You are on page 1of 18

Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan

dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada
permukaan padatan tersebut. Jika interaksi antara padatan dan molekul yang mengembun relatif
lemah maka proses ini disebut adsorpsi fisik dan terjadi hanya karena gaya Van der Waals[4]

Unit operasi adsorpsi biasa dilakukan dalam proses pemisahan atau beberapa komponen dari
suatu sistem campuran dengan memanfaatkan fenomena ini. Dalam operasi ini molekul-molekul
yang terembunkan tadi disebut adsorbat dan permukaan kontaknya disebut adsorben[4].

Salah satu jenis adsorben yang sering digunakan adalah karbon aktif, yaitu bahan yang
mengandung karbon yang telah ditingkatkan daya adsorpsinya. Karbon aktif memiliki
kemampuan penyerapan yang tinggi karena memiliki luas permukaan antara 500-2000 m 2/gram.
Dengan semakin berkembangnya penggunaan karbon aktif sebagai adsorben maka perlu
ditingkatkan efisiensinya dalam proses adsorpsi.

Peralatan adsorpsi secara kontinyu dengan menggunakan unggun diam dapat dikembangkan
sebagai salah satu alternatif untuk proses adsorpsi. Dengan mengetahui daerah penyerapan atau
zona transfer massa maka kita dapat mengefektifkan prosesa adsorpsi. Proses adsorpsi ini akan
menggunakan karbon aktif sebagai adsorbennya, yang ditempatkan sebagai unggun tetap.
Larutan adsorben yang mengandung benzena dan toluena dalam pelarut air akan dilewatkan
secara kontinyu melalui unggun sampai adsorben mengalami kejenuhan.

2.1       ADSORPSI[Error: Reference source


not found, Error: Reference source not found]
 

            Adsorpsi adalah terserapnya atau terikatnya suatu substansi (adsorbat) pada permukaan
yang dapat menyerap (adsorben). Adsorpsi dapat terjadi antara zat padat dan zat cair, zat padat
dengan gas, zat cair dengan zat cair, dan zat cair dengan gas.
            Adsorpsi terjadi karena molekul-molekul pada permukaan zat padat atau zat cair yang
memiliki gaya tarik dalam keadaan tidak setimbang yang cenderung tertarik ke arah dalam (gaya
kohesi adsorben lebih besar daripada gaya adhesinya). Ketidakseimbangan gaya tarik tersebut
mengakibatkan zat padat atau zat cair yang digunakan sebagai adsorben cenderung menarik zat-
zat lain yang bersentuhan dengan permukaannya.

            Berdasarkan interaksi molekular antara permukaan adsorben dengan adsorbat, adsorpsi
dibagi menjadi dua bagian, yaitu adsorpsi  fisika dan adsorpsi kimia.

 
2.1.1    Adsorpsi Fisika[Error: Reference source not found]

            Adsorpsi fisika terjadi bila gaya intermolekular lebih besar dari gaya tarik antar molekul
atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan permukaan adsorben, gaya ini
disebut gaya Van der Waals sehingga adsorbat dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke
bagian permukaan lain dari adsorben.

Gaya antar molekul adalah gaya tarik antara molekul-molekul fluida dengan permukaan
padat, sedangkan gaya intermolekular adalah gaya tarik antar molekul-molekul fluida itu sendiri.
Adsorpsi ini berlangsung cepat, dapat membentuk  lapisan jamak (multilayer), dan dapat
bereaksi balik (reversible), karena energi yang dibutuhkan relatif rendah. Energi aktivasi untuk
terjadinya adsorpsi fisika biasanya adalah tidak lebih dari 1 kkal/gr-mol, sehingga gaya yang
terjadi pada adsorpsi fisika termasuk lemah. Adsorpsi fisika dapat berlangsung di bawah
temperatur kritis adsorbat yang relatif rendah sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga
rendah yaitu sekitar 5 – 10 kkal/gr-mol gas, lebih rendah dari panas adsorpsi kimia.

2.1.2    Adsorpsi Kimia[Error: Reference source not found]

            Adsorpsi kimia terjadi karena adanya reaksi antara molekul-molekul adsorbat dengan
adsorben dimana terbentuk ikatan kovalen dengan ion. Gaya ikat adsorpsi ini bervariasi
tergantung pada zat yang bereaksi. Adsorpsi jenis ini bersifat tidak reversible dan hanya dapat
membentuk lapisan tunggal  (monolayer). Umumnya terjadi pada temperatur tinggi di atas
temperatur kritis adsorbat, sehingga panas adsorpsi yang dilepaskan juga tinggi, yaitu sekitar 10-
100 kkal/gr-mol. Untuk dapat terjadinya peristiwa desorpsi dibutuhkan energi lebih tinggi untuk
memutuskan ikatan yang terjadi antara adsorbat dengan adsorben. Energi aktivasi pada adsorpsi
kimia berkisar antara 10 – 60 kkal/gr-mol.
 

            Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia dapat dilihat pada tabel 2.1 
berikut:

Tabel 2. 1 Perbedaan antara adsorpsi fisika dengan adsorpsi kimia

No Parameter Adsorpsi fisika Adsorpsi kimia


1 Adsorben semua jenis Terbatas
2 Adsorbat semua gas kecuali gas mulia
3 Jenis ikatan fisika Kimia
4 Panas adsorpsi 5 – 10 kkal/gr-mol gas 10-100 kkal/gr-mol gas
5 Temperatur operasi di bawah temperatur kritis di atas temperatur kritis
6 Energi aktivasi kurang dari 1 kkal/gr-mol 10-60 kkal/gr-mol
7 Reversibilitas Reversible Tidak selamanya
reversible
8 Tebal lapisan Banyak (multilayer) Satu (monolayer)
9 Kecepatan adsorpsi Besar Kecil
10 Jumlah zat Sebanding dengan Sebanding dengan
teradsorp kenaikan tekanan banyaknya inti aktif
adsorben yang dapat
bereaksi dengan adsorbat

           
2.1.3    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya
Adsorpsi[Error: Reference source not found]

            Banyaknya adsorbat yang teradsorp pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :

      Jenis adsorbat, dapat ditinjau dari :

         Ukuran molekul adsorbat

Rongga tempat terjadinya adsorpsi dapat dicapai melalui ukuran yang sesuai,
sehingga molekul-molekul yang bisa diadsorpsi adalah molekul-molekul yang
berdiameter sama atau lebih kecil dari diameter pori adsorben.

         Polaritas molekul adsorbat

Apabila diameter sama, molekul-molekul polar lebih kuat diadsorpsi daripada


molekul-molekul yang kurang polar, sehingga molekul-molekul yang lebih polar
bisa menggantikan molekul-molekul yang kurang polar yang telah diserap.

      Sifat adsorben, dapat ditinjau dari :

         Kemurnian adsorben

Adsorben yang lebih murni memiliki daya adsorpsi yang lebih baik.

         Luas permukaan adsorben

Semakin luas permukaan adsorben maka jumlah adsorbat yang terserap akan
semakin banyak pula.

      Temperatur
Adsorpsi merupakan proses eksotermis sehingga jumlah adsorbat akan bertambah dengan
berkurangnya temperatur adsorbat. Adsorpsi fisika yang substansial biasa terjadi pada
temperatur di bawah titik didih adsorbat, terutama dibawah 500 C.

      Tekanan

Untuk adsorpsi fisika, kenaikan tekanan adsorbat mengakibatkan kenaikan jumlah zat
yang diadsorpsi. Sebaliknya pada adsorpsi kimia, jumlah yang diadsorpsi berkurang
dengan naiknya temperatur adsorbat.

2.1.4    Kurva Terobosan (Breakthrough Curve) [Error:


Reference source not found]

            Kurva terobosan merupakan kurva yang menggambarkan suatu rentang kondisi
terjadinya peningkatan drastis jumlah adsorbat yang teradsorpsi oleh adsorben, sebelum proses
adsorpsi mendekati kesetimbangan adsorpsi.

            Pada gambar 2.1 menunjukkan bahwa proses adsorpsi dimulai dari titik 1, sedangkan titik
2 merupakan breakpoint, yaitu titik dimana mulai terjadi peningkatan jumlah adsorbat yang
diserap.

            Daerah antara titik 2 dan titik 3 merupakan daerah rentang breakthrough. Titik 4
merupakan titik dimana proses adsorpsi telah mendekati kondisi kesetimbangan, dimana pada
kondisi ini keadaan adsorban telah mencapai kejenuhan.

 
Gambar 2. 1 Kurva Terobosan
 

II.1.5   Kesetimbangan Adsorpsi [3,1]

            Kesetimbangan adsorpsi terjadi bila larutan dikontakkan dengan adsorben padat, dan
molekul dari adsorbat berpindah dari larutan ke padatan sampai konsentrasi adsorbat dilarutan
dan padatan dalam keadaan setimbang. Data kesetimbangan adsorpsi yang dihasilkan pada
temperatur konstan disebut adsorpsi isotermis. Untuk mengukur kesetimbangan adsorpsi dapat
dilakukan dengan pengukuran konsentrasi adsorbat di larutan pada awal dan kesetimbangan .

            Banyak persamaan empiris yang telah dikembangkan  untuk menerangkan adsorpsi
isothermal, seperti persamaan Freundlich, dan persamaan Langmuir.

Secara umum persamaan langmuir dapat ditulis sebagai berikut :

                                                                                                   (2.1)

dimana :

                        q   = konsentrasi pasa fasa solid

                        qm = konsentrasi maksimum fasa solid yang dapat di adsorpsi

                        b   = konstanta

                        c   = konsentrasi fasa liquid.

Persamaan 2.1 dapat dilakukan linierisasi dengan dua cara untuk mendapatkan nilai q m  dan
konstanta b, (KL = 1/b)
                                                                                      (2.2a)

                                                                                          (2.2b)

 
 

Persamaan diatas adalah persamaan Langmuir untuk single komponen, untuk aplikasi pada
adsorpsi system dua komponen, telah dilakukan modifikasi oleh Jain-Snoeyink(1973).

                                                (2.3a)

                                                                                  (2.3b)

Dalam persamaan ini Jain-Snoeyink memperhitungkan adanya bagian adsorpsi yang terjadi tanpa
adanya kompetisi, yang digambarkan oleh suku pertama pada ruas kanan dari persamaan 2.3

Untuk  persamaan Freundlich :

                                                                                                      (2.4)

dimana :           

= jumlah solut yang teradsorb per gram adsorben

C = konsentrasi larutan setelah diadsorpsi(setelah setimbang)

Kf  dan n adalah konstanta, n>1,

dengan logaritma didapat :

 
Log = log Kf + n log C                                                        (2.5)

persamaan di atas diplot antara log  terhadap log C, sehingga didapat garis lurus. Gambar
2.2 memperlihatkan grafik hasil perhitungan dari konstanta adsorpsi isotermis Freundlich.
 

Gambar 2. 2  Perhitungan dari konstanta adsorpsi isotermis Freundlich

            Untuk gas, konsentrasi biasanya dinyatakan dalam persen mol atau tekanan parsial.
Untuk zat cair, konsentrasi biasanya dinyatakan dalam satuan massa, seperti bagian perjuta
(ppm). Konsentrasi adsorbat pada zat padat dinyatakan sebagai massa teradsorpsi persatuan
massa adsorben semula.

 
 

 
II.1.6    Fixed-bed Adsorpsi [5]

            Dalam fixed-bed (unggun diam) adsorpsi, konsentrasi dari fasa fluida dan fasa padatan
akan berubah terhadap waktu sesuai dengan posisinya pada unggun. Pada awalnya kebanyakan
terjadinyatransfer massa berada atau mengambil tempat pada daerah hulu (masukkan pada
unggun), dimana fluida akan mengadakan kontak yang pertamakalinya dengan adsorben. Jika
pada padatan tidak mengandung adsorbat pada awalnya, maka konsentrasi dari fluida akan turun
dan mendekati nol sebelum mencapai hilir (keluaran dari unggun). Setelah beberapa lama maka
padatan dekat daerah hulu akan mengalami kejenuhan dan kemudian transfer massa akan
mengambil tempat selanjutnya yang lebih jauh dari daerah inlet. Daerah dimana paling banyak
terjadi perubahan konsentrasi disebut mass-transfer zone.

            Dengan demikian bertambahnya waktu maka mass-transfer zone akan terusbergerak pada
unggun tersebut. Dari profil konsentrasi rata-rata yang terjadi pada jumlah adsorbat dalam
padatan maka akan menunjukkan keadaan jenuh pada hulu, perubahan besar pada daerah mass-
transfer zone dan konsentrasi nol pada keluaran unggun.

            Kolom unsteady-state lebih sering digunakan untuk menangani limbah cair dalam jumlah
besar. Cairan dimasukkan secara terus-menerus baik pada puncak ataupun dasar kolom melewati
unggun padatan adsorben yang tetap. Padatan menyerap sejumlah solute yang cenderung
meningkat seiring dengan bertambahnya waktu. Ketika kapasitas adsorpsi padatan mendekati
atau telah mencapai kejenuhan, harus dilakukan regenerasi.

            Gambaran dari kolom adsorpsi unggun diam dapat dilihat seperti gambar di bawah ini.
Pada keadaan awal, larutan kontak dengan adsorben yang masih segar pada bagian hulu. Solute
diserap secara bertahap dari cairan pada saat melewati adsorben. Panjang dari daerah di mana
sebagian besar solute dikurangi, disebut zona adsorpsi(adsorption zone).
 

Gambar 2. 3 Zona adsorpsi pada kolom

            Panjang zona adsorpsi berubah-ubah tergantung pada harga konsentrasi solute yang
disaring. Pengurangan solute terus bertambah pada saat cairan melewati kolom pada zona ini.
Sejumlah kecil konsentarasi solute terbuang pada aliran keluar karena faktor kinetika dan
kesetimbangan. Semakin banyak fluida yang masuk ke dalam kolom, semakin banyak solute
yang bisa dipisahkan. Zona adsorpsi akan bergerak ke bawah seperti gelombang yang  sangat
pelan.
            Akhirnya bagian bawah dari zona adsorpsi mencapai bagian bawah dan konsentrasi
solute pada aliran keluar mulai meningkat dengan cepat. Keadaan ini disebut titik
tembus(breakpoint) dan grafik antara konsentrasi solute yang ke luar dengan waktu setelah titik
tembus disebut kurva terobosan (breakthrough).
 

www.digilib.ui.ac.id/Lontar/file?file=digital/128091...Literatur.pdf

http://meingstein.wordpress.com/

http://smk3ae.wordpress.com/2008/12/03/isotherm-adsorpsi/

You might also like