Professional Documents
Culture Documents
Retracted: Kajian Historis Komparatif Cerita "Batang Garing"
Retracted: Kajian Historis Komparatif Cerita "Batang Garing"
D
Abstract
This study examines the story “Batang Garing”, the folklore of Central Kalimantan, with
a comparative historical approach as practiced by the Finnish school. The research problem
TE
is how the type, motive, and comparative historical story “Batang Garing”? The purpose of
research is to describe the type, motive, and comparative historical story “Batang Garing”
with another story that the same type and the same motifs, such as the story of Kalpataru,
Bodhi Tree, the Tree of Knowledge of Good and Evil, Tree Kuldi, and Gunungan puppet story
of Java. The method used is descriptive comparative method. The results showed that the story
“Batang Garing” including the type of religious mythology supernatural, the story is believed
by Hindus Kaharingan contained in the book Panaturan. There are eight main motif in the
AC
story“Batang Garing”, namely the creation of the universe motive, motive belief in one God,
the tree of life motif, motifs remarkable animal, human creation motive, motive animal death
as the beginning of life, death motif plant as early life, and the motive parts of the plant that
symbolizes the presence of God. Historically comparative “Batang Garing” has the breadth
and depth of meaning that is different from the story that one type and other same motif in the
world, even older than the Egyptian culture Tree of Life. Story “Batang Garing” became
TR
legendary sacred story and believed to be the origin story ancestors Dayak tribe in
Kalimantan.
Keywords: descriptive, types, motives, historical comparative
Abstrak
Penelitian ini mengkaji “Batang Garing”, cerita rakyat Kalimantan Tengah, dengan
pendekatan historis komparatif sebagaimana dilakukan oleh mazhab Finlandia. Masalah
RE
penelitian adalah bagaimanakah tipe, motif, dan historis komparatif cerita “Batang Garing”?
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan tipe, motif, dan historis komparatif cerita “Batang
Garing” dengan cerita lain yang setipe dan semotif, seperti cerita Kalpataru, Pohon Bodhi,
Pohon Pengetahuan Baik dan Buruk, Pohon Kuldi, dan Gunungan cerita Pewayangan dari
Jawa. Analisis data menerapkan metode deskriptif komparatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa cerita “Batang Garing” termasuk tipe cerita mitologi religius keagamaan yang bersifat
supranatural, yakni cerita yang dipercayai oleh pemeluk agama Hindu Kaharingan yang
termaktub dalam kitab Panaturan. Terdapat delapan motif utama dalam cerita “Batang
Garing”, yaitu motif penciptaan alam semesta, motif kepercayaan adanya satu Tuhan, motif
pohon kehidupan, motif binatang yang luar biasa, motif penciptaan manusia, motif kematian
binatang sebagai awal kehidupan, motif kematian tanaman sebagai awal kehidupan, dan motif
bagian-bagian tanaman yang melambangkan keberadaan Tuhan. Secara historis komparatif,
“Batang Garing” memiliki keluasan dan kedalaman makna yang berbeda dari cerita yang
setipe dan semotif lainnya di dunia, bahkan lebih tua daripada Tree of Life kebudayaan Mesir.
“Batang Garing” menjadi cerita sakral yang melegenda dan dipercayai sebagai cerita asal-
usul nenek moyang suku Dayak di Kalimantan.
Kata-kata kunci: deskriptif, tipe, motif, historis komparatif
248
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
Hindu Kaharingan. Cerita “Batang penelitian Dananjaya, maka penelitian
Garing” tidak hanya mengandung tentang cerita “Batang Garing” menjadi
TE
sejarah asal-usul penciptaan alam sesuatu yang lebih bermakna dalam
semesta dan manusia semata, tetapi memahami budaya bersastra
juga mengandung falsafah hidup masyarakat Kalimantan Tengah.
masyarakat suku Dayak Ngaju di Masalah penelitian adalah
Kalimantan Tengah untuk bagaimanakah tipe, motif, dan historis
menyeimbangkan pandangan antara komparatif cerita “Batang Garing”?
AC
dunia atas (langit, dunia spiritual) dan Tujuan penelitian ini adalah
dunia bawah (bumi, dunia material). mendeskripsikan tipe, motif, dan
Seperti halnya cerita “Adam dan historis komparatif cerita “Batang
Hawa di Taman Eden” dengan Pohon Garing” yang berasal dari cerita rakyat
Pengetahuan Baik dan Buruk, berasal Kalimantan Tengah. Kajian cerita ini
TR
Kuldi, berasal dari kisah-kisah yang negaranya, Helsinki. Cara kerja kajian
termaktub dalam Alquran yang historis komparatif mazhab Finlandia
kemudian diceritakan kembali dalam ini telah diberi contoh secara nyata oleh
Kisasu L-Anbiya (Hanifah, 1996) atau Taum yang diterapkan pada cerita
dalam Surat Al-Ambiya (Hamdan, “Kisah Wato Wele–Lia Nurat”, cerita
1990), cerita “Batang Garing” pun rakyat yang berasal dari kepulauan
semula berasal dari kisah penciptaan Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara
alam semesta yang dimuat dalam kitab Timur, dalam bukunya Studi Sastra
Panaturan, kemudian diceritakan Lisan: Sejarah, Teori, Metode, dan
kembali dalam bahasa Indonesia oleh Pendekatan Disertai Contoh
Ukur (1971) dan Mihing (1986). Versi Penerapannya (2011, hlm. 92-97).
lain cerita “Batang Garing” masih ada, Dengan demikian, paparan kajian cerita
seperti yang ditulis oleh Siyok (2014, rakyat “Batang Garing” yang berasal
hlm. 11-25), tetapi dua versi cerita dari Kalimantan Tengah ini mencoba
“Batang Garing” yang ditulis kembali
249
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
mazhab ini menggunakan dua kriteria tentang raksasa atau hantu yang
dasar, yaitu type dan motif. Type berarti bodoh), meliputi: kontrak kerja
TE
cerita tersebut digolongkan berdasarkan hubungan antara manusia dan
tipe atau jenisnya. Berdasarkan tipenya, raksasa, persaingan antara manusia
Aarne-Thompson membuat sistem dan raksasa, manusia membunuh
klasifikasi dongeng yang menggo- atau melukai raksasa, raksasa
longkannya ke dalam tujuh jenis ditakut-takuti oleh manusia,
berikut. manusia menaklukkan raksasa, dan
AC
1) Animal Tales (dongeng binatang), jiwa diselamatkan dari gangguan
meliputi: binatang buas (serigala setan.
yang pintar dan binatang buas 6) Anecdotes and Jokes (anekdot dan
lainnya), binatang buas dan lelucon), meliputi: cerita-cerita
binatang peliharaan, binatang buas tentang si pandir, cerita tentang
TR
250
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
tersebut yang menonjol dan tidak biasa 4) Motif berupa suatu perbuatan (ujian
sifatnya (Danandjaja, 2007, hlm. 53). ketangkasan, minum alkohol,
TE
Ada pelbagai motif yang dapat bertemu di gunung, turun dari
ditemukan dalam cerita rakyat di dunia. gunung, menyamar sebagai fakir
Beberapa motif yang biasa dijumpai miskin, menghambakan diri,
dalam cerita-cerita rakyat adalah melakukan tindakan laku tapa,
sebagai berikut. melewati alam gaib, bertarung
1) Motif berupa benda, misalnya: dengan raksasa, dan lain-lain).
AC
tongkat wasiat, sapu ajaib, lampu 5) Motif tentang penipuan terhadap
ajaib, bunga mawar, tanah liat, dan suatu tokoh (raksasa, hewan). Di
benda-benda angkasa. Cerita asal- Indonesia banyak dijumpai motif
usul manusia, misalnya terdapat hewan-hewan yang luar biasa,
pelbagai motif. Ada yang seperti cerita tentang kancil, raksasa
TR
251
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
history) sebuah cerita rakyat kemudian Sampel sekaligus objek penelitian
ditelusuri oleh peneliti dengan adalah cerita “Batang Garing” versi 1
TE
membandingkan sebanyak mungkin yang ditulis oleh Fridolin Ukur (1971)
varian-varian cerita yang tipe dan dan versi 2 yang ditulis oleh Teras
motifnya sama. Mazhab Finlandia yang Mihing (1986).
berpusat di Helsinki ini kemudian
dikenal sebagai pusat organisasi PEMBAHASAN
peneliti dari seluruh dunia yang disebut
AC
Historico-Geographico School. Prinsip Berikut disampaikan cerita
pendekatan dan hasilnya yang “Batang Garing” versi 1 dan versi 2
terpenting dituangkan dalam buku yang ditulis oleh Fridolin Ukur (1971)
Thompson (1977) berjudul The dan Teras Mihing (1986).
Folktale (Taum, 2011, hlm. 85-92).
TR
suatu metode dalam meneliti status yang terbuat dari emas bertahtakan
sekelompok manusia, suatu objek, intan, kemudian dilemparkan sehingga
suatu set kondisi, suatu sistem terjelmalah sebuah pohon Batang
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa Garing. Pohon ini berbuah dan
pada masa sekarang (Nazir, 1999, hlm. berdaunkan segala macam permata,
63). Tujuan dari penelitian deskriptif ini seperti emas, intan, batu-batu mulia,
adalah untuk membuat deskripsi, dan lain-lain. Setelah Batang Garing ini
gambaran atau lukisan secara menjelma, maka Jata melepaskan
sistematis, faktual, dan akurat mengenai burung Tingang betina dari sangkar
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan emasnya yang kemudian hinggap di
antarfenomena yang diselidiki. Metode pohon kehidupan tersebut dan
deskriptif dapat dipilah-pilah lagi menikmati segala buahnya. Melihat
menjadi: (a) metode survai, (b) metode kejadian ini, Mahatala Langit lalu
deskriptif berkesinambungan, (c) studi melepaskan keris emasnya yang
kasus, (d) studi komparatif, (e) analisis bertahtakan permata mulia yang
252
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
terjadilah buah ciptaan lainnya, yaitu Sangiang menempati alam atas, tinggal
pasangan manusia pertama: seorang bersama Ranying Mahatala Langit, dan
TE
pria dan seorang wanita. Juga terjelma merupakan asal-usul segala Sangiang
dua buah kapal pertama yang dilayari (Para Dewa). Putra kedua, Maharaja
masing-masing oleh pria dan wanita Sangen mendiami suatu daerah
tadi, yaitu: Banama Bulau (Bahtera bernama Batu Nindan Tarung, yang
Emas) yang dilayari oleh wanita menjadi sumber segala kepahlawanan.
pertama yang bernama "Putir Kahukup Sedangkan putra ketiga, Maharaja
AC
Bungking Garing" (Putri dari kepingan Bunu menempati bumi, dan menjadi
gading); dan Banama Hintan (Bahtera moyang pertama manusia (Sumber:
Intan) yang ditumpangi oleh pria Ukur, 1971, hlm. 35-37).
pertama yang bernama "Manyamei
Limut Garing Balua Unggon Tingang" Cerita “Batang Garing” (Versi 2)
TR
terciptalah berbagai hal seperti gunung, Alam semesta terbentuk karena adanya
bukit, laut, sungai, hutan rimba, dan benturan antara benda-benda langit
lain-lain. yang dengan dahsyatnya
Kedua manusia pertama tadi menyemburkan api-api yang terpercik
mengembara di perahu masing-masing ke mana-mana kemudian membentuk
di tengah laut yang merupakan sumber alam semesta. Alam itu kemudian
segala yang mengalir. Akhirnya, sang terbagi atas alam yang dikuasai oleh
pria meminta sang wanita menjadi Ranying Mahatala Langit dan dunia
isterinya dan diterima dengan dua bawah yang dikuasai oleh Jata atau
syarat. Yang pertama sang pria Tambun. Walaupun terdapat dua maha-
menciptakan daratan. Yang kedua dewa tersebut, tetapi pada hakikatnya
adalah anugerah dari Jata. Pernikahan kedua mahadewa tersebut adalah satu,
ini melahirkan beberapa keturunan. sebab Jata sebenarnya tidak lain adalah
Keturunan pertama adalah babi, ayam, bayang-bayang dari Ranying Mahatala
kucing, dan anjing (ada juga sumber Langit sendiri. Keduanya berbeda dan
253
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
memiliki daya hidup serta kekuasaan yang lebih sesuai dan yang memberikan
sendiri-sendiri, tetapi keduanya kehidupan yang lebih baik bagi mereka.
membentuk suatu keutuhan kosmis. Pohon Batang Garing berbentuk
Jika salah satu dari keduanya tombak dan menunjuk ke atas. Pohon
dihilangkan, maka keseimbangan ini melambangkan Ranying Mahatala
kosmis akan terganggu. Langit. Bagian bawah pohon yang
Manusia sendiri tercipta akibat ditandai oleh adanya guci berisi air suci
terjadinya benturan berupa perkelahian yang melambangkan Jata atau dunia
antara dua ekor enggang, yaitu enggang bawah. Dengan demikian disampaikan
jantan dan enggang betina yang sedang pesan bahwa dunia atas dan dunia
mencari dan memakan buah dari bawah pada hakikatnya bukanlah dua
“pohon kehidupan” atau Batang dunia yang berbeda, tetapi sebenarnya
Garing. Enggang betina mulai bergerak merupakan suatu kesatuan dan saling
dari bawah pohon sedangkan enggang berhubungan.
D
jantan bergerak dari puncak ke bawah. Dahan-dahan pohon berlekuk
Ketika kedua enggang bertemu maka sedemikan rupa untuk melambangkan
TE
perkelahian hebat yang berakhir dengan Jata sedangkan daun-daun berbentuk
matinya kedua burung tersebut setelah ekor burung enggang. Di sini juga
memorak-porandakan Batang Garing. dilambangkan bahwa kesatuan itu tetap
Bagian-bagian dari Batang Garing dipertahankan. Buah Batang Garing
yang berserakan bertebaran di mana- tersebut masing-masing terdiri dari tiga
mana kemudian memunculkan berbagai yang menghadap ke atas dan tiga yang
AC
kehidupan termasuk manusia laki-laki menghadap ke bawah, melambangkan
dan manusia perempuan. tiga kelompok besar manusia sebagai
Dari wawasan dasar tentang Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen,
kosmis tersebut, orang-orang Dayak dan Maharaja Bunu. Sekali lagi
Ngaju menganggap bahwa kosmis ini diingatkan bahwa turunan manusia
TR
254
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
bagi manusia, karena tanah air manusia kosmis akan terganggu. Unsur-unsur
yang sebenarnya adalah dunia atas, kosmis atau mengenai kosmos dari
yaitu di Lawu Tatau (surga). Dengan kepercayaan ini, yaitu semua yang ada
demikian, sekali lagi diingatkan bahwa berhubungan dengan jagat raya,
manusia janganlah terlalu mendewa- penciptaan, genesis, langit, bumi, dan
dewakan segala sesuatu yang bersifat surga, menjadi latar dan alur peristiwa
duniawi. terciptanya Batang Garing yang terjadi
Pada bagian puncak terdapat atas dilepaskannya “lawung” (ikat
burung enggang dan matahari yang kepala) emas bertatahkan intan dari
melambangkan bahwa asal-usul Ranying Mahatala Langit dan Bawi
kehidupan ini adalah berasal dari atas. Jata Balawang Balau.
Burung enggang dan matahari Sementara itu, unsur-unsur
merupakan lambang-lambang Ranying transendental atau supranatural terdapat
Mahatala Langit yang merupakan pada proses terjadinya alam semesta.
D
sumber segala kehidupan (Mihing, Penjelasan ini dapat terbaca dalam teks
1986). versi 2:
TE
Tipe Cerita “Alam semesta terbentuk karena
adanya benturan antara benda-
Memahami cerita mitologi benda langit yang dengan
“Batang Garing” dari masyarakat suku dahsyatnya menyemburkan api-
Dayak di Kalimantan Tengah dalam api yang terpercik ke mana-mana
AC
dua versi di atas berdasarkan tipe atau dan kemudian membentuk alam
jenis ceritanya termasuk tipe cerita semesta” (Mihing, 1986).
religius (kepercayaan atau keagamaan
Hindu Kaharingan) dan sekaligus Dua kekuatan supranatural
termasuk cerita yang bersifat hal-hal benda-benda langit yang saling
TR
Balawang Balau atau Tambun yang berupa jagat raya seisinya yang
bertindak sebagai mahadewa penguasa dikuasai oleh Bawi Jata Balawang
dunia bawah. Kendati terdapat dua Balau atau Tambun. Demikian juga
mahadewa penguasa, tetapi terciptanya makhluk hidup yang lain,
kesejatiannya mereka adalah satu, termasuk manusia, terjadi atas benturan
sebab Bawi Jata Balawang Balau tiada dua kekuatan binatang besar, enggang
lain adalah bayang-bayang dari Raying jantan dengan enggang betina atau
Mahatala Langit, sebagai perwujudan Burung Tingang Betina yang berasal
gerak dinamisnya. Keduanya berbeda dari Jata dengan Burung Tingang
dan memiliki daya hidup serta Jantan, disebut Tanbarirang, berasal
kekuasaan sendiri-sendiri, tetapi dari jelmaan keris emas bertatahkan
keduanya membentuk suatu keutuhan permata milik Ranying Mahatala
kosmis penguasa semesta raya seisinya. Langit. Kedua binatang unggas itu
Jika salah satu dari keduanya saling berkelahi memperebutkan buah-
dihilangkan, maka keseimbangan
255
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
Ketika kedua enggang bertemu sungai, hutan rimba, dan lain-
maka perkelahian hebat yang lain” (Ukur: 1971).
TE
berakhir dengan matinya kedua
burung tersebut setelah mempo- Jadi, terciptanya alam semesta dan
rak-porandakan Batang Garing. makhluk hidup itu, termasuk manusia,
Bagian-bagian dari Batang bukan sekadar berasal dari tanah liat
Garing yang berserakan yang ditiupkan roh Tuhan sebagaimana
bertebaran di mana-mana yang termaktub dalam kitab suci agama
AC
kemudian memunculkan berbagai wahyu.
kehidupan termasuk manusia Unsur supranatural lain adalah
laki-laki dan manusia terjadinya Batang Garing yang berasal
perempuan”. (Mihing, 1986) dari “lawung” yang dilemparkan oleh
Ranying Mahatala Langit bersama
TR
Atau yang lebih jelas pada cerita Bawi Jata Balawang Balau ke suatu
“Batang Garing” versi 1: tempat menjadi tumpuan Batang
Garing, Pulau Batu Nindam Tarung,
“Kehadiran kedua burung yaitu pulau tempat kediaman manusia
sakti ini membangkitkan pertama sebelum manusia diturunkan
kecemburuan dan keirian masing- ke bumi. Tempat tumpuan Batang
RE
256
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
Tuhan (A.102.10: unity of god), Raying
Keris emas bertatahkan permata Mahatala Langit dan Bawi Jata
TE
mulia yang dilemparkan oleh Ranying Balawang Bulau kesejatiannya adalah
Mahatala Langit ke Batang Garing satu, (3) motif pohon kehidupan
yang berubah menjadi Burung Tingang (A2600—A2699: origin of tress and
Jantan atau Tambarirang menjadi unsur plans; asal mula pohon dan tanaman,
supranatural lainnya. Lahirnya Batang Garing, (4) motif binatang yang
sepasang manusia dan terjadinya kapal luar biasa (B172: magic bird), Enggang
AC
emas dan kapal intan yang berasal dari Jantan atau Tambarirang dan Enggang
kepingan Batang Garing dapat sebagai Betina, (5) motif penciptaan manusia
tanda supranatural atas terciptanya (A13.22: eagle as creator as man),
sepasang manusia dan kendaraannya manusia tercipta atas pertarungan dua
dari peristiwa luar biasa ajaibnya. binatang raksasa yang saling berkelahi
TR
terjadinya segala binatang, seperti babi, enggang betina menjadi gunung, bukit,
ayam, kucing, dan anjing berasal dari laut, sungai, hutan rimba, dan
perkawinan sepasang manusia yang sebagainya, (7) motif kematian
terlahir dari Batang Garing. Atas dasar tanaman sebagai awal kehidupan (E2 :
unsur-unsur cerita yang bersifat dead tree comes to life), kerusakan
religius, sakral, supranatural, dan hal- Batang Garing menimbulkan
hal yang bersifat transendental serta kehidupan baru, terjadinya sepasang
magis seperti itulah cerita “Batang manusia dan dua buah bahtera raksasa
Garing” dikategorikan sebagai tipe sebagai kendaraan manusia berlayar
cerita mitologi religius dan cerita mengarungi lautan, dan (8) motif
supranatural. bagian tanaman yang melambangkan
keberadaan Tuhan (A2611.04: parts of
body of god transformal into plants),
makna dari masing-masing bagian dari
Batang Garing.
257
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
digambarkan sebagai bayang-bayang tersebut menyebakan kematian
dari dunia atas, bukan tempat tinggal keduanya dan hancurnya Batang
TE
manusia yang sebenarnya, alam ideal Garing tersebut. Kehancuran Batang
ialah surga. Garing dan kematian dua burung
Motif pertama, penciptaan alam enggang kemudian memunculkan
semesta yang didahului dengan berbagai kehidupan di dunia, termasuk
peristiwa kekacauan (kode A22: kehidupan manusia (motif E.3 dead
creator comes out of chaos) dapat animal comes to life dan juga motif E.2
AC
dilihat dalam peristiwa benturan keras Dead tree comes to life).
benda-benda langit hingga Batang Garing dalam cerita
menyemburkan api dan dari percikan tersebut digambarkan berbentuk
api tersebut hingga terciptalah alam tombak dan menunjuk ke atas. Pohon
semesta. Benturan yang dahsyat kehidupan ini melambangkan Ranying
TR
258
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
Garing” yang penuh perlambangan kalpapāda) berasal dari pedalaman
kehidupan dan penciptaan alam India menyebar sampai ke Candi
TE
semesta. Prambanan, Jawa Tengah, seputar abad
VIII Masehi hingga kini, agama Budha
Historis Komparatif memiliki cerita “Pohon Bodhi” yang
menjadi tempat pencerahan Sang
Kajian historis komparatif Budha Gautama, agama Nasrani
selanjutnya akan membandingkan memiliki cerita “Pohon Pengetahuan
AC
kesamaan tipe dan motif cerita “Batang Baik dan Buruk” sebagai perantaraan
Garing” dengan tipe dan motif cerita Adam dan Eva terusir dari Taman Eden,
dari daerah lainnya untuk agama Islam memiliki cerita “Pohon
mengungkapkan wilayah pesebaran dan Kuldi” yang menyebabkan Adam dan
asal-usul cerita tersebut. Cerita “Batang Hawa turun ke dunia, kebudayaan
TR
259
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
secara turun-temurun diwariskan oleh pewayangan pada masyarakat Jawa
nenek moyang bangsa Indonesia. Islam sering dipertalikan dengan para
TE
Tidaklah mengherankan jika kemudian wali atau sunan karena pada masa itu
mitos pohon hayat banyak ditemukan wayang digunakan sebagai media
dalam mitologi beberapa suku di dakwah. Ukiran pohon hayat dalam
Indonesia, walaupun dengan penamaan pewayangan dikenal sebagai gunungan
yang berbeda-beda, seperti Pohon karena bentuknya menyerupai gunung
Hayat, Pohon Kehidupan, atau disebut Kayon, hutan yang penuh
AC
Kalpawreksa, Kalpataru, Kayon, dengan pepohonan. Kayon: lambang
Gunungan, dan Batang Garing, akan gunung, lambang hutan, isyarat untuk
tetapi sistem perlambangannya hampir awal, isyarat untuk penutup. Dari jauh
sama sehingga dalam pemaknaannya bentuk itu mirip sebuah siluet segitiga
cenderung sama. di bawah cahaya. Akan tetapi, dari
TR
260
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
lagi. Di dalam gunungan, arus menit pendapat lain bahwa nama Kalpataru
dan jam seakan-akan diinterupsi dan sendiri muncul pertama kali di
distop. Segala hal seakan-akan di luar Kalimantan dan dipahatkan pada
waktu” (Mohamad, 2013, hlm. 1). prasasti di Kutai pada masa kerajaan
Selain suku Jawa, suku Dayak Hindu tertua Nusantara dengan rajanya
Ngaju di Kalimantan Tengah penganut Mulawarman. Dalam prasasti tersebut
Kaharingan adalah satu suku di dikatakan bahwa istilah kalpataru
Nusantara yang juga memiliki konsep awalnya adalah istilah yang mengacu
pohon hayat. Pohon dalam alam pikiran pada aktivitas pemberian sedekah yang
suku Dayak Ngaju dianggap sebagai dilakukan oleh Raja Mulawarman
pemberi kehidupan sehingga pohon sendiri kepada rakyatnya. Seiring
kemudian disimbolkan sebagai pohon dengan perjalanan waktu, nama
kehidupan atau Batang Garing. Pohon kalpataru kemudian berubah menjadi
hayat atau Batang Garing bagi penganut falsafah atau perlambang sebagai
D
Kaharingan merupakan perlambangan pemberi kehidupan, karena dengan
sebuah keabadian yang akan ditemui pemberian atau sedekah tersebut
TE
pada kehidupan swargaloka (Lawu seseorang akan dapat menyambung
Tatau: surga), alam atas yang dikuasai hidupnya pada hari berikutnya.
Ranying Mahatala Langit. Terlepas apakah pohon hayat atau
Jika ditelisik lebih jauh, suku Batang Garing pada penganut
Dayak penganut Kaharingan memiliki Kaharingan berasal dari Kalimantan itu
suatu pandangan bahwa pohon yang sendiri atau Jawa, yang jelas simbol
AC
bukan dalam pengertian simbolik Batang Garing merupakan sebuah
adalah subjek yang berdiri secara linear konsep pohon hayat sebagaimana yang
dengan manusia sehingga hutan yang diyakini oleh beberapa suku di
merupakan masyarakat pohon atau Nusantara. Jika dianalisis secara
komunitas dalam dunia pepohonan linguistis kata batang sendiri berasal
TR
menjadi satu ikatan yang tidak dapat dari bahasa Melayu yang artinya
dilepaskan. Manusia dan hutan adalah “pohon”. Sementara kata garing yang
dua subjek dengan kapasitasnya artinya “hidup,” diduga berasal dari
masing-masing. Manusia tidak hanya bahasa Dayak kuno. Namun, dalam
diposisikan pada tataran subjek semata pengamatan penulis kata garing berasal
khususnya dalam memperlakukan dari kata aring yang artinya nama
RE
hutan, tetapi alam turut menjadi subjek sebuah pohon di Jawa (Sudaryanto,
yang dapat memberikan pengaruh 2001, hlm. 41). Melalui proses
terhadap perilaku manusia di linguistis kata aring, yang dalam tulisan
sekitarnya. huruf Jawa ditulis haring kemudian
Jika dilacak dari aspek berubah menjadi garing, dan kemudian
kesejarahan konsep pohon hayat pada menjadi Batang Garing sebagaimana
penganut Kaharingan dimungkinkan dipahami oleh penganut Kaharingan
hasil pengadopsian dari kebudayaan kini.
Hindu lama yang terdapat di pulau Jawa Pada tataran kosmologi Batang
Kuno, yaitu pohon Kalpataru. Hal ini Garing sebagai pohon kehidupan, selain
dapat dilihat pada relief Candi pemberi kehidupan di satu sisi pohon
Prambanan. Di situ terpampang jelas itu juga merupakan mitra yang linear
gambar lengkap pohon hayat atau dengan manusia yang saling
Kalpataru dengan segala simbol- membutuhkan satu sama lainnya. Pada
simbolnya. Namun, terdapat sebuah aspek pemaknaan simbolik bahwa
261
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
seperti pohon-pohon yang lain. Pohon putera, yaitu Maharaja Sangiang,
yang satu adalah pohon kehidupan. Dan Maharaja Sangen, dan Maharaja
TE
yang satu lagi adalah pohon Bunu. Setelah melewati beberapa
pengetahuan tentang yang baik dan peristiwa, akhirnya ditetapkan
yang jahat. Lalu Tuhan Allah melarang bahwa putra pertama, Maharaja
memakan buah dari pohon yang Sangiang menempati alam atas,
terakhir ini” (Vries, 1999, hlm. 4-5). tinggal bersama Ranying
Motif sepasang manusia pertama Mahatalla Langit, dan merupakan
AC
yang terjadi dari Batang Garing itu asal-usul segala Sangiang (Para
melahirkan keturunan tiga putra, yaitu Dewa). Putra kedua, Maharaja
Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, Sangen mendiami suatu daerah
dan Maharaja Bunu. Cerita ini memiliki bernama Batu Nindan Tarung,
kesamaan dengan kisah Sang Hyang yang menjadi sumber segala
TR
Cangkang atau kulit telur berubah terletak pada peran dan fungsi ketiga
menjadi Sang Hyang Antaga atau putra itu mengemban amanat orang
Togog Tejamantri, putih telur berubah tuanya. Dalam cerita “Batang Garing”
menjadi Sang Hyang Ismaya atau anak sulung, Maharaja Sangiang,
Semar Badranaya, dan kuning telur menempati dunia atas bersama Ranying
berubah menjadi Sang Hyang Mahatala Langit dan menjadi asal-usul
Manikmaya atau Batara Guru para dewa. Sementara itu, dalam cerita
(Sudjarwo et al., 2013, hlm. 188 dan pewayangan Jawa tentang Sang Hyang
1097-1099). Sang Hyang Manikmaya Tunggal itu putra bungsulah, Sang
bertempat tinggal di alam atas, Hyang Manikmaya, bertempat di alam
Kahyangan Jong Giri Kelasa atau atas bersama Sang Hyang Tunggal, juga
Jongring Salaka atau Suralaya, yang menjadi asal-usul para dewa. Putra
menjadi asal-usul para dewa. Sang bungsu dari kisah “Batang Garing”,
Hyang Ismaya turun ke dunia menjadi Maharaja Bunu, turun ke dunia menjadi
pamong para kesatria, yakni para nenek moyang manusia di bumi. Dalam
262
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
kisah pewayangan Jawa itu putra dan juga menjaga harmoni alam atas
sulungnya, Sang Hyang Antaga, turun dan alam bawah agar satu dengan yang
ke dunia mengemban amanat menjadi lainnya tidak saling berbenturan.
pamong para kiri, para raksasa, dan para Demikian pula halnya tentang
raja sabrangan yang bersifat jahat dan Gunungan dan cerita tentang pohon
tokoh antagonis. Persamaan juga hidup yang lain, sebab antara pohon
didapatkan atas peran dan fungsi anak hidup, hutan, dan juga lingkungan
kedua, baik cerita Batang Garing hidup itu terjadi hubungan linear yang
maupun dalam kisah pewayangan Jawa saling membutuhkan. Apabila hutan
tentang Sang Hyang Tunggal, memiliki dan lingkungan hidup manusia itu
tugas melahirkan para kesatria yang rusak, hancur berantakan, sudah barang
menjadi pahlawan pembela kebenaran. tentu penghuninya, termasuk manusia
Kearifan lokal yang terkandung yang ada di dalamnya, niscaya ikut
dalam cerita “Batang Garing” di rusak atau hancur juga. Menjaga
D
antaranya adalah nilai religius dan nilai harmoni alam itu adalah suatu hal
kepedulian akan lingkungan hidup. utama yang harus dilakukan manusia
TE
Nilai religius berkenaan dengan motif agar dapat mensyukuri anugerah alam
penciptaan alam semesta dan manusia yang telah dilimpahkan Tuhan
oleh Ranying Mahatala Langit dengan kepadanya.
adanya peristiwa benturan antara
benda-benda langit secara dahsyat PENUTUP
mencekam menyemburkan percikan api
AC
di mana-mana sehingga terbentuk alam Berdasarkan hasil pengkajian,
atas dan alam bawah. Peristiwa disimpulkan bahwa cerita “Batang
penciptaan alam semesta dan manusia Garing” termasuk tipe cerita mitologi
yang hidup di dunia bagi masyarakat religius keagamaan yang bersifat
suku Dayak Ngaju tidak sekadar supranatural, yakni cerita yang
TR
263
Kandai Vol. 11, No. 2, November 2015; 248—265
D
penguasa dunia bawah, sepakat untuk Cetakan ke-9. Jakarta: BPK
menciptakan alam semesta dan dan para Gunung Mulia.
TE
penghuninya, termasuk manusia,
melalui proses benturan dahsyat alam Florus, P., et al. (ed).
dan langit (tidak sekadar kun fayakun (2010). Kebudayaan Dayak:
atau penciptaan alam semesta secara Aktualisasi dan transformasi.
bertahap dalam tujuh hari) hingga Pontianak dan Jakarta: LP3S-
melahirkan kehidupan baru. Institute Dayakology Research
AC
Secara historis komparatif cerita and Development dan Gramedia
“Batang Garing” melalui perjalanan Widiasarana Indonesia.
yang panjang dalam persebarannya
meluas dari pedalaman Kalimantan Kisasu L-anbiya. (1996). Kisasu L-
hingga ke penjuru dunia, termasuk anbiya. (A. Hanifah,
TR
264
Puji Santosa & Djamari: Kajian Historis Komparatif…
D
UFUK Press. California Press.
TE
Siyok, D. & Yankris. (2014). Discovery Taum, Y. Y. (2011). Studi sastra lisan:
manusia Dayak: Dari peradaban Sejarah, teori, metode dan
leluhur, menuju pertenuan pendekatan disertai contoh
Tumbang Anoi 1894 dan kisah penerapannya. Yogyakarta:
manusia Dayak masa kini. Lamalera.
Palangkaraya: Sinar Begawan
AC
Khatulistiwa. Ukur, F. (1971). Tanya-djawab suku
Dayak. Jakarta: BPK Gunung
Sudaryanto (ed.). (2001). Kamus pepak Mulia.
basa Jawa. Yogyakarta: Badan
Pekerja Kongres Bahasa Jawa. Van Peursen, C.A. (1976). Strategi
TR
265