Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Alipandie (1984: 20) menyebutkan bahwa “pada hakekatnya semua pendidikan
adalah pendidikan pribadi.” Seorang guru tidak dapat memecahkan soal untuk siswanya,
demikian seterusnya. Karena itu siswa harus melakukan sendiri, memikirkan sendiri,
membuktikan sendiri dan mengalami sendiri proses berpikir. Siswa tidak lagi dianggap
sebagai kertas yang ditulis atau bejana yang diisi oleh guru dengan bahan pelajaran.
Keberhasilan belajar siswa dapat dilihat dari tercapainya tujuan pembelajaran. Sementara
itu, agar tujuan pembelajaran dapat dicapai, maka pembelajaran harus dilakukan dengan
efektif (Djamarah, 2000: 87). Slavin (1997: 307) mengatakan bahwa pembelajaran akan
efektif jika guru bisa mempermudah penyampaian informasi, mengaitkan pengetahuan
awal siswa, memotivasi dan apa yang direncanakan guru pada pembelajaran terlaksana
sesuai dengan yang diharapkan. Proses pengajaran yang efektif hanya mungkin dicapai
jika siswa itu sendiri turut aktif dalam merumuskan serta memecahkan masalah atas
bimbingan guru.
Untuk mengajarkan ilmu pengetahuan, guru harus bisa mengaitkan materi dengan
pengalaman kehidupan siswa. Siswa juga harus diberi kesempatan untuk bisa
memecahkan masalah yang dihadapi, sementara itu guru membimbing siswa yang
217
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
membutuhkan bantuan. Guru tidak sekedar menyampaikan materi secara lisan tanpa suatu
aplikasi tetapi mengoptimalkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu
permasalahan. Dengan demikian proses belajar-mengajar bukan verbalisme melainkan
realisme (Alipandie, 1984: 159). Hal itu sejalan dengan standar isi untuk satuan
pendidikan menengah bahwa untuk memulai pembelajaran matematika hendaknya
diawali dengan pengajuan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem)
(Depdiknas, 2006: 345). Dengan pengajuan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika yang bermakna. Masalah
kontekstual yang diungkapkan tidak selamanya berasal dari aktivitas sehari-hari,
melainkan bisa juga dari konteks yang dapat diimajinasikan dalam pikiran siswa
(Suherman, 2003: 131).
Kenyataan di Lapangan, masalah kontekstual sering kali diterapkan dalam soal
cerita yang disampaikan di dalam kelas. Belajar tidak harus di dalam kelas, belajar juga
dapat dilaksanakan di alam bebas, tatkala siswa sudah dirasa jenuh di dalam kelas.
Kegiatan pembelajaran di kelas sering kali membosankan serta membuat jenuh siswa
yang pada akhirnya dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Rendahnya motivasi
belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika juga berpengaruh pada hasil belajar
siswa, karena hasil belajar merupakan interaksi antara tindakan belajar dan mengajar
yang diwujudkan dengan nilai. Jika motivasi belajar siswa tinggi, maka hasil belajar
siswa pun juga baik.
Wibowo mengatakan bahwa pendidikan merupakan upaya untuk meningkatkan
pemahaman, sikap, dan ketrampilan serta perkembangan diri anak. Kompetensi ini
diharapkan dapat dicapai melalui berbagai proses pembelajaran di sekolah. Salah satu
proses pembelajaran yang digunakan untuk mencapai kompetensi di atas adalah melalui
pembelajaran di luar kelas (outdoor learning). Pembelajaran outdoor learning merupakan
satu jalan bagaimana kita meningkatkan kapasitas belajar siswa. Siswa dapat belajar
secara lebih mendalam melalui objek-objek yang dihadapi dari pada jika belajar di dalam
kelas yang memiliki banyak keterbatasan. Selain itu, pembelajaran di luar kelas lebih
menantang bagi siswa dan menjembatani antara teori di dalam buku dan kenyataan yang
ada di Lapangan. Kualitas pembelajaran dalam situasi yang nyata akan memberikan
peningkatan kapasitas pencapaian belajar melalui objek yang dipelajari serta dapat
membangun ketrampilan sosial. Lebih lanjut, belajar di luar kelas dapat membantu siswa
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki.
Panhuizen (dalam Zainurie, 2007) mengatakan bahwa “bila anak belajar
matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari maka anak akan cepat lupa dan
218
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
tidak dapat mengaplikasikan matematika.” Untuk itu perlu adanya inovasi pembelajaran,
yaitu pembelajaran yang mengaitkan pengalaman kehidupan nyata anak dengan
matematika. Pembelajaran yang memperlakukan siswa sebagai partisipan aktif bukan
sebagai penerima pasif. Salah satu pembelajaran matematika itu adalah pembelajaran
Realistic Mathematics education atau disingkat dengan RME.
RME telah diadopsi di beberapa negara diantaranya Amerika Serikat, Amerika
Latin, Afrika Selatan, termasuk Indonesia. Penerapan RME di berbagai negara telah
disesuaikan dengan budaya dan kehidupan masyarakatnya. Karena RME berawal dari
suatu hal yang nyata dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan budaya setempat.
Hal inilah yang menjadi salah satu alasan mengapa RME dapat diterima di berbagai
negara (Shadiq, 2010: 9). Di Indonesia, pembelajaran RME dikenal dengan sebutan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Penambahan kata “Indonesia”
bertujuan untuk memberikan penjelasan diimplikasikannya pembelajaran RME di
Indonesia, namun prinsip dan karakteristik dari PMRI tetap sama berdasarkan pada RME.
Adapun pengertian realistik sendiri tidak hanya berhubungan dengan dunia nyata saja,
tetapi juga menekankan pada masalah nyata yang dapat dibayangkan.
Materi pokok yang diambil dalam penelitian ini adalah sistem persamaan linier
dua variabel (SPLDV). Pemilihan materi tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa
dalam kehidupan sehari-hari banyak dijumpai masalah yang terkait dengan SPLDV.
Misalnya, mencari harga alat tulis, harga beli binatang ternak, harga sembako, dan masih
banyak lagi masalah yang terkait dengan SPLDV. Sementara itu, penelitian ini dilakukan
di kelas VIII-C SMPN 4 Lamongan karena beberapa alasan. Salah satunya, karena di
SMPN 4 Lamongan ini belum pernah menerapkan pembelajaran di luar kelas dengan
pendekatan PMRI. Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Keefektivan Pembelajaran di Luar Kelas (Outdoor Learning) dengan
Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada Materi SPLDV.”
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keefektivan
pembelajaran di luar kelas (outdoor learning) dengan pendekatan PMRI pada materi
SPLDV. Tujuan ini dapat tercapai, jika memenuhi 3 kriteria, yaitu kemampuan guru
mengelola pembelajaran efektif, aktivitas siswa efektif, dan ketuntasan belajar siswa
SMPN 4 Lamongan secara klasikal tuntas.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif
adalah untuk membuat gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-
219
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
fakta, sifat-sifat serta hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nasir, 2005: 54). Dalam
penelitian ini, peneliti mendeskripsikan keefektivan pembelajaran di luar kelas (ourdoor
learning) dengan pendekatan PMRI pada materi SPLDV yang dapat tercapai jika
memenuhi 3 aspek, yaitu: kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran efektif,
aktivitas siswa efektif dan ketuntasan belajar siswa secara klasikal tuntas. Sementara itu,
rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah “One Shot Case Study”.
Rancangan ini dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa adanya kelompok
pembanding dan tes awal (Arikunto, 1995: 279). Subjek penelitian terdiri dari 24 siswa
kelas VIII-C semester genap di SMPN 4 Lamongan tahun ajaran 2017/2018 dan guru
model yang bertindak sebagai guru yang mengajar matematika dengan pendekatan PMRI
di luar kelas tersebut. Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan Mei
2018.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 aspek, yaitu: lembar
observasi kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, lembar observasi aktivitas
siswa, dan tes hasil belajar. Pengamatan kemampuan guru dilakukan oleh guru kelas.
Pengamat menuliskan skor kategori yang muncul dengan memberi tanda cek (√) sesuai
dengan setiap aspek yang dinilai. Kriteria skor kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran terdiri dari 4 kriteria, yaitu kurang baik (1), cukup baik (2), baik (3) dan
sangat baik (4). Adapun, kategori tingkat kemampuan guru (TKG) dalam mengelola
pembelajaran adalah:
TKG < 0,50 = sangat kurang
0,50 TKG < 1,50 = kurang baik
1,50 TKG < 2,50 = cukup baik
2,50 TKG < 3,50 = baik
TKG ≥ 3,50 = sangat baik
(Masriyah dan Endah Budi Rahayu, 2006: 26)
Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dikatakan efektif jika rata-rata
setiap aspek yang diamati dalam kategori baik atau sangat baik.
Pengamatan aktivitas siswa dilakukan oleh peneliti. Peneliti mengamati 3 siswa
heterogen. Tiga siswa tersebut dipilih berdasarkan kemampuan rendah, sedang dan tinggi
dari suatu kelas. Pengamatan dilakukan dengan cara menuliskan nomor-nomor kategori
aktivitas siswa yang paling dominan atau paling banyak muncul setiap interval waktu 5
menit. Empat menit digunakan untuk mengamati dan satu menit digunakan untuk
menuliskan nomor kategori. Penentuan kriteria keefektivan aktivitas siswa, berdasarkan
pada waktu ideal yang telah ditentukan pada RPP. Waktu yang dibutuhkan untuk setiap
220
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
pertemuan adalah 80 menit, sedangkan waktu yang digunakan untuk mengamati aktivitas
siswa adalah 65 menit. Adapun waktu ideal untuk aktivitas siswa adalah sebagai berikut.
Jika setiap aktivitas siswa yang diamati dalam rentang waktu ideal, maka
aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran di luar kelas dengan pendekatan PMRI
pada materi SPLDV dikatakan efektif.
Instrumen hasil belajar digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
mempelajari materi SPLDV dengan pendekatan PMRI. Tes ini berupa soal uraian
sebanyak 4 soal. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di SMPN 4
Lamongan, peserta didik dikatakan tuntas belajar jika mendapatkan nilai 80 ke atas.
Sedangkan suatu kelas dikatakan tuntas jika banyaknya siswa yang tuntas belajar dalam
kelas tersebut lebih besar atau sama dengan 80%, sehingga untuk menghitung ketuntasan
belajar siswa secara klasikal dapat digunakan rumus sebagai berikut:
𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎 𝑛𝑔 𝑡𝑢𝑛𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢
𝐾𝐵𝐾 = 𝑏𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑛𝑦𝑎
× 100%
Keterangan :
KBK = ketuntasan belajar klasikal (%)
221
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
222
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
223
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
224
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
225
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
(a) (b)
Gambar 2 Permasalahan dan Salah Satu Contoh Penyelesaian Masalah LKS 2
Pada saat pembelajaran, yaitu pertemuan pertama dan kedua, diadakan
pengamatan terhadap 3 siswa. Pengamatan tersebut dilakukan oleh peneliti.
Pengamatan ini dimulai ketika guru memancing siswa untuk menyebutkan beberapa
informasi yang terkait dengan materi yang akan dipelajari dan diakhiri ketika siswa
menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Sehingga waktu yang diperlukan untuk
mengamati aktivitas tersebut adalah 65 menit. Adapun data hasil pengamatan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa Selama Proses Pembelajaran
di Luar Kelas dengan Pendekatan PMRI
Waktu yang Rentang
No. Aktivitas yang Diamati digunakan Keefektifan Keterangan
(menit) (menit)
Menyebutkan beberapa
1 informasi yang terkait dengan 5,00’ 0’ T 10’ Efektif
materi yang akan dipelajari
2 Memahami konteks 5,00’ 0’ T 10’ Efektif
Memikirkan/memilih model
3 yang tepat untuk menyelesaikan 8,33’ 5’ T 15’ Efektif
masalah
Mengkomunikasikan
4 18,33’ 15’ T 25’ Efektif
penyelesaian masalah
Membandingkan dan
5 mendiskusikan penyelesaian 20,00’ 15’ T 25’ Efektif
masalah
Menegosiasikan penyelesaian
6 3,33’ 0’ T 10’ Efektif
masalah
226
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
227
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
DAFTAR PUSTAKA
Alipandie, Imansyah. (1984). Didaktik Metodik Pendidikan Umum. Surabaya: Usaha
Nasional
Djamarah, Syaiful Bahri. (2000). Guru dan Anak Didik dalam Interksi Edukatif. Jakarta:
Rineka Cipta
Marno dan Muhamad Idris. (2008). Srtategi dan Metode Pengajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz
Media
Masriyah dan Endah Budi Rahayu. (2006). Penyusunan Non Tes. Surabaya: Universitas
terbuka
228
Jurnal Elektronik Pembelajaran Matematika ISSN: 2339-1685
Vol.5, No.3, hal 217-229 Oktober 2018 http://jurnal.uns.ac.id/jpm
Shadiq, Fadjar dan Nur Amini Mustajab. 2010. Pembelajaran Matematika dengan
Pendekatan Realistik di SMP. Yogyakarta: PPPPTK Matematika
229