You are on page 1of 15
Thabagat Mufassirin Oleh: (Siti Nadlifah, Rafika Dewi, dan Robiatul Adawiyah) A. Mufassir fi Thabagat al-'Ula 1. Mufassir dari kalangan sahabat Mifassir dari kalangan sahabat yang paling terkenal adalah empat khalifah, Ibnu Mas’ud, Ibnu “Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin az-Zubair, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Jabir dan Abdullah bin Amr bin ‘Ash. Di antara empat khalifah yang paling banyak diriwayatkan tafsirnya adalah Ali bin Abi Thalib, sedang periwayatan dari tiga lainnya jarang sekali. Hal ini karena mereka meninggal lebih dahulu, sebagimana terjadi pada Abu Bakar." Sedangkan yang paling banyak diriwayatkan tafsirnya dari kalangan bukan khalifah ialah Tbnu Abbas, Abdullah bin Masud, dan Ubay bin Ka’ab. Keempat mufassir shahaby (Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Tbnu Mas‘ud, Ubay bin Ka’ab) ini mempunyai ilmu pengetahuan yang luas dalam bahasa Arab, Mereka selalu menemani Rasul Saw. yang memungkinkan mereka mengetahui Kejadian- kejadian dan peristiwa-peristiwa nuzul Qur'an dan tidak pula ragu menafsirkan al-Qur’an dengan ijtihad. a. Tbnu Abbas Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf al-Qurasyi al-Hasyimi, putra paman Nabi, Lahir di Mekkah saat Nabi dan ahli baitnya di boikot di Syi’ib Setelah lJahir ia dibawa kepada Nabi, lalu Nabi mentahniknya Manna’ Khalil Qattan, Studi Imu-limu Al-Qur'an, penerjemah: Mudzakir AS (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2015), h. 484) 151 (menggosokkan kurma di mulut Ibnu Abbas). Itu terjadi tiga tahun sebelum beliau hijrah. Saat kecil, Ibnu Abbas selalu mendampingi Nabi, karena bibinya yang bernama Maemunah adalah istri Nabi. Saat Nabi wafat, usia Ibnu Abbas 13 tahun. ‘Ada yang bilang 15 tahun, Lalu Ibnu Abbas mendampingipara sahabat besar dan mengambil dari mereka riwayat yang tidak sempat diambilnya dari Rasulullah Saw. Ibnu Abbas banyak pengetahuannya dalam tafsir. Ia terkenal sebagai tarjumanul Qur'an (penerjemah al-Qur'an).!°” Sebab-sebah keunggulan Ibnu Abbas, di antaranya: 1) Do’a Rasulullah untuknya, “Ya Allah, berilah ia ilmu tentang kitabulah dan hikmah”. Dalam sebuah riwayat, “Ya Allah berilah ia pemahaman tentang agama dan ajarilah ia tentang tafsir 2) Dibesarkan di rumah nubuwah (Kenabian). Ia. selalu mendampingi Nabi sejak usia tamyiz sehingga mendengar banyak ilmu dari beliau dan menyaksikan beragam peristiwa dan kondisi yang melatar belakangi turunnya al-Qur’an. 3) Selalu menemani para sahabat besar sessudah Rasul wafat. Ia mengambil ilmu dan riwayat dari mereka dan mengenal dari mereka tempat-tempat turunnya al-Qur’an, dan sejarah perjalanan syari’ah. 4) Penguasaannya terhadap bahasa Arab, istilah yang asing, kekhususan dan uslubnya. Ibnu Abbas sering memperkuat 18 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensitlopedia Tafsir (Jakarta: Keam Mulia, 2009),h. 58. 107 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Samudera Utumul Qur'an, penerjemah Farikh Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja‘iz, h. 288 152 pemahamannya tentang ayat dan mengutip syair atau bait bahasa Arab 5) Derajat ijtihad yang telah dicapainya dan keberaniannya untuk menjelaskan apa yang diyakininya benar, tanpa takut dicela atau dikritik, selama yang disampaikannya adalah hag,!®8 Riwayat yang paling populer darinya ialah: 1) Jalur Mu’awiyah bin Saleh dari Ali bin Abu Thalhah, dari Tbnu Abbas sebagai jalur terbaik yang pernah dikomentari oleh Imam Ahmad, “Di Mesir ada catatan tentang tafsir riwayat Ali bin Abu Thalhah. Sekiranya seorang laki-laki pergi ke Mesir, pasti ia mendapatkan banyak”. 2) Jalur Qais bin Aslam al-Kufi, dari Atha bin Saib dari Said bin Juber, dari Ibnu Abbas. Jalur ini shahih sesuai kriteria Bukhari dan Muslim dan tidak sedikit al-Firyabi dan al- Hakim dalam kitabnya AL-Mustadrak meriwayatkannya. 3) Jalur Ibnu Ishaq, penulis sirah, dari Muhammad bin Abu Muhammad Maula Ali Zaid bin Tsabit, dari Tkrimah atau Said bin Juber, dari ibnu Abbas. Jalur ini jayid dan isnadnya hasan (di bawah shahih). Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim banyak meriwayatkannya, juga ath-Thabrani dalam Mu’jam al- Kabir. 4) Jalur Ismail bin Abdur-Rahman as-Suddi al-Kabir, ada yang dari Tbnu Malik dan ada yang dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas. Namun Ismail as-Suddi diperselisihkan. Ia seorang © Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensitlopedia Tafsir (Jakarta: Kaam Mulia, 2009), h. 61-62. 153 tabi’in berpaham syi’ah, haditsnya ada pada Muslim dan sunan yang empat. 5) Jalur Abdul-Malik bin Jurej, dari Ibnu Abbas, yang membutuhkan penelitian lebih detail agar dapat diketahui yang shahih dan yang dhaifnya. Abdul Malik bin Jurej tidak menghimpun yang shahih saja, melainkan ia juga menyebutkan yang dhaifnya tentang setiap ayat. Sejumlah ulama telahmeriwayatkan hal ini dari Tbnu Jurej di antaranya Tbnu Sahl ad-Dimyathi, dari Abdul Ghani bin Sa’id dari Musa bin Muhammad dari Ibnu Jurej dari Ibnu Abbas. 6) Jalur Dahhak bin Muhazim al-Hilali dari Ibnu Abbas. Jalur ini tidak disukai Karena jalurnya mungathi” (putus, tidak smapai) kepada Ibnu Abbas sekalipun ia dinyatakan tsiqah (terpereaya) oleh sekelompok ulama. 7) Jalur Athiah al-Urfi, dari Ibnu Abbas. Jalur ini juga tidak disukai, akrena Athiah lemah walaupun tidak lemah sekali. 8) Jalur Mugatil bin Sulaiman al-Azdi al-Khurasani, Suyuthi berkomentar tentangnya, “ALKalbi lebih didahulukan atasnya Karena Mugatil memiliki paham aqidah yang tidak baik”. 9) Jalur Muhammad bin Sa’ib al-Kalbi dari Abu Saleh dari Tonu Abbas. Inilah jalur terlemah, Yang meriwayatkan dari al-Kalbi antara lain Muhammad bin Marwan as-Suddi shaghir, yang dikomentari oleh para ulama sebagai pemalsu hadits dan haditsnya matruk."” b. Ibu Mas’ud Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensitlopedia Tafsir (Jakarta: Kaam Mulia, 2009), h. 71-74. 154 Abdullah bin Mas‘ud bin Ghafil. Nasabnya sampai pada Mudhar, bergelar Abu Abdir-Rahman al-Hudzali, Ibunya Umi Abd binti Abdud dari suku Hudzel yang terkadang dinasabkan kepadanya sehingga disebut Ibnu Umi Abd. Manna al- Qattan menjelaskan Ibnu Mas’ud lebih banyak diriwayatkan tafsirnya daripada Ali, Ibnu Jarir dan yang lain meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Demi Allah, tiada tuhan selain Dia, tidaklah diturunkan satu ayat pun dari Kitabullah kecuali aku tahu berkenaan dengan siapa dan di manakah ia diturunkan. Andaikata aku mengetahui tempat seseorang yang lebih tahu dari aku tentang Kitabullah sedang ia dapat dicapai kendaraan, pasti aku datangi.”!!” Tbnu Jarir dan lainnya telah meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, ujarnya, “Seseorang dari kami manakala belajar 10 ayat tidak pindah kepada ayat lain sebelum ia mengetahui maknanya dan mengamalkannya”. Riwayat ini menunjukkan betapa kesungguh-sungguhan Ibnu = Mas’ud untuk memahami Kitabullah. Ibnu Mas’ud sendiri telah mengungkapkan, “Saya telah mengambil 70 surat al-Qur’an dari mulut Rasulullah”.!"! Jalur Ibnu Mas’ud yang paling terkenal, di antaranya: 1) Jalur A’masy, dari Abud-Dhuha, dari Masrug, dari Tbnu Mas’ud. Jalur ini adalah jalur paling shahih dan dijadikan sandaran oleh Bukhari dalam kitab shahihnya. 110 Manna’ Khalil Qattan, Stulf Jmu-lImu Al-Qur'an, penerjemah: Mudzakir AS, h. 11 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 79-80. 155 2) Jalur Mujahid, dari Abu Mu’ammar, dari Ibnu Mas’ud, Ini juga jalur shahih dan tidak ada yang dhaif di dalamnya. Bukhari juga berpegang padanya dalam kitab shahihnya. 3 Jalur A’masy dari Abu Wail, dari Ibnu Mas"ud, yang juga shahih, Bukhari mengeluarkan riwayat darinya, Cukuplah keshahihannya dimana Bukhari telah menyatakan keshahihannya. Jalur Suddi al-Kabir, dari Murrah al-Hamadani, dari Tbnu Mas’ud. Imam Hakim mengeluarkan riwayat dari jalur ini 4) dalam kitabnya aleMustadrak dan ia menshahihkan apa yang dikeluarkannya. Jalur Abu Raug, dari Dhahhak, dari Ibnu Mas’ud. Dalam tafsirnya, Ibnu Jarir juga mengeluarkan riwayat melaluinya. 3 Jalur ini dhaif karena Dhahhak tidak berjumpa dnegan Tbnu Mas’ud (mungathi’/putus).""? ¢. Ali bin Abi Thalib Ali bin Abu Thalib bin Abdul Muthalib al-Qurasyi al- Hasyimi, anak paman Rasulullah Saw. Ia juga menantu Rasul, yaitu suami Fatimah binti Rasulullah. Ali adalah lautan ilmu, kuat argumentasinya, benar dalam menginstinbath hukum selain ahli pidato dan syair. Ia punya pemikiran yang sangat cerdas dan pemahaman yang mendalam tentang rahasia berbagai peristiwa. Para sahabat sering merujuk kepadanya dalam memahami masalah yang tidak jelas. Rasulullah Saw. pernah menugasinya menjadi hakim di Yaman, ia didoakan oleh Rasul, “Ya Allah, teguhkanlah lidahnya dan bimbinglab hatinya”."3 2 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 81-82 113 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 83. 156 Ali adalah satu di antara empat khalifah yang paling banyak diriwayatkan tafsimnya, Karena beliau hidup lebih lama daripada khalifah-khalifah lainnya, saat umat Islam membutuhan sekali kepada para ahli yang dapat menafsirkan al-Qur'an.!4 Ma’mar telah meriwayatkan dari Wahb bin Abdullah dari Abu ‘Thufail, ia berkata: Saya pernah menyaksikan Ali berkhutbah mangatakan “Bertanyalah kepadaku karena, demi Allah, kamu tidak menanyakan sesuatu kepadaku melainkan aku akan menjawabnya, Bertanyalah kepadaku tentang Kitabullah karena, demi Allah, tidak satu ayat pun yang tidak aku ketahui apakah ia diturunkan pada waktu malam ataukah pada waktu siang, di Jembah ataukah di gunung”.!!5 Abu Nwaim meriwayatkan di dalam al-Hilyah dari Tbnu Mas’ud bahwa dia berkata: “Sesungguhnya al-Qur'an itu diturunkan sebanyak tujuh huruf. Setiap hurufnya mengandung makna lahir dan bathin. Dan sesungguhnya Ali itu memiliki ilmu a6 Jahir dan ilmu bathin”, Jatur tafsir yang penting darinya ialah: 1) Jalur Hisyam, dari Muhammad bin Sirin, dari ubaidah as- Salmani, dari Ali, merupakan jalur yang shahih yang diambil oleh Bukhari dan lainnya. "4 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, mu AL-Qur'an dan Tafsir (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), h. 182-183. 115 Manna’ Khalil Qattan, Studi Imu-IImu Al-Qur‘an, penerjemah: Mudzakir AS, h 484-485, U6 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Samudera Utumul Qur'an, penerjemah Farikh Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja‘iz (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 2007), h. 288 157 2) Jalur Ibnu Abil-Husein, dari Abuth-Thufail, dari Ali. Merupakan jalur shahih yang diambil oleh Uyainah dalam tafsirnya. 3) Jalur az-Zuhri, dari Ali Zainal Abidin, dari Husein ayahnya, dari ayahnya, Ali, Jalur ini sangat shahih sampai ada ulama yang menilainya sebagai isnad paling shahih secara mutlak. Tetapi jalur ini tidak sepopuler dua jalur di atas karena adanya riwayat-riwayat bathil yang dikaitkan oleh para pemalsu riwayat dan para perawi yang lemah kepada Zainal Abidin.!"” d. Ubay bin Ka’ab Nama lengkapnya Abul-Mundzir atau Abuth-Thufail Ubay bin Ka’ab bin Qais aleAnshari al-Khazraji. Ubay adalah pemimpin qurra’ (abli qiraat) dan salah seorang penulis wahyu bagi Rasulullah Saw. TentangnyaRasulullah___pernah menyatakan, “Yang paling menguasai giraat adalah Ubay bin Ka‘ab). Adapun Ubay bin Ka’ab, maka diriwayatkan dari sebuah naskah yang besar yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far ar Razi dari Rabi? bin Anas dari Abul Aliyah darinya. Sanad ini adalah shahih. Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim banyak meriwayatkan darinya.Demikian juga Hatim di dalam kitab Mustadrak dan Ahmad di dalam kitab Musnad.78 Ubay bin Ka’ab adalah sahabat yang sangat tahu tentang kitabullah. Mungkin salah satu penyebabnya ialah_ karena sebelum Islam, ia menjadi seorang pendeta Yahudi yang sangat 1? Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 85. U8 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Samudera Utumul Qur'an, penerjemah Farikh Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja‘iz, h. 293 158 2. mengetahui tentang rahasia kitab-kitab terdahulu, Selain itu ia menjadi penulis wahyu. Ini yang menjadikannya ia sangat menguasai ilmu tentang al-Qur'an. Maka tidaklah masuk akal jika ia menemukan ayat yang sulit maknanya, tetapi ia tidak menanyakannya kepada Rasul, Oleh karenanya, Ubay bin Ka’ab tergolong sahabat yang banyak menyampaikan tafsir yang tergolong shahih riwayatnya.'!? Berikut adalah jatur-jalur riwayat darinya yang terkenal: 1) Jalur Abu Ja’far ar-Razi, dari ar-Rabi bin Anas, dari Abul- Aliyah, dari Ubay bin Ka’ab. Jalur ini shahih. Telah datang satu naskah tebal tentang tafsir dari Ubay yang diriwayatkan oleh Abu Ja’far ar-Razi dengan isnad ini yang sampai kepada Ubay. 2) Jalur Waki, dari Sufyan, dari Abdullah bin Muhammad bin Ugel, dari Thufail bin Ubay bin Ka’ab, dari ayahnya, Ubay. Imam Ahmad mengeluarkan riwaytanya dalam kitab Musnadnya dengan kriteria Hasan. Karena Abdullah bin Muhammad bin Ugel sekalipun sangat jujur, namun hapalannya menjadi bahan pereakapan,!2° Mufassir davi kalangan tabi?in Sesudah berlalu zaman sahabat, tersebarlah dalam kalangan tabi’ in ulama-ulama yang menerima riwayat-riwayat dari sahabat itu. Tabi’in yang terkenal ialah murid-murid Ibnu Abbas dan murid- murid Ibnu Mas’ud. Yang meriwayatkan tafsir dari Ibnu Abbas ialah Mujahid ibn Jabir, Atha’ ibn Abi Rahah dan Ikrimah maula Ibnu Abbas. Semua beliau ini dari ulama Makkah dari golongan Mawali. 1° Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 86-87. 129 Muhammad Husein adz-Dzahabi, Ensiklopedia Tafsir, h. 87. 159 186, Yang paling banyak meriwayatkan dari Ibnu Abbas adalah Ikrimah dan yang paling sedikit adalah Mujahid.!?! Ibnu Taimiyah berkata: “Manusia yang paling mengetahui tafsir adalah penduduk Makkah, karena mereka adalah murid-murid dari Ibnu Abbas, seperti Mujahid, ‘Atha’ bin Abi Rabbah, Tkrima maula Ibn Abbas, Sa’id bin Jubair, Thawus, dll. Sedang di Madinah ada beberapa ulama dalam di bidang tafsir, seperti Zaid bin Aslam yang dijadikan guru oleh ankanya, Abdurrahman bin Zaid dan Malik bin Anas. Dalam al-ligan juga dijelaskan di antara mereka yang paling menonjol adalah Mujahid, Al-Fadl bin Maimun berkata: “Aku mendengar Mujahid berkata: “Aku mengajukan al-Qur'an kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga puluh kali”. Khusaif berkata: “Yang paling mengetahui tafsir di antara mereka adalah Mujahid”, Ats Tauri berkata: “Jika telah datang kepadamu tafsir dari Mujahid maka tafsir itu cukup bagimu”.!2 Demikian juga di Kufah adalah murid-murid [bnu Mas’ud, yang terkenal adalah murid Ibnu Mas’ud, di antaranya “Algamah, al- Aswad bin Yazid, Ibrahim an-Nakha’i dan asy-Sya’bi, Termasuk mufassir pada zaman ini adalah al-Hasan al-Bashri, “Ata” bin Abi Muslim al-Khurrasani, Muhammad bin Ka’b al-Qurazi, ‘Abul “Aliyah Rafi’ bin Mahran ar-Rayahi, Dahak bin Muzahim, *Atiyah bin Sa’ad al-“Aufi, Qatadah bin Di’amahas-Sadusi, ar-Rabi’ bin Anas dan as-Sadi.'? "1 Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, llmu Al-Qur‘an dan Tafsir, h. 185- 122 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Samudera Ulumut Qur'an, penerjemah Parikh Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, h. 294, 485. "35 Manna’ Khalil Qattan, Studi Iu-limu Al-Qur‘an, penerjemsh: Mudzalkir AS, h 160 Qatadah berkata : “Yang paling pandai diantara para tabi’in ada empat: Atha’ bin Abi Rabbah; adalah orang yang paling mengetahui mengenai ibadah haji. Sa’id bin Jubair; adalah orang yang paling pakar mengenai tafsir. Ikrimah; adalah orang yang paling mengetahui di bidang sejarah Rasulullah Saw. (sirah) dan Hasan; adalah orag yang paling mengetahui tentang yang halal dan haram.”.!?# 3. Mufassir setelah masa tabi?in Pada masa ini, disusunlah kitab-kitab tafsir yang mengumpulkan pendapat-pendapat para sahabat dan tabi’in, seperti Sufyan bin ‘Uyainah, Waki bin Jarrah, Syu’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin Harun, Abdur Razzag, Adam bin Abi Iyasy, Ishaq bin Rawaih, Rauh bin Ubadah, “Abd bin Humaid, Sunaid, Abu Bakar bin Abi Syaibah, dil. 125 4. Mufassir di Level- Level Selanjutnya a. Setelah generasi mereka adalah Ibnu Jarir ath-Thabari dan Kitabnya adalah kitab yang paling mulia dan yang paling agung di bidang tafsir. Kemudian Ibnu Abi Hatim, Tonu Majah, Hakim, Tbnu Mardawaih, Abu Syeikh bin Hayyan dan Tbnu Mundzir. Semuanya diriwayatkan dengan sanadnya dari para sahabat dan tabi’in serta tabiut Tabi’in. Tidak ada yang lain selain hal itu, kecuali Tbnu Jarir. Sesungguhnya, dia berusaha untuk menjelaskan pendapat-pendapat, mentarjih yang satu dengan yang lainnya, menjelaskan i’rab dan mengambil kesimpulan dari ayat. Karena itulah, kitab ini menjadi lebih baik dari semua kitab tentang tafsir. 14 Imam Jalaluddin as-Suyuthi, Samudera Ulumul Qur'an, penerjemeh Farikh ‘Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, h. 294-298. 25 Manna’ Khalil Qattan, Stu Imu-IImu Al-Qur‘an, penerjemah: Mudzakir AS, h 486. 161 b Selanjutnya banyak ulama yang menyusun kitab tafsir, mereka meringkas snaad dan meriwayatkan beberapa pendapat begitu saja. Sehingga tercampur aduk dengan hal-hal baru. Dan tercampurlah antara yang shahih dengan yang dhaif. Kemudian setiap orang yang terlintas sebuah pendapat di benaknya, maka dia menulisnya, kemudian orang lain sepeninggal mereka meriwayatkannya denan dugaan bahwa ia memiliki sanad tanpa berusaha untuk melakukan penelitian terhadap riwayat-riwayat dari para ulama salaf dan ulama yang dapat dijadikan sebagai rujukan di bidang tafsir. Generasi berikutnya, para ulama yang mahir di berbagai bidang ilmu menyusun kitab tafsir. Maka masing-masing di antara mereka memfokuskan di bidnag yang dikuasainya. Seperti contos Seorang ahli nahwu, seoalah-olah mereka tidak memiliki Kehendak kecuali hanya mengi’rab dan _memperbanyak kemungkinan-kemungkinan di bidang nahwu, meriwayatkan kaidah-kaidah nahwu, permasalahan-permasalahannya, cabang- cabangnya dan perbedaan ulama nahwu tentangnya, seperti az Zajjaj, al-Wahidi di dalam kitab al-Basith, Abu Hayyan dalam Kitab al-Bahr dan an-Nahr. Begitu pula mereka yang ahli dalam ilmu lainnya, seperti sejarah, ahli fikih, logika, dll. Kemudian datanglah masa kebangkitan modern, pada masa ini mufassir menempuh langkah dan pola baru dengan memperhatikan keindahan uslub dan kehalusan ungkapan serta dengan menitikberatkan pada aspek-aspek sosial, pemikiran kontemporer dan aliran-aliran modem, schingga labirlah tafsir bercorak “sastra-sosial”, Di antara mufassir kelompok ini ialah Muhammad Abduh, Sayid Muhammad Rasyid Ridha, 162 Muhammad Mustafa al-Maraghi, Sayid Qutub dan Muhammad ‘Tzaah Darwazah.'”6 B, Ukuran yang Dipakai untuk Membuat Thabagdt Dalam mengklasifikasikan Thabagdt-thabagat Mufassir, para ulama seperti Jalaluddin as-Suyuthi dalam kitabnya al-Itqan, Manna’ Khalil Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ulumil Qur'an, membaginya berdasarkan waktu atau masa hidup para mufassir. Yang dimulai dari generasi sahabat, yaitu mereka yang hidup semasa dengan Nabi, kemudian Nabi wafat. Setelah masa sahabat berakhir, dimulai dengan generasitabi’ in, yaitu mereka yang merupakan murid-murid dari sahabat- sahabat Nabi. Kemudian disusul dengan tabi’ut tabi’in, yaitu generasi setelah masa tabi’in, dan seterusnya. Selain itu, ada juga yang mengelompokkannya_berdasarkan madzhab-madzhab yang diikuti oleh para mufassir, yaitu Dr. Yunus Hasan Abidu dalam bukunya Tafsir al-Qur’an; sejarah tafsir dan metode para mufassir”. Ia menjelaskan bahwa thabagat Mufassir dibagi menjadi empat. Pertama, thabagat sahabat dan tabi’in, seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Ubay bin ka’ab, dan yang lain, Kedua, thabagat para mufassir dari Ahli Hadits, seperti Bukhari, Muslim, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan yang lain. Ketiga, Thabagat para mufassir dari Ahlussunnah wal Jama’ah, seperti an-Naisaburi, Abul Hasan al-Asy’ari, al-Baidlawi, dan yang lain, Keempat, mereka yang menganggap diri mereka sebagai miufassir, yakni ahli bid’ah, seperti kaum Syi’ah, Bathiniyah, Mu‘tazilah, Khawarij, dan yang lain,!2” 125 Manna’ Khalil Qattan, Studi Inu-Iimu Al-Qur‘an, penerjemah: Mudzakit AS, h 488. 1 Yunus Hasan Abidu, Tafsir al-Qur'an: Sejarah Tafsir dan Metode Mufassir (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h. 81 163 Pada intinya, ukuran yang dipakai untuk membuat thabagat ada beberapa macam. Yaitu berdasarkan waktu/masa/generasi, paradigma berpikir, metode, madzhap, dan wilayah. C. Kesimpulan 1. Thabagat Mufassir adalah tokoh-tokoh Mufassir (ahli tafsir) dari setiap generasi yang dimulai sejak zaman sahabat, Mufassir dari kalangan sahabat yang terkenal, di antaranya: Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab. Banyak riwayat yang menjelaskan kelebihan dan kepiawaian mereka perihal tafsir. Mufassir dari kalangan tabi’in yang terkenal, di antaranya: Mujahid, Qatadah, Ikrimah, dan yang lain, yang merupakan murid dari para sahabat. Berikutnya para Mufassir setelah generasi tabiin tetap berlanjut sesuai dengan gaya dan corak masing-masing sampai era modern sekarang ini. 164 DAFTAR PUSTAKA Abidu, Yunus Hasan, Tafsir al-Qur'an: Sejarah Tafsir dan Metode Mufassir, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007. Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, Ensiklopedia Tafsir. Jakarta: Kalam Mulia, 2009. As-Suyuthi, Imam Jalaluddin, Samucera Ulumul Qur'an, penerjemah: Farikh Marzuki Ammar dan Imam Fauzi Ja’iz, Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 2007. Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Semarang: Pustaka Rizki Putra. 2009. Qattan, Manna’ Khalil, Studi Imu-Ilmu Al-Qur'an, penerjemah: Mudzakir AS Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2015. 165

You might also like