You are on page 1of 66
81100 448) BANK INDONESIA No.8/ 19 /DPbS Jakarta, 24 Agustus 2006 SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK YANG MELAKSANAKANKEGIATAN USAHA BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH DI_ INDONESIA Perihal: Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4392), Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4434) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4536), dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/3/PB1/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank ‘Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor yang Melaksanakan Kegiat: “y BANK INDONESIA Halaman Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4599), Dewan Pengawas Syariah memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab antara lain memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN), menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan bank, memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank, mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN, dan menyampaikan laporan_hasil pengawasan syariah, Dalam rangka memberikan pedoman bagi Dewan Pengawas Syariah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawab dimaksud, dipandang perlu dibuat ketentuan pelaksanaan dalam suatu Surat Edaran Ekstern yang mencakup hal-hal sebagai berikut : 1. UMUM 1, Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggungjawabnya berpedoman pada Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah bagi Dewan Pengawas Syariah sebagaimana terlampir. 2. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah adalah merupakan standar minimal yang disusun dalam rangka memberikan kesamaan pandang dan sikap bagi Dewan Pengawas Syariah pada Bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam melaksanakan tugas pengawasan syariah, 3. Laporan hasil pengawasan syariah beserta kertas kerja pengawasan disampaikan BANK INDONESIA Halaman disampaikan oleh Dewan Pengawas Syariah kepada Direksi, Komisaris, DSN, dan Bank Indonesia dengan menggunakan format laporan sebagaimana diatur dalam Bab IV Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah 4. Laporan hasil pengawasan syariah paling kurang memuat hal-hal sebagai berikut: a. Hasil pengawasan atas kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN — MUI. b. Opinii syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh Bank. c. Hasil kajian atas produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN ~ MUI. d. Opini syariah atas pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank. 5. Bank yang telah memiliki pedoman pengawasan syariah bagi Dewan Pengawas Syariah harus mengikuti dan menyesuaikan minimal sama dengan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawasan Syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. 6. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan Syariah bagi Dewan Pengawasan Syariah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran ini. PENUTUP Dengan dikeluarkannya Surat Edaran ini, maka Lampiran 9 (Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawasan Syariah Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah) Surat Edaran Bank Indonesia No.6/31/DPbS BANK INDONESIA Halaman 4, tanggal 28 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah dan Lampiran 9 (Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah Bank) Surat Edaran Bank Indonesia No.7/5/DPbS tanggal 8 Februari 2005 tentang Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Agustus 2006. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Surat Edaran Bank Indonesia ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Demikian agar Saudara maklum. BANK INDONESIA, YY DEPUTI GUBERNUR DPbS: PEDOMAN PENGAWASAN SYARIAH DAN TATA CARA PELAPORAN HASIL PENGAWASAN BAGI DEWAN PENGAWAS SYARIAH @ BANK INDONESIA DIREKTORAT PERBANKAN SYARIAH 2006 BAB | Mukaddimah BAB | MUKADOIMAH BABI MUKADDIMAH Bismillahirrahmanirrahim | Latar Belakang dan Tujuan Pedoman Q1. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/17/PBV/2004, PBI No.6/24/PB1/2004 dan PBI No.8/3/PBV2006 yang mengharuskan Dewan Pengawas Syariah (DPS) menyampaikan laporan pengawasan syariah secara periodik terkait dengan tugas DPS, dan sebagai tindak lanjut amanat dari jjtima’ Sanawi (Annual Meeting) DPS Pertama di Jakarta tanggal 8 - 11 September 2004, Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah sebagai petunjuk pelaksanaan ‘tugas, wewenang, dan tanggung jawab DPS bagi perbankan syariah merupakan perangkat kerja yang mendesak untuk segera diwujudkan. 02. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah ini disusun dengan tujyan untuk menjadi acuan minimal bagi anggota DPS dalam menjalankan fungsi pengawasan syariah terhadap kegiatan operasional bank syariah. Dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab pengawasan tersebut OPS mengacu kepada fatwa OSN - MUI dan ketentuan Bank Indonesia sehingga anggota DPS mempunyai kesamaan pandang dan sikap dalam menanggapi dan menangani setiap permasalahan syariah yang dihadapi oleh bank syariah 03. Dalam rangka memenuhi standar good corporate governance perbankan syariah dalam aspek akuntabilitas dan transparansi, diperiukan adanya pedoman kerja dan mekanisme pengawasan aspek syariah bagi DPS sebagai pihak terafiliasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Perbankan, Ml, Acuan Penyusunan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah 04. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah ini disusun dengan mengacu antara lain kepada: ‘a. Undang-Undang Perbankan; b. Fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama indonesia (DSN ~ MUI); c. Pedoman yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia; 4d. Prinsip-prinsip syariah dalam Shari’a Standards (Ma‘ayir Syar'iyah) yang diterbitkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFi); @, Pedoran umum dalam Accounting, Auditing and Governance Standards for Islamic Financial Institutions yang dikeluarkan oleh Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial institutions (AAOIFI), f. Pedornan Pengawasan dan Pemeriksaan Bank Syariah yang diterapkan oleh Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (DPbS - Bi); g. Ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yang beriaku bagi perbankan syariah h. Pedoman Standar Akuntansi Keuangan dan Pedoman Akuntansi yang berlaku bagi perbankan syariah yang disusun oleh Bank Indonesia (BI) dan ikatan Akuntan Indonesia (\Al); " ——<¥ BAS | MUKADDIMAH Panduan Audit Bank Syariah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dan tkatan Akuntan Indonesia (IAl) ~ KAP: i. Ketentuan umum yang dikeluarkan oleh instansi terkait dan Undang- Undang yang berlaku secara umum; k. Berbagai buku literatur lainnya yang terkait dengen pengawasan syariah pada lembaga keuangan dan perbankan syariah Ml, Cakupan Isi Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah 05. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah ini berisi 4 (empat) bagian yang masing-masing terdiri. dari beberapa bab, dengan rincian sebagai berikut Bab | Mukaddimah, berisi uraian mengenai latar belakang dan tujuan penyusuna, acuan penyusunan, cakupan isi, mekanisme dan ruang lingkup penyusunan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah. Bagian ini juga berisi pengenalan umum tentang konsep regulasi dan prinsip operasional perbankan syariah. Bab Il Konsep dan Mekanisme Pengawasan Syariah, berisi konsep dan ruang lingkup pengawasan syariah, fungsi dan tugas DPS, dan sekilas tentang DSN — MUL. Bab ti Objek Material Pengawasan Syariah, berisi materi-materi_bermuatan syariah dalam seluruh kegiatan usaha syariah termasuk produk dan jasa perbankan syariah dengan berpedoman kepada fatwa DSN — MUI dan sesuai prinsip-prinsip umum syariah. Bab IV Tata Cara Pelaporan dan Format Laporan Hasil Pengawasan Dewan Pengawas Syariah, IV. Mekanisme dan Ruang Lingkup Penyusunan Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah 06. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah pada bank syariah ini dilakukan Bank Indonesia bersama-sama dengan DSN ~ MUI, Asosiasi Perbankan Syariah dan Pelaku Perbankan Syariah, 07. Pedoman Pengawasan Syariah dan Tata Cara Pelaporan Hasil Pengawasan bagi Dewan Pengawas Syariah ini hanya mencakup hal-hal yang terkait dengan aspek kepatuhan syarian (shariah compliance aspects) baik dalam operasional maupun produk dan jasa bank syariah wl? BAB | MUKADDIMAH V. __Konsep Regulasi dan Prinsip Operasional Perbankan Syariah Kegiatan Usaha Bank Syariah 08. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kegjatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah antara lain u 2 3 4 Is 16 7 18 19 20 21 2 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 30 40 a 2 43 44 4s 46 47 48 49 30 SI 32 33 54 a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro wadiah, giro mudharabah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan prinsip syariah; b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk _pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), berdasarkan prinsip jual beli (murabahah, salam dan istishna’), berdasarkan prinsip sewa (jarah), berdasarkan prinsip pinjaman (qardh); <. Menerbitkan obligasi syariah; d. Memindahkan uang untuk Kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah, @. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank syariah lain, baik menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya, f, Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 4g. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat betharga; hf. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; i. Melakukan kegiatan anjak piutang (hawalah), usaha kartu debeticharge card atau kartu pembebanan lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah dan Kegiatan wali amanat (wakalsh); j. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip_syariah_ dan _peraturan perundang-undangan yang berlaku; k Melakukan kegiatan dalam valuta asing sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; |. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga king penyelesaian dan penyimpanan, berdasarkan prinsip syariah dengan memenuhi ketentuan yang berlaku; m, Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia; 09. Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah divoah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank syariah dilarang: a. Melakukan penyertaan modal kecuali pada hal-hal tertentu; b. Melakukan usaha perasuransian © Melakukan kegiatan usaha lain di luar kegiatan usaha yang diatur Bank Indonesia, ” 1-3 BAB | MUKADDIMAH Risiko dalam Perbankan Syariah 1 2 3 10. Seperti halnya kondisi perbankan pada umumnya, dalam melaksanakan kegiatan 4 _usahanya bank syariah menghadapi berbagai risiko baik yang berasal dari luar bank maupun 5 dari dalam bank itu sendir 6 8 9 11. Risiko didefinisikan sebagai kejadian (event) potensial yang diharapkan terjadi atau yang tidak diharapkan terjadi yang dapat memberikan dampak menguntungkan atau merugikan pada pendapatan usaha dan modal bank. Dalam hal keberadaan risiko, bank harus 10 mempunyai_ mekanisme yang memungkinkan pengambilan langkah-langkah yang memadai 11 untuk mengelola atau mengurangi risiko yang mungkin dapat terjadi sehubungan dengan 12. kemungkinan terjadinya risiko tersebut. B 4 12. Risiko yang dihadapi bank syariah secara urmum antara lain terdiri dari risiko 15 pembiayaan, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, 16 _risiko strategis dan risiko kepatuhan. 0 18 Kedudukan Fatwa dalam Sistem Regulasi Perbankan Syariah 19 2 13. Dalam melaksanakan kegiatan operasional perbankan syariah, bank syariah 21 walib menerapkan prinsip syariah yang berpedoman pada fatwa yang dikeluarkan oleh DSN - 22, MUI dan ketentuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia 2 24 14, Dalam rangka melaksanakan fungsi utama DPS sebagai yang_bertugas 25. mengawasi pelaksanaan fatwa DSN - MUI dalam operasional bank syariah, maka DPS harus 26 _berpedoman pada Pedoman Pengawasan Syariah. 2 28 Standar Akuntansi Perbankan Syariah 2 30 15. Dalam melakukan pencatatan dan penyajian laporan keuangan, bank syariah 31 harus berpedoman pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SAK), dan Pedoman 32. Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) yang berlaku. 3 34 Penyelesaian Perselisihan dalam Perbankan Syariah 35 36 16. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat dalam memahami fatwa antar para 37. pihak, maka penyelesaiannya dikembalikan kepada DSN - MUI sebagai pihak yang 38 mengeluarkan fatwa, BAB II Dewan Pengawas Syariah 49 33 54 BAB ll DEWAN PENGAWAS SYARIAH BAB II DEWAN PENGAWAS SYARIAH. 1 Dasar Hukum 01. PBI_No.6/17/PBV2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, P8| No.6/24/PB/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana telah diubah dengan PBI No.7/35/PB/2005 tanggal 29 September 2005 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan PB! No.8/3/PBY/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional. Il, Pengertian Umum dan Keanggotaan DPS 02. OPS adalah dewan yang melakukan pengawasan terhadap prinsip syariah dalam kegiatan usaha bank syariah yang dalam menjalankan fungsinya bertindak secara independen 03. DPS merupakan pihak terafiliasi dan bagian dari bank. 04. Setiap bank syariah harus memiliki DPS yang anggotanya sedikitnya terditi dari 2 (dua) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima). orang untuk Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah, dan sedikitnya 1 (satu) orang dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang untuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Dalam hal anggota DPS. lebih dari 1 (satu) orang, maka wajib ditetapkan 1 (satu) orang dari anggota tersebut sebagai ketua Ill Persyaratan Anggota DPS 05. Anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut a. integritas; b, kompetensi; dan ©. reputasi keuangan 06. Anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas tersebut, antara lain adalah pihak-pihak yang a. Memiliki akhlak dan moral yang baik; b. Memilki komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku; c-Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan perbankan syariah yang sehat, d. Tidak termasuk dalam daftar tidak lulus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia 07. Anggota DPS yang memenuhi persyaratan kompetensi tersebut antara lain adalah pihak-pihak yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu’amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan atau keuangan secara unum, v et 10 2 3 14 Is 16 "7 18 19 20 2 2 2B 4 25 26 2 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 4a 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 3 34 BAB Il DEWAN PENGAWAS SYARIAH 08. Anggota OPS yang memenuhi persyaratan reputasi keuangan tersebut antara lain adalah pihak-pihak yang a. Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet; b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi Direksi atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailt, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan, IV. Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab DPS 09. Tugas, wewenang dan tanggung jawab DPS antara lain meliputi a, Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank tethadap fatwa yang dikeluarkan oleh DSN ~ MUI; b, Menilai aspek syariah tethadap pedoman operasional, dan produk yang dikeluarkan bank; c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank; d. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa kepada DSN — MUL. e. Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN - MUI dan Bank Indonesia. _ Prosedur Penetapan Anggota DPS 10. Bank wajib mengajukan calon anggota DPS sebelum diangkat dan menduduki jabatannya untuk memperoleh: a. Persetujuan Bank Indonesia; dan b. Penetapan DSN ~ MUL 11. Permohonan pengajuan calon anggota DPS diajukan oleh bank kepada Bank Indonesia setelah mendapat rekomendasi dari DSN ~ MUL 12, Dalam rangka memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan tersebut Bank Indonesia melakukan: a. Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen; dan b. Wawancara terhadap calon anggota DPS. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan bahwa orang yang diusulkan untuk menjadi DPS tersebut telah memenuhi ketentuan Bank Indonesia khususnya untuk kompetensi mengenai_pemahaman operasional bank syariah. Sedangkan pemahaman mengenai prinsip syariah sudah dilakukan oleh DSN - MUI pada saat bank berkonsultasi dengan DSN - MUL 13. Permohonan untuk memperoleh penetapan DPS wajib disampaikan oleh bank kepada DSN ~ MUI dengan tembusan ke Bank Indonesia selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank Indonesia 14, DSN - MUI menetapkan calon DPS selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkannya surat persetujuan Bank indonesia 15. Pengangkatan anggota DPS wajib dilaporkan oleh bank kepada Bank Indonesia selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah tanggal pengangkatan efektif. we BAB II DEWAN PENGAWAS SYARIAH VI. Kewajiban Bank Syariah terhadap DPS 16. Bank syarish wajib memberikan fasilitas kepada DPS dalam rangka mendukung kinerja pengawasan syariah dan pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggungjawab selaku DPS, antara lain’ a. Mengakses data dan informasi yang diperlukan__terkait- dengan pelaksanaan tugasnya, serta mengklarifikasikannya kepada manajemen bank; b. Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari segi syariah kepada manajemen bank; © Memperoleh fasiitas yang memadai untuk melaksanakan tugas secara efektif; dd. Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan. VII Jumlah Anggota DPS dan Perangkapan Keanggotaan DPS 17. Dalam rangka penerapan prinsip good corporate governance dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, DPS dapat melakukan perangkapan jabatan dengan ketentuan sebagai berikut a. Jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 2 (dua) orang dan sebanyak- banyaknya 5 (lima) orang bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, sedangkan bagi BPRS jumlah anggota DPS sekurang-kurangnya 1 (satu) orang dan sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang; b. Anggota DPS hanya dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPS sebanyak-banyaknya pada 2 (dua) bank lain dan 2 (dua) lembaga keuangan syariah bukan bank; ¢. Sebanyak-banyaknya 2 (dua) anggota DPS dapat merangkap jabatan sebagai anggota DSN - MUI; 18. Perangkapan jabatan yang terjadi di BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007. 19. Perangkapan jabatan yang terjadi di Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syatiah sebelum dikeluarkannya PBI No.6/24/P8V/2004 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.7/35/PBV/2005, serta PB! No.8/3/P8V/2006 harus disesuaikan selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007. Ti-3 BAB III Objek Material Pengawasan Syariah un 2 B 4 Is 16 0 18 19 20 a 2 2B 4 25 26 27 28 29 30 31 32 3 34 35 36 7 38 39 40 al 42 a 44 45 46 4 4B 49 50 sl 32 33 “BAB Ii BAGIAN 1GIRO BAB III OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH, BAGIAN | GIRO 1. NAMA PRODUK 01. Giro Wadiah 02. Giro Mudharabah Il PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH 03. Salah satu fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat antara lain melalui produk bank berupa giro, 04. Perjanjian untuk produk giro dapat menggunakan akad wadiah atau akad mudharabah. Giro Wadiah 05. Dalam kegiatan pengumpulan dana melalui produk giro menggunakan akad wadiah harus mengikuti fatwa DSN - MUI tentang wadiah, 06. Akad wadiah adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dar bank ‘wajib mengembalikan apabila penitip mengambil sewaktu-waktu dana tersebut. 07. Dalam transaksi giro wadiah ini nasabah bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana (muda’). Bank berkewajiban menjaga dana titipan dan bertanggungjawab atas pengembaliannya sewaktu-waktu bilamana ditarik oleh nasabah pemilik dana titipan. 08. Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakekat wadiah tersebut adalah qardh. 09. Pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana wadiah 10. Dalam hal bank memberikan bonus sukarela kepada pemilik dana wadiah, diperbolehkan dengan syarat tidak diperjanjikan dimuka. 11. Giro wadiah adalah titipan dana berdasarkan prinsip wadiah pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ‘ATM, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan lainnya, 12. Penarikan giro wadiah melalui cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana_perintah pembayaran leinnya atau dengan cara pemindahbukuan lainnya tidak berlaku bagi giro wadiah yang diblokir. Giro wadiah yang diblokir, dalam pencatatannya disajikan dalam satu akun dengan giro wadiah, ii-1 a Hn 12 B 4 Is 16 " 18 19 20 au 2 B 4 25 26 27 28 29 30 31 32 3 34 35 36 37 38 39 40 4 a2 B 44 45 46 47 48 49. 50 st 52 3 54 ane _ BAGIAN GIRO 13. Giro wadiah yang diblokir atau yang penarikannya dibatasi harus diawasi secara lebih intensif agar tidak terjadi penyalahgunaan sebagai bentuk pelanggaran akad dan penyimpangan syariah, Giro Mudharabah 14. Dalam kegiatan pengumpulan dana melalui produk giro yang menggunakan akad mudharabah harus mengikuti fatwa DSN - MUI tentang mudharabah 15. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya 16. Mudharabah muthlaqah adalah akad mudharabah dimana shahibul maal memberikan kebebasan kepada mudharib dalam pengelolaan investasinya, 17. Dalam transaksi giro. mudharabah ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). 18, Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. 19. Dana yang disetor sebagai modal melalui gito mudharabah harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan merupakan off setting dari piutang nasabah, 20. Nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening, 21, Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening 22. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima oleh bank. 23. Pemberian bagi hasil untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah dalam satu bulan laporan. 24, Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya 25. Biya operasional giro yang menjadi beban bank sebagai mudharib adalah biaya- biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana kecuali biaya administrasi Yang dimaksud dengan biaya administrasi antara lain biaya penggantian kartu ATM, biaya penggntian buku, biaya cetak laporan, biaya cetak rekening, biaya cek/BG, biaya penarikan melalui ATM bersama atau ATM bank lain, dan biaya materai 26. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah. Ti-2 ‘ BAB Ii BAGIAN I GIRO Il PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 27. Tujuan pengawasan syariah atas giro baik wadiah maupun mudharabah adalah untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa 2. Kegiatan produk giro telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; , Dalam pemberian bonus tidak boleh i. Diperjanjikan dimuka; ji, Berdasarkan pendapatan bank yang belum diterima (accrual) tetapi harus berdasarkan pendapatan rill yang diterima bank (cash basis) ©. Dalam pemberian bagi hasil tidak boleh: i. Berdasarkan pendapatan bank yang belum diterima (accrue) tetapi harus berdasarkan pendapatan rill yang diterima bank (cash basis) ji, Merubah nisbah sebelum berakhimya akad; d. Biaya pengelolaan giro mudharabah menjadi beban bank dan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, dan tidak ada pembebanan biaya- biaya lain tanpa persetujuan nasabah pemilik dana; e. Semua kegiatan yang terkait dengan pengelolaan giro wadiah dan mudharabah harus mengikuti ketentuan fatwa DSN ~ MUI tentang giro dan PBI tentang Akad Penghimounan dan Penyaluran Dana Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku. Pengujian Substantif Materi Syariah 28. Penguiian substantif atas transaksi pembukaan giro wadiah dan giro mudharabah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain: a. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan wadiah dan atau mudharabah telah dilakukan; b. Meneliti apakah pengisian formulir aplikasi penitipan telah dilakukan secara lengkep sebagai salah satu persyaratan jjab gabul; c. Meneliti apakah setoran giro wadiah dan atau mudharabah telah menyebutkan jumlah nominal dan mata uang yang disetor secara jelas d. Meneliti apakah akad giro wadiah dan atau mudharabah telah sesuai dengan fatwa DSN - MUI yang berlaku tentang giro; @, Meneliti apakah pemberian bonus wadiah tidak mengarah kepada kebiasaan sehingga dapat dijadikan perhitungan yang seolah-olah diperjanjikan; {, Meneliti apakah dalam penawaran produk giro, bank tidak menjanjikan pemberian yang ditetapkan dimuka dalam bentuk prosentase imbalan. we u 12 B 14 1s 16 7 18 19 20 au 2 2B 24 28 26 27 28 29, 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 al 42 B 44 45 46 47 48 49 30 st 92 33 ag BAGIAN I TABUNGAN BAB IIL OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH. BAGIAN II TABUNGAN, |. NAMA PRODUK 01. Tabungan Wadiah 02. Tabungan Mudharabah ll. PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH 03. Salah satu fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat antara lain melalui produk bank berupa tabungan, 04, Perjanjian untuk produk tabungan dapat menggunakan akad wadiah atau akad mudharabah. Tabungan Wadiah 05. Dalam kegiatan pengumpulan dana melalui produk tabungan yang menggunakan akad wadiah harus mengikuti fatwa DSN ~ MUI tentang wadlah 06. Akad wadiah adalah akad penitipan dana dengan ketentuan penitip dana mengizinkan kepada bank untuk memanfaatkan dana yang dititipkan tersebut dan bank wajib mengembalikan apabila penitip mengambil sewaktu-waktu dana tersebut 07. Dalam transaksi tabungan wadiah ini nasabah bertindak sebagai penitip dana (mudi’) dan bank bertindak sebagai penerima dana (muda), Bank berkewajiban menjaga dana titipan dan bertanggungjawab atas pengembaliannya sewaktu-waktu bilamana ditarik oleh nasabah pemilik dana titipan. 08. Keuntungan atas pengelolaan dana titipan tersebut menjadi milik bank, karena hakekat wadiah tersebut adalah gardh. 09. Pada prinsipnya tidak ada bonus yang diberikan oleh bank kepada pemilik dana wadiah. 10. Dalam hal bank memberikan bonus sukarela kepada pemilik dana wadiah, diperbolehkan dengan syarat tidak diperjanjikan dimuka 11. Tabungan wadiah adalah titipan dana berdasarkan prinsip wadiah pada bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan kartu ATM dan sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan lainnya 12. Penarikan tabungan wadiah melalui kartu ATM dan sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan lainnya tidak berlaku bagi tabungan wadiah yang diblokir. Tabungan wadiah yang diblokir, dalam pencatatannya disajikan dalam satu akun dengan tabungan wadiah. Ti 4 eae w BAGIAN H TABUNGAN, 13. Tabungan wadiah yang diblokir atau yang penarikannya dibatasi harus diawasi secara lebih intensif agar tidak terjadi penyalahgunaan sebagai bentuk pelanggaran akad dan penyimpangan syariah Tabungan Mudharabah 14, Dalam kegiatan pengumpulan dana melalui produk tabungan yang menggunakan akad mudharabah herus mengikuti mengikuti fatwa DSN - MUI tentang mudharabah 15. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya 16. Mudharabah muthlagah adalah akad mudharabah dimana shahibul_maal memberikan kebebasan kepada mudharib dalam pengelolean investasinya 17. Dalam transaksi tabungan mudharabah ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maa!) dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). 18. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad mudharabah dengan pihak lain 19. Dana yang disetor sebagai modal melalui tabungan_mudharabah_harus dinyatakan jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan merupakan off setting dari piutang nasabah. 20. _Nasabah wajib memelihara saldo tabungan minimum yang ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan rekening 21. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. 22. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima oleh bank. 23. Pemberian bagi hasil untuk nasabah didasarkan pada saldo rata-rata dalam satu bulan laporan. 24, Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. 25. Biaya operasional tabungan yang menjadi beban bank sebagai mudharib adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana kecuali_ biaya administrasi. Yang dimaksud dengan biaya administrasi antara lain biaya penggantian kartu ATM, biaya penggantian buku, biaya cetak laporan, biaya cetak rekening, biaya penarikan melalui ATM bersama atau ATM bank lain, dan biaya materai. Tli-s “ a1 208 Hi BAGIAN TABUNGAN 26. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah. ill, PENGAWASAN SYARIAH. Tujuan 27. Tujuan pengawasan syariah atas tabungan baik wadiah maupun mudharabah adalah untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa: a b Kegiatan produk tabungan telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; Dalam pemberian bonus tidak boleh: i Diperjanjikan dimuka; ii, Berdasarkan pendapatan bank yang belum diterima (accrual) tetapi harus berdasarkan pendapatan rill yang diterima bank (cash basis); Dalam pemberian bagi hast tidak boleh: i. Berdasarkan pendapatan bank yang belum citerima (accrual) tetapi harus berdasarkan pendapatan ril yang diterima bank (cash basis); ii. Merubah nisbah sebelum berakhirnya akad, Biaya pengelolaan tabungan mudharabah menjadi beban bank dan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, dan tidak ada pembebanan biaye-biaya lain tanpa persetujuan nasabah pemilik dana; Semua kegiatan yang terkait dengan pengelolaan tabungan wadiah dan mudharabah harus mengikuti ketentuan fatwa DSN ~ MUI tentang tabungan dan PBI tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah yang berlaku. Pengujian Substantif Materi Syariah 28. Pengujian substantif atas transaksi pembukaan tabungan wadiah dan tabungan mudharabah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain sebagai berikut: a Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, baik secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan wadiah dan atau mudharabah telah dilakukan; Meneliti apakah pengisian formulir aplikasi penitipan telah dilakukan secara lengkap sebagai salah satu persyaratan ijab qabul, Meneliti apakah setoran tabungan wadiah dan atau mudharabah telah menyebutkan jumlah nominal dan mata uang yang disetor secara jelas. Meneliti apakah akad tabungan wagiah dan atau mudharabah telah sesuai dengan fatwa DSN ~ MUI yang berlaku tentang tabungan Meneliti apekah pemberian bonus wadiah tidak mengarah kepada kebiasaan sehingga dapat dijadiken perhitungan yang seolah-olah diperjanjikan; Meneliti apakah dalam penawaran produk tabungan, bank tidak menjanjikan pemberian yang ditetapkan dimuka dalam bentuk prosentase imbalan. Ti-6 BAB i AGIAN ti DEPOSTO BAB III OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH BAGIAN III DEPOSITO I. NAMA PRODUK 01. Deposito mudharabah ll, PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH. 02. Salah satu fungsi bank adalah menghimpun dana dari masyarakat antara lain melalui produk bank berupa deposito mudharabah 03. Dalam kegiatan pengumpulan dana melalui produk deposito yang menggunakan akad mudharabah harus mengikuti mengikuti fatwa DSN - MUI tentang mudharabah 04, Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya 05. Mudharabah muthlagah adalah akad mudharabah dimana shahibul meal memberikan kebebasan kepada mudharib dalam pengelolaan investasinya. 06. Dalam transaksi deposito mudharabah ini nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib). 07. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan rengembangkannya, termasuk di dalamnya melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. 08. Dana yang disetor sebagai modal melalui deposito mudharabah harus dinyatakan Jumlahnya dalam bentuk tunai dan bukan merupakan off setting dari piutang nasabah. 09. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening, 10. Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (orofit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterirna ole’ bank. 11. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, 12. Biaya operasionat deposito yang menjadi beban bank sebagai mudharib adalah biaya-biaya yang timbul berkaitan dengan operasi pengelolaan dana kecuali biaya i -7 Mt " 12 B 4 15 16 7 18 19 20 21 2 2B 24 25 26 2” 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 al Baa BAGIAN I DEFOSTO. administrasi. Yang dimaksud dengan biaya administrasi untuk deposito antara lain biaya materi 13, Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan nasabah. II, PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 14. Tujuan pengawasan syariah tas deposito mudharabah adalah untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa ‘a. Kegiatan produk deposito telah dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah; b. Dalam pemberian bagi hasil tidak boleh: i. berdasarkan pendapatan bank yang belum diterima (accrual) tetapi harus berdasarkan pendapatan rill yang diterima bank (cash basis); ii, merubah nisbah sebelum berakhirnya akad. ©. Biaya pengelolaan deposito mudharabah menjadi beban bank dan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya, dan tidak ada pembebanan biaya-biaya lain tanpa persetujuan nasabah pemilik dana; d. Semua kegiatan yang terkait dengan pengelolaan deposito mudharabah harus mengikuti fatwa DSN - MUI tentang deposito dan ketentuan Bank Indonesia lainnya yang berlaku Pengujian Substantif Materi Syariah 15. Pengujian substantif atas transaksi pembukaan deposito mudharabah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain sebagai berikut ‘a. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, balk secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan mudharabah telah dilakukan; b, Meneliti apakah pengisian formulir aplikasi deposito telah dilakukan secara lengkap sebagai salah satu persyaratan jab qabul; . Meneliti apakah akad deposit mudharabah telah sesuai dengan fatwa DSN ~ MUI yang berlaku tentang deposito dan ketentuan Bank Indonesia. d. Meneliti apakah setoran deposito mudharabah telah menyebutkan jumlah nominal dan mata uang yang disetor secara jelas . Meneliti apakah dalam penawaran produk deposito, bank tidak menjanjikan pemberian yang ditetapkan dimuka dalam bentuk prosentase imbalan. an aaa AGIAN IV PEMBIAYABN MUDHARABAK BAB III OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH BAGIAN IV PEMBIAYAAN MUDHARABAH 1. NAMA PRODUK 01. Pembiayaan Mudharabah ll, PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH 02, Dalam kegiatan pembiayaan mudharabah harus mengikuti fatwa DSN - MUI tentang pembiayaan mudharabah. 03. Akad mudharabah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian antara pihak penanam dana (shahibul maa!) dan pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan Usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya 04, Bank bertindak sebagai shahibul maa! yang menyediakan dana secara penuh dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam kegiatan usaha. 05. — Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah, 06. Bank tidak ikut serta dalam pengeloiaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. 07. Pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang 08. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar 09. _Pembagian Keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad pembiayaan mudharabah. 10. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut. 11, Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad 12. Bank sebagai penyedia dana menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian usaha Ti-9 Baw u BAGIAN IV PEMBIAYAAN MUDHARABAH 13, Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu bagi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurang) seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan mudharabah yang diterima oleh bank. 14, Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha dari usaha mudharib. 15. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah 16. Dalam hal salah satu pihak tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan dengan unsur kesengajaan maka bank atau pihak yang dirugikan berhak mendapat ganti rugi (ta'widh) atas biaya ril yang telah dikeluarkan. 17. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun dalam rangka prinsip kehati-hatian, bank syarih dapat meminta jaminan kepada nasabah/debitur (mudharib) pada saat penyaluran pembiayaan. Jaminan yang diterima oleh bank hanya dapat dicairkan apabila nasabah/debitur (mudharib) terbukti_melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan akad pembiayaan mudharabah 18. Kriteria pengusaha, prosedur_pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh bank selaku mudharib berdasarkan prinsip kehati-hatian bank dengan memperhatikan fatwa DSN - MUI. 19. Biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka penyaluran pembiayaan mudharabah seperti biaya notaris, dibebankan kepada mudharib. Ill PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 21. Tujuan pengawasan syariah atas pembiayaan mudharabah adalah_untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa: a. Kegiatan pembiayaan mudharabah telah dilakukan sesuai dengan prinsip- prinsip syariah; b. Bagi hasil pembiayaan mudharabah yang diakui telah berdasarkan realisasi penerimaan (ri) bukan berdasarkan proyeksi; Akad pembiayaan mudharabah telah disusun dengan mengacu pada fatwa DSN ~ MUI yang berlaku tentang pembiayaan mudharabah serta ketentuan Bank indonesia lainnya yang berlaku. Pengujian Substantif Material Syariah 22. Pengujian substantif atas transaksi pembiayaan mudharabah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain sebagai berikut ‘a. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, balk secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan mudharabah telah dilakukan; b. — Meneliti apakah akad pembiayaan mudharabah telah sesuai dengan fatwa OSN = MUI tentang mudharabah dan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; Wi 10 208 H BAGIAN IV PEMBIAYAAN MUDHARABAH ©. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah; dd. Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan mudharabah; @. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat pembiayaan mudharabah yang meliputi i. Penyedia dana (sahibu! maal) dan pengelola (mudharib) harus cekap hukum; i Pernyataan jjab dan qgabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut: 1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad); 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; 3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modem: iii, Modal ialah sejumiah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia cana kepada mudhanib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut: 1) Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya; 2) Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad; 3) Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. iv. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi: 1) Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak; 2) Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. 3) Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. v. Kegiatan_usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai _perimbangan (mugabi) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut: 1) Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan; 2) Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalengi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan; 3) Pengelola tidak boleh menyalahi hukum syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudharabah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu f. Memastikan bahwa Kegiatan investasi yang dibiayai tidak termasuk jenis Kegiatan usaha yang bertentangan dengan syariah antara lain adalah’ i. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; 114 88 tl BAGIAN iV PEMBIAVAAN MUDHARABAH Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta_memperdagangkan makanan dan minuman yang haram; Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan barang- barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat, T= 12 BAB BAGIAN V FEMBIAVARN MUSVARAKAH BAB III OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH BAGIAN V PEMBIAYAAN MUSYARAKAH | NAMA PRODUK 01. Pembiayaan Musyarakah ll, PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH 02. Dalam kegiatan pembiayaan musyarakah harus mengikuti fatwa DSN - MUI tentang pembiayaan musyarakah. 03. Akad musyarakah adalah akad yang digunakan dalam perjanjian diantara para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi Kerugian ditanggung semua pemilik dana/modal berdasarkan porsi dana/modal masing-masing 04, Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyediakan dana danvatau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu 05. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati. 06. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah untuk mengelola usaha 07. Pembiayaan diberikan datam bentuk tunai dan/atau barang, 08. Dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang diserahkan harus dinilai terlebih dahulu secara tunai dan disepakati oleh para mitra, 09, Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah 10. Biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan, 11, Pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati dan dituangkan dalam akad pembiayaan musyarakah 12. Bagi hasil musyarakah dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu agi laba (profit sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing). Metode bagi laba (profit sharing) dihitung dari total pendapatan setelah dikurangi seluruh biaya operasional. Metode bagi pendapatan (revenue sharing) dihitung dari total pendapatan musyarakah yang diterima oleh bank. T= 13 n 2 B 4 15 16 "7 18 19 20 21 2 2B 24 25 26 2 28 29 30 31 32 33 35 36 37 38 39 40 4 42 4B 44 4s 46 47 48 49 50 St 52 33 BAB A BAGIAN V PEMBIAYAAN MUSYARAKAH 13. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut. 14, Nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal akad, 15, Pembagian keuntungan bagi hasil berdasarkan laporan realisasi hasil usaha dari usaha nasabah, 16. Pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode akad atau dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha 17. Pada prinsipnya dalam pembiayaan musyarakah tidak diperlukan jaminan, namun dalam rangka prinsip kehati-hatian, bank dapat meminta jaminan atau agunan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Il, PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 18. Tujuan pengawasan syariah terhadap pembiayaan musyarakah adalah untuk memperoleh keyakinan yang memadai bahwa: a, Pembiayaan musyarakah yang diberikan bank kepada nasabah pen: telah memenuhi prinsip syariah; b. Bagi hasil pembiayaan mudharabah yang diakui telah berdasarkan realisasi penerimaan (ril) bukan berdasarkan proyeksi; <. Akad pembiayaan mudharabah telah disusun dengan mengacu pada fatwa DSN - MUI yang beriaku tentang pembiayaan mudharabah serta ketentuan Bank Indonesia lainnya yang berlaku. ima dana Pengujian Substantif Materi Syariah 19, Pengujian substantif atas transaksi pembiayaan musyarakah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain sebagai berikut a. Meneliti apakah akad pembiayaan musyarakah telah sesuai dengan fatwa DSN - MUI dan ketentuan Bank Indonesia yang berlaku; b. Memastikan terpenuhinya seluruh syarat dan rukun dalam pembiayaaan musyarakah; ¢. Menguji apakah perhitungan bagi hasil telah dilakukan sesuai prinsip syariah; d. Meneliti apakah pemberian informasi secara lengkap oleh bank kepada nasabah, balk secara tertulis maupun lisan tentang persyaratan pembiayaan musyarakah telah dilakukan; , Memastikan adanya persetujuan para pihak dalam perjanjian pembiayaan ‘musyarakahy f. Memastikan bahwa biaya operasional telah dibebankan pada modal bersama musyarakah; g. Memastikan terpenuhinya rukun dan syarat pembiayaan musyarakah yang meliputi i. Pemyataan jjab dan qobul telah dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendsk mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut 14 ‘ BAB BAGIAN V PEMBIAVAAN MUSYARAKAN, 1) Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad); 2) Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak; 3) Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. Pihak-pihak yang berkontrak telah cakap hukum dengan memperhatikan hal-hal berikut 1) Kompeten dalam memberikan atau diberikan_kekuasaan perwakilan; 2) Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil, 3) Setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal; 4) Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset_ dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian dan kesalahan yang disengaja; 5) Seorang mitra tidak diizinkan untuk = mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendit Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) 1) Modal (1) Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang nilainya sara. Modal dapat terdiri dari aset perdagangan, seperti. barang-barang, properti, dan sebagainya. Jika modal berbentuk aset, harus terlebih dahulu dinilai dengan tunai dan disepakati oleh para mitra. (2) Para pihak tidak boleh meminjam, _ meminjamkan, menyumbangkan atau menghadiahkan modal musyarakah kepada pihak lain, kecuali atas dasar kesepakatan. (3) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan musyarakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpangan, bank dapat meminta jaminan 2) Kerja (1) Partisipasi para mitra kerja dalam pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi, kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat. Seorang mitra boleh melaksanakan kerja lebih banyak dari yang lainnya, dan dalam hal ini dia boleh menuntut bagian keuntungan tambahan bagi dirinya, (2) Setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas nama pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam kontrak, 3) Keuntungan (1) Keuntungan harus dikuantifikasi dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuntungan atau ketika penghentian musyarakah (2) Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang mitra. (3) Seorang mitra boleh mengusulkan bahwe jike keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau prosentase itu diberikan kepadanya. W-15 Bag BAGIAN V PEMBIAYAAN MUSYARAKAH (4) Sistem pembagian keuntungan harus tertuang dengan jelas dalam akad 4) Kerugian Kerugian harus dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan share/porsi. kepemilikan masing-masing dalam modal musyarakah we BAB BAGIAN VI_PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP MURABAHAH BAB III OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH BAGIAN VI PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP MURABAHAH, | NAMA PRODUK 01. Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Murabahah Il, PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH. 02. Murabahah adalah akad yang dipergunakan datam perjanjian jual beli barang dengan menyatakan harga pokok barang dan keuntungan (marjin) yang disepakati oleh penjual dan pembel 03, Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual yaitu harga pokok barang ditambah keuntungan. 04. Dalam memperoleh barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas nama bank. Dan kemudian barang tersebut dijual kepada nasabah. Dalam hal ini akad murabahah baru dapat dilakukan setelah secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank. 05. Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran) sesuai kesepakatan 06. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah. 07. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah; 08. Uang muka adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasabah dalam transaksi murabahah. Pembayaran uang muka dilakukan sebelum transaksi murabahah terjadi 09. Pada prinsipnya uang muka adalah milik nasabah sehingga bank tidak boleh mempergunakannya. 10. Apabila transaksi murabahah jadi dilaksanakan, maka uang muka dipergunakan sebagai pengurang dari piutang murabahah. 11. Apabila transaksi murabahah tidak jadi dilaksanakan (batal) maka uang muka harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian rill yang dialami oleh bank sehubungan dengan pembatalan tersebut, dan apabila uang muka tidak mencukupi maka nasabah wajilb membayar kekurangannya kepada bank mre a6 W _BAGIAN VI_PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP MURABAHAH 12. Urbun adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasabah dalam transaksi murabahah. Pembayaran urbun dilakukan setelah transaksi murabahah terjadi 13, Dalam pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain barang yang dibiayai bank. 14, Kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak berubah selama periode akad 15. Apabila bank memperoleh potongan harga (diskon) dari supplier sebelum terjadinya transaksi murabahah maka besarrya potongan harga (diskon) merupakan hak nasabah dan sebagai pengurang harga jual murabahah 16. Apabila bank memperoleh potongan harga (aiskon) dari supplier_setelah terjadinya transaksi murabahah maka pembagian potongan harga (diskon) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah dan dituangkan dalam akad serta ditandatangani oleh kedua belah pihak 17. Bank dapat memberikan potongan pelunasan dalam transaksi murabahah: a. bagi nasabah yang telah melakukan pelunasan piutang murabahah secara tepat waktu; atau b. bagi nasabah yang melakukan pelunasan piutang murabahah lebih cepat dari waktu yang telah disepakati 18. Bank dapat memberikan potongan tagihan murabahah (al-khashm fi al- murabahah) bagi a. nasabah yang telah melakukan kewajiban pembayaran ciclannya dengan tepat waktu; b, — nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran 19. Yang dimaksud dengan nasabah yang membayar cicilannya dengan tepat waktu adalah nasabah yang membayar cicilannya (pokok ditambah marjin) sesuai dengan jadwal yang telah disepakati di dalam akad. 20. Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan membayar adalah nasabah yang usahanya mengalami penurunan karena business risk PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 21. Tujuan pengawasan syariah terhadap pembiayaanberdasarkan _prinsip murabahah adalah untuk mendapatkan keyekinan yang memadai bahwa a. Pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah yang diberikan bank kepada nasabah penerima dana telah memenuhi prinsip syariah; b. Akad penyaluran dana berdasarkan prinsip murabahah telah disusun dengan mengacu pada fatwa DSN - MUI yang berlaku tentang murabahah serta ketentuan lainnya yang berlaku; 18 Bag BAGIAN VI_PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP MURABAHAH Potongan tagihan murabahah (al-khashm fi al-murabahah) yang diberikan oleh bank bukan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan suku bunga kregit tetapi diberikan untuk nasabah yang memenuhi kriteria i. telah melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu; it. mengalami penurunan kemampuan pembayaran, Pengujian Substantif Materi Syariah 22. Pengujian substantif atas transaksi pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah yang harus dilakukan oleh DPS antara lain: a ». Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam; Memastikan bank menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus marjin. Dalam hal nasabah membiayai sebagian dari harga barang tersebut maka akan mengurangi tagihan bank kepada nasabah; Meneliti apakah akad wakalah telah dibuat oleh bank secara terpisah dari ‘akad murabahah, apabila bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga. Akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank yang dibuktikan dengan faktur atau kuitansi jual-beli yang dapat dipertanggungjawabkan; Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah dilakukan setelah adanya permohonan nasabah dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank, T= 19 ~ AGIAN KETIGA BAG VII PEMBIAVAAN BERDASARKAN PRINSIP ISTISHNAY BAB IIL OBJEK MATERIAL PENGAWASAN SYARIAH BAGIAN VII PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRINSIP ISTISHNA’ 1. NAMA PRODUK 01. Penyaluran Dana Berdasarkan Prinsip Istishna’ ll, PENGERTIAN DAN KETENTUAN SYARIAH. 02. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pernbuatan barang tertentu dengan kriteria tertentu antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). 03. Berdasarkan akad istishna’ tersebut, penjual (produsen, shani") wajib membuat atau mengadakan mashnu’ (barang dipesan) sesuai spesifikasi yang disyaratkan pembeli untuk kemudian diserahkan kepada pembeli pada waktu yang telah disepakati 04. Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati 05. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah; 06. Uang muka adalah sejumlah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasabah dalam transaksi istishna’. Pembayaran uang muka dilakukan sebelum transaksi murabahah terjadi. 07. Pada prinsipnya uang muka adalah milik nasabah sehingga bank tidak boleh mempergunakannya. 08. Apabila transaksi istishna’ jadi dilaksanakan, maka uang muka dipergunakan sebagai pengurang dari piutang istishna’. 09. Apabila transaksi istishna’ tidak jadi dilaksanakan (eatal) maka uang muka harus dikembalikan kepada nasabah setelah dikurangi kerugian ill yang dialami oleh bank sehuoungan dengan pembataian tersebut, dan apabila uang muka tidak mencukupi maka nasabah wajib membayar kekurangannya kepada bank 10, Urbun adalah sejumiah uang yang diminta oleh bank kepada nasabah sebagai tanda kesungguhan nasabah dalam transaksi istishna’. Pembayaran urbun dilakukan setelah transaks' istishna’ terjadi 11, Pembayaran oleh nasabah kepada bank tidak boleh dalam bentuk pembebasan_ hutang (off setting) 12. Alat bayar harus diketahui junlah dan bentuknya baik berupa uang, barang, atau manfaat sesuai dengan kesepakatan oy W-20 “BAGIAN KETIGA AB VII PEMBIAYAAN BERDASARKAN PRIS ISTISHNAY 13. Pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada bank dapat dilekukan secara tunei ataupun secara_angsuran atau ditangguhkan sampal jangka waktu tertentu 14, Dalam hal bank menyerahkan barang kepada nasabeh dengan kualitas yang lebih tinggi maka bank tidak boleh meminta tambahan harga 15. Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan dan atau kualitas atau jumiahnya tidak sesuai kesepakatan maka nasabah memiliki pilihan untuk: a. Membatalkan (mem-fasakh-kan) akad; Menunggu penyerahan barang tersedia; atau . Meminta kepada bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang sejenis sesuai kesepakatan. 16. Bank sebagai penjual (shani’) dalam kontrak istishna' dapat membuat kontrak istishna’ paralel dengan pihak lainnya dimana bank bertindak sebagai pembeli (mustashni’) 17. Kewaliban dan hak dalam kedua akad istishna’ tersebut harus terpisah, sehingga pelaksanaan kewajiban salah satu akad istishna’ tidak boleh tergantung pada akad istishna’ lainnya. 18. Bank sebagai penjual (shani’) tidak diperkenankan memungut MDC (Mavjin During Construction) dari nasabah. 19. Semua ketentuan yang berlaku pada akad istishna’ berlaku juga pada akad istishna’ paralel Ill, PENGAWASAN SYARIAH Tujuan 20. Tujuan pengawasan syariah terhadap pembiayaan berdasarkan prinsip istishna’ adalah untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa: a. Pembiayaan berdasarkan prinsip istishna’ yang diberikan bank kepada nasabah telah memenuhi prinsip syariah; b. Akad pembiayaan berdasarkan prinsip istishna’ telah disusun dengan mengacu pada fatwa yang berlaku tentang istishna’ serta ketentuan Bank indonesia lainnya yang berlaku, Pengujian Substantif Materi Syariah 21. Prosedur pengyjian substantif materi syariah atas transaksi_ pembiayaan berdasarkan prinsip istishna’ dilakukan dalam rangka memperoleh bukti guna mendukung opini syariah atas transaksi tersebut yang antara lain a. Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah islarn; b. Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai pesanan dan kriteria yang disepakati; . Memastikan akad istishna’ dan akad istishna’ paralel dibuat dalam akad yang terpisah; dd. Memastikan bahwa akad istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi sebagai berkut yn 2 at

You might also like