You are on page 1of 18

KANDAI

Volume 11 No. 2, November 2015 Halaman 248—265

KAJIAN HISTORIS KOMPARATIF CERITA “BATANG GARING”


(Study Historical Comparative of Story "Batang Garing")

Puji Santosa dan Djamari


Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Jalan Daksinapati Barat IV Rawamangun, Jakarta Timur, Indonesia
Pos-el: puji.santosa@gmail.com
(Diterima 6 April 2015; Direvisi 29 September 2015; Disetujui 14 Oktober 2015)

D
Abstract
This study examines the story “Batang Garing”, the folklore of Central Kalimantan, with
a comparative historical approach as practiced by the Finnish school. The research problem

TE
is how the type, motive, and comparative historical story “Batang Garing”? The purpose of
research is to describe the type, motive, and comparative historical story “Batang Garing”
with another story that the same type and the same motifs, such as the story of Kalpataru,
Bodhi Tree, the Tree of Knowledge of Good and Evil, Tree Kuldi, and Gunungan puppet story
of Java. The method used is descriptive comparative method. The results showed that the story
“Batang Garing” including the type of religious mythology supernatural, the story is believed
by Hindus Kaharingan contained in the book Panaturan. There are eight main motif in the
AC
story“Batang Garing”, namely the creation of the universe motive, motive belief in one God,
the tree of life motif, motifs remarkable animal, human creation motive, motive animal death
as the beginning of life, death motif plant as early life, and the motive parts of the plant that
symbolizes the presence of God. Historically comparative “Batang Garing” has the breadth
and depth of meaning that is different from the story that one type and other same motif in the
world, even older than the Egyptian culture Tree of Life. Story “Batang Garing” became
TR

legendary sacred story and believed to be the origin story ancestors Dayak tribe in
Kalimantan.
Keywords: descriptive, types, motives, historical comparative

Abstrak
Penelitian ini mengkaji “Batang Garing”, cerita rakyat Kalimantan Tengah, dengan
pendekatan historis komparatif sebagaimana dilakukan oleh mazhab Finlandia. Masalah
RE

penelitian adalah bagaimanakah tipe, motif, dan historis komparatif cerita “Batang Garing”?
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe, motif, dan historis komparatif cerita “Batang
Garing” dengan cerita lain yang setipe dan semotif, seperti cerita Kalpataru, Pohon Bodhi,
Pohon Pengetahuan Baik dan Buruk, Pohon Kuldi, dan Gunungan cerita Pewayangan dari
Jawa. Analisis data menerapkan metode deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa cerita “Batang Garing” termasuk tipe cerita mitologi religius keagamaan yang bersifat
supranatural, yakni cerita yang dipercayai oleh pemeluk agama Hindu Kaharingan yang
termaktub dalam kitab Panaturan. Terdapat delapan motif utama dalam cerita “Batang
Garing”, yaitu motif penciptaan alam semesta, motif kepercayaan adanya satu Tuhan, motif
pohon kehidupan, motif binatang yang luar biasa, motif penciptaan manusia, motif kematian
binatang sebagai awal kehidupan, motif kematian tanaman sebagai awal kehidupan, dan motif
bagian-bagian tanaman yang melambangkan keberadaan Tuhan. Secara historis komparatif,
“Batang Garing” memiliki keluasan dan kedalaman makna yang berbeda dari cerita yang
setipe dan semotif lainnya di dunia, bahkan lebih tua daripada Tree of Life kebudayaan Mesir.
“Batang Garing” menjadi cerita sakral yang melegenda dan dipercayai sebagai cerita asal-
usul nenek moyang suku Dayak di Kalimantan.
Kata-kata kunci: deskriptif, tipe, motif, historis komparatif

248
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

PENDAHULUAN oleh Ukur (1971) dan Mihing (1986)


inilah yang dijadikan sampel dan
Cerita “Batang Garing” sekaligus objek penelitian historis
merupakan cerita rakyat Kalimantan komparatif.
Tengah yang mengandung kisah asal- Cerita rakyat dari Kalimantan
usul penciptaan semesta raya seisinya. Tengah pernah diteliti, salah satunya,
Awalnya cerita “Batang Garing” oleh Danandjaja (2008, hlm. 71-84)
disampaikan secara lisan oleh nenek yang bertajuk “Folklor dan
moyang suku Dayak Ngaju di Pembangunan Kalimantan Tengah:
Kalimantan Tengah secara turun- Merekonstruksi Nilai Budaya Orang
temurun dalam bahasa Sangiang Dayak Ngaju dan Ot Danum Melalui
(bahasa Dayak kuno) yang kemudian Cerita Rakyat Mereka”. Tentu saja
dibukukan dalam kitab Panaturan, dengan masalah, tujuan, metode, dan
kitab pegangan para pemeluk agama objek penelitian yang berbeda dari

D
Hindu Kaharingan. Cerita “Batang penelitian Dananjaya, maka penelitian
Garing” tidak hanya mengandung tentang cerita “Batang Garing” menjadi

TE
sejarah asal-usul penciptaan alam sesuatu yang lebih bermakna dalam
semesta dan manusia semata, tetapi memahami budaya bersastra
juga mengandung falsafah hidup masyarakat Kalimantan Tengah.
masyarakat suku Dayak Ngaju di Masalah penelitian adalah
Kalimantan Tengah untuk bagaimanakah tipe, motif, dan historis
menyeimbangkan pandangan antara komparatif cerita “Batang Garing”?
AC
dunia atas (langit, dunia spiritual) dan Tujuan penelitian ini adalah
dunia bawah (bumi, dunia material). mendeskripsikan tipe, motif, dan
Seperti halnya cerita “Adam dan historis komparatif cerita “Batang
Hawa di Taman Eden” dengan Pohon Garing” yang berasal dari cerita rakyat
Pengetahuan Baik dan Buruk, berasal Kalimantan Tengah. Kajian cerita ini
TR

dari kisah penciptaan alam semesta mencoba menerapkan teori historis


yang termaktub dalam Alkitab komparatif dari mazhab Finlandia
Perjanjian Lama, kemudian diceritakan (Danandjaja 2007, hlm. 53-60, dan
kembali oleh Vries (1999) Cerita- Taum 2011, hlm. 84-97), sebuah aliran
Cerita Alkitab Perjanjian Lama, atau kajian sastra lisan yang berkembang di
“Kisah Nabi Adam” dengan Pohon Finlandia dan berpusat di ibu kota
RE

Kuldi, berasal dari kisah-kisah yang negaranya, Helsinki. Cara kerja kajian
termaktub dalam Alquran yang historis komparatif mazhab Finlandia
kemudian diceritakan kembali dalam ini telah diberi contoh secara nyata oleh
Kisasu L-Anbiya (Hanifah, 1996) atau Taum yang diterapkan pada cerita
dalam Surat Al-Ambiya (Hamdan, “Kisah Wato Wele–Lia Nurat”, cerita
1990), cerita “Batang Garing” pun rakyat yang berasal dari kepulauan
semula berasal dari kisah penciptaan Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara
alam semesta yang dimuat dalam kitab Timur, dalam bukunya Studi Sastra
Panaturan, kemudian diceritakan Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan
kembali dalam bahasa Indonesia oleh Pendekatan Disertai Contoh
Ukur (1971) dan Mihing (1986). Versi Penerapannya (2011, hlm. 92-97).
lain cerita “Batang Garing” masih ada, Dengan demikian, paparan kajian cerita
seperti yang ditulis oleh Siyok (2014, rakyat “Batang Garing” yang berasal
hlm. 11-25), tetapi dua versi cerita dari Kalimantan Tengah ini mencoba
“Batang Garing” yang ditulis kembali

249
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

mengikuti cara kerja penelitian yang (dongeng realistik), meliputi: cerita-


disampaikan oleh Taum tersebut. cerita seperti seorang pemuda biasa
menikah dengan putri raja, seorang
LANDASAN TEORI wanita biasa menikah dengan sang
pangeran, bukti kesetiaan dan
Menurut Taum (2011, hlm. 85- kemurnian istri yang keras kepala
92) cara kerja mazhab Finlandia dalam belajar menjadi setia, prinsip-
penelitian historis komparatif melalui prinsip hidup yang baik, tindakan
ribuan cerita rakyat dari seluruh dunia dan kata-kata yang cerdas, dongeng
dikumpulkan, diklasifikasikan, dan tentang nasib, perampok dan
disusun sedemikian rupa sehingga pembunuh, serta dongeng-dongeng
perbandingan dan penelusuran sejarah realistik lainnya.
setiap cerita rakyat dimungkinkan. 5) Tales of the Stupid
Untuk penggolongan cerita rakyat, Orgre/Giant/Devil (dongeng

D
mazhab ini menggunakan dua kriteria tentang raksasa atau hantu yang
dasar, yaitu type dan motif. Type berarti bodoh), meliputi: kontrak kerja

TE
cerita tersebut digolongkan berdasarkan hubungan antara manusia dan
tipe atau jenisnya. Berdasarkan tipenya, raksasa, persaingan antara manusia
Aarne-Thompson membuat sistem dan raksasa, manusia membunuh
klasifikasi dongeng yang menggo- atau melukai raksasa, raksasa
longkannya ke dalam tujuh jenis ditakut-takuti oleh manusia,
berikut. manusia menaklukkan raksasa, dan
AC
1) Animal Tales (dongeng binatang), jiwa diselamatkan dari gangguan
meliputi: binatang buas (serigala setan.
yang pintar dan binatang buas 6) Anecdotes and Jokes (anekdot dan
lainnya), binatang buas dan lelucon), meliputi: cerita-cerita
binatang peliharaan, binatang buas tentang si pandir, cerita tentang
TR

dan manusia, binatang peliharaan pasangan yang sudah menikah (istri


yang setia, dan binatang-binatang yang bodoh dan suaminya, suami
lain yang cerdik seperti pelanduk yang bodoh dan istrinya, dan
atau kancil, serta objek-objek lain- pasangan yang bodoh), cerita
nya. tentang seorang wanita (mencari
2) Tales of Magic (dongeng tentang suami, lelucon tentang seorang
RE

hal-hal magis), meliputi: tantangan nyonya tua), cerita tentang seorang


supranatural, istri atau suami atau laki-laki (pria yang cerdas,
kerabat supranatural, tugas-tugas keberuntungan, lelaki bodoh),
supranatural, penolong lelucon tentang tokoh-tokoh agama
supranatural, barang-barang magis, (tokoh agama ditipu, tokoh agama
kekuatan atau pengetahuan dan perihal seks), dan lelucon
supranatural, dan dongeng-dongeng tentang kelompok masyarakat lain.
lainnya tentang supranatural. 7) Formula Tales (dongeng yang
3) Religious Tales (dongeng memiliki formula), meliputi:
keagamaan), meliputi imbalan dongeng-dongeng kumulatif (yang
hadiah atau hukuman dewa, didasarkan pada jumlah, objek,
kebenaran yang terwujud, surga, binatang, atau nama; yang selalu
hantu, dan dongeng-dongeng dikaitkan dengan kematian; makam,
keagamaan lainnya. atau kejadian-kejadian lainnya),
4) Realistic Tales atau Novelle dongeng tentang jebakan, dan

250
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

dongeng-dongeng formula lainnya. hubungan seks ritual dengan tiga


perempuan yang bukan istrinya.
Motif didefinisikan sebagai anasir Mengapa wong sukerto atau orang
terkecil dalam sebuah cerita yang yang dianggap sial harus diruwat
mempunyai daya tahan dalam tradisi. atau harus menjalankan ritual.
Berdasarkan kriteria tersebut, mereka Mengapa seorang anak gadis tidak
menyusun index atau katalogus tipe- boleh makan di ambang pintu.
tipe dan motif-motif yang dapat Mengapa perlu dilakukan ritual
diterapkan secara universal pada cerita- bersih desa. Mengapa pohon-pohon
cerita rakyat. Secara lebih lengkap, tertentu di hutan tidak boleh
yang dimaksudkan dengan "motif" ditebang atau diambil kayunya.
adalah unsur-unsur suatu cerita Mengapa perlu dilakukan ritual
(narratives elements). Motif teks suatu sedekah ritual laut oleh masyarakat
cerita rakyat adalah unsur dari cerita nelayan.

D
tersebut yang menonjol dan tidak biasa 4) Motif berupa suatu perbuatan (ujian
sifatnya (Danandjaja, 2007, hlm. 53). ketangkasan, minum alkohol,

TE
Ada pelbagai motif yang dapat bertemu di gunung, turun dari
ditemukan dalam cerita rakyat di dunia. gunung, menyamar sebagai fakir
Beberapa motif yang biasa dijumpai miskin, menghambakan diri,
dalam cerita-cerita rakyat adalah melakukan tindakan laku tapa,
sebagai berikut. melewati alam gaib, bertarung
1) Motif berupa benda, misalnya: dengan raksasa, dan lain-lain).
AC
tongkat wasiat, sapu ajaib, lampu 5) Motif tentang penipuan terhadap
ajaib, bunga mawar, tanah liat, dan suatu tokoh (raksasa, hewan). Di
benda-benda angkasa. Cerita asal- Indonesia banyak dijumpai motif
usul manusia, misalnya terdapat hewan-hewan yang luar biasa,
pelbagai motif. Ada yang seperti cerita tentang kancil, raksasa
TR

mengatakan manusia dibuat dari yang bisa menelan manusia yang


tanah liat, manusia berasal dari telur mudah ditipu, dan lain-lain.
burung garuda, manusia berasal dari 6) Motif yang menggambarkan tipe
sejenis pohon tertentu, dan lain- orang tertentu, misalnya yang
lainnya. Hal ini akan berkaitan sangat pandai seperti Abu Nawas,
dengan keyakinan religius ataupun tokoh yang selalu tertimpa nasib
RE

fauna dan flora totem. sial seperti si Pandir, si Lebai


2) Motif berupa hewan yang luar Malang, dan si Kabayan, tokoh
biasa, misalnya kuda yang bisa yang sangat bijaksana seperti raja
terbang, buaya siluman, singa Sulaiman, tokoh pemberani seperti
berkepala manusia, raksasa, hewan Si Pitung, dan tokoh pelaut ulung
yang bisa berbicara, burung seperti Hang Tuah.
phoenix, ular naga, dan ayam
jantan. Dengan metode perbandingan
3) Motif yang berupa suatu konsep, yang cukup sulit dan memakan waktu
misalnya larangan atau tabu. yang lama, Stith Thompson (1885-
Misalnya konsep yang menjelaskan 1976) berhasil menyusun sebuah buku
mengapa wanita hamil tidak boleh yang memuat berbagai motif dan indeks
makan pisang kembar. Mengapa cerita-cerita rakyat di seluruh dunia
setelah sunat tradisional (sifon) dalam sebuah buku berjudul Motif-
seorang lelaki harus melalui Index of Folk Literature: A

251
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

Classification of Narrative Elements in kerja dan aktivitas, (f) studi pustaka


Folktales, Ballads, Myths, Fables, atau dokumentasi, dan (g) studi waktu
Mediaeval Romances, Exampla, dan gerakan (Nazir, 1999, hlm. 65-72).
Fabliaux, Jest-Books, and Local Menurut Ratna (2008, hlm. 53) dalam
Legends (1966) yang terdiri dari enam penelitian dapat dilakukan metode
jilid. Dalam buku itu dapat diketahui gabungan deskriptif komparatif, yaitu
apakah cerita rakyat yang kita pelajari menguraikan dan membandingkan.
itu unik atau hanya merupakan salah Metode deskriptif komparatif dalam
satu versi atau varian dari cerita rakyat penelitiaan ini dimanfaatkan untuk
yang ada di dunia. Buku itu memuat mendeskripsikan perbandingan tipe,
katalogus tipe-tipe dan motif-motif motif, dan historis komparatif cerita
yang dapat diterapkan secara universal “Batang Garing” dari Kalimantan
pada cerita rakyat. Berdasarkan Tengah dengan cerita setipe dan
penggolongan ini sejarah hidup (life semotif dengan cerita lain di Nusantara.

D
history) sebuah cerita rakyat kemudian Sampel sekaligus objek penelitian
ditelusuri oleh peneliti dengan adalah cerita “Batang Garing” versi 1

TE
membandingkan sebanyak mungkin yang ditulis oleh Fridolin Ukur (1971)
varian-varian cerita yang tipe dan dan versi 2 yang ditulis oleh Teras
motifnya sama. Mazhab Finlandia yang Mihing (1986).
berpusat di Helsinki ini kemudian
dikenal sebagai pusat organisasi PEMBAHASAN
peneliti dari seluruh dunia yang disebut
AC
Historico-Geographico School. Prinsip Berikut disampaikan cerita
pendekatan dan hasilnya yang “Batang Garing” versi 1 dan versi 2
terpenting dituangkan dalam buku yang ditulis oleh Fridolin Ukur (1971)
Thompson (1977) berjudul The dan Teras Mihing (1986).
Folktale (Taum, 2011, hlm. 85-92).
TR

Cerita “Batang Garing” (Versi 1)


METODE PENELITIAN
Pada suatu ketika Ranying
Metode yang digunakan dalam Mahatala Langit bersama Bawi Jata
penelitian ini adalah metode deskriptif Balawang Bulau sepakat untuk mulai
komparatif. Metode deskriptif adalah melepaskan lawung-nya (ikat kepala)
RE

suatu metode dalam meneliti status yang terbuat dari emas bertahtakan
sekelompok manusia, suatu objek, intan, kemudian dilemparkan sehingga
suatu set kondisi, suatu sistem terjelmalah sebuah pohon Batang
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa Garing. Pohon ini berbuah dan
pada masa sekarang (Nazir, 1999, hlm. berdaunkan segala macam permata,
63). Tujuan dari penelitian deskriptif ini seperti emas, intan, batu-batu mulia,
adalah untuk membuat deskripsi, dan lain-lain. Setelah Batang Garing ini
gambaran atau lukisan secara menjelma, maka Jata melepaskan
sistematis, faktual, dan akurat mengenai burung Tingang betina dari sangkar
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan emasnya yang kemudian hinggap di
antarfenomena yang diselidiki. Metode pohon kehidupan tersebut dan
deskriptif dapat dipilah-pilah lagi menikmati segala buahnya. Melihat
menjadi: (a) metode survai, (b) metode kejadian ini, Mahatala Langit lalu
deskriptif berkesinambungan, (c) studi melepaskan keris emasnya yang
kasus, (d) studi komparatif, (e) analisis bertahtakan permata mulia yang

252
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

kemudian menjelma menjadi Tingang yang mengatakan bahwa sang wanita


jantan yang disebut Tambarirang. Ia mengalami tujuh kali keguguran yang
juga hinggap dan mengenyangkan melahirkan berbagai penyakit dan
dirinya dari buah-buahan dan daun- binatang). Binatang ini kemudian
daunan Batang Garing ini. dikenal sebagai binatang piaraan di
Kehadiran kedua burung sakti ini rumah. Dari tradisi inilah muncul
membangkitkan kecemburuan dan kebiasaan mempersembahkan korban
keirian masing-masing sehingga (terutama ayam dan babi). Keturunan
mengakibatkan perkelahian mati- berikut dari sang wanita melahirkan
matian antara keduanya. Pada saat itu manusia tiga putera, yaitu Maharaja
terjadilah perang suci. Pertempuran Sangiang, Maharaja Sangen, dan
mahadashyat ini mengakibatkan Maharaja Bunu. Setelah melewati
hancurnya seluruh Batang Garing. Dari beberapa peristiwa, akhirnya ditetapkan
kepingan kehancuran Batang Garing bahwa putra pertama, Maharaja

D
terjadilah buah ciptaan lainnya, yaitu Sangiang menempati alam atas, tinggal
pasangan manusia pertama: seorang bersama Ranying Mahatala Langit, dan

TE
pria dan seorang wanita. Juga terjelma merupakan asal-usul segala Sangiang
dua buah kapal pertama yang dilayari (Para Dewa). Putra kedua, Maharaja
masing-masing oleh pria dan wanita Sangen mendiami suatu daerah
tadi, yaitu: Banama Bulau (Bahtera bernama Batu Nindan Tarung, yang
Emas) yang dilayari oleh wanita menjadi sumber segala kepahlawanan.
pertama yang bernama "Putir Kahukup Sedangkan putra ketiga, Maharaja
AC
Bungking Garing" (Putri dari kepingan Bunu menempati bumi, dan menjadi
gading); dan Banama Hintan (Bahtera moyang pertama manusia (Sumber:
Intan) yang ditumpangi oleh pria Ukur, 1971, hlm. 35-37).
pertama yang bernama "Manyamei
Limut Garing Balua Unggon Tingang" Cerita “Batang Garing” (Versi 2)
TR

(Sari pohon kehidupan yang dipatahkan


oleh Tingang). Hidup, menurut orang Dayak
Pertempuran antara kedua Ngaju yang tinggal di sepanjang Sungai
binatang sakti tadi berlangsung terus Kapuas, Kahayan, Katingan, Rungan,
sampai keduanya hancur binasa. Dari Manuhing, dan Mentaya, merupakan
kepingan-kepingan tubuh mereka suatu hasil benturan dua kekuatan.
RE

terciptalah berbagai hal seperti gunung, Alam semesta terbentuk karena adanya
bukit, laut, sungai, hutan rimba, dan benturan antara benda-benda langit
lain-lain. yang dengan dahsyatnya
Kedua manusia pertama tadi menyemburkan api-api yang terpercik
mengembara di perahu masing-masing ke mana-mana kemudian membentuk
di tengah laut yang merupakan sumber alam semesta. Alam itu kemudian
segala yang mengalir. Akhirnya, sang terbagi atas alam yang dikuasai oleh
pria meminta sang wanita menjadi Ranying Mahatala Langit dan dunia
isterinya dan diterima dengan dua bawah yang dikuasai oleh Jata atau
syarat. Yang pertama sang pria Tambun. Walaupun terdapat dua maha-
menciptakan daratan. Yang kedua dewa tersebut, tetapi pada hakikatnya
adalah anugerah dari Jata. Pernikahan kedua mahadewa tersebut adalah satu,
ini melahirkan beberapa keturunan. sebab Jata sebenarnya tidak lain adalah
Keturunan pertama adalah babi, ayam, bayang-bayang dari Ranying Mahatala
kucing, dan anjing (ada juga sumber Langit sendiri. Keduanya berbeda dan

253
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

memiliki daya hidup serta kekuasaan yang lebih sesuai dan yang memberikan
sendiri-sendiri, tetapi keduanya kehidupan yang lebih baik bagi mereka.
membentuk suatu keutuhan kosmis. Pohon Batang Garing berbentuk
Jika salah satu dari keduanya tombak dan menunjuk ke atas. Pohon
dihilangkan, maka keseimbangan ini melambangkan Ranying Mahatala
kosmis akan terganggu. Langit. Bagian bawah pohon yang
Manusia sendiri tercipta akibat ditandai oleh adanya guci berisi air suci
terjadinya benturan berupa perkelahian yang melambangkan Jata atau dunia
antara dua ekor enggang, yaitu enggang bawah. Dengan demikian disampaikan
jantan dan enggang betina yang sedang pesan bahwa dunia atas dan dunia
mencari dan memakan buah dari bawah pada hakikatnya bukanlah dua
“pohon kehidupan” atau Batang dunia yang berbeda, tetapi sebenarnya
Garing. Enggang betina mulai bergerak merupakan suatu kesatuan dan saling
dari bawah pohon sedangkan enggang berhubungan.

D
jantan bergerak dari puncak ke bawah. Dahan-dahan pohon berlekuk
Ketika kedua enggang bertemu maka sedemikan rupa untuk melambangkan

TE
perkelahian hebat yang berakhir dengan Jata sedangkan daun-daun berbentuk
matinya kedua burung tersebut setelah ekor burung enggang. Di sini juga
memorak-porandakan Batang Garing. dilambangkan bahwa kesatuan itu tetap
Bagian-bagian dari Batang Garing dipertahankan. Buah Batang Garing
yang berserakan bertebaran di mana- tersebut masing-masing terdiri dari tiga
mana kemudian memunculkan berbagai yang menghadap ke atas dan tiga yang
AC
kehidupan termasuk manusia laki-laki menghadap ke bawah, melambangkan
dan manusia perempuan. tiga kelompok besar manusia sebagai
Dari wawasan dasar tentang Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen,
kosmis tersebut, orang-orang Dayak dan Maharaja Bunu. Sekali lagi
Ngaju menganggap bahwa kosmis ini diingatkan bahwa turunan manusia
TR

akan selalu memberikan dua kekuatan harus mengarahkan pandangannya


yang luar biasa bertentangan dan bukan hanya ke atas, tetapi juga ke
berbenturan untuk kemudian bawah. Dengan kata lain, manusia
membentuk suatu kehidupan baru. harus menghargai Ranying Mahatala
Benturan-benturan bukan hal yang Langit dan Jata secara seimbang.
dianggap menakutkan, sebaliknya, Ditafsirkan menurut pengertian
RE

dianggap sebagai kesempatan untuk kontemporer, orang Dayak haruslah


menciptakan sesuatu yang baru. Karena mampu menjaga keseimbangan antara
itulah orang-orang Dayak harus bersifat kepentingan keduniaan dan
terbuka dan siap menanggung kepentingan akhirat.
kesulitan-kesulitan yang terjadi, karena Tempat bertumpu Batang Garing
benturan-benturan antara kebudayaan adalah Pulau Batu Nindam Tarung,
dan tata nilai mereka yang lama dengan yaitu pulau tempat kediaman manusia
kebudayaan dan tata nilai baru yang pertama sebelum manusia diturunkan
mungkin saja sangat bertentangan ke bumi. Di sinilah dulunya nenek
dengan kebudayaan dan tata nilai moyang manusia, yaitu anak-anak dan
tradisional mereka. Justru dengan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum
memanfaatkan benturan-benturan sebagian dari mereka diturunkan ke
tersebut orang-orang Dayak akan bumi ini. Dengan demikian, orang-
mampu menyusun suatu tatanan baru orang Dayak diingatkan bahwa dunia
ini adalah tempat tinggal sementara

254
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

bagi manusia, karena tanah air manusia kosmis akan terganggu. Unsur-unsur
yang sebenarnya adalah dunia atas, kosmis atau mengenai kosmos dari
yaitu di Lawu Tatau (surga). Dengan kepercayaan ini, yaitu semua yang ada
demikian, sekali lagi diingatkan bahwa berhubungan dengan jagat raya,
manusia janganlah terlalu mendewa- penciptaan, genesis, langit, bumi, dan
dewakan segala sesuatu yang bersifat surga, menjadi latar dan alur peristiwa
duniawi. terciptanya Batang Garing yang terjadi
Pada bagian puncak terdapat atas dilepaskannya “lawung” (ikat
burung enggang dan matahari yang kepala) emas bertatahkan intan dari
melambangkan bahwa asal-usul Ranying Mahatala Langit dan Bawi
kehidupan ini adalah berasal dari atas. Jata Balawang Balau.
Burung enggang dan matahari Sementara itu, unsur-unsur
merupakan lambang-lambang Ranying transendental atau supranatural terdapat
Mahatala Langit yang merupakan pada proses terjadinya alam semesta.

D
sumber segala kehidupan (Mihing, Penjelasan ini dapat terbaca dalam teks
1986). versi 2:

TE
Tipe Cerita “Alam semesta terbentuk karena
adanya benturan antara benda-
Memahami cerita mitologi benda langit yang dengan
“Batang Garing” dari masyarakat suku dahsyatnya menyemburkan api-
Dayak di Kalimantan Tengah dalam api yang terpercik ke mana-mana
AC
dua versi di atas berdasarkan tipe atau dan kemudian membentuk alam
jenis ceritanya termasuk tipe cerita semesta” (Mihing, 1986).
religius (kepercayaan atau keagamaan
Hindu Kaharingan) dan sekaligus Dua kekuatan supranatural
termasuk cerita yang bersifat hal-hal benda-benda langit yang saling
TR

transendental atau supranatural. Tokoh berbenturan secara dahsyat


yang dihadirkan dalam cerita ini adalah menimbulkan percikan bunga api di
Ranying Mahatala Langit yang mana-mana hingga tergelarlah alam
bertindak sebagai mahadewa penguasa semesta. Alam atas berupa langit dan
langit atau dunia atas (termasuk Lawu surga yang dikuasai oleh Ranying
Tatau, Surga) dan tokoh Bawi Jata Mahatala Langit dan alam bawah
RE

Balawang Balau atau Tambun yang berupa jagat raya seisinya yang
bertindak sebagai mahadewa penguasa dikuasai oleh Bawi Jata Balawang
dunia bawah. Kendati terdapat dua Balau atau Tambun. Demikian juga
mahadewa penguasa, tetapi terciptanya makhluk hidup yang lain,
kesejatiannya mereka adalah satu, termasuk manusia, terjadi atas benturan
sebab Bawi Jata Balawang Balau tiada dua kekuatan binatang besar, enggang
lain adalah bayang-bayang dari Raying jantan dengan enggang betina atau
Mahatala Langit, sebagai perwujudan Burung Tingang Betina yang berasal
gerak dinamisnya. Keduanya berbeda dari Jata dengan Burung Tingang
dan memiliki daya hidup serta Jantan, disebut Tanbarirang, berasal
kekuasaan sendiri-sendiri, tetapi dari jelmaan keris emas bertatahkan
keduanya membentuk suatu keutuhan permata milik Ranying Mahatala
kosmis penguasa semesta raya seisinya. Langit. Kedua binatang unggas itu
Jika salah satu dari keduanya saling berkelahi memperebutkan buah-
dihilangkan, maka keseimbangan

255
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

buahan dan daun-daunan yang terdapat


pada Batang Garing versi 2. Manusia dan kendaraannya, kapal
emas dan kapal intan, terjadi atas
“Manusia sendiri tercipta kehancuran Batang Garing. Sementara
akibat terjadinya benturan berupa itu, alam semesta lainnya terjadi atas
perkelahian antara dua ekor kehancuran dua burung sakti yang
enggang, yaitu enggang jantan saling berperang suci:
dan enggang betina yang sedang
mencari dan memakan buah dari “Pertempuran antara kedua
“pohon kehidupan” atau Batang binatang sakti tadi berlangsung
Garing. Enggang betina mulai terus sampai keduanya hancur
bergerak dari bawah pohon binasa. Dari kepingan-kepingan
sedangkan enggang jantan tubuh mereka terciptalah berbagai
bergerak dari puncak ke bawah. hal seperti gunung, bukit, laut,

D
Ketika kedua enggang bertemu sungai, hutan rimba, dan lain-
maka perkelahian hebat yang lain” (Ukur: 1971).

TE
berakhir dengan matinya kedua
burung tersebut setelah mempo- Jadi, terciptanya alam semesta dan
rak-porandakan Batang Garing. makhluk hidup itu, termasuk manusia,
Bagian-bagian dari Batang bukan sekadar berasal dari tanah liat
Garing yang berserakan yang ditiupkan roh Tuhan sebagaimana
bertebaran di mana-mana yang termaktub dalam kitab suci agama
AC
kemudian memunculkan berbagai wahyu.
kehidupan termasuk manusia Unsur supranatural lain adalah
laki-laki dan manusia terjadinya Batang Garing yang berasal
perempuan”. (Mihing, 1986) dari “lawung” yang dilemparkan oleh
Ranying Mahatala Langit bersama
TR

Atau yang lebih jelas pada cerita Bawi Jata Balawang Balau ke suatu
“Batang Garing” versi 1: tempat menjadi tumpuan Batang
Garing, Pulau Batu Nindam Tarung,
“Kehadiran kedua burung yaitu pulau tempat kediaman manusia
sakti ini membangkitkan pertama sebelum manusia diturunkan
kecemburuan dan keirian masing- ke bumi. Tempat tumpuan Batang
RE

masing sehingga mengakibatkan Garing tersebut dalam kisah keimanan


perkelahian mati-matian antara agama wahyu adalah surga atau taman
keduanya. Pada saat itu terjadilah firdus, taman eden, atau nirwana yang
perang suci. Pertempuran menjadi tempat tumpuan pohon kuldi
mahadashyat ini mengakibatkan atau pohon pengetahuan baik dan
hancurnya seluruh Batang buruk. Apalagi manusia pertama kali
Garing. Dari kepingan diturunkan ke dunia langsung menjadi
kehancuran Batang Garing maharaja, yaitu Maharaja Sangiang
terjadilah buah ciptaan lainnya, (menempati alam atas, tinggal bersama
yaitu pasangan manusia pertama: Ranying Mahatala Langit, dan menjadi
seorang pria dan seorang wanita. asal-usul segala sangiang atau dewa-
Juga terjelma dua buah kapal dewa), Maharaja Sangen (mendiami
pertama yang dilayari masing- suatu daerah bernama Batu Nindan
masing oleh pria dan wanita tadi” Tarung, yang menjadi sumber segala
(Ukur, 1971). kepahlawanan), dan Maharaja Bunu

256
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

(menempati bumi dan menjadi nenek Motif Cerita


moyang manusia pertama).
Klasifikasi dan kajian
“Tempat bertumpu Batang berdasarkan motif cerita terhadap cerita
Garing adalah Pulau Batu “Batang Garing” dapat menghasilkan
Nindam Tarung, yaitu pulau beberapa temuan yang menarik untuk
tempat kediaman manusia diperhatikan, yaitu terdapat (1) motif
pertama sebelum manusia penciptaan alam semesta (kode A22:
diturunkan ke bumi. Di sinilah creator comes out of chaos), terjadinya
dulunya nenek moyang manusia, benturan benda-benda langit,
yaitu anak-anak dan cucu terciptanya sepasang manusia,
maharaja Bunu hidup, sebelum terjadinya dua kapal besar, serta
sebagian dari mereka diturunkan terciptanya alam semesta beserta isinya,
ke bumi ini” (Ukur, 1971). (2) motif kepercayaan akan adanya satu

D
Tuhan (A.102.10: unity of god), Raying
Keris emas bertatahkan permata Mahatala Langit dan Bawi Jata

TE
mulia yang dilemparkan oleh Ranying Balawang Bulau kesejatiannya adalah
Mahatala Langit ke Batang Garing satu, (3) motif pohon kehidupan
yang berubah menjadi Burung Tingang (A2600—A2699: origin of tress and
Jantan atau Tambarirang menjadi unsur plans; asal mula pohon dan tanaman,
supranatural lainnya. Lahirnya Batang Garing, (4) motif binatang yang
sepasang manusia dan terjadinya kapal luar biasa (B172: magic bird), Enggang
AC
emas dan kapal intan yang berasal dari Jantan atau Tambarirang dan Enggang
kepingan Batang Garing dapat sebagai Betina, (5) motif penciptaan manusia
tanda supranatural atas terciptanya (A13.22: eagle as creator as man),
sepasang manusia dan kendaraannya manusia tercipta atas pertarungan dua
dari peristiwa luar biasa ajaibnya. binatang raksasa yang saling berkelahi
TR

Terciptanya gunung, bukit, laut, sungai, memperebutkan kehidupan, dan dari


hutan rimba, dan sebagainya berasal kepingan Batang Garing terlahirlah
dari kepingan tubuh kedua binatang sepasang wanita, lelaki dan perempuan,
sakti, burung tingang jantan dan burung (6) kematian binatang sebagai awal
tingang betina, suatu peristiwa sakral kehidupan (E3: dead animal comes to
yang supranatural pula. Apalagi life), kematian enggang jantan dan
RE

terjadinya segala binatang, seperti babi, enggang betina menjadi gunung, bukit,
ayam, kucing, dan anjing berasal dari laut, sungai, hutan rimba, dan
perkawinan sepasang manusia yang sebagainya, (7) motif kematian
terlahir dari Batang Garing. Atas dasar tanaman sebagai awal kehidupan (E2 :
unsur-unsur cerita yang bersifat dead tree comes to life), kerusakan
religius, sakral, supranatural, dan hal- Batang Garing menimbulkan
hal yang bersifat transendental serta kehidupan baru, terjadinya sepasang
magis seperti itulah cerita “Batang manusia dan dua buah bahtera raksasa
Garing” dikategorikan sebagai tipe sebagai kendaraan manusia berlayar
cerita mitologi religius dan cerita mengarungi lautan, dan (8) motif
supranatural. bagian tanaman yang melambangkan
keberadaan Tuhan (A2611.04: parts of
body of god transformal into plants),
makna dari masing-masing bagian dari
Batang Garing.

257
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

Kedelapan motif dalam cerita burung enggang tersebut dari lawung


tersebut diawali dengan kisah (ikat kepala) dan dohong (keris
penciptaan alam semesta akibat adanya permata). Mitos penciptaan manusia
benturan keras antara dua kekuatan yang direpresentasikan dengan burung
benda-benda langit yang memancarkan enggang juga bisa dilihat sebagai motif
percikan api di mana-mana. Pada A 13.22. (Eagle as creator as man).
peristiwa selanjutnya, alam semesta Kedua burung enggang tersebut
yang telah tercipta kemudian terbagi kemudian berkelahi ketika
menjadi dua alam, yaitu dunia atas atau memperebutkan buah-buahan di sebuah
langit dengan surga, dan dunia bawah pohon yang disebut sebagai pohon
dengan bumi atau jagat rayanya. kehidupan atau Batang Garing. Batang
Namun, kedua dunia tersebut Garing ini dapat dilihat sebagai motif
sebenarnya adalah tetap satu, yaitu alam Thompson A 652.3. (tree is upper
semesta raya. Dunia bawah world). Perkelahian kedua enggang

D
digambarkan sebagai bayang-bayang tersebut menyebakan kematian
dari dunia atas, bukan tempat tinggal keduanya dan hancurnya Batang

TE
manusia yang sebenarnya, alam ideal Garing tersebut. Kehancuran Batang
ialah surga. Garing dan kematian dua burung
Motif pertama, penciptaan alam enggang kemudian memunculkan
semesta yang didahului dengan berbagai kehidupan di dunia, termasuk
peristiwa kekacauan (kode A22: kehidupan manusia (motif E.3 dead
creator comes out of chaos) dapat animal comes to life dan juga motif E.2
AC
dilihat dalam peristiwa benturan keras Dead tree comes to life).
benda-benda langit hingga Batang Garing dalam cerita
menyemburkan api dan dari percikan tersebut digambarkan berbentuk
api tersebut hingga terciptalah alam tombak dan menunjuk ke atas. Pohon
semesta. Benturan yang dahsyat kehidupan ini melambangkan Ranying
TR

tersebut merupakan sebuah peristiwa Mahatala Langit, Tuhan Pencipta Alam


kekacauan/chaos yang mengawali Semesta. Gambaran Batang Garing
terjadinya alam semesta. Alam semesta yang melambangkan Tuhan dapat
yang terbentuk kemudian terbagi dilihat sebagai motif A 2611.0.4. (parts
menjadi dua bagian, yaitu alam atas atas of body of God transformal into plants).
dan alam bawah. Alam bawah hanyalah Secara eksplisit jelas dinyatakan
RE

sebagai bayang-bayang dari alam atas. bahwa:


Hal tersebut menggambarkan bahwa
dalam proses penciptaan alam semesta “Pohon Batang Garing berbentuk
pada hakikatnya hanya ada satu tombak dan menunjuk ke atas.
kekuatan, inilah yang merupakan motif Pohon ini melambangkan
kedua (A.102.10: Unity of God), Ranying Mahatala Langit. Bagian
sebagai Ranying Mahatala Langit, satu bawah pohon yang ditandai oleh
Tuhan. adanya guci berisi air suci yang
Dalam peristiwa proses melambangkan Jata atau dunia
penciptaan manusia, dapat ditemukan bawah. Dengan demikian
dua burung enggang jantan dan betina. disampaikan pesan bahwa dunia
Peristiwa munculnya burung enggang atas dan dunia bawah pada
dalam cerita “Batang Garing” sesuai hakikatnya bukanlah dua dunia
dengan indeks motif Thompson kode B yang berbeda, tetapi sebenarnya
172 (magic bird), asal-muasal dua merupakan suatu kesatuan dan

258
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

saling berhubungan.” dan “Pada Di Indonesia serta berbagai


bagian puncak terdapat burung belahan dunia, pohon kehidupan telah
enggang dan matahari yang menjadi mitos secara turun-temurun
melambangkan bahwa asal-usul dari satu generasi ke generasi
kehidupan ini adalah berasal dari berikutnya, tersebar dari pedalaman
atas. Burung enggang dan Kalimantan hingga ke Candi
matahari merupakan lambang- Prambanan, Jawa Tengah. Tradisi
lambang Ranying Mahatala kepercayaan agama Hindu Kaharingan
Langit yang merupakan sumber memiliki cerita “Batang Garing”
segala kehidupan” (Mihing, berasal dari pedalaman Kalimantan,
1986). agama Hindu memiliki cerita
“Kalpataru” atau “Kalpawreksa”
Demikian kajian motif dan (dalam bahasa India kalpataru
kaitannya dengan makna cerita “Batang mempunyai sebutan kalpadruma dan

D
Garing” yang penuh perlambangan kalpapāda) berasal dari pedalaman
kehidupan dan penciptaan alam India menyebar sampai ke Candi

TE
semesta. Prambanan, Jawa Tengah, seputar abad
VIII Masehi hingga kini, agama Budha
Historis Komparatif memiliki cerita “Pohon Bodhi” yang
menjadi tempat pencerahan Sang
Kajian historis komparatif Budha Gautama, agama Nasrani
selanjutnya akan membandingkan memiliki cerita “Pohon Pengetahuan
AC
kesamaan tipe dan motif cerita “Batang Baik dan Buruk” sebagai perantaraan
Garing” dengan tipe dan motif cerita Adam dan Eva terusir dari Taman Eden,
dari daerah lainnya untuk agama Islam memiliki cerita “Pohon
mengungkapkan wilayah pesebaran dan Kuldi” yang menyebabkan Adam dan
asal-usul cerita tersebut. Cerita “Batang Hawa turun ke dunia, kebudayaan
TR

Garing” berasal dari cerita asal-usul Mesir—terutama kaum Yahudi Paganis


atau cerita kejadian alam semesta Kabbalist dari kitab kuno Talmud—
seisinya yang berasal dari tradisi memiliki cerita “Tree of Life”, dan
kepercayaan agama Hindu Kaharingan. masyarakat Jawa melalui dunia
Menurut tokoh agama Hindu pewayangan memiliki cerita
Kaharingan (Lewis K.D.R., “Gunungan” atau “Kayon” yang
RE

wawancara, 26 September 2014) bahwa menjadi simbol kepedulian masyarakat


agama Hindu Kaharingan merupakan akan kelestarian lingkungan hidup.
agama yang tertua di dunia, setelah itu Cerita “Batang Garing” apabila
baru ada agama Hindu yang kita kenal dibandingkan dengan cerita
sekarang, lalu agama Budha, agama “Kalpataru”, “Pohon Bodhi”, “Pohon
Nasrani, dan agama Islam. Padahal, Pengetahuan Baik dan Buruk”, “Pohon
setiap agama ini memiliki tradisi cerita Kuldi”, “Gunungan”, atau bahkan
tentang pohon kehidupan yang penuh “Tree of Life”-nya kaum Yahudi
perlambangan kosmos dan mitologi Paganis Kabbalist dari kitab kuno
yang diyakini kebenarannya sebagai Talmud, “Batang Garing” memiliki
ungkapan kisah genesis dan simpulan keluasan dan kedalaman makna yang
eksegesis atas tutur lisan, “tetek tatum”, berbeda. Pemahaman kita akan terbantu
mengenai asal-usul alam semesta serta jika membaca karya Santos (2010)
hukum-hukum keseimbangan kosmos. tentang “Atlantis” atau Oppenheimer
(2010) dengan karya fenomenalnya

259
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

“Eden in the East”, menyebutkan ada anatomis dianggap sebagai


kebudayaan “Tree of Life” tertua di personifikasi manusia yang memiliki
dunia yang ada sekarang ini rambut, tangan, kaki, hidung, telinga,
diperkirakan adalah pulau Kalimantan, mata, dan bernapas. Oleh karena itu,
sebagai bagian dari Surga yang hilang. pohon dianggap sebagai saudara tua
Masanya diperkirakan sekitar tahun yang lebih dahulu ada sebelum manusia
8.000 SM. Hal itu jelas bahwa cerita muncul di permukaan bumi. Pohon
“Batang Garing” sebagai pohon dengan segala mitosnya kemudian
kehidupan lebih tua daripada Tree of diperlambangkan sebagai pohon hayat
Life kebudayaan Mesir dan cerita yang diukirkan pada wayang Jawa
tentang pohon kehidupan yang lainnya. (Kayon, Gunungan) yang kemudian
berkembang pada masyarakat Jawa
Di Nusantara, mitos pohon hayat Islam sejak zaman kerajaan Demak.
telah menjadi konsepsi bersama yang Pohon hayat yang terdapat dalam

D
secara turun-temurun diwariskan oleh pewayangan pada masyarakat Jawa
nenek moyang bangsa Indonesia. Islam sering dipertalikan dengan para

TE
Tidaklah mengherankan jika kemudian wali atau sunan karena pada masa itu
mitos pohon hayat banyak ditemukan wayang digunakan sebagai media
dalam mitologi beberapa suku di dakwah. Ukiran pohon hayat dalam
Indonesia, walaupun dengan penamaan pewayangan dikenal sebagai gunungan
yang berbeda-beda, seperti Pohon karena bentuknya menyerupai gunung
Hayat, Pohon Kehidupan, atau disebut Kayon, hutan yang penuh
AC
Kalpawreksa, Kalpataru, Kayon, dengan pepohonan. Kayon: lambang
Gunungan, dan Batang Garing, akan gunung, lambang hutan, isyarat untuk
tetapi sistem perlambangannya hampir awal, isyarat untuk penutup. Dari jauh
sama sehingga dalam pemaknaannya bentuk itu mirip sebuah siluet segitiga
cenderung sama. di bawah cahaya. Akan tetapi, dari
TR

Secara umum “pohon” dalam dekat akan kelihatan di gunungan itu


berbagai kehidupan budaya di tersembunyi (dalam ukiran yang renik)
Nusantara dipercaya memiliki kekuatan pohon-pohon rindang dengan cabang
sebagai pemberi petunjuk kehidupan, yang merangkul dan pucuk yang tinggi
pemberi keteduhan, dan pemberi menyembul. Ada sebuah gapura dengan
perlindungan. Sebagaimana tempat kunci berbentuk teratai. Ada
RE

kepercayaan orang Jawa terhadap sepasang raksasa bersenjata yang tegak


beberapa pohon keramat, seperti pohon simetris. Ada harimau, banteng, kera,
Dewadaru (anugerah Dewa), Pohon burung merak, dan burung-burung lain.
Beringin Kurung di Keraton Juga wajah seram Banaspati.
Yogyakarta, dan puluhan atau bahkan Dengan kata lain, di gunungan itu
mungkin ratusan pohon-pohon keramat tersimpan bermacam hal yang bertaut
lainnya yang hingga kini masih dalam satu misteri, sesuatu yang
dikeramatkan, tersebar beberapa tempat angker, tetapi juga teduh: sebuah
di Jawa dan beberapa tempat di wilayah kehidupan yang lain. Ketika
Indonesia yang lainnya, oleh Peursen arena di luarnya memaparkan kisah
(1976, hlm. 34) dianggap sebagai fase intrik, nafsu, dan perang yang tak henti-
alam pemikiran mistis, yakni manusia hentinya, di kerimbunan yang agung itu
terbelenggu oleh objeknya. hidup berlangsung anteng dan syahdu.
Pohon dalam pandangan Dalam kayon, waktu yang mengalir
masyarakat Nusantara lama secara detik demi detik seakan-akan tak ada

260
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

lagi. Di dalam gunungan, arus menit pendapat lain bahwa nama Kalpataru
dan jam seakan-akan diinterupsi dan sendiri muncul pertama kali di
distop. Segala hal seakan-akan di luar Kalimantan dan dipahatkan pada
waktu” (Mohamad, 2013, hlm. 1). prasasti di Kutai pada masa kerajaan
Selain suku Jawa, suku Dayak Hindu tertua Nusantara dengan rajanya
Ngaju di Kalimantan Tengah penganut Mulawarman. Dalam prasasti tersebut
Kaharingan adalah satu suku di dikatakan bahwa istilah kalpataru
Nusantara yang juga memiliki konsep awalnya adalah istilah yang mengacu
pohon hayat. Pohon dalam alam pikiran pada aktivitas pemberian sedekah yang
suku Dayak Ngaju dianggap sebagai dilakukan oleh Raja Mulawarman
pemberi kehidupan sehingga pohon sendiri kepada rakyatnya. Seiring
kemudian disimbolkan sebagai pohon dengan perjalanan waktu, nama
kehidupan atau Batang Garing. Pohon kalpataru kemudian berubah menjadi
hayat atau Batang Garing bagi penganut falsafah atau perlambang sebagai

D
Kaharingan merupakan perlambangan pemberi kehidupan, karena dengan
sebuah keabadian yang akan ditemui pemberian atau sedekah tersebut

TE
pada kehidupan swargaloka (Lawu seseorang akan dapat menyambung
Tatau: surga), alam atas yang dikuasai hidupnya pada hari berikutnya.
Ranying Mahatala Langit. Terlepas apakah pohon hayat atau
Jika ditelisik lebih jauh, suku Batang Garing pada penganut
Dayak penganut Kaharingan memiliki Kaharingan berasal dari Kalimantan itu
suatu pandangan bahwa pohon yang sendiri atau Jawa, yang jelas simbol
AC
bukan dalam pengertian simbolik Batang Garing merupakan sebuah
adalah subjek yang berdiri secara linear konsep pohon hayat sebagaimana yang
dengan manusia sehingga hutan yang diyakini oleh beberapa suku di
merupakan masyarakat pohon atau Nusantara. Jika dianalisis secara
komunitas dalam dunia pepohonan linguistis kata batang sendiri berasal
TR

menjadi satu ikatan yang tidak dapat dari bahasa Melayu yang artinya
dilepaskan. Manusia dan hutan adalah “pohon”. Sementara kata garing yang
dua subjek dengan kapasitasnya artinya “hidup,” diduga berasal dari
masing-masing. Manusia tidak hanya bahasa Dayak kuno. Namun, dalam
diposisikan pada tataran subjek semata pengamatan penulis kata garing berasal
khususnya dalam memperlakukan dari kata aring yang artinya nama
RE

hutan, tetapi alam turut menjadi subjek sebuah pohon di Jawa (Sudaryanto,
yang dapat memberikan pengaruh 2001, hlm. 41). Melalui proses
terhadap perilaku manusia di linguistis kata aring, yang dalam tulisan
sekitarnya. huruf Jawa ditulis haring kemudian
Jika dilacak dari aspek berubah menjadi garing, dan kemudian
kesejarahan konsep pohon hayat pada menjadi Batang Garing sebagaimana
penganut Kaharingan dimungkinkan dipahami oleh penganut Kaharingan
hasil pengadopsian dari kebudayaan kini.
Hindu lama yang terdapat di pulau Jawa Pada tataran kosmologi Batang
Kuno, yaitu pohon Kalpataru. Hal ini Garing sebagai pohon kehidupan, selain
dapat dilihat pada relief Candi pemberi kehidupan di satu sisi pohon
Prambanan. Di situ terpampang jelas itu juga merupakan mitra yang linear
gambar lengkap pohon hayat atau dengan manusia yang saling
Kalpataru dengan segala simbol- membutuhkan satu sama lainnya. Pada
simbolnya. Namun, terdapat sebuah aspek pemaknaan simbolik bahwa

261
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

konsep pohon hayat, Batang Garing, pahlawan pembela kebenaran.


merupakan konsep pohon surgawi yang Sementara itu, Sang Hyang Antaga
merepresentasikan segala macam turun ke dunia menjadi pamong para
bentuk kenikmatan semua tersedia di raksasa, tokoh kiri, atau raja sabrangan
situ dan diperuntukkan bagi manusia yang merupakan tokoh jahat atau
yang terpilih. Dalam kisah keimanan antagonis. Demikian juga keturunan
agamawi barangkali Batang Garing sepasang manusia yang terjadi dari
dapat dipadankan dengan Pohon Bodhi, kepingan Batang Garing itu melahirkan
Pohon Kuldi, atau Pohon Pengetahuan tiga putra, meski kisah kelahiran tidak
Baik dan Buruk yang tumbuh subur di berasal dari pecahnya telur sakti yang
Surga, Firdaus, Nirwana, atau Taman bersinar.
Eden. “Di tengah-tengah taman itu
Allah menunjukkan kepada Adam dua “Keturunan berikut dari sang
batang pohon, kedua-duanya baik wanita melahirkan manusia tiga

D
seperti pohon-pohon yang lain. Pohon putera, yaitu Maharaja Sangiang,
yang satu adalah pohon kehidupan. Dan Maharaja Sangen, dan Maharaja

TE
yang satu lagi adalah pohon Bunu. Setelah melewati beberapa
pengetahuan tentang yang baik dan peristiwa, akhirnya ditetapkan
yang jahat. Lalu Tuhan Allah melarang bahwa putra pertama, Maharaja
memakan buah dari pohon yang Sangiang menempati alam atas,
terakhir ini” (Vries, 1999, hlm. 4-5). tinggal bersama Ranying
Motif sepasang manusia pertama Mahatalla Langit, dan merupakan
AC
yang terjadi dari Batang Garing itu asal-usul segala Sangiang (Para
melahirkan keturunan tiga putra, yaitu Dewa). Putra kedua, Maharaja
Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, Sangen mendiami suatu daerah
dan Maharaja Bunu. Cerita ini memiliki bernama Batu Nindan Tarung,
kesamaan dengan kisah Sang Hyang yang menjadi sumber segala
TR

Tunggal yang memperistri Dewi kepahlawanan. Sedangkan putra


Rekatawati. Dewi Rekatawati dalam ketiga, Maharaja Bunu menem-
dunia pewayangan Jawa itu dikisahkan pati bumi, dan menjadi moyang
melahirkan sebuah telur yang gemerlap pertama manusia” (Ukur, 1971).
memancarkan sinar sakti. Telur itu
kemudian pecah menjadi tiga bagian. Perbedaan motif kedua cerita
RE

Cangkang atau kulit telur berubah terletak pada peran dan fungsi ketiga
menjadi Sang Hyang Antaga atau putra itu mengemban amanat orang
Togog Tejamantri, putih telur berubah tuanya. Dalam cerita “Batang Garing”
menjadi Sang Hyang Ismaya atau anak sulung, Maharaja Sangiang,
Semar Badranaya, dan kuning telur menempati dunia atas bersama Ranying
berubah menjadi Sang Hyang Mahatala Langit dan menjadi asal-usul
Manikmaya atau Batara Guru para dewa. Sementara itu, dalam cerita
(Sudjarwo et al., 2013, hlm. 188 dan pewayangan Jawa tentang Sang Hyang
1097-1099). Sang Hyang Manikmaya Tunggal itu putra bungsulah, Sang
bertempat tinggal di alam atas, Hyang Manikmaya, bertempat di alam
Kahyangan Jong Giri Kelasa atau atas bersama Sang Hyang Tunggal, juga
Jongring Salaka atau Suralaya, yang menjadi asal-usul para dewa. Putra
menjadi asal-usul para dewa. Sang bungsu dari kisah “Batang Garing”,
Hyang Ismaya turun ke dunia menjadi Maharaja Bunu, turun ke dunia menjadi
pamong para kesatria, yakni para nenek moyang manusia di bumi. Dalam

262
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

kisah pewayangan Jawa itu putra dan juga menjaga harmoni alam atas
sulungnya, Sang Hyang Antaga, turun dan alam bawah agar satu dengan yang
ke dunia mengemban amanat menjadi lainnya tidak saling berbenturan.
pamong para kiri, para raksasa, dan para Demikian pula halnya tentang
raja sabrangan yang bersifat jahat dan Gunungan dan cerita tentang pohon
tokoh antagonis. Persamaan juga hidup yang lain, sebab antara pohon
didapatkan atas peran dan fungsi anak hidup, hutan, dan juga lingkungan
kedua, baik cerita Batang Garing hidup itu terjadi hubungan linear yang
maupun dalam kisah pewayangan Jawa saling membutuhkan. Apabila hutan
tentang Sang Hyang Tunggal, memiliki dan lingkungan hidup manusia itu
tugas melahirkan para kesatria yang rusak, hancur berantakan, sudah barang
menjadi pahlawan pembela kebenaran. tentu penghuninya, termasuk manusia
Kearifan lokal yang terkandung yang ada di dalamnya, niscaya ikut
dalam cerita “Batang Garing” di rusak atau hancur juga. Menjaga

D
antaranya adalah nilai religius dan nilai harmoni alam itu adalah suatu hal
kepedulian akan lingkungan hidup. utama yang harus dilakukan manusia

TE
Nilai religius berkenaan dengan motif agar dapat mensyukuri anugerah alam
penciptaan alam semesta dan manusia yang telah dilimpahkan Tuhan
oleh Ranying Mahatala Langit dengan kepadanya.
adanya peristiwa benturan antara
benda-benda langit secara dahsyat PENUTUP
mencekam menyemburkan percikan api
AC
di mana-mana sehingga terbentuk alam Berdasarkan hasil pengkajian,
atas dan alam bawah. Peristiwa disimpulkan bahwa cerita “Batang
penciptaan alam semesta dan manusia Garing” termasuk tipe cerita mitologi
yang hidup di dunia bagi masyarakat religius keagamaan yang bersifat
suku Dayak Ngaju tidak sekadar supranatural, yakni cerita yang
TR

mengucapkan “kun fayakun” (“jadilah, dipercayai oleh pemeluk agama Hindu


maka terjadilah ia”), tetapi melalui Kaharingan yang termaktub dalam
proses alamiah dengan benturan kitab Panaturan. Atas dasar tipe cerita
dahsyat antara benda-benda langit dan tersebut bahwa cerita “Batang Garing”
benturan kepentingan antara enggang bagi masyarakat suku Dayak Ngaju
jantan dan enggang betina. Setelah adalah sebagai legitimasi atas
RE

terjadi benturan dan kerusakan, keberadaan mereka hidup di bumi


kematian, berarti setelah terjadi suatu Kalimantan. Oleh karena cerita tersebut
bencana atau malapetaka, maka berfungsi sebagai legitimasi atas
terjadilah kehidupan baru. Atas dasar keberadaan masyarakat suku Dayak
nilai religius inilah masyarakat Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah, maka
Ngaju senantiasa sadar untuk senantiasa cerita “Batang Garing” tentu dianggap
berbakti kepada sang pencipta alam sebuah cerita yang suci, sakral, dan
semesta dan manusia, yaitu Ranying magis oleh pemiliknya.
Mahatala Langit, meski dalam keadaan Terdapat delapan motif utama
suka duka, senang susah, dan sengsara dalam cerita “Batang Garing”, yaitu
bahagia. motif penciptaan alam semesta, motif
Sementara itu, nilai kepedulian kepercayaan akan adanya satu Tuhan,
akan lingkungan hidup dalam cerita motif pohon kehidupan, motif binatang
“Batang Garing” jelas tergambar untuk yang luar biasa, motif penciptaan
senantiasa menjaga pohon hidup, hutan, manusia, motif kematian binatang

263
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265

sebagai awal kehidupan, motif ______. (2008). Folklor dan


kematian tanaman sebagai awal pembangunan Kalimantan
kehidupan, dan motif bagian-bagian Tengah: Merekontruksi nilai
tanaman yang melambangkan budaya orang Dayak Ngaju dan
keberadaan Tuhan. Kedelapan motif Ot Danum melalui cerita rakyat
cerita tersebut menjadikan cerita mereka. Dalam Pudentia MPSS
“Batang Garing” bernilai religius yang (Ed.), Metodologi kajian tradisi
berkaitan dengan proses terciptanya lisan. Jakarta: Asosiasi Tradisi
alam semesta dan manusia yang Lisan (ATL).
dipercayai oleh para pemeluk agama
Hindu Kaharingan melalui kitab De Vries, A. (1999). Cerita-cerita
Panaturan. Berdasarkan kuasa Ranying Alkitab perjanjian lama. (Ny. J.
Mahatala Langit, penguasa dunia atas, Siahaan-Nababan dan A.
dan Bawi Jata Balawang Bulau, Simanjuntak, penerjemah).

D
penguasa dunia bawah, sepakat untuk Cetakan ke-9. Jakarta: BPK
menciptakan alam semesta dan dan para Gunung Mulia.

TE
penghuninya, termasuk manusia,
melalui proses benturan dahsyat alam Florus, P., et al. (ed).
dan langit (tidak sekadar kun fayakun (2010). Kebudayaan Dayak:
atau penciptaan alam semesta secara Aktualisasi dan transformasi.
bertahap dalam tujuh hari) hingga Pontianak dan Jakarta: LP3S-
melahirkan kehidupan baru. Institute Dayakology Research
AC
Secara historis komparatif cerita and Development dan Gramedia
“Batang Garing” melalui perjalanan Widiasarana Indonesia.
yang panjang dalam persebarannya
meluas dari pedalaman Kalimantan Kisasu L-anbiya. (1996). Kisasu L-
hingga ke penjuru dunia, termasuk anbiya. (A. Hanifah,
TR

sampai ke Candi Prambanan, Jawa penerjemah). Jakarta: Pusat


Tengah. Cerita “Batang Garing” juga Pembinaan dan Pengembangan
memiliki keluasan dan kedalaman Bahasa.
makna yang berbeda dari cerita yang
setipe dan semotif lainnya di Nusantara, Hasan, H. (1990). Surat Al-Anbiya.
bahkan di belahan dunia, seperti cerita Kuala Lumpur: Dewan Bahasa
RE

“Kalpataru”, “Pohon Bodhi”, “Pohon dan Pustaka.


Pengetahuan Baik dan Buruk”, “Pohon
Kuldi”, “Gunungan”, bahkan lebih tua Mihing, T. (1986). Sekilas makna
daripada Tree of Life kebudayaan Batang Garing. Diperoleh dari
Mesir. Cerita “Batang Garing” menjadi http://lewu-
cerita sakral yang melegenda dan katingan.blogspot.com/2010/08/s
dipercayai sebagai cerita asal-usul ekilas-makna-batang-
nenek moyang suku Dayak di garing.html. (10 November 2014)
Kalimantan.
Mohamad, G. (2013). Gunungan.
DAFTAR PUSTAKA Dalam Heru S. Sudjarwo, et al.
(Ed.), Rupa dan karakter wayang
Danandjaja, J. (2007). Folklore Purwa. Jakarta: Kakilangit
Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, Kencana Prenada Media Group.
dan lain-lain. Jakarta: Grafiti.

264
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…

Nazir, M. (1999). Metode penelitian. Kakilangit Kencana Prenada


Jakarta: Ghalia Indonesia. Media Group.

Oppenheimer, S. (2010). Eden in the Thompson, S. (1966). Motif-index of


East (surga di timur): Benua yang folk literature: A classification of
tenggelam di Asia Tenggara. narative elemens in folktales,
Jakarta: Ufuk Press. ballads, myths, fables, mediaeval
romances, exampla, fabliaux,
Ratna, N. K. (2008). Teori, metode, dan jest-books, and local lagends.
teknik penelitian sastra. California: University of
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. California Press.

Santos, A. (2010). Atlantis: the lost ________. (1977). The folktale.


continent finally found. Jakarta: California: University of

D
UFUK Press. California Press.

TE
Siyok, D. & Yankris. (2014). Discovery Taum, Y. Y. (2011). Studi sastra lisan:
manusia Dayak: Dari peradaban Sejarah, teori, metode dan
leluhur, menuju pertenuan pendekatan disertai contoh
Tumbang Anoi 1894 dan kisah penerapannya. Yogyakarta:
manusia Dayak masa kini. Lamalera.
Palangkaraya: Sinar Begawan
AC
Khatulistiwa. Ukur, F. (1971). Tanya-djawab suku
Dayak. Jakarta: BPK Gunung
Sudaryanto (ed.). (2001). Kamus pepak Mulia.
basa Jawa. Yogyakarta: Badan
Pekerja Kongres Bahasa Jawa. Van Peursen, C.A. (1976). Strategi
TR

kebudayaan. (Dick Hartoko,


Sudjarwo, H.S. et al. (2013). Rupa dan penerjemah). Yogyakarta:
karakter wayang Purwa. Jakarta: Kanisius.
RE

265

You might also like