Professional Documents
Culture Documents
662-Article Text-1046-1-10-20100601
662-Article Text-1046-1-10-20100601
2
ISSN 0126-0472
ABSTRACT
The objective of this research was to determine the effect of ginger addition in
pasta form with different concentration and time of storages on meat tenderness, total
microbe, and pH value. The semimembranosus of 2 to 3 years old Brahman Cross
muscle from Bogor slaughter house was used for this research. This research was
executed at Laboratory of Large Ruminant, Faculty of Animal Science, Bogor
Agricultural University. This research used a completely randomized design with factorial
pattern 3 x 4 with 3 replications. First factor was concentration of ginger addition
consist of 0, 6, and 8% of meat weight and the second factor was time of storage,
consisted 0, 3, 6, and 9 days. The result showed that there was no significant difference
of ginger concentration on pH value, in contrast there was a significant difference (P
< 0.01) of storage time and interaction between factors. The decreasing pH value
influenced tenderness and total microbes. Time of storage and interaction between
factors showed a significant effect (P < 0.05) on meat tenderness. Interaction occurred
on 6 days of meat storage with shear value 4.43 kg/cm3. The highest tenderness value
was obtained on 9 days of meat storage for ginger concentration of, 6% and 8%, i.e.
4.02 kg/cm3 and 3.76 kg/ cm3 respectively. Both factors and their interaction showed a
significant difference (P < 0.01) on total microbes. The decrease of total microbes
occurred on treated samples but in control total microbe increased until 9 days of meat
storage. Six percent ginger addition decreased total microbes until 9 days of meat
storage that was 1.5 x 106 cfu/g. In 9 days of meat storage the result showed that 6%
and 8% ginger addition had total microbes 3.3 x 107 cfu/g and 2.1 x 107 cfu/g respectively.
Antimicrobial activity increased as ginger concentration addition increased.
Tabel 1. Pengaruh penambahan jahe terhadap nilai pH pada lama penyimpanan yang berbeda
Keterangan: - Data hari ke-0 merupakan hasil pengukuran setelah 9 jam pemberian perlakuan.
- superskrip berbeda dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05).
kan masuknya enzim proteolitik dan zat keempukan berpengaruh nyata (P < 0,05). Data
antimikroba jahe ke dalam daging pada pene- keempukan daging dengan penambahan jahe se-
litian ini. lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 2.
Pengaruh konsentrasi penambahan jahe
Keempukan terhadap keempukan selama penyimpanan
membentuk kurva linear dengan persamaan Y
Keempukan adalah salah satu sifat mutu = 5,5097 - 0,1696X dan R2 = 0,8591 untuk
yang penting pada daging. Daging yang empuk konsentrasi 6% dan Y = 6,6173 – 0,3409X dan
adalah hal yang paling dicari konsumen. Salah R2 = 0,9693 untuk konsentrasi 8%. Pada da-
satu cara untuk mendapatkan daging yang em- ging kontrol (konsentrasi jahe 0%) membentuk
puk dilakukan dengan penambahan enzim kurva kuadratik dengan persamaan Y = 47982
proteolitik yaitu enzim yang mampu memecah – 0,1378X + 0,0156X2 dan R2 = 0,6983 (Gam-
atau mengurai protein. Tingkatan keempukan bar 2).
pada daging, menurut Soeparno (1992), dapat Daging pada hari ke-0 penyimpanan
dihubungkan dengan tiga katagori protein otot dengan konsentrasi penambahan jahe 6% dan
yaitu protein jaringan ikat, miofibril, dan sarko- 8% mempunyai nilai shear jauh lebih tinggi
plasma. dibandingkan pada daging kontrol (konsentrasi
Faktor lama penyimpanan berpengaruh 0%). Namun, seiring dengan lamanya penyim-
sangat nyata (P < 0,01), sedangkan konsentrasi panan keempukan daging berangsur-angsur
penambahan jahe tidak berbeda nyata terhadap meningkat. Hal ini disebabkan adanya kan-
keempukan daging. Interaksi antara konsentrasi dungan enzim proteolitik pada jahe. Menurut
penambahan jahe dan lama penyimpanan pada Muchtadi & Sugiyono (1992), enzim proteolitik
5.9
5.8
5.7
Nilai pH
5.6
5.5
5.4
0 3 6 9
Lama simpan (hari)
Gambar 1. Hubungan interaksi konsentrasi penambahan jahe dan lama simpan pada nilai pH
pada rimpang jahe dapat melunakkan daging polisakarida dari matriks subtansi dasar,
sebelum dimasak. Keempukan daging tertinggi kemudian secara cepat menurunkan serat-
didapat pada lama penyimpanan hari ke-9 pada serat tenunan pengikat menjadi massa yang
konsentrasi jahe 8%. Hal ini memperlihatkan amorf. Enzim tersebut merusak protein tenun-
bahwa lama penyimpanan mempengaruhi an pengikat menjadi molekul-molekul yang
keempukkan pada daging. Namun perlu diper- mengandung hidroksiprolin yang larut.
hatikan bahwa keempukan yang tinggi bukan Lee et al. (1986) menyatakan, bahwa
satu-satunya kriteria penerimaan konsumen proteinase jahe adalah proteinase thiol yang
atau syarat kualitas daging yang baik, tetapi efektif dalam meningkatkan keempukan daging
harus diperhatikan pula jumlah mikroba yang melalui fragmentasi dari miofibril oleh
terkandung di dalamnya. perlakuan degradasi dari filamen tipis pada I-
Secara alami pengempukan daging bands. Seiring dengan meningkatnya lama
dapat terjadi selama penyimpanan oleh enzim penyimpanan kerja dari enzim proteolitik jahe
juga meningkat. Interaksi terjadi pada lama
proteolitik yang terdapat pada daging terutama
penyimpanan 6 hari dengan nilai keempukan
enzim katepsin yang aktifitasnya tinggi pada
rata-rata 4,43 kg/cm2. Laju penurunan nilai pH
suhu dingin melalui proses hidrolisis. Terjadinya
mempengaruhi keempukan daging. Thompson
keempukan daging selama penyimpanan
et al. (1986) melaporkan, bahwa kisaran pH
disebabkan daging mengalami perubahan oleh
optimal untuk aktivitas proteolitik adalah 5,0
enzim proteolitik tetapi bukan hasil kerja enzim sampai dengan 6,0. Terlihat bahwa keempukan
proteolitik pada tenunan pengikat (Soeparno, daging yang ditambahkan jahe semakin
1992). meningkat seiring dengan menurunnya nilai pH
Enzim proteolitik pada jahe diduga se- pada daging yang masih berada dalam kisaran
perti halnya dengan enzim proteolitik lain se- nilai pH optimal untuk kerja enzim proteolitik
perti papain, bromelin, dan fisin, menghasilkan dalam mengempukan daging. Semakin tinggi
keempukan awal pada serabut-serabut jaringan konsentrasi jahe yang ditambahkan dengan ma-
ikat (Soeparno, 1992). Menurut Lawrie (1995), sa penyimpanan yang lama maka keempukan
enzim proteolitik mula-mula merusak muko- daging akan semakin meningkat.
Tabel 2. Pengaruh penambahan jahe terhadap keempukan pada lama penyimpanan yang berbeda
(kg/cm2)
Keterangan: - Nilai keempukan yang semakin rendah berarti daging semakin empuk.
- Data hari ke-0 merupakan hasil pengukuran setelah 9 jam pemberian perlakuan.
- superskrip berbeda dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05).
6.5
Nilai keempukan (kg/cm2)
5.5
4.5
3.5
3
0 3 6 9
Lama simpan (hari)
Gambar 2. Hubungan interaksi konsentrasi penambahan jahe dan lama simpan pada keempukan
yang melebihi kisaran batas maksimum Senyawa antimikroba pada jahe seperti
diperoleh pada hari ke-9. Jadi dengan limonen, linalool, alfa-pinen, 1-8 sineol, alfa
penambahan jahe dapat mengawetkan daging felandren, dan p-simen merupakan senyawa
dua kali lebih lama dibandingkan dengan daging volatil yang mudah menguap sehingga pada
kontrol. penyimpanan yang lebih lama keefektifan se-
Pada kontrol, penghambatan per- nyawa antimikroba tersebut akan berkurang
tumbuhan mikroba hanya dipengaruhi oleh suhu dan menghilang karena menguap, sedangkan
penyimpanan dan nilai pH daging. Pada daging senyawa zingeron dan gingerol bukan senyawa
yang ditambahkan jahe, selain suhu penyim- volatil sehingga dapat menghambat pertumbuh-
panan dan pH, pertumbuhan mikroba tersebut an mikroba lebih lama.
dihambat oleh zat antimikroba yang terkandung Pada konsentrasi 8%, zat antimikroba
dalam jahe. Selain menghambat pertumbuhan efektif menurunkan jumlah mikroba sampai hari
mikroba, zat antimikroba pada jahe juga bersifat ke-6 dan seterusnya pertumbuhan mikroba pada
membunuh mikroba pada daging yang terlihat daging meningkat kembali pada hari ke-9. Hal
dengan adanya penurunan jumlah mikroba pada ini berarti bahwa semakin besar konsentrasi jahe
3 hari penyimpanan. Zat antimikroba yang yang ditambahkan, maka keefektifan dalam
terkandung dalam jahe adalah zingeron dan menghambat dan bahkan membunuh mikroba
gingerol yang merupakan senyawa turunan akan semakin tinggi hingga hari ke 6.
metoksi fenol dalam oleoresin jahe (Al-Khayat Gambar 3 memperlihatkan, bahwa pe-
& Blank, 1985) dan bersifat bactericidal nambahan jahe dapat mengurangi jumlah awal
terhadap E. coli termasuk monoterpen limonen mikroba, memperlambat fase pertumbuhan awal
dan linalool pada jahe juga diduga menghambat dan fase pertumbuhan logaritmik. Hal ini sesuai
pertumbuhan dan membunuh mikroba (Judis, dengan tujuan dari pengawetan yang dinyatakan
1962 dikutip dari Hapsari, 2000). oleh Fardiaz (1992). Mekanisme bakteriostatik
Zat antimikroba dalam jahe pada kon- atau bakterisidal zat antimikroba jahe yang
sentrasi 6% hanya efektif menurunkan jumlah merupakan senyawa fenol diduga dengan cara
mikroba daging sampai hari ke-3 dan jumlah merusak membran sel yang akan berakibat ter-
mikroba yang mampu bertahan pada hari ke-6 jadinya kebocoran sel (Judis, 1962 dikutip dari
mulai terlihat tumbuh dan berkembang kembali. Hapsari, 2000). Menurut Russel & Gould
Tabel 3. Pengaruh penambahan jahe terhadap total mikroba pada lama penyimpanan yang berbeda
(cfu/g)
Keterangan: - Data hari ke-0 merupakan hasil pengukuran setelah 9 jam pemberian perlakuan.
- superskrip berbeda dalam kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05).
(1991), preservatif fenolik ini aktif pada kisaran kapang, jahe dapat bersifat fungisidal pada kon-
pH 3,5 sampai dengan 8,0, dan pH yang ter- sentrasi yang rendah sedangkan pada khamir
dapat pada daging masih dalam kisaran pH ini. hanya bersifat fungistatik bahkan dalam
Mekanisme lain zat antimikroba adalah konsentrasi yang lebih tinggi. Peningkatan kem-
penghambatan sintesis di dinding sel, peng- bali jumlah mikroba setelah 3 hari lama penyim-
hambatan sintesis protein, sintesis asam nukleat panan pada konsentrasi 6% memperlihatkan
dan penghambatan pertumbuhan analog (Lay bahwa mikroba mampu tumbuh dan berkem-
& Hastowo, 1992). Ditambahkan oleh Judis bang kembali. Hal ini diduga disebabkan pe-
(1965) yang dikutip dari Hapsari (2000), bahwa ngaruh jahe hanya memperpanjang masa per-
senyawa fenol mampu menghambat pertum- siapan (lag fase) bagi bakteri yang resisten ter-
buhan seperti E. coli, dengan menghambat hadap antimikroba jahe dan juga masa adaptasi
pemecahan glukosa baik secara aerobik mau- dari pertubuhan mikroba tersebut setelah 3 hari
pun anaerobik sehingga mengganggu proses penyimpanan.
sintesa energi.
Berdasarkan hasil pangamatan Jenie et KESIMPULAN
al. (1992), pada umumnya bakteri Gram negatif
lebih tahan terhadap aktivitas antimikroba jahe Penambahan jahe (Zingiber officinale
dibandingkan dengan bakteri Gram positif, hal Roscoe) hingga 8% pada daging sapi akan
ini mungkin disebabkan dinding sel bakteri Gram meningkatkan daya simpan keempukan daging.
negatif mempunyai lapisan lemak yang lebih Pola respon interaksi terhadap nilai pH
tebal daripada bakteri Gram positif. Pada yaitu kuadratik pada faktor konsentrasi penam-
7.8
7.5
Total mikroba (Log cfu/g)
7.2
6.9
6.6
6.3
6
0 3 6 9
Lama simpan (hari)
Gambar 3. Hubungan interaksi konsentrasi penambahan jahe dan lama simpan pada total mikroba
bahan jahe dan lama penyimpanan linear. Pada Jenie, B. S. L., K. Undriyani, & R. Dewanti. 1992.
keempukan yaitu linear untuk faktor konsentrasi Pengaruh konsentrasi jahe dan waktu kon-
penambahan jahe dan lama simpan. Pola respon tak terhadap aktivitas beberapa mikroba
penyebab kerusakan pangan. Bul. Pen. Ilmu
interaksi pada total mikroba yaitu kuadratik pada dan Tek. Pangan III (2): 1-16.
konsentrasi penambahan jahe dan kubik pada Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Edisi kelima. Terje-
lama penyimpanan. mahan: A. Parakassi, & Y. Amwila. Universi-
Konsentrasi dan waktu penyimpanan ter- tas Indonesia Press, Jakarta.
baik dari hasil yang didapat pada penelitian ini Lay, B. W. & S. Hastowo. 1992. Mikrobiologi.
adalah konsentrasi penambahan jahe 8% Rajawali Press, Jakarta.
Lee, Y. B., D. J. Sehnert, & C. R. Ashmore. 1986.
dengan lama penyimpanan 6 hari. Tenderization of meat with ginger rhizome
protease. J. Food Sci. 51: 1558-1559.
DAFTAR PUSTAKA Muchtadi, T. R. & Sugiyono. 1992. Ilmu Pe-
ngetahuan Bahan Pangan. Departemen
Al-Khayat, M. A. & G. Blank. 1985. Phenolic spice Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
components sporostatik to Bacillus subtilis. Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar
J. Food Sci. 50: 971-974. Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
American Public Health Association. 1992. Standar Ockerman, H. W. 1984. Quality Control of Post mor-
Methods for The Examination of Dairy Pro- tem Muscle Tissue. Vol. 4: Microbiology. 12th
duct.16th ed. Port City Press,Washington DC. Ed. Dept. of Animal Sci., The Ohio State
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Daging sapi/ University & The Ohio Agriculture Research
kerbau. SNI No. 01-3947-1995. Badan & Development Center, Ohio.
Standarisasi Nasional, Jakarta. Pearson, A. M. 1987. Muscle Function and Post-
Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet & M. mortem Changes. In: J. F. Price & B. S.
Wooton. 1986. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Schweigert. The Science of Meat and Meat
Purnomo & Adiono. Univ. Indonesia Press, Product. Food and Nutrition Press Inc.,
Jakarta. Westport, Connecticut.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Russel, N. J. & G. W. Gould. 1991. Food
Pustaka Utama, Jakarta. Preservatives. Blackie and Son Ltd. Glasgow
Foster, S. 2000. Your Food is Your Medicine. http:/ and London.
/www..stevenfoster.com/education/mono Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah
graph/ginger.html. [15 April 2002]. Mada University Press, Yogyakarta.
PT. Haldin Pacific Semesta. 2001. Ginger. http:// AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of
www.haldin natural.com/techdata/ginger. AOAC International. 16th ed. AOAC Inter-
html. [15 April 2002]. national, Arlington, Arizona.
Hapsari, D. 2000. Identifikasi dan kajian keamanan Thomas, P. R. 1984. Mempelajari pengaruh bubuk
mikrobiologi produk-produk minuman sari ja- rempah-rempah terhadap pertumbuhan
he yang beredar di sekitar kota Bogor. Skrip- kapang Aspergillus flavus Link. Skripsi.
si. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakul- Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas
tas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor, Bogor. Bogor, Bogor.