You are on page 1of 13
AL-ATTAS OWA OR? Dinar Dewi Kania Dosen STMT Trisakti Jakarta dan MAHI Depok idak ada yang memungkiri hegemoni | epistemologi sekular di dunia akademik saat ini, Ziauddin Sardar bahkan mengamati betapa epistemologi sekular kini telah dinobatkan sebagai kebenaran universal dan satu-satunya mode of knowing’. Dalam kerangka epistemologi sekular yang dibangun oleh para pemikir Barat (Eropa), ilmu hanya terbatas pada perkara-perkara yang terlihat, tersentuh, dan terukur, seraya menolak yang bersifat metafisis, dan mereduksi otoritas dan intuisi kepada nalar akal dan pengalaman indrawi semata. Penceraian ilmu dari hal-hal yang bersifat metafisis berujung pada klaim bahwa ilmu itu bebas nilai (value free), kendati nyatanya tidaklah demikian dan disusupi oleh cara pandang worldview yang tidak Islami? Beate ets om i mln, ‘AsShala (Yogyakarta: Pustaka lam tuhsan ini, digunakan istilah ‘imu’ im itn dint yr dane an amam emh bere eabang. Kritik terhadap filsafat pengetahuan dav sains Barat diantaranya telah dilontarkan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas, seoray cendekiawan Islam kontemporer yang mem! perhatian khusus terhadap sekulari liberalisme. Al-Attas melihat permas. paling serius dan destruktif di zaman ini da dari kebudayaan Barat yaitu kerusakan akibat disebarkannya ilmu-ilmu ya seperti ilmu sebenar, namun sesun:! menebarkan kekeliruan dan kebingun; sikap skeptis pada diri manusia.’ Kebingw’ intelektual muncul sebagai hasil dari perth? dan larangan penggunaan kata-kata kunci "= memproyeksikan pandangan alam (« yang berasal dari wahyu. Kebingwns*” intelektual menjelma menjadi kerusahsr moral dan kebudayaan yang merupaka & Membatast ilmu hanya pada simu tentans ° indrawi saja merupakan penyempitan ari m: Sebenarnya dan tidak sesuat dengan tradi SMe © Syed Muhammad Naquubyal-Attas, Islam the Comer ut «end the Foundation ofEtbcs and Morality (Kuala Lure 2013), him. 43-44 | \ ] 18, vorune x1. 00.2, 4005 kemerosotan ilmu agama, keimanan, dan nilai- nilai.* Al-Attas berpendapat bahwa salah satu perbedaan paling fundamental antara Islam dengan filsafat dan sains modern berkisar pada masalah pengertian realitas dan kebenaran, serta hubungannya dengan fakta. Pengertian dari terminologi tersebut berpengaruh sangat besar dalam memahami ilmu dan proses serta nilai epistemologi, dan pada akhirnya menyebabkan perbedaaan mendasar dalam memahami hakikat manusia? Proses sekularisasi telah menghilangkan Tuhan, jiwa, dan seluruh aspek metafisik yang mengontrol logika manusia, sehingga penyangkalan terhadap realitas dan ceksistensi Tuhan tersirat dalam filsafat Barat modern. Hal tersebut menyebabkan metodologi dan epistemologi sains modern menolak penggunaan wahyu dan agama sebagai sumber ilmu yang sebenarnya (true knowledge). Visi tentang realitas menurut Rasionalisme dan Empirisme hanya terbatas pada realitas alam (natural world) semata yang dijadikan satu-satunya tingkatan realitas. Pembatasan tersebut mengikuti pereduksian kemampuan dan kapasitas fakultas kognitif dan perasaan/indra (sense) menjadi bagian dari realitas fisik semata. Dalam sistem ilmu seperti ini, alam dideskripsikan secara sederhana dalam terminologi rasional dan natural, terlepas dari signifikansi spiritual atau interpretasi simbolik, serta mereduksi asal muasal alam dan realitas hanya sebatas kekuatan-kekuatan alam.* ‘Al-Attas mengakui bahwa terdapat banyak persamaan antara pandangan Islam dengan pandangan filsafat dan sains modem mengenai sumber dan kaidah ilmu; kesatuan cara rasional dan empiris untuk mencapai ilmu, gabungan pandangan realisme, idealisme, dan pragmatisme sebagai dasar ilmu bagi filsafat sains. Namun, persamaan ini hanya tampak pada aspek lahiriah dan tidak menghapuskan perbedaan mendasar yang timbul dari beberapa perbedaan penting dalam pandangan alam dan kepercayaan manusia terhadap sifat Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the MaphycofIam (Kuala Lumpur International Intute of Mame Thaw ed Colca STACI, 208) Mm 13 Selanyuinya dsnghat Praegmens 2 td hie 125, * Ind, Him 145 akhir hakikat.” Kekeliruan pemikiran ilmiah ini akhirnya menyebabkan kemerosotan imu mengenai agama, iman, serta akhlak dan budi pekerti.* Selain tantangan dari keilmuan Barat, faktor internal yang menyebabkan timbulnya Kemerosotan tersebut adalah karena ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu rasional (intellectual sciences) secara sistematis telah ditinggalkan akibat tumat terlalu sibuk dengan permasalahan sosial dan politik. Interpretasi terhadap ajaran Islam akhirnya tereduksi menjadi sebatas penerapan dari ilmu fikih dan ilmu-ilmu sejenis, seperti ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial? Oleh karena itu, kajian tentang epistemologi Islam menjadi prioritas utama dalam upaya mengatasi permasalahan ilmu dan pendidikan yang telah kehilangan arah dan tujuannya. Epistemologi berasal dari bahasa Yunani émiovipn/episteme yang berarti pengetahuan (knowledge)'® dan Adyos/logos yang berarti ilmu. Epistemologi merupakan cabang filsafat yang membahas mengenai ilmu, sehingga epistemologi dikenal dengan nama filsafat imu atau teori ilmu, Epistemologi bertujuan untuk menganalisis proses mendapatkan ilmu. Oleh karena itu, pertama-tama harus diketahui di mana proses tersebut dimulai dan kapan harus berakhir."' Epistemologi terjadi melalui tiga kerangka pikir (mental frameworks). Kerangka pertama adalah terbentuknya pandangan alam (worldview) dari para ilmuwan. Worldview merupakan kerangka berpikir umum General framework) yang merupakan lingkungan konseptual (conceptual environment) di mana tiap- tiap aktivitas ilmiah tumbuh."? Dalam kerangka kedua, terbentuk scientific conceptual scheme atau disebut konteks (context) ilmu, sedangkan 7 Syed Muhammad Naquib al Attas, Tinian Rings Peri Ima dan Pndangan Alam (Pulau Pinang: Penerbit Universit Sains Malaysia, 2007), him. 6. Selaryutnya disingkat Pr Ion 8 Thad hm. 41 * Syed Muhammad Naquib al-Attas, On Justice an! Th Nature «of Mon (Kuala Lumpur. IBFIM, 2015), him 3-4 Jonathan Ree (ed), The Conc Enyclieaof Weer Paso, 3rd Edition (New York: Routledge, 2008), him. 112— 113, "Alparslan Acikyenc, Scentfic Ths and I Burden, An Esty nthe Hoery and Phloephy of Scene (Istanbul: Fash Universit Yyinlars 2000), hl 20 1 Menurut al-Attas, the woreiew of Islam bukan sebatas pemikiran spekulatit yang diperotch melalu observast terhadap dunia empiri tok semata, namun the wld of Islam emencakup dunva dan akhirat, atau alam fistk dan imetatvsk Lihat Syed Muhammad Naguib al-Attas, "Islamic Flonphy an ltroducn’,al lm Poh 208 C] ILAMIA, VOLUME XI, NO. 2, AGUSTUS 2017 ccc Ooo _— ., tahap ketiga merupakan technical vocabularies atau perbendarahaan kata teknis dan pandangan (outlook) dari jaringan konsep-konsep dalam keilmuan yang spesifik.”” Tulisan ini bertujuan untuk mengetahut epistemologi dalam pemikiran Syed Muhammad Naquib al-Attas yang mencakup makna atau hakikat ilmu dan bagaimana ilmu tersebut diterima oleh manusia. Kajian epistemologi terkait erat dengan kajian ontologis yang ditujukan untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yaitu objek yang ditelaah ilmu, wujud hakiki objek tersebut, serta hubungan objek tersebut dengan daya tangkap manusia, seperti mengindra, berpikir, dan merasa, hingga membuahkan ilmu."* Namun tulisan ini tidak membahas obyek ilmu pengetahuan secara spesifik yang merujuk pada realitas-realitas sebagai hal yang mungkin diketahui oleh manusia."” Al- Attas menjabarkan makna realitas dan hubungannya dengan ilmu pengetahuan secara rinci dan komprehensif dalam karya-karya ilmiahnya schingga diperlukan kajian tersendiri mengenai permasalahan tersebut. Hakikat Imu Al-Attas berpendapat bahwa tiap peradaban dan kebudayaan memiliki perbedaan dalam mendefinisikan ilmu dan ilmu-ilmu turunannya, Perbedaan tersebut juga mencakup pemahaman 3 Alparlan Acikgenc, Swtfic Thouht nd Its Bare, him. 140 Rodyalina Khuzai, Dio Epitenoloi: Muhammad [thal dan ChrkesS Pace (Bandung: Refia Adtama, 2007), him. 2. Objekilmu dalam kajan epstemologi merijuk pada realtas- realtas sebaga hal yang mungkindiketahui oleh manusia sebagai subjek lmu melalui proses atau caa-cara tertent Pandangan tertentu tentang realtas yang telah diterima secara.apror oleh kelompok ilmiahtertenty, pada akhirnya, akan menentukan serangkaianfenomena yang dipilih untuk tds him 142, > Hall merupakan definisi yang menspesifkastan circ utama yang membedakan objck yang didefnstan dar ‘objeklinnya, Contohaya adalah ‘manusia adalah ewan Yang berpir” Ghoeeaan saath). Kemampuan berbcars (sub) yang merupakan manifests dan daya berpii lah yang menjcikan manusia berbeda dant spesics spestet ibinnys yang terdapa dalam genus hewan. Dehn tase sdblahdefmsiyang meneranghan cin-m utama sua obyek ddan bukan exens dan ebyk tersebue Conteh, manusia achlah makhluk yang terawa" ka dalam kategory hall ‘manusia dipahkan dar eres hewan anny naman deft tao hanya menerangkan sla satuaspek dart manus What Wan Mohd. Nor Wan Daud, Flo don Poke ‘so, him 143-144 * Berm Ne 13.39. > Premen n.133 antara orang yang mengetahui dengan makna dan bukan antara yang mengetahui (subjek ilmu) dengan yang diketahui (objek ilmu). Unsur-unsur makna ini dikonstruksikan oleh jiwa dari objek-objek yang ditangkap oleh indra ketika jiwa menerima iluminasi (pencerahan) dari Allah SWT. dan berarti unsur-unsur tersebut tidak terdapat dalam objek-objek yang ada.” That's why we defined knowledge pistemologically piri inte °f the meaning of tie, or the arrival ofthe soul atthe meaning of thing The meaning of thing’ means the right meaning of it; and what is considered to be te ‘right’ meaning is determined by the Islamic vision of reality and truth as projected by the Quranic conceptual system, its reflected meanings in the Hadith and Sunnab and in the things of tbe empirical world, is unravelled by the come metbods and interpretation (tafsir and ta’ wil) 2 mu merupakan pengenalan mengenai hakikat sesuatu seperti adanya. Bagi al-Attas, mengenali dan mengetahui sesuatu berarti mengenali dan mengetahui sebab-sebab wujud dan keadaan sesuatu yang dikenali dan diketahui.® IImuadalah perolehan jiwa tentang sesuatu yang menggambarkan hakikatnya secara tepat dan jernih, baik hakikat yang tampak (zabir) di alam fisik (syahidab) maupun. yang tersembunyi (batin) di alam ghaib. limu merupakan peringatan, gambaran akal, renungan, dan pandangan batin. IImu adalah perkara batin dan bukan sesuatu yang tampak di luar.* Wan Mohd Wan Daud Fila hn Pakik Priam (lam, Nm. 149 % Syed Muhammad Naguib AL-Attas, The Psi Aspects of Tass, Prominary Thoughts ma lam Phos of Scie Kuala Lumpur. Islamic Academy of Science, 1981, him. 7, 2 Perl, ln 13. % Th, him. 13 dan 39. [ ia] ] ISLAMIA, VOLUME XI, NO. 2, AGUSTUS 2017 / Definisi tersebut merujuk kepada tiga hal penting yang menjadi dimensi dari ilmu menurut al-Attas. Tiga hal tersebut adalah jiwa, makna, serta sifat-sifat dan kegunaan ilmu. Defin ilmu menurut al-Attas juga telah memosisikan jiwa manusia sebagai entitas spiritual yang aktif untuk mempersiapkan diri dalam menerima kehadiran makna yang merupakan bentuk intelijibel. Dalam tradisi Islam, jiwa manusia dikenal dengan sebutan nafs, ‘aql, qalb, dan rub. Keempat istilah tersebut pada hakikatnya adalah realitas tunggal dengan empat keadaan (ahwal/ modes) yang berbeda, dan masing-masing terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif, dan spiritual. Pada saat entitas tersebut terlibat dalam inteleksi dan pengertian, maka entitas tersebut disebut"intelek”. Ketika mengatur tubuh, ia disebut"jiwa”, ketika menerima iluminasi intuitif maka entitas tersebut disebut”hati”, dan ketika kembali pada dunianya sendiri maka entitas abstrak tersebut disebut"ruh.” Ithas marcy names because of its accidental modes or state (abwaal). Thus when itis involved in intellection and apprehension it called ‘intelect, when it governs the body itis called ‘soul’, when it engaged in receiving intuitive illumination itis called ‘bear’, and when it reverts tits own world of abstract entittes it is called ‘spirit, Indeed, it isin reality always enggaged in manifesting itself inall its stats.” Sifat jiwa menurut al-Attas adalah aktif, sehingga baik akal maupun kalbu merupakan fakultas yang secara terus-menerus beraktivitas ‘walaupun manusia dalam keadaan tidur. Al-Attas berpandangan bahwa sebagai penerima ilmu, jiwa manusia bukanlah sesuatu yang pasif atau penerima tanpa daya. Jiwa manusia merupakan entitas yang mampu bertindak menyediakan dirinya menerima apa yang hendak diterimanya sehingga ia tiba kepada makna.#* Berkaitan dengan sifat jiwa yang aktif ini, al-Attas mendefinisikan ilmu sebagai gerak daya memperoleh ilmu dan merujuk kepada suatu sifat yang berada pada makhlukhidup, dalam hal ini manusia yang memberi kemampuan dirinya (subjek ilmu) untuk mengetahui yang diketahui Cobjek ilmu). Gerak daya tersebut merupakan 3 Pelegomena, Flo 148 % Per lima, him. 39. gerak daya ke arah penjelasan, penetapan, dan penentuan serta pengikraran terhadap kebenaran. Ilmu merupakan pengenalay terhadap apa yang dikenali sebagaimana adanya melalui proses akali (menelusuri tilikan akal). Pengenalan yang dimaksud disertai dengan keyakinan akan kebenarannya dan merujuk kepada hikmah. Sebagaimana jiwa manusia yang memilik beberapa istilah, makna (ma'na) menurut al-Attas juga merujuk kepada beberapa nama. Pada hakikatnya, makna merupaken bentuk intelijibel yang berkaitan dengan kata, ekspresi, atau simbol yang diterapkan untuk menunjukkan itu. Ketika itu kata ekspresi, atau simbol menjadi gagasan dalam pikiran Cagl: mutq). Hal disebut"dipahami" (mabfim). Sebagai bentuk intelijibel yang dibentuk untuk menjawab pertanyaan” Apa itu2” Bentuk intelijibel tersebut disebut’ esensi” (nabiyyah). Apabila ia dianggap sebagai sesuatu yang ada di luar pikiran atau secara objektif, hal ini disebut"realitas” (baqiqab). Sebagai suatu realitas yang membedakan sesuatu dari yang lainnya maka ia disebut"individualitas” atau" eksistensi individu” (buwiyyab). Meaning is an intelligible form with regard to which a word, an expression, or a symbol is applied todenote it. When that word, expression, or symbol becomes a notion in the mind (‘aq]: mata) itiscalled the ‘understood’ (mabfim). As an ineligible form that is formed in answer to the question” what is it" itis called ‘essence’ (mbiyyyab).Considered a something that exist outside the mind, or one itis called ‘reality’ (hagigah). Seen 45 a specific reality distiguished from the ober, itiscalled individuality" or ‘individual existence (buwiyzyab) Secara umum, makna (ma'nd) diaetikan sebagai “recognition of the place of anything in 3 system” atau pengenalan terhadap’ tempat dari segala sesuatu di dalam sebuah sistem Konsep tempat” pada definisi makna, menget kepada pengenalan terhadap” tempat ya" tepat” yang berkaitan dengan domain ontolox’s yang mencakup manusia dan dunia empits serta domain ontologis yang mencakup aspek religius pada eksistensi manusia. Makna hart melibatkan pengakuan terhadap tempat se#!? Sh tin Prgms im, 123 sus 20!7 I a ] 221, vorume x1.No 2, AGUSTUS sesuatu di dalam sistem, sehingga imu sejati terdiri atas pengakuan terhadap" tempat yang tepat” bagi Allah SWT. dalam urutan" being” dan cksistensi. Al-Attas menegaskan bahwa"tempat” merujuk kepada letaknya yang wajar dalam sistem, yaitu sistem pemikiran dalam al-Qur’an yang diuraikan secara sistematis melalui tradisi para nabi dan dituturkan olch agama sebagai suatu pandangan alam (worldview), schingga menghantarkan kepada pengenalan tethadap Tuhan Semesta Alam." Hal ini berarti bahwa ilmu tanpa pengakuan terhadap eksistensi Tuhan bukan merupakan ilmu yang sesungguhnya If meaning involves the recognition ofthe place o ang eon er oacg eat the recognition ofthe proper place of God in the order of being and existence, The concept of ‘proper place’ pertains to two domains of application: on the ome band it refers to the ontological domain which includes man and the world of empirical things, and on the other hand it refers to the ontological domain which includes the religious aspect of buman existence, Pengenalan tempat yang tepat juga mengisyaratkan bahwa ilmu sejati harus merujuk kepada otoritas keagamaan. Tradisi keilmuan Islam membedakan otoritas menjadi dua jenis. Pertama adalah para sarjana, saints, dan orang-orang berilmu yang merupakan rangkaian berkelanjutan dari ucapan orang- orang yang rasionya tidak dapat menerima bahwa mereka memiliki tujuan bersama untuk berbohong. Otoritas kedua adalah utusan Allah Swe. yang bersama-sama dengan al-Qur'an dan as-Sunnah merupakan otoritas tertinggi sebagai sumber dan saluran ilmu-ilmu yang bersifat absolut." Makna yang tepat adalah yang ditentukan oleh visi Islam akan realitas dan kebenaran sebagaimana yang diproyeksikan sistem konseptual berbasis al-Qur'an, yang maknanya tercermin dalam Hadits dan Sunnah serta dalam hal-hal dari dunia empirik yang terurai oleh interpretasi dan metode ilmiah (tafsir dan ta'wil), Dapat disimpulkan dari pemaparan tersebut bahwa al-Attas melihat ilmu sebagai pertemuan diri manusia yang paling Bama, Bm. 42 Syed Muhammad Naguib al-Attas, The Potioe Aspats of Tasuows, hw 8, ibat juga Tinjousn Ring Peri, hl. 42. ™ Prlogomena, rn, 121 sensi, yaitu jiwa dengan makna bersamaan dengan tibanya makna pada jiwa manusia Definisi ini mendudukkan posisi jiwa manusia sebagai entitas spiritual yang aktif untuk mempersiapkan diri dalam menerima kehadiran makna yang merupakan bentuk intelijibel. Jiwa dikenal dengan sebutan nafs, ‘al (intelek), galb (hati), dan ruh yang pada hakikatnya adalah realitas tunggal dengan empat keadaan (abwal/modes) yang berbeda, dan masing-masing terlibat dalam kegiatan- kegiatan yang bersifat kognitif, empiris, intuitif, dan spiritual, sedangkan makna (na’na) secara umum berarti ‘the recognition of the place of anything in a system’ atau pengenalan tethadap"tempat” dari segala sesuatu di dalam sebuah sistem. Konsep"tempat” pada definisi makna mengacu kepada pengenalan terhadap’ tempat yang tepat” yang berkaitan domain ontologis yang mencakup manusia dan dunia benda empiris, serta domain ontologis yang mencakup aspek religius pada eksistensi manusia. Satu aspek dari ilmu yang dibahas secara substansial oleh al-Attas yaitu sifat dan kegunaan ilmu berdasarkan pandangan alam islami (Islamic Worldview) yang berbeda dengan kegunaan dan sifat ilmu dalam pandangan hidup Barat (Westers Worldview), terutama dalam memandang realitas dan hakikat kebenaran, Pandangan alam Barat tersebut telah menyebabkan pengaburan antara yang bag dan yang batl, yang sebenarnya dengan yang palsu, karena ilmu telah terlepas dari iman atau Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisik akibat sekularisasi, padahal dalam pandangan alam islami, iman mengandung unsur ilmu yang memahamkan tentang kebenaran pada akal manusia,* Salah satu sifatilmu menurutal-Attas adalah kemungkinan dicapainya ilmu yang sejati Relativisme yang mendominasi sains Barat modern saat ini telah menafikan kemungkinan tercapainya ilmu disebabkan ilmu merupakan sesuatu yang tidak terbatas karena objek ilmu tidak terbatas, Al-Attas menentang dengan tegas pemahaman tersebut karena Islam 5 Be Tn, 2 | 7 ] S28 vores x. n0.2,n0ustus 207 _—_————_ sia mencapai ingkinan manus pd walaupun mengafirmasi ima yang seat; Menarsin Ts bats ‘objek ilmu tidak terbatas, ok mu, sehings? Kebenaran dalam setiap ca aevang hakiki pencarian atau pengejaran Hm YE Eee en at in terhadap ilmu a he naka jpencarian terhadap ilmu yang hakiki merupakan hal mustahil dalam a vwaktu yang terbatas, yang memiliki awa Shir Selain itu, pencarian tanpa akhir dapat menyebabkan ilmu menjadi tidak bermakna, Ketidakmampuan menemukan ilmu yang sejati merupakan penyebab adanya krisis Kebenaran yang menimpa tiap generasi, Al- ‘Attas memandang krisis yang terjadi pada zaman ini lebih akut dari krisis yang telah terjadi di masa lalu. Krisis akut ini disebabkan oleh ketidakmampuan filsafat modern dan sains memberikan jawaban meyakinkan terhadap pertanyaan-pertanyaan permanen tentang kebenaran. Filsafat modern dan sains hanya mampu menjelaskan “perspektif kebenaran” dari zaman ketika krisis kebenaran itu muncul,, namun bukan kebenaran yang sesungguhnya kkarena mereka telah melepaskan kebenaran dari objektivitasnya. Imu sains telah menyesatkan. cara berpikir dan filsafat mereka mengenai ‘tujuan dan sifat ilmu yang memiliki keterkaitan dengan hakikat alam semesta.* Sifat ilmu lainnya yang ditegaskan oleh al- Attas adalah perihal ketidaknetralan ilmu, Al- ‘Attas menentang pandangan yang menganggap ilmu sebagai sesuatu yang bebas nilai. limu ‘memang tampak tidak berpihak dan netral. Iu dianggap sebagai sesuatu yang jernih, sehingga dapat menangkap kandungan sesuatu seperti apa adanya tanpa diwarnai olch penilaian diri (ranust Menunsny, ilmu tidak netral karena Speen lh na-niayng erp lam Keren Scbugesubjck mu, Hal tersebut berusaha memahami Tanda feedayaan lama ryataan ee dengan pengerian tertentumeskipun, Sebagai contoh ae aman di antara mereka. tara Isha Barat modem terdapat ees kebudayaan an fundamental Mengenas ilmu dan ohn ‘due ne 1 7 mencari imu.’ Proses Mengetahul Bangunan epistemologi al-Attas banyak mengadopsi pandangan-pandangan al. Ghazali (1058- 1111), terutama dalam kitab Ma’arij al-Quds, yang diturunkan dari kitab Shifa’ dan Najat Ibn Sina (980-1037).* Sebagaimana telah dijelaskan mengenai definisi “Ton, bagial-Attas, imu ditangkap atau diterima oleh jiwa manusia, Jiwa manusia memiliki fakultas atau kekuatan-kekuatan (qua) yang termanifestasi melalui hubungannya dengan tubuh, Jiwa mirip sebuah genus yang terbagi menjadi tiga jiwa yang berbeda, yaitu jiwa vegetatif (al-nabatiyyab), jiwa hewani (al. hayawaniyyab), dan jiwa insani (al-insaniyyah) atau jiwa rasional (al-natigab). Dalam hal ini aL-Attas mengadopsi pemikiran Ibn Sind yang membagi kekuatan jiwa menjadi tiga fakultas Bagi Ibn Sind, jiwa nabati (al-nafs al-nabatiyyah) adalah fakultas aktif yang bekerja dengan keterpaksaan dan kemajemukan arah dan spesies. Jiwa hewani (al-nafs al-hayawaniyyah) merupakan fakultas aktif yang bekerja dengan suatu tujuan dan pilihan sendiri yang berbeda yang menyebabkan perbedaan tindakan yang terjadi padanya. Jiwa yang terakhir disebut jiwa malaikat (al-nafs al-malakiit). Jiwa malaikat merupakan fakultas aktif yang bekerja dengan suatu tujuan dan pilihan sendiri dalam kesatuan arah dan tujuan.” Proses mengetahui dalam konsepsi al Attas dapat dikategorikan menjadi dua proses penting; yang pertama adalah proses persePs! oleh indera eksternal dan internal dan yang kedua adalah proses inteleksi Persepsi Al-Attas memformulasikan proses mendapatkan ilmu bersumber dari al-Ghazil myatntuk mengeta at feats dibantahnya dalam hitab Tobufat yar ils “lam Prams i 107 ta Pastas Hadayah 2 Eovstemolog’al-Chazal: secaralenghap dapat iat 2 017 I P22) 1 TSLAMIA, VoLUME x1, No. 2, AGUSTUS” ta menjelaskan bahwa sebuah objek ilmu akan ditangkap olch indra eksternal (alhauoass) dan kemudian disalurkan kepada indra internal Indra eksternal terdiri dari kelima indra fisik, yaitu indra penglihatan, penciuman, Peraba, pengecap, dan pendengaran. Indra internal tidak memiliki organ fisik spesifik namun hanya merupakan kualitas imajinal dan intelektual yang memiliki hubungan dengan Perantara fisik, Eksistensi indra-indra internal ditetapkan dengan jalan intusi (alswjddn) yang juga disebut fantasi fantésia) dan fungsi indra internal dilokalisasi di otak depan, tengah, dan belakang, *! Sebuah objek ilmu pertama-tama akan melalui tahap persepsi oleh indra eksternal dan kemudian disalurkan kepada indra internal Pertama, yaitu indra umum. Indra umum akan mengabtraksi bentuk dari objek ilmu tersebut ‘menjadi citra (image). Citra dari realitas ekternal itu akan disimpan oleh fakultas representatitif (al-kbayaliyyah) ketika objek ilmu tersebut sudah menghilang dari indra eksternal tersebut. Setelah itu, indra estimasi akan menangkap makna nonindrawi dan membentuk putusan dan pendapat melalui jalan imajinavif dan bukan jalan analitik, seperti benar dan salah atau baik dan buruk. Makna non-indrawi tersebut kemudian akan disimpan dan direkam oleh fakultas berikutnya, yaitu fakultas retentif dan rekolektif sampai kehadiran fakultas imajinasi. Fakultas imajinasi bertugas memadukan dan memisahkan makna-makna partikular yang telah disimpan oleh fakultas retentif berdasarkan rasio praktis ‘maupun rasio teoretis, Fakultas imajinasi ini yang kemudian akan menghubungkan jiwa hewani pada manusia dengan jiwa rasional karena fakultas ini memiliki dua aspek, yaitu sebagai penerima sensitif dari bentuk-bentuk indrawi dan sebagai penerima rasional dari bentuk-bentuk intelijbel, Tahapan- tahapan pada fakultas indra internal adalah sebagai berikut: a. Indra umum (common sense, a-biss al musytarak Indra umum adalah fakultas pertama dalam indra internal. Indra umum akan menangkap bentuk (form, surah) dari objek Sachal Anwar, Fisfat Tima ak Ghazali, Dinews! Ontology dan Alsilai (Bandung: Penerbit Pustaka Setia, 2007). * Prolesomena, Hin 154-155 eksternal dan bukan menangkap realitas yang sebenarnya, Indra internal ini hanya menangkap representasi dari realitas yang dipersepsikan oleh indra internal dan bukan realitas eksternal dari objek tersebut. Realitas eksternal adalah yang darinya indra mengabstraksikan bentuknya. Fakultas indra umum hanya menerima sensasi individual yang partikular dan bukan inteljibel yang universal. la juga merupakan fakultas yang menangkap atau mempersepsikan namun tidak menyimpan gambaran atau citra (image) dari realitas eksternal. Citra atau representasi internal dari objek indrawi ini disebut fantasi dan ia akan disimpan oleh fakultas internal kedua, yaitu fakultas representatif® b. Fakultas representatif (representative faculty, al-khayaliyyab) Setelah indra umum mempersepsikan objek eksternal dan membuat gambarannya (citra), fakultas representatif akan merekam dan menyimpannya setelah objek tersebut tidak lagi hadir pada indra eksternal. Fakultas is juga akan memelihara citra-citra dari objek indrawi serta makna-makna individual maupun kolektif ©. Fakultas estimasi (estimative faculty, al- swabmiyyah) Fakultas estimasi bertugas untuk menerima hal-hal indrawi partikular dan menangkap makna yang bukan indrawi, seperti cinta dan kebencian, Fakultas ini berperan untuk membentuk putusan dan pendapat melalui jalan imajinatif dan bukan jalan analitik Dalam fakultas ini, ditetapkan penilaian dan opini seperti benar dan salah, baik dan buruk. Jalan imajinatif ini dibentuk dari a-citra memori melalui proses asosiasi pengalaman masa lalu. Jalan ini juga dapat dibentuk tanpa melalui citra-citra memori namun dengan interpretasi naluriah akan Citra yang diterima oleh jiwa tanpa melalui roses asosiasi pengalaman masa lalu."? 4d. Fakultas retensi dan rckolektif (retentive and recolectve faculty, al-bifizab dan aldzakirab).. Seperti fakultas representatif yang memelihara bentuk yang diterima dari © Thad, him. 151 Did, lm. 152 ‘ISLAMA, VOLUME XI, NO. 2, AGUSTUS 2017 indra umum, indra internal keempat, yan disebut fakultas retentif dan rekolektif (al- baiah don adic), menyimpan makna yang ditangkap oleh fakultas estimati dan memelihara makna-makna partikular tersebut, Fakultas retentif akan menyimpan makna partikular dan mengingat mereka untuk pemeriksaan dan penilaian selama mereka tetap di dalamnya. Namun, apabila makna partikular sudah tidak berada dalam retensi dan sang penerima (perceiver) ingin menghadirkannya kembali maka fakultas ini disebut fakultas rekolektif. ¢. Fakultas Imajinatif (imaginative faculty, al- Mutakbayyilab). Fakultas imajinatif secara khusus merupakan fakultas manusia yang tidak ditemmukan dalam hewan yang dengannya dibangun prinsip Keniscayaan (principle of necessary) dan aplikasi universal (universal aplication). Dalam bentuk yang lebih berkembang, fakultas ini dapat menangkap gagasan melampaui lingkungan indrawi dan citra indrawinya. Fungsi dari fakultas imajinatif adalah melakukan Klasifikasi, yaitu pengelompokan dan pemisahan sehingga jiwa dapat menerima ‘makna objck dan menghubungkan dengan bentuk atau citranya. Jiwa menerima pemisahan dan pengombinasian bentuk- bentuk melalui perantara indra umum dan juga fakultas estimatif Fakultas imajinatif tidak melakukan aktivitas Perseptif, namun ia bertugas memadukan dan memisahkan makna-makna partikular yang telah disimpan oleh fakultas retentif berdasarkan rasio praktis maupun rasio teoretis, Kecenderungan dari fakultas imajinatif adalah melakukan penilaian secara teratur ataupun tidak teratur agar jiwa dapat merumuskan tatanan sebagaimana yang dikehends Jiwa dapat menggunakan fakulta instrumen intelektual yang bers atau mengikuti kecondongan al bersifat imajinatif Fakultas imay kinya, s ini sebagai ifat kogitatif lamiah yang Toe Thad him 1530156 mengirimkan bentuk sesuai apa adanya qj dalam dirinya kepada indra, sedangkan sebaga, metafora, indra akan menampilkan bentuk yang bukan sebagaimana adanya dalam diriny, sendiri, contohnya fatamorgana. Sebaga| aspek pada intelek, fakultas imajinatif akon mengidentifikasikan yang benar dari yan palsu. Indra ini akan menerima bentuk-bentuk intelijibel sebagai fakultas kogitatif yang menangkapnya. Sesuatu yang benar adalah bentuk yang sungguh-sungguh ada, sedangkan sesuatu yang palsut adalah bukan bentuk yang sungguh-sungguh ada, namun sebagai bentul yang diterima indra seolah-olah ia benar-benay ada. Contohnya adalah sulap atau sihir, atau putusan yang salah terhadap fakta Fakultas imajinatif dalam hubungannya dengan jiwa hewani akan menghasilkan teknk dan artistik (al mutakbayyal). Dalam hubungannya dengan jiwa manusia, ia merupakan fakultas imajinasi rasional (al-mufakkirab). Bagian jiwa rasional dari fakultas inilah yang melakukan fungsi kogitatif, yaitu sebagai manajer data dari rasio teoretis dan mengombinasikan serta mengaturnya sebagai premis-premis yang darinya dideduksikan ilmu yang diinformasikan (informing knowledge). Dari ilmu inilah fakultas imajinatif akan tiba pada kesimpulan. Dari dua kesimpulan yang tersedia, fakultas ini akan menurunkannya menjadi kesimpulan lainnya dan mengombinasikannya sehingg: menghasilkan kesimpulan baru dan begitt seterusnya.** Imajinasi bersifat aktif dan terbagi meniat! dua aspek, yaitu imajinasi sensitif dan imajnas) Kognitif. Imajinasi sensitif atau fantas Kekuatannya diarahkan menuju dunia indra dan Pengalaman indrawi, Imajinasi sensitf melay2n intelek praktis dengan menampilkan bent atau citra serta makna partikular dari objek im Imajinasi ini juga merupakan sumber penghasi! Khayalan. Kedua adalah yang disebut imajnas Kognitif yang kekuatannya diarahkan ment! alam intelek dan realitas spiritual, sehin mampu merefleksikan bentuk-bentuk dunit nyata dari citra, ‘ungsi imajinasi menurut al-Attas adalah ‘menciptakan hal-hal indrawi atau lebih tepatts? jiwalah yang menciptakan hal-hal indrawi 429 bentuk (form) yang dapat dipersepsi dalam dirinya sendin seta citra (image) dari objek yang tidak terpersepsikan (unperceived objects). Make yang berpikir dan merasa pada kenyataannya bukan indra eksternal atau internal, namun jiwa itu senditi dengan menggunakan kekuatan kognitif dari kecerdasaan (inteligent) dan imajinasi (imagination). Kekuatan imajinasi berlainan antara satu individu dengan individu lainnya bergantung kepada kualitas intelektual dan kehormatan jiwanya. Sebagian orang memiliki imajinasi yang lebih kuat dari yang lainnya, schingga mereka dapat menerime visi yang benar tentang dunia persinggahan ini. Dalam kasus Rasulullah Muhammad saw, fakultas imajinasi kognitifnya sangat tinggi sehingga ia mampu mempersepsikan realites intelijbel di dalam bentuk indrawinya (malaikat dalam bentuk manusia), atau realitas indrawi dalam bentuk inteljibel (orang mati yang hidup di dunia lain) *6 2. Proses Inteleksi Objek ilmu sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pertama-tama akan melalui proses Persepsi oleh kekuatan jiwa hewan pada diti manusia. Setelah proses persepsi maka bentuk- bentuk intelijibel yang dilokalisasi dan disimpan oleh fakultas-fakultas indra internal menunggu Proses selanjutnya, yaitu proses inteleksi oleh jiwa rasional. Bentuk-bentuk intelijibel dan bahkan bentuk imajinasi kognitif tidak memiliki penyimpanan fisik, Intelek itu substansi spiritual yang terpisah dari materi, tidak berada di jiwa atau pun dalam tubuh Jiwa rasional memiliki dua kekuatan, yaitu intelek aktif (praktis) dan intelek kognitif Intelek aktif yaitu yang mengatur gerak tubuh ‘manusia, mengarahkan tindakan indvidu dalam kesepakatan dengan fakultas teoretis atau intelek kognitif, bertanggung jawab akan emosi ‘manusia, mengatur objek isik dan menghasilkan keterampilan dan seni, serta memunculkan Premis-premis dan kesimpulan. Intelek kognitif adalah daya jiwa untuk menerima kekuatan kreatif dari ilmu melalui inteleksi dan intuisi jiwa. Kekuatan intelek kognitif ini bersifat spekulatif (nazariyyah).? leone, Hm 171 Thad bm. 155 Proses abstraksi dari indrawi ke intelijibel merupakan sebuah proses epistemologis agar jiwa hadir kepada makna. Proses tersebut mengalami berbagai tahapan yang harus dipenuhi agar tercapai kesempurnaan, dimulai pada saat indra melakukan tindakan persepsi terhadap objek ilmu, dan mencapai abstraksi yang sempurna pada saat terjadi proses inteleksi. Sebelum bentuk intelijibel dan universal hadir dalam intelek, bentuk-bentuk indrawi yang partikular yang tercetak pada fakultas-fakultas indra internal akan tertinggal dalam entitas-entitas fisk. Bentuk tersebut akan menampilkan kekuatan perseptif dan fakultas- fakultas dilokalisasi oleh tubuh dan disimpan olch pemelihara mereka sebagai bentuk-bentuk intelektual." Imajinasi rasional yang berada di fakultas imajinatif merupakan tempat beradanya inteljibel potensial. Dengan kehadiran intelek, inteliibel potensial tersebut akan berubah ‘menjadi intelijibel aktual. Namun, berubah di sini bukan berartiintelijibel itu menjadi bentuk yang berbeda. Intejiel potensial akan melalui Proses inteleksi, yaitu mempertimbangkan, membandingkan, dan menganalisis serta mengabstraksi dari tambahan material untuk tiba pada makna universalnya. Pertama kali intelek akan memisahkan sifat dasar esensial dari tambahan aksidental, dari karakteristik yang serupa dan yang berbeda. Dari makna yang majemuk dalam kesamaannya, intelek dapat menghasilkan makna tunggal yang universal. Dari makna yang serupa pada setiap ketidaksamaannya, intelek dapat tiba pada hid, Rm. 156 ISLAMIA, VOLUME XI, NO. 2, AGUSTUS 2017 muk. Da ene mpulkan bahwa inelek dapat ia J dari makna- ‘Ikan makna tungeal . mene sekaligus menurunkan banye ympuan makna dari makna yan wunget ania intelek inilah yang MenYeO™ A genus, dapat melakukan pembagian 1OBt Oi an, idan diferensia dan juga men! eae loa! Jahirkan kesimpulan rumusansilogisme yang melahikan fest"! Serta rurmusan definisi-definist, Menara’ A ‘Areas, aktivitas jiwa dalam menilai hal-hal yang partikular hanyalah untuk membawe irinya kepada sebuah kondisi kesiapan untul tenerima inteliibel dari kecerdasan aktif. Salah satu proses yang dijabarkan al- ‘Attas dalam epistemologinya adalah tahapan perkembangan intelekual manusia atau kemampuan manusia dalam proses inteleksi. Inteleksi ini bersifatintuitif dan iluminatif yang ditentukan oleh hidayah dari Allah SWT. yang berkehendak mengilhamkan makna sebagai bentuk intelijibel ke dalam jiwa manusia. Al-Attas menyatakan bahwa perkembangan intelektual atau kemampuan intelek manusia melalui empat tahapan. Kekuatan intelektif merupakan sesuatuyang berbeda dengan jiwa rasional karena dalam hubungan antara jiwa dengan intelek, jiwa berperan sebagai agen sedangkan intelek adalah instrumennya, seperti pisau dengan tindakan pemotongan, Namun menurut al-Attas, jiwa, intelek, dan pikiran (mind) pada kenyataannya menunjuk kepada entitas yang sama. fa disebut intelek karena entitastersebut perseptif, disebut jiwa karena memerintah tubuh, dan disebut pikiran karena cenderung untuk menangka realitas-realitas. Letak jiwa independen dart tubuh. Namun demikian, jiwa membutuhkan tubuh di dunia fisik untuk memperolch pring Prnsip dn ide dan kepercayaan kepereayaan, mendapton hat hal Jane mam kekuatan hewaninya, a partikular dari diperolehnya mela inciasngeeg Ada empat inf na forma rasional melalui hal-| ‘a yang PRET 20, vorinse 1 un > a0 smakna dari materi dan hubungan mater Cuaterial connection) Serta hubungan crm pung (connective relations). Melakukan penyarpune gerhadap faktor-faktor umum Peri membedakan eksistensi esensial dan Sang embed ahan poses ‘akan membuat jiwa memperoleh prinsip. prinsip gagasan mela fakulta imajinas Gan estimasi, seperti genus dan diferensia, aksiden umum dan partikular. b. Membangun hubungan komparatif dan perbandingan antara bentuk universal Fanggal dengan cara melakukan negasi dan afirmasi. ¢. Memperoleh premis-premis empiris melalui indra-indra yang didapat dengan menggunakan pengalaman indrawi dan proses penalaran dari kasus yang paralel analogi, atau observasi yang berulang, d. Berita yang secara bergantian disampaikan disandarkan kepercayaan-lemah yang benar (true beliefs)" Al-Attas dengan detail menjelaskan hubungan antara dunia materi yang kasar dengan dunia gagasan murni. Menurutnys, pada saat kematian badan fisik, jiwa masih tetap hidup. Yang dimaksud di sini adalah intelek dan imajinasi. Imajinasi bukanlah fantasi, namun ia adalah imajinasi "kreatif” spiritual inteligensi yang merefleksikan dunia nyata akan citra Calam al-mitsal). Dunia citra ini secara ontoloz’s adalah berbeda dengan dunia materi kaso¢ dengan dunia gagasan murni. la berada di owe keduannya namun ia merepresentasi aes dalam dunia murni yang int Peek nan diproyeksikan olehnya mer Ree tidak sempurna dalam dunis mengilust Paes indrawi.? Al-Actas wean Ustrasikan dunia citra ini salah satu» realitae mpi. Mimpi berada di antara dua asp aman Site realitas material dan intel Mra a bulkan materi dan bukan abstr: denen intel (nel). Hal in berbeds Pandangan Plato yang menyebuth:" Rin ee _ wm catatan kakiknya al-Attas menjclaskan babs si SEAL shim lawl berdubungan dengan st" Sanath Yascbsh una peranraane Grane yang telah meninasnl mem dan ens buah periode dat waktskemaron ngs hetsbi™ yt ssTus™ bahwa mimpi adalah dunia idea yang merupakan abstraksi murni dari intelek. Intelek bisa berada pada posisi tidak mampu memahami atau menerima entitas abstrak karena keasyikannya sendiri dengan tubuh walaupun sifat dasar esensial dari intelek adalah mampu memahami dan menerima entitas abstrak, Keasyikannya dengan tubuh merupakan halangan bagi intelek untuk menerima hal abstrak dalam sifat-dasar aslinya, namun pada saat kesadaran tubuh dan diri atau ego subjektif ditundukkan, intelek mampu berhubungan dengan kecerdasan aktif dan menerima realitas abstrak seperti apa adanya. Proses mengetahui yang dipaparkan oleh al-Attas dapat dirangkum sebagai berikut; Bentuk (form) dari objek ilmu pertama-tama akan melalui tahap persepsi oleh indra eksternal dan kemudian disalurkan kepada indra internal pertama yaitu indra umum (common sense). Indra umum akan mengabtraksi bentuk dari objek ilmu tersebut menjadi citra (image). Citra dari realitas ekternal itu akan disimpan oleh fakultas representatif (al-khaydliyyab) ketika objek ilmu tersebut sudah menghilang dari indra eksternal tersebut. Setelah itu, indra estimasi akan menangkap makna nonindrawi dan membentuk putusan dan pendapat melalui jalan imajinatif dan bukan jalan analitik, seperti benar dan salah atau baik dan buruk. Makna non-indrawi tersebut pada gilirannya akan disimpan dan direkam oleh fakultas berikutnya, yaitu fek retentif dan rekolektif, menunggu kehadiran dari fakultas Imajinasi. Fakultas Im tersebut bertugas memadukan dan memisahkan makna-makna partikular yang telzh disimpan oleh fakultas retentif berdasarkan rasio praktis maupun rasio teoretis. Fakultas imaiinasi ini kemudian juga akan menghubungkan jiwa hewani pada manusia dengan jiwa rasional karena fakultas tersebut memiliki dua aspek. yaitu sebagai penerima sensitif dari bentuk- bentuk indrawi, dan sebagai penerima rasional dari bentuk-bentuk intelijibel. Setelah proses persepsi tersebut maka bentuk-bentuk intelijibel akan dilokalisasi dan disimpan oleh fakultas-fakultas indra internal, menunggu proses selanjutnya yaitu proses inteleksi oleh jiwa rasional. Imaiinasi rasional yang berada di fakultas imajinatif merupakan asi TSLAMIA, VOLUME XI, NO. 2. AGUSTUS 2017 pel potensial Yan K maka intelijibe berubah menjadi alakan melalui tempat beradany2 intel Jempan kehadiran intel potensial ters inteibelaktual proses inteleksi yaitt Pe Prembandingkan, dan meng” ksi tambahan mat alisis mereka Serta terial untuk tiba rsalnya. Pertama kali intelek * than sifat dasar esensial mereka dan tambahan aksidental, dari karakteristik Dari makna Jang serupa dan yang berbe Jang majemuk dalam kesamaanny® intelek Yapat menghasilkan makna tunggal 808 cniversal. Dari makna yang serupe pada seiap Kesidaksamaanny, intelek dP2) tiba pada makna yang majemuk. Intelek dapat renghasilkan makna tunggal dart rmakna-makna yang majemuk sekaligus menurunkan banyak Wrakna dari makna yang tunggal. Kemampuan intelek inilah yang menyebabkan manusi2 dapat melakukan pembagian logis dari ge spesies, dan diferensia dan juga ‘menghasilkan seerrcan silogisme yang melahirkan kesimpulan ra Mumuvan definisi-definsi, Menurut a Areas, aktivitas jiwa dalam menilai hal-hal reikular hanyalah untuk membawa Jnnye kepada sebuah kondis Resiapan untuk

You might also like