
yang sudah dibahas dalam analisis struktur pasar sub bab lembaga pemasaran,
Kecendrungan yang dijumpai dari praktek jual beli yang dilakukan petani
dan pedagang di lokasi penelitian adalah bahwa petani cenderung menjual hasil
panennya kepada pedagang lokal yang sudah dikenal baik atau minimal sudah
pernah bertransaksi sebelumnya. Hal ini terjadi karena: (1) adanya hubungan baik
pedagang yang berasal dari daerah di luar wilayahnya, dan (3) adanya
pedagang, serta pemotongan kadar air yang ditawarkan pedagang, atau dengan
menjadi acuan petani dalam melakukan transaksi, terutama petani yang tidak
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: (1) kebiasaan daerah dan nagari masing-
masing petani, (2) infrastruktur jalan menuju lahan, (3) jarak dari rumah ke lahan,
serta (4) ada tidaknya peraturan di nagari yang bersangkutan sehubungan dengan
penjualan gambir.
oleh sebagian besar petani responden dan biasanya dilakukan bersamaan dengan
hari pasar tradisional di daerah yang bersangkutan. Pola perilaku jual beli gambir
memiliki hari pasar yang dipusatkan di nagari tertentu yang berada di kecamatan
yaitu setiap hari Minggu, Selasa dan Rabu, di Kecamatan Harau ada 2 kenagarian
yang memiliki pasar tradisional yaitu setiap hari Senin, Selasa, Kamis dan Sabtu,
serta di Kecamatan Kapur IX semua nagari memiliki pasar tradisional dimana ada
6 hari pasar dari hari Minggu sampai Jumat (BPS, 2008b; 2008e; 2008f).
Hari pasar juga merupakan hari istirahat bagi petani pada umumnya.
Perilaku ini disebabkan karena: (1) petani memerlukan uang tunai dari hasil
panennya yang akan digunakan untuk membiayai keperluan hidup sehari-hari dan
berbelanja saat hari pasar, (2) untuk membiayai operasional modal kerja selama
pengolahan atau kegiatan mangampo dilakukan, dan (3) adanya resiko potential
loss jika petani menyimpan hasil panennya untuk dijual sekaligus di satu waktu.
Hal ini akibat tidak adanya kepastian harga untuk penjualan di minggu berikutnya
Berdasarkan data survei, terdapat 42.71 persen petani yang menjual hasil
transaksi gambir yang telah ditetapkan dengan peraturan nagari setempat dan
sebanyak 2.08 persen sisanya menjual ke tempat lain seperti di antar langsung ke
rumah toke atau pedagang pengumpul setempat, seperti yang dilakukan petani di
yang akan membeli hasil panennya dan sisanya sebanyak 25 persen petani
1. Pengolahan gambir yang dilakukan petani dibiayai oleh pedagang, misal untuk
biaya anak kampo dan modal kerja selama mangampo ditanggung oleh
pengolahan.
keperluannya.
4. Antara petani dengan pedagang memang sudah ada perjanjian untuk menjalin
harga gambir diantaranya adalah tingkat kompetisi antarpelaku pasar yang salah
satunya dipengaruhi oleh bentuk struktur pasar komoditas tersebut, regulasi atau
aturan yang ada, baik dari pemerintah pusat dan daerah maupun nagari, serta
preferensi dari pembeli atau konsumen. Berdasarkan fenomena yang ada, selain
adalah:
Semakin tinggi persentase kadar air gambir yang dihasilkan, maka harga rata-
rata per kilogram gambir yang diterima petani akan semakin rendah.
standar kualitas yang diinginkan dan ditetapkan pasar. Tuntutan akan uang
tunai supaya bisa menjual setiap minggu selama panen, maka pengeringan
selain dengan cara penjemuran alami, juga dilakukan petani di atas tungku api
pengumpul untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Kadar air gambir
yang berasal dari petani umumnya berkisar antara 5 – 6 persen per kilo, tetapi
sampai 15 persen.
Sebanyak 62.5 persen petani menghasilkan gambir campur dan 37.5 persen
petani memproduksi gambir murni. Gambir campur relatif lebih berat dan
129
berwarna hitam yang biasanya dijual ke pasar luar negeri (untuk ekspor).
Sedangkan gambir murni jauh lebih ringan dan berwarna kuning kecoklatan.
berat gambir murni lebih ringan dari gambir campur, tetapi dari segi harga
sebelumnya dan akan tetap selama jumlah kontrak antara eksportir dengan
dimana rantai pemasaran gambir dikuasai oleh sedikit pedagang besar akan
4. Waktu Penjualan
menjelang sore berpengaruh terhadap harga pembelian. Harga di pagi hari saat
hari pasar tradisional biasanya relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
harga disaat siang dan sore hari, karena di pagi hari ada tuntutan yang sangat
mendesak bagi petani akan uang tunai yang digunakan untuk berbelanja
130
Harau. Di Kecamatan Kapur IX hal tersebut tidak berlaku karena sudah ada
peraturan nagari yang baku dalam mengatur tempat dan hari penimbangan
yang semuanya sudah dikelola oleh nagari. Justru penawaran harga tertinggi di
peroleh saat awal transaksi sudah dibuka secara resmi oleh aparatur nagari.
Semakin lama gambir dijual maka penawaran harga akan cenderung lebih
Ada perilaku yang berbeda dalam praktek jual beli gambir diantara
rumah dan ketergantungan kepada pemodal. Rata-rata petani yang tidak memiliki
Lareh Sago Halaban, dimana hanya 33.33 persen responden yang memiliki rumah
pengolahan sendiri.
pengumpul tanpa beban bunga. Pengembalian biasanya dilakukan pada saat panen
gambir dengan cara mengurangi dari hasil panen yang dibayarkan kepada petani.
Hal ini akan mengikat petani sehingga harus menjual hasil panennya kepada
besar/eksportir). Pinjaman biasanya tanpa bunga dan tanpa adanya suatu ikatan
hukum, hanya berdasarkan kepercayaan dan hubungan yang sudah lama terjalin.
Jadi bentuk kerjasama yang terjadi di antara lembaga pemasaran yang terlibat
Kinerja pasar sangat dipengaruhi oleh struktur dan perilaku pasar. Indikator
yang dijadikan ukuran untuk menilai kinerja pasar gambir di lokasi penelitian,
yaitu: (1) untuk efisiensi operasional yang merupakan ukuran dari biaya minimum
dinilai dengan ukuran margin pemasaran yang sudah dibahas langsung dalam
diterima petani/farmer’s share, dan (2) untuk efisiensi harga yang menyangkut
Bagian harga yang diterima petani adalah bagian harga yang dibayarkan
oleh konsumen (dalam hal ini pedagang akhir dan eksportir) yang dapat dinikmati
oleh petani sebagai produsen. Besarnya farmer’s share secara umum dipengaruhi
oleh saluran pemasaran, semakin panjang saluran akan menyebabkan biaya dan
132
margin bertambah besar. Semakin besar margin pemasaran maka bagian harga
yang diterima petani akan semakin kecil seperti yang terjadi pada saluran
pemasaran II. Selain itu untuk komoditas pertanian faktor tingkat pengolahan
yang dilakukan petani, biaya transportasi, keawetan dan mutu serta jumlah
produksi juga akan berpengaruh pada farmer’s share. Berikut ini gambaran
besarnya bagian harga yang diterima oleh petani pada setiap saluran pemasaran
Tabel 16. Farmer’s Share Komoditas Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
Tahun 2009
memberikan bagian harga yang diterima petani lebih tinggi yaitu sebesar 74.65
dan 71.62 persen bila dibandingkan dengan saluran pemasaran I dan II yang hanya
sebesar 66.71 persen dan 64 persen. Jumlah lembaga pemasaran yang terlibat
dalam saluran pemasaran I dan II lebih banyak dari saluran III dan IV dikarenakan
pemasaran yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan saluran lainnya yaitu
Saluran pemasaran III dengan demikian bisa dikatakan relatif lebih efisien
bagi petani jika dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya karena bagian
harga yang diterima petani lebih tinggi dan bisa menjual dengan biaya pemasaran
dan keuntungan yang diambil oleh pedagang dengan lebih rendah. Hanya saja
tidak semua petani bisa memilih saluran pemasaran III dalam memasarkan hasil
panennya, hanya 42.71 persen petani yang bisa menggunakan saluran ini dengan
(2) volume penjualan gambir yang ditransaksikan, semakin kecil volume maka
menyangkut jalan dan jarak yang tidak memungkinkan pedagang tertentu masuk
(5) adanya perjanjian dan ikatan menyangkut modal, kerjasama dan hubungan
menjadi faktor penekan posisi tawar petani ketika berhadapan dengan pedagang.
pasar dengan pasar lain yang menjadi rujukan (yang mempengaruhinya), yang
134
dilihat berdasarkan pergerakan harga yang berhubungan dengan dua pasar atau
lebih. Model yang digunakan untuk menganalisis aspek keterpaduan pasar dalam
penelitian ini adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan
autoregresive antara harga di tingkat petani dengan harga di pasar acuan yaitu
harga ditingkat eksportir. Data yang digunakan untuk analisis integrasi dan
Uji statistik terhadap kesesuaian model diperoleh nilai F hitung sangat nyata
model cukup baik karena variabel bebas dapat menjelaskan keragaman variabel
terikat. Keragaman harga gambir di tingkat petani (Pft) dapat dijelaskan oleh
sebesar 98.6 persen dan sisanya sebanyak 1.4 persen dijelaskan oleh faktor lain di
independen, untuk menguji faktor apa saja yang dapat menjelaskan atau
berpengaruh nyata terhadap harga gambir di tingkat petani. Hanya satu variabel
yang signifikan pada taraf nyata pengujian α 1 persen, yaitu variabel Pft-1 atau
bedakala satu tahun harga gambir di tingkat petani. Variabel independen lainnya
tidak berpengaruh nyata pada harga gambir di tingkat petani. Selisih harga gambir
persen.
135
distributed lag antara harga gambir di tingkat petani dengan harga gambir di
Parameter P_value
Variabel Bebas
Dugaan (Significance)
Bedakala harga gambir di tingkat petani (Pft-1) 0.92842 0.0001 ***
Selisih harga gambir di tingkat eksportir (DPe) 0.06519 0.2204
Bedakala harga gambir di tingkat eksportir (Pet-1) 0.06707 0.4150
F – hitung 235.31 0.0001 ***
Koefisien determinasi (R2) 0.9860
R2 – adjusted 0.9818
IMC 13.851
yang merupakan nilai elastisitas transmisi harga yaitu seberapa jauh perubahan
parameter b2 dengan 1 maka akan semakin baik keterpaduan pasar. Nilai dugaan
parameter b2 dari hasil analisis di atas, berarti bahwa jika terjadi perubahan harga
sebesar 10 satuan harga (rupiah) di tingkat eksportir, maka perubahan harga yang
akan diteruskan sampai ke tingkat petani hanya sebesar 0.65 rupiah saja, cateris
paribus. Hal ini mencerminkan tidak simetrisnya transmisi harga oleh pihak
yang berlaku sekarang di tingkat petani memiliki nilai kurang dari satu. Hal ini
menunjukkan bahwa pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani pada periode
petani yang berlaku saat ini, dibandingkan dengan pengaruh harga di tingkat
eksportir pada periode sebelumnya. Pengaruh harga yang berlaku di tingkat petani
pada periode sebelumnya terhadap pembentukan harga pasar di tingkat petani saat
ini adalah sebesar 0.928. Sedangkan pengaruh perubahan harga yang berlaku di
petani yang berlaku saat ini juga kurang dari satu, hanya saja pengaruhnya jauh
lebih kecil, yaitu sebesar 0.067. Hal ini mengindikasikan bahwa ada stok tertentu
yang disimpan di gudang oleh pedagang sampai pada tingkatan jumlah tertentu
sebelum gambir dijual lagi ke pedagang yang berada di atasnya sesuai dengan
dengan pengaruh harga pasar acuan di tingkat eksportir pada periode sebelumnya,
akan menunjukkan tinggi rendahnya tingkat keterpaduan antara kedua pasar yang
dicerminkan oleh besarnya Index of Market Connection (IMC). Nilai IMC yang
dengan kata lain terjadi integrasi jangka panjang antarpasar lokal di tingkat petani
tinggi yaitu 13.851, artinya pasar di tingkat petani dan eksportir belum terintegrasi
137
dengan baik. Integrasi pasar yang terjadi lemah. Pasar dalam kondisi persaingan
tidak sempurna dan sistem pemasaran gambir tidak efisien. Ini juga berarti dalam
praktek penentuan harga komoditas gambir, perubahan harga hanya sedikit yang
diteruskan oleh eksportir sampai ke tingkat petani. Perubahan harga pada tingkat
dapat juga dipakai untuk melihat tingkat persaingan dan integrasi antara dua
integrasi pasar dapat dipakai sebagai ukuran struktur pasar yang efisien (Rahim
harga gambir di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat eksportir (Pe) dari data
time series tahun 1994 - 2007 dengan Pearson correlation’s adalah 0.635 pada
Implikasi lain dari besaran nilai IMC dan nilai korelasi adalah, faktor yang
menjadi penentu bagi pembentukan harga gambir yang berlaku saat ini di tingkat
petani adalah harga gambir yang berlaku pada periode sebelumnya pada tingkat
138
petani. Kondisi ini sejalan dengan praktek pembentukan harga gambir di lokasi
penelitian, dimana harga gambir saat ini biasanya mengacu pada harga gambir
saat panen sebelumnya. Eksportir atau pedagang besar yang menentukan harga.
Harga gambir relatif stagnan dari tahun ke tahun. Hal ini salah satunya diduga
pembeli atau importir di luar negeri, maka harga yang ditentukan eksportir
cendrung mengacu pada harga gambir sebelumnya dan akan tetap selama jumlah
kontrak belum terpenuhi. Struktur pasar yang tidak bersaing sempurna dimana
Posisi tawar petani dalam pembentukan harga sangat lemah. Petani hanya
bertindak sebagai penerima harga dari pedagang. Penyebab kondisi di atas adalah:
(1) kondisi pasar gambir tidak bersaingan, struktur yang terbentuk di pasar gambir
Lima Puluh Kota adalah pasar oligopsoni, dalam kondisi tersebut tidak akan ada
harga terbaik bagi petani karena daya tawar petani sangat rendah dalam
menghadapi pedagang, (2) kondisi fisik lokasi sentra produksi usahatani gambir
yang banyak berada di daerah pedesaan yang relatif terpencil dan relatif terbatas
harga dalam transaksi jual beli gambir, (3) lokasi konsumen akhir berada sangat
jauh dari sentra produksi, Pelabuhan Teluk Bayur sebagai pelabuhan bagi
eksportir lokal yang merupakan pasar acuan dalam analisis ini juga relatif jauh
dari sentra produksi gambir, dan (4) secara kelembagaan, petani di lokasi
139
penelitian belum terorgasisasi dengan baik, hanya 23.96 persen petani yang
tergabung dalam kelompok tani dan semua responden tidak ada yang menjadi
memiliki koperasi khusus petani gambir. Kelompok tani yang ada pun
menjadi tidak terberdayakan, petani tidak lebih dari individu (bukan kesatuan
pemasaran komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota seperti yang telah
1. Mengingat input tetap luas lahan dalam pemanfaatannya sudah tidak efisien
dan adanya keterbatasan dalam penggunaan lahan di masa depan, maka harus
lahan yang ada sekarang. Karena itu kebijakan penggunaan input yang
berpengaruh secara nyata pada produksi seperti tenaga kerja, jumlah tanaman
dioptimalkan.
140
efektif dan efisien perlu diupayakan dalam jangka panjang oleh pihak terkait.
Sehingga bisa menjamin ketersediaan bibit jenis unggul yang mudah didapat
dan terjangkau oleh petani. Produk yang homogen dari segi mutu dan
mutu gambir yang dibutuhkan oleh konsumen akhir atau industri yang
dengan jelas dan diaplikasikan dengan baik sampai di tingkat petani produsen.
pupuk buatan maupun pupuk organik, dan pestisida, sehingga kedua input ini
dalam usahatani gambir. Pemerintah dan pihak terkait di daerah penelitian bisa
dihasilkan dan dibutuhkan anggotanya, kelompok tani ini juga hendaknya bisa
secara horizontal. Secara kelembagaan lembaga ini harus formal dan didukung
7.1. Kesimpulan
produksi dan pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, dapat disimpulan
bahwa:
nyata sebagai input adalah tenaga kerja, luas lahan, jumlah tanaman gambir
gambir, frekwensi panen dan cara tanam juga mempengaruhi tingkat produksi
Faktor lain yang berpengaruh secara tidak langsung pada tingkat produktivitas
lahan dalam usahatani gambir adalah jarak tanam dan cara penanaman. Faktor
sosial ekonomi lain yang berpengaruh pada tingkat produksi gambir baik
secara langsung maupun tidak adalah usia petani, lama pendidikan dan
2. Pengalokasian input tenaga kerja, pupuk kimia (Urea) dan pestisida belum
kondisi petani yang tidak memiliki cukup insentif untuk membeli pupuk dan
sehingga tidak ada kepastian dalam berusahatani. Input tetap luas lahan dalam
pemanfaatannya sudah tidak efisien lagi. Hal ini tidak berarti petani harus
luas lahan lagi untuk meningkatkan hasil produksi gambir, karena dengan
3. Struktur pasar gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota adalah weak oligopsony
market structure atau pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini ditandai oleh
sangat tidak seimbangnya rasio petani dan pedagang yang ditunjukkan oleh
untuk masuk pasar bagi pedagang baru yang tergambar dari tingginya nilai
MES. Perilaku pasar sangat dipengaruhi oleh bentuk struktur pasar yang
menentukan harga relatif kuat dan dominan jika dibandingkan dengan petani
tempat penjualan tersebar, transaksi jual beli tidak serentak dan cenderung
pada pedagang yang sama, jumlah yang dipanen masing-masing petani relatif
keterbatasan modal, produk yang dihasilkan relatif beragam dan belum adanya
sedangkan pasar akhir gambir atau konsumen akhir sebagian besarnya berada
144
di tempat yang sangat jauh dari sentra produksi. Kinerja pemasaran gambir di
Kabupaten Lima Puluh Kota belum efisien. Hal ini terlihat berdasarkan
indikator adanya kolusi antar pedagang di tingkat pasar yang berbeda dalam
menentukan harga sehingga harga yang terjadi pada pasar eksportir tidak
petani dan eksportir belum terintegrasi dengan baik dimana integrasi pasar
yang terjadi lemah. Kondisi tersebut mengakibatkan tidak akan ada harga
terbaik yang akan berlaku bagi petani, walaupun kinerja pasar gambir
dan rasio harga yang diterima petani relatif tinggi. Akhirnya hal tersebut di
7.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai produktivitas gambir yang menganalisis
diperoleh gambaran dan perbandingan yang lebih baik dan memadai untuk
yang membahas tentang aspek permintaan dan penawaran gambir oleh industri
yang melakukan pengolahan lebih lanjut pada gambir mentah yang diproduksi
Cramer, G.L., C.W. Jensen and D.D. Southgate, Jr. 1997. Agricultural Economics
and Agribusiness. Seventh Edition. John Wiley & Sons, New York.
Dahl, D.C. and J.W. Hammond. 1977. Marketing and Price Analysis: The
Agriculture Industries. Macgraw Hill Book Company, New York.
Dessalegn, G., T.S. Jayne and J.D. Shaffer. 1998. Market Structure, Conduct and
Performance: Constraints on Performance of Ethiopian Grain Markets.
Working Paper. Grain Market Research Project. Ministry of Economic
Development and Cooperation, Addis Ababa.
Doll, J.P. and F. Orazem. 1984. Production Economics: Theory with Applications.
John Wiley and Son, New York.
George, P.S. and G.A. King. 1971. Consumer Demand for Food Commodities in
The United States with Projection for 1980. Giannini Foundation
Monograph Number 26. Department of Agricultural and Resource
Economics, University of California, Davis.
Heytens, P.J. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies,
20(1): 25-41.
Hukama, L.A. 2003. Analisis Pemasaran Jambu Mete: Studi Kasus Kabupaten
Buton dan Muna. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
147
Irawan dan Sudjoni. 2001. Pemasaran: Prinsip dan Kasus. Edisi Kedua. Badan
Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Jaya, W.K. 2001. Ekonomi Industri. Edisi Kedua. Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Juanda, B. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Institut
Pertanian Bogor Press, Bogor.
Kohls, R.L. and J.N. Uhl. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth
Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Lamb, C.W., J.F. Hair dan M. Daniel. 2001. Pemasaran. Terjemahan. Salemba
Empat, Jakarta.
Lau, L.J. and P.A. Yotopoulus. 1971. A Test for Relative Efficiency and
Application to Indian Agricultural. American Economic Review, 61(1): 94-
109.
Parel, C.P., G.C. Caldito, P.L. Ferrer, G.G. Degusman, C.S. Sinsioco and R.H.
Tan. 1973. Sampling Design and Procedures. Philippine Social Science
Council, Quezon City.
Rahim, A. dan D.R.D. Hastuti. 2007. Ekonomika Pertanian: Pengantar Teori dan
Kasus. Penebar Swadaya, Jakarta.
148
Rusastra, I.W., B. Rachman, Sumedi dan T. Sudaryanto. 2003. Struktur Pasar dan
Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.
Sahara, D., Yusuf dan Sahardi. 2004. Pengaruh Faktor Produksi pada Usahatani
Lada di Sulawesi Tenggara: Kasus Integrasi Lada-Ternak di Kecamatan
Landono Kabupaten Kendari. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 7(2): 139-145.
_________. dan Sahardi. 2005. Efisiensi Faktor Produksi Lada pada Pola
Usahatani Integrasi dan Pola Tradisional di Sulawesi Tenggara. Jurnal
Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, 8(2): 242-249.
_________. dan Idris. 2005. Efisiensi Produksi Sistem Usahatani Padi pada Lahan
Sawah Irigasi Teknis. Laporan Hasil Penelitian. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Sulawesi Tenggara, Kendari.
_________. Z. Abidin dan A. Syam. 2006. Profil Usahatani dan Analisis Produksi
Kakao di Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian, 9(2): 154-161.
Soekartawi, A. Soehardjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Tomek, W. and K.L. Robinson. 1977. Agricultural Product Prices. Third Edition.
Cornel University Press, Ithaca.
Yuhono, J.T. 2004. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Gambir. Balai
Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Buletin TRO, 15(2): 9-21.
LAMPIRAN
151
Uji F
Analysis of Variance
Lampiran 1. Lanjutan
Uji t
Parameter Estimates
Lampiran 2. Hasil Uji Asumsi OLS pada Model Fungsi Produksi Komoditas
Gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota
k e n o r m a la n
Norm al
9 9 ,9
M ean 1 ,9 3 6 6 3 0 E - 1 6
S tD e v 0 ,2 1 5 8
99
N 1 3 3
KS 0 ,0 5 3
95 P - V a lu e > 0 ,1 5 0
90
8 0
7 0
Pe r ce n t
6 0
5 0
4 0
3 0
2 0
10
5
0 ,1
-0 ,5 0 -0 ,2 5 0 ,0 0 0 ,2 5 0 ,5 0 0 ,7 5
R ES I 1
0,50
0,25
Residual
0,00
- 0,25
- 0,50
4 5 6 7 8
Fit t e d Va lue
154
Lampiran 2. Lanjutan
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 0,20518 0,01710 0,95 0,503
Residual Error 120 2,16521 0,01804
Total 132 2,37038
3. Uji Multikolinieritas
Nilai VIF (Variance Inflation Factor) < 10, tidak ada multikolinieritas
Kesimpulan:
Model regresi sudah memenuhi asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator)
155
Analysis of Variance
Source DF SS MS F P
Regression 12 92,3023 7,6919 150,12 0,000
Residual Error 120 6,1486 0,0512
Total 132 98,4509
Hipotesis:
Karena F hitung < F tabel atau nilai P (0,6013) > alpha 5% maka terima H0,
data roni;
input PF PE PFt DPE PEt;
cards;
3475.98 2268.8 * * *
2896.76 3103.1 3475.98 834.3 2268.8
3500.89 4052.2 2896.76 949.1 3103.1
6377 8291.7 3500.89 4239.6 4052.2
7200 29139.6 6377 20847.8 8291.7
6790 10133.1 7200 -19006.4 29139.6
6867.67 16843.5 6790 6710.4 10133.1
8375 14467.9 6867.67 -2375.7 16843.5
9083 12570.1 8375 -1897.7 14467.9
8234 10378.3 9083 -2191.8 12570.1
8192.58 14302.2 8234 3923.9 10378.3
9089.78 19991.7 8192.58 5689.4 14302.2
9703.24 12365.1 9089.78 -7626.6 19991.7
9967.04 15938.6 9703.24 3573.5 12365.1
;
proc reg data=roni;
model PF = PFt DPE PEt;
restrict intercep = 0;
run;
Lampiran 4. Lanjutan
Analysis of Variance
Parameter Estimates
Harga Harga
Harga Gambir Gambir Gambir Nilai Tukar Harga Gambir
Petani Mata Uang Eksportir
Tahun FOB FOB
(Rp/kg) (Rp/USD) (Rp/kg)
(USD/ton) (USD/kg)
PF PFOB ER PE
1994 3475,98 1047,92 1,05 2160,75 2268,79
1995 2896,76 1378,77 1,38 2248,61 3103,08
1996 3500,89 1734,67 1,73 2342,30 4052,18
1997 6377,00 2848,34 2,85 2909,38 8291,73
1998 7200,00 2908,60 2,91 10013,60 29139,58
1999 6790,00 1287,34 1,29 7855,15 10133,14
2000 6867,67 1997,00 2,00 8421,77 16843,54
2001 8375,00 1408,07 1,41 10260,90 14467,87
2002 9083,00 1350,26 1,35 9311,20 12570,12
2003 8234,00 1206,30 1,21 8577,10 10378,29
2004 8192,58 1597,87 1,60 8938,90 14302,24
2005 9089,78 2055,00 2,06 9704,70 19991,68
2006 9703,24 1353,72 1,35 9159,30 12365,06
2007 9967,04 1761,28 1,76 9056,00 15938,56
Sumber: Diolah dari Statistik Perkebunan Sumatera Barat dan BPS, 2008d
159
Lampiran 6. Data Primer untuk Analisis Produksi Usahatani Gambir Perkebunan Rakyat di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun
2009
Volume Penggunaan Luas Jumlah Umur Pengalaman Penggunaan Penggunaan Dummy Dummy Dummy Dummy Dummy
Produksi Tenaga Lahan Pohon Tanaman Bertani Pupuk Pestisida Pendidikan Frekwensi Jenis Cara Budidaya Bibit
Gambir Kerja Gambir Gambir Gambir Urea 1. > 6 tahun Panen Gambir 1. Gambir saja 1. Unggul
Nomor Nama per Tahun Menghasilkan 0. < 6 tahun per Tahun 1. Campur 0. Tumpang sari 0. Campuran
Responden Petani Jorong/Kanagarian/Kecamatan 1. Tiga kali 0. Murni
(HOK) (ha) (batang) (tahun) (tahun) (kg) (liter) 0. < 3 kali
PROG TKER LLHN JUMP UMUR PNGA PPUK PPES DPEND FREP JENG CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
1 Zulfahmi Lambuak/Halaban/Lareh Sago Halaban 600 230 1 2500 12 15 0 2 1 0 0 0 0
2 Amir Sawin Padang Tangah/Halaban/L. S. Halaban 1400 390 1,5 3700 12 12 0 3 1 0 0 0 0
3 Amir Sawin II " 1000 280 1 3000 5 12 0 2 1 0 0 1 0
4 Dalius Kapalo Koto/Halaban/LSH 2000 698 5 6500 39 40 0 4 0 0 0 0 0
5 Dalius II " 3000 1030 7 8000 34 40 0 6 0 0 0 0 0
6 Syaiful " 1400 468 3 4000 12 13 0 4 1 0 0 0 0
7 Dailami " 600 190 3 2500 54 54 0 4 0 0 0 0 0
8 Ermiati " 2000 610 1 5000 10 10 0 3 1 0 0 0 0
9 Bunani BS " 1200 570 4 4000 39 50 0 5 0 0 0 0 0
10 Bunani BS II " 600 270 2 3000 34 50 0 3 0 0 0 0 0
11 Nawar Lambuak/Halaban/LSH 220 88 0,7 3500 10 10 0 2 0 0 0 0 0
12 Firdaus " 700 240 1,5 4500 5 5 0 3 1 0 0 0 0
13 Masrizal Padang Tangah/Halaban/LSH 450 180 1,5 3000 12 12 0 3 1 0 0 0 0
14 Ernawati Lambuak/Halaban/LSH 1000 326 2 6500 20 20 0 4 1 0 0 1 0
15 Bulkhaini " 1200 380 2 6500 5 32 0 4 0 0 0 1 0
16 Bulkhaini II " 800 290 2 5000 32 32 0 4 0 0 0 0 0
17 Anwar Padang Tangah/Halaban/L. S. Halaban 300 112 1 4000 2 10 20 2 0 0 0 0 0
18 Anwar II " 600 190 1 4000 10 10 30 2 0 0 0 0 0
19 Helmi Kabun/Halaban/LSH 100 34,4 0,56 2500 4 4 0 0 1 0 0 0 0
20 Julidar " 1956 692 5 18000 13 13 0 8 1 0 0 0 0
21 Zalmi " 240 94,4 0,86 2500 4 4 0 2 1 0 0 0 0
22 Ismed " 100 44 0,5 2000 4 4 0 1 1 0 0 0 0
23 Arius " 500 206 2 5000 3 3 0 5 0 0 0 0 0
24 Ali Amran (on) " 100 44 0,5 2000 5 5 0 0 1 0 0 0 0
25 Africhan " 50 22 1 1500 5 5 0 0 1 0 0 0 0
26 Juswati " 240 88 0,8 2000 10 10 0 0 1 0 0 0 0
27 M. Natsir " 600 230 1 3000 3 3 0 0 0 0 0 0 0
28 Armen-Reni " 1000 332 1 4200 6 6 0 2 1 0 0 1 0
29 Jainis " 340 170 1 3500 5 5 0 0 1 0 0 0 0
30 Yunirman " 172 57 1 3000 5 5 0 0 1 0 0 0 0
31 Masri " 200 84 1,5 4200 5 5 0 2 1 0 0 0 0
32 Nurpen " 300 118 2 3000 6 6 0 2 1 0 0 0 0
33 Ondra Wira " 100 30 0,25 1200 4 4 0 0 1 0 0 0 0
34 Nedi Coran/Sitanang/LSH 1000 220 1 2500 4 4 50 3 1 0 1 1 0
35 Dasril " 1600 368 2 5500 10 10 70 5 1 0 1 1 0
160
Lampiran 6. Lanjutan
Volum e Penggunaan Luas Jum lah Um ur Pengalam an Penggunaan Penggunaan Dum m y Dum m y Dum m y Dum m y Dum m y
Produksi Tenaga Lahan Pohon Tanam an Bertani Pupuk Pestisida Pendidikan Frekwensi Jenis Cara Budidaya Bibit
G am bir Kerja G am bir G am bir G am bir Urea 1. > 6 tahun Panen G am bir 1. G am bir saja 1. Unggul
Nom or Nam a per Tahun M enghasilkan 0. < 6 tahun per Tahun 1. Cam pur 0. Tum pang sari 0. Cam puran
Responden Petani Jorong/Kanagarian/Kecam atan 1. Tiga kali 0. M urni
(HO K) (ha) (batang) (tahun) (tahun) (kg) (liter) 0. < 3 kali
PRO G TKER LLHN JUM P UM UR PNG A PPUK PPES DPEND FREP JENG CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
36 Sugim an Bio-bio/Solok Bio-bio/Harau 600 104 0,5 1250 13 13 0 1 1 0 0 0 0
37 Khaidir " 900 268 1 4200 12 12 100 2 0 0 1 0 0
38 Jasril Padang Laweh/Solok Bio-bio/Harau 1200 280 1 6500 14 14 50 2 0 0 1 0 0
39 Yusuf Bio-bio/Solok Bio-bio/Harau 2200 510 2,5 10500 12 12 250 4 0 0 1 1 0
40 Yusuf II " 800 200 1 4200 11 12 100 2 0 0 1 1 0
41 Yusuf III " 1100 290 1,5 6000 10 12 150 2 0 0 1 1 0
42 W ardi " 1160 240 1 4200 10 10 30 3 0 0 1 1 0
43 Jon Azizar " 900 256 1 4200 19 19 0 1 0 0 1 1 0
44 Jon Azizar II " 1400 420 1,5 6300 14 19 0 1 0 0 1 1 0
45 Jon Azizar III " 1200 310 1 4200 10 19 0 1 0 0 1 1 0
46 Yondesrizal " 1400 540 3 9500 29 19 50 9 1 0 1 1 0
47 Yondesrizal II " 1200 410 2 6500 4 19 50 6 1 0 1 1 0
48 Edi " 200 58 1 4000 2 2 0 0 0 0 1 1 1
49 Pen Dt. Putiah " 1200 330 1,5 6500 2 2 50 2 1 0 1 1 0
50 Peniwidia " 600 124 1,5 2000 30 5 0 2 1 0 1 1 0
51 Asm ardi N. " 2800 788 3,2 10400 29 29 100 6 1 0 1 1 0
52 Nurjas-Nildawati " 600 138 1 2500 39 39 0 0 1 0 1 1 0
53 Nurjas-Nildawati II " 1600 462 3 9500 15 39 0 0 1 0 1 1 0
54 Rism an-Des " 1760 310 1 6500 16 16 50 4 0 0 0 1 0
55 Rism an-Des II " 2400 460 1 6500 12 16 50 4 0 0 0 1 0
56 Tin Syofiani " 1000 280 1 4200 12 12 50 2 1 0 0 1 0
57 Tin Syofiani II " 1200 310 1 4200 9 12 50 2 1 0 0 1 0
58 Jasri " 900 215 0,65 3000 29 29 0 3 0 0 1 1 0
59 Erni-Zulfikar " 240 58 2 4000 29 7 50 2 1 0 1 1 0
60 Irm an-M edrawati " 700 180 1 4000 16 16 30 2 1 0 1 1 0
61 Irm an-M edrawati II " 1600 370 2,25 8500 4 16 70 5 1 0 1 1 0
62 Elidawarti-N. Nasri " 400 102 1 3000 29 29 50 3 0 0 1 1 0
63 Yanto-M ulia Fitri " 500 84 0,6 2500 6 6 0 2 0 0 1 1 0
64 Naldi-Irawati " 720 129 1,5 5000 15 15 0 2 1 0 1 1 0
65 Aliyunir-Nam ina " 600 198 1 4200 19 19 50 2 0 0 1 1 0
66 M elly-Eldi " 400 76 0,5 2500 9 9 25 2 1 0 1 1 0
67 Syafri Dt. Kuniang " 1600 520 2 7500 30 36 80 5 1 0 1 1 0
68 Syafri Dt. Kuniang II " 1000 320 2 5000 10 36 80 5 1 0 1 1 0
69 Syafri Dt. Kuniang III " 1600 320 1,5 6500 15 36 40 5 1 0 1 1 0
70 Rustam " 1000 176 1 4500 15 15 50 5 0 0 1 0 0
71 Alinis-Ratna Juina " 600 129 0,5 2000 16 16 10 1 0 1 1 1 0
72 Alinis-Ratna Juina II " 1600 330 1,5 6000 7 16 50 4 0 0 1 1 0
73 Jam alus " 1000 220 1 4000 40 50 20 5 0 0 1 1 0
74 Jam alus II " 600 110 0,5 2000 25 50 10 2 0 0 1 1 0
75 Jam alus III " 1000 220 1 4000 47 50 20 5 0 0 1 1 0
76 Edison " 300 56 0,5 2000 13 13 25 1 1 0 1 0 0
77 Edison II " 300 56 0,5 2000 15 13 25 1 1 0 1 0 0
78 Rism an " 600 140 1 3000 10 10 30 2 1 0 1 1 0
79 Ali Am ran " 1000 280 1 4000 15 15 50 2 0 0 1 1 0
80 Jum ar Dedi " 1900 436 1 7500 6 6 100 7 0 0 1 1 0
81 Alizar-Dar " 3000 444 2 8200 9 9 50 15 0 0 1 1 0
82 M usranandi (iwan) " 1200 250 1 6000 7 7 0 2 1 0 1 1 0
161
Lampiran 6. Lanjutan
V o lu m e Penggunaan Luas J u m la h U m ur P e n g a la m a n Penggunaan Penggunaan D um m y D um m y D um m y D um m y D um m y
P ro d u k s i T e n a g a Lahan Pohon T a n a m a n B e rta n i Pupuk P e s tis id a P e n d id ik a n F re k w e n s i J e n is C a ra B u d id a ya B ib it
G a m b ir K e rja G a m b ir G a m b ir G a m b ir U re a 1 . > 6 ta h u n Panen G a m b ir 1 . G a m b ir s a ja 1. U nggul
N om or N am a per Tahun M e n g h a s ilk a n 0 . < 6 ta h u n per Tahun 1. C am pur 0 . T u m p a n g s a ri 0 . C a m p u ra n
R esponden P e ta n i J o ro n g /K a n a g a ria n /K e c a m a ta n 1 . T ig a k a li 0 . M u rn i
(H O K ) (h a ) (b a ta n g ) (ta h u n ) (ta h u n ) (k g ) (lite r) 0 . < 3 k a li
PROG TKER LLH N JU M P UMUR PNGA PPUK PPES DPEND FREP JEN G CNAM DBBT
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 D1 D2 D3 D4 D5
83 S yu h a d a J o ro n g D u a /K o to B a n g u n /K a p u r IX 1200 226 0 ,7 5 3500 8 8 50 3 0 1 1 0 0
84 S yu h a d a II " 1500 312 1 4200 3 8 100 6 0 1 1 0 0
85 M a jid " 1800 316 0 ,7 5 3150 16 16 75 3 0 1 1 0 0
86 R o h ya t " 900 226 0 ,7 5 3000 16 16 50 1 0 1 1 0 0
87 R o h ya t II " 150 66 0 ,2 5 1050 3 16 50 1 0 1 1 0 0
88 M am an " 450 126 0 ,7 5 3000 15 15 0 1 0 1 1 0 0
89 Agus " 900 289 0 ,7 5 3100 8 8 10 3 0 1 1 0 0
90 A g u s II " 2100 420 1 4000 6 8 30 6 0 1 1 0 0
91 A g u s III " 2100 420 1 4000 3 8 30 6 0 1 1 0 0
92 T e d y M u lya d i " 1350 297 2 ,2 5 6000 12 12 100 4 1 1 1 0 0
93 A b d u l H a m id " 1500 495 1 ,5 6200 11 11 150 5 0 1 1 0 0
94 B o e rh a n a fi " 2400 585 1 ,5 6300 12 12 20 2 0 1 1 0 0
95 B o e rh a n a fi II " 3000 660 2 8400 10 12 30 3 0 1 1 0 0
96 Januar " 750 154 0 ,7 5 3000 12 12 20 4 0 1 1 0 0
97 N a n a n g B a h ro m " 450 123 1 ,5 3000 16 16 30 5 1 1 1 0 0
98 D ju fri " 2400 570 2 6400 4 13 75 10 0 1 1 0 0
99 D ju fri II " 2400 630 1 ,5 6400 13 13 75 6 0 1 1 0 0
100 Supan " 400 114 0 ,7 5 2500 16 16 50 2 1 0 1 0 0
101 S u p a n II " 300 62 0 ,5 2000 9 16 50 2 1 0 1 0 0
102 H a rd is " 450 6 7 ,5 0 ,2 5 800 4 4 20 1 ,5 1 1 0 1 0
103 A s w a rti " 600 87 0 ,7 5 2400 12 12 40 0 0 1 0 0 0
104 A s w a rti II " 210 47 0 ,2 5 500 3 12 10 0 0 1 0 1 0
105 W a h yu d i " 900 284 1 ,5 3500 3 3 30 4 1 1 1 1 0
106 R a h m a t H id a ya t " 1350 240 1 5000 3 3 0 8 1 1 1 0 0
107 J a s ril " 1800 468 2 7000 2 2 50 2 0 1 1 0 0
108 M a s n i-E t " 1400 410 2 8200 10 10 50 4 1 0 0 0 0
109 M a s n i-E t II " 2250 615 2 8200 3 10 50 3 1 1 1 0 0
110 Z u lh e rm a n (ic u n ) " 600 156 1 3000 3 3 0 2 1 0 1 0 0
111 Iya t S u rya d i " 600 177 0 ,7 5 2200 9 13 0 3 0 1 1 0 0
112 S u k ri " 600 123 0 ,7 5 2100 13 13 20 3 0 1 1 0 0
113 A a M u lya n a " 450 163 0 ,7 5 2000 6 6 10 1 1 1 1 0 0
114 A a M u lya n a II " 1800 489 2 3500 4 6 40 4 1 1 1 0 0
115 D e d e k M u lya m in " 105 33 0 ,7 5 500 5 5 20 0 1 1 1 0 0
116 S u d ju d " 240 72 0 ,7 5 1000 14 14 20 4 0 1 1 0 1
117 A e p S ya ifu l K h o lid " 780 150 0 ,7 5 2500 12 12 55 4 1 1 1 0 0
118 A e p S ya ifu l K h o lid II " 780 150 0 ,7 5 2500 11 12 55 4 1 1 1 0 0
119 P o e rw a n to " 240 81 0 ,7 5 2000 12 12 20 2 1 1 1 0 0
120 P o e rw a n to II " 600 180 2 3000 3 12 30 5 1 1 1 0 0
121 S ya fril B u yu n g " 900 181 0 ,7 5 2000 10 10 20 2 1 1 1 1 1
122 W a h id " 261 51 0 ,7 5 2000 2 2 0 1 ,5 0 1 1 0 0
123 D adang H am dani " 1545 402 2 4500 5 5 0 5 1 1 1 0 1
124 A h m a d R u s ta n d i " 240 81 0 ,7 5 1500 14 14 20 2 0 1 1 0 0
125 A h m a d R u s ta n d i II " 1350 300 2 4500 8 14 30 4 0 1 1 0 0
126 A h m a d R u s ta n d i III " 1800 360 1 ,2 5 4500 12 14 30 4 0 1 1 0 0
127 M u rs a l K a m p u n g D a la m /M u a ro P a iti/K a p u r IX 3300 840 3 28000 12 17 0 0 0 1 0 1 0
128 Y e ld i K a m p u n g B a ru /K o to B a n g u n /K a p u r IX 1500 312 1 4200 5 5 50 4 1 1 1 0 0
129 M a w a rd i " 900 300 3 6500 12 12 0 10 0 1 1 0 0
130 M a w a rd i II " 900 270 2 6500 10 12 0 10 0 1 1 0 0
131 Z a in a l N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 3000 450 3 12500 6 6 50 3 1 1 0 1 0
132 Z a in a l II N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 2550 328 2 8400 5 6 50 3 1 1 0 1 0
133 Z a in a l III N a n D ic in to /L u b u a k A la i/K a p u r IX 600 206 1 4000 3 6 20 1 1 1 0 1 0