You are on page 1of 14
Jurnal timianh FARMASI JURNAL ILMIAH FARMAS! (SCIENTIFIC JOURNAL OF PHARMACY] PIMPINAN UMUM PENANGGUNG JAWAB Dekan Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Islam Indonesia WAKIL PIMPINAN UMUM/ WAKIL PENANGGUNG JAWAB Ketua Jurusan Farmasi FMIPA Ul MITRA BESTARI Prof, Dr. Wiryatun Lestariana, Apt Prof, Dr. Zulies Ikewati, Apt Prof. Dr. Susibyo Martono, Apt Dr. Tedjo Yuwono, Apt Prot. Dr. Dachriyanus, Apt Prof. dr. Iwan Dwiprahasto, MMedSe, PhD Prof. Dr. Lukman Hakim MSc, Apt Prof. Dr. Achmad Fucholi, DEA, Apt Prof. Dr. lonu Gholi Gangjar, DEA, Apt OerIoonens DEWAN EDITOR Ketua Saepudin, M.Si, Apt Sekretaris ° Rachmy Istikharah, M.Sc., Apt Anggata —: Vitarani Dwi Ananda Ningrum, M.Si,, Apt Okt. Mafrunah, MSc, Apt Dimas Adhi Pradana, MSc, Apt Fithria DA, Suryanegara, MSc, Apt ‘Ani Wibowo, S Farm, Apt ‘Arba Pramudita Reamadani, MSc., Apt Oktavia Indrati, S Farm., Apt Penerbit Jurusan Farmasi Fakuitas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam Universitas Isiarn Indonesia Alamat Penerbit Jurusan Farmasi FMIPA Ull Jl Kaliurang Km. 14,4 Yogyakarta 55584 Telp. (0274) 896439 ext, 3047 Email: jf@ullac.id HEPATOTOKSISITAS PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI RSUD TANGERANG - INDONESIA Vitarani Dwi Ananda Ningrum*, Armia Megasari, Suci Henifah Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta *esmail:vitarani_pharmacyUll@ yahoo.com ABSTRAK Reaksi obat yang tidak dikehendaki atau yang dkenal dengan ADR (Adverse Drug Reaction) merupakan respon pasien terhadap obat yang berbahaya dan tidak dinarapkan yang ‘efjaci pada penggunaan obat dengan dosis normal untuk tuivan profilaksis, diagnosis, terapi satu peayakt, maupun modificasi fungsi fisiologis. Obat yang telah diketanui dapat menimbulkan hepatotaksisitas atau kerusakan fungs) hepar adalah golongan antimikobakteri yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis (TB) paru. Pasien tuberkulosis harus menggunakan obat secara ‘oratur sampal poriode pengobatan selesai. Penggunaan OAT (Obat Antituberkulosis) secara terus menerus dalam jangka wektu yang cukup lama dapat menimbulkan ADR. Peneitan ini bertujuan untuk mengetahui kejadian hepstotoksisitas pada pasien tuberkulosis paru serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatotoksisitas, Metode penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan studi cross sectional Pasien yang dilibetken dalam penelitian ini adalah pasien yang mencapatkan regimen terap antituberkulosis ci RSUD Tangerang pada periode 2006 - Februari 2009. Peniiaian kejadian hepatotoksisitas berdasarkan adanya peningkatan kadar AST/ALT serum. Hasil peneltian dari 65 pasien menunjukkan bahwa Kejadian hepatotoksik sebesar 38,2%, Hasil uj Statist menggunakan analisis Regiesi Binary Logistk dengan taraf kepercayaan 95% menunjukkan jenis kelamin lakilaki dan penggunaan obat hepatotoksis lain memill pengaruh Yerhadap kejadian hepatotoksik, Selain tu terdapat faklor yang dapat mengurangi Kejadian hepatotoksik ciantaranya penghentian obat, penggantian obat, dan pemberian curcumin Keta kuncl: anttuberkulosis,faktorrsiko, hepatotoksisites, tuberkulosis paru ABSTRACT Adverse Drug Reactions (ADRs) are unwanted or unintended effects of medicines which ‘occur at therapeutic doses used in human for prophylaxis, diagnosis, therapy of disease, o for ‘modification of physiolagic function, Drug-induced hepatotoxicity accounts for approximately 2% of ‘cases of inpatient jaundice and tha liver & involved in 3 - 108 of all adverse drug reactions. Drug induced hepatotoxicity that already known is antbiotc used for tuberculosis treatment, The objective of the study was to know the incidence and risk factors of hepatotoxicity in tuberculosis treatment, The study used cross sectional design carried out retrospectively to ited population, Le. all patients with pulmonary tuberculosis at Tangerang General Hospital - Indonesia during 2008, - February 2009. Data were obtained from observation of medical record of patients who received regimen of anttuberculosis. The assessment of hepatoxitoxiciy was measured by increasing ‘concentration serum AST/ALT. In Tangerang General Hospital, 2.137 patients were diagnosed pulmonary tuberculosis. As many as 55 inclusion cases showed that the incidence of hepatotoxicity was 36,2%. According to regression Binary Logistics analysis wth significance level 25% confidence showed that man and ather hepatotexicty drugs administration influence incidence of hepatotoxicity. Keywords: hepatotoxicity, pulmonary tuberculosis, risk factors, tuberculosis treatment dural iiah Farmasi Volume 7 Nomor 4 Tahun 2010, Jura imiah Farmast Vol, 7 No. 1 Tahun 2010 HEPATOTOKSISITAS PADA PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI RSUD TANGERANG - INDONESIA Vitarani Dwi Ananda Ningrum*, Aria Megasari, Suci Hanifah Jurusan Farmasi Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta *e-mait:vitarani_pharmacyUll@yahoo.com ABSTRAK Roaksi obat yang tidak dikehendaki aiau yang dikenal dengan ADR (Adverse. Drug Reaction) merupakan respon pasien tethadap obet yang berbahaya dan tidak dinerapkan yang ‘erjadi pada penggunaan obat dengan dosis normal untuk tyluan profilaksis, diagnosis, trap suatu enyakt, maupun modiikasi fungsi fsiologis. Obat yang telah diketahui dapat _menimbuikan hepatotoicisitas atau kerusakan fungsi hepar adalah golongan antimikobakteri yang digunakan dalam pengobatan tuberkulosis (TB) paru. Pasien tuberkulosis harus menggunakan obat secara teratur sampal periode pengobatan selesal. Penggunaan OAT (Obat Anttuberkulosis) secara terus ‘menerus dalam jangka waklu yang oukup lama depet menimbulkan ADR. Penelilan ini beriyjuan Untuk mengetahui kejadian hepatotoksisias pada pasien tuborkulosis paru serta faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatotoksistias. Metode peneliian dllskukan dengan menggunakan rancangan studi cross sectional. Pasien yang dllibatkan dalam peneitian in| adalah pasion yang mendapatkan regimen terapi ariituberkulosis oi RSUD Tangerang pada periode-2008 Februari 2009. Penileian kejadian hepaiotoksisitas berdaserkan adanya peningkalan kadar AST/ALT serum. HHasil penelitian dari 55 pasion merunjukkan bahva kojadian hepatotoksik sebesar 38,2%. Hasil ui statistk menggunakan analisis Regresi Binary Logistik dengan tara kepercayaan 95% ‘menunjukken jenis Kelamin lak-aki dan penggunaan obat hepatotoksis iain memiiki pengaruh ferhadap kejadian hepatotoksik. Selain itu terdapal faktor yang dapat mengurangi kejadian hepatotoksik dlantaranya penghentian obat, penggartian obat, dan pemberian curcumin. ‘Kata kunc!: antituberkulosis, faitor risiko, hepatotoksisitas, tuberkulosis paru ABSTRACT ‘Adverse Drug Reactions (ADRs) are unwanted or unintended effects of medicines which ‘ocour at therapeutic doses used in human for prophylaxis, diagnosis, therapy of disease, or for ‘modification of physiologic function. Drug-induced hepatotoxicity accounts for approximately 2% of ‘cases of inpatient jaundice and the lvar is involved in 3 - 10% of all adverse drug reactions. Orug induced hepatotoxicity that already known is antibiotic used for tuberculosis treatment. The objective of the study was to know the incidence and risk factors of hepatotoxicity in tuberculosis. freaiment. The study used cross sectional design carried out retrospectively to limited population, i. all patients with pulmonary tuberculosis ai Tangerang General Hospital - Indonesia during 2006 February 2008. Data were obtained from observation of medical record of patients who received regimen of antituberculosis. The assessment of hepatoxitoxicily was measured by increasing ‘concentration serum AST/ALT. In Tangerang General Hospital, 2.137 patients were diagnosed pulmonary tuberculosis. As many as 55 inclusion cases showed that the incidence of hepatotoxicity was 38,2%. According to regression Binary Logistics analysis with significance level 95% confidence showed that man and other hepatotoxicity drugs administration influence incidence of hepatotoxicity, Keywords : hepatotoxicity, pulmonary tuberculosis, risk factors, tuberculosis treatment 38 40 Vitarani Dwi Ananda Ningrum PENDAHULUAN Penggunean obat dapat memberixan ofok ferapeutik yang menguntungkan Karena dapat ‘memperpanjang slau memperbaiki kuallas hidup seseorang. Obal juga memiiki potensi untuk ‘morimbuikan reaksi yang tidak dikehondaki. Reaksi obat yang tidak dikehendaki merupakan respon suatu obat yang berbahaya dan tidak diherapkan yang terjadi pada penggunaan obat dengan desis normal untuk tujuan profilaksis, diagnosis, terapl suatu penyaklt, maupun modifikas! fungsi fisiologis. ADR: dapat menjadi penyebab morbidias dan mortitas yang substansial dengan cestimasi kejadian yeng bervariasi (Lee, 2001), Dart sekian banyak ADR yang terjadl, 5,1% nya ‘adalah ADR yang bersifat serius. Prevalensi ini dapat meningkat seiring dengan bertambannya sia yatu mencapai 9.8% (Hooft etal, 2008). Berbagai dampak negatf yang ditimbulkan oleh kejadian ADR antara lain menyebabkan kecacatan dan Kelainan kongenital seria menyebabkan pasien dirawat di rumsh sakt dengan persentase sebesar 24%, bahkan pada pasien gerlattl mencapal 88% (Beljer and De Blaey, 2002). Dampak lain diantaranya dapat menyebabkan pasion lebih lama dlrawat dl rumah sakit bahkan dopat mengancam nyawa pasion sorta menimbuikan kematian (Lee, 2001). Salah satu efek yang berbehaya dan tidak diharapkan akibat penggunaan obat adalah berupa kerusekan fungsi hepar atau hepatotoksisitas. Hopatotoksisitas depat didefinisikan sebagai kerusakan hepar yang disebabkan oleh obat den bahar-behen kimia. ADR berupa kerusekan hepar dtunjukkan dengan tes biokimia termasuk ‘aspartat serum (AST) dan alanin aminotransferase (ALT), serum alkali fosfatase (ALP), gamma tlutemy! trensferase (GGT), atau bilirubin yang meningkat lebih dari dua kali kadar normalnya. Kerusakan hepar dapat berbedabeda dari struktur non spesiik dan perubahan fungsional menjadi ‘gavel hopar akut atau sirosis (Koda Kimble ot al, 2005). Beborapa obat yang telah diketahui dapat merimbulkan ADR berupa kerusakan fungsi hepar atau hepatoioksisitas adalah golongan antimikxobakteri yang cigunekan dalam pengobatan tberkulesis (TB), yaltu pada penggunaan ‘ifampisin-pirazinamid (Lee ot al, 2002; Lee etal, 2003; Hest at al, 2004). Di Indonesia, TB masih merupakan mesalah utama kesehatan masyarekat. Jumiah pasien TB dl indonesia merupakan ke3 terbenyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumiah pasien sekitar 10% dari total jumleh pasien TB di dunia. Tahun 1996, hasil Survel Kesehatan Rumah Tengga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kemetian nomor tiga solelah ponyakit kardiovaskuler dan penyakitsaluran pomafasan. Kejadian ini tered pada semua kolompok usia, dan nomor satu dari golongan ponyekit infoksi (Depkos, 2007). Rumah Sakit Umum (RSU) Tangerang merupekan rumah sakit rujukan dari daersh ‘Tangerang dan sekitamya bagi pasien tuberkulosis. Tuberkulosis menempati urutan pertama dari ‘869i jumiah pasien yang dirawat di rumah sakit ini, yaitu mencapai tiga rbu orang per tahun arena Tangerang merupakan daerah endemik tuberkulosis (Anonim, 2008; Dini, 2008). Selain tu, instalasi rawat inap di rumah sakit ini memifki prosedur tetap yang berupa pemveriksaan darah Jengkap Ketika pasien masuk rumah sakit yang meliput! pemertksaan ALT dan AST. Prosedur inl yang tidek clakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP4) setempat sehingga dinarapkan ‘dapat dipercleh jumish pasien yang cukup banyak yang memenuhi kriteriainklusi dan eksklusl Hepatotoksisitas Pada Pengobatan 41 Pasian tuberkulosis harus menggunakan obat secara teratur sampal periode pengobatan selesal. Penggunaan regimen OAT (Obat Anttuberkuiosis) secara torus menerus slama Jangka ‘waktu yang cukup lama (2 sampai 9 bulan) dapat menimbuikan reaksi obat yang tidak dikehendaki. Hal ini_mendorong dilakukannya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui kejadian hepatotoksisitas pada penggunaan entiuberkuiosis serta faktor-faktor yang mempengaruhi ‘terjadinya hepatotoksisitas, METODE PENELITIAN Pnoitan dickukan saoara ratrospoktif menggunakan rancangan studi arose sectional ‘dengan menggunakan data rekam medis pasien tuberkulosis paru yang renggunakan regimen bat antituberkulosis, Penelitian ini melibatkan pasien yang menjaiani rawat jalan maupun rawat inap selama periode tahun 2006 hingga Februar 2009. Kriteria inklusi yang ditetapkan dalam: peneliian in yaitupasien dengan wsia 2 16 tahun dan pasion yang csertai pemerksaan ASTIALT minimal 2 (dua) kali. Penilaian kejadian hepatotoksisitas berdasarkan adanya penurunan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkstan kadar serum AST dan ALT reatit sampai bates atas normal. Peningkatan kadar serum ALT harus lebih tinggi dibandingkan dengan AST. Kriteria coksklusi dalam ponoian ini adalah pasion dongan penyakit ponyerta borupa korusakan hall dan pasion yang tidak meryertakan hasll pemerksaan AST dan ALT maupun obat anttuberkulosis yang digunakan, Pasion mbertaulosis paw «ai RSU Tangerang periode 2006 sampai Febrnn 2009 2137 pasien So Pongal hat emerson —=>(C_ sa pasion >) ODPT 2047 pasien _)<——> MR tidal Leng > CO tomes ‘Gambar 1. Jumlah pasien yang cbatkan dalam penelitian ini Data yang diperoleh dljabarkan dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk memperoioh ‘gambaran mengenal karakteristk pasion, persentase kasus terjadinya hepatotokstsitas, sorta rmanifastesi kinis kejadian hepatotoksisitas. Selanjuinya dilakukan analisis Regrasi Binary Logistik 42 Vitarani Dwi Ananda Ningrum dengan taraf kepercayaan 95%, dengan tuluan untuk memperoleh gambaran mengenal faktor- ‘faktor yang mempengaruhl kejadian hepatotoksisitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasi| peneitian menunjukkan behwa penyakt tuberkulsis dlalami oleh sebanyak 69% pasion Jak/-ak! dan selebihnya dialami oleh pasion perempuan. Hal ini dapat dikaltkan dengan ‘ebiasaan lak-ak yas merokok sehingga tuberkulosis banyak tradi pada lakt-aKl, Berdasarkan analisis data survei prevalonsi yang dilaporkan oleh Puslitvangkes (2006) bahwa paparan tombakau beik socara aki maupun pasif moningkstkan resiko timbulnya panyakit tuberkulosi. Data dari Libangkes menunjukkan bahwa mereka yang merokok (lermasuk mereka yang masih "merokok saat ini dan yang telah berhenti merokok) mempunyai resiko menjadi saki tuberkulosis 3 kal lebih tinggi ibandingkan dengan mereka yang tidak merokok. Peneltian yang dilaporkan oleh GGojelakshmi (2003) menunjukkan bahwa 50% kematian akibat tuberkulosis bernubungan dengan kebiasaan merokok pada pria dewasa. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru dalam peneliian Ini berusia antara 26 - 36 tahun (34.5%). Hal ini seoual dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkuiosis yaitu sekitar 75% pasion tuberkulosis adalah kelompok usla yang paling produtfsecara ekonomis yaltu 15-50 tahun (Depkes, 2007). asus tuberkulosis peru tertinggi peda penelian ini merupakan asus beru yay pasion yong belum pemah diobeti dengan OAT atau sudeh pernah mensian OAT kurang dari satu bulan (4 minggu) sebanysk 70,9%. Sebanyok 74.6% pasien uberkulosis dalam peneltian ini ‘mendapatkan tera’ kategor 1 yaitu 2(HRZEV/4(HRIS, Berdaserkan Tabel 1 dapat diketahul bahwa parsentase ferbesar adalah pasion tuberkulosis yang tidak disertal dengan penyakit penyerta (60%), Berdosarkan poneltian yang dllaporkan oleh Misnadlarly (2002) penyakit penyorta yang Derupa diabetes, fuberkulosis ekstraparu, arterio sklerosis, sirsis hepallis, asma dan bronkiokiasis sebanyak 61,5% ditemukan sebagai penyakit primer, dan 38.5% sebagai penyakit ‘sekunder. Pada penelitan ini yang termasuk dalam penyakt primer antara lain asma, pneumonia, ISPA, diabetes, dan clare sebanyak 9.1%, sedangkan penyakit sekunder terjadi pada 31% yang ‘meliput efusi pleura, bronkhitis, asma, tuberkulosis keleniar, dan diabetes meus Juma imiah Farmasi Vol, 7 No, 1 Tahun 2010 Hepatotokssts Pada Pengobatan 412 ‘abel 1. Karakteristk umum pasion tuberiaicels paru berdssarkan jenis kelamin dan usia di RSU “Tangerang tahun 2008 = Februari 2009 Tumieh __Persentase eee Pasian (n= 55) Seria ialamin r 8 80% 2 7 31.0% Umar 1 4 Tite 2 18 5H 3 it 200% 4 2 218% 5 5 21% 6 4 ea orks TB. 4 3 705% 2 2 218% 3. Kecur catalan putue obat 1 18% 4) Kasus fain 3 55K Jenks terapl 4. Kategor + “a 745% 2, Kategori: 10 182% 3 RHE 4 Ta Penyakit peryeria. 1) Penyaitt pximer 5 91% 2 Penyalt seluinder 7 31.0% 3,__Tanpa penyabit penyerta a 60.0% * Pgmerise ahiurg de Jovian total pasion bak yang meralam indian hapsicickak dan Wok manga Acjodanteaotnnk. Bordasarkan hast! yang dlperoish dalam peneiian int (Tabet 2), dart §8 pasion tordapat 21 pasion dartaranya mengaiami kejacian hepatotokek (30.2%). Sebanysk 8.7% kejadian hepetotoiakk adalah pata grade 1, yatu Konalkan kadar ALT melebihi betas stas normainya ( Upper ‘Unt of Normal, ULN) sampal 2,5 Kall ULN atau datarn rentang kadar 41 ~ 143,5 Unter. Pasian yang mengslem! peningisten ULN 2.6 aampal § kali pada grode 2 sabanyak 14.3%, sedangkan sitanya acaiah grade 3.dongan paningkatan ULN 5 saripsi 20 hail sobaryak 189%. Pension yang loporkan oleh Lee ata. (2002) kejedian hepaloicksk bed pada grace 3:maupun 4, sedangkan peneitian yang diaporkan cleh Loe at al (2005) dan Hest ea. (2004) hanya toad pada grade & safe dengen insider kurang dari 10%. ‘Tabe! 2. Klasifkasitingkat koparahan hopatotoksik« pesion tuberkulosis paru di RSL Tangoreng tahun 2006 - Fabrusri 2008 Grade (Kedar ALT) Tariah Pasion (Pereertase”n-21) 7. Grade 1 PULN- 143.5) 74 (66,7) 2 Grade 2 (143,5.246) 3(1433) 3. Grade 3 (246-861) 4(i80) 4, Grade 4 0861, ‘Bersoniase cntung Gan juriah foal pasion yang Mangan Fejadan hepwoaR, Jentifkas! gejaia Kins merupakan salah satu hel yang penting dalarn menegakkan diagnosis hepatctoksisitas. Jenis Kerusakan hepar yang diimbulkan oleh GAT sepa! isoniazid, rfampisin, ddan pirazinarnid dapat berupa nekrosis hepstoseluler shut dengan manifests! Kins berupe fatigue, ‘anereksia, muel, dan jaundice, Apabila nekroais yang ditimbulkan lebih besar dapat terjadl jaundice yang berat, comgulopathy, ascites, hepaiic encephalopathy, koma, bahikan kematian (KodaKimbie fof al, 2008; Loe, 2001). Socara tnortia kadar ALT maningkat bebarapa harl esbolum kojadian .Jural imiah Farmasi Vel, 7 No. 1 Tahun 2010 44 Miarani Dat Ananda Ningnum, ligerus (Kee, 2007), namun daism penetiian ini Kejadian Ikterus tidak dapat diketahul seinng ‘dengan peningkatan ALT, sehingga manlfestaal kinis yang berupa ikterus yang menyartal kejadian hopatotoksialas teak dapat djadkan parameter dalam menentukan kejadian hapatotoksik. Salain paramiier ALT, hepaioioksisites dapat teramati dengan mela data fisik berupa gejsla Kinis yang merupakan manitestas! kejadien hepatotoksik. Manifesias: kink hepatoloksisitas yang beupa ‘gejela klinisdisaiikan pada Tabel 3 ‘Tabol 8. Manifesias! Mink hepstotoksik berupa pejaia kins pacia pasien tuberculosis pon di RSU ‘Tangerang tahun 2008 - Febevari 2009 jars Grade Turiah Pasian ra 1 2 i 2 i 2 Maal ual dan muna Mual, muna, mata Kuning ‘Tidak ada ketorangan — 5 Fata a Ga pala os a Tans PaaS Menurut Bayupurnama (2008) gejala hepatotoksilk adalah berupa malaise dan Ikterus. Dalam penelitian ini gejala yang tercatat berupa musi, yang torjadl pada 9,6% pasion hepatotoks|k grade 4 ‘dan 4,7% pasion hepatotoksiigrade 2, ojala mual muntah terjadi pada pasien grade 1 dengan porsentase sobacar 0,63. Musi, muntah don ihterus trad pada 4,7% pasion hepatotoksik gro 2, Pasion yang mengaismi Kejasion hepalotoksk can Ecok ciertal Kelorangan ein Minis yang ‘ditimbulkan oleh OAT pada pasien grade 1 sebesar 47.6%, pada pasien grade 2 sebasar 4.7%, dan pada pasion grade 3 sebesar 19.1%. ‘dentifikas! faktor-faktor yang dapat mempengaruh! kejadian hepatotoksik penting untuk diketahul. Pengetahuan tentang hal torsebut dapat digunakan sebagai pertimbangan mendasar unlukc dialakan terapl pencepahan sehingga kejacian hspatciaksistias skibat pemberian OAT dapat sScegah lebih din Iderifkasi faktorsaklor yang mempengaruhi hepaltcksisitas yaitu dengan menagunakan uf Regres! Binary Logistik, Verisbel tergeriueg yang clelspkan adalah status pasion yar berupa hepatotoksik atay tidak dan vaabe! bebas antaa lan nis keiamin, Usia, Joris tuberkulons, Joris torap, dus! terap, stats alkohol, rivayat penyakt sobolumnys, ‘sorta obat lain. Hasil uj! regres! liniar berganda didapatkan bahwa dad semua variabel bebas yang mamilié pengaruh temadsa keladlan hepstatakalk sears stabatk: adalah jens Kalam (P=0,008) dan ponggunaan abat pengindukel hepatotoksik lain (P=0,047). dural tmiah Farmasi Vol.7 No, 1 Tahun 2010 ‘Hepatotoksisias Pada Pengobatan 45 Tabel 4, Kerskteristk pasien tberfouloais paru bercssarkan tsktor resik i RSU Tangerang tahun '2008 = Fabruarl 2009 Fakir Teak durian Pre Tk Feeiko Hepetoicksi Hepaioioksk Pasion __p<2.05) en ® 5) a9 0,008 Ketan 2 15 7 Umut 1 3 4 ozs 3 "i 40 4 7 u 7 6 8 5 5 i 3 4 Joni TS 7 2 39 0,083 4 8 2 E 1 1 - 4 4 senis 8 2 a 0.368 TTereot 2 8 0 4 ‘ 4 Duras 8 i Py 0.785 Teraph 5 15 2 3 8 9 - 3 a ‘Asohal 1 1 2 os7s ‘ : 4 19 a 53 Riwayat i é 7 oar Penyakt 2 1 3 Sabelum 2 Z 2 nya 5 7 2 " a 3 bet 8 ie 2 oar tan 5 13 18 4 ‘ 0 ‘ z 4 Upaya untuk menangani Kejacian epatatoksik yaitu dengan penghentlan maupun enggantian regimen QAT tolah dilakukan lah fim meds RSU Tangerang. Solain itu dlakukan Upaya pancegahan hepalotoksik dengan mamberikan hepaioprotektor Sepert) kurkurnin, namun \idak semua pasion mendapstivan upaya penangansn maupun pencegahsn hepssiatoksik. Karaktoristik pasion hepatotoksik yang mongalami pertakan atau penurunan ALT sampai Wiooran normal disgjikan dalam Tabet 5, Tabol 8. Upxya pengatasan kejadian hepatotoksik paca pasten tuberkulosis paru di RSU Tangerang tahun 2006-Februari 2009 Tindakan Perbaikan Penghenian obat ‘Ponggantian obat Jura tmiah Farmasi Vol, 7 No, 1 Tabun 2010 48 Vitarani Dwi Ananda Ningrum Berdasarkan Tabel 5, terdapat 2 pasien yang mengalaml penghentian regimen OAT karena ‘mengalami hapatotoksik pada grade 3 dan semuanya mengalami perbaikan. Pasion lain yang ‘mengalami hepatotoksik padagrade 3 mengalami penggantian regimen OAT dengan ethambutol, streptomisin, dan ofioksasin namun hanya 1 pasien saja yang mengalami perbaikan. Penggantian regimen OAT juga dilakukan pada pasien yang mengelami hepatotoksik pada grade 1 dengan kategor 2, yaltu RHE dan mengalami perbalkan, ‘Secara umum penanganan hepatotoksisitas dllakukan dengan menghentikan penggunaan cobat yang hepatotokslk (Lee, 2001). Pada kasus hepatotoksik grade 1 dan 2, penggunaan OAT dapat dllanjutkan seteleh kejadian hepatotoksik dan dllakukan pemeriksaan ALT dan AST 2 ‘minggu. Hal ini dilakukan dengan pertinbangan bahwa seperti halnya sel-sel lain dalam tubuh, hhopatosit bila mengalami trauma balk yang bersifat isk maupun kimiawi maka akan sogora berupaya melakukan regenerasi (Adhvaryu of al, 2008; Prihatni ef al, 2008). Pada kasus grade 3 dan grade 4 penggunaan OAT dihentikan hingga kadar ALT kemball normal (Adhvaryu et al., 2008), Berdasarkan CDC (2003) penggunean OAT dihentikan apabila peningkatan ALT melebihi 3 kell ULN (Upper Limit of Normal) dengan gojala atau peningkatan ALT melebihi § kall ULN tanpa gejala. Gejala yang dimaksud adalah peningkatan kadar bilirubin akibat peningkatan kadar enzim transaminase, yang merupakan marker (penenda) kejadian hepatotoksisitas. Apabila kejadian hepatotoksisitas yang dialami pasion bersifat mild (sedang) maka terapi COAT citunde sampai kadar ALT kureng dari 2 Kall ULN dan tidak tampak gejala hepatotoksik. Selanjutnya dimulal kemball terapl menggunakan HRZE selama 1 minggu untuk mengetahul apakah keladian hepatotcksik bersifat potensial atau tidak. Jika pasien berpotensi mengalam! hepatotoksik yang severe (berat), maka pirazinamid dihilangkan dari regimen tersebut dan durasi ‘orapl diperpanjang sampal 9 buian apabila Isoniazid dan rifampisin dapat ditoleransi dengan balk ‘leh pasion. Apabila kejadian hepetotoksisitas yang dialami pasion bersifat severe (berat), maka dllakukan penggantian regimen yang tidak hepatotoksik seperti streptomisin, ethambutol, dan ‘moksitfoksasin (CDG, 2003). ‘Solain tindakan penghentian dan penggantian OAT, tindakan lain yang dllakukan olah tim ‘medis di RSU Tangerang adaish dengan meresepkan kurkumin kepada pasien tuberkulosis ‘sebagal upaya pencegahan maupun penanganan Kejadian hepatotoksik. Karakieristi« pasien hepatotoksik yang mendapatkan kurkumin pada penelitan ini disajikan pada Tabel 6. Jura imiah Farmasi Vol, 7 No, 1 Tahun 2010 Hepatotoksstes Pada Pengobatan 47 ‘Tabel 6, Pembertan hurkurin paga pasien yang mengatam| nepaintoksik | RSU Tangerang tahun 2006 = Februari 2009 Kondist Fremens’ Gus! _Jumiah _Juriah Pasion yang 4g. Pasion rade (hart) Pasion Mongaiami Perbaikan 9 7 xt 1 1 * Bxt 18 1 - Bxt 80 1 Hapatotokaik xt 7 1 1 2 xt 2 1 - 3a 8 1 = 3 xt ? 1 1 a2 18 1 1 SSS ttc? Total 6 4 ‘Tujuan penggunaan kurkumin pada pasien yang mengslami hepatotoksix pada grade 1, grade 2, maupun grade 3 adalah sebagai upaya pengaiasan ksjadian hepatotoksik. Kusrkumin sebagel salah satu cbat vacsionel yang dapat memelinara ungsi hat temysia bermantast sebagsl hepatoprotekior. Sepert terlihat pada Tabal 6 sebanyak 50% pasien yang mengalami hepatotoksik mengalami perbaiken Wingga kadar ALT-nys mencapai Kisaran normal, Pasian yang mengalarn) hepatotoksik pada grade 1 selain diberikan kurkumin juga mendapatkan penggantian ragiman OAT, namun kadar ALT riya tetap bolum normal. Had ini dapat dikaronakan dosis wing kurang atau pasion Juga menggunaken bet lain yang berifet hepsinloksk: Begitv pula pada pasion yang mongalami hepatoloksk pada grade 2, Penggunaan kurkumin temyaia cukup bermantaal bagi pasion yang mengelami hepaioioksik grade 3, tatapi dengan caistan harus diakukan panggantian regimen CAT yang tak hepatotoksik atau dengan panghentian OAT. Karaktorsti pasian yang rmendopatian kurkumn bersemaan dengan perberian OAT dapat dithat pada Tae 7 ‘Tabel 7. Hasil pemeriksasn fungsl hat! pads paslen tuberculosis paru yang mendapatian kuru ‘sebagai terapl pencegahan hepatotoksik di RSU Tangarang tahun 2006 - Februari 2009 Fengguman Koran Frekuens!|Ourel(fiwi) ALT Sebeun ALT Sesudah a 6 2 mz ba 5 2 aA 53 6 0 at a 8 at 7 2 20 Bersamaan dengan at 15 " 28 oar DA 9 Er xt 0 8 7 ad 20 16 25 oat 10 45 40 ma i 8 40 BA 6. 10 Fatereta 24 Berdasarkan Tabel 7 sebenyek 8 paslen yang tidak mengalamy hepatotokslk temyata telah endopatkan kurkurnin bersamaan dengan pemberian OAT sehingga semua pasion tidak Jura tmiah Farmasi Vol, 7 No, 1 Tabun 2010

You might also like