You are on page 1of 10

MODUL III

Oil Base Mud


LAPORAN PRAKTIKUM

Nama : Nur Iman Khamidy

NIM : 12208042

Kelompok : IX

Tanggal Praktikum : 1 Maret 2011

Tanggal Penyerahan : 8 Maret 2011

Dosen : Dr. Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

Dr. Ing. Ir. Bonar T.H. Marbun

Asisten Modul : 1. Teguh

2. Janico Omposunggu

LABORATORIUM PEMBORAN

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2011
Judul Percobaan :

“Pembuatan dan Pengukuran Rheologi, Kestabilan Emulsi, serta


OWR dari OBM”

Tujuan Percobaan

1. Memahami proses pembuatan OBM sesuai dengan langkah-langkah


memasukkan bahan-bahan yang dijelaskan.
2. Menentukan stabilitas emulsi OBM dengan menggunakan Emulsion Stability
(ES) Tester.
3. Mengukur densitas OBM dengan Pressurized Mud Balance.
4. Menentukan Oil Water Ratio (OWR) dari OBM dengan OFI Retort Kit.

Teori Dasar

 OBM adalah fluida pemboran yang memiliki fasa kontinu berupa minyak dan
fasa droplet berupa air yang memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi, hingga
500°F apabila diberi tambahan aditif yang tepat.
 Keunggulan OBM adalah pencegahan clay swelling pada zona potensial
swelling yang tinggi karena minyak tidak dapat bereaksi dengan clay, dan
pengurang dampak gaya gesek antara drillstring dengan formasi pada saat
pemboran horizontal atau berarah sehingga menurunkan besar gaya
pemutaran drillstring (torque) karena lumpur ini memiliki lubrisitas
(kemampuan pelumasan bit dan drillstring) yang tinggi.
 Sifat fisik dari OBM adalah Flash Point (diharapkan setinggi mungkin untuk
minimalisasi potensi kebakaran), Aniline Point (diharapkan seminimal
mungkin untuk minimalisasi potensi kerusakan rubber pada BOP akibat kadar
senyawa aromatic yang tinggi), Base Oil Viscosity, dan Jumlah Senyawa
Aromatik (terkait dengan Aniline Point).
 Jenis-jenis Oil Base dari OBM adalah Diesel (umumnya pakai jenis ini), Crude
Oil, Refined Oil (Crude Oil yang telah disuling), Mineral Oil (Refined Oil yang
memiliki kandungan aromatic yang lebih rendah daripada diesel sehingga
sifat toxic-nya rendah), dan Synthetic Fluid (komponen organic non-petroleum
yang memiliki kelakuan seperti petroleum-derived oil).
 Selain Oil Base, dibutuhkan aditif-aditif berikut ini secara berurutan dalam
proses pembuatannya, yaitu: Primary Emulsifier (pencegahan penyatuan
antar butir air), Secondary Emulsifier (pemberian sifat oil wet pada material
padat lumpur sebelum terjadi emulsi), Fluid Filtration Loss Control
(Organophilic Lignites, dan Asphaltic - Asphalt atau Gilsonite), Lime (control
alkalinitas dan aktivator emulsifier pada fasa air dalam emulsi), Air atau Water
(jika airnya adalah aquadest, maka urutan selanjutnya adalah CaCl 2
kemudian Viscosifier, tapi jika airnya adalah brine, maka urutan selanjutnya
adalah Viscosifier kemudian CaCl 2), CaCl2 (pembentukan larutan garam untuk
peningkatan salinitas pada OBM agar stabilitas emulsi OBM makin tinggi),
Viscosifier (Bentonite, Hectorite, Attapulgite, dan polymeric –untuk
temperature tinggi hingga 400°F), dan Weighting Agent (Hematite dan Barite).

Flowchart Percobaan

Pembuatan
Lumpur

Tunggu lumpurnya di-


oven (350°F) dan diputar
(25 RPM) antara 16
sampai 20 jam kemudian
biarkan sampai hangat

Pengujian Emulsion
Stability OBM
dengan Emulsion
Stability Tester
Pengukuran densitas
OBM dengan
Pressurized Mud
Balance
Penentuan OWR
OBM dengan OFI
Retort Kit
Alat dan Bahan

Alat
 Timbangan Digital
 Cup
 Multi mixer
 Aging Cell
 Rolling Oven
 Emulsion Stability Tester
 Pressurized Mud Balance
 OFI Retort Kit
 Gelas Ukur

Bahan
 Sampel 1
 Oil Base: 240 cc UP2
 Primary Emulsifier: 8 cc Tesodril BS1102
 Secondary Emulsifier: 6 cc Tesodril BS1212
 Filtration Control additive: 7 gram Tesodril FCOHT
 Lime: 5 gram
 Water: 60 cc Aquadest
 CaCl2: 30 gram
 Viscosifier: 10 gram Carbogel
 Weighting Agent: 100 gram Barite
 Sampel 2
 Oil Base: 180 cc UP2
 Primary Emulsifier: 8 cc Tesodril BS1102
 Secondary Emulsifier: 6 cc Tesodril BS1212
 Filtration Control additive: 7 gram Tesofil FCOHT
 Lime: 5 gram
 Water: 120 cc Aquadest
 CaCl2: 20 gram
 Viscosifier: 8 gram Carbogel 2
 Weighting Agent: 70 gram Barite

Data Pengamatan

 Data Sampel 1
Densitas: 9.5 ppg
Emulsion Stability: 250 mV; 233 mV; 226 mV => average = 236,3333 mV
OWR: Vw = 1,6 ml; Voil = 2,8 ml; Vsolid content = 5,6 ml
 Data Sampel 2
Densitas: 9.4 ppg
Emulsion Stability: 267 mV; 246 mV; 271 mV => average = 261,3333 mV
OWR: Vw = 3,2 ml; Voil = 2,7 ml; Vsolid content = 4,1 ml

Pembahasan

 Asumsi yang Digunakan:


o Multi-Mixer
 Batang pemutar berputar dengan RPM yang optimum untuk
pencampuran OBM.
 Waktu yang dibutuhkan untuk pencampuran setiap bahan yang
dimasukkan dalam setiap step cukup optimal sehingga lumpur
dapat tercampur seluruhnya.
 Volume dan berat setiap bahan yang dimasukkan ke dalam cup
sekaligus diputar sudah sesuai dengan yang direncanakan.
 Penguapan bahan padat seperti CaCl 2 saat berada di suhu
ruangan dapat diabaikan.
 Gelas ukur dan cup yang digunakan kering sempurna.
o Rolling Oven
 Laju pertambahan suhu dalam oven optimum sehingga selama
dipanaskan dalam oven mampu menghasilkan emulsi OBM
yang stabil.
 Panas yang keluar dari celah-celah ruang dalam oven dapat
diabaikan.
 Laju pemutaran aging cell optimum untuk pembentukan emulsi
selama waktu yang ditentukan.
 Tidak ada kebocoran dalam aging cell sehingga tidak ada
penguapan lumpur yang bocor.
 Ruang kosong dalam aging cell optimum untuk memberikan
ruangan bagi lumpur yang mengembang saat dipanaskan.
o Emulsion Stability Tester
 Elektroda yang digunakan sudah bersih.
 Alat telah terkalibrasi dengan error yang dapat ditoleransi.
 Saat kalibrasi, kondensator-kondensator untuk kalibrasi memiliki
nilai tegangan yang sesuai dengan yang tertulis di permukaan
luarnya.
 Alat yang digunakan tidak rusak sehingga hasil yang didapat
akurat.
o Pressurized Mud Balance
 Lumpur telah bebas dari udara terlarut setelah diberi tekanan
tambahan dari lumpur yang diinjeksikan.
 Cup dalam mud balance telah bersih sehingga densitas yang
terukur merupakan densitas sebenarnya dari lumpur.
 Alat telah terkalibrasi dengan error yang dapat ditoleransi.
 Lumpur mengisi penuh cup dalam mud balance.
 Kesalahan paralaks dapat diabaikan.
o OFI Retort Kit
 Tidak ada gas yang terjebak dalam lumpur pada saat
pengukuran volume air, minyak, dan total solid.
 Pemanasan lumpur optimum sehingga tidak ada minyak dan air
yang tersisa di dalam total solid.
 Selama lumpur dipanaskan, ruang yang menutup lumpur
tersekat dengan baik dan hanya ada satu lubang untuk keluaran
uap air dan uap minyak menuju ke condenser.
 Semua uap air dan minyak telah terkondensasi dan terkumpul
seluruhnya di gelas ukur.

 Analisis Hasil Percobaan:


 Emulsion Stability
Secara teoritis dan praktis di lapangan, pada umumnya,
stabilitas emulsi OBM sebagai fluida pemboran yang paling baik dari
hasil pengukuran ES Tester menunjukkan nilai di atas 400 mV.
Namun, untuk fluida packer, criteria yang digunakan berbeda, yaitu
antara 300 sampai 400 mV yang stabil (Amoco, Drilling Fluids Manual).
Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh kinerja emulsifier, jika volume
emulsifier optimum, maka kestabilan emulsi OBM semakin baik, begitu
juga sebaliknya.
Hasil pengamatan dari percobaan pengujian stabilitas emulsi,
menunjukkan bahwa nilai ES rata-rata untuk sampel 1 adalah
236,3333 mV dan untuk sampel 2 adalah 261,3333 mV. Kedua sampel
menunjukkan bahwa stabilitas keduanya lebih rendah dari batas
minimum untuk persyaratan emulsi lumpur yang stabil. Akibatnya,
kedua sampel OBM tidak dapat dijadikan fluida pemboran dan fluida
sampel.
Nilai ES yang rendah ini disebabkan oleh adanya volume-
volume bahan emulsifier yang tertinggal di gelas ukur setelah
dimasukkan ke dalam cup untuk di-mixer. Selain itu, kemungkinan
gelas ukur yang digunakan kurang kering sangat besar karena jeda
waktu praktikum dengan shift sebelumnya terlalu sempit untuk proses
pengeringan gelas ukur secara alami. Tidak hanya itu, beberapa bahan
padat ada yang menguap dan pengaruh akibat penguapan tidak dapat
diabaikan.
Apabila dilakukan analisis lebih lanjut pada pengaruh tingkat
kebersihan elektroda setiap selesai pengujian terhadap hasil
pengukuran, pengaruh ini dapat dilihat dari hasil pengukuran sampel 1
yang cenderung turun secara drastic untuk setiap hasil uji. Hal ini juga
yang dapat kita lihat pada hasil pengukuran samapel 2, pada saat
pengukuran ke-2 yang mengalami penurunan harga cukup drastic
karena pada saat itu, elektroda yang digunakan kurang dibersihkan
dengan baik.
 Mud Density
Suatu formasi dengan zona tekanan normal, memiliki gradient
tekanan sebesar 0,465 psi/ft (sekitar 9 ppg). Proses pemboran dengan
metode overbalance menggunakan lumpur pemboran dengan densitas
yang besarnya lebih besar dari 9 ppg dimana perbedaan antara
gradient tekanan formasi dengan densitas lumpur disebut safety
margin. Safety margin, umumnya diambil 0,3 ppg dari gradient tekanan
formasi, menunjukkan batasan minimum tingkat perbedaan tersebut
agar lumpur tidak terlalu banyak yang loss dan tidak terjadi kick.
Berdasarkan kajian teoritis tersebut, kedua sampel
menunjukkan bahwa keduanya dapat digunakan sebagai lumpur
pemboran pada zona normal. Hal ini dapat dilakukan jika kestabilan
emulsi OBM menunjukkan angka yang ditentukan atau jika setiap
bahan dicampur sesuai dengan ketentuan volume dan lama
pencampuran serta optimasi proses pemanasan dan pemutaran
lumpur selama di dalam rolling oven.
Akan tetapi, kedua sampel tidak dapat digunakan untuk formasi-
formasi yang bertekanan sur (abnormal), yaitu formasi-formasi yang
gradien tekanannya melebihi gradient tekanan normal sehingga
disarankan untuk tidak memakai kedua sampel pada zona-zona
abnormal. Pada umumnya, untuk tekanan abnormal, digunakan WBM
yang diberi tambahan pemberat seperti hematite dan barite untuk
meningkatkan besar densitas lumpur secara signifikan.
Demikian pula, untuk zona-zona subnormal (gradient tekanan
formasi di bawah tekanan normal), kedua sampel tidak dapat
digunakan karena menyebabkan loss of circulation yang banyak
sehingga akan merugikan secara financial karena harga OBM yang
jauh lebih mahal daripada WBM. Pada umumnya, untuk zona
subnormal digunakan fluida pemboran berupa udara inert seperti N 2
yang didapat dari udara bebas setelah diproses lebih lanjut.
 OWR dan Total Solid Content
Menurut bahan awal, perbandingan antara air dan minyak
adalah untuk sampel 1 adalah 20:80 dan untuk sampel 2 adalah 40:60,
atau dalam lumpur setidaknya kandungan airnya sebesar 20% dan
40%, sementara kandungan minyaknya 80% dan 60%. Namun,
selama proses pencampuran antara air dengan CaCl 2, terdapat air
yang bereaksi dengan bahan tersebut dan menyebabkan pengurangan
jumlah air akibat reaksi yang bersifat eksotermal. Selain itu, terdapat
juga pengurangan volume air dan minyak akibat beberapa persen air
dan minyak tidak terkondensasi dengan baik serta beberapa air juga
masih terjebak di dalam padatan karena sifat wettingnya. Diasumsikan
volume padatan tidak mempengaruhi besarnya volume lumpur.
Sampel 1 menunjukkan bahwa persentase air; minyak: dan
padatan dalam lumpur secara berurutan sebesar 16%; 28%; dan 56%.
Perbandingan antara air dan minyak pada sampel ini adalah 4:7 yang
lebih besar kandungan airnya setelah pengujian dibandingkan dengan
keadaan awal. Selain itu, kandungan padatan dalam lumpur tidak
dapat diabaikan karena padatan tersebut bisa berasal dari oil base
yang memiliki kandungan padatan atau berasal dari CaCl 2 yang
dicampurkan.
Sementara itu, sampel 2 menunjukkan bahwa persentase air;
minyak: dan padatan dalam lumpur secara berurutan sebesar 32%;
27%; dan 41%. Perbandigan antara air dan minyak pada sampel ini
adalah sebesar 32:27. Hal ini semakin menguatkan dugaan awal
bahwa kemungkinan terdapat kandungan padatan pada oil base
sehingga ketika lumpur selesai dipanaskan, minyak yang keluar dari oil
base tidak 100% minyak murni.
Beberapa padatan yang tampak setelah proses pemanasan
lumpur didapat dari padatan yang terkandung dalam cairan-cairan
emulsifier, atau berasal dari padatan pada fluid loss control additive,
lime, dan viscosifier.
Kesimpulan

1. Kedua OBM yang dihasilkan kurang stabil karena hasil tes uji stabilitas
lumpur kurang dari 400 mV.
2. Densitas kedua sampel menunjukkan besar yang hampir sama menunjukkan
bahwa perbandingan minyak dan air pada kedua sampel tidak jauh berbeda.
3. Kedua sampel cocok digunakan untuk pengeboran pada formasi berzona
normal.
4. OWR saat awal dan OWR saat akhir pemanasan lumpur di Retort Kit
menunjukkan perbedaan yang signifikan.
5. Oil base tidak 100% minyak murni.
6. Beberapa asumsi gagal digunakan.

Daftar Pustaka

1. Rubiandini R.S., Rudi, Dr.-Ing. 2010. Teknik Operasi Pemboran I. Bandung.


2. Amoco Production Company. 1994. Drilling Fluids Manual Rev. 6.
3. Annis, M.R. and Martin M.V. 1996. Drilling Fluids Technology Revised. Exxon
Company.
4. Moore, Preston L. 1986. Drilling Practices Manual. Tulsa: PennWell
Publishing Company.

You might also like